BAB I.docx

download BAB I.docx

of 12

Transcript of BAB I.docx

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMenurut Henry H. Burchard (2009), pulpitis adalah fenomena peradangan dalam jaringan pulpa. Pulpitis merupakan peradangan pulpa, kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri yang teah menggerogoti jaringan pulpa. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang terbanyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut. Peradangan merupakan reaksi jaringan ikta vaskuler yang sangat penting terhadap cedera. Reaksi pulpa sebagian disebabkan oleh lama dan intesitas rangsangnya. Rangsang yang ringan dan lama bisa menyebabkan peradangan kronik, sedangkan rangsang yang berat dan tiba-tiba besar kemungkian mengakibatkan pulpitis akut (Tarigan, 2002).Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya merupakan kelanjutran dari karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras gigi sehingga bila mengalami proses radang secara klinik sulit untuk menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. Selama ini radang pulpa ditentuka dengan adanya keluha rasa sakit yang sifatnya subyektif. Secara patofisiologik, pulpitis dibagi menjadi pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel, karena yang penting dalam menentukan diagnosa pulpitis adalah jaringan pulpa tersebut masih dapat dipertahankan atau sudah tidak dapat dipertahankan lagi (Widodo, 2005).Pulpitis reversibel merupakan radang pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan seperti karies, erosi servikal, atrisi oklusal atau fraktur email yang menyebabkan tubulus dentun terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel. Sedangkan pulpitis ireversibel adalah perkembangan dari pulpitis reversible. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis ireversibel. Nyeri pulpitis ireversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam (Bakar, 2012).Pulpits ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis. Kerusakan jaringan pulpa dapat mengakibatkan gangguan sistem mikrosirkulasi pulpa yang berakibat udem, saraf tertekan, dan menimbulkan nyeri hebat (Walton dan Torabinejad, 2003)Berdasarkan latar belakang diatas, penulis akan membahas secara terperinci tentang pulpitis ireversibel. Dimulai dari definisi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan klinis dan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, diagnosa banding dan prognosis dari pulpitis ireversibel.

1.2. Rumusan Masalah1. Apa definisi dari pulpitis ireversibel ?2. Apa etiologi dari pulpitis ireversibel ?3. Bagaimana manifestasi klinis dari pulpitis ireversibel ?4. Bagaimana cara menegakkan diagnosa pulpitis ireversibel ?5. Bagaimana penatalaksanaan dari pulpitis ireversibel ?6. Apa komplikasi dari pulpitis ireversibel ?7. Apa diagnosa banding dari pulpitis ireversibel ?8. Bagaimana prognosis dari pulpitis ireversibel ?9. Apa yang dimaksud dengan fraktur gigi ?

1.3. Tujuan Penulisan1. Menjelaskan definisi dari pulpitis ireversibel !2. Menjelaskan etiologi dari pulpitis ireversibel !3. Menjelaskan manifestasi klinis dari pulpitis ireversibel !4. Menjelaskan cara menegakkan diagnosa pulpitis ireversibel !5. Menjelaskan penatalaksanaan dari pulpitis ireversibel !6. Menjelaskan komplikasi dari pulpitis ireversibel !7. Menjelaskan diagnosa banding dari pulpitis ireversibel !8. Menjelaskan prognosis dari pulpitis ireversibel !9. Menjelaskan tentang fraktur gigi !

1.4. Metode Penulisan Metode LiteraturPenyusun melakukan metode literatur dengan berpedoman pada buku-buku kedokteran dan buku-buku kesehatan lainnya serta jurnal kedokteran yang relevan dengan topik. Metode TeknologiPenyusun mengambil sebagian bahan dari internet dengan sumber yang valid.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Definisi Pulpitis IreversibelPulpitis ireversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis ireversibel. Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis ireversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas normal (Dabuleanu., 2013).Secara klinis, pulpitis ireversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pulpitis ireversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis ireversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus dapat dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis ireversibel simtomatik yang tidak diobati dapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis ireversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis ireversible dimana eksudat inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis ireversibel asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama (Situmeang, 2005).

2.2. Etiologi Pulpitis IreversibelEtiologi dari pulpitis ireversibel adalah kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif. Terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitis ireversibel (Walton & Torabinejad, 2003).

2.3. Manifestasi Klinis Pulpitis IreversibelManifestasi klinis dari pulpitis ireversibel dapat simtomatis atau asimtomatis, kondisi pulpa yang persisten, rasa sakit spontan yang intermiten atau terus-menerus. Nyeri pulpitis ireversibel dapat tajam, setempat, atau difus (menyebar) dan menusuk selama beberapa menit hingga beberapa jam. Kadang pasien tidak dapat tidur karena adanya kongesti pembuluh darah saat berbaring. Menetukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan dengan nyeri periradikuler dan menjadi lebih sulit ketika nyerinya semakin intens. Stimulus eksternal seperti dingin atau panas dapt mengakibatkan nyeri berkepanjangan (Bakar, 2012).

2.4. Cara Menegakkan Diagnosa Pulpitis IreversibelCara mendiagnosa pulpitis ireversibel yaitu dengan anamnesa dimana ditemukan keluhan nyeri yang terus menerus setelah makan atau minum dingin atau berdenyut-denyut tanpa sebab. Dilanjutkan dengan pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan ekstraoral dan intraoral. Pemeriksaan ekstraoral terdapat asimetri pada wajah dan pembengkakan, pemeriksaan intraoral dilihat pada jaringan lunak dan gigi geliginya terdapat perubahan warna ataupun fraktur (Walton,2008)Pada tingkat awal pulpitis ireversibel, tes termal dapat mendatangkan rasa sakit yang bertahan setelah penghilangan stimulus termal. Pada tingkat lanjut, bila pulpa terbuka dapat bereaksi secara normal terhadap suatu stimulus termal, tetapi umumnya bereaksi dengan lemah terhadap panas dan dingin. Tes pulpa listrik menginduksi suatu respon yang ditandai oleh variasi arus dibandingkan keadaan normal. Hasil pemeriksaan untuk perkusi biasanya positif, menandakan bahwa adanya kerusakan ligament periodontal. Tes druk dan tes mobilitas negatif tidak ada kelainan pada periapikalnya (Grossman,1995)Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang nyata yang belum diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas proksimal yang secara visual tidak terlihat, atau mungkin member kesan keterlibatan suatu tanduk pulpa (Grossman,1995)

2.5. Penatalaksanaan Pulpitis Ireversibel pada KasusPentalaksanaan Penatalaksanaan pada pulpitis ireversibel dapat dilakukan pulpotomi namun diindikasikan untuk pulpa yang telah terbuka kurang dari 24 jam. Perawatan saluran akar dapat dilakukan untuk kehilangan gigi yang banyak dan memerlukan restorasi, pulpa yang terbuka lebih dari 24 jam dan masih vital (Miloro,2004)Tahap-tahap perawatan saluran akar (Bakar,2012) :1. Preoperatif radiograf, sebelum perawatan diperlukan pemeriksaan radiografi periapikal untuk menentukan panjang kerja dan bentuk saluran akar. Apabila terjadi kelainan di daerah periapikal evaluasi terlebih dahulu.2. Anastesi Lokal3. Isolasi kavitas4. Pembukaan akses, tujuannya adalah untuk membersihkan dan membentuk kavitas kamar pulpa untuk mendapatkan jalan ke saluran akar dengan membuang seluruh atap pulpa.5. Ekstirpasi, dilakukan dengan menggunakan jarum ekstirpasi untuk mengangkat jaringan pulpa dari saluran akar.6. Pengukuran panjang kerja , menentukan panjang kerja yang tepat sangat penting dalan perawatan saluran akar. Tanpa diketahuinya panjang kerja yang tepat, mustahil diperoleh hasil instrumentasi dan pengisian yang baik. Pengukuran panjang kerja dapat dilakukan dengan menggunakan radiografi atau dengan elektronik yaitu apeks lokator 7. Preparasi saluran akar, menggunakan K-File tentukan file awal dan file akhir. Setiap penggantian K-file dilakukan irigasi dengan Natrium hipoklorit (NaOCl) atau Hidrogen peroksida (H2O2)8. Sterilisasi saluran akar/Dressing, ditujukan untuk bakteri-bakteri di saluran akar dan tubuli dentin dengan ChKM (Chlorphenolkamfermentol), Chresophen, Kalsium Hidroksid (CaOH) atau Eugenol.9. Tutup dengan tumpatan sementara 10. Setelah 3-5 hari, pada kunjungan berikutnya dilakukan tes bakteri dengan cara paper point dimasukkan ke dalam saluran akar. Dievaluasi apakah paper point terjadi perubahan warna atau berbau. Apabila terjadi pewarnaan dan berbau pada paper point, maka perawatan diulang, bila hasil negatif langsung dilakukan obturasi .11. Obturasi , pengisian dengan penggunakan gutta perca dan pasta saluran akar atau sealer yaitu endomethason.12. Tumpat sementaraSetelah dilakukan perawatan saluran akar, selanjutnya pembuatan mahkota pasak pada gigi yang fraktur, tahap pelaksanaannya yaitu (Bakar,2012) :1. Preoperatif radiografi 2. Dilakukan pengukuran panjang pasak 3. Gutta perca diambil dengan gates gliden dril dan pesso reamer sesuai dengan perkiraan panjang pasak 4. Selanjutnya lakukan preparasi, pembuatan keyway untuk mencegah restorasi pasak berputar dan pembuatan bevel untuk resistensi agar gigi tidak pecah terhadap tekanan kuyah 5. Bila dengan pasak pabrik, langsung dilakukan sementasi pasak 6. Selanjutnya dilakukan pembuatan inti dengan resin komposit atau glass ionomer tipe core build up7. Untuk pasang tuang, maka perlu dilakukan pencetakan dengan polyvinil siloksan (untuk hasil akurat) dan dengan sendok cetak sebagian 8. Kirim hasil ke lab9. Pemasangan mahkota sementara kepada pasien 10. Lakukan sementasi pasak menggunakan semen resin atau SIK tipe lutting

Alternatif lain selain mahkota pasak dapat digunakan teknik reattachment. Teknik ini berbeda dengan teknik konvensional yang membutuhkan preparasi yang banyak Teknik reattachment lebih konservatif karena memakai gigi pasien sendiri yang fraktur (fragment) (B. Vishwanath et al, 2013)Kelebihan teknik reattachment :a. Translusensi sesuai gigi asli dan resistensi terhadap abrasi daripada komposit b. Waktu yang digunakan relatif sedikit dan harga ekonomisc. Kekuatan tidak berbeda dari gigi asli d. Estetik tahan lamae. Bila disertai terapi endodontik ruang pulpa yang ada setelah obturasi dapat digunakan untuk menambah retensi

Kekurangan teknik reattachment : a. Perubahan warna pada fragment b. Estetik kurang apabila fragment mengalami dehidrasi c. Lama ketahanan tidak diketahui d. Butuh monitoring berlanjut

Medikamentosa yang diberikan dapat berupa analgetik. Nyeri ringan dengan menggunakan ibuproven 200mg, Asetaminofen 600-1000mg. Nyeri sedang ibuproven 400 mg dan asetaminofen 600 mg atau kodein 60 mg setiap 4 jam. Nyeri parah menggunakan kombinasi asetaminofen atau oksikodon 10 mg. Kemudian pemberian antiinflamasi apabila terjadi pembengkakan dan antibiotik (Walton,2008; Dabuleanu,2013).

2.6. Komplikasi Pulpitis IreversibelPupitis ireversibel yang tidak ditangani dapat menyebabkan nekrosis pulpa, periodontitis apikalis akut, abses apikalis akut, dan diskolorisasi pada gigi tersebut (Ingle,2002; Walton,2008).Selain itu komplikasi infeksi dari pulpitis meliputi selulitis dan osteomielitis tulang rahang. Penyebaran dari giggi maksila dapat menyebabkan sinusitis purulen, meningitis, abses otak, selulitis orbital, dan thrombosis sinus cavernosus. Penyebaran dari gigi mandibula dapat menyebabkan Angina Ludwig, abses parafaringeal, mediastinitis, pericarditis, empiema, dan thrombiphlebitis jugular (Tarigan, 2009).2.7. Diagnosa Banding Pulpitis IreversibelHarus dibedakan antara pulpitis ireversibel dengan pupitis reversibel. Pada pulpitis reversibel rasa sakit yang disebabkan oleh stimulus termal akan menghilang begitu stimulus diambil, sedangkan pada pulpitis ireversibel, rasa sakit tetap ada setelah stimulus diambil, atau dapat timbul secara spontan (Grossman,1995).

2.8. Prognosis Pulpitis IreversibelBaik apabila ditangani dengan cepat sebelum terjadi keterlibatan bakteri dan infeksi ke arah periapikal. Prognosis juga akan baik apabila pulpa diambil dan pada gigi dilakukan terapi endodontik dan restorasi yang tepat (Grossman,1995).

2.9. Fraktur GigiFraktur gigi atau fraktur dental adalah hilangnya kontinuitas struktur, garis fraktur pada gigi dapat bersifat vertikal, horizontal ataupun oblique. Fraktur gigi adalah hilangnya atau lepasnya fragmen dari suatu gigi utuh yang biasanya disebakan oleh trauma atau benturan. Etiologi dari fraktur gigi dapat terjadi secara langsung (terkena penyebab trauma langsung pada gigi yang bersangkutan) atau tidak langsung (misalnya trauma pada mandibula, namun gigi insisif maksila juga terkena. Trauma dapat terjadi karena terjatuh dan berkelahi yang merupakan penyebab paling utama, kecelakaan olahraga atau kecelakaan lalu lintas, dan fraktur akibat aksi pengunyahan (pada gigi yang mengalami karies besar). Faktor predisposisi dari fraktur adalah maloklusi klas II divisi 1 atau overjet 3-6 mm, pada pasien yang memiliki overjet lebih dari 6 mm dapat mengalami fraktur 3 kali lebih besar (Lombaa, 2010).Ada beberapa klasifikasi fraktur sebagai berikut (Bakar, 2012; Heasman, 2008) :1. Menurut Ellis :a. Kelas 1 : fraktur mahkota dengan melibatkan email dan sedikit jaringan dentinb. Kelas 2 : fraktur mahkota dengan melibatkan lebih banyak dentin namun pulpa belum terbukac. Kelas 3 : fraktur mahkota dengan melibatkan lebih banyak dentin dan pulpa terbukad. Kelas 4 : gigi menjadi non vital, dengan atau tanpa kehilangan jaringan gigie. Kelas 5 : gigi lepas karena traumaf. Kelas 6 : fraktur akar, dengan atau tanpa kehilangn struktur mahkota.g. Kelas 7 : gigi berpindah tempat, tanpa fraktur akar atau mahkota.h. Kelas 8 : fraktur mahkota komplet dan gigi berpindah tempati. Kelas 9 : fraktur pada gigi decidui

2. Menurut WHO :WHO mengklasifikasikan trauma pada anak yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan periodontal dan jaringan lunak rongga mulut yang diterapkan baik pada gigi sulung maupun pada gigi tetap yaitu sebagai berikut :a. Kerusakan pada jaringan keras gigi.1. Enamel infraction, yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan sutruktur gigi dalam arah horizontal maupun vertikal.2. Uncomplicated crown fracture, yaitu fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel saja.3. Fraktur enamel-dentin, yaitu fraktur mahkota gigi yang hanya mengenai enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.4. Complicated crown fracture, yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

b. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa dan tulang alveolar1. Fraktur mahkota-akar, yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum.2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa tanpa melibatkan lapisan enamel.3. Fraktur tulang alveolar, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

BAB IIIPENUTUP

3.1. Kesimpulan3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu. Kedokteran Gigi Klinis. Quantum Sinergis Media. Aceh. Indonesia. 2012B. Vishwanath et al. Reattachment of Coronal Tooth Fragment: Regaining Back to Normal. Hindawi Publishing Corporation. Case Reports in Dentistry Volume 2013, Article ID 286186, 5 pagesDabuleanu, M. Pulpitis (Reversible/Irreversible). J Can Dent Assoc 2013;79:d9Grossman,Louis. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Edisi 11. Jakarta:EGC. 1995Heasman P. Master Dentistry Volume Two: Restorative Dentistry, Paediatric Dentistry and Orthodontics. 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 2008Ingle J & Bakland L. Endodontics e/5. BC Decker. Philadelphia.2002Lombaa, Kapil., etal. A Proposal for Classification of Tooth Fractures Based On Treatment Need. Journal of Oral Science. India. 2010Michael Miloro Petersons Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd edition. Vol 1. India: GopsonsPapers ltd. 2004Tarigan, R. Perawatan Pulpa Gigi (Edodonti). EGC. Jakarta. Indonesia. 2002Walton, RE dan Torabinajed. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Edisi 3. EGC. Jakarta. Indonesia. 2003Widodo, T. Respon Imun Humoral pada Pulpitis. Maj. Ked. Gigi (Dent. J.), Vol. 38(2). April-Juni 2005; 49-51Situmeang, Juni Mariani. Fraktur Mahkota Gigi Anterior dan Perawatannya Pada Murid-murid SMU Negeri 1 Medan. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan. 2005

12