BAB I, TB milier

26
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasa merupakan lokasi infeksi primer (PDT, 2008). TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan. Anak biasanya tertular TB, atau juga disebut mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi positif. Tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB (Nastiti, 2005). 1

Transcript of BAB I, TB milier

Page 1: BAB I, TB milier

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium

tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ

tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasa merupakan lokasi infeksi primer

(PDT, 2008).

TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi

BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa.

Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka perhatian pada penyakit

TB harus lebih ditingkatkan. Anak biasanya tertular TB, atau juga disebut

mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin

akan menjadi positif. Tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit

TB (Nastiti, 2005).

Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan

merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB dengan kematian yang tinggi. TB milier

merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran kuman

M.tuberkulosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan

pertama setelah infeksi awal. TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak

kecil, terutama usia dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi

makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna

1

Page 2: BAB I, TB milier

sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. TB

milier dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru

primer yang tidak adekuat atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman yang

dorman (Nastiti, 2005).

Terjadinya TB milier dipengaruhi 3 faktor yaitu kuman M.TB (jumlah

dan virulensi), status imunologis penderita (non spesifik dan spesifik) dan faktor

lingkungan. Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat

menyebabkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi

campak, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan, penggunaan

kortikosteroid jangka lama (Nastiti, 2005).

Tujuan adanya laporan kasus ini adalah untuk membahas diagnosis TB

milier dan penatalaksaannya.

2

Page 3: BAB I, TB milier

BAB II

LAPORAN KASUS

Pada tanggal 27 Februari 2012 datang pasien anak ke Rumah Sakit

Muhammadiyah Lamongan bernama An.Kholifah, usia 4 bulan, jenis kelamin

perempuan, nomor registrasi 02-74-71 beralamat Losari RT.23 RW. 03

Puncanganum-Bojonegoro. Pasien datang karena ibunya mengeluhkan anaknya

panas badan.

Panas badan yang terjadi pada anak tersebut sudah memasuki hari ke-8

dan panas badan naik turun. Panas badan tersebut disertai dengan batuk terus-

menerus yang sudah terjadi lima hari ini. Ibunya juga mengeluhkan kalau anaknya

mencret sejak pagi hari sampai masuk ke rumah sakit Muhammadiyah Lamongan

sebanyak 4 kali dan BAB berbentuk cair, ada ampasnya, berwarna coklat dan

kuning. Nafsu makan juga menurun dan muntah susu disertai lendir sebanyak 1

kali. Keluhan kejang dan pilek tidak dikeluhkan oleh ibunya. Menurut bidan yang

mengantarkan ke IGD RSML pasien anak tersebut terlihat sesak.

Pada bulan Januari anak tersebut pernah dirawat di Rumah Sakit Swasta

di Surabaya selama kurang lebih 24 hari dengan keluhan utama muntah, panas,

mencret dan batuk. Dan menurut dokter yang merawat pada urine anak tersebut

terdapat bakteri/kuman. Anak tersebut juga pernah dirawat di bidan selama 1

minggu karena sesak napas.

3

Page 4: BAB I, TB milier

Riwayat penyakit keluarga ternyata didapatkan neneknya menderita

batuk lama (± 1 tahun) dan didapatkan adanya flek pada parunya serta sudah

melakukan pengobatan selama 6 bulan yang menyebabkan BAK berwarna

kemerahan.

Pemeriksaan fisik pasien anak tersebut didapatkan keadaan umum pasien

cukup dan kesadaran komposmentis. Pada pemeriksaan vital sign; nadi

162x/menit, suhu 38,2°C, laju pernafasan 48x/menit. Pada inspeksi kepala dan

leher tidak didapatkan anemia, ikterus, sianosis tetapi didapatkan dispsneu/sesak

napas dan juga terlihat adanya sariawan (stomatitis) pada mukosa mulutnya.

Inspeksi thorax didapkan bentuk dada simetris dan didapatkan retraksi. Inspeksi

paru didapatkan pergerakan napas simetris, ekspansi normal, seluruh lapang paru

didapatkan suara sonor, pada auskultasi didapatkan suara napas vesikuler pada

kedua lapang paru, tidak ada ronkhi maupun wheezing pada kedua lapang paru.

Pada inspeksi jantung tidak didapatkan kelainan, pada palpasi tidak didapatkan

fremisment/thrill, pada perkusi didapatkan batas jantung dalam batas normal, pada

auskultasi didapatkan S1S2 tunggal, tidak didapatkan murmur maupun gallop.

Pada pemeriksaan fisik abdomen, inspeksi abdomen datar; palpasi supel, tidak ada

nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba; perkusi didapatkan suara timpani, tidak

terdapat shifting dullness; dan pada auskultasi didapatkan bising usus dalam batas

normal. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan ekstremitas hangat, kering,

merah, tidak ada edema, dan tidak dijumpai pteki.

4

Page 5: BAB I, TB milier

Gambar 2.1Anak Kholifah saat di Ruangan

Hasil tes Mantoux yang telah dialakukan didapatkan undurasi dengan

diameter 13x10 mm.

Pada pasien ini juga dilakukan foto thorax dengan hasil soft tissue tidak

didapatkan kelainan, tulang tidak didapatkan kelainan, kedua sinus

phrenicocostalis tajam. Cor besar dan bentuk normal. Pulmo terdapat gambaran

infiltrat milier di kedua lapang paru.

5

Page 6: BAB I, TB milier

Gambar 2.2Foto Polos Thorax pada Tanggal 27-02-2012

Status Gizi pasien ini adalah gizi normal.

TB aktual: 60 cm, BB aktual: 5,5 kg, BB ideal: 5,8 kg.

% status gizi: BB aktual/ BB ideal x 100% = 5,5/5,8 x 100% = 94,8%

6

Page 7: BAB I, TB milier

Gambar 2.3Status Gizi

Pada hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Februari 2012

didapatkan hasil hematokrit adalah 38,7%, hemoglobin adalah 11,8 mg/dl, lekosit

adalah 11.300, dan trombosit adalah 304.000.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan, pasien ini didiagnosis TB milier sehingga penatalaksanaan

yang diberikan adalah OAT.

7

Page 8: BAB I, TB milier

BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini, anak Kholifah, 4 bulan, datang ke rumah sakit

Muhammadiyah Lamongan dengan keluhan panas badan. Dari anamnesis

didapatkan keluhan panas badan, batuk terus-menerus, nafsu makan menurun,

sesak. Nenek pasien menderita batuk lama (± 1 tahun) dan didapatkan adanya flek

pada parunya. Pada pemeriksaan penunjang, yaitu tes mantoux didapatkan hasil

pemeriksaan dengan diameter ≥ 10 mm, dan dari foto thorax didapatkan gambaran

infiltrat milier pada kedua lapangan paru. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa anak

Kholifah menderita TB milier.

Pasien ini mempunyai resiko terinfeksi TB karena nenek pasien

menderita TB yang sudah melakukan pengobatan selama 6 bulan yang

menyebabkan BAK berwarna kemerahan, dimana faktor resiko terjadinya infeksi

TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif

(kontak TB positif). Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan

terhadap orang dewasa yang infeksius terutama dengan BTA positif. Berarti, bayi

atau anak yang tinggal satu rumah atau kontak dengan penderita TB aktif sputum

positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi atau anak tersebut

kontak dengan penderita TB aktif semakin berat pula kemungkinan bayi atau anak

tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius. Faktor yang

8

Page 9: BAB I, TB milier

membuat infeksi TB pasien ini menjadi sakit TB adalah umur pasien kurang dari 5

tahun (IDAI, 2010).

Diagnosis kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak terutama

dengan pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda klinis, uji

tuberkulin, dan gambaran sugestif pada foto toraks. Meskipun demikian, sumber

penularan/kontak tidak selalu dapat teridentifikasi, sehingga analisis yang

seksama terhadap semua data klinis sangat diperlukan.

Diagnosis pasti TB anak dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman

TB pada pemeriksaan hapusan langsung (direct smear), dan/atau biakan yang

merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard), atau gambaran PA TB.

Hanya saja, diagnosis pasti pada anak sulit didapatkan karena jumlah kuman yang

sedikit pada TB anak dan lokasi kuman di daerah parenkim yang jauh dari

bronkus, sehingga hanya 10-15% pasien TB anak yang hasil pemeriksaan

mikrobiologiknya positif atau ditemukan kuman TB. Diagnosis TB tidak dapat

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, atau pemeriksaan

penunjang tunggal, misalnya hanya dari pemeriksaan radiologis. Oleh karena itu,

analisis kritis perlu dilakukan terhadap sebanyak mungkin fakta untuk

menegakkan diagnosis (IDAI,2010).

Pada pasien anak kholifah tersebut tidak dilakukan pemeriksaan hapusan

langsung (direct smear) dan atau biakan yang merupakan gold standard

dikarenakan sulit dilakukan.

9

Page 10: BAB I, TB milier

Kesulitan menegakkan diagnosis TB anak menyebabkan banyak usaha

membuat pedoman diagnosis dengan sistem scoring dan alur diagnostik, misalnya

pedoman yang dibuat oleh WHO, Stegen dan Jones, dan UKK Respirologi PP

IDAI. Unit alur diagnosis TB anak yang dimuat dalam buku Pedoman Nasional

Penanggulangan TB yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI. Dalam alur

diagnosis tersebut terdapat 10 butir kriteria diagnosis TB anak. Diagnosis kerja

TB anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 14) (IDAI, 2010).

Tabel 3.1

Sistem Skoring Diagnosis TB Anak

Pada pasien ini didapatkan skor 9, yang berasal dari riwayat keluarga,

yaitu nenek dengan BTA positif (3 poin), uji tuberkulin 13x10 mm (3 poin), 10

Page 11: BAB I, TB milier

gambaran foto thorax berupa infiltrat milier di kedua lapang paru (1 poin), batuk ≥

3 minggu (1 poin), dan demam tanpa sebab yang jelas ≥ 2 minggu (1 poin).

Untuk mempermudah pemahaman mengenai konsep infeksi TB dan sakit

TB, klasifikasi TB yang dibuat oleh American Thoracic Society (ATS) dan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika dapat membantu.

Table 3.2

Klasifikasi Individu Berdasarkan Status Tuberkulosisnya

Kelas Pajanan (kontak dengan pasien TB aktif)

Infeksi (uji tuberculin positif)

Sakit (uji tuberculin, klinis, dan penunjang

positif)0 - - -1 + - -2 + + -3 + + +

(IDAI, 2010)

Dalam klasifikasi ini, pasien ini, termasuk kelas 3 karena kontak dengan

pasien TB aktif positif, pasien terbukti terinfeksi dan sakit TB. Pada kelas 3 perlu

dilakukan pengobatan TB.

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan

pertama) dan sisanya fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3

macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua

macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini

bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman

intraseluler dan ekstraseluler. Pemberian obat jangka panjang, selain untuk

membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps (IDAI,

2007).11

Page 12: BAB I, TB milier

Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari,

bukan dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi

ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan

setiap hari. Saat ini panduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada

anak adalah panduan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Pada fase intensif

diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid, sedangkan pada fase lajutan

hanya diberikan rifampisin dan isoniazid (IDAI, 2007).

Pada TB berat (TB milier, meningitis, dan TB tulang) maka juga

diberikan streptomisin atau ethambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TB

berat biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan,

kemudian dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin selama 10 bulan lagi atau

lebih, sesuai dengan perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena

resistensi obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah

dan ubah kombinasi OAT.

Pasien ini mendapatkan injeksi streptomisin 1x150 mg IM selama 1-2

bulan pertama, prednison 2x1 dengan dosis 10 mg/hari selama 1-2 bulan, hal ini

sesuai dengan dosis OAT pada anak dengan BB 5,5 kg. Dosis anak dengan berat

5,5 kg berkisar 82-220 mg/hari untuk streptomisin, 5,5-11 mg/hari untuk

prednison.

12

Page 13: BAB I, TB milier

Table 3.3

OAT yang Biasa Dipakai dan Dosisnya

Nama Dosis Dosis Harian(mg/kgBB/hari)

Dosis Maksimal

(mg per hari)

Efek Samping

Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitasRifampisin 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,

trombositopeni, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinalEtambutol 15-20 1250 Neuritis optic, ketajaman mata berkurang,

buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas,

gastrointestinalStreptomisin 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan

obat. Keteraturan pasien dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai

dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobaan. Keteraturan menelan

obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya

resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan

melaukan pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed

treatment). Directly Observed Treatment Shortcourse adalah strategi yang telah

direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan

TB,dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan TB

dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi (IDAI,

2007).

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan

dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi hasil pengobatan penting karena

diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis/ evaluasi

pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi 13

Page 14: BAB I, TB milier

radiologis, dan evaluasi LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis,

yaitu membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan.

Apabila respon pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan (IDAI, 2007).

Selain evaluasi terhadap hail pengobatan pasien juga perlu kontrol untuk

mengevaluasi efek samping obat. Efek samping yang cukup sering terjadi pada

pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal,

hepatotoksisitass, ruam dan gatal, serta demam. Salah satu efek samping yang

perlu diperhatikan adalah hepatotoksisitas (IDAI, 2007).

Hepatotoksisitas jarang terjadi pada pemberian dosis isoniazid yang tidak

melebihi 10mg/kg/hari dan rifampisin yang tidak melebihi 15mg/kg/hari dalam

kombinasi. Hepatotoksisitas ditandai oleh peningkatan SGOT dan SGPT hingga ≥

5 kali tanpa gejala, atau ≥ 3 kali batas atas normal (40 U/l) disertai dengan gejala,

peningkatan bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dl, serta peningkatah SGOT/SGPT

dengan nilai berapapun yang disertai dengan ikterus, anoreksia, nausea, dan

muntah (IDAI,2007).

Pada pasien ini sudah dilakukan pemerikasaan faal hepar untuk

mengevaluasi apakah terjadi hepatotoksisitas atau belum. Dari hasil SGOT yang

didapatkan adalah 154 U/L dan SGPT adalah 49 U/L. Keluhan gangguan

gastrointestinal, ruam dan gatal tidak dialami oleh pasien dikarenakan gejala yang

sering dijumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti anoreksia dan

berat badan turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau tanpa demam),

demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak napas.

14

Page 15: BAB I, TB milier

TB milier biasanya diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi

yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa

hari, tetapi tanda dan gejala penyakit saluran napas belum ada. Demam kemudian

bertambah tinggi suhunya dan berlangsung terus menerus/kontinyu, tanpa disertai

gejala saluran napas atau disertai gejala minimal, dan rontgen paru biasanya masih

normal. Beberapa minggu kemudian, pada hampir di semua organ, terbentuk

tuberkel difus multipel, terutama di paru, limpa, hati, dan sumsum tulang. Gejala

klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti

batuk dan sesak napas disertai ronkhi atau mengi. Dapat juga terjadi gangguan

fungsi organ, kegagalan multiorgan, serta syok. Gejala lain yang dapat ditemukan

adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid, papula nekrotik, nodul, atau purpura.

Tuberkel koroid jika ditemukan lebih dini dapat merupakan tanda yang sangat

spesifik dan sangat membantu diagnosis TB milier (Nastiti, 2005).

Sedangkan edukasi yang dapat diberikan kepada keluarga adalah untuk

melakukan pengawangasan selama anak minum obat. Karena ketidakteraturan

dalam menelan obat dapat mengakibatkan terjadinya multidrug resistance TB.

Kejadian MDR-TB sulit ditentukan karena kultur sputum dan uji kepekaan obat

tidak rutin dilaksanakan di tempat-tempat dengan prevalens TB tinggi (IDAI,

2007). Selain itu edukasi yang dapat kita samapaikan kepada keluarga adalah

tentang sakit, penyebab, penatalaksanaan, dan prognosis penyakit pasien;

pengobatan TB mempunyai jangka waktu yang cukup lama (6 bulan); keteraturan

minum OAT dan harus diawasi saat anak minum obat; OAT yang diberikan

diminum tiap hari; bila tidak minum OAT lebih dari 2 minggu, maka harus

15

Page 16: BAB I, TB milier

mengulang dari pengobatan dari awal dan resiko resistensi meningkat, pasien

harus rajin kontrol untuk mengevaluasi keberhasilan terapi dan efek samping obat;

cairan tubuh anak akan berwarna oranye kemerahan.

Gambar 3.1Foto Polos Thorax pada Tanggal 07 Maret 2012

16

Page 17: BAB I, TB milier

BAB IV

KESIMPULAN

Pasien anak Kholifah 4 bulan dengan diagnosis TB milier. Diagnosis ini

ditegakkan dengan sistem skoring TB, yaitu dari anamnesis didapatkan keluhan

panas badan, batuk terus-menerus, dahak tidak keluar, sesak, dan demam lama

tanpa sebab yang jelas. Nenek pasien menderita TB paru ± 1 tahun dan sudah

melakukan pengobatan selama 6 bulan yang menyebabkan BAK berwarna

kemerahan. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan. Pada

pemeriksaan penunjang, yaitu tes mantoux didapatkan hasil pemeriksaan dengan

diameter 13x10 mm, dan dari foto thorax didapatkan hasil adanya gambaran

infiltrat milier di kedua lapang paru.

17

Page 18: BAB I, TB milier

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2007. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak.

IDAI.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010. Respirologi Anak. IDAI.

3. Pedoman Diagnostik dan Terapi, 2008

4. Nastiti, Rahajoe, 2005. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta

18