BAB I RINGKASAN CHAPTER -...

29
BAB I RINGKASAN CHAPTER Konseling karir trait and faktor dikenal memiliki latar belakang sejarah pada bidang psikologi yang difokuskan pada identifikasi dan pengukuran perbedaan individu dalam tingkah laku manusia (Anastasi, 1958; Patterson, 1930; Tayler,1965). Teori Trait and Factor merupakan satu dari keseluruhan orientasi dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan pembuatan keputusan karir berdasarkan “kesesuaian individu dengan pekerjaan”. Teori ini berasumsikan pada tiga hal, yaitu: 1. Berdasarkan karakteristik khusus psikologisnya setiap pekerja disesuaikan setepat mungkin pada suatu jenis pekerjaan yang khusus; 2. Kelompok pekerja yang berbeda pekerjaan mempunyai karakteristik psikologi yang berbeda; 3. Berbagai penyesuaian kerja langsung dengan perjanjiannya antara karakteristik pekerja dengan tuntutan kerja. A. MODEL Model pendekatan konseling karier trait and factor, menurut Parson (1909) lebih menekankan pada tiga hal (1) individu (2) pekerjaan dan (3) hubungan antar keduanya, sehingga Parson dingggap sebagai pelopor yang menggabungkan pengalaman-pengalaman pada perkembangan psikometrik dan okupasionologi yang terbaru. Secara filosofis, teori konseling karier Trait and Factor telah mempunyai komitmen kuat terhadap keunikan individu. Secara psikologis nilai ini bermanfaat dalam waktu yang lama untuk prinsip psikologi differensial. Sebagai konsekuensi, ada dua implikasi signifikan untuk model ini. Pertama, hal ini sangat teoritikal daripada pemasukkan proporsi perbedaan individu. Teori Trait and Factor bisa menyebabkan “dustbowl-empirism”, yaitu suatu keyakinan tunggal dengan pengertian eksplisit dan prediksi statis ini, konsep organisasi atau konstruk hypotetical sebagai Client-Centered dan pendekatan psikodinamika. Kedua,

Transcript of BAB I RINGKASAN CHAPTER -...

BAB I

RINGKASAN CHAPTER

Konseling karir trait and faktor dikenal memiliki latar belakang sejarah

pada bidang psikologi yang difokuskan pada identifikasi dan pengukuran

perbedaan individu dalam tingkah laku manusia (Anastasi, 1958; Patterson, 1930;

Tayler,1965). Teori Trait and Factor merupakan satu dari keseluruhan orientasi

dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan

pembuatan keputusan karir berdasarkan “kesesuaian individu dengan pekerjaan”.

Teori ini berasumsikan pada tiga hal, yaitu:

1. Berdasarkan karakteristik khusus psikologisnya setiap pekerja disesuaikan

setepat mungkin pada suatu jenis pekerjaan yang khusus;

2. Kelompok pekerja yang berbeda pekerjaan mempunyai karakteristik psikologi

yang berbeda;

3. Berbagai penyesuaian kerja langsung dengan perjanjiannya antara

karakteristik pekerja dengan tuntutan kerja.

A. MODEL

Model pendekatan konseling karier trait and factor, menurut Parson (1909)

lebih menekankan pada tiga hal (1) individu (2) pekerjaan dan (3) hubungan antar

keduanya, sehingga Parson dingggap sebagai pelopor yang menggabungkan

pengalaman-pengalaman pada perkembangan psikometrik dan okupasionologi

yang terbaru. Secara filosofis, teori konseling karier Trait and Factor telah

mempunyai komitmen kuat terhadap keunikan individu. Secara psikologis nilai ini

bermanfaat dalam waktu yang lama untuk prinsip psikologi differensial. Sebagai

konsekuensi, ada dua implikasi signifikan untuk model ini. Pertama, hal ini sangat

teoritikal daripada pemasukkan proporsi perbedaan individu. Teori Trait and

Factor bisa menyebabkan “dustbowl-empirism”, yaitu suatu keyakinan tunggal

dengan pengertian eksplisit dan prediksi statis ini, konsep organisasi atau konstruk

hypotetical sebagai Client-Centered dan pendekatan psikodinamika. Kedua,

analisa dan atomistic yang berorientasi ini memberikan contoh yang disebut

psikograf dimana profile klien “Traits and Factors” konseling karier lebih

skematis atas pemecahan masalah. Diantara beberapa aspek mengenai model trait

and factor, yaitu sebagai berikut:

1. Diagnosis

Landasan Teori konseling karier Trait and Factor adalah diagnosis

differensial Williamson (1939a, pp. 102-103) yang dijelaskan sebagai berikut:

suatu proses pemikiran logis atau mengeluarkan dari yang bersangkutan

dan fakta yang tidak bersangkutan. Rumus konsisten mempunyai makna

dan pengertian atas klien serta kecenderungan dengan prognosis atau

judgement untuk penyesuaian masa depan yang dibuat oleh klien.

Oleh karena itu, Williamson (1939b) membagi menjadi empat kategori dalam

menangani masalah diagnosis membuat keputusan, sebagai berikut:

a No Choice (Tidak ada pilihan), klien tidak mampu menyebutkan bidang

pekerjaan yang akan dipilihnya.

b Uncertain Choice (ketidakpastian pilihan), klie ragu atas pilihan karir yang

telah ada di pikirannya.

c Unwise Choice (Pilihan tidak bijaksana), klien memilih karir yang tidak

sesuai dengan bakat dan minatnya.

d Discrepancy between interest and aptitudes (ketidaksesuaian antara minat dan

bakat), yang termasuk kategori ini adalah:

1) Bidang pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan bakat klien.

2) Pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan tingkat kemampuan klien.

3) Bakat dan minat cocok, tetapi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dipilih.

Untuk menangani beberapa masalah mengenai diagnosis maka Crites

(1969) telah menetapkan sistem diagnosa untuk masalah klien dalam pemilihan

karir yang dapat diandalkan, independen dan saling berkaitan juga saling

melengkapi memberikan kriteria sebuah pengklasifikasian dari sistem

pendefinisian dan kategorisasi masalah. Kriteria ini sudah dijelaskan di tabel 2-1

dan untuk menguraikan masalah ada di bagan 2-2. Prinsip dari sistem tersebut

menyatu dengan persetujuan klien, kesenangannya dan pilihan klien. Bila

konselor memiliki data objektif untuk setiap variabel ini ia dapat memastikan

kalsifikasi masalah klien ke dalam sistem karena katagori tersebut independen dan

saling berkaitan. Sistem tersebut bagaimanapun juga terbatas dari variabel yang

digunakan sebagai kriteria pengklasifikasian. Ada beberapa masalah klien dimana

harus didiagnosa secara mendasar, berbeda dengan sistem-sistem yang lain dan

inilah yang paling menarik dari pemilihan karir trait dan faktor.

Tabel 2-1 Skala Pemilihan Karir

1. Apa pilihan karirmu? Pekerjaan apa yang kamu minati untuk pekerjaan tetap

setelah kamu menyelesaikan pendidikan/ pelatihan?

_______________________________________________________________

______

2. Tafsirkan derajat kepastian dengan pilihan karir di skala yang ada di bawah

ini. Hubungkan (beri tanda seperti menjodohkan dengan garis) dari poin yang

isinya seberapa cocok kamu dengan karir yang kamu pilih!

Kepastian Tinggi Aku sedikit bimbang mengenai karir yang aku pilih.

Aku tidak mengharapkan untuk merubahnya.

Aku mempunyai rencana untuk masuk kepada

pilihan karir tersebut dan menetap disitu.

Kepastian Menengah Aku agak ragu/bimbang mengenai karir yang

aku pilih.

Benarkah aku sudah membuat pilihan/

keputusan yang tepat.

Kepastian Rendah Aku mempunyai banyak keraguan mengenai

karir yang aku pilih.

Aku punya pilihan tetapi kadang aku berpikir

dan bertanya-tanya pada diri sendiri apakah ini

pilihan karir yang tepat.

Bagan 2-2

minat

Pengukuran

minat

Kategori masalah

karir

Bakat diperlukan

untuk pilihan

pilihan

wilayah

pilihan

Tingkat pengukuran

bakat

bakat

Tidak

setuju

setuju setuju

menyesuaikan

Penyesuaian:

Tidak

setuju Tidak dapat

menyesuaikan

Tidak berminat

Tidak dapat memutuskan

Tidak berminat

setuju

Tidak ada pilihan

Multipotensial

Keraguan:

Tidak setuju

Setuju atau tidak berminat

Setuju atau tidak berminat

Setuju

Terukur

Kurang terukur

Tidak memenuhi

Tidak realistik

Tidak realisme:

Banyak pilihan

2. Proses

Dalam proses Konseling karir trait and faktor terdapat sejumlah tahapan.

Menurut Williamson (1939) ada enam tahap dalam proses konseling karir dalam

pendekatan ini yaitu :

a Analisis. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dari klien tentang

sikap, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, minat dan bakat.

b Sintesis. Membandingkan dan menyimpulkan data yang telah didapat dari

klien sebagai acuan dalam teknik studi kasus dan tes profil untuk melihat

keunikan dan ciri khas yang di miliki klien.

c Diagnosis. Dalam tahap diagnosis menguraikan karakteristik dan masalah

klien, dan membandingkan (mencocoka) antara profil individu dengan tingkat

pendidikan dan profil standar jabatan.

d Prognosis. Mengambil keputusan atas konsekuensi yang akan didapat dari

masalah dan kemungkinan untuk penyesuaian dan untuk mengambil alternatif

tindakan yang menjadi pertimbangan klien.

e Konseling atau treatmen. Disini berupa kerjasama antara konselor dan klien

yang mengarah kepada penyesuaian yang diinginkan oleh klien pada saat ini

maupun pada saat yang akan datang.

f Follow-up. Merupakan pengulangan dari tahapan-tahapan sebelumnya yang

digunakan sebagai bahan acuan dalam langkah tindak lanjut dalam

penyelesaian masalah yang dihadapi klien, juga sebagai usaha dalam

mengantisipasi timbulnya masalah baru pada klien.

Keempat langkah pertama di atas hanya di lakukan oleh konselor

sedangkan pada dua tahap terakhir klien ikut terliba. Dalam penyelesaian

pengambilan keputusan karir oleh klien ada 3 fahapan yang sama dengan proses

yang telah dikemukakan tadi. Adapun tahap pertama berupa kontak antara

konselor dan klien dimana klien di wawancara dan mengungkapkan

permasalahannya. Konselor mendengarkan, melihat latar belakang pribadi, dan

pendidikannya kemudian memberikan test kepada klien sebelum wawancara yang

selanjutnya. tahap kedua, wawancara dilakukan untuk menafsirkan test yang telah

dilakukan, dan mengumpulkan berbagai data dari klien, melalui psyciometric dan

demographic dari klien, konselor berperan lebih aktif dibanding klien. Tahap

terakhir adalah pemberian informasi mengenai pekerjaan. Konselor memberikan

informasi tentang pekerjaan yang cocok dengan ciri dan faktor pada klien dan

tentu saja melihat informasi itu dari sumber yang relevan.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan menjadi tiga tahapan dalam proses

konseling karir Trait-faktor terbagi dalam 3 wilayah permasalahan:

a. Latar belakang masalah (kumpulan data diri)

b. Pernyataan masalah(menginterpretasikan tes)

c. Resolusi masalah (Informasi pekerjaan)

3. Hasil

Jika diagnosa dalam konseling karir Trait-Faktor telah akurat dan

prosesnya efektif, maka hasilnya pasti sesuai dengan yang diharapkan. Pemecahan

masalah klien ini dilakukan dengan membatasi dan menggunakan pendekatan

tertentu. Dimana ada keraguan disitu ada keputusan; dimana ada ketidaknyataan

disitu ada kenyataan. Secara umum hal ini bertujuan agar klien mampu membuat

keputusan karir melalui proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.

Dalam pilihan karir yang sesuai dengan pendidikannya tentu saja dapat

diimplementasikan dalam dunia kerja.

Menurut data dari Strong (1943: 1955) mengindikasikan bahwa banyak

perubahan minat terjadi antar usia 15 dan 18 tahun dan tetap pada usia 21 tahun.

Hasil yang terlihat dari konseling karir Trait-Faktor adalah pilihan realistik saat

klien memasuki awal masa dewasa. Kedua, hasil dari konseling karir Trait-Faktor

adalah klien belajar cara membuat keputusan dan menyelesaikan masalah,

pembeda keputusan dan solusi. Williamson (1965: 198) menjelaskan tujuan ini

bagian dari penilaian dan kontrol pribadi: Tugas dari konseling karir Tarit-Faktor

adalah untuk membantu individu dalam merumuskan sef-understanding dan self

management yang sukses dengan membantunya menilai modal/ bakat dan

kemampuan yang dimilikinya sebagai syarat dalam perubahan tujuan hidup dan

karirnya. Pendekatan Trait-Faktor lebih berfokus pada pembuatan pilihan karir

klien secara spesifik sebagai kriteria keberhasilan.

Berbeda dengan yang telah dijelaskan, Thompson (1954: 535) menjelaskan bahwa

pendekatan ini seharusnya tidak hanya membantu klien untuk membuat keputusan

(pilihan karir), tetapi juga harus membantu klien belajar proses membuat

keputusan:

Perhatian konselor vokasional adalah tidak hanya membantu individu

untuk segera memecahkan masalah atau segera membuat keputusan; ia

juga harus mengetahui bahwa konseling yang efektif harus menghasilkan

individu yang lebih baik dan mampu memecahkan masalah di masa yang

akan datang.

B. METODE

Metoda yang digunakan dalam konseling Trait and Faktor sebagai refleksi

dari pendekatan rasionalistik dan kognitif. Teknik-teknik yang digunakan adalah

wawancara, prosedur interpretasi tes dan menggunakan informasi

jabatan/pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu menyelesaikan

masalah klien dan membantu dalam membuat keputusan karir. Menurut Darley (

1950, p.268) wawancara harus bisa mengungkap dan menunjukan perasaan, sikap

klien yang sesungguhnya sehingga konselor bisa memahami dan bisa membantu

dalam mengambil keputusan, tentu saja keputusan tersebut sepenuhnya tergantung

pada diri klien sendiri.

a. Teknik wawancara

Williason (1939) telah mengidentifikasi 5 teknik umum yang diajukan

untuk konseling karier Trait and Faktor, seperti dibawah ini:

1) Establishing rapport (menciptakan hubungan baik)

Konselor berupaya untuk menumbuhkan kepercayaan klien, memunculkan

kemampuan dan menumbuhkan hubungan yang baik dengan klien sehingga ia

akan mempercayakan masalah yang dihadapinya pada konselor.

2) Cultivating self understanding (mengolah pemahaman diri)

Konselor harus berupaya untuk bisa membuat klien untuk berani

mengungkapkan masalah dan memberikan informasi mengenai kemampuan

yang ada dalam diri klien sehingga pemahaman konselor terhadap klien bisa

berlangsung dengan baik.

3) Advising or planning a program of action (mempertimbangkan atau

merencanakan program pelaksanaan)

Konselor harus mulai memberikan konseling berdasarkan pemahaman

individu tersebut. Konselor harus mulai merencanakan program tindakan

untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien.

4) Carrying out the plan (pelaksanaan rencana)

Membuat perencanaan tindakan yang lebih nyata bagi klien dengan mulai

membuat persiapan dan perencanaan yang kemudian dilaksanakan dalam

suatu tindakan.

5) Referral (pengalih tanganan)

Seorang konselor tidak selalu bisa melakukan konseling sendiri. Adakalanya

seorang konselor membutuhkan masukan dan bantuan dari pihak lain yang

lebih berkompeten. Untuk itu konselor bisa mengalihtangankan klien pada

ahli yang lebih berkompeten untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.

Lebih khusus lagi, Darley (1950, p.266) menyatakan tentang 4 prinsip wawancara

yang harus dilakukan seorang konselor, yaitu:

1) Jangan menceramahi atau mematahkan semangat klien

2) Gunakan bahasa yang mudah dipahami dan batasilah informasi yang akan

diberikan pada klien untuk memberikan kesempatan pada kien untuk mencari

dan berupaya dengan kemampuan yang dimilikinya

3) Yakinkan bahwa kita tahu tentang apa yang klien ingin bicarakan sebelum

memberikan informasi atau jawaban

4) Yakinkan bahwa sikap klien bisa dijadikan pegangan untuk membantu

pemecahan masalah.

Teknik-teknik wawancara menurut Darley, sebagai berikut :

1) Opening the interview ( Pembukaan wawancara ) diawali dengan memberi

salam kepada klien dan mempersilahkan untuk duduk kemudian memberikan

pertanyaan lugas seperti ”Apa yang ada dalam pikiran anda hari ini?” atau ”

apa yang ingin anda bahas?“ atau “apa yang dapat saya lakukan untuk

anda?”.

2) Phrasing Question (mengajukan pertanyaan) untuk mendapatkan cerita yang

mengalir dari klien, konselor diharapkan tidak mengajukan pertanyaan yang

dapat dijawab “ya” atau “tidak”. Contoh pertanyaannya: “Jadi anda ingin

memulai bisnis kecil-kecilan?” merupakan pertanyaan yang kurang efektif

dibandingkan pertanyaan “Bagaimana awalnya hingga anda memikirkan

untuk berbisnis?”.

3) The Client’s Experiences (pengalaman klien mengenai konseling), perasaan

klien terhadap anda sebagai konselor tidak seluruhnya positif, terutama jika

sebelumnya ia telah mengalami hal yang kurang mengenakkan. Ia akan

membandingkan anda dengan konselor lain, baik atau buruknya. Ia akan

melakukan penafsiran berdasarkan apa yang telah ia dapatkan dari konselor

lain. Untuk itu lebih baik kita menanyakan apa yang telah diperolehnya dari

konselor lain agar pemberian konseling tidak bertentangan. Di sisi lain hal ini

penting mengingat bahwa ia akan menafsirkan apa yang orang lain telah

katakan dengan pandangan subyektifnya bukan dari pandangan sisi

objektifitasnya.

4) Overtalking the client (komentar terhadap klien) banyak orang dalam suatu

wawancara mungkin menemukan kesulitan untuk menyatakan apa yang

mereka maksud. Jangan terburu-buru menguasai klien apabila ia bingung

dengan kalimat yang ia maksud. Kesalahan yang sering terjadi pada awal

wawancara adalah berbicara lebih cepat dari klien atau mengalihkan

pembicaraan.

5) Accepting the clients attitude and feelings (menerima sikap dan perasaan

klien) terkadang klien tidak yakin bahwa dengan wawancara dengan

dilakukan akan membantunya dalam mengatasi permasalahan yang tengah

dihadapi berbagai macam sikap dan ekspresi akan muncul dengan wawancara.

Untuk itu konselor perlu sesekali mengatakan hal yang mendukungnya untuk

terus mengungkapkan apa yang ada dalam pemikirannya. “Saya paham”atau

“saya mengerti” atau “ya”.

6) Cross-examining (meneliti ulang). Jangan mengajukan pertanyaan kepada

klien secara terus menerus karena wawancara bukanlah suatu penelitian yang

bersilangan. Tanyakanlah hal yang perlu ketika wawancara berlangsung,

jangan menumpuk pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam satu bagian dari

wawancara. Ketika pertanyaan dibutuhkan, tempatkanlah pertanyaan-

pertanyaan tersebut dan katakanlah dengan sebaik mungkin.

7) Silence in the interview (keheningan dalam wawancara). Keheningan

diperlukan dalam wawancara baik bagi konselor maupun klien. Klien

mungkin menggunakannya untuk mencari kata-kata, sedangkan konselor

mungkin mencoba mengerti mengenai pembicaraan yang telah mereka

lakukan.

8) Reflecting the client is feeling (menunjukan perasaan klien). Jika klien sedang

mencoba untuk menempatkan perasaan emosinya menjadi kata-kata mungkin

akan menjadi proses yang sulit dan kaku. Dia mungkin memiliki perasaan

malu atau merasa bersalah terhadap sikapnya atau dia merasa bodoh di mata

orang lain. Pada saat itu konselor diharapkan tidak memberikan penilaian

moral terhadap sikap klien.

9) Admitting your ignorance (mengakui ketidaktahuan). Jika klien bertanya

tentang sebuah pertanyaan berdasarkan fakta dan kita tidak mempunyai fakta,

akan lebih baik untuk mengatakan “saya tidak tahu”, daripada mencoba

kesimpulan yang masih samar atau dalam cara lain mencoba menutupi

ketidaktahuan. Klien mungkin mempunyai kepercayaan diri lebih daripada

konselor yang tidak ragu-ragu untuk mengetahui ketidaktahuannya. Hal itu

akan mendorong konselor untuk mendapatkan fakta-fakta lebih lanjut dan

untuk mengatakan kepada klien kapan mendapatkannya.

10) Distribution of talking time (distribusi pengambilan waktu). Mungkin

kesalahan terbesar dari konselor pemula adalah kecenderungannya untuk

berbicara kepada klien sampai koma. Termasuk wawancara itu sendiri ada

tempat tertentu dimana konselor perlu melakukan banyak pembicaraan tapi

jika wawancara adalah untuk mempunyai sebuah efek kesuksesan pada klien,

ada poin-poin tertentu dimana dia harus banyak melakukan banyak

pembicaraan dalam pengembangan pemahaman dirinya membawa sikapnya

ke permukaan dalam memformulasikan rencana aksi. Pembicaraan umum,

jika konselor berbicara dengan kesepakatan lebih dari satu setengah waktu,

bahwa wawancara akan tidak produktif daripada seorang klien yang berbicara

lebih dari satu setengah waktu.

11) The vocabulary of interview (pembendaharaan kata konselor). Kita telah

mengatakan lebih awal bahwa jika ide-ide dan kata melewati rangking klien,

dia tidak akan belajar banyak. Ini berarti bahwa konselor harus membuat

keputusan pada level kemampuan verbal dan pemahaman diri kepada siapa

dia berbicara. Dia kemudian harus memilih kata-katanya yang sesuai, selalu

untuk menjaga kata-kata sesederhana mungkin, dan untuk menjaga ide-ide

sejelas mungkin, mengulangi dan mengatakan dengan cara lain ketika

penting.

12) The number of ideas for interview (sejumlah ide setiap wawancara). Ini berarti

bahwa sejumlah ide dan topik didiskusikan sebaik mungkin pada seluruh

wawancara. Masalah yang sama dari sejumlah ide dari setiap wawancara

penting ketika ide meliputi kesepakatan dengan sikap emosi, kemarahan,

kegagalan, frustasi dan konflik. Ini akan memberi nilai positif saat konselor

menginginkan klien untuk menceritakan semua pikirannya. Jika dengan

perhatian simpati yang lebih atau keingintahuan yang berlebihan konselor

merangsang klien untuk mengatakan banyak tentang perasaannya, klien akan

pergi dengan sangat sedikit kemungkinan untuk kembali lagi sejak dia

merasakan, perasaan bersalah dan malu untuk diekspos terlalu banyak sebagai

orang baru.

13) Control of the interview (Kontrol dalam wawancara). Jika wawancara

dilakukan secara berkesinambungan dan hasil akhir yang dapat mendorong

kearah suatu modifikasi perilaku klien, pewawancara harus dapat mengontrol

proses wawancara tersebut. Ia harus dapat mengarahkan percakapan dalam

proses wawancara, atau dari permasalahan yang berlarut-larut. Ini bisa

dilakukan tanpa melawan arus yang menyangkut sikap klien seperti yang

telah diungkap dalam kedelapan point diatas. Ungkapan seperti “Kita akan

berbicara tentang ,”atau” apa yang akan kita bicarakan? Konselor yang akan

mengarahkan percakapan dalam interview.

14) Avoid the personal pronoun (Hindarilah kata ganti orang). Secara umum

wawancara akan lebih efektif dan akan mengakibatkan suatu percakapan

bebas jika pewawancara menghindari penggunaan kata "Saya" atau "aku"

atau sejenisnya. Klien tidak menanyakan opini pewawancara. Klien benar-

benar menyampaikan opininya berkenaan dengan cara untuk mengkritisi diri

klien sendiri.

15) Bad news in the interview (kabar buruk dalam wawancara). Tidak semua

fakta harus konselor berikan pada klien dengan ekspresi yang menyenangkan.

Itu tidak bagus bila hanya menentramkan hati klien dengan mengatakan

bahwa “semua akan membaik” atau “saya yakin kamu tidak akan

mendapatkan masalah dalam mengerjakan ini”.

16) Additional Problem (masalah tambahan). Kadang kala klien dalam

mengutarakan masalahnya tidak diceritakan seluruhnya pada kita, sehingga

untuk mengetahui permasalahan yang lengkap, konselor dituntut untuk

mampu membuat klien mengutarakan selengkapnya.

17) The Frequent Visitor (frekuensi pengunjung). Ada kelompok yang menyukai

untuk mendiskusikan masalah mereka. Mereka akan kembali secara teratur

untuk pembicaraan personal dengan konselor.

18) Setting Limits On The Interview (membuat batasan dalam wawancara).

Wawancara dijadwal terlebih dahulu, berapa lama wawancara itu

dilaksanakan.

!9) Plans For Action (rencana tindakan). Pada umumnya klien akan melengkapi

proses pembelajaran tentang dirinya dan tentang dunianya jika ada beberapa

hal yang sekiranya harus ia lakukan dari hasil wawancara. Lebih jauh lagi,

banyak dari rencana dalam hidup berdasarkan flesibilitas dalam menjelaskan

sesuatu tujuan dari tindakan atau membangun beberapa rencana untuk

menemukan penyesuaian masalah baru.

20) Summarizing The Inteview (meringkas wawancara). Sejumlah pelajaran dalam

wawancara secara lisan didapat dari cara klien meringkas wawancara. Ketika

konselor melihat waktu yang digunakan habis itu artinya tahapan pekerjaan

harus segera diakhiri, dipercepat atau diringkas. Jika mungkin klien

seharusnya melakukan peringkasan “sekarang kita lihat apakah kita bisa

menyelesaikan wawancara ini?” atau “katakan pada saya kamu melihat situasi

saat ini?” . Ungkapan-ungkapan semacam ini masih digunakan dalam

pembicaraan selanjutnya dari klien.

21) Ending The interview (mengakhiri wawancara). Ini bukanlah tugas yang

mudah. Ketika suasana terlihat mulai membaik konselor menjadi bersemangat

untuk menceritakan tentang dirinya dan minatnya. Wawancara bisa menjadi

komunikasi sosial yang buruk karena dapat merusak apa sebagian besar kerja

yang baik sebelumnya. Dan alangkah baiknya bila wawancara berakhir pada

saat itu. Jenis ungkapan yang menenangkan dapat digunakan pada saat itu

“apakah kamu pikir hari ini kita telah melakukan semua pekerjaan?” atau

“adakah hal lain yang ingin kamu bicarakan hari ini?”. Ungkapan tadi akan

cukup baik untuk mengakhiri suatu wawancara. Dan akan membantu

pewawancara untuk meninggalkan kegiatan tersebut. sangatlah penting untuk

memperhatikan berbagai situasi untuk mempelajari teknik dalam mengakhiri

wawancara ketika waktu yang telah ditetapkan telah habis.

b. Interpretasi Tes

Tahap konseling karir trait and faktor ini digolongkan menjadi beberapa

teknik wawancara itu. Wiliamson (1939a, pp. 139-142) membaginya kedalam

suatu program tindakan yang meliputi kegiatan berikut :

1) Mengarahkan atau menasehatkan (Direct advising) merupakan suatu aktivitas

atau suatu yang menjadikan konselor mempunyai alasan untuk percaya akan

mendorong kearah masa depan dan menghindari kegagalan moril yang serius.

2) Bujukan (Persuasion) Konselor membujuk siswa memahami implikasi dan

hasil diagnosa untuk langkah berikutnya. Konselor tidak menekan pilihan

siswa tetapi membujuk siswa untuk menghindari permasalahan baru.

3) Penjelasan (Explanation) Konselor menyelidiki penafsiran arti dari hasil

diagnosa test dan data nontest dalam suatu usaha untuk meningkatkan

pemahaman klien tentang hasil dan pilihan mereka. Masing-Masing pilihan

karier yang dipertimbangkan oleh klien secara sistematis ditinjau dan

diproyeksikan ke masa depan yang secara psikologis dapat memprediksi

kepuasan dan kesuksesan jabatan dalam kedudukan berbeda.

Inisiatif konselor dalam proses yaitu dengan memperkenalkan atau

memberikan hasil tes. Biasanya dalam bentuk di atas lembaran kertas yang

diberikan kepada klien dengan beberapa komentar seperti “tes yang telah kamu

terima harap dikembalikan lagi”. Beberapa konselor memulai dengan pencarian

minat (Super & Crites, 1962). Pola minat berhubungan dengan skor dalam

intelegensi, sikap khusus dan tes prestasi. Yang mendasari prinsip sebagai

indikator minat adalah kesesuaian antara kemampuan klien dengan kenyataan

yang ada sebagai dasar dalam memilih karir. Jika ukuran kepribadian juga

digunakan, maka mereka dapat menyatukan antara minat dan semua data tentang

kemampuan untuk proses akhir.

Satu hasil tes dapat dihubungkan untuk mempermudah pilihan karir klien.

Konselor memusatkan perhatian pada saat wawancara dalam membuat keputusan.

Alternatif mana yang akan dipilih tergantung pada klien sendiri. Ini adalah

keputusan akhir dalam konseling karir trait-faktor.

c. Informasi Seputar Pekerjaaan (Occupational)

Informasi pekerjaan dalam konseling karir trait and faktor dikemukakan

oleh Brayfield (1950) yang dibedakan dalam tiga fungsi:

1) Informasi (Informational). Konselor memberikan klien informasi seputar

pekerjaan untuk memastikan suatu pilihan yang telah dibuat, untuk

memutuskan dua buah pilihan yang sama menarik dan cocok, atau hanya

meningkatkan pengetahuan klien tentang pilihan yang realistis.

2) Penyesuaian kembali (Readjustive). Konselor memperkenalkan informasi

pekerjaan agar klien memiliki suatu dasar nyata untuk menguji suatu pilihan

yang tidak sesuai, prosesnya sebagai berikut.

Konselor pertama kali memberikan pertanyaan awal mengenai ciri dari

pekerjaan atau bidang yang telah dipilih oleh klien. Kemudian, konselor

memberikan informasi akurat yang membuat klien memperoleh

pandangan tentang cara pandang ilusinya yang membuat pikiran atau

pekerjaan dan bidang tersebut tidak cocok dengan tujuan kenyataannya.. pada

saat ini biasanya konselor dapat mengubah interview menjadi pertimbangan

dari dasar yang realistis dimana pilihan pekerjaan yang cocok ditemukan

(Brayfield, 1950, p.218)

3) Motivasi (motivational). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk

melibatkan klien secara aktif dalam pengambilan keputusan. Untuk

mempertahankan kontak dengan pasien yang bebas hingga mereka

bertanggung jawab dengan pilihan mereka, dan menjaga motivasi untuk

pilihan bila kegiatan klien pada saat ini tidak sesuai dengan tujuan jangka

panjangnya.

Christensen (1949) dan Baer dan Roeber (1951) mengembangkan teori Brayfield

dengan menambahkan:

1) Exploration (Eksplorasi). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk

membantu klien membuat penelitian yang baik terhadap dunia kerja dari

bidang pekerjaan tersebut.

2) Assurance (Keyakinan). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk

meyakinkan klien pilihan pekerjaannya cocok atau menghilangkan yang tidak

cocok.

3) Evaluation (Evaluasi). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk

memeriksa keyakinan dan kesinambungan pengetahuan dari klien tersebut dan

pemahamannya dari pekerjaan tersebut atau sejenis.

4) Startle (mengejutkan). Konselor menggunakan informasi pekerjaan Untuk

memeriksa apakah klien menunjukkan tanda-tanda yakin atau tidak setelah

melalui beberapa hal.

Baer dan Roeber (1951, p.426) meneliti bahwa kategori- kategori tersebut

untuk tujuan dan penekanan yang berbeda dalam penggunaan informasi

pekerjaan. Namun kateori-kategori tersebut tidak selalu eksklusif. Mereka

tumpang tindih karena satu kategori biasanya mengarah ke yang lain.

Sama seperti dalam pemahaman tes, pelaksanaan Konselor karir Trait and

Factor berbeda bagaimana mereka menggunakan informasi pekerjaan. Beberapa

cukup memiliki pengetahuan tentang dunia kerja hingga mereka dapat

menyampaikannya secara lisan dalam interaksi dengan klien. Mungkin

menyampaikan informasi ini lewat pamplet atau alat lainnya. Yang lain membawa

materi tertulis yang dibawa dalam interview bersama klien mereka. Prosedur ini

sering mengubah sifat hubungan, konselor berubah peranan dari rekan kerja atau

fasilitator menjadi ahli atau guru dan klien menurut menjadi seperti siswa.

Keadaan ini dapat diatasi dengan klien membaca terlebih dahulu materi sebelum

interview. Sayangnya, banyak konselor melakukan hal ini hanya agar klien pergi

ke data pekerjaan atau agensi konseling atau menyuruh mereka ke perpustakaan.

Membiarkannya tanpa dukungan hubungan konseling dengan para klien, yang

cenderung pasif dan reaktif, tidak mengumpulkan informasi pekerjaan bagi

mereka sendiri dan hasilnya tahap pembuatan keputusan karir diabaikan. Walau

ada klien yang memiliki inisiatif untuk memperoleh informasi, namun konselor

harus terlibat dalam tahapan terakhir namun penting ini.

C. MATERI

Untuk menggambarkan model dan metode konseling karir trait and faktor

dengan materi kasus yang aktual. Seorang perwakilan klien dari universitas

konseling telah dipilih. Seorang pria berusia 18 tahun Mark.S melakukan tiga

wawancara setiap minggunya dalam waktu sebelum libur natal semester

pertamanya. Seperti yang diterapkan dalam lembaga itu, dia dihadapkan dengan

interview untuk disposisi. Dia diterima sebagai konselor pekerjaan dan dikirim

kepada konselor senior (full time) yang dia temui minggu berikutnya. Materi yang

dikumpulkan dalam kasus ini berupa kutipan interview, hasil tes, data biografi dan

demografi dan seterusnya yang telah diatur menurut model konseling karir trait

and faktor yaitu: diagnosis, proses dan hasil. Metode interview, penerjemahan

tes, konseling pekerjaan didiskusikan dalam hubungannya dengan model tersebut,

yang sebelumnya menjadi berarti buat penerapan selanjutnya.

1. Diagnosis

Dalam diagnosis sebagai sebuah contoh klien yang dikemukakan adalah

klien yang masih ragu dalam pilihan karirnya. Seperti kita ketahui klien yang ragu

membutuhkan suatu dukungan data dalam hal ini dari hasil wawancara dengan

konselor dalam rangka meyakinkan dengan keputusan pemilihan karirnya untuk

masa depan. Di sini konselor dituntut untuk bisa mengumpulkan data-data

pendukung yang kuat sebagai dasar bagi pemilihan keputusan karir klien. Adapun

cara yang ditempuh dalam pengumpulan data melalui wawancara dan disertai tes.

Tes-tes tersebut misalnya tes Meirer Art Judgment dan tes American College

(ACT), yang berfungsi untuk melihat bakatnya. Konselor harus bisa

memperkirakan minat klien dengan dua alasan, yaitu untuk penegasan pada minat

utama klien dan untuk mengidentifikasi kemungkinan minat lain pada klien yang

tidak sama dengan minat utamanya. Tujuan akhir dari sesi wawancara yaitu klien

mampu menyelesaikan permasalahan pemilihan keputusan karier secara mandiri.

2. Proses

Dalam prosesnya konselor melakukan wawancara yang diawali dengan

tes. Penafsiran tes harus dilakukan oleh konselor untuk melihat kecenderungan

minat dan bakat klien. Skor hasil tes harus dicatat dan dibandingkan dengan hasil

tes orang lain yang mempunyai bakat yang sama, jadi disini akan terlihat

kemampuan klien yang sebenarnya. Terkadang klien bertanya pada konselor,

disini konselor harus bisa meyakinkan klien pada jalur pilihan karir yang sesuai

dengan bakat dan minatnya. Dalam prosesnya juga klien dianjurkan untuk

mewawancarai seorang figur ahli terkenal dalam bidang yang sesuai dengan

bakatnya, dalam rangka mendukung keyakinan pilihan karirnya. Konselor pun

bisa mengkombinasikan jalur-jalur karir yang terkait dengan bakatnya. Proses

konseling karir berakhir dengan klien merasa lebih baik dalam arti klien mampu

memilih karir secara tepat sesuai minat dan bakatnya.

3. Hasil

Setelah melalui proses di atas maka hasil yang diharapkan dari konseling

karir trait and faktor ini adalah perwujudan hasil perencanaan karir klien untuk

masa depan, yang sesuai dengan minat dan didukung pula oleh bakatnya serta

memenuhi syarat-syarat dari pekerjaan yang diminatinya.

4. Komentar

Selama beberapa tahun, Konseling Karir trait and faktor telah berpengaruh

sebagi satu-satunya pendekatan untuk menolong klien dalam memutuskan

kehidupan kerja mereka. Sekarang ini pendekatan trait and faktor memuat tiga

sesi wawancara, yaitu wawancara pertama yang biasanya untuk mengumpulkan

data latar belakang klien dan untuk menentukan tes yang akan diberikan pada

klien, wawancara kedua adalah penafsiran dari tes yang dilakukan pada

wawancara pertama dan menjelaskan pada klien tentang konsep psikometrik yang

telah dibuat, dan wawancara ketiga adalah dipusatkan untuk mengulang bahasan

pilihan karir klien.

BAB II

PEMBAHASAN CHAPTER

Beberapa tokoh utama teori trait and factor adalah Walter Bingham, John

Darley, Donald G.Paterson, dan E.G.Williamson. Akan tetapi tokoh yang paling

menonjol dan terkenal yaitu Williamson karena pandangan dan konsepnya telah

banyak dipublikasikan dalam berbagai artikel, jurnal, dan buku-buku. Teori trait

and factor sering disebut pula dengan direktif atau konseling yang berpusat pada

konselor.

Williamson mencatat bahwa ”landasan konsep konseling modern” adalah

terletak dalam asumsi individualitas yang unik dari setiap individu dan identifikasi

keunikan tersebut dengan menggunakan pengukuran obyektif sebagai lawan dari

teknik perkiraan subjektif. Adapun maksud konseling menurut Williamson ialah

membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, yang

selanjutnya tugas konseling trait and sifat ialah membantu individu dalam

memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantu

menilainya kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan

kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karier (Shertzer & Stone,1980,171).

A. Tinjauan Teoritis

Setiap orang dalam masyarakat membutuhkan untuk dapat bekerja dan

bahagia serta sukses dalam suatu pekerjaan tertentu. Biasanya pekerjaan ini adalah

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk meraih serta memegang tanggung

jawab dalam suatu pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya, individu

harus mampu untuk membuat suatu rencana dan keputusan sendiri dalam memilih

dan mempersiapkan karir di masa depannya. Keputusan karir bagi masa depannya

akan terwujud apabila individu mampu menyesuaikan antara potensi yang

dimilikinya dengan kesempatan yang ada. Akan tetapi, terkadang hal tersebut bisa

menimbulkan masalah bagi individu tersebut. Masalah yang dimaksud disini

adalah tidak adanya kesesuaian karir dengan potensi yang dimiliki. Sehingga

timbullah situasi dan kondisi yang tidak diinginkan, ada perasaan tidak nyaman

dan perasaan tertekan ketika bekerja. Masalah tersebut tentunya akan

menimbulkan banyak kesulitan bagi individu untuk memilih dan memutuskan

serta mempersiapkan karirnya. Dalam hal inilah peran konselor dibutuhkan,

konselor harus memberikan bantuan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Konseling karir merupakan teknik bimbingan karir melalui pendekatan

individual dalam serangkaian wawancara dalam konseling. Konseling merupakan

salah satu teknik dalam bimbingan. Menurut Mohammad Surya dalam Dewa

Ketut Sukardi (1989:12), Konseling merupakan pengkhususan kegiatan dalam

masalah yang lebih khusus seperti masalah karir. Konseling karir sebagai salah

satu jenis pelayanan dalam bimbingan karir yang berfungsi dan berperan dalam

membantu memecahkan masalah-masalah karir yang dihadapi oleh individu yang

berarti siswa. Proses konseling karir pada dasarnya adalah prosess wawancara

yang sistematik dan terarah pada tujuan tertentu. Dengan demikian secara umum

konseling karir dapat diartikan sebagai proses wawancara terarah untuk membantu

klien agar mampu merencanakan, memutuskan, mempersiapkan serta

mengembangkan karirnya serta bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari

putusannya. Oleh karena itu keberhasilan dari suatu proses konseling karir adalah

terjadinya perkembangan karir yang baik dalam kehidupan individu.

Banyak manfaat yang dapat dipetik oleh para klien dalam bantuan layanan

bimbingan karir melalui konseling karir, diantaranya:

1. Berkaitan dengan proses dari penempatan dalam pekerjaan. Para konselor

melibatkan diri dalam analisis pekerjaan, pengembangan pekerjaan atau

penelitian jabatan yang menyediakan informasi pekerjaan atau karir yang

potensial.

2. Konselor dapat membantu dalam proses penyesuaian pekerjaan yang mungkin

ada perbedaan antara kemajuan dalam pekerjaan atau yang tidak mendapatkan

kemajuan dalam pekerjaan, ataupun antara yang tidak memiliki pekerjaan dan

tanpa memiliki pekerjaan.

3. Konselor dapat melibatkan diri dalam bidang kepuasan jabatan. Ini dapat

terjadi jika sebelum seorang individu memasuki suatu pekerjaan dengan

mengembangkan suatu bentuk diskusi dan pemahaman yang baik terhadap

aspaek-aspek yang menjadi permasalahan.

4. Konselor dapat membantu dalam perubahan karir individu.

Kebanyakan teori perkembangan karir memandang perilaku vokasional

sebagai suatu proses pertumbuhan dan belajar yang berlangsung terus dan

memandang penting konsep diri, pengalaman-pengalaman perkembangan, sejarah

pribadi dan lingkungan psikososial individu sebagai determinan-determinan dari

proses itu. Jadi, perkembangan karir dapat dikatakan berhubungan dengan aspek

sosialisasi seseorang, yang bisa disebut vokasional. (Crites dalam Thayeb

Manrihu: 1988).

Proses vokasional atau perkembangan karir berbicara tentang berbagai

faktor psikologis, sosiologi, cultural, ekonomi yang melalui kurun waktu serta

menghasilkan identitas diri-karir (self-career identity), kemampuan mengambil

keputusan karir dan kematangan karir. Vokasionalisasi berkaitan denagn proses-

proses dan faktor-faktor yang membantu atau merintangi pencapaian nilai-nilai,

pengetahuan dan keterampilan-keterampilan seseorang seseorang menuju kepada

perilaku karir yang efektif (Herr dan Cramer dalam Thayeb M: 1988).

Istilah Trait merujuk kepada karakteristik individu yang dapt diukur

melalui tes. Faktor merujuk pada karakteristik yang dibutuhkan untuk penampilan

kerja yang sukses. Jadi, istilah Trait dan Faktor merujuk pada penilaian

karakteristik individu dan pekerjaan. Untuk memilih karir seorang individu

idealnya harus memiliki pengertian ynag jelas mengenai diri sendiri, sikap, minat,

ambisi, dan akibatnya; pengetahuan akan dunia kerja, keuntungan dan

kerugiannya, serta kesempatan dan harapan masa depan; dan pemikiran mengenai

hubungan antara kedua hal tersebut.

Konseling dengan menggunakan teori trait and faktor disebut juga sebagai

teori konseling direktif atau disebut juga konseling yang berpusat pada klien,

karena konselor melakukan strukturalisasi secara sadar dan ia berusaha untuk

mempengaruhi klien dengan tujuan untuk kebaikan klien dan konselor menilai

klien sebagai seorang manusia yang mempunyai kemampuan untuk berfikir

rasional dan masalah yang dihadapi klien bisa dipecahkan dengan menggunakan

kemampuan berfikir rasional yang dimilikinya (Winkel, 2000: 386). Menurut teori

ini individu bisa berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan

kecakapan dirinya sebagai dasar bagi perkembangan potensinya. Peran konselor

dalam hal ini yaitu dalam pemberian informasi pekerjaan yang realistis, sehingga

klien dapat memutuskan pilihan karir sesuai dengan potensinya. Kepribadian

seseorang dapat digambarkan dengan cara mengidentifikasi sejumlah ciri-ciri

yang bisa diperoleh dari hasil tes psikologi yang kemudian didiagnosa dan

ditafsrkan mengenai relevansi dengan keberhasilan dan kegagalan klien dalam

suatu karir misalnya skala minat pekerjaan dan EPPS yang biasa digunakan untuk

mengukur minat dan kepribadian klien.

Pendekatan ini bisa dipandang sebagai suatu strategi pengambilan

keputusan pada suatu waktu tertentu dan juga bisa dipandang sebagai dasar

perkembangan karir seumur hidup. Individu lambat laun akan menjadi sadar akan

bakat-bakat, minat-minat, nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan serta pada saat

yang sama belajar tentang tuntutan-tuntutan pekerjaan. Dengan makin

bertambahnya pengalaman maka proses penyesuaian menjadi lebih efisien (

Thayib. M: 1981).

Ada beberapa langkah yang yang harus dilakukan individu dalam proses

perkembangan karir, yaitu:

1. Pencapaian pemahaman diri

Yang dapat dinilai dengan tes adalahbakat, prestasi, minat, nilai dan

kepribadian. Kelima dasar ini merupakan hal yang harus dipahami oleh

individu sebelum memilih karir.

2. Memperoleh pengetahuan tentang dunia kerja

Informasi pekerjaan yang berupa: menggambarkan pekerjaan, kondisi

pekerjaan atau masalah gaji; pengelompokkan pekerjaan; membantu

mengetahui karakteristik dan kebutuhan untuk masing-masing pekerjaan.

3. Penggabungan informasi tentang diri sendiri dan dunia kerja

Konseling karir Trait-Faktor merupakan sebuah konseling yang melihat

akan keunikan seseorang dan berusaha mencocokkan antara kemapuan dan

pemahaman diri baik itu bakat, kemampuan, minat, nilai dan kepribadian yang

dihubungkan dengan syarat-syarat yang diperlukan dalam pekerjaan. Sebagai

tokoh daro konseling karir Trait-Faktor, Williamson menegaskan bahwa individu

adalah makhluk unik yang memerlukan identifikasi keunikannya melalui

penggunaan pengukuran yang objektif dan bukan sekedar perkiraan yang

subyektif. Maka untuk itu disusunlah instrumen-instrumen yang terukur validitas

reliabilitasnya untuk digunakan dalam proses konseling ini. Dalam pelaksanaanya,

terdapat dua arahan berupa model dan metode. Model dibagi menjadi tiga bagian

yaitu diagnosis, proses dan hasil. Dalam diagnosis dibuat klasifikasi untuk

memudahkan memahami masalah klien. Diagnosis dilakukan sebagai langkah

awal yang akan menentukan proses konseling selanjutnya.

Setelah diadakan diagnosis maka dilaksanakan proses konseling dimana

tahapan konseling itu sendiri dibagi ke dalam enam tahapan yaitu analisi, sintesis,

diagnosis, prognosis, konseling dan tindaka lanjut. Proses konseling terbagi ke

dalam tiga bagian yaitu: latarbelakang masalah (kumpulan data pribadi),

pernyataan dari masalah (interpretasi tes), dan resolusi masalah (informasi

pekerjaan). Apabila proses sudah selesai maka hasil yang diharapkan dari

konseling ini secara umum adalah klien dapat memilih karir secara realistik.

Keberhasilan konseling dapat diukur dari:

1. Masalah dapat diselesaikan dengan tepat dan sesuai dengan keinginan klien.

2. Klien mampu mengidentifikasi dan dapat membuat keputusan sebagai

pemecahannya.

Sehingga konselor tidak hanya menolong untuk membuat sebuah

keputusan secara nyata, tetapi harus membantu klien memahamiproses

pembuatan keputusan. Pelaksanaannya dapat menggunakan berbagai tekhnik

diantaranya dengan tekhnik yang disampaikan darley yang mencapai 21 tekhnik

wawncara. Tekhnik ini digunakan untuk menciptakan hubungan yang baik antara

klien dan konselor serta serta klien mencapai pemahaman dirinya.

Proses konseling yang menggunakan teori Trait-Faktor merupakan salah

satu proses konseling yang menuntut adanya gerakan antara penilaian diri dan

informasi pekerjaan. Seorang konselor harus mampu menyediakan tempat yang

seluas-luasnya untuk membantu klien meningkatkan kemampuannya dengan

tidak membatasi pemberian sugesti dan informasi.

B. Permasalahan yang Sering Muncul

Sebagaimana diketahui bahwa teori trait and faktor ini adalah teori yang

pertama kali muncul dalam dunia karir, sehingga keberadaannya merupakan cikal

bakal dari teori-teori perkembangan karir selanjutnya.

Beberapa hal yang sering muncul dan menjadi sorotan dalam teori ini, baik

dalam kajian konsep maupun implementasi di lapangan, diantaranya yang

pertama adalah tingkat keefektifan hasil yang sering dipertanyakan, disebabkan

oleh bertumpunya teori ini pada hasil tes psikologi, sehingga cenderung untuk

mengabaikan beberapa hal yang tidak terdeteksi oleh tes, seperti faktor situasi

keluarga, teman pergaulan, tingkat ekonomi dan sebagainya. Sehingga perlu daya

dukung dan antisipasi yang kreatif untuk dapat mengungkap masalah tersebut.

Permasalahan yang kedua yang sering muncul adalah strategi pelaksanaan

atau implementasi nyata di lapangan yang sering mendapatkan berbagai

hambatan, seperti jadwal BK yang sangat terbatas, tenaga konselor yang kurang

dalam jumlah dan kualitas sementara kasus yang perlu penanganan banyak. Hal

di atas tidak jarang merupakan bumerang bagi konselor yang ada di sekolah. Di

satu sisi ia ingin pelaksanaan BK lancar dan sukses namun hambatan belum dapat

ditangani. Salah satu saran yang dapat dilakukan adalah menerapkan dulu teori

ini pada diri konselor itu sendiri, ia harus memiliki pemahaman akan kemampuan

personel dan timnya dalam upaya memberikan bantuan kepada siswa sehingga

dari sana ia dapat menentukan prioritas, masalah mana yang harus segera

ditangani dan strategi apa yang harus digunakan.

BAB III

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. KESIMPULAN

Pendekatan teori trait and faktor menjelaskan bahwa pemilihan karir

individu sangat ditentukan kesesuaian kemampuan (abilities), minat (interest),

prestasi (achievement), nilai-niali (values) dan kepribadian (personality) dengan

dunia kerja (world of work). Atau dengan kata lain, teori trait and faktor

merupakan pendekatan konseling yang cenderung menekankan pada pencapaian

kesesuaian dalam hal trait (ciri) yang dimiliki individu dengan factor (faktor) yang

diminta atau dituntut oleh suatu pekerjaan dalam suatu pekerjaan dalam berbagai

aspek kemampuan, minat, kepribadian dan nilai yang dianut. Dengan kata lain

teori ini mempunyai falsafah yang telah lama berkibar, seperti yang disabdakan

Rasulullah SAW “Bila suatu pekerjaan diamanahkan kepada kepada yang bukan

ahlinya, tunggulah kehancurannya”. Diharapkan dari kesesuaian antara trait

individu dengan faktor pekerjaan akan membuat klien tumbuh optimal pada

kehidupan.

Bila digambarkan:

(Matching)

Self World of

work

Relationship

Konseling karir trait and faktor dalam pelaksanaanya, terdapat dua arahan

berupa model dan metode. Model dibagi menjadi tiga bagian yaitu diagnosis,

proses dan hasil. Setelah diadakan diagnosis maka dilaksanakan proses konseling

dimana tahapan konseling itu sendiri dibagi ke dalam enam tahapan yaitu analisis,

sintesis, diagnosis, prognosis, konseling dan tindakan lanjut. Proses konseling

terbagi ke dalam tiga bagian yaitu: latarbelakang masalah (kumpulan data

pribadi), pernyataan dari masalah (interpretasi tes), dan resolusi masalah

(informasi pekerjaan). Apabila proses sudah selesai maka hasil yang diharapkan

dari konseling ini secara umum adalah klien dapat memilih karir secara realistik.

Keberhasilan konseling dapat diukur dari:

1. Masalah dapat diselesaikan dengan tepat dan sesuai dengan keinginan klien.

2. Klien mampu mengidentifikasi dan dapat membuat keputusan sebagai

pemecahannya.

B. IMPLIKASI

Teori konseling karir trait and faktor ini memberikan beberapa implikasi

bagi konselor, diantaranya:

1. Individu memiliki sifat-sifat yang berhubungan dengan pilihan karir yang

dapat diukur, maka konselor dapat membantunya untuk bisa memahami diri

sendiri, bakat, minat, dan keterampilan yang dimiliki.

2. Membantu individu memahami tugas-tugas sehingga dapat membedakan dan

menggambarkan pekerjaan-pekerjaan, dan juga membantunya mempelajari

pasaran-pasaran kerja serta bagaimana pekerjaan dan industri saling

berhubungan.

3. Membantu individu mempelajari keterampilan dalam mengumpulkan,

memahami, dan menerapkan informasi tentang diri dan dunia kerja untuk

mengambil keputusan karir.

4. Memiliki pemahaman akan kemampuan personel dan timnya dalam upaya

memberikan bantuan kepada siswa sehingga dari sana ia dapat menentukan

prioritas, masalah mana yang harus segera ditangani dan strategi apa yang

harus digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Abdillah et al. (2002). “konseling Karir Trait dan Faktor”. Makalah

disampaikan pada presentasi Mata Kuliah Bimbingan Karir 2, Bandung.

Budiamin, Amin dan Supriatna, Mamat. (1994). “Beberapa Pendekatan Konseling

Karir”. Makalah disampaikan pada Lokakarya BK SLTP/ SLTA Se-Jawa

Barat, Bandung.

Crites, j.o. (1981). “Career counseling Models, Methods and Material”. USA:

Michigan university.

Gani, Ruslan Abdul. (1996). ”Bimbingan Karir”. Bandung: Angkasa.

Sukardi, Dewa Ketut. (1989). ”Pendekatan Konseling Karir Di dalam Bimbingan

Karir (suatu Pendahuluan”). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Surya Mohamad. (2003). ”Teori-Teori Konseling”. Bandung: Pustaka Bani

Quraisy.

Thayeb, Manrihu Muhammad. (1988). ”Pengantar Bimbingan Dan Konseling

karir”. Jakarta: Depdibud.

Zakiyah, Insania et al. (2003). “Konseling Karir Trait-Faktor”. Makalah

disampaikan pada presentasi Mata Kuliah Bimbingan Karir 2, Bandung.