BAB I PENDAHULUAN - repository.ubharajaya.ac.id file“Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perihal...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - repository.ubharajaya.ac.id file“Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perihal...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada Masa Hindia Belanda Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal
dengan system administratief beroep. Kemudian, setelah Indonesia
merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara penyelesaian
sengketa administrasi, yaitu:
1. Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;
2. Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;
3. Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa Tata Usaha Negara
yang penyelesaiannya di serahkan kepada Pengadilan Perdata atau
Badan Khusus.1
Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UU No. 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal
10 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan Tata
Usaha Negara. Kewangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa
administrasi Negara semakin dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dimana disebutkan
1 Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali, 1988, hlm. 2.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan menyeselaikan suatu
perkara/sengketa administrasi.
Sebelumnya, pembinaan Peradilan Tata Usaha Negara berada di
bawah eksekutif, yakni Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan
Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia. Terhitung sejak 31 Maret 2004, organisasi, administrasi, dan
finansial Peradilan Tata Usaha Negara dialihkan dari Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung.2
Bahwa objek Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata
Usaha Negara dan salah satu sanksi dalam Hukum Administrasi Negara
adalah pencabutan atau penarikan Keputusan Tata Usaha Negara yang
menguntungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu
ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak
berlaku lagi ketetapan terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yang
menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam
ketetapan itu oleh organ pemerintahan. Saksi ini termasuk sanksi berlaku
ke belakang, yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum
ketetapan itu dibuat. Dengan kata lain, hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang timbul setelah terbitnya ketetapan tersebut menjadi hapus atau tidak
ada sebagaimana sebelum terbitnya ketetapan itu, dan sanksi ini dilakukan
reaksi terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatig
gedrag) Sanksi penarikan kembali Keputusan Tata Usaha Negara yang
2 Ibid.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
menguntungkan diterapkan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap
peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang
telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang
berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar. Pencabutan suatu
keputusan yang menguntungkan itu merupakan sanksi yang situatif.
Keputusan tersebut dikeluarkan bukan dengan maksud sebagai reaksi
terhadap perbuatan yang tercelah dari segi moral. Melainkan dimaksudkan
untuk mengakhiri keadaan-keadaan yang secara objektif tidak dapat
dibenarkan lagi.3
Namun seperti yang terjadi di Peradilan Tata Usaha Negara
Semarang Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan tidak
berdasar, karena bukan merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha
Negara dan dari Putusan Nomor : 92/G/2013/PTUN-SMG. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan peraturan perundang-undangan. Maka dari itu
Penulis tertarik untuk menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul :
“Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perihal Surat Permohonan
Tidak Sengketa Dan Penguasaan Tanah Negara Bebas Berdasarkan
Putusan Nomor : 92/G/2013/PTUN-SMG”.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Bahwa dalam gugatan para penggugat menggunakan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang seharusnya dalam gugatan
3 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT. Rajawali Press, 2011, hlm. 144.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
menggunakan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 sehingga
mengesampingkan asas Lex Posteori Derogat Lex Priori.
b. Bahwa sengketa Tata Usaha Negara yang terjadi di Peradilan Tata
Usaha Negara Semarang bukan merupakan kewenangan Peradilan
Tata Usaha Negara.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa pokok masalah yang akan menjadi pembahasan
dalam skripsi ini yaitu :
a. Bagaimana Keputusan Tata Usaha Negara yang diatur dalam Pasal
1 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 dan Pasal 1 ayat (9)
Undang Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Dikaitkan Dengan Asas lex posteori derogate lex priori ?
b. Bagaimana Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perihal Surat
Permohonan Tidak Sengketa dan Penguasaan Tanah Negara Bebas
Berdasarkan Putusan Nomor : 92/G/2013/PTUN-SMG ?
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui alasan pertimbangan hakim dalam memutus
sengketa perihal surat permohanan tidak sengketa dan penguasaan
tanah bebas negara berdasarkan putusan nomor 92/G/2013/PTUN-
SMG.
b. Untuk mengetahui Kekuatan Hukum Asas lex posteori derogate
lex priori.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
hukum pada umumnya, khususnya bagi perkembangan Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia.
2) Menambah informasi ilmiah untuk penelitian selanjutnya.
3) Sebagai upaya untuk menambah pengetahuan dalam bidang
hukum administrasi negara.
b. Manfaat Praktis
1) Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tata usaha
negara.
2) Meningkatkan pengetahuan penulis tentang masalah yang
dibahas dalam penelitianini.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
D. Kerangka Teoritis, Kerangka Konsepsual dan Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teoritis
Asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum,
dikarenakan merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan hukum, bahwa peraturan peraturan hukum itu pada akhirnya
biasa dikembalikan kepada asas asas tersebut, asas hukum ini layak
disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, bahwa dengan
adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-
peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung
nilai nilai dan tuntutan etis.4
Rawls berpendapat bahwa keadilan hanya dapat ditegakkan
apabila negara melaksanakan asas keadilan. Ada dua hal pokok dalam
teori keadilan Rawls, yaitu kewajiban dasar dan kewajiban institusi.
Kewajiban dasar dilihat bahwa masing-masing pihak dapat dikenai
kewajiban untuk bertindak adil, sedangkan kewajiban institusi dilihat
apakah institusi bersifat adil. Kedua hal pokok dalam teori keadilan
Rawls ini dapat terwujud secara baik ketika konstitusi, hukum dan
institusi terpenuhi secara baik pula.5
4 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 2. 5 Dahlan Sinaga, Kemandirian dan Kebebasan Hakim Memutus Perkara Pidana Dalam
Negara Hukum Pancasila, Bandung: Nusa Media, 2015, hlm. 68.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang No. 28 Tahun 1999 yang
meliputi:6
1. asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan.
Kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan
negara;
2. asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi
landasar keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan negara;.
3. asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan
selektif;
4. asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara;
5. asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;.
6 Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dari Kopursi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 3.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
6. asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundan-
undangan yang berlaku;
7. asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara
harus dapat selalu di pertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asas direksi atau freies ermessen dapat diartikan sebagai salah
satu sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan-
badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus
terikat sepenuhnya pada Undang-Undang.7
2. Kerangka Konsepsual
Selain didukung dengan kerangka teoritis, penulisan ini juga
didukung oleh kerangka konseptual yang merumuskan definisi-definisi
tertentu yang berhubungan dengan judul yang diangkat, yaitu:
a. Peradilan adalah pengadilan tata usaha negara dan pengadilan
tinggi tata usaha negara dilingkungan peradilan tata usaha negara.8
b. Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan
fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat
maupun di daerah.9
7 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan Dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Jakarta: PT. Penerbit Erlangga, 2010, hlm. 72.
8 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 Ayat (1).
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
c. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negera antara orang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.10
d. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
di keluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata.11
Keputusan Tata Usaha Negara yang harus dikecualikan :
1) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan
hukum perdata;
2) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan
yang bersifat umum;
3) Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan
persetujuan;
9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 Ayat (7).
10 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 Ayat (10).
11 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 ayat (9).
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
4) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar
hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6) Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara
Nasional Indonesia;
7) Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di
daerah mengenai hasil pemilihan umum.12
e. Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan
atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk
mendapat putusan.13
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah:
1) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.14 Yang
12 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 2.
13 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 ayat (11).
14 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 53 ayat (2).
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
dimaksud asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai
berikut :
a) Kepastian hukum
b) Tertib penyelenggaraan Negara
c) Keterbukaan
d) Proporsionalitas
e) Akuntabilitas15
f. Yang berhak mengajukan Gugatan adalah Orang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar
Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan
batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan/atau direhabilitasi.16
g. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan Tata Usaha Negara,
gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan
puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.17 Kalau ada
ketentuan tenggang waktu harus mengeluarkan keputusan, maka
tenggang waktu 90 hari dihitung sejak habisnya kesempatan
15 Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 53 ayat (2) b.
16 Repulik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 53 ayat (1). 17 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 55.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
mengambil Keputusan TUN yang bersangkutan, sedang kalau tidak
ada ketetuan tenggang waktu untuk mengambil keputusan TUN
yang dimohon, maka tenggang waktu dihitung setelah lewat 4
bulan sejak permohonan yang bersangkutan diterima.18
h. Yang dapat di Gugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.19
i. Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya
atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata.20
j. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk mengadili.21
18 A. Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 27.
19 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 8.
20 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 12.
21 Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 ayat (8).
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
3. Kerangka Pemikiran
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun analisis hasil penelitian dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif, mengelola data, dan menganalisisnya kemudian
dituangkan dengan cara menggunakan kalimat sehingga pembaca lebih
mudah dalam memahami penelitian.
2. Metode Penelitian
Asas Lex Posteori
Derogate Lex Priori
Kompetensi Absolute
Pasal 47 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986
Keputusan Tata Usaha Negara
Pasal 3 Ayat (1) + Pasal 1 Ayat (9)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
Peradilan Tata Usaha Negara
Pertimbangan Hakim
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan
dengan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis
terhadap permasalahan melalui pendekatan penelitian perundang-
undangan dan pendekatan kasus.
3. Pendekatan
Sebagai penelitian hukum dengan metode penelitian yuridis
normatif, pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan
perundang-undangan. Penelitian hukum dengan pendekatan
perundang-undangan dilakukan dengan cara memahami,
mengungkapkan dan menafsirkan makna dari norma-norma hukum
yang menjadi bahan hukum penelitian. Norma-norma hukum itu
dipahami, diungkap dan ditafsirkan maknanya dengan penafsiran yang
ada dalam ilmu hukum.
4. Bahan Hukum
Bahan Hukum dalam skripsi ini adalah bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier adalah sebagai
berikut.
a. Bahan hukum primer, antara lain:
1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, Undang-undang No. 9
Tahun 2004, dan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 Tentang
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
3) Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan.
4) Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih dari Kopursi, Kolusi, dan Nepotisme
5) Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
6) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria.
7) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa buku yang
berkaitan erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan
menganilis serta memahami bahan hukum primer seperti artikel,
hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang mencakup
bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, seperti kamus
umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah, serta bahan-bahan di
luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk
melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
manfaat penulisan, kerangka teoritis, kerangka konseptual,
kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab ini menjelaskan tentang bahan-bahan pustaka
terkait dengan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha
Negara dan Pembahasan tentang Hak Atas Tanah Negara.
BAB III HASIL PENELITIAN
Dalam Bab ini berisikan identitas para pihak, kronologi
terjadinya sengketa tata usaha negara dan hasil penelitian
dari kasus ini.
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL
PENELITIAN
Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai pertimbangan
hakim dalam memutus perihal surat permohonan tindak
sengketa dan penguasaan tanah negara bebas berdasarkan
putusan nomor 92/G/2013/PTUN-SMG
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016
BAB V PENUTUP
Dalam Bab ini penulis menyampaikan pendapat berupa
kesimpulan yang merupakan rangkuman dari pembahasan
dan juga menyampaikan saran-saran dari permasalahan
yang diteliti didalam skripsi ini.
Pertimbangan Hakim..., Muhammad, Fakultas Hukum 2016