BAB I PENDAHULUAN -...

19
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Sinema Asia Timur Tayangan sinema Asia Timur, khususnya Korea, saat ini sedang marak dan menjadi pilihan beberapa stasiun televisi Indonesia untuk menayangkannya. Stasiun televisi Indosiar misalnya, menampilkan sinetron Korea disetiap hari Senin-Jumat, pada pukul 15.30 WIB. Bahkan, setiap akan berakhirnya satu “episode”, maka mereka akan mengiklankan sebuah “episode” pengganti yang “tidak kalah menariknya”. Misalnya drama Korea, Style, bakal menggantikan drama Brilliant Legacy Kedua drama serial Korea di atas merupakan tayangan yang banyak digemari, baik kalangan usia muda, maupun tua. Sebelum kemunculannya dilayar televisi, media internet seperti kodakloverzindo.wordpress.com, moviekorean.com, dan kpculture.wordpress.com, sudah terlebih dahulu mempopulerkannya secara “spektakuler”, melalui ringkasan cerita, gambar sampul film, dan nama tokoh-tokoh pemerannya. Selain itu, iklan TV dan iklan cetak seperti poster drama Asia Timur di rental-rental, majalah Asia pun ikut dicetak dan terjual banyak dipasaran. Majalah-majalah itu antara lain adalah majalah Asianstars, Koreanstars, dan Asian Crush. Dalam pemasaran sinetron Korea, juga nampak, bahwa unsur utama yang ditonjolkan adalah kisah yang mudah dimengerti penonton dan bersifat sederhana, yang menceritakan kehidupan sehari-hari, sehingga penonton merasa seperti terlibat secara emosional dengan serial yang disaksikannya, serta memiliki kekuatan karakter setiap tokoh dalam cerita. Selain hal tersebut, sutradara film pun mampu mengemas penampilan tokoh dengan sangat “sempurna”. Alur cerita dalam setiap “episode” sinetron Korea, mudah dimengerti, tidak monoton, intrik-intriknya menarik dan memiliki klimaks cerita. Di samping itu, sinetron Korea juga memiliki banyak penggemar, dan memiliki banyak kisah yang variatif, mulai dari drama tradisional, maupun moderen. Hal-hal positif yang berkaitan dengan sinetron-sinetron Korea terus ditulis oleh salah satu forum Korea di negara itu, dan dapat diakses pada “web” mereka, bahkan © UKDW

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Sinema Asia Timur

Tayangan sinema Asia Timur, khususnya Korea, saat ini sedang marak dan

menjadi pilihan beberapa stasiun televisi Indonesia untuk menayangkannya. Stasiun

televisi Indosiar misalnya, menampilkan sinetron Korea disetiap hari Senin-Jumat, pada

pukul 15.30 WIB. Bahkan, setiap akan berakhirnya satu “episode”, maka mereka akan

mengiklankan sebuah “episode” pengganti yang “tidak kalah menariknya”. Misalnya

drama Korea, Style, bakal menggantikan drama Brilliant Legacy

Kedua drama serial Korea di atas merupakan tayangan yang banyak digemari,

baik kalangan usia muda, maupun tua. Sebelum kemunculannya dilayar televisi, media

internet seperti kodakloverzindo.wordpress.com, moviekorean.com, dan

kpculture.wordpress.com, sudah terlebih dahulu mempopulerkannya secara

“spektakuler”, melalui ringkasan cerita, gambar sampul film, dan nama tokoh-tokoh

pemerannya. Selain itu, iklan TV dan iklan cetak seperti poster drama Asia Timur di

rental-rental, majalah Asia pun ikut dicetak dan terjual banyak dipasaran.

Majalah-majalah itu antara lain adalah majalah Asianstars, Koreanstars, dan Asian

Crush.

Dalam pemasaran sinetron Korea, juga nampak, bahwa unsur utama yang

ditonjolkan adalah kisah yang mudah dimengerti penonton dan bersifat sederhana, yang

menceritakan kehidupan sehari-hari, sehingga penonton merasa seperti terlibat secara

emosional dengan serial yang disaksikannya, serta memiliki kekuatan karakter setiap

tokoh dalam cerita. Selain hal tersebut, sutradara film pun mampu mengemas

penampilan tokoh dengan sangat “sempurna”.

Alur cerita dalam setiap “episode” sinetron Korea, mudah dimengerti, tidak monoton,

intrik-intriknya menarik dan memiliki klimaks cerita. Di samping itu, sinetron Korea juga

memiliki banyak penggemar, dan memiliki banyak kisah yang variatif, mulai dari drama

tradisional, maupun moderen.

Hal-hal positif yang berkaitan dengan sinetron-sinetron Korea terus ditulis oleh

salah satu forum Korea di negara itu, dan dapat diakses pada “web” mereka, bahkan

© UKDW

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  2

forum tersebut menyediakan program “One-Stop Channel for Korean Programming”

dengan biaya “free”, khusus bagi pecinta sinetron Korea. Menariknya, forum tersebut

tidak berhenti sebatas kisah dalam sinetron itu, tetapi juga “hangat” melalui pembicaraan

seputar kisah nyata kehidupan sehari-hari para aktor dan aktris yang kerapkali menjadi

tokoh utama dan telah mengambil hati para pemirsa.

Surray Agung Nugroho, selaku pembicara dalam forum Puskor UGM,

berpendapat, bahwa ia merasa heran dengan pengaruh budaya Korea hingga saat ini.

Bahkan dari penelitannya pada tahun 2000-2010 disebutkan pengaruh tersebut adalah

melalui film-film dan lagu-lagu Korea. Tidak hanya itu, Agung Nugroho pun

menyimpulkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan “Korea” di Indonesia hanyalah

“kegilaan’’ sesaat, namun ternyata budaya pop Korea malah berjalan dan berkembang,

serta mendapat dukungan dari pemerintah Korea.

Di Indonesia, khususnya di dunia maya, sekelompok orang telah menyediakan

ruang untuk diskusi dan berbagi cerita mengenai sinetron Korea, bahkan ikut menyebut

diri mereka sebagai “komunitas film Korea”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa,

penggemar sinetron Korea di Indonesia terbilang banyak, sehingga, hemat penulis,

banyaknya penggemar tidak dapat diketahui dengan pasti. Hal tersebut terlihat jelas dari

banyaknya “situs” di internet yang mengangkat masalah sinetron Korea.

Pada prinsipnya, sinetron Korea memiliki alur cerita yang tidak jauh berbeda dengan

sinetron Indonesia. Tayangan-tayangan cenderung memiliki awal dan akhir yang sama,

kendati sinetron Korea dikemas secara lebih “terlihat” sempurna dari segi durasi tayang,

aktor dan aktris, dan gaya hidup yang lebih moderen.

1.2. Pandangan Tehadap Tayangan Televisi

1.2.1. Positif

Berbeda pendapat dengan penilaian di atas, beberapa kalangan

justru menilai bahwa sinetron Korea secara unik dan menarik ternyata dapat memberikan

banyak hal yang berbeda pada setiap pribadi yang menyaksikannya. Oleh karena dapat

memberikan rasa santai setelah lelah dengan rutinitas kehidupan, atau memenuhi

kebutuhan akan sensasi emosional dalam luapan tawa atau tetesan air mata terharu.

© UKDW

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  3

Sementara bagi sebagian orang, serial Korea dapat membangkitkan nostalgia indah akan

nilai-nilai hidup yang berharga dihadirkan kembali. Di samping itu, rangkaian gambar

hidup yang seringkali ditampilkan oleh serial Korea juga dapat membawa perasaan

simpati yang dalam, bahkan dapat menjadi refleksi atas pengalaman dan pelajaran

tentang makna kehidupan yang seperti dialami sendiri.

Kisah serial Korea juga dapat memberikan inspirasi dan motivasi malalui tampilan-

tampilan dalam layar kaca tersebut, untuk berjuang mewujudkan impian yang belum

tercapai. Membuka babak baru serta menembus nilai-nilai “kaku” yang selama ini dianut

oleh sebagian besar orang. Slogan menarik yang berkaitan dengan itu, sebuah pamflet di

kota Manado bertuliskan hal ekstrim, fight your culture, sebuah frasa yang indikasinya

jenuh terhadap budaya “stagnant” yang dipertahankan oleh orang-orang kolot.

Pengamat budaya, Haviland mengatakan, bahwa kebudayaan secara alami akan

mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu, dan perubahan itu diakibatkan oleh

masuknya orang luar, atau terjadi modifikasi perilaku dan nilai-nilai di dalam

kebudayaan.

Berkaitan dengan hal di atas, Idi Subandi Ibrahim mengatakan, dengan media kita

mudah bersentuhan dengan budaya lain dan kultur baru. Dengan adanya media, muncul

kesadaran perbedaan budaya kita dengan negara lain. Di sinilah media diyakini sebagai

institusi yang penting bagi pembentuk kesadaran. Media adalah pembentuk kesadaran

sosial yang pada akhirnya menentukan persespi orang terhadap dunia dan masyarakat

tempat mereka hidup.

Dengan kata lain, pada hal itulah media dianggap sebagai alat yang bisa berfungsi

sebagai alat pengukur dan pembanding lintas budaya.

Berangkat dari pemahaman di atas, drama atau sinetron Korea tidak berarti

“menegatifkan” budaya, tetapi memodifikasi kebudayaan yang ada dengan tujuan lebih

baik atau “up to date”, tanpa meninggalkan budaya asli, hanya dikemas ke dalam bentuk

yang lebih moderen. Artinya, norma -normanya tetap sama dalam konteks kemasan yang

berbeda

Darwanto S.S, memperkaya pembaca dengan melihat dari sisi positif lainnya, ia

berpendapat lebih luas daripada kebanyakan orang yang beranggapan “menembus nilai-

nilai kaku”. Ia berpendapat bahwa, justru tayangan yang kita tonton bisa berfungsi

© UKDW

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  4

sebagai alat pendidikan, karena nilai-nilai yang ditampilkan dapat menjadi pembelajaran

kepada kita untuk bersikap waspada dan belajar beradaptasi terhadap budaya asing, tanpa

meninggalkan kebudayaan luhur peninggalan nenek moyang. Dengan demikian, serial

Korea, selain sebagai

sarana hiburan dan promosi produk bagi masyarakat luas, juga sebagai alat pendidikan.

Jack Lyle, seorang direktur institut komunikasi West Center mengatakan, bahwa televisi

adalah “jendela dunia” dan sangat membantu daya kreasi kita. Dengan melihat tayangan

yang disiarkan media, maka banyak hal baru yang akan diperoleh. Misalnya, berjumpa

dengan orang yang sebelumnya belum pernah kita jumpai, dan datang ke tempat yang

belum pernah kita kenal.

Di samping itu, mereka yang menilai tayangan sebagai hal yang berdampak

positif lebih cenderung untuk berpikir bahwa “segala sesuatu”, bukan hanya tayangan

televisi, tetapi juga media lain, seperti, video game dan komputer akan berdampak negatif

jikalau tidak diberi arahan-arahan oleh orang yang dewasa.

Jadi semua tergantung cara seseorang memaknai apa yang mereka kerjakan.

Berkaitan dengan itu, Oemar Hamalik mencoba memberikan beberapa hal positif

tayangan televis. Ia mengatakan, tayangan media dapat menciptakan kembali semua

peristiwa yang lalu, bahkan tayangan-tayangan itu mampu membawa sumber-sumber

yang ada di masyarakat ke dalam kelas pembelajaran.

Tentu saja penilaian positif yang dipaparkan di atas juga dapat dipertimbangkan seperti

argumentasi-argumentasi dari penilaian negatif beberapa kalangan di bawah.

1.2.2. Negatif

Maraknya sinetron Korea di Indonesia cukup mengundang respon yang berbeda-

beda dalam menilai esensi dan dampak drama tersebut bagi masyarakat Indonesia,

terlebih khusus pada usia remaja dan pemuda (lihat bab II, 4.1). Selain pada situs-situs

yang mudah didapatkan, penulis juga kerapkali bertemu dengan orangtua yang

mengeluhkan anak mereka yang “kecanduan” di depan layar televisi, sehingga

melupakan tugas pokoknya sebagai seorang siswa atau siswi sekolah.

Menurut hemat penulis, kekuatiran orangtua itu bisa dikatakan sebagai hal yang perlu

diperhatikan, sebab hal tersebut akan memberikan dampak negatif jangka panjang

© UKDW

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  5

terhadap anak, sebab anak itu akan tertinggal dalam mengejar proses pembelajarannya,

apalagi mengingat, bahwa pendidikan sekolah adalah pendidikan berjenjang dalam

kurikulum yang sistemik.

Indoktrinisasi budaya juga bisa terjadi tanpa disadari, seperti budaya Korea yang

tergolong lebih moderen dan terbuka, dibandingkan budaya Indonesia pada umumnya,

yang lebih tradisional. Ciri-ciri dari bagian tersebut adalah, model pergaulan yang lebih

bebas, lebih spontan, dan berpenampilan yang berubah-ubah sesuai konteks zaman.

Perkembangan dari penilaian di atas, juga dikaitkan dengan masalah perubahan

gaya hidup. Perubahan gaya hidup atau life style remaja masa kini tidak terlepas dari

perubahan budaya, pola pikir yang dianut oleh masyarakat bersangkutan. Kini remaja

lebih senang dengan hal-hal yang serba instant, pragmatis, itu semuanya diperkenalkan

oleh tayangan televisi kepada mereka.

David Chaney mengatakan, “pilihan gaya hidup semakin penting dalam

penyusunan identitas-diri dan aktivitas keseharian”

. Fundamentalisme seperti ini dapat dilihat pada desa Ciheulang, yang dikatakan sebagai

desa tanpa televisi, hal tersebut disebabkan bukan karena faktor keterbelakangan atau

tidak masuknya listrik di desa, tetapi disebabkan karena kewaspadaan terhadap moral

remaja desa.

Penulis buku, Ridho, yang berjudul “Berhala itu bernama budaya Pop”,

berpendapat, bahwa tujuan televisi adalah baik pada awalnya, namun dirusak pada

industri film. Ia melanjutkan bahwa televisi dalam kategori berita, liputan khusus,

discovery, dan English Learning masih dapat dikatakan berguna, tetapi ketika masuk

dalam drama dan film action disitulah kita harus mematikan televisi kita, ujarnya.

Senada dengan itu, pengamat budaya pop, Adorno dan Horkheimer, menuturkan, bahwa

media membentuk manusia menjadi manusia yang terasing dan individual, karena media

sendiri mengandung budaya monolitik, di mana audience sebagai makhluk pasif yang

menerima budaya dari media tanpa disadarinya. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah,

penonton atau penerima tidak bisa memberi tanggapan-tanggapan secara langsung.

Jan Baudrillard mengatakan, “televisi kini tidak hanya menjadi objek tontonan

manusia, tetapi manusialah yang justru tengah menonton Anda.”

Pada sisi lain, drama Korea secara khusus bisa dipahami sebagai drama romantisme,

© UKDW

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  6

contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

Informasi itu menyebutkan bahwa banyaknya janji cinta bisa disaksikan pada sebuah

menara yang dinamakan “gembok cinta” kota Seoul. Moment atau peristiwa tersebut

berangkat dari kisah romantis drama “Boys Before Flowers” di mana di tempat itu, sang

bintang, Jun Pyo dan Jan Di terjebak di luar stasiun kereta gantung menara.

Teguh karya, sutradara film, pernah mengatakan bahwa dirinya sangat tidak

menyukai untuk menggarap film dengan tema remaja. Kalaupun dirinya menggarap film

remaja “usia 18 tahun”, itu dikarenakan mendapat “tekanan” dari pihak produser untuk

mengerjakannya. Tampaknya, Teguh Karya mengalami “kegelisahan” dan diduga

“kemuakannya” itu berasal dari film remaja berjudul “Cinta Pertama” yang pernah

digarapnya. Film yang mendapatkan sambutan masyarakat ini, mengungkapkan lika liku

“kasmaran” remaja kelas atas yang serba kecukupan dan cinta monyet dijadikan contoh

hidup kelas tertentu yang divisualisasikan. Remaja yang serba wah dengan hidup cuek

menjadi tontonan yang menarik.

Apa yang dituliskan oleh Teguh Karya di atas, pada intinya juga dapat disaksikan di

kebanyakan drama Korea. Idi Subandy menuturkan, bahwa budaya media atau populer

selamanya akan merefleksikan impian-impian massa yang mengindoktrinisasi anak muda

dalam potret yang seringkali lebih indah daripada kenyataannya.

Mengacu kepada pandangan-pandangan negatif terhadap nilai drama Korea, tidak

heran kelompok fundamentalis anti televisi yang lain, ikut menambahkan beberapa hal

yang ditimbulkan tayangan televisi, di antaranya adalah, menyebabkan sifat apatis, atau

cenderung membuat remaja lebih mementingkan segala hal tentang dirinya sendiri

ketimbang lingkungan sosialnya. Hal ini kita kenal dengan sebutan “egoisme”, atau sifat

mementingkan diri sendiri dengan segala sesuatu berorientasi pada dirinya. Selain itu,

disebutkan pula, bahwa tayangan membuat dan membentuk remaja menjadi korban

pencitraan, atau konsep bahwa wanita cantik harus putih dan langsing, serta pria tampan

harus berotot atau six packs.

Mengejar hal-hal di atas, memunculkan masalah yang sangat ironi, yakni

terjebaknya mereka pada konsumerisme. Yakni, mentingkan “kulit luar” tanpa esensi,

atau ketidakpedulian, kepercayaan pada citra semu, serta kemalasan yang dibentuk oleh

televisi melalui tayangan-tayangan buruknya membawa para remaja menjadi pribadi

© UKDW

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  7

yang lebih mementingkan tampilan luar. Melalui media demikianlah pemujaan terhadap

gaya hidup telah masuk ke wilayah kehidupan yang amat luas. Dimulai dari hal

pemilihan busana, model rambut, merek sepatu, make up, lipstik, hingga soal kulit, kuku,

betis, pinggang, hidung, HP, dan lain sebagainya.

2. Fenomena Remaja GKI Diponegoro Magelang

Remaja GKI Diponegoro Magelang merupakan remaja yang memiliki kebiasaan

berkutak dengan teknologi yang dapat digolongkan “canggih.” Bahkan dapat dikatakan

selalu memiliki informasi yang “up to date” atau sesuatu yang sedang marak di pasaran.

Dalam kenyataannya, penulis mengamati, bahwa rata-rata remaja GKI Diponegoro pun

“doyan” berbelanja hal-hal yang bukan merupakan kebutuhan pokok. Merek dan gengsi

adalah hal yang diutamakan oleh mereka. Dalam kebersamaan dengan mereka, kurang

lebih 4 tahun, memamerkan barang dan bersaing dalam hal harga adalah hal menarik dan

sepertinya menjadi kebanggan tersendiri.

Penulis melihat bahaya akan hal tersebut karena menjurus kepada konsumerisme,

dalam artian, hal yang tidak menjadi kebutuhan pokok dijadikan pokok dan merasa

bahwa itulah kebutuhan utama manusia. Contohnya, hp yang mahal dan bergaya, pakaian

seksi yang bermerek, dan gaya rambut, serta warna rambut yang tidak “original.”

Contoh menarik yang terjadi, adalah mereka mampu mengingat merek-merek handphone

yang dipakai oleh idola mereka dalam serial Korea, dan beberapa orangtua akhirnya

membelikan mereka tipe handphone yang sama.

Lebih lanjut, hal-hal tersebut memberikan kelekatan kepada “gaya” dan

menjadikan gaya itu sebagai sebuah simbol diri dan gaya sebagai aktualisasi diri mereka.

Tanpa “gaya” akan menjadikan mereka tidak memiliki percaya diri ketika berhadapan

dengan teman-teman mereka. Jadi diri mereka, kebanyakan dibangun oleh sebuah gaya

yang menjadi status dan gengsi.

Dengan melihat fenomena seperti demikian, maka penulis melakukan atau

mengadakan sebuah pertemuan dengan komisi remaja yang diadakan pada hari Sabtu,

tanggal 06 Maret 2010 di basement gereja, dengan tema: Gaya Hidup Remaja Masa Kini.

Dalam pertemuan tersebut, penulis melakukan dialog untuk mengetahui hal-hal apa atau

darimana mereka mendapatkan informasi mengenai gaya hidup moderen. Hal-hal

© UKDW

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  8

tersebut mereka dapatkan dari berbagai sumber, seperti iklan televisi, informasi dari

teman-teman mereka, media internet, namun beberapa mendapatkannya dari tayangan

sinetron Korea.

Dalam perbincangan santai di atas, baik dengan remaja pria dan wanita,

pengetahuan mereka terhadap dunia sekitar mode, bintang, dan teknologi jauh melampaui

pengetahuan mereka mengenai pengajaran gereja, bahkan mereka belum dapat menjawab

secara tepat makna baptisan, tujuan kedatangan Yesus (selain menebus manusia dari

dosa), hal yang berkaitan dengan sakramen, bahkan kepastian keselamatan pribadi.

Sebaliknya, mereka sangat mahir menyebut bintang-bintang Korea, dan kisah-kisahnya

yang penuh dengan dinamika, yang kerapkali ditutup dengan happy ending.

Dalam dialog tersebut, ketika sampai pada masalah minat terhadap sinetron

Korea, rupanya remaja pun menyukai lagu-lagu romantis dari artis-artis Korea, yang

biasanya sebagai soudtrack dalam setiap judul serial Korea. Salah satu soundtrack,

sekaligus tour bersama artis Korea yang paling diminati selama ini adalah Super Junior

Full House dan Super Junior Idol World. Tontonan tersebut adalah perjalanan sehari-hari

para artis Korea yang menampilkan “kekompakan”, kebersamaan, dan talenta atau bakat

yang mereka miliki. Tentu tidak ketinggalan penampilan dan hidup hedonis di mall-mall.

Tontonan yang menarik tersebut cukup menyita waktu remaja karena harus

menghabiskan 32 jam untuk 4 keping DVD.

Hal-hal menarik lainnya dari drama Korea, menurut mereka adalah tokoh atau

“bintang” sinetron Korea, yang kemudian diikuti dengan kisah atau cerita sinetron Korea.

Mereka terkesan mengagumi tokoh utama yang selalu tampil cuek atau dingin, ataupun

peduli namun heroik, selain itu, ada sisi kesetiaan dalam persahabatan, juga penampilan

moderen dengan gaya hidup “ala” Eropa, bahkan “bahasa gaul” dan bahasa “non verbal”

yang terkesan memikat hati mereka. Dengan pola yang yang sama, ekspresi beberapa

mereka tatkala melihat sang idola adalah menggigit kesepuluh jari mereka dan

“setengah” histeris memandang idola mereka dengan penuh kekaguman, seolah-olah

mereka sedang berhadapan dengan “cinta sejati”.

Berkaitan dengan sinetron Korea tersebut, juga terdapat fenomena yang nampak

jelas pada remaja GKI Diponegoro, hal tersebut adalah adanya remaja pria yang

mengikuti kuis mengganti nama lewat facebook dan mendapatkan nama Korea yang

© UKDW

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  9

kemudian dipakainya sebagai nama panggilan sehari-hari. Ada juga yang bercita-cita

memiliki kekasih dan suami secakep seorang artis Korea, kaya raya seperti aktor idola,

dan memasang foto profile di facebooknya seorang artis ternama Korea, Kim Hee Sun,

sebagai foto pria yang diidolakannya. Bahkan juga, salah satu remaja putri menampilkan

photo profile Blackberrynya dengan wajah seorang bintang pria Korea. Bentuk lain yang

diadopsi dari kisah serial Korea adalah ulang tahun seorang remaja di area kolam renang

dengan memakai gaun panjang, kemudian masuk ke area ulang tahun dengan

menyanyikan sebual lagu romantik.

Lebih dari hal itu, adalah keinginan seorang remaja mengoperasi dagunya dan

mengambil model dagu sang idola. Selain masalah yang lebih berat kepenampilan,

penulis pun mencermati eksklusifitas yang sangat menyolok di antara mereka, contohnya,

adanya kelompok yang senior yang tidak berhubungan dengan junior mereka, dan

kelompok junior yang tidak bergaul dengan sesama anggota remaja yang berbeda warna

kulit, kecuali orang tersebut memiliki kemampuan atau skill.

Mencermati hal-hal di atas, apakah berarti drama Korea ikut mempengaruhi

karakter mereka, atau sekadar kegemaran yang sementara dalam jiwa muda mereka?

Bagaimana dengan nilai atau karakter yang timbulkan oleh drama Korea terhadap remaja

GKI Diponegoro, khususnya paradigma mereka terhadap kebenaran iman Kristen?

Secara pasti, pada bab ini penulis belum menyimpulkan bahwa hal yang baik dan

buruk terhadap karakter remaja, adalah faktor yang ditimbulkan dan sebabkan oleh

drama Korea. Namun praduga penulis dari dialog dengan mereka, bisa dipahami bahwa,

kisah dan tokoh drama Korea mengambil bagian dalam pembentukan karakter mereka,

entah banyak atau sedikit, baik disadari ataupun tidak disadari, dan baik yang positif,

maupun yang negatif.

Positif yang dimaksudkan oleh penulis di atas adalah hal yang menyangkut kerjasama

dan persahabatan yang akrab di antara mereka.

Dalam pelayanan, mereka mampu berkreatifitas ditambah percaya diri, serta yang

menarik lainnya, juga penampilan mereka tergolong tidak ketinggalan jaman. Hal-hal

lain yang tidak kalah menarik yang dimunculkan mereka adalah permainan musik dan

keinginan maju dan belajar musik sangat tinggi, serta kreatif dalam penyusunan acara-

acara yang bersifat “heboh”, menarik, dan menantang. Sedangkan hal negatif yang

© UKDW

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  10

penulis maksudkan adalah, hedonisme atau konsumerisme yang terasa melekat pada diri

mereka, juga sikap cepat bosan terhadap sesuatu. Hal lainnya adalah masalah fokus

hidup, juga istilah “kebablasan”, yaitu memiliki dan berbuat sesuatu yang “terlampau”,

seperti telat pulang rumah saat malam hari, menyaksikan Korea dengan mengabaikan

waktu belajar. 2.1. Identitas Diri dan Karakter

2.1.1. Identitas

Pada permukaannya, masalah yang muncul kelihatannya sangat sederhana,

bahkan seorang mengatakan kepada penulis, bahwa hal atau pengaruh drama terhadap

kehidupan remaja tidaklah sangat signifikan, sebab mereka akan menyadari nilai-nilai

baik atau buruk dengan sendirinya seturut pertambahan usia mereka. Benarkah

sesederhana demikian? Seorang psikolog, Carl Gustac Jung justru kemudian mengatakan

hal yang bertolak belakang dengan pendapat tersebut. Menurutnya, pada usia

pertengahan dan usia tua, seseorang akan kembali berorientasi ke belakang, merangkul

kuat-kuat tujuan dan gaya hidup masa lalu.

Jadi, masa lalu atau masa remaja dan pemuda adalah masa “terpenting” seseorang dalam

membentuk karakter dirinya.

Pada usia remaja, khususnya perhatian remaja pada tayangan yang mereka

saksikan, fokus utama terletak pada tokoh bintang atau aktor utama tayangan itu.

Pengidolaan akan memberikan mereka sebuah gambaran baru yang mempengaruhi gaya

hidup dan pola tindak mereka. E.H. Erikson menyebut hal tersebut sebagai identitas diri.

Erikson mengatakan remaja merupakan usia pembentukan identitas terakhir, dan pada

usia itu remaja memiliki ego positif yang dominan. Setelah itu masa depan yang berada

dalam jangkauan menjadi bagian rencana hidup yang disadari.

Sejalan dengan itu, A.Giddens berpendapat, bahwa identitas diri terbentuk oleh

kemampuan untuk melanggengkan narasi tentang diri dengan banyak pertanyaan

eksistensialis, seperti, apa yang harus saya lakukan? Bagaimana bertindak? Dan ingin

jadi siapa? Jadi baik Erikson maupun Giddens melihat identitas diri sebagai usaha

reflektif seseorang, dan dari sana ia mengkonstruksi dirinya mejadi sesuatu dengan

kondisi yang sangat sadar diri.

© UKDW

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  11

Setelah itu pertanyaan timbul, apakah masa depan itu telah diantisipasi di dalam

ekspektasi ekspektasi sebelumnya?

Permasalahan yang timbul dari sisipan kalimat Erikson adalah frasa “Apakah masa

depan telah diantisipasi?” Pertanyaan Erikson mengacu kepada pembentukan nilai-nilai

yang diterima oleh remaja dalam pertumbuhannya dan itu mempengaruhi masa depan

remaja itu sendiri, yang nantinya kita sebut sebagai karakter pada penulisan tesis ini. 2.1.2. Karakter

Tindakan dan hal-hal yang berkaitan dengan remaja (usia akhir masa

pertumbuhan) perlu mendapat pola asuh yang tepat ketika mereka menyaksikan sinema

dalam bentuk apa pun. Menyadari hal tersebut, E.B. Surbakti mengatakan hal yang

serupa bahwa, kaum remaja perlu mendapatkan pola asuh yang tepat, sebab kesalahan

pada pola asuh sekecil apa pun yang dilakukan terhadap mereka dapat berakibat fatal dan

sulit diperbaiki. Jika pada masa remaja mereka salah urus, dapat dipastikan masa depan

dunia ini akan rusak.

Ironisnya, pola asuh yang salah seringkali tidak disadari oleh keluarga, demikian

juga tempat di mana mereka bersekolah. Bagi penulis hal utama yang berkaitan dengan

penulisan ini, adalah remaja dalam menyaksikan drama Korea perlu mendapat perhatian.

Hal-hal yang dimaksud adalah nilai-nilai yang ditanamkan dalam karakter remaja pada

usia mereka oleh sinema Korea itu. Sehingga dalam usia mereka, pertanyaan sederhana

yang tepat adalah, apakah pengaruh sinema Korea yang ditonton oleh mereka terekam

dan menjadi karakter mereka? Hal ini berkaitan dangan masalah psikologi remaja, di

mana usia remaja adalah masa pencarian identitas diri.

Pada hal di atas, pembentukan karakter menjadi masalah penting pada penulisan

ini. Kesadaran mengenai pentingnya karakter, maka HAR Tilaar mengatakan,

“Terlupakannya hal mendasar ini dalam pendidikan bukannya menghasilkan manusia

budaya, melainkan manusia buaya”

Kutipan di atas merupakan kutipan yang “tajam” mengenai pentingnya karakter dalam

diri manusia pembelajar.

Berkaitan dengan itu, Wakil Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Fasli Jalal,

mengatakan, melalui pendidikan, hendak diwujudkan peserta didik yang memiliki

© UKDW

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  12

kepribadian kokoh dan membentuk karakter kuat. “Kita sudah sepakat untuk menjadikan

momentum tahun pelajaran baru untuk menjalankan dan mengimplementasikan

pendidikan karakter disemua jenjang pendidikan”, katanya saat memberikan sambutan.

Fasli menambahkan, tujuan lain pendidikan adalah menjadikan peserta didik berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis, serta bertanggungjawab. “Melalui pendidikan berbasis karakter, harapannya

semua jenjang pendidikan akan mampu mengeksplorasi potensi peserta didik, sehingga

menjadi manusia Indonesia yang memiliki karakter”, ujar Fasli. Lanjutnya, oleh sebab

demikian, pencanangan pendidikan karakter merupakan gerakan yang digalakkan

diseluruh Indonesia. Menurutnya, para pimpinan daerah mulai gubernur, wali kota,

bupati, hingga kepala dinas dan kepala sekolah telah bertekad melaksanakan revitalisasi

pendidikan karakter melalui upacara yang sama dan dibacakan sambutan Mendiknas.

“Bukan upacaranya yang penting, tetapi ada semangat untuk bersama-sama membangun

kembali pendidikan yang lebih kokoh,” tukasnya.

Pengertian yang spesifik mengenai karakter dan pentingnya karakter dijelaskan

oleh Doni Koesoema dengan sangat terperinci. Ia mengatakan bahwa karakter dipahami

secara berbeda oleh pemikir sesuai penekanan dan pendekatan mereka masing-masing.

lebih lanjut bahwa, ada pemikir yang menyamakan karakter dengan temperamen, bahkan

seperti keperibadian seseorang. Menurut Koesoema, karakter itu terbentuk dari bentukan-

bentukan yang diterima pada saat kecil, dan juga bawaan seseorang sejak ia lahir.

Pendapat yang sama dituliskan oleh Alwilson, bahwa karakter adalah penggambaran

tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit

maupun implisit. Ini berkaitan dengan masa depan.

Perspektif masa depan yang berupa cita-cita atau idealismenya itulah yang

memberikan manusia semangat dalam berjuang untuk mengatasi keterbatasan karakter

yang telah ada dari sononya. Ia berjuang terus menerus menjadi sosok pribadi yang

mampu menyempurnakan dirinya dalam ruang dan waktu. Sebuah masa depan senantiasa

menawarkan kemungkinan dan pertumbuhan yang lebih sempurna. Lanjut Koesoema,

manusia memang tidak dapat melepaskan dirinya dari sejarah masa lalunya yang

merupakan bagian integral dari proses pertumbuhannya. Namun, ia tidak hanya berhenti

di masa lalu. Ia dianugerahi kemampuan untuk mengarahkan dirinya ke depan, menuju

© UKDW

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  13

hari yang lebih baik.

Karakter yang pada mulanya hanya dipahami sebagai sebuah usaha memahami

manusia dari dinamika psikologi yang menyertainya, berupa kecenderungan

temperamental, kini menjadi semakin terfokus pada proses pilihan bebas manusia sebagai

penentu dan penghayat nilai.

Jadi karakter merupakan sebuah kesadaran dan keputusan individu dalam menentukan

cita-cita atau idealisme hidupnya di kemudian hari.

Kesadaran dan keputusan tersebut didapatinya melalui proses pembelajaran dari

dalam dirinya atau budayanya, dan juga dari luar dirinya atas apa yang diterimanya.

Masalahnya, pada sisi positif, apabila seseorang memiliki keinginan untuk menjadi

individu yang dihormati, dan ia melihat seseorang dihormati karena kesetiaan dan

kejujurannya, maka timbul kesadaran, bahwa kesetiaan dan kejujuran merupakan bagian

yang membuat orang dihormati, lalu dengan perjuangan yang berat, orang tersebut

melakukan kesetiaan dan kejujuran sebagai proses tujuannya. Negatifnya, apabila

seseorang memiliki keinginan untuk menjadi individu yang dihormati, dan ia melihat

seseorang dihormati karena ketampanan dan fasilitas yang dimilikinya, lalu muncul

kesadaran bahwa untuk dihormati, bahkan dipuji, ia harus mengoperasi wajah dan

berjuang untuk kaya agar tujuannya tercapai. Tentu hal ini adalah ironi yang terjadi

apabila tidak ada pengarahan yang benar dalam rangka penanaman nilai-nilai yang tepat,

yang bersumber dari Alkitab.

Dengan demikian, manusia perlu mendapatkan pendidikan karakter, agar ia dapat

membentuk diri menjadi sempurna melalui pengetahuan yang diterimanya, sehingga

potensi-potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya

semakin manusiawi. Ini berarti adalah, manusia semakin mampu berelasi secara sehat

dengan lingkungan di luar dirinya dan menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Jelas sekali, dalam tulisan Koesoema, karakter berkaitan dengan faktor pertumbuhan

remaja dan pengetahuan yang ia peroleh dalam menentukan daya serap menangkap nilai-

nilai yang mereka hadapi. 3. Karakter Kristiani

Dalam iman Kristen, bahkan mungkin seluruh agama sepakat bahwa, penanaman

karakter yang tepat adalah bersumber pada “ketuhanan”. Dalam konteks penanaman

© UKDW

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  14

nilai-nilai yang tepat bagi kekristenan, maka seorang Kristen perlu bercermin dari Yesus

Kristus sebagai tokoh yang sempurna dalam iman kerohaniannya. Seorang teolog, Verne

H. Fletcher mengatakan, bahwa etika Kristen adalah etika yang memiliki kekhasan

dengan etika-etika yang lain. Tentu dalam hal ini, pra-anggapan Fletcher melihat etika

Kristen memiliki ciri khas yang menarik, sekalipun menurutnya, walaupun memiliki

kekhasannya, namun etika Kristen tidak boleh eksklusif dan tertutup.

Pembahasan Fletcher, Yesus sebagai Manusia Baru merupakan tokoh atau model

pembelajaran mengenai karakter manusia Kristen. Yesus sebagai teladan dalam karakter,

maksudnya adalah, “mengikuti teladan Kristus”, yang berarti, pengikut Kristus perlu

mengakui dan bahwa ia wajib menjadi sepadan dengan Dia.

Yahya Wijaya pada kata pengantar buku karya Verne H.Fletche mengatakan,

gambaran tentang Tuhan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap moral, karena

orang beragama memandang Tuhan sebagai sosok yang ideal, referensi bagi kehidupan

moral. Konsep atau hal tersebut memberikan kemudahan untuk memperkenalkan karakter

yang tepat bagi orang Kristen, khususnya remaja Kristen. Permasalahannya adalah,

Yesus seperti apa yang diperkenalkan oleh Alkitab yang oleh teolog Kristen memiliki

kekhasannya itu?

Beberapa bagian teladan yang ditinggalkan Yesus kepada murid-muridNya

merupakan hal-hal penting untuk dilakukan oleh manusia Kristen sebagai citra-citra

pembentuk. Citra-citra pembentuk tersebut diantaranya (selanjutnya, dibahas lebih pada

bab 3), adalah: 3.1. Yesus sebagai manusia lepas bebas/ tidak terikat dengan materi Manusia “lepas bebas” yang dimaksudkan adalah Yesus sebagai Manusia yang

bebas dalam keterikatannya dengan harta materi. Ia bukan anti terhadap kekayaan

(Lukas 19:8-10). Yesus juga bukan berarti menghendaki kehidupan bertapa, melainkan

sikapnya terhadap harta materi.

Dalah hal tersebut, kebebasan Yesus adalah dari keterikatan terhadap harta materi dan

dari semangat ketamakan atau keserakahan. Paul Suparno dalam istilahnya mengatakan

bahwa sikap ini adalah sikap lepas bebas, atau sama sekali seseorang tidak dikekang oleh

sesuatu. Berarti, tidak diperhamba oleh segala sesuatu.

© UKDW

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  15

3.2. Yesus sebagai Manusia yang mampu berelesai dan bersama dengan semua golongan

Yesus adalah Manusia yang bisa berelasi dengan semua golongan manusia, baik

itu orang kaya, miskin, kaum intelektual, wanita, orang terlantar dan juga orang yang

berdosa. Kesemuanya itu, jelas menunjukkan jati diri Yesus yang tidak memandang

pangkat ataupun golongan kepada siapa Ia bergaul. Yesus juga bukan sosok yang tidak

mengamati perilaku yang ada di sekitarnya. Sebaliknya, ia mengecam perilaku orang-

orang yang membeda-bedakan status sosial masyarakat, bahkan orang yang memiliki

motivasi buruk atau muatan lain dalam pergaulannya (Lukas 14:1,7-14). Kebebasan

Yesus mencakup kebebasan dari nafsu akan kedudukan sosial, dari gila hormat dan

keinginan untuk membesarkan diriNya. Ia tidak mengutamakan reputasi dan pangkat.

3.3. Yesus sebagai Manusia yang bebas dari ketundukan pada “Moralitas yang

Tertutup”.

Moralitas tertutup menunjuk kepada suatu tata moral yang bermaksud

memisahkan salah satu kelompok, aliran atau bangsa dari dunia luar. Hal ini berkaitan

dengan eksklusifitas dan membuat eksklusifitas kelompok tertentu. Contohnya, ahli

Taurat yang merasa diri terpilih dan lebih baik dari rakyat jelata pada saat itu. Juga

bangsa Yahudi yang merasa diri sebagai bangsa pilihan dan tidak memandang bangsa

Samaria.

Yesus menghancurkan pemikiran itu dengan membuat komunitas terbuka,

dengan tidak adanya pembedaan status di antara semua kelompok dan golongan. Yesus

mengundang dan mengajak semua orang untuk menjadi warga kerajaanNya dan

menyesuaikan diri dengan sifat Allah. 3.4. Yesus sebagai manusia rendah hati dan lemah lembut

Karakter Yesus di atas didasari dengan sifat rendah hati dan lemah lembut, dan

karakter ini kebanyakan dinilai orang sebagai karakter yang lemah dan tidak kuat.

Padahal, karakter tersebut ini tidak identik dengan orang lemah dan tidak kuat,

sebaliknya kata aslinya, lemah lembut adalah praus (Gal 5:23; Kol 3:12), yang berarti,

seorang penguasa yang ideal, bijaksana, hakim yang adil, atau raja yang murah hati.

Rendah hati dan kelemah lembutan seorang pemimpin inilah yang menciptakan

© UKDW

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  16

keakraban Yesus dengan orang-orang yang tersisih dan orang-orang berdosa, bahkan juga

melayani setiap mereka. Inilah yang disebut pemimpin adalah pelayan. 4. Rumusan Masalah

Berangkat dari pengertian karakter, pentingnya karakter dan penggambaran

mengenai Yesus dan karakternya sebagai manusia baru, rendah hati, dan adil,

bagaimanakah model atau gambaran yang ditampilkan oleh tokoh-tokoh sinema Korea

dan pengaruhnya terhadap remaja GKI Diponegoro? Dibandingkan dengan teori karakter

Yesus menurut Alkitab, bagaimanakah karakter Yesus Kristus yang diajarkan melalui

serangkaian khotbah, Pemahaman Alkitab, dan ceramah-ceramah oleh GKI Diponegoro

kepada para remajanya? Apakah GKI Diponegoro telah menjadi pedagogi

yang menanamkan nilai-nilai yang tepat bagi pertumbuhan karakter remajanya? Apakah

ada hal-hal yang tidak disadari oleh GKI Dipo mengenai ajaran gereja yang justru malah

membentuk karakter remajanya menjadi negatif? Bagaimanakah gambaran Karakter

Yesus Kristus dapat memberikan kesadaran dalam pembentukan karakter remaja GKI

Diponegoro di tengah-tengah ketertarikan mereka terhadap sinema Korea? Ataukah, ada

nilai-nilai karakter serial Korea yang positif, memiliki kesamaan dengan ajaran Yesus,

bahkan dapat diterapkan dan diintegrasikan dengan pengajaran gereja? Bagaimanakah

ajaran tentang Yesus Kristus dapat memberi kontribusi bagi pembentukan karakter

remaja GKI DIponegoro Magelang? 4.1. Batasan Penelitian

Karya tulis ini meneliti permasalahan remaja GKI Dipo dalam pengaruh sinteron

Korea dibandingkan ajaran gereja mengenai Yesus terhadap pembentukan karakter

mereka. Penulis meneliti lebih jauh kisah sinetron Korea yang paling digemari oleh

remaja, sehingga hal-hal yang mempengaruhi menjadi lebih jelas. Penulis pun meneliti

ajaran GKI Diponegoro Magelang selama ini (usia GKI Diponegoro, 9 tahun), serta

seberapa terkesannya remaja GKI Diponegoro terhadap ajaran gereja, sehingga itu

menjadi bagian dalam diri mereka. Dalam penelitian ini, penulis akan memakai beberapa

buku acuan selain tiga buku acuan utama yaitu, buku karya Verne H, Fletcher , Erik H.

Erikson, dan Doni Koesoema.

Pada bagian yang lain, penulis akan memaparkan persamaan-persamaan dan

© UKDW

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  17

karakter tokoh dalam serial Korea dan karakter tokoh Yesus. Dari pemaparan tersebut,

akan nampak bahwa apakah serial Korea memiliki banyak hal positif atau justru tidak

sepadan dengan pengajaran Alkitab. 4.2. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor-faktor penting yang dapat membuat remaja GKI Diponegoro

tertarik terhadap kisah sinetron Korea.

2. Mengetahui secara jelas, pengaruh tokoh Yesus dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Melihat dan memilah persamaan dan perbedaan pendidikan karakter yang diajarkan

gereja dan serial Korea

1. Melalui penulisan tesis ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi teologis bagi

gereja

GKI Diponegoro dalam melakukan penanaman karakter yang tepat bagi Komisi

Remajanya 4.3. Rumusan Judul

Judul yang direncanakan penulis untuk menulis tesis ini adalah Pengaruh Sinetron Korea

dibandingkan dengan Pengaruh Ajaran Gereja Bagi Pembentukan Karakter Remaja

Gereja Kristen Indonesia Jalan Pangeran Diponegoro Magelang. 4.4. Hipotesis

1. Kisah dan tokoh dalam serial Korea lebih mempengaruhi pembentukan karakter remaja

GKI Diponegoro, dibandingkan dengan karakter Yesus dalam ajaran gereja GKI

Diponegoro.

2. Remaja GKI Diponegoro belum memiliki konsep yang tepat dan hal menarik yang

membuat mereka terkesan dengan ajaran gereja, khususnya mengenai Yesus.

3. Tidak adanya kesadaran bahwa Alkitab merupakan panduan atau acuan dalam menilai

karakter yang benar. 4.5. Metodologi

1. Verne H. Fletcher dalam bukunya yang berjudul “Lihatlah Sang Manusia”, sebagai

inspirasi dari konsep manusia baru.

2. Doni Koesoema A, dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter: Strategi

Mendidik Anak di zaman Global, sebagai acuan untuk memahami pengertian karakter

© UKDW

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  18

dan langkah-langkah dalam memberikan pendidikan karakter yang tepat.

3. Pada penelitian ini, untuk memperoleh data yang obyektif dan mendalam, maka

penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif . Pendekatan kualitatif adalah melalui

observasi, literatur, dan wawancara. Pendekatan kualitatif digunakan karena beberapa

pertimbangan yaitu: pertama: pendekatan ini lebih dahulu merupakan pengamatan,

sehingga dapat merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena

yang terjadi; kedua, metode ini menciptakan hubungan langsung antara peneliti dan yang

diteliti; ketiga, sumber informasi dari beberapa narasumber akan lebih lagi memperkaya

khazanah berpikir. Penelitian ini akan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

melalui observasi, literatur, dan wawancara.

Pada Studi observasi, peneliti akan mengamati gaya hidup sejumlah remaja, mulai dari

busana, tingkah laku, bahasa, bahkan pemikiran mereka yang telah dipengaruhi oleh

tayangan drama Asia dan pengajaran mengenai tokoh Yesus; pada bagian literatur,

peneliti memakai tiga jenis buku yang meliputi buku budaya popular, buku Teologi, dan

buku pertumbuhan psikologi remaja secara umum. 4.6. Sistimatika Penulisan Bab I. Pendahuluan

Bagian pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, batasan penelitian, tujuan

penelitian, rumusan judul, hipotesis, metodolog dan sistematika penulisan. Bab II. Deskripsi Sinema Korea dan Pengaruhnya terhadap Remaja GKI Diponegoro

Merupakan deskripsi dan penjelasan singkat terhadap kisah-kisah Korea yang

popular, diantaranya adalah, Dream Hight dan The Birth of A Rich. Analisis yang

mencakup pengaruh serial Korea yang bermakna positif dan negatif. Psikologi Remaja,

dan dalam kaitannya, remaja sebagai penghayat nilai serial Korea. Bab III. Teori Etika Karakter Yesus Kristus, Serta Analisis Ajaran Gereja dan

Pengaruhnya Terhadap Remaja GKI Diponegoro Magelang

Teori etika karakter Yesus Kristus menurut para teolog Kristen sebagai acuan

untuk melihat karakter dan nilai-nilai karakter dalam pengajaran praktis remaja GKI

Dipo, dalam bentuk khotbah, Pemahaman Alkitab, diskusi, dan seminar, yang selama ini

ditanamkan dalam kehidupan remaja GKI Dipo.

© UKDW

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50070220/... · 6 contoh dampak dari hal ini adalah informasi dari media informasi, id.yahoo.com.

  19

Bab IV. Serial Korea dan Pengajaran Gereja

Menguraikan dialog antara nillai-nilai atau karakter yang terdapat pada serial

Korea dan tokoh Yesus. Pada bagian ini, penulis akan memaparkan persamaan dan

perbedaan yang terdapat pada kedua hal tersebut, serta mencoba mendialogkan tokoh

serial Korea dan tokoh Yesus.

Bab V. Kesimpulan

Bab ini menguraikan kesimpulan dari seluruh rangkaian penulisan bab.

© UKDW