BAB I.docx
-
Upload
rizky-cahya-putra -
Category
Documents
-
view
50 -
download
5
Transcript of BAB I.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinetika kimia merupakan salah satu cabang ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi.
Laju reaksi berhubungan dengan pembahasan seberapa cepat atau lambat reaksi berlangsung.
Merubah konsentrasi dari suatu zat di dalam suatu reaksi biasanya merubah juga laju reaksinya.
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi, luas permukaan sentuhan,
suhu, dan katalis. Oleh karena itu, reaksi kimia dapat berjalan cepat atau lambat. Dalam industri,
reaksi kimia perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar produknya dapat diperoleh dalam
waktu yang sesingkat mungkin. Reaksi dapat dikendalikan dengan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah percobaan ini.
1.2 Prinsip Percobaan dan Aplikasinya
Penentuan konstanta kecepatan reaksi dan energy aktivasi antara larutan KI dan K2S2O8,
dimana larutan Na2S2O3 digunakan untuk mengikat ion berlebih dari KI, berdasarkan variasi
waktu dan variasi volume terhadap laju reaksi yang terjadi yang ditandai dengan perubahan
warna indicator amilum yang berubah menjadi warna biru, dan indicator aquades yang berubah
menjadi warna kuning. Reaksinya adalah:
S2O8 + 2I- → 2 SO4- + I2
Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan kopi atau teh yang menggunakan
pelarut bersuhu tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan laju reaksi.
1.3 Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta kecepatan reaksi dan energi aktivasi antara KI dan K2S2O8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinetika Kimia Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme dari reaksi-reaksi tersebut. Reaksi kimia ada yang berjalan sangat lambat, lambat, dan sangat cepat. Hal ini dipengaruhioleh(Sastrohamidjojo, 2001):
a. Luas permukaanb. Tekananc. Temperatured. Konsentrasie. Katalisator
Tujuan utama kinetika kimia adalah mengetahui bagaimana laju bergantung pada konsentrasi reaktan. Mekanisme reaksi juga dapat diketahui melalui pengetahuan tentanglaju reaksi yang diperoleh dari eksperiman. Kinetika kimia: ketika senyawa yang berbeda hadir dalam keadaan yng sesuai reaksi akan terjadi. Batu kunci dari dari mekanisme reaksi adalah hukum laju. Ini menggambarkan hubungan antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan (Oxtoby, dkk, 2001; Abdallah, 2010).
2.2 Laju Reaksi
Laju reaksi adalah laju perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu.
Konsentrasi dinyatakan dalam mol per liter, namun untuk reaksi fase gas satuannya adalah
atmosfer, mmHg, atau Pascal(Atkins, 1998).
Hubungan laju reaksi dengan koefisien zat adalah sebagai berikut(Petrucci, 1986):
A + 2B → 3C + D
Maka,
= = =
Sedangkan persamaan laju reaksi:
V=k[A][B]2
2.3 Orde Reaksi
2.2.1 Reaksi orde ke nol
Reaksi orde ke nol(Chang, 2005):
A → produk
Hukum lajunya adalah:
Laju=k[A]0
Laju dari orde ini adalah sama dengan konstantanya, tidak bergantung pada konsentrasi reaktan. Karena laju reaksi dari orde ini tetap, maka grafik sebagai fungsi dari waktunya adalah suatu garis lurus(Chang, 2005 ; Petrucci, 1987)
2.2.2 Reaksi orde pertama Reaksi orde pertama merupakan laju reaksi yang bergantung pada konsentrasi reaktannya yang dipangkatkan 1. Reaksinya(Chang, 2005) : A → produk
Lajunya adalah:
Laju =
Dan hukum lajunya adalah:
Laju = k[A]
= k[A]
Sehingga menjadi:
ln = -kt
Dimana ln adalah logaritma natural. Konsentrasi awal (t=0 ) tidak selalu pada pada awal
percobaan, namun kapan saja waktu yang kita pilih untuk memantau percobaan dalam
konsentrasi A(Chang, 2005).
2.2.3 Reaksi orde kedua
Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi
merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Grafik yang menunjukkan pengaruh
perubahan konsentrasi dari suatu pereaksi berorde dua terhadap laju reaksi diberikan pada
Gambar 1(c).
(a). Orde nol (b). Orde satu (c). Orde dua
Gambar 1. Grafik yang menyatakan pengaruh perubahan konsentrasi terhadap laju reaksi.
Hukum lajunya adalah(Chang, 2005):
Laju = k
Sehingga persamaannya menjadi:
= + kt
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu(Keenan, 1984):
1). Luas permukaan
Semakin halus ukuran kepingan zat padat makin luas permukaannya sehingga reaksi
semakin cepat.
2). Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi, reaksi semakin cepat berlangsung. Hal ini dikarenakan
semakin banyak molekul yang bereaksi berarti semakin tinggi kemungkinan terjadinya tumbukan
antar molekul, sehingga laju reaksipun semakin meningkat.
3). Tekanan
Penambahan tekanan dengan memperkecil volum akan memperbesar konsentrasi,
dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi. Hal ini berlaku pada reaksi yang melibatkan
pereaksi dalam wujud gas.
4). Suhu
Bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang bereaksi akan bergerak lebih
cepat sehingga energi kinetiknya tinggi. Oleh karena energi kinetiknya tinggi, maka energi yang
dihasilkan pada tumbukan antar molekul besar dan cukup untuk melangsungkan reaksi. Semakin
tinggi suhu akan terjadi tumbukan yang menghasilkan energi semakin banyak.
5). Katalisator
Reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan menambahkan katalisator ke dalamnya, tetapi setelah reaksi selesai katalisator tidak berubah.2.6 Hukum Laju dan Energi Aktivasi Hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang ada, termasuk produk. Dalam metode laju awal, yang sering kali digunakan bersama-sama dengan metode isolasi, laju di ukur pada awal reaksi untuk beberapa
reaktan dengan konsentrasi awal yang berbeda-beda. Hukum laju awal untuk reaksi yang terisoolasi adalah (Atkins, 1996):
V0 = k[A]0
Log V = Log k + log [A]0
Energy aktivasi adalah energy yang menerangkan panas maksimal yang harus dimiliki molekul-molekul sebelum bereaksi. Energy (kal/mol) digunakan untuk memutuskan ikatan kimia atau untuk menyusun kembali electron bila moleku bereaksi bertumbukan. Persamaan Arrhenius menyatakan (Allundaru dan Sitio, 2010):
k = A e –E/RT
Persamaan ini dilinierisasi menjadi : ln k = ln A – E/RT
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah buret, beker, ember, labu ukur,
penangas air, pipet tetes, stopwatch, dan thermometer. Bahan yang digunakan adalah akuades,
amilum, larutan KI, larutan K2S2O8 , dan larutan Na2S2O3.
3.2 Analisis Bahan
3.2.1 Akuades (H2O)
Air yang diperoleh pada pengembunan uap air melalui proses penguapan atau pendidihan
air, tidak berwarna, tidak berasa, titik leleh 00C, titik didih 1000C, bersifat polar pelarut organik
yang baik, konstanta dielektrik paling tinggi, tidak berbau dan komposisi kalornya lebih tinggi
dibandingkan cairan lain (Kusuma, 1983).
3.2.2 Amilum atau Kanji
Karbohidrat putih, tanpa bau dan tanpa rasa, terdiri atas rantai bercabang molekul molekul
glukosa, dihasilkaan pada proses fotosintesis dalam tumbuh tumbuhan, penambahaan iodin
mengasilkan warna biru hitam jika terkandung senyawa amilum didalamnya. Amilum
merupakan dua campuran polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Amilum digunakan dalam
industry kertas, tekstil, juga dalam pembuatan dekstrin( Amiruddin, 1978 ; Day dan Underwood,
2002).
3.2.3 Kalium Iodida (KI)
Kalium iodide adalah padatan Kristal putih KI dengan rasa yang sangat pahit dan larut
didalam air, etanol dan aseton. Dalam larutan, senyawa ini dapat melarutkan iodine menjadi I3-
yang berwarna cokelat. Senyawa ini biasa digunakan sebagai reagen analitis dalam fotografi, zat
aditif dalam garam meja untuk mencegah penyakit gondokdan penyakit lain akibat kekurangan
iodine. Beresiko meledakdengan logam basa, ammonia, senyawa halogen, dan hydrogen
peroksida. Jika terjadi kontak dengan kulit, cuci dengan air. (Daintith, 1994).
3.2.4 Larutan Kalium Peroksodisulfat (K2S2O8)
Senyawa ini berupa Kristal putih tak berwarna dan tak berbau. Secara berangsur-angsur
mengurai dimana kehilangan oksigen yang ada. Pada suhu tinggi mengurai lebih cepat. Senyawa
ini larut dalam air, namun tidak larut dalam alcohol. Selain itu, senyawa ini juga merupakan
pengoksida yang sangat kuat. Dapat menyebabkan alergi pada kulit, gangguan pernapasan jika
terhirup, dan hindarkan kontak pada mata, segera bilas jika terjadi( Basri, 2003).
3.2.5 larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Senyawa ini merupakan endapan atau padatan yang larut dalam air namun tidak larut dalam
etanol. Lazim dijumpai sebagai pentahidrat serta kehilangan air pada suhu 100 0C (Daintith,
1994).
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Amilum Sebagai Indikator
Dibuat larutan amilum 50 ml, larutan KI 250 ml(b), larutan K2S2O8 250 ml, dan larutan
Na2S2O3 250 ml. Larutan amilum dipanaskan. Kemudian ditambahkan 6 tetes ke larutan K2S2O8
dan larutan Na2S2O3 yang dicampur menjadi satu di dalam beker (a). Larutan a dan b dipanaskan
pada variasi suhu yaitu 20 0C, 25 0C, dan 30 0C. Ketika kedua larutan mempunyai suhu yang
sama, keduanya dicampurkan, lalu diaduk dan dihitung waktu yang dibutuhkan larutan untuk
berubah warna. Hal ini di ulang pada konsentrasi K2S2O8 yang berbeda.
3.3.2 Akuades Sebagai Indikator
Akuades ditambahkan 6 tetes ke larutan K2S2O8 dan larutan Na2S2O3 yang dicampur menjadi
satu di dalam beker (a). Larutan KI dimasukkan dalam beker lain (b). Larutan a dan b
dipanaskan pada variasi suhu yaitu 20 0C, 25 0C, dan 30 0C. Ketika kedua larutan mempunyai
suhu yang sama, keduanya dicampurkan, lalu diaduk dan dihitung waktu yang dibutuhkan
larutan untuk berubah warna. Hal ini di ulang pada konsentrasi K2S2O8 yang berbeda.
3.4 Rangkaian Alat
Gambar 1. Pemenasan pada penangas air.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Amilum Sebagai Indikator
No Volume (mL)
T (0C) Waktu (s)
Warna
KI Na2S2O3 K2S2O8 Amilum
1. 20 mL 10 mL 5 mL 6 Tetes 20 0C 1020 Kuning
2. 20 mL 10 mL 5 mL 6 Tetes 25 0C 767 Biru
3. 20 mL 10 mL 5 mL 6 Tetes 30 0C 544 Biru
4. 20 mL 10 mL 10 mL 6 Tetes 20 0C 779 Biru
5. 20 mL 10 mL 10 mL 6 Tetes 25 0C 346 Biru
6. 20 mL 10 mL 10 mL 6 Tetes 30 0C 405 Biru
7. 20 mL 10 mL 15 mL 6 Tetes 20 0C 500 Biru
8. 20 mL 10 mL 15 mL 6 Tetes 25 0C 381 Biru
9. 20 mL 10 mL 15 mL 6 Tetes 30 0C 295 Biru
4.1.2 Aquades Sebagai Indikator
No Volume (mL)
T (0C) Waktu (s)
Warna
KI Na2S2O3 K2S2O8 Aquades
1. 10 mL 5 mL 5 mL 6 Tetes 20 0C 615 Kuning
2. 10 mL 5 mL 5 mL 6 Tetes 25 0C 447 Kuning
3. 10 mL 5 mL 5 mL 6 Tetes 30 0C 414 Kuning
4. 10 mL 5 mL 10 mL 6 Tetes 20 0C 450 Kuning
5. 10 mL 5 mL 10 mL 6 Tetes 25 0C 361 Kuning
6. 10 mL 5 mL 10 mL 6 Tetes 30 0C 415 Kuning
4.2 Analisis Prosedur
Laju reaksi adalah laju perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu.
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: konsentrasi, suhu, luas permukaan,
dan katalisator. Laju reaksi berbanding lurus dengan konstanta kecepatan reaksi sedangkan
energi aktivasi berbanding terbalik terhadapnya. Hal ini berarti laju reaksi sebanding dengan
perubahan konstanta laju reaksi .
Pada percobaan ini, mula-mula dilakukan pembuatan 4 larutan yaitu: larutan kalium
iodide 0,4 M, natrium tiosulfat 0,01 M, kalium peroksodisulfat 0,02 M, dan amilum. Larutan
kalium iodide dibuat lebih pekat karena terkait dengan kuantitas iod-iodnya yang diikat natrium
tiosulfat harus lebih banyak dari pada kandungan ion-ion yang lain. Hal ini bertujuan agar warna
biru yang dihasilkan dapat tampak jelas. Larutan kalium iodide(b) ini berfungsi sebagai reaktan.
Larutan amilum berfungsi sebagai indikator yang akan berwarna biru jika larutan kalium iodide
sudah habis bereaksi. Larutan ini mengandung 2 polimer yaitu amilosa dan amilopektian.
Kalium peroksodisulfat bersifat pengoksida yang kuat sehingga fungsinya sebagai oksidator
yang akan membebaskan iod-iod dari kalium iodide. Sedangkan natrium tiosulfat berfungsi
sebagai penangkap iod-iod berlebih, lalu bereaksi positif indikator amilum.
Larutan natrium tiosulfat dan kalium peroksodisulfat dicampur menjadi satu(a).
Pencampuran ini dilakukan terhadap kalium peroksodisulfat (tidak pada kalium iodide) karena
jika dicampur dengan kalium iodide, natrium tiosulfat akan mengikat iod-iod dari kalium iodide
sehingga pada saat pencampuran semua larutan kalium peroksodisulfat tidak dapat mengoksidasi
kalium iodide. Larutan kalium peroksodisulfat direaksikan dengan berbagai ukuran volume. Hal
ini bertujuan untuk melihat pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksinya. Semakin tinggi
konsentrasinya maka laju reaksinya juga semakin cepat, karena peluang pertumbukan antar
partikel-partikelnya juga semakin besar.
Larutan amilum dpanaskan sebelum dimasukkan ke larutan b. Hal ini bertujuan agar
enzim yang berada didalam larutan amilum aktif, yaitu enzim beta amilase. Jika enzim ini aktif,
maka dapat membentuk warna biru. Sebanyak 6 tetes larutan ini dimasukkan kedalam larutan b.
Kemudian larutan a dan b dipanaskan pada beberapa suhu yaitu: 20 0C, 25 0C, dan 30 0C.
Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat laju reaksi pada larutan a dan b yang nantinya akan
dicampur. Dengan pemanasan, molekul-molekul yang berada didalam larutan bergerak semakin
cepat, bertumbukan semakin cepat, sehingga energy kinetic yang dihasilkannyapun semakin
tinggi. Oleh sebab itu, energy yang dimiliki larutan semakin tinggi dan dapat melewati batas
minimum dari energy aktivasi, reaksipun dapat berjalan lebih cepat. Sedangkan variasi suhu
bertujuan untuk melihat dan membandingkan pengaruh tingkat tingginya suhu pada laju reaksi
yang terjadi.
Ketika larutan memiliki suhu yang sama, maka keduanya dicampur dengan segera. Hal
ini bertujuan agar suhu kedua larutan yang sama, tidak berubah jauh sehingga dapat menghindari
galat. Kemudian larutan diaduk hingga larutan berubah menjadi berwarna biru. Warna biru ini
timbul karena iod membentuk ikatan kompleks dengan amilum. Proses pengikatannya, iod dari
larutan kalium iodide dioksidasi oleh kalium peroksodisulfat sehingga iod-iodnya terlepas dan
diikat oleh natrium tiosulfat yang kemudian akan bersama-sama bereaksi positif dengan larutan
indicator amilum, lalu membentuk kompleks. Pengadukan berfungsi untuk mempercepat reaksi,
karena dengan pengadukan maka akan banyak molekul-molekul yang saling bertumbukan.
Sehingga meningkatkan energi kinetik dan reaksipun berjalan lebih cepat.reaksi antara kalium
peroksodisulfat dan kalium iodide adalah:
S2O8- + 2I- → 2SO4
2- + I2
Indikator amilum yang sebelumnya digunakan, diganti dengan aquades. Aquades selain
sebagai pelarut, juga merupakan indicator. Warna yang dihasilkan dari indikator ini adalah
kuning. Penggunaan dua indikator ini bertujuan untuk membandingkan keduanya berdasarkan
warna, laju reaksi, konstanta laju, dan energi aktivasi yang dihasilkan masing-masing.
4.2 Analisis Hasil
Nilai tetapan laju reaksi yang didapat dari percobaan ini dengan amilum sebagai
indikatornya pada suhu 20 0C adalah berturut-turut : -4,80 x 10-3 (V K2S2O8 5 mL), -6,28 x 10-3(V
K2S2O8 10 mL), dan -9,79 x 10-3 (V K2S2O8 5 mL). Pada suhu 25 0C : -6,36 x 10-3(V K2S2O8 5 mL), -1,41
x 10-2(V K2S2O8 10 mL), dan -1,28 x 10-2 (V K2S2O8 5 mL). Dan pada suhu 30 0C adalah: -9,01 x 10-
3(V K2S2O8 5 mL), -1,21 x 10-2(V K2S2O8 10 mL), dan -1,66 x 10-2(V K2S2O8 15 mL). Dari data ini dapat
disimpulkan bahwa konstanta akan memiliki nilai yang semakin besar seiring dengan
bertambahnya jumlah volume pada suhu yang sama. Konsentrasi merupakan salah satu factor
yang dapat mempercepat laju reaksi. Hal ini dikarenakan dengan semakin banyaknya partikel
yang terlibat dalam suatu reaksi, maka peluang terjadinya tumbukan akan semakin besar diantara
partikel-partikelnya. Konstanta reaksi berbanding lurus dengan laju reaksi, sehingga dengan
semakin besarnya nilai konstanta, maka laju reaksipun semakin cepat berlangsung. Sedangkan
pada perbandingan suhu, hasil yang diperoleh adalah semakin tingginya nilai konstanta seiring
dengan tingginya suhu yang digunakan. Untuk itu, nilai konstanta yang paling tinggi terdapat
pada jumlah volume 15 mL dan pada suhu 30 0C.
Nilai konstanta laju reaksi untuk akuades sebagai indikatornya pada suhu 20 0C, 25 0C
dan 30 0C dengan 2 variasi volume K2S2O8 berturut-turut adalah : -9,1x 10-3(V K2S2O8 5 mL), -1,25
x 10-2(V K2S2O8 10 mL), -1,27 x 10-2(V K2S2O8 5 mL), -1,57 x 10-2(V K2S2O8 10 mL) , 1,259 x 10-2(V
K2S2O8 5 mL) dan 1,256 x 10-2(V K2S2O8 10 mL). Dari data ini, juga dapat dilihat bahwa semakin
tinggi nilai volume dan suhunya, maka nilai konstantanya juga semakin besar. Seharusnya nilai
konstanta ini terletak paling tinggi pada suhu 30 0C dan volume 10 ml, namun itu tidak terjadi.
Hal ini dikarenakan proses pengadukan yang berbeda dari sebelumnya saat mencampurkan
larutan. Pengadukan juga merupakan factor yang dapat mempercepat laju reaksi. Semakin kuat
pengadukan, maka semakin cepat pula laju reaksi terjadi, karena pengadukan membantu
terjadinya tumbukan diantara partikel-partikel yang bereaksi, sehingga energi kinetik yang
dihasilkannyapun semakin besar.
Energy aktifasi dari percobaan ini dengan amilum sebagai indicator pada V K2S2O8 5 mL: ,
V K2S2O8 10 mL: , dan V K2S2O8 15 mL: . Sedangkan pada akuades sebagai indicator pada V K2S2O8 5
mL: , dan pada V K2S2O8 10 mL : . Dari data ini, terlihat bahwa tidak adanya keteraturan nilai
Energy aktifasi dari masing-masing volume. Seharusnya semakin besar nilai volume K2S2O8
maka semakin rendah nilai energi aktifasinya. Dengan begitu, maka laju reaksi menjadi semakin
meningkat. Karena energy aktifasi berbanding terabalik dengan nilai laju reaksi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
a. Nilai tetapan laju reaksi yang didapat dari percobaan ini dengan amilum sebagai indikatornya
pada suhu 20 0C adalah berturut-turut : -4,80 x 10-3 (V K2S2O8 5 mL), -6,28 x 10-3(V K2S2O8 10 mL),
dan -9,79 x 10-3 (V K2S2O8 5 mL). Pada suhu 25 0C : -6,36 x 10-3(V K2S2O8 5 mL), -1,41 x 10-2(V
K2S2O8 10 mL), dan -1,28 x 10-2 (V K2S2O8 5 mL). Dan pada suhu 30 0C adalah: -9,01 x 10-3(V K2S2O8 5
mL), -1,21 x 10-2(V K2S2O8 10 mL), dan -1,66 x 10-2(V K2S2O8 15 mL).
b. Nilai konstanta laju reaksi untuk akuades sebagai indikatornya pada suhu 20 0C, 25 0C dan 30 0C
dengan 2 variasi volume K2S2O8 berturut-turut adalah : -9,1x 10-3(V K2S2O8 5 mL), -1,25 x 10-2(V
K2S2O8 10 mL), -1,27 x 10-2(V K2S2O8 5 mL), -1,57 x 10-2(V K2S2O8 10 mL) , 1,259 x 10-2(V K2S2O8 5 mL)
dan 1,256 x 10-2(V K2S2O8 10 mL).
c. Energy aktifasi dari percobaan ini dengan amilum sebagai indicator pada V K2S2O8 5 mL: , V
K2S2O8 10 mL: , dan V K2S2O8 15 mL: . Sedangkan pada akuades sebagai indicator pada V K2S2O8 5
mL: , dan pada V K2S2O8 10 mL : .
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya diharapkan pada pengadukan campuran larutan dilakukan
dengan kekuatan yang tidak jauh berbeda. Hal ini bertujuan agar hasil konstanta dapat
dibandingkan secara akurat berdasarkan perbedaan volume dan suhu.