BAB I.docx

61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang berdasarkan berlandaskan pada asas Pancasila dan memiliki landasan hukum yang luhur berupa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian maka sudah seharusnya dan sepatutnya jika seluruh peraturan perundang-undang yang ada haruslah mencerminkan semangat dan cita- cita Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jika kemudian terdapat satu atau beberapa peraturan perundang-undang yang tidak mencerminkan asas dan dasar hukum bangsa Indonesia maka pemerintah berkewajiban untuk mengubahnya atau bahkan mencabut peraturan perundang-undangan tersebut. Terkait dengan asas dan dasar hukum bangsa Idonesia. Secara normatif, Indonesia sebenarnya termasuk negara yang cukup ketat menerapkan aturan kepemilikan senjata api untuk kalangan sipil. Ada sejumlah dasar hukum yang mengatur mengenai hal itu, mulai dari level Undang- Undang yakni Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

Transcript of BAB I.docx

Page 1: BAB I.docx

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah Negara yang berdasarkan berlandaskan pada asas Pancasila

dan memiliki landasan hukum yang luhur berupa Undang-Undang Dasar

1945. Dengan demikian maka sudah seharusnya dan sepatutnya jika seluruh

peraturan perundang-undang yang ada haruslah mencerminkan semangat dan

cita-cita Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jika kemudian terdapat

satu atau beberapa peraturan perundang-undang yang tidak mencerminkan

asas dan dasar hukum bangsa Indonesia maka pemerintah berkewajiban untuk

mengubahnya atau bahkan mencabut peraturan perundang-undangan tersebut.

Terkait dengan asas dan dasar hukum bangsa Idonesia.

Secara normatif, Indonesia sebenarnya termasuk negara yang cukup ketat

menerapkan aturan kepemilikan senjata api untuk kalangan sipil. Ada sejumlah

dasar hukum yang mengatur mengenai hal itu, mulai dari level Undang-Undang

yakni Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Undang-Undang

darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Tentang mengubah

"ordonnantietijdelijke bijzondere strafbepalingen" (stbl. 1948 Nomor 17) dan

Undang-Undang Republik Indonesia dahulu Nomor 8 Tahun 1948, yaitu tentang

pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api: setiap orang yang bukan

anggota tentara atau polisi yang memakai dan memberlakui senjata api harus

mempunyai izin pemakaian senjata api.

Page 2: BAB I.docx

Penggunaan senjata api untuk tujuan sosial harus dituntun oleh prinsip-prinsip

moral. Prinsip moral yang melandasi sistem hukuni di Indonesia khususnya,

menekankan bahwa setiap orang memiliki hak mutlak atas hidupnya. Termasuk di

dalamnya tiap manusia memiliki hak dalam upaya perlindungan diri dan jaminan

keamanan mereka. Pemerintah bertugas memastikan bagi rakyatnya adanya

kerangka hukum yang dapat melindungi hak hidup pada setiap tahap

perkembangan teknologi manusia. Tidak heran jika peredaran senjata api diatur

oleh pihak kepolisian, karena dapat dibayangkan jika setiap orang dapat memiliki

senjata api, angka kriminalitas dan kematian dapat melonjak. Apabila tiap

individu bebas menggunakan senjata api tanpa terkendali dan disalahgunakan.

Pengaturan peredaran tersebut membawa konsekuensi bahwa setiap kepemilikan

senjata harus memilki izin.

Perundang - Undangan tentang senjata api perorangan menurut Peraturan Menteri

Pertahanan No.7 tahun 2010, yaitu setiap olahragawan menembak dan/atau

berburu yang telah mendapat pengesahan dari KONI. Dan yang dimaksud dengan

perorangan disini adalah orang perseorangan warga Negara Indonesia ataupun

Pejabat tertentu serta perseorangan yang berkepentingan, dapat memiliki senjata

api dengan ketentuan serta persyaratan yang berlaku didalamnya.

Selanjutnya izin kepemilikan menurut Perpu No.20 Tahun 1960 Pasal 1 Tentang "

Kewenangan Perijinan yang diberikan Menurut Perundang Undangan Mengenai

Senjata Api " , Keppres RI Nomor 125 Tahun 1999 tentang bahan peledak,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Page 3: BAB I.docx

Indonesia, Pasal 15 ayat. 2 tentang Kewenangan Kepolisisan Negara Republik

Indonesia dalam pemberian izin, termasuk izin dan pengawasan terhadap senjata

api dan bahan peledak.

Selanjutnya Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2008 Pasa14 tentang Pengawasan

dan Pengendalian dan Pengamanan bahan peledak komersial (Bahan peledak

Komersial adalah bahan peledak yang dipakai untuk kepentingan pembangunan

dan proses produksi pada industri pertambangan yang bersifat komersial).

Selanjutnya Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2010 Pasal 6 bagian kesatu dan

Pasa17 bagian kedua tentang ketentuan penyelnggaraan perizinan.

Selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian, seperti SK Kapolri

(No. Skep/2441IU1999 ) dan tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian

Senjata Api Non Organik (SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 ).

Kebijakan mengenai senjata api yang dikeluarkan oleh POLRI memikirkan tujuan

yang hendak dicapai dari dibuatnya kebijakan tersebut, yaitu keamanan. Karena

melihat tujuan, maka suatu kebijakan memiliki kaitan untuk mencapai tujuan dari

kaidah hukum dalam produk kebijakan. Hal ini termasuk juga bagaimana agar

kebijakan pemilikan senjata api oleh masyarakat sipil mendapat pengaruh positif

dalam masyarakat, yang artinya melakukan pertimbangan efektivitas hukum. Dan

yang menjadi dasar adanya kebijakan kepemilikan senjata api oleh masyarakat

sipil ialah mengenai apakah dengan dimilikinya senjata api oleh masyarakat sipil,

angka kejahatan akan berkurang dan keamanan dalam masyarakat akan

membaik..Hal inilah yang mendasari tujuan adanya kebijakan pemilikan senjata

api oleh masyarakat sipil yang izinnya dikeluarkan oleh institusi POLRI.

Page 4: BAB I.docx

Dan diharapkan dapat efektif apabila ada sikap tindak atau perilaku yang menjadi

sasaran menuju pada tujuan yang dikehendaki kebijakan.

(www.sinarharapan.co.id/berita , diakses pada 17 November 2011 )

Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran

dan pemberian izin pemakain senjata api, POLRI merupakan satu-satunya instansi

yang berwenang menegluarkan izin pemakaian seniata api.

Berkaitan dengan Undang-Undang tersebut, maka POLRI mengeluarkan

kebijakan-kebijalCan yang berkaitan dengan penggunaan senjata api, salah

satunya ialah memperbolehkan masyarakat sipil untuk menguasai senjata api,

yang tentunya harus memiliki izin kepemilikan terlebih dahulu.

Kepolisian Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian, memiliki tugas pokok yang diatur dalam pasal 13 yaitu,

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan

memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam rangka menyelenggarakan tugas tersebut, maka Kepolisisan Negara

Repubik Indonesia juga diberi kewenangan-kewenangan yang salah satunya ialah

untuk memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,

dan senjata tajam.

Berdasarkan aturan yang berlaku tentang ketentuan izin kepemiikan senjata api di

Indonesia dibatasi hingga satu tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu

yang sama. Kebijakan Polri ini bertujan untuk mengurangi kepemilikan senjata

api oleh sipil karena banyak penyalahgunaan ataupun kepemilikan senjata api

Page 5: BAB I.docx

yang secara illegal atau tidak memiiki surat izin kepemilikan secara resmi yang

didaftarkan ke Kepolisian negara Repubik Indonesia.

Beranjak dari jumlah ketersediaan personil yang masih terbatas, peralatan

anggaran operasional yang juga masih terbatas dan dalam rangka melindungi

masyarakat dari berbagai tindak kejahatan dengan kekerasan, tindak kriminal,

penodongan dan perampokan yang seringkali muncul akhir-akhir ini, maka

terhadap masyarakat yang "memenur~i persyaratan tertentu" dapat diberikan hak

untuk melakukan perlindungan diri secara swadaya, misalnya : dengan

mempunyai hak kepemilikan dan penggunaan senjata api dalam situasi dan

kondisi yang "tertentu".

Namun fakta-fakta akhir-akhir ini, memperlihatkan seringkali terjadi kepemilikan

senjata api di kalangan masyarakat sipil, seperti; penyalahgunaan senjata api oleh

oknum yang merupakan anak dari salah satu Bupati di Lampung terhadap seorang

petugas keamanan, oknum tersebut meletuskan senjata api berpeluru karet ke arah

atas sebanyak empat kali letusan. Penyalahgunaan senjata api, terkesan dalam

masyarakat lebih banyak dilakukan justru oleh kalangan terpandang bahkan

sampai aparat keamanan sendiri. Walaupun menurut angka idari Mabes Polri, ada

sekitar 17.000 buah senjata api legal yang beredar dalam masyarakat, namun

demikian tampaknya jarang terdengar di kalangan masyarakat sipil terjadi

penyalahgunaan senjata api. Bahkan dari 10 (sepuluh) kasus penyalahgunaan

senjata api, 9 sembilan) diantaranya adalah senjata api yang menjadi hak milik

dari aparat negara.

Page 6: BAB I.docx

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Lampung, yaitu wilayah Bandar

Lampung telah melakukan pengendalian dan pengawasan senjata api non organik

bagi masyarakat sipil untuk wilayah Bandar Lampung, serta berkenaan dengan

perizinan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di Bandar Lampung.

Tetapi, tindakan yang telah dilakukan oleh Pihak Kepolisian tersebut dalam Hal

Perizinan Kepemilikkan Senjata Api Non Organik Bagi Mayarakat Sipil di

Bandar Lampung di lapangan, masih belum dapat diterima sepenuhnya oleh

masyarakat sipil di Bandar lampung. Masih banyak atau ada beberapa oknum -

oknum yang tidak mematuhi aturan kepemilikkan senjata api bagi masyarakat

sipil. Memiiki senjata api non orgamk tanpa surat - surat yang resmi dan surat izin

yang lengkap.

Diantara masyarakat sipil di Bandar Lampung yang tidak memiliki surat izin atau

surat resmi lainnya, terdapat juga diantaranya oknum - oknum yang terpandang

atau pun meiliki jabatan, dan sanksi atau hukum yang telah ada harus tetap

dipatuhi dan ditaati. Dan tidak sedikit masyarakat sipil yang memiliki senjata api

namun tidak memiliki surat resmi dan surat izin, dengan alasan untuk menjaga

diri, bahkan senjata api yang dimiliki adalah illegal.

Melihat dari pentingnya bagi masyarakat sipil yang, ingin memiliki atau

memperoleh izin kepemilikan senjata api, haruslah melewati beberapa

persayaratan serta ketentuan yang telah ditentukan oleh instansi yang terkait yaitu

POLRI.

Berdasarkan uraian diatas, maka menjadikan sebagai penelitian dengan judul "

Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Izin Kepemilikan

Senjata Api Non Organik bagi Masyarakat Sipil di Kota Bandar Lampung "

Page 7: BAB I.docx

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimanakah Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

perizinan kepemilikan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di

Bandar Lampung ?

2. Bagaimanakah sanksi hukum bagi masyarakat sipil yang memiliki senjata

api tanpa surat izin kepemilikan secara resmi dari Kepolisian Daerah

Lampung di daerah Bandar Lampung ?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada bidang Hukum Administrasi

Negara, yakni mengenai perizinan mengenai surat kepemilikan dalam hal ini

adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni Kepolisian Daerah

Lampung.

2. Ruang lingkup penelitian, yakni berkenaan pada faktor-faktor penghambat

yang sering terjadi dalam prosedur perizinan kepemilikan senjata api

sehingga terjadinya asumsi masyarakat yang terlebih dahulu menilai bahwa,

mengikuti prosedur perizinan kepemilikan senjata api tersebut cukuplah sulit

dan berbelitbelit, atau masyarakat yang sudah terlebih dahulu memiliki

senjata api,namun dengan cara yang salah. Akhirnya menimbulkan rasa malas

atau menganggap kurang pentingnya memiliki surat kepemilikan izin senjata

api yang secara resmi.

1.4 Tujuan Penelitian

Setiap penulisan mempunyai tujuan dengan maksud agar memberi arah bagi

pembahasan skripsi ini. Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 8: BAB I.docx

1. Untuk mengetahui Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

perizinan kepemilikan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di

Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui Sanksi hukum terhadap masyarakat sipil yang memiliki

senjata api tanpa surat izin resmi kepemilikan senjata api dari Kepolisian.

1.5. Kegunaan Penelitian

Secara garis besar kegunaan dari suatu penelitian mencakup dua hal, yaitu:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai su_mbangsih pemikiran dan

pengetahuan dalam upaya perkembangan disiplin ilmu hukum pada umumnya

dan hukum administrasi negara di bidang hukum perizinan, serta dapat

mengembangkan teori, landasan, konsep, dan masalah-masalah yang timbul

dalam prosedur perizinan kepemilikan senjata api serta sanksi apa yang akan

diterima apabila memiliki dan menggunakan senjata api tanpa disertai dengan

surat izin kepemilikan yang dikeluarkan secara resmi, bagi yang berminat

mengetahui lebih dalam tentang Perizinan Kepemilikan Senjata Api.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai rekomendasi strategis kepada instansi yang berwenang dalam

kebijakan pemberian izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil.

b. Memberikan masukan-masukan kepada instansi terkait terhadap

pelaksanaan perizinan dalam rangka meminimalisir dan mencegah

terjadinya pelanggaran perizinan senjata api oleh masyarakat sipil.

Page 9: BAB I.docx

c. Sebagai rekomendasi strategis yang dapat dijadikan acuan bagi para

peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang izin

kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil.

Page 10: BAB I.docx

PROSEDUR PERIZINAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL YANG DIKELUARKAN POLISI NEGARA

REPUBLIK INDONESIA(Studi diPolresta Pesawaran)

(PROPOSAL SKRIPSI)

Oleh :KAISAR S MALE

NMP 13742010167.P

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SABURAI

BANDAR LAMPUNG2015

Page 11: BAB I.docx

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran

Kata "peran" atau "role" dalam kamus oxford dictionary diartikan sebagai: Actor's

part; one's task or function yang berarti aktor; tugas seseorang atau suatu fungsi

(oxford University Press,2008: 383). Sedangkan istilah peran dalam "Kamus

Besar Bahasa Indonesia" mempunyai arti sebagai seperangkat tingkah yang

diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat, kedudukan

dalam hal ini diartikan sebagai posisi tertentu di dalam masyarakat yang mungkin

tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.

Kedudukan tersebut sebenarnya adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dan

kewajiban tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan

sebagai peran. Oleh karena itu maka ada seseorang yang mempunyai kedudukan

tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang Peran (role accupant). Suatu hak

sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan

kewajiban adalah beban atau tugas.

Suatu peran dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai'berikut :

a. Peran yang ideal (deal role)

b. Peran yang seharusnya (Expexted)

c. Peran yang dianggap oleh diri sendiri (Percieved role)

d. Pern sebenarnya dilakukan (actual role)

Sedangkan menurut Soejono Soekanto (1982;268), Peran yang ideal yang

seharusnya datang dari luar (external).

Page 12: BAB I.docx

Sedangkan peran yang dianggap oleh diri sendiri serta peran yang sebenarnya

dilakukan berasal dari diri sendiri pribadi (Internal). Soejono Soekamto

(1990;268-269) menyatakan peran adalah aspek dinamis kedudukan (status).

Apabila seseorang menjalankan hak dan kewajiban sesuai kedudukannya maka ia

menjalankan suatu peran.

Peran menurut Soejono Soekamto (1990;269) menyangkut 3 (tiga) hal, yaitu :

a. Peran meliputi hal-hal yang berhubungan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat;

b. Peran merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang nantinya akan

membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat;

c. Peran dapat juga dikatakan sebagai suatu perilaku yang ada di dalam

masyarakat dimana seseorang itu berada.

Peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu maupun

kelompok yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peran meliputi

normanorma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam

masyarakat, peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-praturan yang

membimbing suatu individu atau pun kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan

(Soejono Soekamto,1982:238).

Lembaga merupakan terjemahan dari dua istilah atau kata yaitu Institut dan

Institusi keduanya mempunyai arti yang berbeda, institut merupakan w•ajud

kongkrit/nyata dari sebuah lembaga, misalnya Institut Teknologi Bandung (ITB),

atau Institut Pertanian Bogor (IPB). Sementara Institusi merupakan wujud Abshat

dari suatu Lembaga, sebab merupakan sekumpulan norma-norma pengatur

perilaku.

Page 13: BAB I.docx

dalam aktivitas hidup tertentu (Sugianto, 2002;19). Batasan Lembaga Menurut

Jhon R Commons adalah "ollec tiveae tionen control of individual action", inti

Lembaga adalah action atau tindakan positif berbuat sesuatu yang dibenarkan atau

tidak berbuat sesuatu, yaitu menahan diri, mengekang diri untuk tidak berbuat

sesuatu yang dilarang. Artinya sebagai pengawasan, Lembaga dapat pula diartikan

peraturan yang mengendalikan atau mengawasi tindakan yang dilakukan secara

bersama-sama pula (Sugianto,2002;20).

Jadi yang dimaksud Peran Lembaga adalah seperangkat tingkah laku positif yang

dilakukan oleh Institusi yang meliputi pengawasan, pengendalian, serta

pembatasan perbuatan seseorang atau pun kelompok yang didasarkan pada tugas

pokok dan fungsi Institusi tersebut. Dalam hal ini peran Kepolisian Daerah

Provinsi Lampung dalam pelaksanaan program Bagian Pelayanan Administrasi di

Kepolisian Daerah Lampung yaitu bertugas memberikan pelayanan dan

pengawasan administrasi dalam bentuk surat izin atau keterangan yang

menyangkut orang asing , senpi ( senjata api ) atau bahan peledak, kegiatan sosial

atau polisi masyarakat, dan SKCK( Surat Keterangan Catatan Kelakuan Baik )

bagi masyarakat yang memerlukan.

2.2 Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional di Indonesia,

yang bertanggung jawab langs,ang di bawah Presiden. Polri mengemban

tugastugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).

Page 14: BAB I.docx

Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke

kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian

Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat

Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).

(Wikipedia : Kepolisian Negara Republik Indonesia )

Tentang Polri Kemar_dirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1

April 1999, sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi

secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang

profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan

nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan

sejahtera.

Kemandirian Polri dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup

dan berjaian serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata negaraan

dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam

mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999

tentang Otonomi Daerah dan. Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang

Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.Pengembangan kemampuan dan

kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar dapat

mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengemban

fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah

memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan

kriminalitas dan bencana alam. ( website:polri )

Page 15: BAB I.docx

Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahanperubahan

melalui tiga aspek yaitu:

1. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam

Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin,

kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

3. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan

instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan

Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem

rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, system

anggaran, sistem operasional.

Berkenaan dengan uraian tugas tersebut, maka Polri akan terus melakukan

perubahan dan penataan baik di bidang pembinaan mau pun operasional serta

pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya reformasi.

2.2.1 Fungsi Kepolisian

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerititahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. ( Undang -

Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Fungsi Kepolisian dari uraian diatas mmiliki tujuan dalam penegakkan hukum,

perlindungan dan pelayanan masyarakat serta pembimbing msyarakat demi

terjaminnya tertib, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman mayarakat,

guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Fungsi kepolisian juga

terdiri atas pekerjaan - pekerjaan tertentu yang dalam praktek kehidupan

Page 16: BAB I.docx

masyarakat dirasakan perlunya dan dirasakan manfaatnya guna mewujudnkan

keamanan dan ketertiban lingkungannya, sehingga dari waktu ke waktu

dilaksanakan atas dasar kesadaran dan kemauan masyarakat sendiri serta

kemudian melembaga dalam tata kehidupan masyarakat. Yang mencakup

keseuruhan bahwa harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan

keadilan.

2.2.2 Tugas dan Wewenang

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakan hokum dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.( Pasal 13 Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia )

Dari uraian tugas dan wewenang yang disebutkan diatas, maka tugas pokok

kepolisian yaitu memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umu.•n, serta

menegakkan hukum dari ketentuan perundang - undangan yang memuat tugas

pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dan merupakan bagian dari fungsi

pemerintahan Negara yang pada hakikatnya bersifat pelayanan publik dan

termasuk dalam kewajiban umum kepolisian.

Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum,

mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi

hak asasi manusia.

2.2.3 Kepolisoan Daerah (Polda)

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan

pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas

Page 17: BAB I.docx

menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang

bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda

(Wakapolda). ( Wikipedia : Kepolisian Negara Republik Indonesia)

1. Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres).

Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A dan Tipe B. Tipe A dipimpin seorang

perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B

dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).

- Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.

2. Polres, membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk

kota - kota besar. Polres dinunai Kepolisian Resor Kota Besar. Polres

memiliki satuan tugas kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin

oleh seorang Komisaris Besar Polisi (untuk Polrestabcs) atau Ajun Komisaris

Besar Polisi (untuk Polrcs).

- Setiap Polres menjaga kcaman:un sebuah Kotamadya atau Kabupaten.

3. Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi

(AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol)

(untuk tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta dipimpin

oleh penvira bcrpangkat Ajun Komisaris Polisi (tipe rural). Di sejumlah

daerah di Papua scbuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Dua Polish

- Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah Kecamatan.

Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) memiliki sejumlah

Direktorat dalam menangani tugas melayani dan melindungi ( Wikipedia :

Kepolisian Negara Republik Indonesia), yaitu:

a. Direktorat Reserse Kriminal

1. Subdit Kriminal Umum

2. Subdit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)

Page 18: BAB I.docx

3. Subdit Remaja Anak dan Wanita

4. Unit Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System)

/Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)

b. Direktorat Reserse Kriminal Khusus

1. Subdit Tindak Pidana Korupsi

2. Subdit Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah)

3. Subdit Cyber Crime

c. Direktorat Reserse Narkoba

1. Subdit Narkotika

2. Subdit Psikotropika

d. Direktorat Intelijen dan Keamanan

e. Direktorat Lalu Lintas

1. Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)

2. Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident)

3. Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)

4. Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)

5. Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)

6. Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)

f. Direktorat Bimbingan Mas;,arakat (Bimmas, dulu Bina Mitra)

g. Direktorat Sabhara

h. Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit)

i. Direktorat Polisi Air (Polair)

j. Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti)

k. Biro Operasi

1. Biro SDM

m. Biro Sarana Prasarana (Sarpras, dulu Logistik)

n. Bidang Keuangan

o. Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)

p. Bidang Hukum

q. Bidang Hubungan Masyarakat

r. Bidang Kedokteran Kesehatan

Page 19: BAB I.docx

Kepolisian Negara Republik Indonesia mencakup wilayah antar propinsi yaitu

Polda, yang di dalamnya di pimpin oleh seorang Kepala yakni Kepala Kepolisian

Daerah. Dan memiliki wakil, yaitu seorang Wakapolda yang berperan

mendampingi Kapolda dalam menjalankan tugasnya di wilayah yang telah dijabat

dalam kurun waktu yang tidak diketahui. Karna, dalam Kepolisian mengenal

istilah Mutasi yang tidak pandang masa kerja dari tiap Polri yang sedang

menjalankan tugas di wilayah atau jabatan yang telah di jalankan.

2.3 Perizinan

2.3.1 Pengertian Izin

Istilah "Izin" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001:447)

adalah pernyataan mengabulkan (tidak melarang dsb)/persetujuan membolelLCan.

Izin merupakan satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum

administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

membatasi tingkah laku masyarakat (Spelt dan Ten Berge, 1993 : 3). Izin ialah

suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarmita (1987:

390) izin adalah perkenaan, pernyataan mengabulkan atau tidak melarang. Izin

adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum

administrasi.

Page 20: BAB I.docx

Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yurudis untuk mengemudikan

tingkah laku para warga. Dapat dikatakan bahwa izin itu apabila pembuat

peraturan secara umum tidak melarang suatu perbuatan, asal saja dilakukan sesuai

ketentuan yang ada. Dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang

yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya

dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan

umum mengharuskan pengawasan khusus.

Izin adalah suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar

dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan

teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus.(Spelt dan Ten Berge, 1993 : 3)

Sedangkan menurut Mr. Prins, izin adalah pernyataan yang biasanya dikeluarkan

schubungan dengan suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi

hal yang menjadi objek dari perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan

dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asal saja dibawah pengawasan alat-alat

perlengkapan Administrasi Negara (Soehino, 1984 : 79). Menurut Utrecht,

pengertian izin (Vergunning) ialah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya

melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja secara

yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi

negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (Adrian

Sutedi, 2010: 167).

Selanjutnya menurut Van Der Pot yang dimaksud izin adalah :" Apabila sikap

batin si pembuat undang-undang terhadap perbuatan atau tingkah laku yang diatur

dalam undang-undang itu sendiri adalah pada prinsipnya tidak melarang, tidak

Page 21: BAB I.docx

memperdulikan, acuh tak acuh hanya saja dalam hal-hal yang konkret dimana

perbuatan itu dilakukan terhadap campur tangan dari penguasa yang berwenang

oleh aturan hukum dari undang-undang tadi untuk membuat aturan hukum ini

konkreto dalam hal yang konkret" (Soehino, 1984 : 83): Izin menurut

pengertiannya dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Izin dalam arti sempit izin saja

Pengertian izin dalam arti sempit merupakan pengikatan aktivitas-aktivitas pada

suatu peratura izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat

undangundang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi

keadaan yang buruk (Spelt dan Ten Berge, 1993 : 3). Tujuannya adalah untuk

mengattur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya

dianggap tercela, namun perlu dilakukan pengawasan.

b. Dalam arti luas yaitu :

a. Izin merupakan Persetujuan

b. Dispensasi yaitu pembebasan

c. Lisensi digunakan dalam bidang perdagangan

d. Konsensi perjanjian antara pemerintah dan swasta dalam bidang

pertambangan untuk menyerahkan tugas-tugas pemerintah kepada pihak

swasta yang menyangkut kepentingan umum.

Melalui diberikannya izin, penguasa memperkenanka:i orang yang memohon

untuk meiakukan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan perturan

Perundangundangan yang mengatur. Pemberian izin menyangkut bagi suatu

tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus.

Page 22: BAB I.docx

Izin merupakan instrumen bagi penguasa yang berupa pernyataan mengabulkan,

menyetujui atau mengesahkan terhadap suatu perbuatan yang sebenarnya dilarang.

Tetapi hal yang menjadi objek dari perbuatan yang akan dilakukan oleh seseorang

tersebut, menurut sifatnya tidak merugikan atau pernyataan mengabulkan itu

adalah berasal dari alat-alat perlengkapan administrasi yang dilaksanakan oleh

dasar wewenang khusus yang diberikan kepadanya oleh suatu aturan hukum in

concreto yang dibuatnya sendiri dan hal ini merupakan tugas daripada alat-alat

perlengkapan administrasi. Pihak- lain baik perorangan maupun badan hukum

swasta sifatnya menerima dengan sukarela atas izin tersebut.

Dari beberapa pendapat di atas, izin dapat diartikan perbuatan hukum atau

persetujuan yang ditetapkan oleh penguasa negara berdasarkan

perundangundar_gan dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-

ketentuan larangan perundangan.

2.3.2 Fungsi Izin

Izin merupakan instrumen yuridis preventif. Dengan sifat yuridis yang demikian

itu, izin berfungsi :

a. Mengarahkan/mengendalikan aktifitas tertentu

b. Mencegah bahaya.

c. Melindungi objek tertentu

d. Mengatur distribusi benda langka

e. Seleksi orang atau aktifitas tertentu

Dengan tujuan yang demikian itu, setiap izin pada dasarnya membatasi kebebasan

individu. Dengan demikian wewenang membatasi hendaknya tidak melanggar

prinsip dasar negara hukum, yaitu asas legalitas (Philipus M. Hadjon, 1995 : 2).

Page 23: BAB I.docx

2.3.3 Kewenangan Menerbitkan Izin

Setiap wewenang menerbitkan izin bersifat publik. Wewenang itu bisa merupakan

wewenang ketatanagaraaan (statsrechtelijk bevoegdheid) dan bisa merupakan

wewenang administrasi (administratiefrechtelijk bevoegdheid). Antara wewenang

ketatanegaraan dengan wewenang administrasi dapat dibedakan namun sulit

dipisahkan. Wewenang menerbitl:an izin bisa merupakan wewenang terikat

(gobonden bevoegdheid) dan bisa merupakan suatu wewenang bebas

(discretionary power). Pembedaan atas wewenang terikat dan wewenang bebas

dalam penerbitan izin membawa ko.nsekuensi yuridis, baik pada penerbitan izin

maupun pada pencabutan izin (Philipus M. Hadjon, 1995 : 3).

Pada penerbitan izin , wewenang menerbitkan atau wewenang menolak

tergantung dari s-;fat wewenang. Pada wewenang terikat pejabat TUN terikat pada

syarat-syarat yang dirumuskan dan tidak memiliki kebebasan untuk menilai

maupun kebebasan kebijaksanaan dasar wewenang terikat bagi perizinan beranjak

dari ketentuan hukum yang berlaku.

Atas dasar demikian itu, wewenang memberikan izin adalah wewenang yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Wewenang ini diberikan untuk

tujuan konkret seperti' yang telah diuraikan di atas. Aspek yuridis perizinan

meliputi :

1) Larangan untuk melakukan suatu aktifitas (tanpa izin)

2) Wewenang untuk memberikan izin

Untuk menyimpang dari suatu larangan harus ditegaskan dalam suatu peraturan

perundang-undangan. Larangan dirumuskan dalam norma larangan (norma

Page 24: BAB I.docx

prohabitur) dan norma perintah (norma mandatur). Dengan demikian pelanggaran

atas laranagan itu lazimnya dikaitkan dengan sanksi, baik sanksi administrasi

maupun sanksi pidana (Philipus M. Hadjon, 1995 : 5).

Lingkup larangan tergantung pada uraian tingkah laku yang dilarang. Formulasi

larangandapt berupa larangan umum ataupun larangan yang memuat

ketentuanketentuan khusus. Misalnya : dilarang mendirikan bangunan tanpa izin

Walikota (larangan umum), sedangkan dilarang mendirikan rumah/bangunan

lainnya di sepanjang bantaran ledeng/irigasi (larangan yang berupa ketentuan

khusus).

Wewenang untuk memberikan izin merupakan wewenang publik. Suatu

wewenang publik adalah wewenag yang berdasarkan hukum tata negara atau

hukum administrasi negara. Pada penerbitan izin wewenang menerbitkan atau

wewenana menola.k tergantung pada sifat wewenang. Pada wewenar.g terikat,

pejabat tata usaha negara (TLTN) terikat pada syarat-syarat yang dirimuskan dan

tidak memiliki kebebasan untuk mmenilai maupun kebebasan kebijaksanaan atau

terikat oleh peraturan perundang-undangan, sebaliknya pada wewenang bebas,

organ pemerintah memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan

pemberian izin (Philipus M. Hadjon, 1995 : 3).

Pada pencabutan izin , sifat wewenang mempunyai arti penting bagi kemungkinan

untuk menggunakan wewenang pencabutan. Pada wewenang terikat, pencabutan

dilakul:an dengan keterikatan mutlak pada ketentuan peraturan yang menjadi

dasarnya. Pada wewenang bebas, pajabat tata usaha negara dapat menggunakan

atau tidak menggunakan wewenang untuk mencabut izin (Philipus M. Hadjon,

1995 :5).

Page 25: BAB I.docx

Dalam pendapat Philipus M. Hadjon (1994 : 8) yang mengemukakan bahwa,

suatu tekhnik pemeliharaan ketertiban adalah terkaitnya beberapa kegiatan atau

keadaan pada suatu perizinan, pengesahan, persetujuan atau suatu bentuk

pemberian kuasa yang lain oleh karena kegiatan-kegiatan itu pada dasamya adalah

terlarang terkecuali jika telah dilaporkan dan memperoleh izin.

2.3.4 Unsur - Unsur Perizinan

Ada beberapa unsur dalam perizinan (Ridwan HR, 2008:210-217), yaitu sebagai

berikut:

a. Instrumen Yuridis

Izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk konstitutif dan yang

digunakan oleh p2merintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa

konkret. Sebagai ketetapan, izin dibuat dengan ketentuan dan persyaratan

yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.

b. Peraturan Perundang-undangan

Dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada

wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku

karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi

tidak sah.

c. Organ Pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik

di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Beragamnya organ pemerintahan

yang berwenang memberikan izin dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan

Page 26: BAB I.docx

yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai

sasaran yang hendak dicapai.

d. Peristiwa Konkret

Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang

tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret

ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun

memiliki berbagai keragaman.

e. Prosedur dan Persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang

ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus

menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi

persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh

pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu

berbeda-beda tergantung jenis izin tujuan izin, dan instansi pemberi izin.

2.3.5 Subjek dan Ob;ek Perizinan

Berbicara masalah subjek dan objek perizinan tentu saja tida_k akan pemah bisa

dilepaskan antara pemerintah yang berwenang baik itu Pemerintah Pusat,

pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten atau Kota yang merupakan

subjek dari perizinan mempuriyai kadar tugas dan peranan yang besar dalam

setiap penentuan setiap kebijakan-kebijakan dan keputusan dalam hal perizinan,

sedangkan objek dari perizinan adalah pemohon izin usaha dan atau kegiatan.

Antara subjek dan objek dari perizinan ini menmpunyai peranan yang sama-sama

besar dalam menentukan diterbitkannya atau ditolaknya suatu izin.

Page 27: BAB I.docx

Dan fungsi dari izin,yaitu : untuk memberikan kepastian hukum bagi pemohon

dan masyarakat, sebagai tindakan preventif untuk menghadapi pihak-pihak yang

mengganggu, dan sebagai pengamanan secara hukum.

2.3.6 Tujuan Pemberian Izin

Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian

daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu di mana ketentuannya berisi

pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan

ataupun oleh pejabat yang berwenang.

Tujuan Perizinan dalam arti luas yaitu : untuk mempengaruhi masyarakat untuk

mengikuti keinginan pemerintah.

1. Mengarahkan aktifitas tertentu

2. Mencega.h bahaya bagi lingkungan

3. Keinginan melindungi objek tertentu

4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit

5. Mengarahkan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas

Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:

a. Dari Sisi Pemerintah

1) Untuk melaksanakan peraturan

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut

sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus

untuk mengatur ketertiban.

2) Sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung

pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang

Page 28: BAB I.docx

dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu.

Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya,

yaitu untuk membiayai pembangunan.

b. Dari Sisi Masyarakat

1) Untuk adanya kepastian hokum

2) Untuk adanya kepastian hak

3) Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang

didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas

(Adrian Sutedi, 2010:200).

2.4 Kepemilikan

Pengertian Kepemilikan

Secara bahasa, milik atau kepemilikan adalah penguasaan dan kewenangan

seseorang pada suatu harta, sehingga ia dapat mentasaruflcan hartanya dalam

bentuk apapun selama dalam batasan agama. Kepemilikan adalah kekuasaaan

yang didukung secara sosial untuk memegang control terhadap sesuatu yang

dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi. Definisi ini

mirip dengan definisi kekayaan, baik pribadi atau publik. ( Wikipedia :

kepemilikan )

Menurut pengertian diatas, kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti

penguasaan atau kekuasaaan seseorang terhadap hal yang dimiliki atau dikuasai.

Page 29: BAB I.docx

2.5 Senjata Api

2.5.1 Pengertian Senjata Api

Senjata api adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang

didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran

suatu propelan.

Propelan adalah bahan peledak yang digunakan untuk mendorong suatu objek.

Propelan tidak hanya digunakan pada senjata api saja, tetapi bisa dipakaikan pada

roket sebagai pendorong.

Senjata api adalah senjata yang mampu melepaskan keluar satu atau sejumlah

proyektil dengan bantuan bahan peledak. ( Wikipedia : senjata api )

Yang termasuk dalam pengertian Senjata Api adalah :

1. Bagian-bagian senjata api

2. Meriam dan senjata penyembur api serta baian-bagiannya

3. Senjata tekanan udara dan senjata tekanan pegas caliber 5,5 mm keatas, pistol

sembelih, pistol pemberi isyarat, pistol atau revolver mati suri dan senjata api

tiruan seperti pistol atau revolver tanda bahaya dan atau pistol atau revolver

lomba.

Senjata Api Organik TNI/POLRI ialah, senjata api milik TNI/POLRI yang

merupakan organik tetap dalam suatu kesatuan.

Senjata Api Non Organik TNUPOLRI ialah, senjata api milik pribadi/instansi

Pemerintah/Provit yang bukan organik TNI/POLRI.

Page 30: BAB I.docx

Instansi Pemerintah ialah, instansi pemerintah /departemen non TNUPOLRI dan

lembaga pemerintah non departemen. (Surat Keputusan Kapolri Nomor Polisi :

Skep/1198/IX/2000 )

2.5.2 Dasar Hukum Senjata Api

a. W Senjata Api 1963 Lembaran Negara 1937 No. 170 dirubah dengan Lembaran Negara 1939 No. 278 (LTU tentang milik, perdagangan dan pengangkutan senjata gas, mesiu dan munisi di Indonesia).

b. Peraturan Pemerintah 30 Mei 1939 (Lembaran Negara 1939 No. 279) tentang Peraturan pelaksanaan UU Senjata Api tahun 1939.

c. W No. 8 th 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Senjata Api.d. W No. 12 th 1951 (LN.No. 78/51 yo ps 1 ayat d UU no.8 th 1948) tentang

Peraturan Hukum Istirinewa.e. W No. 20 th 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang diberikan menurut

per-W an Mengenai Senjata Api, Amunisi dan Mesiu.f. Inpres RI No. 9 th 1976 tentang Wasdal senjata Api dan Amunisi.g. Keputusan Menhamkam /Pangab No. Kep/27/XIU1977 tanggal 28 desember

1977 tentang Tuntutan Kebijaksanaan untuk Meningkatkan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api sebagai pelaksananan inpres No.9 th 1976.

h. Skep Pangab No. Skep/49/U1990 tanggal 23 Januari 1990 tentang Kewenangan Perizinan Senjata Api dan bahan peledak.

i. Skep Kapolri No.Pol.: Skep/244/IU1999 tangga128 Februari 1999 tentang Ketentuan Perijinan Senjata Api Non Organik TNUPoIri untukbela diri.

j. Ordonasi bahan Peledak (LN 1893 No. 243 dirubah menjadi LN 1931 No. 168 tentang Pemasukan, Pemilikan Pembuatan, Pengangkutan dan Pemakaian bahan peledak.

k. Kepres RI No. 86 th 1994 tanggal 23 Desember 1994 tentang Perubahan atas kepres RI No. 5 th 1988 tentang Pengadaan bahan peledak.

l. Kep menhamkam No. : Kep/O10/VU1988 tanggal 28 Juni 1988 tentang Pengawasan dan pengendalian bahan peledak sebagai Pelaksanaan kepres RI No. 5 th 1988.

m. Skep Menhankam No. : Skep/1808/XIU1992 tanggal 08 Desember 1922 tentang Perincian Bahan Peledak.

n. Skep pangab no. : Skep/49/I/1990 tanggal 23 Januari 1990 tentang Kewenangan Perijinan Senjata Api dan Bahan Peledak.

o. SkepKapolri No. Pol.: Skep/243/VU1989 tanggal 14 Juni 1989 tentang Pelimpahan Wewenang Menandatangani Surat izin khusu untuk pemasukan dan Pengeluaran bahan peledak.

Page 31: BAB I.docx

b. Perorangan / Pejabat.

1) Pejabat TNU Polri yang mempunyai tugas penting

2) Purn.TNUPoIri yang terkenal atau mempunyai kedudukan penting.

c. Pejabat non TNI/Polri yang mempunyai fungsi / tugas untuk kepentingan

Negara.

d. Pejabat yang karena jabatannya dilingkungan cukup rawan

.2.5.4 Istilah dan Pengertian dalam Perizinan Kepemilikan Senjata Api Non Organik

Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/1198/IX/2000, yang

dimaksud dengan Masyarakat ( Pemilik/Pengguna Senjata Api ) terdiri dari :

1. Warga Negara Indonesia

a) Perorangan, dimaksudkan Pemilik dan Pemegang senjata api yang

mempunyai tujuan untuk bela diri clan atau koleksi.

b) Anggota Perbakin, dimaksudkan Pemilik dan Pemegang senjata api

yang mempunyai tujuan untuk olahraga menembak sasaran, rekreasi,

dan atau berburu.

c) Anggota satpam/ Polsus pada Instansi Pemerintah/ Proyek Vital,

dimaksudkan untuk kelengkapan tugas dalam rangka pengawasan di

kawasan kinerj anya.

2. Warga Negara Asing

a) Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indoensia Nomor

D184/83-97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala

Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-bangsa dan

Organisasi organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang

Page 32: BAB I.docx

tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata

api

b) Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata

api di Indonesia adalah pengunjung jangka pendek, terdiri dari :

(1) Wisatawan yang memperoleh izin berburu

(2) Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan

senjata api

(3) Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran

(4) Petugas security tamu Negara

(5) Awak kapal laut/pesawat udara

(6) Orang asing yang emperoleh izin transit berdasarkan ketentuan

pemerintah

3. Kapal Laut Indonesia, ialah kapal-kapal milik pemerintah bukan kapal

perang dan kapal-kapal swasta. yang masih dalam keadaan berlayar.

4. Satuan Pengamanan, ialah satuan (kelompok) petugas yang dibentuk oleh

Instansi/Proyek/Badan Usaha untuk melaksanakn pengamanan fisik

menyelnggarakan keamanan swkarsa di lingkungan kerjanya.

5. Alat-alat Kepolisian Khusus, ialah pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang oleh atau atas knasa undang-undang diberi wewenang Kepolisian

terbatas untuk melaksanakan dan menegakkan suatu perundang-undangan

khusus.

6. Pengawasan, ialah segala usaha pekerjaan dan kegiatan dalarr. Rangka

memberikan pelayanan, pengendalian, pengamanan dan penindakan

Page 33: BAB I.docx

terhadap segala kegiatan yang menyangkut senjata api dan amunisi yang

bukan organic TNI/POLRI.

7. Pengendalian, ialah proses yang didasarkan pada lapora.n pencatatan dan

perkiraan kebutuhan, untuk memberikan izin senjata api dan amunisi yang

maksimum dan seimbang berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi

keamanan setempat.

8. Pengamanan, ialah segala usaha pekerjaan dan kegiatan, yang ditujukan

untuk menyelamatkan dan mengamankan senjata api dan arnunisi baik

dalam pengadaaan, pemilikan, penggunaan, penyimpanan, dan pemakaian

maupun peredarannya.

9. Izin, ialah surat yang menyatakan atas terkabulnya permohonan senjata

api/amunsi sebagaimana diatur dalam ( undang-undang Nomor. 20 tahun

1960 ).

10. Rekomendasi, ialah surat yang menyatakan persetujuan atau bekeberatan

dikaitkan dengan adanya permohonan perizinan senjata api/amunisi.

11. Surat Saran, ialah surat keterangan yang berisikan saran tentang adanya

permohonan perizinan senjata api an amunisi.

12. Pemasukan, ialah membawa senjata api/amunisi berasal dari luar

Indonesia, dari suatu kapal laut ke darat atau dari kapal udara ke darat.

13. Pengeluaran, ialah membawa senjata api/amunisi baik melaui darat

maupun dengan kapal laut atau kapal udara untuk diangkut ke luar wilayah

Indonesia.

Page 34: BAB I.docx

14. Pembelian, ialah proses pemindahan hak dan tanggung jawab atas senjata

api dari seseorang kepada orang lain dimana transaksi berjalan di dalam

negeri dengan disertai pemabayaran.

15. Pemilikan, ialah hak atas senjata api yang diberikan oleh Kapolri atau

pejabat yang diberi wewenang olehnya yang memuat tentang kekuasaan

dan kewajiban atas senjata api tersebut.

16. Penguasaan, ialah hak atas senjata api/amunisi yang diberikan oleh

Kapolri atau pejabat yang diberi wewenang olehnya yang memuat tentang

hak penggunaan dan kewajiban atas senjata api tersebut, tetapi tidak

mempunyai hak untuk memiliki dan memindahtangankan kepada pihak

lain.

17. Penyimpanan, ialah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyelamatkan

senjata api, amunisi agar terhindar dari pencurian, kerusakan dan

sebagainya, di dalam suatu tempat berdasarkan ketentuan perundang

undangan yang berlaku.

(a) Penggunaan, ialah hak atas senjata api/amunisi dengan tujuan untuk

keperluan Satpam/Polsus, anggota Perbakin (olahraga menembak sasaran

dan berburu), bela diri, koleksi dan penelitian ilmiah.

(b) Pengawalan, ialah suatu tindakan/kegiatan pengamanan dalam

penagangkutan senjata api, amunisi dari suatu tempat ke tenpat lain.

(c) Pembuatan, ialah suatu kegiatan untuk membuat/memproduksi senjata

api, amunisi ayng telah mendapatkan izin usaha dari Departemen

Perindustrian dan Kapolri atau Pejabat yang diberi wewenang olehnya itu.

Page 35: BAB I.docx

(d) Pemindah tanganan (Hibah), ialah suatu tindakan pemindahan hak dan

kewajiban serta tanggung jawab sesuai dengan izin yang melekat pada

senjata api/amunisi tersebut kepada pihak lain dengan tidak disertai

pembayaran.

(e) Pemusnahan, ialah tindakan/kegiatan penghancuran senjata api/amunisi

ayng dianggap telah rusak/tidak layak pakai, atau karena adanya ketentuan

perUndangundangan yang mengatur hal tersebuf

(f) Pengusaha Senjata Api, Amunisi, dan Senapar, Angin Kaliber 4,5 mm,

ialah Pengusaha nasional yang memenuhi persyaratan sebagai

importer/eksportir yang telah mendapatkan pengakuan Departemen

Perdagangan dan atau izin usaha untuk pembuatan/produksi dan

memperdagangkan senjata api dan amunisi serta senapan angin kaliber 4,5

mm, yang telah mendapatkan pengakuan dari Departemen Perindustrian

dan Perdagangan serta izin usahaa dari Kapolri atau pejabat yang diberi

wewenang olehnya untuk itu.

(g) Cindera Mata( Souvenir ), ialah pemberian hadiah senjata api/amunisi/

senapan angin sebagai kenang-kenangan dari sesecrang pejabat kepada

pejabat lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri tanpa

disertai pembayaran.

Page 36: BAB I.docx

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah

melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.

Pada dasarnya ada dua metode pendekatan masalah dalam penelitian. Pendekatan

masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan

pendekatan empiris.

Pendekatan normatif adalah salah satu pendekatan yang dilakukan dengan

mempelajari aturan-aturan hukum atau nilai dan noma-norma, dalam bentuk

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan perizinan di

bidang kepemilikkan senjata api non organik.

Pendekatan empiris adalah salah satu pendekatan yang dilakukan dengan cara

melihat, mengumpulkan, dan mempelajari semua informasi terhadap pihak-pihak

yang dianggap mengetahui masalah yang berkaitan dengan reformasi pelayanan

perizinan sebagai upaya mempermudah bagi masyarakat di Kota Bandar Lampung

yang ingin memiliki surat izin kepemilikkan senjata api non organik. Pendekatan

masalah yang dilakukan dalam membahas dan memecahkan masalah masalah

yang diidentifikasikan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode pendekatan yuridis empiris.

Pendekatan yuridis empiris adalah tidak hanya melihat peraturan

perundangundangan yang berlaku saja tapi juga melihat kenyataan yang berlaku

Page 37: BAB I.docx

terhadap peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan Peran Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Non

Organik Bagi Masyarakat Sipil di Kota Bandar Lampung.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui

wawancara dengan para inform an dan pihak-pihak yang mempunyai kompetensi

mengenai perizinan kepemilikan senjata api di Kepolisian daerah Bandar

Lampung.

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mempelajari, mengkaji,

mencatat bahan-bahan kepustakaan yang bersumber dari literatur hukum, hasil

penelitian, dan buku-buku ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pokok

bahasan.

Data sek-ander dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan Hukum.Primer, yaitu Peraturan perundang-undangan yang terdiri

dari Ordonansi Bahan Peledak (Ln.1893 No. 234) Diubah Terakhir

Menjadi Ln.1931 No. 168 Tentang Pemasukan, Pengeluaran, Pemilikan,

Pembuatan, Pengangkutan Dan Pemakaian Bahan Peledak (Pasal II Aturan

Peralihan UUD 1945). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang

Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 (Ln.No. 78/51 Jo Pasal 1 Ayat D Uu No.

8 tahun 1948) Tentang Peraturan hukuman istimews sementara

Page 38: BAB I.docx

Undang-Undang Nomor 20 PRP. Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perizinan

Yang Diberikan Menurut Perundang-Undangan Mengenai Senjata Api, Amunisi

Dan Mesiu.

Keppres Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 1999 Tanggal 11 Oktober 1999

Tentang Bahan Peledak. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor :

Per122/MlXii/2006 Tanggal 19 Desember 2006 Tentang Pedoman Pengaturan,

Pembinaan Dan Pengembangan Badan Usaha Bahan Peledak Komersial.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Skep Kapolri No. Pol. : Skep / 82 / Ii / 2004 Tgl 16 Pebruari 2004

Perihal Bulctz Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api

Non Organik Tni / Polri.

Peraturan Kapolri No. Pol. : 13 / X / 2006 Tgl 3 Oktober 2006 Perihal

Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Non Organik Tni Polri Untuk

Kepentingan Olehraga. Peraturan Kapolri No. 2 Thn 2008 Tgl 29 April 2008

Tentang Pengawasan, Pengendalian Dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi

kepustakaan yaitu berupa literatur-literetur dan hasil penelitian yang ada

relevansinya dengan masalah yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier, yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama

acuan bidang hukum, misalnya kamus bahasa dan pencarian data melalui internet.

Page 39: BAB I.docx

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca,

mempelajari, mengutip ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ,

dan merangkum data yang berkaitan dengan permasalahan yang berasal dari

bahan-bahan pustaka.

b. Studi Lapangan

Studi Lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan

cara mengadakan pengamatan langsung di tempat yang dijadikan objek penelitian

melalui wawancara yang dilakukan pada instansi pemerintah dalam hal ini adalah

Kepolisian Daerah Propinsi Lampung ( POLDA )

Informan yang diwawancarai adalah sebagai berikut:

1. Nama : Kompol Sigit Maryanto, S.Sos.

NRP : 69050543

Jabatan : Kepala Seksi Pelayanan Administrasi ( KASI

YANMIN)

Intelkam Polda Lampung

2. Nama : Hi. Muhajirin

Pekerjaan : Wiraswasta ,

Usia : 50 Tahun

3.3.2 , Prosedur Pengolahan Data

Page 40: BAB I.docx

Apabila data terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah

apabila prosedur sebagai berikut :

a. Data yang telah diperoleh diperiksa apakah data tersebut telah benar untuk data

yang benar, sedangkan data yang kurang lengkap dapat dilengkapi.

b. Data yang telah diperiksa selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan sub-sub

bahasan. Pengelolaan data dilakukan untuk mempermudah menginterprestasikan

data dan memberi arti terhadap data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan

studi lapangan .

3.4 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif, yaitu

menguraikan data secaraa bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun,

logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data

dan pemahaman hasil analisis

.