BAB I PENDAHULUAN - iaitfdumai.ac.id · tentang arti pembangunan, dimana dia menegaskan: Pertanyaan...

29
_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kajian mengenai pembangunan memiliki dua dimensi yang berbeda. Yakni diantara studi pembangunan dan ekonomi pembangunan. Akan tetapi keduanya memberikan tumpuan kepada kesejahteraan (well-being) sebagai orientasi dari pembangunan. Meskipun dengan orientasi kesejahteraan, namun perdebatan timbul dikalangan penggiat teori pembangunan di seputar apakah sesungguhnya kesejahteraan itu, dan bagaimana caranya untuk direalisasikan. Ukuran kesejahteraan seringkali disamakan dengan posisi material suatu negara, yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, sesungguhnya PDB tidak menangkap semua aspek kehidupan manusia dan hal itu semakin diakui bahwa diperlukan langkah-langkah baru untuk mengukur kesejahteraan (Bandura, 2008). Kesejahteraan adalah gagasan bahwa orang-orang dan pembuat kebijakan pada umumnya bercita-cita untuk ditingkatkan. Namun, itu adalah konsep yang ambigu, definisi yang tidak bersifat universal dan tidak dapat diterima dan sering dihadapkan dengan interpretasi persaingan. Kesejahteraan umumnya dipandang sebagai sebuah deskripsi keadaan dari situasi kehidupan masyarakat (Gillivray, 2007).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - iaitfdumai.ac.id · tentang arti pembangunan, dimana dia menegaskan: Pertanyaan...

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kajian mengenai pembangunan memiliki dua dimensi yang berbeda. Yakni

diantara studi pembangunan dan ekonomi pembangunan. Akan tetapi keduanya

memberikan tumpuan kepada kesejahteraan (well-being) sebagai orientasi dari

pembangunan. Meskipun dengan orientasi kesejahteraan, namun perdebatan timbul

dikalangan penggiat teori pembangunan di seputar apakah sesungguhnya

kesejahteraan itu, dan bagaimana caranya untuk direalisasikan.

Ukuran kesejahteraan seringkali disamakan dengan posisi material suatu

negara, yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, sesungguhnya

PDB tidak menangkap semua aspek kehidupan manusia dan hal itu semakin diakui

bahwa diperlukan langkah-langkah baru untuk mengukur kesejahteraan (Bandura,

2008).

Kesejahteraan adalah gagasan bahwa orang-orang dan pembuat kebijakan

pada umumnya bercita-cita untuk ditingkatkan. Namun, itu adalah konsep yang

ambigu, definisi yang tidak bersifat universal dan tidak dapat diterima dan sering

dihadapkan dengan interpretasi persaingan. Kesejahteraan umumnya dipandang

sebagai sebuah deskripsi keadaan dari situasi kehidupan masyarakat (Gillivray,

2007).

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

2

Islam identik dengan kesejahteraan, karena tujuan utama Syariat Islam

adalah membentuk manusia yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam

artian mencapai falah. Kesejahteraan menurut Islam tidak saja sebatas menyangkut

kehidupan lahir, melainkan juga aspek batin. Kesejahteraan sejalan dengan misi

Islam itu sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi

Muhammad Saw, sebagaimana firman Allah SWT (Q.S.al-anbiyâ’:107) yang

artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat

bagi seluruh alam. (Muhibbuddin, 2014).

Selanjutnya menurut Muhibbuddin (2014), kesejahteraan dalam Islam

adalah pilar terpenting dalam keyakinan seorang Muslim adalah kepercayaan

bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT. Dia tidak tunduk kepada siapa pun

kecuali kepada Allah SWT. (Q.S. ArRa’du:36) dan (Q.S. Luqman: 32). Ini

merupakan dasar bagi piagam kebebasan sosial Islam dari segala bentuk

perbudakan. Menyangkut hal ini, Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa

tujuan utama dari misi kenabian Muhammad SAW. Adalah melepaskan manusia

dari beban dan rantai yang membelenggunya (Q.S. Al-A’raf:157).

Mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi manusia merupakan dasar sekaligus

tujuan utama dari syariat Islam (mashlahah al ibad), karenanya juga merupakan

tujuan ekonomi Islam. Perlindungan terhadap mashlahah terdiri dari 5 (lima) hal,

yaitu keimanan (ad-dien), ilmu (al-‘ilm), kehidupan (an-nafs), harta (al-mal) dan

kelangsungan keturunan (an-nash) yang kelimanya merupakan sarana yang

dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan yang baik dan mencapai tingkat

kesejahteraan. Syariat Islam bertujuan memelihara kemaslahatan manusia sekaligus

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

3

menghindari mafsadat dan mudharat dari berbagai aspek kehidupan baik di dunia

maupun di akhirat. Ada 5 (Lima) Masalah dasar sebagai bagian dari maqasid al

Syariah yang harus dipelihara yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan

harta. Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan

yang mutlak harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan di

akhirat. Jika salah satu dari kebutuhan di atas tidak terpenuhi atau terpenuhi dengan

tidak seimbang kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna untuk

menuju kesejahteraan yang hakiki. (Syatibi, t.th)

Kesejahteraan sulit untuk didefinisikan, tetapi lebih sulit lagi untuk

diukur. Secara umum, langkah-langkah kesejahteraan dapat diklasifikasikan ke

dalam dua kategori besar, yakni ukuran objektif dan subjektif. Langkah-langkah

pada kategori pertama, dimana kesejahteraan diukur melalui fakta-fakta yang dapat

diamati seperti statistik ekonomi, sosial dan lingkungan. Kesejahteraan rakyat

biasanya dinilai secara tidak langsung dengan menggunakan langkah-langkah

kardinal. Di sisi lain, subjektif kesejahteraan diukur dengan menangkap perasaan

orang atau pengalaman nyata secara langsung, menilai kesejahteraan melalui

langkah-langkah ordinal (McGillivray dan Clarke, 2006; van Hoorn, 2007).

Kesulitan dalam mendefinisikan serta mengukur tingkat kesejahteraan

secara tepat, berdampak kepada ambiguitas dalam penentuan strategi serta

kebijakan pembangunan di sebuah negara. Bahkan selanjutnya berdampak pula

kepada kegagalan pembangunan dunia. Syah (2013) memaparkan data dan fakta

statistic bahwa hampir setengah atau lebih kurang 3 miliar penduduk dunia hidup

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

4

dengan pendapatan USD 2,5 per hari, setidaknya 80 persen penduduk bumi hidup

dengan pendapatan dibawah USD 10 per hari.

Todaro (2011) menyatakan bahwa pengalaman pembangunan dalam

dasawarsa 1950-an dan 1960-an, pada saat negara-negara berkembang mencapai

target pertumbuhan ekonomi namun tingkat kehidupan sebagian besar masyarakat

umumnya tetap tidak berubah, menunjukkan bahwa ada yang sangat salah dengan

pengertian pembangunan yang sempit itu. Kini, makin banyak ekonom dan

pembuat kebijakan yang menyuarakan perlunya upaya serius untuk menanggulangi

meluasnya kemiskinan absolute, distribusi pendapatan yang semakin tidak merata,

dan meningkatnya pengangguran. Singkatnya, selama dasawarsa 1970-an

pembangunan ekonomi mulai didefinisikan ulang dalam kaitannya sebagai upaya

pengurangan angka kemiskinan dalam konteks perekonomian yang semakin

berkembang. “pertumbuhan dan pemerataan” kemudian menjadi slogan bersama.

Seers (dalam Todaro, 2013) dengan tepat mengajukan pertanyaan dasar

tentang arti pembangunan, dimana dia menegaskan: Pertanyaan yang perlu

diajukan tentang pembangunan suatu negara adalah: apa yang terjadi dengan

kemiskinan di negara itu? Apa yang terjadi dengan tingkat pengangguran nya?

Apa yang terjadi dengan ketimpangan nya? Jika ketiga hal itu telah menunjukkan

penurunan, maka tidak diragukan lagi bahwa pembangunan di negara tersebut telah

menunjukkan tanda keberhasilan. Jika satu atau dua kondisi itu, apalagi ketiganya

memburuk, maka akan sangat aneh untuk menyebutnya sebagai “pembangunan”,

sekalipun pendapat per kapita meningkat berlipat ganda.

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

5

Penegasan ini bukanlah spekulasi kosong dan bukan pula uraian keadaan

yang sifatnya hipotetis. Sejumlah negara berkembang telah mencapai tingkat

pertumbuhan pendapatan per kapita yang relatif tinggi selama dasawarsa 1960-an

dan 1970-an, tetapi pada saat yang sama menunjukkan sedikit atau tidak ada

perbaikan atau bahkan sedikit penurunan dalam tingkat pengangguran,

ketimpangan, dan pendapatan rill dari 40 persen bagian bawah populasi.

Berdasarkan definisi awal tentang pertumbuhan, negara-negara ini sedang

berkembang, tetapi tidak demikian halnya jika didasarkan pada kriteria baru tentang

kemiskinan, kesetaraan, dan lapangan kerja. Situasinya memburuk dalam

dasawarsa 1980-an dan 1990-an, ketika tingkat pertumbuhan GNI (Gross National

Income) menjadi negatif di kebanyakan Negara berkembang dan pemerintah yang

menghadapi masalah pembengkakan utang luar negeri terpaksa mengurangi

program-program sosial dan ekonomi yang sebenarnya memang sudah terbatas

(Todaro,2011: 17).

Pada saat yang sama, kita juga tidak dapat berharap bahwa pertumbuhan

yang tinggi di negara maju akan menetes ke bawah ke kaum miskin di negara

berkembang. Pertumbuhan berlangsung cepat di kebanyakan negara berkembang

dalam dasawarsa 2000-an, sekalipun banyak yang meragukan bahwa hal itu

kemungkinan terdorong oleh pertumbuhan semu dari aktivitas ekonomi spekulatif

yang disebut gelembung ekonomi (economic bubble) di negara-negara barat dan

dapat merosot tajam karena krisis ekonomi dan dampak guncangan berikutnya

(Todaro, 2011).

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

6

Goulet (dalam Todaro, 2011) menggambarkan keadaan keterbelakangan

dengan ungkapan yang menarik. “Keterbelakangan itu sangat menggetarkan hati:

kita berhadapan dengan kemelaratan, penyakit kematian yang tak perlu, dan

keputusasaan. Pengamat paling empiris sekalipun hanya dapat berbicara secara

objektif tentang keterbelakangan jika ia telah mengalami langsung atau setidaknya

dekat dengan “kejutan keterbelakangan”. Kejutan budaya yang unik ini terjadi

pada seseorang ketika terlibat dalam emosi yang menyelimuti “budaya

kemiskinan.” Kejutan sebaliknya di rasakan oleh orang-orang yang hidup dalam

kemelaratan ketika mereka diberi tahu bahwa kehidupan mereka tidak manusiawi

dan sesungguhnya dapat diubah. Perasaan yang berkembang dalam situasi

keterbelakangan adalah ketidak berdayaan pribadi dan sosial ketika berhadapan

dengan penyakit dan kematian, kebingungan dan ketidak tahuan ketika berupaya

memahami perubahan, sikap rendah diri ketika berhadapan dengan orang-orang

yang dipandang menentukan nasib mereka, serta keputusasaan ketika menghadapi

bencana kelaparan dan musibah alam. Kemiskinan kronis adalah neraka jahanam,

dan kita tidak akan mampu memahami betapa kejamnya neraka itu hanya dengan

memandang kemiskinan sebagai suatu objek”.

Dengan demikian, fenomena pembangunan atau keterbelakangan kronis

bukan sekadar persoalan Ilmu Ekonomi, atau bahkan sekadar pengukuran secara

kuantitatif atas pendapatan, lapangan kerja, dan ketimpangan. Keterbelakangan

adalah keadaan rill dalam kehidupan sehari-hari bagi lebih dari 3 miliar orang di

dunia – keadaan kejiwaan orang-orang yang terperangkap di dalamnya, dan juga

kondisi kemiskinan nasional (Todaro, 2011)

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

7

Oleh sebab itu, pembangunan haruslah dipandang sebagai proses

multidimensi yang melibatkan berbagai perubahan mendasar dalam struktur sosial,

sikap masyarakat, dan lembaga nasional; serta percepatan pertumbuhan,

pengurangan ketimpangan, dan penanggulangan kemiskinan. Pada hakikatnya,

pembangunan haruslah mencerminkan perubahan sistem sosial secara total sesuai

dengan berbagai kebutuhan dasar, serta upaya menumbuhkan aspirasi individu dan

kelompok-kelompok sosial dalam sistem itu. Pembangunan seharusnya merupakan

upaya untuk mengubah kondisi kehidupan dari yang di pandang tidak memuaskan

menjadi lebih baik secara lahir dan batin (Todaro, 2011).

Asmartya Sen (dalam Todaro, 2011) menyatakan bahwa “kapabilitas” untuk

berfungsi (capability to function)” merupakan hal yang paling berperan untuk

menentukan status miskin tidaknya seseorang. Dia menyatakan bahwa:

“Pertumbuhan Ekonomi tidak boleh dipandang sebagai tujuan. Pembangunan

haruslah lebih memperhatikan upaya peningkatan kualitas kehidupan yang kita

jalani dan kebebasan yang kita nikmati.”

Untuk memahami konsep kesejahteraan manusia pada umumnya dan

kemiskinan pada khususnya, kita perlu berpikir lebih dari sekadar ketersediaan

komoditas dan mulai mempertimbangkan penggunaannya untuk memperjelas apa

yang disebut Sen sebagai keberfungsian (Functioning). Sehingga keberfungsian

adalah apa yang dilakukan (atau dapat dilakukan) seseorang terhadap komoditas

dengan karakteristik tertentu yang dimiliki atau dikendalikannya. Kebebasan

memilih, atau kendali atas kehidupan pribadi, merupakan aspek penting dari hampir

semua pemahaman tentang kesejahteraan (Todaro, 2011)

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

8

Sen (dalam Todaro, 2011) menekankan bahwa, penilaian seseorang tentang

kehidupan yang bermakna tidak selalu sama dengan hal-hal yang menyenangkan

orang itu. Jika kita kaitkan utilitas dengan kebahagiaan dalam cara tertentu, maka

orang yang sangat miskin boleh jadi memiliki utilitas yang sangat tinggi. Bahkan

adakalanya orang-orang yang mengalami malnutrisi memiliki keyakinan untuk

merasa cukup bahagia atau belajar mensyukuri setiap kesenangan kecil yang dapat

di nikmati, misalnya embusan angin dalam terik mentari, dan menghindari rasa

kecewa dengan cara hanya berusaha mendapatkan hal-hal yang memang mungkin

diraih (sangatlah manusiawi untuk mengatakan bahwa anda tidak menginginkan

hal-hal yang tidak dapat anda miliki). Kalau memang tidak ada yang dapat

dilakukan untuk mengatasi kemiskinan, sikap kebahagiaan subjektif seperti itu

tidak diragukan lagi akan sangat menguntungkan secara spiritual, sikap ini tidak

akan membuat si miskin yang tidak memilik rumah mampu merasakan

kebahagiaan, sehingga tidak memandang betapa pentingnya peluang untuk terbebas

dari penyakit atau mendapat tempat tinggal sederhana.

Konsep “keberfungsian” Amartya Sen ini dalam pandangan Islam sangat

dekat dengan konsep keberkahan. Para ulama mendefinisikan berkah atau Al-

Barakah adalah kebaikan yang banyak lagi tetap. Artinya, segala sesuatu hendaklah

mendatangkan kemanfaatan yang banyak. Kuantitas tidak dapat dijadikan ukuran

akhir pencapaian. Namun tujuan akhirnya adalah kemanfaatan, atau kemaslahatan

yang harus menjadi ukurannya. Konsep keberkahan ini sesungguhnya

mengantarkan pada keselarasan diantara objek well-being dan subjek well-being

yang harus seimbang sebagai orientasi pembangunan ekonomi. Sehingga

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

9

kebahagiaan hanya dapat diraih melalui keberkahan. Sehingga wajar saja jika

seorang Muslim dalam doanya selalu mengharapkan keberkahan dalam

kehidupannya.

Sejalan dengan Amartya Sen, “Dalam pengertian kebahagiaan, utilitas dapat

dicakup dengan baik dalam daftar beberapa keberfungsian yang penting dan relevan

dengan kesejahteraan seseorang.” Akhir-akhir ini, para ekonomi telah mengkaji

hubungan kepuasan dan kebahagiaan subjektif dengan sejumlah factor lain seperti

pendapatan.

Pada bulan Juli 2011, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

mengusulkan 'kebahagiaan masyarakat' sebagai ukuran baru untuk memandu

kebijakan pembangunan. Pada bulan April tahun berikutnya, PBB meluncurkan

pertemuan pertama tentang kebahagiaan dan kesejahteraan, yang dipimpin oleh

Perdana Menteri Bhutan. Tidak lama setelah itu, untuk pertama kalinya World

Happiness Report (Earth Institute, 2012) diterbitkan. Momentum ini sejalan dengan

kemajuan dalam standar dan pengumpulan data, sehingga menyebabkan komponen

kebahagiaan terintegrasi ke dalam millennium development goals (MDGs)

untuk 2015-2030, .

Kajian empiris dilakukan di sejumlah negara dan dilakukan dalam periode

waktu tertentu. Salah satu temuan kajian itu adalah bahwa rata-rata tingkat

kebahagiaan atau kepuasan meningkat sejalan dengan pendapatan suatu negara.

Sebagai contoh, persentase jumlah orang yang menyatakan bahwa mereka tidak

bahagia atau tidak puas di Tanzania, Bangladesh, India, dan Azerbaijan empat kali

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

10

lebih besar dibandingkan dengan orang-orang di amerika serikat dan swedia

(Todaro,2011).

Kajian yang menghubungkan diantara pendapatan dan kebahagiaan

akhirnya marak dilakukan. Hal itu membuktikan bahwa kesejahteraan belum tepat

bila hanya diukur dari satu sisi yakni pendapatan per kapita. Sehingga para ekonom

telah melampaui batas-batas bidang mereka dengan menghubungkan variabel

ekonomi terhadap psikologi serta ilmu perilaku lainnya dalam penelitian mereka

tentang well-being. Hal ini telah menyebabkan eksplorasi besar-besaran pada

literature subjektif well-being, (kebahagiaan). (Bandura, 2008).

Gagasan bahwa kebahagiaan adalah penting untuk masyarakat bukanlah hal

baru. Banyak intelektual terkemuka, filsuf dan pemimpin politik sepanjang sejarah,

termasuk Aristoteles, Confucius, dan Plato telah mengagas konsep kebahagiaan

dalam filsafat mereka. Namun secara akademik kebahagiaan yang dikaitkan dengan

variabel ekonomi atau ekonomi kebahagiaan baru dimulai sejak tahun 1972, oleh

mantan Raja Bhutan, Jigme Singye Wangchuck. Dia memperkenalkan gross

national happiness (GNH) melalui filsafat empat pilar pembangunan dalam sebuah

konferensi internasional. Sejak itu kajian tentang ekonomi kebahagiaan terus

berkembang sehingga menurut Bruno (2013), sampai dengan tahun 2011 tercatat

20.000 artikel yang dimuat di google scholar berkenaan dengan ekonomi

kebahagiaan, yang menandakan bahwa bidang kajian ini sangat populer.

Di Indonesia, untuk pertama kalinya di tahun 2013 Biro Pusat Statistik

(BPS) melaksanakan Studi Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK). Studi

tersebut menghasilkan indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia tahun 2013

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

11

adalah sebesar 65, 11 pada skala 0-100. Indeks kebahagiaan tersebut merupakan

rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu di Indonesia pada

tahun 2013. Nilai indeks 100 merefleksikan kondisi sangat bahagia. Sebaliknya,

angka indeks 0 menggambarkan kehidupan individu yang sangat tidak bahagia

(BPS, 2014).

Tingkat kebahagiaan masyarakat ialah suatu ukuran evaluasi kehidupan

secara keseluruhan maupun menurut domain kehidupan tertentu yang esensial.

Secara teoritis, konsep kebahagiaan memiliki makna dan cakupan yang tidak hanya

terbatas pada kondisi kehidupan masyarakat yang menyenangkan (pleasant life),

maupun kondisi kehidupan yang baik (good life), tetapi juga pada kondisi

kehidupan yang bermakna (meaningful life) (BPS, 2014).

Tingkat kebahagiaan (kepuasan hidup) bersifat kuantitatif, dalam arti dapat

diukur dan nilainya dapat diperbandingkan antar individu. Indeks Kebahagiaan

merupakan indeks komposit yang diukur secara ter timbang dan mencakup

indikator kepuasan individu terhadap 10 (sepuluh) domain kehidupan yang

esensial. Kesepuluh domain yang secara substansi dan bersama-sama

merefleksikan tingkat kebahagiaan individu meliputi: (1) pekerjaan, (2) pendapatan

rumah tangga, (3) kondisi rumah dan aset, (4) pendidikan, (5) kesehatan, (6)

keharmonisan keluarga, (7) hubungan sosial, (8) ketersediaan waktu luang, (9)

kondisi lingkungan, dan (10) kondisi keamanan (BPS,2014).

Tingginya indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia tahun 2013 itu

mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin

(2014) menyatakan bahwa indeks kebahagiaan dapat mengukur capaian kinerja

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

12

pembangunan pemerintah menjadi lebih valid, sekaligus menjadi pertimbangan

pemerintah dalam mendorong kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, Kepala

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Heruanto Hadna (2014)

menyatakan bahwa mengukur kebahagiaan bukan hal mudah, persepsi orang

tentang bahagia antara satu dengan yang lainnya bisa saja berbeda sehingga sangat

subjektif. Menurutnya, ukuran-ukuran yang digunakan dalam SPTK yang

dilakukan oleh BPS itu hanya pada aspek ekonomi. Yakni tentang pekerjaan,

pendapatan, dan sebagainya. Sehingga ukuran itu lemah karena tidak semua

kebahagiaan orang bisa diukur dari pendekatan tersebut.

Senada dengan itu, Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat, Kasnawi

(2014) menegaskan bahwa kesepuluh indikator yang dijadikan ukuran oleh BPS

belum sempurna karena tidak memasukkan unsur spiritualitas atau iman dan takwa.

Menurutnya, hal itu penting mengingat Bhutan merupakan negara pertama yang

memperkenalkan konsep kebahagiaan pada tahun 1970an, memasukan unsur

spiritualitas (Budhisme) ke dalam indikator kebahagiaan masyarakatnya. Dia

menegaskan bahwa Kesepuluh indikator tersebut hanya membawa kita pada hal-

hal yang bersifat material semata.

Berbeda dengan Kasnawi, Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

Bappenas, Widjojo (2014) menanggapi kebahagiaan itu dari aspek perbedaan

sebaran kawasan. Menurutnya, Kebahagiaan berbeda bila dilihat dari kawasan

pemukiman seseorang. Tingkat kebahagiaan di suatu tempat berbeda dengan

tempat yang lain. Hal tersebut sesuai dengan hasil survey BPS yang menyatakan

bahwa tingkat kebahagiaan di daerah perkotaan lebih besar yakni 65,92 sementara

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

13

kawasan pedesaan 64,32. Kenyataan ini disebabkan oleh faktor tertentu seperti

persoalan pendapatan, dimana perkotaan memiliki pendapatan lebih tinggi

dibandingkan kawasan desa. Sedangkan, untuk persoalan keharmonisan rumah

tangga dan kondisi lingkungan, daerah pedesaan jauh lebih baik.

Upaya BPS dalam melengkapi data pengukur kinerja pembangunan ini

dengan meletakkan indeks kebahagiaan mendapat sambutan dari semua pihak.

Namun parameter yang digunakan oleh BPS dalam menakar kebahagiaan itu masih

menuai pertentangan. Masih diperlukan penyempurnaan-penyempurnaan sehingga

indeks kebahagiaan itu dapat menjadi tolak ukur pembangunan dimasa hadapan.

Kesadaran memasukkan aspek spiritualitas sebagai indikator menjadi wacana yang

menantang terutama bagi kalangan akademisi.

Sebagai salah satu indikator yang diharapkan dapat mengukur kinerja

pembangunan di sebuah negara, kebahagiaan menjadi tema menarik dalam banyak

diskusi dan kajian pembangunan dewasa ini, Campante (2013) mencoba melihat

pengaruh dari religius terhadap pertumbuhan ekonomi dan kebahagiaan bukti dari

amalan muslim di bulan Romadhan. Kajian ini mendapati terdapat hubungan

pengamalan ibadah di bulan Romadhan terhadap kebahagiaan meskipun terhadap

pertumbuhan ekonomi hubungannya bersifat negatif.

Kajian yang coba menghubungkan diantara kebahagiaan dengan

pertumbuhan ekonomi (PDB) telah dimulai oleh Easterlin (1974) membahas

tentang faktor yang berkontribusi terhadap kebahagiaan dalam kajiannya yang

berjudul “Apakah Pertumbuhan Ekonomi Memperbaiki Lot Manusia”. Easterlin

menemukan bahwa dalam suatu Negara, orang dengan pendapatan yang lebih tinggi

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

14

lebih mungkin untuk menyatakan merasa bahagia. Namun, dalam perbandingan

internasional, rata-rata menyatakan tingkat kebahagiaan tidak berbeda jauh dengan

pendapatan nasional per orang, setidaknya untuk negara-negara dengan pendapatan

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Demikian pula, meskipun

pendapatan per orang meningkat terus di Amerika Serikat antara tahun 1946 dan

1970, rata-rata yang menyatakan bahagia tidak menunjukkan tren jangka panjang

dan menurun antara tahun 1960 dan 1970. Artinya, pendapatan tinggi tidak

berkorelasi dengan kebahagiaan. Temuan Easterlin ini menjadi fondasi dalam

kerangka ilmu ekonomi kebahagiaan dan disebut juga dengan Easterlin Paradox.

Berbeda dengan Easterlin, Clark (2011) mengamati apakah pertumbuhan

ekonomi (PDB) dapat mempengaruhi kebahagiaan masyarakat negara berkembang.

Clark menemukan bahwa, bagi Negara berkembang dengan ciri politik yang tidak

stabil, maka pertumbuhan PDB berkontribusi terhadap kebahagiaan masyarakat,

namun hal itu hanya bersifat sementara. "Ketika dilakukan plot-rata kebahagiaan

versus pendapatan rata-rata untuk kelompok masyarakat di suatu negara pada

waktu tertentu, orang-orang kaya sebenarnya jauh lebih bahagia daripada orang

miskin. (Frank, 2005). Hal ini berlaku untuk kedua negara maju dan berkembang,

bahkan hal tersebut kadang-kadang disarankan bahwa kemiringan income

happiness lebih besar terjadi pada negara berkembang atau transisi daripada di

negara maju (lihat Clark et al, 2008).

Bukti empiris bahkan lebih konklusif dan konsensus mengenai gradien

income happiness seluruh Negara, Deaton (2008) misalnya, menemukan sebuah

elastisitas 0.84 antara log pendapatan rata-rata dan rata-rata kepuasan nasional di

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

15

satu set besar sampel perwakilan nasional dari orang yang tinggal di 129 negara

maju dan berkembang, dengan menggunakan data dari Gallup World Poll tahun

2006. Dalam semangat yang sama, Inglehart (1990) menganalisis data dari 24

negara pada tingkat perkembangan yang berbeda dan menemukan 0.67 korelasi

antara GNP per kapita dan kepuasan hidup.

Dalam sebuah makalah yang lebih baru, Inglehart et al. (2008) melaporkan

korelasi s0.62 dengan menggunakan semua data yang tersedia dalam data survei

nilai-nilai dunia (World Values Survey). Wolfer’s dan Stevenson (2008), dengan

menggunakan satu set data yang sangat komprehensif mengungkap bahwa gradien

diantara negara sejahtera, biasanya berpusat di sekitar 0, 4. Dalam survei Inglehart

et al. (2008) hasil analisis menemukan bahwa, di Denmark 52 persen masyarakat

menunjukkan bahwa mereka sangat puas dengan kehidupan mereka (dengan skor

lebih dari 8 pada skala 10-point) dan 45 persen mengatakan mereka sangat senang.

Sebaliknya, di Armenia hanya 5 persen mengatakan mereka sangat puas dan 6

persen sangat senang.

Bila kajian-kajian diatas memfokuskan pada pendapatan dan kebahagiaan,

namun terdapat pula kajian-kajian yang melihat hubungan diantara religiusitas

terhadap pendapatan dan kebahagiaan. Hubungan antara agama dan kinerja

ekonomi berkorelasi negatif. Hal ini diamati dari praktik keagamaan (misalnya

kehadiran pada ibadah keagamaan) terhadap pertumbuhan ekonomi (Barro dan

McCleary, 2003: McCleary dan Barro, 2006). Meskipun demikian ternyata

religiusitas berpengaruh terhadap kebahagiaan atau subjec well-being sebagaimana

dapatan kajian Carlk (2011).

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

16

Kenyataan ini tentu menarik perhatian kita semua di saat angka

pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tahun 2013 yakni sebesar 5,78 persen

menurun bila dibandingkan dari tahun sebelumnya 2012 sebesar 6,23 persen dan

6 persen pada tahun 2011. Sementara indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia di

tahun 2013 adalah sebesar 65,11 pada skala 0-100, indeks tersebut menyatakan

bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bahagia. Indeks kebahagiaan

itu semakin kontras lagi bila disandingkan dengan angka kemiskinan di Indonesia.

Angka kemiskinan pada Maret 2013 tercatat sebesar 11, 37 persen atau 28,

07 juta orang. Besarnya angka kemiskinan itu dipertajam pula dengan indeks

kedalaman kemiskinan yang naik dari 1, 75 persen (Maret 2013) menjadi 1, 89

persen. Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik dari 0, 43 persen (Maret)

menjadi 0, 48 persen. Artinya tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia semakin

parah. Sebab berada menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran

penduduk miskin semakin melebar (Suryamin, 2014).

Indeks kebahagiaan Indonesia yang diekspos BPS pada tahun 2013 itu

memang memiliki banyak perdebatan ketika dilihat dari aspek makro yang

melingkupinya. Namun yang angka 65,11 kebahagiaan di Indonesia pada tahun

2013 itu tidak mengagetkan jika kita melihat apa yang dimuat oleh Riard Layard

(dalam Todaro, 2011;23), dimana dia memaparkan gambar sebaran perbandingan

pendapatan dan kebahagiaan yang merupakan perbandingan antar Negara

sebagaimana gambar 1 dibawah ini

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

17

Gambar 1.1: Pendapatan dan Kebahagiaan Perbandingan Antar Negara

Sumber Todaro (2011; 23)

Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa tingkat kebahagiaan Indonesia

mendekati angka 90, padahal pendapatan per kapita per tahun dibawah USD 5 ribu.

Dari gambar diatas juga terlihat, tingkat kebahagiaan Indonesia itu hampir sama

dengan tingkat kebahagiaan masyarakat di Negara-negara yang berpendapatan

tinggi yakni diatas USD 20 ribu.

Kajian Riard Layard sebagaimana diatas, dilakukan pada tahun 2005, yang

menghasilkan indeks kebahagiaan Indonesia mendekati angka 90, dan sementara

survey BPS tahun 2013 menemukan bahwa indeks kebahagiaan Indonesia adalah

sebesar 65,11. Meskipun dengan angka yang berbeda, namun dapat disimpulkan

baik Layard maupun BPS, menyatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah

masyarakat yang “bahagia”.

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

18

“Susah namun bahagia”,”miskin tapi bahagia”. Adalah ungkapan-

ungkapan yang cocok dengan kondisi tersebut, sehingga hal itu menjadi sangat

fenomenal. Banyak faktor yang mungkin dapat dihubungkan dengan kondisi

tersebut. Namun berkaca dari Bhutan, maka religiusitas Budha memberikan

kontribusi besar terhadap tingkat Gross Nasional Happiness di Sana. Sehingga

religiusitas memainkan peran penting dalam penciptaan kebahagiaan. Hal itu

sejalan dengan hasil kajian Campante (2013), yang menemukan hubungan

signifikan diantara pelaksanaan ibadah di bulan Romadhan terhadap kebahagiaan.

Apa yang terjadi dengan Indonesia pada hari ini adalah bahwa ketimpangan

melebar, tingkat kesejahteraan penduduk miskin kian tertinggal, penduduk kaya

semakin kaya, tetapi secara keseluruhan masyarakat Indonesia merasa berbahagia.

Kondisi itu terlihat dari gambar berikut ini:

Gambar 1.2: Kondisi Ketimpangan dan Kebahagiaan Indonesia 2013

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

19

Sumber: Bisnis.com, 2014

Gambar diatas terlihat dengan jelas kondisi ketimpangan di Indonesia

meskipun masyarakatnya merasa sangat bahagia. Sebagaimana disampaikan oleh

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, bahwa angka ketimpangan sosial

ekonomi Indonesia saat ini tercermin secara nyata dalam gini ratio Indonesia yang

tidak membaik sejak tahun 2011 yang berada di level 0,41. Dimana, rasio gini

berada di angka 0 hingga 1, yang artinya seberapa besar porsi orang kaya

menikmati kue ekonomi nasional. Semakin besar gini rasio, semakin besar tingkat

ketimpangan. Gini rasio hingga 0,3 dianggap masih aman, tetapi 0,4 hingga 0,6

sudah dianggap lampu kuning, sedangkan lebih dari 0,6 adalah rasio yang

berbahaya. Kondisi gini rasio yang masih relatif "hijau" masih terjadi hingga tahun

2010, di mana posisinya masih di angka 0, 38. Di era Orde Baru, gini rasio berkisar

0, 31-0, 38. Data BPS juga mengindikasikan kondisi ketimpangan sosial ekonomi

yang makin melebar, jika dikonfrontasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi

yang mencapai 5-6 persen dalam beberapa tahun terakhir. (Bisnis.com, 2014).

Suryamin menjelaskan, kelompok kaya lebih mendapatkan manfaat dari

pertumbuhan ekonomi tersebut. Pada 2008, 40 persen penduduk di kelompok

pendapatan terendah masih menikmati PDB antara 21-23 persen. Namun porsi itu

anjlok menjadi hanya 16 persen pada 2012. Sebaliknya, 20 persen penduduk

terkaya, yang pada 2008 sudah menikmati 40 persen produk domestik bruto atau

kue ekonomi nasional, melonjak menjadi penikmat 49 persen kue ekonomi

nasional pada 2012. Ini terjadi, karena dari rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 6

persen, penduduk miskin hanya menikmati kenaikan pendapatan maksimal 2

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

20

persen per tahun. Sebaliknya penduduk terkaya menikmati kenaikan pendapatan

hingga 8 persen. Artinya, "Kenaikan pendapatan penduduk yang kaya melonjak

signifikan, sedangkan penduduk miskin meski pendapatannya naik tetapi tidak

besar Ketimpangan pendapatan sebagaimana diatas, tidak serta merta

menyebabkan masyarakat Indonesia tidak berbahagia. Hal itu terlihat dari hasil

survei BPS atas lebih dari 9000 sampel dari seluruh Indonesia pada 2013, yang

menghasilkan indeks 65, 11. Menurut Suryamin, indeks 65, 11 itu mencerminkan

bahwa masyarakat Indonesia "berbahagia". Angka indeks di atas 75 baru bisa

disebut sangat bahagia. Tingkat kebahagiaan juga berbeda tergantung gender,

wilayah dan kelompok umur. (Bisnis.com, 2014).

Apa yang sesungguhnya berkontribusi kepada wujudnya kebahagiaan di

Indonesia merupakan teka teki yang menantang untuk di jawab. Sebagai salah satu

ukuran dari pembangunan nasional, selayaknya teka teki itu dapat uraikan sehingga

dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan dimasa mendatang. Apa yang

menarik untuk dianalisis adalah kenyataan bahwa Indonesia adalah sebuah negara

dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Survei BPS (2010) menjelaskan bahwa

87,18 persen dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam,

6,96 persen Protestan, 2,9 persen Katolik, 1,69 persen Hindu, 0,72 persen Buddha,

0,05 persen Kong Hu Cu, 0,13 persen agama lainnya. Merujuk pada kajian

Campante (2013) diatas, maka boleh jadi Jumlah pemeluk agama Islam yang

dominan di Indonesia itu, berkontribusi terhadap tingginya tingkat kebahagiaan

masyarakat meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit. Artinya Islam sangat

berkontribusi dalam pembentukan “kebahagiaan” di Indonesia.

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

21

Dari landasan pemikiran diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji

hubungan diantara “Pengaruh pembangunan dan pengamalan agama islam terhadap

kebahagiaan di Indonesia”.

1.2. Ruang Lingkup dan Perumusan Masalah

1.2.1. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun permasalahan dalam kajian ini berhubungan dengan kesejahteraan.

Kesejahteraan adalah merupakan harapan dari setiap individu dan pula merupakan

cita-cita pembangunan yang dilakukan oleh setiap bangsa. Namun kesejahteraan

memiliki dimensi yang luas untuk dapat diukur dan selanjutnya digunakan sebagai

penanda atas sebuah kemajuan pembangunan.

Selama itu, kinerja ekonomi PDB selalu digunakan sebagai ukuran untuk

kesejahteraan dan kinerja pembangunan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak

Negara dengan pertumbuhan PDB yang tinggi namun masih menyisakan masalah

kemiskinan dan keterbelakangan. Artinya, kinerja ekonomi tidak seluruhnya dapat

menangkap kesejahteraan satu masyarakat. Kerancuan ini sudah merupakan

wacana pembangunan, sehingga muncul berbagai bentuk baru secara objektif

mengukur kinerja pembangunan seperti indeks pembangunan manusia (IPM).

Pendekatan objektif dalam menakar kesejahteraan itu ternyata masih jauh

dari harapan. Untuk itu muncul pendekatan subjektif yakni indeks kebahagiaan,

yang mewakili pengukuran dari subjek well-being. Pendekatan baru ini sangat

memberikan peluang bahwa kesejahteraan dapat ditakar dengan benar. Namun di

satu sisi pendekatan ini pun menyisa persoalan bilamana pada kenyataannya indeks

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

22

yang dihasilkan berbeda jauh dengan fakta serta indikator ekonomi secara makro

lainnya. Hal inilah yang terjadi dengan indeks kebahagiaan di Indonesia tahun 2013

Meskipun dengan hasil dapatan yang dianggap jauh dari kenyataan. Namun

dalam berbagai pertemuan BPS dan Bapenas, menyimpulkan bahwa indeks

kebahagiaan Indonesia 2013, masih perlu penyempurnaan dimana dalam indikator

ukurannya belum memasukkan aspek religious sebagai bagian penting dari

kebahagiaan itu sendiri (Kasnawi,2014).

Dengan demikian kajian pengaruh pembangunan dan pengamalan agama

Islam terhadap kebahagiaan di Indonesia ini akan menetapkan ruang lingkup kajian

pada aspek kinerja pembangunan yang mencangkup kinerja pembangunan

ekonomi, yang diukur dari produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita,

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta kemiskinan. Variabel pengamalan

agama Islam di Indonesia Akan dirumuskan melalui pendekatan yang

memperhatikan indeks pembangunan Islam yang telah di rumuskan oleh

pengkajian sebelumnya seperti: Islamicity index EI2 (Askari, 2010), Islamic

Human Development Index IHD-I (MB Hendrie Anto, 2009), Integrated

Development Index I-Dex (Ruzita Mohd Amin, 2012) serta indeks pembangunan

Islam lainnya. Selanjutnya variabel tersebut dihubungkan dengan variabel

kebahagiaan di Indonesia, melalui indeks kebahagiaan.

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

23

1.2.2. Rumusan Masalah

Dari permasalahan dalam ruang lingkup diatas maka dapat dirumuskan masalah

dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita terhadap kebahagiaan di Indonesia;

2. Bagaimana pengaruh pengamalan agama Islam terhadap kebahagiaan di

Indonesia;

3. Bagaimana pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap kebahagiaan

di Indonesia;

4. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita melalui pengamalan agama Islam

terhadap kebahagiaan di Indonesia;

5. Bagaimana pengaruh kemiskinan melalui pengamalan agama Islam

terhadap kebahagiaan di Indonesia;

6. Bagaimana pengaruh indeks pembangunan manusia melalui pengamalan

agama Islam terhadap kebahagiaan di Indonesia;

7. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita, pengamalan agama Islam dan

indeks pembangunan manusia terhadap kebahagiaan di Indonesia;

8. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita, kemiskinan dan indeks

pembangunan manusia baik langsung maupun melalui pengamalan agama

Islam terhadap kebahagiaan di Indonesia;

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang serta permasalahan yang diajukan oleh

penulis maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

24

1. Menganalisis tentang PDRB per kapita terhadap kebahagiaan di Indonesia;

2. Menganalisis tentang pengamalan agama Islam terhadap kebahagiaan di

Indonesia;

3. Menganalisis tentang indeks pembangunan manusia terhadap kebahagiaan

di Indonesia;

4. Menganalisis tentang PDRB per kapita melalui pengamalan agama Islam

terhadap kebahagiaan di Indonesia;

5. Menganalisis tentang kemiskinan melalui pengamalan agama Islam

terhadap kebahagiaan di Indonesia;

6. Menganalisis tentang indeks pembangunan manusia melalui pengamalan

agama Islam terhadap kebahagiaan di Indonesia;

7. Menganalisis tentang PDRB per kapita, pengamalan agama Islam dan

indeks pembangunan manusia terhadap kebahagiaan di Indonesia;

8. Menganalisis tentang PDRB per kapita, kemiskinan dan indeks

pembangunan manusia baik langsung maupun melalui pengamalan agama

Islam terhadap kebahagiaan di Indonesia;

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberi sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi

pembangunan dalam perspektif Islam. Hasil dari kajian ini diharapkan

dapat memperkaya pengembangan teori ekonomi pembangunan Islam,

khususnya yang berkaitan dengan pengukuran kinerja pembangunan

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

25

sebuah Negara. Dengan memperhatikan konsep kesejahteraan subjektif

(kebahagiaan) yang islamis.

2. Sebagai referensi bagi kalangan akademisi dan masyarakat yang Akan

melakukan penelitian dengan topic sejenis

3. Memberikan masukan kepada pemerintah, para perencana pembangunan

(Bappenas dan Bappeda) dan otoritas penyedia data (BPS) dalam

menentukan indicator, strategi serta kebijakan pembangunan dimasa

mendatang.

1.5. Signifikansi Penelitian

Terdapat banyak kajian yang menjadikan kebahagiaan sebagai objeknya.

Pada umumnya kajian-kajian itu bermuara pada bidang ilmu psikologi. Bidang

ilmu ini selalu memeriksa individu satu dengan individu lainnya dari apa yang

mereka rasakan. Kajian ilmu ekonomi yang mengaitkan dengan apa yang dirasakan

oleh individu tersebut merupakan kajian yang masih bersifat baru.

Kebahagiaan marak didiskusikan dalam ranah ekonomi khususnya dalam

kajian ekonomi pembangunan, bilamana raja Bhutan Jigme Singye Wangchuck

(1970) memperkenalkan Gross National Happiness (GNH). Wangchuck

memperkenalkan Konsep GNH menyiratkan bahwa pembangunan berkelanjutan

harus mengambil pendekatan holistik terhadap gagasan kemajuan dan memberikan

sama pentingnya dengan aspek non-ekonomi kesejahteraan. Konsep GNH

diterjemahkan melalui empat pilar, yakni: tata pemerintahan yang baik,

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

26

pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan, pelestarian budaya, dan

konservasi lingkungan.

Dalam rangka menciptakan pemahaman luas tentang GNH dan untuk

mencerminkan rentang holistik nilai GNH, ke-empat pilar itu, kini telah

diklasifikasikan lebih lanjut menjadi sembilan domain Kesembilan domain itu

adalah: kesejahteraan psikologis, kesehatan, pendidikan, penggunaan waktu,

keragaman budaya dan ketahanan, tata pemerintahan yang baik, vitalitas

masyarakat, keragaman ekologi dan ketahanan, dan standar hidup.

Konsep GNH Bhutan yang diilhami dari religiusitas Budha sebagai agama

resmi Kerajaan Bhutan, selanjutnya mendapat banyak sambutan dari berbagai

kalang pemikir pembangunan. Kegagalan pembangunan ekonomi Dunia yang

masih menyisakan penderitaan, keterbelakangan dan perusakan lingkungan itu

telah menarik perhatian banyak kalangan untuk melakukan kajian tentang

kesejahteraan sebagai alternative dan ukuran baru kesejahteraan.

Bhutan merumuskan standar kebahagiaan itu melalui spirit Budhisme.

Namun para ilmuwan mencoba melihatnya dari perspektif rasionalitas empiris.

Kajian awal tentang kebahagiaan yang dilakukan oleh para ilmuwan ekonomi

sangat mengokohkan konsep kerajaan Bhutan tersebut. Dimana, Easterlin (1974)

telah melakukan kajian yang menghubungkan diantara pertumbuhan ekonomi

dengan kebahagiaan, dia menemukan bahwa tidak terdapat hubungan diantara

kemajuan ekonomi dengan tingkat kebahagiaan masyarakat, kenyataan ini dikenal

juga dengan Easterlin paradox.

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

27

Selaras dengan perkembangan kajian kebahagiaan, pada tahun 2013 untuk

pertama kalinya BPS melakukan survey tingkat kebahagiaan di Indonesia. Survei

itu membuktikan bahwa ternyata masyarakat Indonesia berada dalam suasana yang

bahagia dengan indeks kebahagiaan 65, 11%. Bahkan sebelum itu sesungguhnya

Riard Layard (2005) juga mendapati hal yang sama dengan angka kebahagiaan

Indonesia mendekati 90%. Dimana angka tersebut mendekati sama dengan

Negara-negara berpendapatan tinggi di atas USD 20 ribu per tahun , padahal

pendapatan per kapita Indonesia pada waktu itu dibawah USD 5 ribu per tahun,

lihat gambar 1. Kondisi itu sesungguhnya masih linier dengan Easterlin paradox,

dimana pertumbuhan ekonomi tidak punya hubungan dengan kebahagiaan.

Akan tetapi kenyataan dimana pendapatan yang rendah dengan tingkat

kebahagiaan yang tinggi itu bertolak belakang dengan banyak kajian-kajian

kebahagiaan mutakhir yang menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki

hubungan signifikan dengan kebahagiaan khususnya bagi Negara berkembang

seperti Indonesia (Riard Layard, 2006: Wolfers J, at el, 2010). Sehingga penelitian

ini menjadi penting untuk melihat gap diantara teoretis baru dan klasik

sebagaimana diatas.

Gap teoretis sebagaimana diatas, akan menemukan jawabannya melalui

studi secara empiris dengan pendekatan religiusitas. Masyarakat Indonesia yang

mayoritas Muslim, yakni lebih kurang 87% dari jumlah penduduk Indonesia di

tahun 2013. Kebahagiaan di Indonesia sangat memungkinkan untuk diamati dari

perspektif Islam. Karena kewujudan agama sangat berkesan dalam penciptaan

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

28

kebahagiaan sebagaimana di Bhutan, dan banyak kajian yang menghubungkan

diantara religiusitas dengan kebahagiaan.

Kajian ini Akan memberikan corak baru bagi pemerintah di Indonesia

dalam melihat peran agama khususnya Islam terhadap pembangunan. Agama

mayoritas penduduk Indonesia ini tidak boleh lagi dipandang hanya sebagai sebuah

kepercayaan semata, sehingga tidak memiliki hubungan penting dalam

pembangunan dan kemajuan bangsa. Karena Agama Islam memiliki konsep dan

teknik tersendiri dalam penciptaan kebahagiaan bukan hanya bagi pemeluknya

namun segenap alam semesta.

1.6. Sistematika Penelitian

Bab I : Pendahuluan yang memuat latar belakang penelitian, permasalahan

penelitian dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian

serta signifikasi penelitian

Bab II : Kajian teoretis Kebahagiaan, kinerja pembangunan yang

mencangkup Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita,

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kemiskinan dan

pengamalan agama Islam di Indonesia yang di proxy melalui

beberapa pendekatan dengan memperhatikan Islamicity index I2

(Askari, 2010), Islamic Human Development Index IHD-I (MB

Hendrie Anto, 2009), Integrated Development Index I-Dex (Ruzita

Mohd Amin, 2012) serta indeks pembangunan Islam lainnya.

_______________________________________ “Pengaruh Pembangunan Dan Pengamalan Agama Islam Terhadap Kebahagiaan Di Indonesia” Disertasi oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil, Islamic Economic & Finance Univ Trisakti 2016

29

Teori TSR (tawhidi String Relation), digunakan dalam membentuk

kerangka hipotesis kajian.

Bab III : Metodologi Penelitian yang terdiri atas rancangan penelitian,

populasi dan metode penetuan sampel, metode pengumpulan data,

metode analisis dan pembentukan pemodelan persamaan struktur,

pengembangan instrument dan model penelitian.

Bab IV : Analisis hasil dan pembahasan, yang terdiri dari Analisis Deskripsi

dari setiap variabel penelitian serta analisis inferensial statistik yang

berhubungan dengan analisis jalur. Namun sebelum itu dilakukan

uji klasik yang terdiri dari uji normalitas, linarites, homoskedasitas,

independensi variabel eksogen, galat variabel bebas dan uji satu arah

kausalitas dalam sistem. Selanjutnya dari hasil analisis data,

dilakukan pembahasan sesuai dengan hipotesis yang telah

ditetapkan.

Bab V : Kesimpulan dan implikasi teoretis dan kebijakan, rekomendasi

untuk penelitian selanjutnya, daftar pustaka