BAB I PENGANTAR 1. -...
Transcript of BAB I PENGANTAR 1. -...
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
1 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
BAB I
PENGANTAR
1. Latar Belakang
Amoniak merupakan bahan kimia yang paling banyak diproduksi di dunia.
Produksi amoniak sudah dimulai sejak abad ke-8 dalam bentuk garam amoniak. Sedangkan
amoniak pertama kali diproduksi dalam bentuk gas oleh Joseph Priestly pada tahun 1774.
Pada tahun 1909 Fritz Haber dan Carl Bosch mengembangkan teknologi pembuatan
amoniak dari nitrogen yang berasal dari udara dan dikenal dengan proses Haber-Bosch,
yang selanjutnya diterapkan untuk produksi amoniak berskala industri untuk pertama
kalinya di Jerman. Amoniak menjadi salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam
industri kimia. Karena kandungan nitrogen yang tinggi, amoniak banyak digunakan sebagai
bahan dasar pupuk, selain itu amoniak juga digunakan pada berbagai industri seperti pada
refrigeration system, dan berbagai industri kimia yang lainnya.
Kebutuhan amoniak di dunia diperkirakan akan mencapai 245 MT pada tahun 2018,
jumlah ini 16 % lebih besar dibandingkan kebutuhan tahun 2013 (Heffer dan Prud’homme,
2014). Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian untuk pertanian membuat kebutuhan
pupuk di Indonesia cukup tinggi. Meskipun di Indonesia sudah terdapat beberapa pabrik
amoniak, seperti Kaltim Parna Industri, Pupuk Sriwijaya, Pupuk Kujang Cikampek, Pupuk
Kalimantan Timur, dan Petrokimia Gresik, namun pada kenyataannya pada tahun 2013
Indonesia masih mengimpor 200.000 ton/tahun amoniak untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri (Dhany, 2013). Maka dengan kata lain pangsa pasar amoniak masih sangat
terbuka di Indonesia.
Untuk memproduksi amoniak sumber nitrogen biasanya diperoleh dari udara,
sedangkan hidrogen diperoleh dari gas alam. Permasalahannya adalah menipisnya
cadangan gas alam di dunia, mengingat gas alam merupakan sumber daya tidak terbarukan.
Dari data yang dihimpun oleh Indonesian Commercial Newsletter (ICN), pada tahun 2008
Indonesia memiliki cadangan gas alam sebanyak 170 TSCF dan produksi pertahun
mencapai 2,87 TSCF, sehingga diperikan Indonesia memiliki reserve to production
mencapai 59 tahun (Anonim1,2010). Untuk memperpanjang waktu reserve to production
Indonesia harus menurunkan jumlah produksi gas atau mencari kilang-kilang gas baru.
Maka perlu dikembangkan teknologi proses produksi amoniak yang memungkinkan
menggunakan bahan baku lain selain gas alam sebagai sumber hidrogen.
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
2 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Sumber hidrogen lain yang dapat digunakan adalah batubara. Sementara itu
produksi batubara terus meningkat di Indonesia, dari data kementrian Energi dan Sumber
Daya Mineral pada tahun 2008 total produksi batubara Indonesia mencapai 197 juta
ton/tahun dan terus meningkat hingga mencapai 272 juta ton/tahun pada tahun 2013
(Anonim2, 2014). Dari data tersebut, batubara dapat dipertimbangkan sebagai salah satu
pengganti sumber hidrogen untuk bahan baku amoniak .
Pada tugas perancangan pabrik kimia ini akan dirancang pabrik amoniak
berkapasitas 580.000 ton/tahun amoniak. Dari proses gasifikasi dihasilkan syngas dengan
kandungan utama CO dan H2, selanjutnya CO dan. H2 menjadi umpan unit amoniak.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Batubara
Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar fosil. terbentuk dari endapan
organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah
batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat
ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pada umumnya batubara
digolongkan menjadi lima jenis yaitu antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit, dan
gambut. Pengelompokan ini didasarkan pada kandungan relatif antara unsur karbon (C)
dan hidrogen (H) yang terdapat pada batubara. Batubara antrasit memiliki kandungan
karbon paling tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya, sedangkan batubara jenis gambut
memiliki kandungan hidrogen (dalam bentuk moisture maupun H2) paling tinggi
dibandingkan dengan jenis lainnya.
Batubara jenis antrasit memiliki memiliki struktur yang kompak, berat jenis tinggi,
berwarna hitam metalik, serta kandungan volatille matter, abu dan air yang rendah. Apabila
antrasit dibakar maka hampir semua terbakar, dan antrasit memiliki nilai kalor paling tinggi
yaitu 8.300 kkal/kg. Batubara kelas bituminus memiliki kenampakan warna hitam agak
kompak, kandungan abu dan airnya sekitar 5-10%, dan nilai kalor antara 7.000-8.000
kkal/kg. Batubara jenis sub-bituminus memiliki spesifikasi yang hampir sama dengan
bituminus namun memiliki nilai kalor yang lebih rendah, yaitu sekitar 6.000 kkal/kg.
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
3 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Batubara jenis lignit memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan sub-bituminus,
yaitu 1.500-4.500 kkal/kg, sementara jenis gambut memiliki nilai kalor terendah jika
dibakar, yaitu sekitar 1.700-3.000 kkal/kg (Sukandarrumidi, 2005).
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengolahan batubara yaitu combustion,
gasifikasi, karbonisasi (coking), dan liquifaction. Sementara dalam proses pembuatan
ammonia dibutuhkan bahan baku hidrogen dalam fasa gas sehingga gasifikasi merupakan
metode yang paling cocok. Gasifikasi adalah proses dimana batubara direaksikan dengan
oksidator untuk menghasilkan fuel-rich product. Reaktan dalam proses ini adalah batubara,
oksigen, uap air (steam), karbondioksida, dan hidrogen. Hasil yang diinginkan adalah gas
yang mengandung karbonmonoksida, hidrogen, dan metana (Smooth dan Smith, 1985).
Pada proses gasifikasi juga terjadi beberapa reaksi , reaksi utama dari proses gasifikasi
adalah sebagai berikut
C(s) +1
2O2 → CO ΔHR
o = −110,5 mJ/kmol (1)
Reaksi di atas bersifat eksotermis. Reaksi terhadap C(s) tidak berhenti pada
pembentukan CO, namun oksigen bebas juga akan bereaksi dengan CO di fase gas
membentuk CO2. Reaksi pembentukan CO2 bersifat endotermik dan harus diminimalkan
karena akan mengurangi hasil dari gas CO.
C(s) + CO2 → 2CO2 ΔHRo = +172,0 mJ/kmol (2)
Untuk mengontrol suhu tinggi yang dihasilkan reaksi (1) dan untuk meningkatkan
heating value dari produk gas, penambahan steam dapat dilakukan.
C(s) + H2O → CO + O2 ΔHRo = +131,4 mJ/kmol (3)
Reaksi tersebut juga bersifat endotermis, dan sangat mengandalkan panas yang
dihasilkan reaksi (1) untuk kebutuhan energinya. Laju reaksi (3) jauh lebih lambat jika
dibandingkan dengan reaksi (1), akan tetapi mampu meningkatkan nilai kalor dari gas
produk. Disamping reaksi-reaksi terhadap karbon yang tergantung pada batubara, reaksi
pada fase gas juga perlu diperhatikan
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
4 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
CO +1
2O2 → CO2 ΔHR
o = −283,1 mJ/kmol (4)
CO + H2O(g) → CO2 + H2 ΔHRo = −283,1 mJ/kmol (5)
Reaksi (4) mengakibatkan oksigen cepat habis, meningkatkan suhu, dan
mengakibatkan terjadinya reaksi antara C(s) dengan CO2. Sementara reaksi (5) bersifat
eksotermis dan menghasilkan CO2 juga (Smooth dan Smith, 1985). Ada 3 jenis proses
gasifikasi batubara yaitu fixed (or moving) bed, fluidized bed, dan entrained bed.
2.1.1. Fixed bed gasification
Fixed bed gasification juga disebut dengan moving bed gasification, teknologi
ini adalah teknologi gasifikasi tertua yang pernah digunakan. Pada tahun 1927 Lurgi
mengembangkan reaktor atmosferik dan pressurized reactor pada tahun 1931. Proses
gasifikasi ini memiliki ciri-ciri adanya reaction bed dimana batubara bergerak
perlahan ke arah bawah karena gravitasi, dan selama pergerakan batubara digasifikasi
menggunakan blast secara counter current. Proses ini membutuhkan jumlah oksigen
yang rendah dan steam yang tinggi. Fixed bed gasification membutuhkan umpan
batubara dengan ukuran 6-50 mm. Fixed bed gasification tidak bisa digunakan untuk
caking coal. Karena caking coal membutuhkan bantuan pengaduk untuk mencegah
batubara membentuk pasta (Blesl, 2010).
(Blesl, 2010)
Gambar 1. Moving Bed Gasification Process
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
5 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
2.1.2. Fluidized bed gasification
Pada fluidized bed gasification transfer massa dan panas terjadi dengan sangat
baik karena kontak yang sempurna, namun masing-masing partikel memiliki waktu
tinggal yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan ada karbon yang belum bereaksi
namun sudah keluar bersama dengan partikel yang bereaksi sempurna (ash).
Keunggulan dari Fluidized bed gasification adalah konversinya mencapai 97%
(Blesl, 2010).
(Blesl, 2010)
Gambar 2. Fluidized Bed Gasification Process
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
6 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
2.1.3. Entrained bed gasification
Kelebihan dari entrained bed gasification adalah mampu memproses semua
jenis batubara sebagai umpannya, prosesnya bersih, dan tidak menghasilkan tar.
Namun ash dihasilkan dari proses gasifikasi dalam bentuk inert slag. Kelemahannya
adalah membutuhkan oksigen dalam jumlah besar terlebih jika umpan mengandung
moisture yang tinggi. Entrained bed gasification biasanya membutuhkan suhu
sekitar 1400 oC dan tekanan 20-70 bar. Entrained bed gasification adalah teknologi
yang paling banyak digunakan terutama dalam sistem IGCC (Blesl, 2010).
(Blesl, 2010)
Gambar 3. Entrained Bed Gasification Process
2.1.4. Judgement dan Pemilihan Proses
Perbedaan dari masing-masing jenis proses gasifikasi diberikan dalam
tabel berikut
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
7 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Tabel 1. Tabel Perbandingan Jenis Proses Gasifikasi Batubara
Fixed Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Waktu tinggal 1-3 jam 20-150 menit 0,4-1,2 detik
Ukuran Batubara 6-50 mm 500-2.400 µm 10-150 µm
O2/Batubara 0,14-0.81 0,25—0,97 0,28-1,71
Uap/Batubara 0,28-3,09 0,11-1,93 0,1-1,20
Jenis Batubara Sebagian jenis
batubara dengan
ukuran besar
Noncaking coal Semua jenis
Kisaran Suhu (K) 1.150-1.300 600-1.470 1.150-2.500
Tekanan
(atm)
1-20
1-100
1-300
Gas Produk (% mol)
CO+H2
CH4
HHV (Btu/SCF)
39-66
2-15
250-320
2-80
3-68
300-800
35-91
0,1-17
115-550
Principal advantages Teknologi sudah
banyak
dikembangkan
Panas yang hilang
rendah
Suhu yang
digunakan rendah
Dapat digunakan
batubara berbagai
ukuran
Waktu tinggal
sedang
Desain lebih kecil
dan lebih sederhana
Dapat digunakan
untuk semua jenis
batubara
Kapasitas besar
(Smooth dan Smith, 1985)
Pada perancangan pabrik ammonia dari batubara ini, diperlukan kualitas
batubara dengan kandungan hidrogen yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
8 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
unit ammonia, maka dipilih batubara dengan jenis sub-bituminus dengan
pertimbangan memiliki kandungan hidrogen yang tinggi, sekitar 5-8% basis kering.
Pemilihan jenis batubara sub-bituminus juga didukung dengan adanya cadangan
batubara jenis ini yang cukup besar di Indonesia.
Sedangkan proses gasifikasi yang dipilih adalah fluidized gasification,
karena dari segi kapasitas fluidized gasification memiliki kapasitas yang besar dan
waktu tinggal yang tidak terlalu lama. Tidak dipilih entrained gasification karena
tidak dapat digunakan untuk batubara dengan kadar moisture yang tinggi, sedangkan
batubara yang digunakan mengandung moisture yang tinggi.
2.2. Amoniak
Amoniak merupaka gas yang tidak berwarna, lebih ringan dari udara, mempunyai
aroma yang sangat menyengat, tidak mudah terbakar namun beracun. Amoniak merupakan
hasil pengikatan nitrogen secara reduksi dengan bantuan katalis melalui reaksi berikut
N2(g) + 3H2(g) ↔ 2NH3(g) (6)
Sumber nitrogen adalah udara, sedangkan hidrogen dapat diperoleh dari berbagai
jenis bahan mentah seperti batubara, hidrokarbon, gas alam, air, maupun dari kombinasi
bahan-bahan mentah tersebut. Amoniak dibuat dengan proses Haber-Bosch. Pada proses
Haber-Bosch biasanya reaksi terjadi pada tekanan 140-250 bar dan 400-500oC. Dalam
reaksinya gas melewati lebih dari 4 bed katalis yang dilengkapi pendingin dengan tujuan
untuk mencapai kesetimbangan. Pada masing-masing pass konversi yang dicapai sekitar
15%, namun dengan adanya recycle gas yang tidak bereaksi, konversi keseluruhannya
dapat mencapai 97%.
Steam reformer, shift converter, CO2 removal dan methanator beroperasi pada
tekanan 25-35 bar, sedangkan amoniak synthesis loop beroperasi pada tekanan 60-180 bar.
Sumber utama senyawa hidrogen yang digunakan adalah gas alam, namun pada awalnya
Bosch mendapatkan hidrogen dari elektrolisis air.
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
9 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Nitrogen merupakan senyawa yang sulit bereaksi karena adanya ikatan rangkap
tiga yang sangat kuat, karena itu Haber mengembangkan katalis untuk memotong ikatan
ini.
Kesetimbangan adalah hal yang sangat penting karena reaksi bersifat reversible.
Pada suhu kamar kesetimbangan dari reaksi amoniak dapat tercapai namun laju reaksinya
sangat lambat, sedangkan sesuai dengan prinsip Le Chatelier's jika suhu dinaikan maka
laju reaksi menjadi besar namun kesetimbangan sulit tercapai. Akan tetapi katalis yang
digunakan membutuhkan suhu paling tidak 400oC agar bekerja secara efisien.
Tabel 2 . Hubungan nilai Konstanta Kesetimbangan Reaksi Amoniak terhadap Suhu
Temperature (Temperature oC) Kp
300 4,43 x 10-3
400 1,64 x 10-4
500 1,45 x 10-5
600 2,25 x 10-6
Tekanan dapat menjadi solusi untuk tercapainya kesetimbangan pada suhu tinggi.
Dari reaksi pembentukan amoniak ada 4 mol reaktan dan dihasilkan 2 mol produk, maka
tekanan tinggi (sekitar 200 atm) membantu tercapainya kesetimbangan agar menghasilkan
produk yang optimum (Schaurnheim, 2006).
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
10 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Gambar 4. Grafik Hubungan Suhu dan Tekanan terhadap Yield
Amoniak
(Schaurnheim, 2006)
Dari gambar dapat dilihat bahwa jika digunakan tekanan 140 atm dan suhu
350oC maka yield yang didapatkan lebih besar dibandingkan jika digunakan tekanan
yang sama dengan suhu yang lebih besar, namun dengan pertimbangan laju reaksinya
akan lebih menguntungkan menggunakan suhu yang lebih tinggi. Karena
mendapatkan yield yang tinggi namun waktu yang dibutuhkan lama akan berdampak
pada operating cost yang mahal. Dan dari penelitian yang telah dilakukan 400oC dan
140 atm merupakan kondisi operasi paling optimum untuk proses amoniak
(Schaurnheim, 2006).
Dari segi ekonomi masih tergolong mahal karena proses beroperasi pada
tekanan 140 atm maka dibutuhkan peralatan yang kuat seperti pipa, valve, dan aspek
keselamatan juga perlu diperhatikan. Katalis yang kini banyak digunakan adalah
katalis besi atau dengan kombinasi K2O, CaO, SiO2, dan Al2O3. Pada awalnya reaksi
pada proses Haber-Bosch dijalankan di sebuah kamar dengan osmium sebagai katalis,
namun hanya digunakan pada kapasitas kecil dan sangat mahal untuk produksi skala
industri. Pada skala industri katalis besi didapatkan dari serbuk besi, dan selanjutnya
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
11 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
diganti dengan menggunakan proses reduksi Fe3O4 murni. Katalis mempertahankan
sebagian besar bulk volume selama pengurangan, menghasilkan bahan luas
permukaan yang tinggi sangat berpori, yang meningkatkan efektivitasnya sebagai
katalis. Ada beberapa jenis amoniak konverter yang digunakan didunia industri, jenis-
jenis tersebut dijelaskan sebagai berikut
2.2.1. Amoniak Konverter dengan Internal Cooling
Converter dengan internal cooling membutuhkan sistem pendingin
yang di-supply oleh medium pendingin yang mengalir pada bagian tube pada
tumpukan katalis, atau dalam beberapa desain pada sekitar tube yang berisi
katalis. Konversi yang dapat dicapai dari konverter jenis ini berkisar 12 %. Pada
sistem konverter dengan internal cooling, arah aliran di cooling tube bisa bersifat
cocurrent atau counter current.
2.2.1.1.Aliran countercurrent pada cooling tube
Gambar skematik dari Konverter dengan aliran countercurrent
pada cooling tube diberikan pada Gambar 5.
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 5. Skematik dari Konverter dengan Aliran Countercurrent
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
12 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Feed gas masuk melalui bagian atas konverter dan bergerak
melalui anulus antara pressure shell dan basket menuju bagian bawah dari
koverter. Pada saat yang bersamaan pressure vessel didinginkan (feed gas
digunakan sebagai “shell cooling gas”) maka desain dengan suhu rendah
dapat diaplikasikan untuk pressure vessel.
Feed gas mengalir melalui umpan dari heat exchanger yang
berada pada pressure shell yang sama sebagai bed katalis (heat exchanger
di bagian bawah dari koverter disebut “the lower heat exchanger”),
kemudian mengalir melalui bagian shell side, melalui tube side dari lower
heat exchanger dan keluar. Bypass steam ditambahkan untuk mengatur
suhu feed gas diantara lower heat exchanger dan bed katalis cooling tubes.
Dari profil suhu sepanjang konverter terlihat bahwa suhu gas relatif
rendah pada bagian outlet, jadi panas dari gas keluar konverter hanya
dapat digunakan untuk preheating boiler feed water atau produksi low
pressure steam.
Profil suhu dan konsentrasi menunjukan bahwa gas bereaksi
hampir secara adiabatik pada bagian awal dari bed katalis. Ketika
perbedaan suhu antara cooling gas dan reacting gas naik. Pada bagian
bawah bed katalis suhu relatif rendah sehingga laju reaksi juga rendah,
namun jika arus pendingin diperkecil akan berpengaruh pada performa
katalis. Konverter jenis ini jarang digunakan karena konstruksi yang
rumit, da kapasitasnya pun rendah yaitu 300 MTPD (Christiansen dkk,
1995).
2.2.1.2.Aliran cocurrent pada cooling tube
Gambar skematik dari konverter dengan aliran cocurrent pada
cooling tube, dan profil suhu sepanjang konverter diberikan pada Gambar
6.
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
13 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 6. Skematik dari Konverter dengan Aliran Cocurrent
Aliran gas pada konverter ini adalah sebagai berikut, umpan gas
masuk pada bagian atas dan melewati shell sebagai cooling gas menuju
bagian bawah dari konverter. Gas kemudian mengalir melalui shell side pada
lower heat exchanger dan dilanjutkan ke bagian anulus antara tubular cooled
catalyst bed dan dinding luar basket menuju kebagian atas tubular cooled
bed, kebagian bawah melalui cooling tubes pada bed katalis, ke atas melalui
central pipe, ke bawah kembali melalui dua bed katalis secara seri dan
terakhir melalui tube side dari lower heat exchanger kemudian keluar dari
konverter. Cold gas ditambahkan untuk mengontrol suhu setelah melewati
bed katalis pertama. Konverter jenis ini memiliki desain yang rumit, dan
kapasitasnya pun masih relatif kecil, hampir sama dengan konverter dengan
aliran countercurrent pada cooling tube.
2.2.2. Amoniak Konverter dengan Quench Cooling
Konverter amoniak dengan tipe quench cooling kebutuhan pendingin
dipenuhi dengan injeksi gas dingin yang belum terkonversi (unconverted cool
gas), baik injeksi pada ruang antara bed katalis atau distribusi merata pada badan
katalis. Gambar skematik dari konverter ini beserta profil suhu dan konversinya
digambarkan pada Gambar 7
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
14 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 7. Skematik Amoniak Konverter dengan Quench Cooling
Pada bed katalis pertama, belum diinjeksikan pendingin, suhu dari feed
gas meningkat secara adiabatis dari suhu masuk menuju suhu yang mendekati
suhu pada kesetimbangan. Setelah melalui bed katalis pertama, sejumlah gas
dingin yang belum terkonversi diinjeksikan untuk mendapatkan suhu pada outlet
mendekati suhu yang dibutuhkan untuk masuk ke bed setelahnya. Pada saat yang
bersamaan, konsentrasi amoniak menurun, karena gas yang keluar dari bed
pertama terlarut pada unconverted gas. Konsep quench cooling cocok untuk
konverter dengan kapasitas yang besar dan hampir digunakan pada semua
aplikasi konverter pada awal 1960an. Namun kapasitas yang besar ini juga
berdampak pada ukuran yang besar, dan sistem masih dianggap sangat
kompleks.
2.2.2.1 Axial Flow, dengan injeksi Quench Cooling pada jarak antara bed katalis
Pada jenis ini, feed gas masuk konverter pada bottom dan pada
mengalir gas pendingain pada jarak antara bed katalis setelah bed pertama
melalui quench gas distributor sebagai pengontrol temperatur. Gas yang
telah terkonversi melewati bed terakhir (bed pertama dari atas) menuju
feed-effluent heat exchanger sebelum meninggalkan konverter melalui
bagian atas. Skema dapat dilihat pada Gambar 8
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
15 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 8. Skematik Konverter dengan Quench Cooling (Axial Flow)
Konverter jenis ini memberikan performa yang baik pada industri.
Namun, beberapa kelemahan sistem quench cooling, yaitu rendahnya
efisiensi, dan beberapa masalah lainnya maka jenis ini mulai ditinggalkan.
Pada pengembangan selajutnya, dikembangkan tipe konverter
quench horizontal. Bed katalis ditempatkan pada wadah yang sesuai
dengan tekanan horizontal dari shell. Dengan posisi yang horizontal,
penggantian katalis jauh lebih mudah, tidak diperlukan struktur tertentu
untuk puncak konverter maupun crane untuk mengganti katalis
(Christiansen dkk, 1995).
2.2.2.2 Axial Flow, dengan injeksi Quench Cooling pada bed katalis
Sama seperti tipe sebelunya, feed gas masuk melalui bottom dari
konverter. Namun, gas pendingin masuk bukan pada jarak antara bed,
melainkan pada badan bed katalis itu sendiri. Gas quench diinjeksikan pada
level yang berebda pada tiap bed katalis, untuk mendapatkan suhu yang
sesuai untuk feed pada bed selanjutnya (Christiansen dkk, 1995).
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
16 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
2.2.2.3 Radial Flow atau Axial/Radial Flow
Masalah yang sering muncul pada semua jenis konverter dengan
tipe axial flow saat kapasitas ditingkatkan, adalah terjadinya peningkatan
pressure drop karena peningkatan kedalam dari bed katalis seiring
meningkatknya kapasitas. Pada dasarnya hal ini dapat dikompensasi
dengan penambahan diameter konverter, namun diatas ukuran diameter
tertentu menjadi tidak memungkinkan secara teknis maupun secara
perhitungan ekonomi. Cara lain, yaitu pembesaran ukuran katalis, namun
ini dapat menurunkan aktivitas katalis karena ukuran yang semakin besar.
Pada konverter jenis radial flow, permasalahan diatas tidak
terdapat. Konverter dengan tipe radial flow dapat digunakan untuk
konverter yang di desain untuk bekerja pada kapasitas yang besar tanpa
memperbesar diameter konverter, dan pressure drop dapat dijaga rendah
dengan walaupun dengan katalis dengan ukuran kecil. Berikut pada
Gambar 9 ditampilkan skema dari tipe radial flow (Christiansen dkk,
1995).
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 9. Konverter dengan Quench Cooling Arah Radial
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
17 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
2.2.3. Amoniak konverter dengan Indirect Cooling
Pada Konverter dengan indirect cooling pendingin dibutuhkan untuk
mencapai konversi maksimum, pada konverter ini disediakan sistem pendingin
diantara bed katalis, dimana medium pendingin gas sintesis atau boiler feed water.
Gambar skematik dari konverter ini digambarkan pada Gambar 10
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 10. Skematik Konverter dengan Indirect Cooling
Pada konverter ini gas mengalir melalui semua bed katalis, dan tidak ada
pengenceran sebagian converted gas di bagian antar bed katalis. Ini berarti
dengan kondisi yang sama dengan konverter jenis lainnya dan jumlah katalis yang
sama, konversi yang dicapai dapat lebih tinggi dibandingkan konverter jenis
lainnya. Konverter dengan indirect cooling adalah konverter berkapasitas besar
yang kini banyak digunakan dan juga sudah banyak dikembangkan.
Pengembangan-pengembangan yang dilakukan membuat konverter jenis ini jauh
lebih sederhana dan efisien, konversi yang diperoleh pun dapat mencapai 20%.
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
18 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
2.2.3.1. Axial Flow
Konverter dengan indirect cooling sudah di kembangkan oleh
beberapa vendor, diantaranya Osterreichische Stickstoffwerke (OSW). Pada
konverter yang didesain oleh OSW menggunakan converter feed gas sebagai
medium pendingin.
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 11 . Konverter dengan Indirect Cooling (Axial Flow)
Gas umpan masuk melalui bagian atas konverter, mengalir sebagai
gas pendingin shell di anulus antara pressure shell dan catalyst basket,
kemudian naik melalui shell side dari lower heat exchanger menuju bagian
atas konverter. Kemudian gas mengalir turun secara aksial melalui bed katalis
dan pada tube side di interbed heat exchanger, akhirnya gas mengalir melalui
tube lower heat exchanger dan keluar dari konverter. Gas sintesis bersuhu
rendah juga ditambahkan (cold shot) melalui bagian bawah konverter untuk
mengontrol suhu.
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
19 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Konverter dengan indirect cooling yang memiliki arah aliran aksial
juga dikembangkan oleh Kellogg dengan posisi konverter tidak berdiri
vertikal namun horizontal.
(Christiansen dkk, 1995)
Gambar 12. Konverter dengan Indirect Cooling (Horizontal)
Pada konverter ini gas masuk dari ujung horizontal pressure shell,
mengalir sebagai gas pendingin pada bagian diantara pressure shell dan
catalyst basket menuju shell side dari interbed heat exchanger yang
ditambahkan pada ujung lain konverter. Setelah mengalami preheating dan
bercampur dengan cold gas untuk mengontrol suhu, gas mengalir ke bawah
melalui bed katalis pertama, melalui tube side dari interbed heat exchanger,
kemudian ke bed katalis kedua (bed katalis kedua dibagi 2 bagian) dan keluar
melalui bagian ujung konverter yang sama dengan bagian inlet. Ada beberapa
keuntungan dari konverter jenis ini diantaranya pressure drop yang rendah
dengan partikel katalis yang kecil, dan mudah untuk mengganti bagian dalam
dari konverter tanpa bantuan derek (Christiansen dkk, 1995).
2.2.3.2. Radial flow atau radial/aksial flow
Haldor Topsoe merupakan salah satu vendor yang sudah banyak
mengembangkan amoniak koverter jenis ini. Haldor Topsoe mengembangkan
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
20 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
amoniak konverter jenis ini dalam dua tipe yaitu tipe dengan dan tanpa lower
heat exchanger.
Gambar 13. Amoniak Konverter dengan Indirect Cooling (Radial Flow) (a) dengan
Lower Heat Exchanger (b) tanpa Lower Heat Exchanger
Amoniak konverter jenis ini terdiri dari pressure shell dan basket.
Pada konverter tanpa lower heat exchanger, umpan gas masuk melalui bagian
bawah konverter dan mengalir sebagai shell cooling gas ke bagian atas
konverter dan melewati interbed heat exchanger yang dipasang di tengah bed
katalis pertama. Setelah melewati interbed heat exchanger gas bercampur
dengan cold gas (cold shot) untuk mengontrol suhu sebelum mengalir ke bed
katalis pertama secara radial, kemudian mengalir melalui tube side dari
interbed heat exchanger, kemudian mengalir secara radial pada bed katalis
kedua, dan akhirnya keluar pada bagian bawah konverter. Sedangkan pada
konverter dengan lower heat exchanger, desain yang ada dimaksudkan agar
feed gas masuk dan keluar akan melalui lower heat exchanger yang dipasang
di bagian bawah konverter.
2.2.4. Judgement dan Pemilihan Proses
Prarancangan Pabrik Amoniak dari Low Grade Coal kapasitas 580.000 ton/tahun
21 M Harun Al Rasyid 12/330386/TK/39560 Wisnu Murti 12/333255/TK/39676 Rizky Arimurty Hadju 12/333792/TK/40134
Jadi dari uraian di atas dipilih proses sintesis amoniak dengan kondisi
operasi 140 atm dan suhu 270-500oC dan katalis yang digunakan adalah besi (Fe).
Pemilihan suhu dan tekanan ini didasarkan atas pertimbangan laju reaksi dan
kesetimbangannya. Adapun ringkasan dari pemilihan jenis konverter diberikan pada
Tabel 3
Tabel 3. Perbandingan Jenis-Jenis Konverter
Konverter dengan
Internal Cooling
Konverter dengan
Quench Cooling
Konverter dengan
Indirect Cooling
Kapasitas, MTPD 300 Mencapai 2000 Mencapai 2000
Lower Heat Exchanger Ada Ada Ada/tidak
Kompleksitas Desain Kompleks Lebih sederhana kompleks
Konversi Mencapai 12 % Mencapai 17% Mencapai 20%
Pressure Drop Tinggi Tinggi Rendah
Penggunaan pada Industri Sudah tidak
digunakan
Sudah banyak
dikembangkan,
dan banyak
digunakan pada
saat ini.
Sudah banyak
dikembangkan,
dan banyak
digunakan pada
saat ini.
(Christiansen dkk, 1995)
Pada tugas prarancangan pabrik amoniak dari low grade coal ini dibutuhkan
amoniak konverter yang mempunyai efisiensi yang tinggi untuk mengoptimalkan
produk. Kapasitas yang ingin dicapaipun tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar,
sehingga dipilih konverter dengan quenching cooling. Penggunaan konverter
dengan internal cooling tidak feasible karena kapasitas yang diberikan terlalu kecil,
dan memiliki desain yang kompleks begitu pula indirect cooling.