BAB I skripsi lansia dan MMSE
-
Upload
rizka-mardhatillah -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of BAB I skripsi lansia dan MMSE
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) (Darmojo, 2011). Proses penuaan adalah
peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami oleh setiap individu, dimana
terjadi penurunan kemampuan terhadap stres baik, stres fisik maupun psikologis,
meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya
mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis terkait usia (Setiati, 2011).
Seseorang dikatakan lansia jika usianya 60 tahun atau lebih. Jumlah
penduduk lansia diseluruh dunia yang berusia 60 tahun keatas pada tahun 2009
tercatat 747 juta lansia dan jumlah tersebut meningkat pada tahun 2010 menjadi
770 juta lansia. Setengah dari jumlah lansia di dunia sekitar 400 juta jiwa berada
di Asia. Berdasarkan World Health Organization (WHO) dalam Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2013), populasi lansia sebesar 142 juta
(8%) jiwa berada di kawasan Asia Tenggara. Populasi lansia diperkirakan akan
meningkat 3 kali lipat pada tahun 2050. Jumlah lansia pada tahun 2000 yaitu
sekitar 5,3 juta (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah
lansia 24 juta (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah
lansia mencapai 28,8 juta (11,34%) dari total populasi dunia.
1
2
Indonesia termasuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah penduduk
lansia terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk.
Berdasarkan data Bappenas, jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih
diperkirakan akan meningkat dari 18,1 juta (2010) menjadi 29,1 juta (2020) dan
36 juta (2025) (Depkes RI, 2013).
Jumlah penduduk lansia di Provinsi Aceh dengan kisaran umur 60 tahun
atau lebih pada tahun 2011 tercatat 270,000 lansia, kemudian meningkat pada
tahun 2012 menjadi 285,476 lansia (BPS, 2012). Jumlah penduduk lansia dengan
usia 60 tahun atau lebih di Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2011 tercatat 31,566
lansia, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 33,300 lansia dan pada
tahun 2014 menjadi 47,123 lansia (Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk
Kabupaten Aceh Utara, 2014).
Lanjut usia merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia, masa di
mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta
menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih
sayang. Orang yang berusia lanjut akan menjadi sangat rentan terhadap gangguan
kesehatan, termasuk depresi yang disebabkan oleh stres dalam menghadapi
perubahan-perubahan kehidupan yang berhubungan dengan apa yang disebut
sebagai tahun emas. Perubahan kehidupan yang dimaksud antara lain adalah
pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan dalam panti sosial
tresna werdha, kematian pasangan dan kebutuhan untuk merawat pasangan yang
kesehatannya menurun (Saputri dan Indrawati, 2011).
3
Permasalahan psikologis yang dialami lansia merupakan bagian dari
komponen yang menentukan kualitas hidup lansia yang berhubungan dengan
dukungan keluarga. Interaksi sosial atau dukungan sosial dalam keluarga akan
berjalan dengan baik apabila keluarga menjalankan fungsinya dengan baik,
terutama dalam fungsi pokok kemitraan (partnership), kasih sayang (affection),
dan kebersamaan (resolve). Pemenuhan kebutuhan sosial lansia di komunitas dan
keluarga cenderung lebih baik, karena interaksi lansia di komunitas dan keluarga
pada dasarnya lebih luas (Yulia, Baroya dan Ririanty, 2014).
Asumsi keluarga yang beranggapan bahwa lansia cenderung berpenyakitan
menyebabkan lansia tersebut tidak diakui peran dan statusnya dalam keluarga,
sehingga dalam hal ini lansia merasa bahwa dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi
dalam keluarganya. Rasa tidak berguna membuat lansia lama kelamaan akan
merasa tertekan (Ermeliaty, 2012).
Alternatif lain untuk mengatasi masalah sosial lansia selain tinggal
bersama keluarga adalah tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW).
Beberapa lansia, saat ini lebih memilih untuk tinggal di PSTW dari pada tinggal di
rumah dengan keputusannya sendiri. Lansia memutuskan untuk tinggal di PSTW
dengan berbagai alasan seperti, takut membebani keluarga atau memiliki masalah
dengan anak, masalah tersebut bisa berasal dari berkurangnya kemampuan lansia
dalam melakukan aktivitas yang membuat seorang lansia membutuhkan banyak
pertolongan keluarga dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Putra, Argrina dan
Utami, 2014).
4
Lansia yang diantarkan oleh keluarga ke panti sosial tresna werdha akan
merasa tidak berguna dan tidak diinginkan sehingga membuat banyak lansia akan
mengembangkan perasaan rendah diri dan marah terhadap diri sendiri, orang lain
dan juga lingkungan. Hal ini menyebabkan interaksi sosial akan menurun serta
lansia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar
(Andini dan Supriyadi, 2013).
Panti sosial tresna werdha hampir ada di setiap provinsi bahkan kabupaten
atau kota di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Sosial tahun 2014, Kabupaten
Aceh Utara memiliki 3 Panti Sosial Tresna Werdha yaitu Panti Sosial Tresna
Werdha Al-Huda Syuhada Gampong Beunot Kecamatan Syamtalira Bayu, Panti
Sosial Tresna Werdha Cut Aminah Gampong Blang Raleu Kecamatan Simpang
Keuramat dan Panti Sosial Tresna Werdha Al-Mu’arrif Pirak Gampong Teungoh
Pirak Kecamatan Matangkuli.
Periode masa tua, merupakan suatu periode peranan yang tidak banyak di
inginkan oleh setiap orang. Hal tersebut dibutuhkan kehormatan dan penghargaan
yang diberikan dari keluarga dan masyarakat kepada lansia agar merasa tidak
tersisih. Stressor atau tekanan dalam bentuk stres psikologis salah satu diantarany
adalah gangguan fungsi kognitif (Rosita, 2012).
Salah satu tes yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap fungsi
kognitif adalah Mini Mental State Examination (MMSE), yang mengkaji
orientasi, atensi, kemampuan berhitung, daya ingat jangka pendek dan segera,
bahasa dan kemampuaan untuk mematuhi perintah sederhana berdasarkan lembar
Mini Mental State Examination. Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosis
5
formal. Skor MMSE maksimum adalah 30 (Sadock dan Sadock, 2010).
Klasifikasi skor MMSE yaitu nilai 24-30 (normal), nilai 17-23 (probable
gangguan kognitif), 0-16 (definite gangguan kognitif) (Meidian, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
adalah: “Adakah perbedaan Nilai Mini Mental State Examination pada lansia yang
dirawat di Panti Sosial Tresna Werdha dengan lansia yang dirawat di komunitas
masyarakat Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015”.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Adakah perbedaan nilai rata-rata Mini Mental State Examination pada
lansia yang dirawat di Panti Sosial Tresna Werdha Kabupaten Aceh Utara?
2. Adakah perbedaan nilai rata-rata Mini Mental State Examination pada
lansia yang dirawat di komunitas masyarakat Kabupaten Aceh Utara?
3. Bagaimana perbedaan nilai Mini Mental State Examination pada lansia
yang dirawat di Panti Sosial Tresna Werdha dengan lansia yang di rawat di
komunitas masyarakat Kabupaten Aceh Utara?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Mengetahui perbedaan nilai Mini Mental State Examination pada lansia
yang dirawat di Panti Sosial Tresna Werdha dengan lansia yang dirawat di
komunitas masyarakat.
6
1.4.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui gambaran nilai rata-rata Mini Mental State Examination pada
lansia yang dirawat di Panti Sosial Tresna Werdha Kabupaten Aceh Utara.
2. Mengetahui gambaran nilai rata-rata Mini Mental State Examination pada
lansia yang dirawat di komunitas masyarakat Kabupaten Aceh Utara.
3. Mengetahui perbedaan nilai rata-rata Mini Mental State Examination pada
lansia yang dirawat di panti sosial tresna werdha dengan lansia yang
dirawat di komunitas masyarakat.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sumber
informasi bagi akademisi untuk pengembangan judul-judul penelitian
mengenai Mini Mental State Examination pada lansia.
1.5.2 Manfaat praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Sosial
untuk membuat perencanaan agar lansia terhindar dari gangguan fungsi
kognitif.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi keluarga
lansia dan Panti Sosial Tresna Werdha dalam merawat lansia.