BAB I PENDAHULUAN -...

38
LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah tertinggal merupakan suatu daerah kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Ketertinggalan daerah tersebut diukur berdasarkan kriteria ekonomi, sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, aksesibilitas dan celah fiscal. Oleh karena itu, diperlukan upaya pembangunan daerah yang terencana dan sistematis agar daerah tertinggal tersebut pada akhirnya setara dengan daerah lainnya di Indonesia yang telah maju terlebih dahulu. Secara umum kondisi masyarakat daerah tertinggal sebagai berikut : Pendapatan total dan Pendapatan perkapita masyarakat daerah tertinggal masih rendah; Pembangunan sumber daya manusia (SDM) pada aspek keagamaan, pendidikan dan kesehatan masih belum optimal Optimalisasi eksplorasi dan eksploitasi potensi sumber daya alam dengan memperhatikan lingkungan hidup secara berkesinambungan, termasuk dalam penanganan daerah rawan bencana belum dilakukan. Sarana dan prasarana di daerah tertinggal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar masyarakat terutama pada aksesibilitas masyarakat pada aspek infrastruktur kesehatan, pendidikan energi, air bersih, telekomunikasi, transportasi dan infrastruktur ekonomi perlu peningkatan. Belum adanya regulasi yang fokus pada pengembangan lembaga pemerintahan daerah, kelembaga masyarakat yang pro daerah tertinggal. Percepatan pembangunan daerah tertinggal merupakan agenda besar pembangunan 2015-2019 yang sifatnya segera. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui salah satu isu strategis dalam RPJMN 2015-2019 yaitu Pembangunan Daerah Tertinggal

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah tertinggal merupakan suatu daerah kabupaten yang masyarakat dan

wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.

Ketertinggalan daerah tersebut diukur berdasarkan kriteria ekonomi, sumber daya

manusia (SDM), infrastruktur, aksesibilitas dan celah fiscal. Oleh karena itu, diperlukan

upaya pembangunan daerah yang terencana dan sistematis agar daerah tertinggal tersebut

pada akhirnya setara dengan daerah lainnya di Indonesia yang telah maju terlebih dahulu.

Secara umum kondisi masyarakat daerah tertinggal sebagai berikut :

Pendapatan total dan Pendapatan perkapita masyarakat daerah tertinggal masih

rendah;

Pembangunan sumber daya manusia (SDM) pada aspek keagamaan, pendidikan

dan kesehatan masih belum optimal

Optimalisasi eksplorasi dan eksploitasi potensi sumber daya alam dengan

memperhatikan lingkungan hidup secara berkesinambungan, termasuk dalam

penanganan daerah rawan bencana belum dilakukan.

Sarana dan prasarana di daerah tertinggal dalam upaya pemenuhan kebutuhan

pelayanan dasar masyarakat terutama pada aksesibilitas masyarakat pada aspek

infrastruktur kesehatan, pendidikan energi, air bersih, telekomunikasi,

transportasi dan infrastruktur ekonomi perlu peningkatan.

Belum adanya regulasi yang fokus pada pengembangan lembaga pemerintahan

daerah, kelembaga masyarakat yang pro daerah tertinggal.

Percepatan pembangunan daerah tertinggal merupakan agenda besar pembangunan

2015-2019 yang sifatnya segera. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui

salah satu isu strategis dalam RPJMN 2015-2019 yaitu Pembangunan Daerah Tertinggal

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 2

dan Kawasan Perbatasan Negara, pembangunan daerah tertinggal merupakan program

aksi dengan pendekatan kewilayahan, sehingga penanganannya memerlukan dukungan

lintas bidang.

Arah kebijakan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah

Upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik; dan Pengembangan perekonomian

masyarakat yang didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan

infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan kawasan strategis, yang

dijabarkan ke dalam strategi sebagai berikut: (1) Pengembangan perekonomian

masyarakat di daerah tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan

karakteristik dan potensi daerah; (2) Peningkatan aksesibilitas yang menghubungkan

daerah tertinggal dengan kawasan strategis melalui pembangunan sarana dan prasarana,

seperti: peningkatan akses jalan, jembatan, pelabuhan, serta pelayanan penerbangan

perintis dan pelayaran perintis; (3) Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),

Iptek, dan kapasitas tata kelola kelembagaan pemerintah daerah tertinggal; (4) Pemenuhan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan publik dasar di daerah tertinggal,

terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, transportasi, air minum, dan

telekomunikasi; dan (5) Pembangunan wilayah Papua dan Papua Barat yang diprioritaskan

pada: (i) peningkatan tata kelola pemerintah daerah, dan (ii) peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan program pembangunan yang lebih

difokuskan pada upaya percepatan pembangunan di daerah-daerah yang tertinggal dan

khusus. Kondisi ini umumnya terdapat di daerah yang secara geografis terisolir dan

terpencil, seperti daerah perbatasan antar , pulau-pulau terdepan, pulau-pulau kecil,

pedalaman, rawan bencana alam dan bencana sosial.

Pemerintah Pusat memfasilitasi Pemerintah Daerah melalui Program Pembangunan

Daerah Tertinggal yaitu Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus. Secara

umum Program P2DT bertujuan untuk membantu untuk mendukung pemerintah

kabupaten dalam mengembangkan kawasan pembangunan perdesaan terpadu dan

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 3

investasi, dengan sasaran untuk menciptakan peluang usaha, kesempatan kerja, dan

pendapatan masyarakat di daerah tertinggal, melalui kegiatan yang diarahkan kepada:

a. Penguatan kapasitas Pemda dan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan

pembangunan daerah;

b. Pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi; dan

c. Livelihood, pembangunan ekonomi dan investasi daerah.

Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat 50 kabupaten dari total 199 kabupaten

tertinggal dalam periode RPJMN 2004-2009 yang telah keluar dari ketertinggalan

berdasarkan Kepmen Nomor: 044/KEP-M-PDT/II/2010. Namun akibat terjadinya

pemekaran daerah, terdapat 34 daerah otonomi baru (DOB) yang termasuk kategori

daerah tertinggal baru, sehingga jumlah daerah tertinggal pada tahun 2010 menjadi

sebanyak 183 kabupaten. Pada RPJMN II (Tahun 2010-2014), terdapat 70 kabupaten yang

telah keluar dari ketertinggal, namun karena adanya penambahan DOB yang termasuk

kategori tertinggal, sehingga jumlah Kabupaten Tertinggal pada Tahun 2015 menjadi 122

Kabupaten.

1.2 Maksud dan Tujuan

Tujuan dari kegiatan Koordinasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal adalah

untuk menjamin pengendalian kelancaran proses koordinasi perencanaan, pelaksanaan,

monitoring, pengendalian dalam pengelolaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal

secara menyeluruh dan berkelanjutan oleh Tim Koordinasi P2DT, Bappenas.

Hasil dari laporan akhir Koordinasi Strategis Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal ini diharapkan akan menjadi umpan balik dalam penyusunan Rencana Kerja

Pemerintah tahun berikutnya. Selain itu, bahan ini menjadi alternatif rekomendasi untuk

meminimalisir permasalahan dan perbaikan program pembangunan kewilayahan pada

masa yang akan datang.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 4

BAB II RUANG LINGKUP

2.1 Ruang Lingkup Kegiatan

Tugas dan tanggungjawab Tim Koordinasi Program P2DT, Bappenas :

a. Mengkoordinasikan sektor-sektor terkait dalam program pembangunan daerah

tertinggal dan pasca konflik.

b. Mengumpulkan dan mengolah data, bahan dan informasi sebagai masukan dalam

menetapkan kebijakan umum pengelolaan Program pembangunan daerah

tertinggal melalui kegiatan P2DT, sesuai dengan sasaran dan kebijakan Program

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus yang tertuang dalam RPJMN 2015-

2019.

c. Membantu Tim Pengarah dalam melakukan monitoring-evaluasi terhadap

perkembangan dan hasil pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal,

serta terhadap pelaporan yang disusun oleh Tim Pelaksana.

d. Membantu Tim Pengarah dalam mengembangkan konsepsi dan rancangan

kebijakan pembangunan daerah tertinggal dan pasca konflik, berdasarkan hasil

monitoring-evaluasi terhadap penyelenggaraan program pembangunan daerah

tertinggal, dengan memperhatikan arahan RPJMN 2015-2019.

e. Membantu Tim Perencana Pelaksana dalam menyelesaikan penyusunan

dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal dan pasca konflik,

berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh Tim Pengarah.

f. Membantu seluruh tugas Tim Perencana Pelaksana terkait dengan pelaksanaan

koordinasi, sinkronisasi, pemantauan dan pengendalian serta evaluasi terhadap

pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal dan pasca konflik.

g. Membantu Tim TK P2DT melalui koordinasi persiapan perencanaan Program

Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus yang dilandasi pada

RPJMN 2015-2019.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 5

2.2 Metode Pelaksanaan

Untuk mencapai tujuan kegiatan dan keluaran yang diharapkan, maka metode

pelaksanaan yang dipergunakan adalah:

1. Penatalaksanaan Administratif Program

Merancang sistem dan prosedur administrasi program terkait dengan pengelolaan

instrumental masukan kesekretariatan untuk mendukung kegiatan yang akan

dilakukan. Kegiatan ini mencakup dukungan administratif pelaksanaan kegiatan,

kegiatan kearsipan, penginformasian dan pelaporan pelaksanaan Program P2DT.

2. Melakukan Koordinasi dengan Stakeholder Terkait

Koordinasi dengan berbagai stakeholder terkait dilaksanakan untuk sinkronisasi

dan koordinasi Tahap awal Program P2DTK, laporan-laporan rutin yang harus disusun

oleh implementing/executing agency terkait pengelolaan keuangan program, laporan

tahunan, laporan akhir project. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan inisiasi

mengundang stekeholder (proaktif) maupun secara aktif terlibat dalam mekanisme

koordinasi yang telah diagendakan oleh unit pelaksana kegiatan lain terkait program

pembangunan daerah tertinggal.

3. Melakukan Monitoring (Supervisi)

Monitoring pelaksanaan difokuskan pada koordinasi tahap awal program di 4

Provinsi (Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur)

dan 4 Kabupaten (Sampang, Tojo Una-una, Hulu Sungai Utara, Lembata).

4. Bantuan Teknis Pelaku Program

Bantuan teknis terhadap pelaku program difokuskan dalam rangka koordinasi tahap

awal, meningkatkan kapasitas pelaku program utamanya di daerah dan peningkatan

investasi ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan

proses bantuan teknis terhadap pelaku program ini diharapkan akan terjadi alih

kemampuan masing-masing pihak sehingga terjadi pengembangan kapasitas dalam

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 6

pengelolaan program-program sejenis maupun mendukung proses pembangunan

reguler di daerah.

5. Penyediaan Informasi dan Masukan bagi Penyempurnaan serta

Pengembangan Program

Kegiatan ini melalui penyediaan informasi dan data yang diperoleh secara langsung

maupun memanfaatkan informasi dan data yang dilaksanakan oleh unit pelaksana yang

berkompeten. Hasil analisa terhadap berbagai informasi dan data tersebut menjadi

masukan untuk mendukung pelaksanaan dan perbaikan/pengembangan program

pembangunan daerah tertinggal selanjutnya sesuai dengan dinamika yang terus

berkembang.

6. Menyusun Laporan

Penyusunan laporan lebih difokuskan untuk laporan rutin tahunan dan laporan

akhir project berdasarkan hasil monitoring selama pelaksanaan Program P2DT.

2.3 Keluaran yang Diharapkan

Adapun keluaran (output) yang dihasilkan dari sekretariat Tim Koordinasi Program

P2DTK ini, antara lain:

1. Tersedianya data, bahan dan informasi sebagai masukan dalam menetapkan

kebijakan pengelolaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal;

2. Rencana Kerja, Rencana Tindak/Eksidential Tahunan UPP/ PMU Program P2DT;

3. Rencana kerja, rencana tindak lanjut/ eksidential tahunan Program P2DT;

4. Terlaksananya koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan

Program P2DT;

5. Laporan monitoring-supervisi terhadap pelaksanaan Program P2DT;

6. Laporan khusus/ eksidential Program P2DT;

7. Laporan akhir Program P2DT.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 7

2.4 Organisasi Pelaksana

Pengorganisasian pelaksanaan kegiatan Koordinasi Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal (P2DT), didahului dengan pembentukan Tim Koordinasi Strategis Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal pada awal Tahun 2015.

Adapun personil tim teknis dan pendukung kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal pada Tahun 2015 terdiri dari Tenaga Teknis Bidang

Perencanaan Pembangunan dan Kelembagaan, Tenaga Teknis Bidang Perencanaan dan

Penganggaran, Tenaga Teknis Bidang Monitoring dan Evaluasi, Pengolah Data, dan

Pramubakti.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 8

BAB III HASIL PELAKSANAAN

Berpedoman dari rencana kerja Tim Koordinasi Strategis P2DT Bappenas yang telah

disusun pada awal Tahun 2015, maka selanjutnya tim teknis mulai melaksanakan

tugasnya. Berdasarkan hasil pelaksanaan yang menjadi tugas maka dapat disampaikan

laporan bahwa pelaksanaan kegiatan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan Program

P2DTK pada tahun 2014 ini sebagai tahun pengakhiran Program P2DTK dan perencanaan

keberlanjutan Program P2DTK.

Adapun secara umum proses dan hasil kegiatan Program P2DT yang dapat

dilaksanakan sampai akhir Desember 2015 adalah sebagai berikut :

a. Koordinasi lintas sektor melalui Pemihakan terhadap pembangunan daerah

tertinggal melalui Rakor Program Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal.

b. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) bidang Pembangunan Daerah

Tertinggal dan penelaahan RKA-KL Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi 2016.

c. Menyusun kebutuhan pendanaan pembangunan daerah tertinggal.

d. Penyusunan kebijakan Dana Alokasi Khusus Bidang Transportasi Sub Bidang

Transportasi Perdesaan Tahun 2016.

e. Koordinasi DAK lintas bidang mengenai pemihakan pada daerah tertinggal dan

dapat mewujudkan DAK kewilayahan.

f. Koordinasi Penyusunan Strategi Nasionan Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal (STRANAS-PPDT) dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Daerah

Tertinggal (RAN-PPDT).

g. Koordinasi lintas sektor dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal.

h. Monitoring dan Evaluasi program pembangunan daerah tertinggal.

3.1 Penyusunan Konsep Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RKP 2016

Pelaksanaan percepatan pembangunan daerah tertinggal selama ini menemui

berbagai kendala diantaranya adalah :

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 9

a. Regulasi dalam mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal yang tumpang

tindih;

b. Lemahnya koordinasi dalam pembangunan daerah tertinggal;

c. Kebijakan afirmatif dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal;

d. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat di

daerah tertinggal;

e. Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar publik di daerah tertinggal;

f. Rendahnya produktivitas masyarakat di daerah tertinggal;

g. Minimnya konektivitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah;

h. Insentif terhadap sektor swasta dan pelaku usaha yang minim;

Dalam rangka mengatasi permasalahan pembangunan daerah tertinggal dilakukan

melalui strategi (a) pengembangan perekonomian masyarakat; (b) peningkatan

aksesibilitas penghubung ke pusat pertumbuhan; (c) peningkatan kualitas SDM dan Iptek,

(d) pemenuhan SPM pelayanan dasar publik; (e) pemberian tunjangan khusus kepada

tenaga kesehatan, pendidikan, dan penyuluh pertanian; (f) harmonisasi regulasi; (g)

pemberian insentif kepada pihak swasta; (h) pembinaan terhadap daerah tertinggal yang

terentaskan; (i) pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi; serta (j) percepatan

pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat melalui peningkatan konektivitas

dan kualitas SDM, serta pengembangan ekonomi masyarakat berbasis komoditas lokal

pada wilayah adat;

3.2 Trilateral Meeting penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016

Pertemuan Tiga Pihak Penyusunan Rancangan RKP 2016 dan Alokasi Pagu Indikatif

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bertujuan antara

lain:

1. Menjamin konsistensi RPJMN 2015 – 2019 dan Renstra K/L 2015 – 2019

dengan RKP 2016 dan Renja K/L 2016;

2. Menyempurnakan Rancangan Awal RKP 2016;

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 10

3. Menyusun rancangan Renja K/L 2016;

4. Membahas program dan kegiatan belanja untuk prioritas dan operasional

dengan menajamkan sasaran, target, lokasi dan indikasi pendanaannya.

Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) tersebut menghasilkan beberapa pointers

yang menjadi perhatian bagi Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi dalan menjalankan

kegiatannya dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal, yaitu:

1. Dalam Penyusunan Program dan Kegiatan pada Rancangan Renja Tahun 2016

harus mengacu kepada RPJMN 2015-2019 dan RKP 2016;

2. Perlu adanya penguatan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dalam

pembangunan daerah tertinggal agar lebih efektif. Kemendes PDTT harus

mempunyai inventaris kegiatan-kegiatan Kementerian/Lembaga yang

berkontribusi dalam pembangunan daerah tertinggal dan besaran alokasinya

untuk mempermudah proses monitoring dalam pelaksanaan kegiatannya,

sehingga Kemendes PDTT tidak hanya melakukan koordinasi sebatas kegiatan

di internalnya;

3. Kemendes PDTT perlu mempunyai pilot project mengenai kegiatan yang

dilakukan di beberapa kabupaten tertinggal yang di koordinasikan bersama

dengan Kementerian/Lembaga terkait;

4. Rancangan kegiatan pada Renja harus mempertimbangkan data kebutuhan dan

hasil pembahasan dalam Pra Musrenbangnas Tahun 2015, tidak hanya

mempertimbangkan usulan dari Pemerintah Daerah yang disampaikan

langsung kepada Kemendes PDTT;

5. Perlu adanya sinergi di internal Kemendes PDTT antara bidang Pembangunan

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Transmigrasi agar jelas

pembagian kewenangan pada masing-masing unit kerja;

6. Dalam penyusunan program/kegiatan agar memperhatikan tugas dan fungsi

Kemendes PDTT;

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 11

7. Perlu adanya penguatan kerjasama antara Kemendes PDTT dengan BPS terkait

penyempurnaan data dan informasi ketertinggalan daerah dalam rangka

mendukung kualitas perencanaan pembangunan daerah tertinggal;

8. Dalam pelaksanaan penelaahan RKA-K/L di Kemenkeu diharapkan Kemendes

PDTT mengutus tim yang kompeten dan sudah mempersiapkan dokumen

pendukung sebagai berikut:

9. Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) yang berisi maksud dan tujuan, ruang lingkup

kegiatan, ancar-ancar alokasi dan lokasi,

10. Mempersiapkan dokumen-dokumen pendukung lainnya, misalnya: MoU, Surat

Keputusan, dll.

11. Setiap kegiatan yang dilakukan Kemendes PDTT merupakan hasil koordinasi

dengan Kementerian/Lembaga agar kegiatan yang dilakukan tidak tumpang

tindih dan saling melengkapi terhadap kegiatan Kementerian/Lembaga terkait,

misal:

12. Diharapkan MoU yang dibuat oleh Kemendes PDTT dapat ditindaklanjuti

sebagai dasar penanganan daerah tertinggal yang berjalan secara terintegrasi;

13. Kegiatan koordinasi yang dilakukan Kemendes PDTT dengan melibatkan

Kementerian/Lembaga harus dapat ditingkatkan untuk bersama-sama

mengintervensi daerah tertinggal, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan di

Kemendes PDTT merupakan kegiatan yang dilakukan bersama-sama direktorat

terkait atau bersama-sama dengan Kementerian/Lembaga terkait dan/atau

kegiatan yang didanai oleh APBD Provinsi maupun kabupaten. Dengan

demikian, tidak ada kegiatan Kemendes PDTT yang hanya dilakukan oleh

Kemendes PDTT;

14. Diharapkan Kemendes PDTT dapat melaporkan kemajuan kegiatan secara

berkala kepada Bappenas, Kemenkeu dan Kementerian/Lembaga terkait.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 12

15. Diharapkan kegiatan Kemendes PDTT dapat diarahkan untuk mendukung

upaya pemenuhan pelayanan publik dan pemerataan pertumbuhan di daerah

tertinggal;

16. Kegiatan pengembangan kebijakan pada Tahun 2016 diharapkan dapat

diarahkan pada penyusunan profil daerah tertinggal di masing-masing bidang

pembangunan daerah tertinggal dan dalam rangka mendukung strategi

percepatan pembangunan daerah tertinggal;

17. Kegiatan yang berorientasi desa agar mempertimbangkan dana alokasi desa

sesuai kebutuhan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa;

18. Kemendes PDTT diberikan mandat untuk melakukan intervensi terhadap 70

daerah tertinggal yang terentaskan sesuai Kepmen PDT No. 141 Tahun 2014,

bentuk intervensi yang dilakukan hanya berupa pendampingan dan/atau

pelatihan, bukan dalam bentuk intervensi sarana dan prasarana fisik.

3.3 Penelaahan RKA-KL Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi 2016

Dalam rangka RKA-KL Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi tahun 2016 Bappenas telah melaksanakan penelaahan telah menyampaikan

hasil-hasil penelaahannya kepada Kepala Biro Perencanaan Kementerian Desa, PDT, dan

Transmigrasi; Direktur Anggaran I Kementerian Keuangan; serta Direktur Alokasi

Pendanaan Pembangunan, Bappenas dengan pointers sebagai berikut:

1. Aspek Koordinasi. Setiap UKE-II di Ditjen PDTu dan PDT harus dapat

meningkatkan kualitas koordinasi sehingga anggaran yang direncanakan dapat

memberikan hasil yang nyata dan berkontribusi dalam penyelesaian masalah

yang dihadapi di daerah tertinggal. Koordinasi dimulai dengan identifikasi

kebutuhan pembangunan dan masalah yang dihadapi secara spesifik oleh setiap

bidang dengan pemerintah daerah dan selanjutnya di tindaklanjuti dengan

koordinasi terbatas dengan K/L terkait di pusat. Output dari koordinasi

menghasilkan kesepakatan bersama K/L terkait mengenai upaya pemenuhan

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 13

kebutuhan dan solusi dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi secara

spesifik pada setiap bidang di daerah tertinggal. Kesepakatan tersebut juga

menjadi dasar dalam penentuan bentuk dan lokasi pelaksanaan kebijakan yang

dilakukan oleh setiap UKE-II.

2. Output Kegiatan. Mengingat skala pelayanan Ditjen PDTu dan PDT merupakan

wilayah kabupaten, maka output kegiatan yang dipilih merupakan kegiatan

yang memiliki jangkauan pelayanan yang luas, menghubungkan beberapa desa

dan kecamatan, sesuai aspek ketertinggalan dominan di daerah, dan berdampak

signifikan terhadap pencapaian sasaran pembangunan daerah tertinggal dalam

RKP 2016. Oleh karena itu, diharapkan dapat mempertimbangkan kembali

penentuan output kegiatan yang memiliki jangkauan pelayanan terbatas dan

kurang berdampak signifikan terdapat pencapaian sasaran pembangunan

daerah tertinggal dalam RKP 2016, antara lain perpustakaan berskala desa;

Sarana Usaha Pedagang Kaki Lima (Gerobak dan Tenda), dll. Dalam rangka

persiapan penyusunan RKP 2017, setiap UKE II diharapkan dapat memilih

bentuk intervensi utama yang relevan dilakukan pada beberapa kabupaten.

Dengan demikian maka variasi output kegiatan akan berkurang (seperti

kegiatan pengembangan sumber daya manusia di daerah tertinggal yang

memiliki 22 output), dan tidak ada output yang hanya memiliki sedikit atau

bahkan 1 (satu) lokasi saja.

3. Lokasi kegiatan pada RKA KL Ditjend PDTu. Terdapat intervensi kegiatan

yang berlokasi di kabupaten non tertinggal. Sebagai contoh, intervensi kegiatan

Penanganan Daerah Rawan Bencana, lebih banyak diberikan pada daerah non

tertinggal (16 kabupaten/kota), dibandingkan daerah tertinggal (13

kabupaten). Lokasi penanganan PDTu fokus di daerah tertinggal yang memiliki

karakteristik tertentu sesuai dengan prioritas penanganan yang ditetapkan oleh

K/L yang yang menjadi leading sector.

4. Lokasi kegiatan pada RKA KL Ditjend PDT. Ditjend PDT harus menjadi pilot

project konsep pengembangan daerah tertinggal yang berbasis kewilayahan,

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 14

dimana intervensi dari seluruh UKE II di Ditjend PDT fokus untuk menangani

daerah tertinggal secara terintegrasi. Hal tersebut menjadi inisiasi

pengembangan daerah tertinggal yang berbasis kewilayahan pada tahun yang

akan datang. Penentuan lokasi intervensi diharapkan diprioritaskan

berdasarkan kondisi ketertinggalan secara nasional. Pada RKA KL masih

ditemukan lokasi intervensi yang tidak prioritas, yaitu pembangunan PLTMH

dan PLTS di Kabupaten Parigi Moutong, Lombok Barat dan Sumbawa yang

memiliki nilai rasio elektrifikasi tinggi sebesar 83.62%; 93.60%; dan 96.78%,

sedangkan rata-rata nilai rasio elektrifikasi adalah sebesar 69.99%.

5. Desentralisasi fiskal. Sesuai amanat PP 78/2014 tentang Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal, diperlukan penyusunan Rencana Aksi Daerah

(RAD-PPDT) Provinsi dan Kabupaten sebagai pedoman dalam penyusunan

RKPD dan evaluasi pelaksanaan PPDT di daerah. Untuk mendukung penguatan

dan pemberdayaan peran Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah,

maka mekanisme penyaluran bantuan dalam Penyusunan RAD Provinsi dan

Kabupaten diharapkan melalui dana dekonsentrasi.

6. Perencanaan Pembangunan Daerah Tertinggal. Terdapat beberapa output

yang perlu dipertimbangkan kembali, antara lain:

a. Reformulasi Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal. Berdasarkan PP

78/2014 tentang PPDT pasal 6, disebutkan bahwa “Pemerintah

menetapkan Daerah Tertinggal setiap 5 (lima) tahun sekali secara nasional

berdasarkan kriteria, indikator dan sub indikator ketertinggalan daerah”.

b. Penyusunan rancangan Perpres tentang RAN PPDT. Berdasarkan PP

78/2014 pasal 11 (2) menyebutkan bahwa “Ketentuan mengenai RAN-

PPDT diatur dengan Peraturan Presiden”. Hal ini menunjukkan bahwa yang

ditetapkan dalam Perpres bukan RAN tahunan, tetapi Pepres mengenai

mekanisme dan substansi dalam penyusunan RAN.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 15

c. Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) PPDT. RUU PPDT

merupakan RUU inisiatif DPR yang pernah diusulkan kepada pemerintah

pada tahun 2012. Namun mengingat sudah terdapat berbagai peraturan

perundangan yang telah memihak terhadap pembangunan daerah

tertinggal, maka disepakati bahwa diperlukan pemihakan dalam PPDT

tetapi cukup diatur melalui peraturan di internal Pemerintah (PP 78/2014

tentang PPDT), serta didukung komitmen seluruh pihak dalam penyusunan

perencanaan dan koordinasi di pusat dan daerah untuk memenuhi

kebutuhan pembangunan dan pelayanan dasar di daerah tertinggal.

d. Terdapat kesamaan output antara “Pelaksanaan Kebijakan Penyusunan

Perencanaan PPDT 122 kabupaten” senilai Rp 13.26 M dengan

“Pelaksanaan Kebijakan Penyusunan RAD Kab. Daerah Tertinggal” senilai

Rp 23.08 M.

7. Pembinaan terhadap daerah tertinggal yang terentaskan. Berdasarkan PP

78/ 2014, Pasal 30, “Daerah tertinggal yang telah terentaskan dari status daerah

tertinggal diberikan pembinaan oleh Menteri paling lama selama 3 (tiga) tahun

setelah terentaskan”. Oleh karena itu Kemendes PDTT dapat melakukan

pembinaan terhadap daerah tertinggal tertentaskan berdasarkan Kepmen PDT

Nomor 141/2014 tentang 70 Daerah Terentaskan maksimal s/d tahun 2017.

Namun demikian, diperlukan perbedaan treatment dalam melakukan

pembinaan terhadap daerah tertinggal yang terentaskan yaitu tidak

berorientasi fisik, melainkan berorientasi peningkatan kapasitas

3.4 Penyusunan Kebijakan DAK Afirmasi Sub Bidang Transportasi Perdesaan

Tahun 2016

Bidang DAK Tahun 2016 dilakukan penyederhanaan dari 14 bidang (RKP 2015)

menjadi 11 bidang dengan tujuan :

a. fokus dan sejalan dengan dengan tema RKP 2016;

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 16

• DAK INF. JALAN PROVINSI

• DAK PERHUBUNGAN

• DAK TRANSPORTASI PERDESAAN

DAK REGULER

• DAK INFR. JALAN KABUPATEN/KOTA

• DAK PERHUBUNGAN DAK IPD

• DAK INFR. JALAN KABUPATEN/KOTA

• DAK TRANSPORTASI PERDESAAN

DAK AFIRMASI

b. lingkup kegiatan difokuskan agar sesuai dengan tupoksi K/L dan tidak tumpang

tindih dengan sumber pendanaan lain; dan

c. untuk mengoptimalkan pencapaian outcome (Nawacita dan RPJMN 2015-2019).

Arah kebijakan Dana Alokasi Khusus Tahun 2016 antara lain:

1. Mendukung pencapaian prioritas dimensi pembangunan dan nawacita dalam

RKP 2016,

2. Memperkuat peran gubernur selaku wakil pemerintah pusat dalam

perencanaan DAK;

3. Difokuskan pada kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar

masyarakat (khususnya sesuai SPM)

4. Meningkatkan koordinasi dalam perencanaan DAK antara Pemerintah dan

Pemerintah Daerah, serta dalam Pemerintah Daerah sendiri sehingga terwujud

sinkronisasi dan sinergitas; dan

5. Memprioritaskan daerah tertinggal, perbatasan, terluar, terpencil, kepulauan,

dan pasca bencana sesuai dengan bidang DAK yang dibutuhkan oleh daerah

tersebut

Gambar 1. Jenis DAK Fisik Bidang Transportasi

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 17

Arah Kebijakan DAK Transportasi 2016

a. Diarahkan untuk membantu daerah dalam mendukung Agenda Nawacita ke-3

(Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan

desa dalam kerangka Negara kesatuan), Agenda ke-5 (Meningkatkan kualitas

hidup manusia Indonesia) dan Agenda ke-6 (Meningkatkan Produktivitas

Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional) khususnya sub agenda

membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan

pembangunan dalam rangka mendukung sistem logistik nasional dengan

mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana transportasi.

b. Mendukung pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan aksesibilitas

masyarakat terhadap fasilitas perekonomian (dari Sentra Produksi ke Outlet

Pemasaran, dari dan ke Pusat Energi/Listrik, Simpul-simpul Kemaritiman, dan

ke Pusat Pariwisata dan Industri) dan mendukung pengembangan wilayah di

daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan (Lokpri) yang terintegrasi

dalam sistem jaringan transportasi nasional.

c. Meningkatkan kualitas pelayanan transportasi (termasuk antara lain

keselamatan bagi pengguna transportasi jalan provinsi dan kabupaten/kota

guna menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas secara bertahap

sebesar 20% pada akhir tahun 2016) serta meningkatkan pelayanan angkutan

umum perkotaan.

d. Pengembangan fasilitas sarana dan prasarana transportasi air untuk

mendukung perwujudan tol laut.

3.5 Koordinasi Lintas Sektor dalam Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

Koordinasi lintas sektor dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal

menghasilkan beberapa rekomendasi kedepan, diantaranya:

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 18

1. Perlu adanya optimalisasi peran pemerintah provinsi dalam penguatan fungsi

Bappeda Provinsi dan Kabupaten sebagai koordinator kegiatan

kementerian/lembaga serta pengelolaan DAK afirmasi di daerah tertinggal.

2. Dalam upaya partisipasi kesuksesan kegiatan Kementerian/Lembaga khususnya

Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi di daerah, Pemerintah Daerah perlu

mendukung proses pelaksanaan kegiatan di daerah diantaranya melalui penyediaan

data serta syarat-syarat kegiatan yang diperlukan, seperti proposal, studi kelayakan,

Detail Enginering Design (DED) dan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang valid

dan lengkap;

3. Perlunya sistem reward and punishment, dan implementasi aspek good governance

dalam pengelolaan DAK di daerah tertinggal terutama dalam kepatuhan pelaporan

yang menyangkut output dan outcome secara periodic;

4. Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi perlu melakukan sinkronisasi, koordinasi

dan fasilitasi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan DAK, dan pembinaan,

serta pengawasan sistem pelaporan DAK di daerah tertinggal;

5. Pemerintah daerah perlu memperkuat database per semester atas kebutuhan-

kebutuhan yang berimplikasi secara langsung terhadap percepatan pembangunan

daerah tertinggal, agar dapat mendorong perkuatan afirmasi kebijakan

Kementerian/Lembaga terhadap daerah tertinggal;

6. Daerah tertinggal perlu mengembangkan kebijakan dengan memberikan

aksesibilitas kepada masyarakat terhadap modal, pasar, pengetahuan, infrastruktur,

lokasi, memberikan keamanan serta insentif bagi investor untuk menciptakan iklim

investasi yang kondusif;

7. Khusus bagi daerah tertinggal yang masuk dalam Kawasan Strategis, Kementerian

Desa, PDT, dan Transmigrasi perlu berkoordinasi dengan Bappenas, Kementerian

PU-PERA, Kemenko Perekonomian, dan Pemerintah Provinsi untuk mendorong

implementasinya;

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 19

8. Perlunya mengoptimalkan dan mensinergikan berbagai sumber pendanaan (APBN,

Dekon/TP, Program Direktif, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Dana Transfer,

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan/PKBL dan Corporate Social

Responsibility/csr) dalam pembangunan daerah tertinggal;

9. Terkait kebijakan, diperlukan rencana aksi PPDT di semua sektor untuk dijadikan

pedoman oleh seluruh stakeholder. Selain itu, eevaluasi kebijakan dan regulasi per

sektor, khususnya terhadap kebijakan/regulasi yang tidak memihak daerah

tertinggal, seperti:

a. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

b. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

c. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

d. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan

e. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

10. Perlu adanya pelaksanaan koordinasi secara tematik untuk menghasilkan

penghasilkan output berupa rencana tindak lanjut yang konkret, serta forum-forum

koordinasi diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif untuk mengkonsolidasikan

seluruh resources dan merespon permasalahan ketertinggalan;

11. Perlu adanya upaya fasilitasi dalam kegiatan stimulan mengacu pada data

kebutuhan dan road map/ rencana aksi percepatan pembangunan daerah tertinggal

yang disusun oleh kpdt atau kementerian teknis lain. kegiatan stimulan tidak

dilakukan secara eksklusif, melainkan integrasi antara beberapa kegiatan atau

fungsionalisasi dari kegiatan yang sudah ada agar dapat memberikan dampak yang

lebih signifikan.

3.6 Koordinasi Penyusunan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal (STRANAS-PPDT) dan Rencana Aksi Nasional Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN-PPDT)

Dalam rangka afirmasi terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal,

disusunlah Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 20

Daerah Tertinggal (PPDT). PPDT bertujuan untuk: (1) mempercepat pengurangan

kesenjangan antardaerah dalam menjamin terwujudnya pemerataan dan keadilan

pembangunan nasional; (2) mempercepat terpenuhinya kebutuhan dasar, serta sarana dan

prasarana dasar daerah tertinggal; (3) meningkatkan koordinasi, integrasi, dan

sinkronisasi, antara pusat dan daerah dalam perencanaan, pendanaan dan pembiayaan,

pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi; dan (4) menjamin terselenggaranya

operasionalisasi kebijakan PPDT.

Pasal 9 PP 78 Tahun 2014 mengamanatkan pemerintah pusat untuk menyusun

Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS-PPDT) yang

bersifat jangka menengah 5 (lima) tahunan dan Rencana Aksi Nasional (RAN-PPDT) yang

bersifat jangka pendek (tahunan). Kedua dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi

panduan bagi K/L dalam melaksanakan kegiatannya dalam rangka Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal.

Sejalan dengan agenda prioritas Presiden untuk mewujudkan NAWACITA,

khususnya Cita ke-3 yaitu: “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat

Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan”, maka Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menyusun STRANAS-PPDT yang

selanjutnya akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden guna mewujudkan perencanaan

pembangunan di 122 kabupaten daerah tertinggal yang memiliki keterpaduan sistem dan

sinergitas program. Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal disusun

dengan tujuan :

1. Mendukung koordinasi secara nasional antar kementerian/lembaga,

pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat;

2. Menjamin terciptanya sinergitas sistem perencanaan pemerintah dan

pemerintah daerah;

3. Menciptakan koneksitas pembangunan antara daerah pertumbuhan dengan

daerah tertinggal dalam sistem kewilayahan;

4. Untuk menjadi acuan nasional dalam pelaksanaan program dan kegiatan

kementerian/lembaga terkait dengan percepatan pembangunan di 122

kabupaten daerah tertinggal;

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 21

5. Memberikan kepastian pelaksanaan dalam perumusan kebijakan nasional di

122 kabupaten daerah tertinggal;

6. Menjaga kesinambungan dan kesatuan arah antara pembangunan jangka

panjang dan menengah dengan operasional kebijakan pembangunan daerah

tertinggal.

Sasaran dari disusunnya Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal meliputi :

1. Terlaksananya strategi percepatan dalam pelaksanaan program dan kegiatan

pemerintah secara terpadu di 122 kabupaten daerah tertinggal;

2. Tercapainya target pengentasan untuk 80 kabupaten daerah tertinggal menjadi

daerah maju tahun 2019;

3. Terlaksananya keterlibatan pelaku usaha untuk menggerakkan iklim investasi

dalam mendukung percepatan pembangunan di 122 kabupaten daerah

tertinggal;

4. Terlaksananya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan ekonomi lokal di

daerah tertinggal;

5. Terwujudnya percepatan pembangunan wilayah-wilayah strategis dan cepat

tumbuh di daerah tertinggal dalam suatu sistem kewilayahan yang terintegrasi

dan sinergis;

6. Terwujudnya interkoneksi pembangunan antara hulu dan hilir dalam satu tata

ruang wilayah nasional.

Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT)

merupakan instrumen percepatan pembangunan daerah tertinggal yang merupakan

bentuk manifestasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

(KDPDTT) dalam lingkup nasional. Melalui strategi nasional dapat terpetakan bentuk

kegiatan beserta mitra pelaksanaan, sasaran utama, arah kebijakan, program lintas bidang

terkait pembangunan daerah tertinggal dan lain sebagainya. Oleh karena itu STRANAS

PPDT tidak dapat dipisahkan dengan dokumen perencanaan lainnya. Adapun keterkaitan

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 22

antar dokumen perencanaan dalam STRANAS PPDT mengacu pada Undang-undang Nomor

25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dengan

ketentuan sebagai berikut:

1. STRANAS PPDT merupakan dokumen perencanaan strategi untuk jangka waktu

5 (lima) tahun yang penyusunannya mengacu pada RPJM Nasional 2015-2019

untuk pemerintah pusat, RPJMD untuk pemerintah daerah baik ditingkat

provinsi maupun kabupaten, yang secara sistematis berkaitan dan diturunkan

disetiap jenjang pemerintahan. Pemerintah pusat (STRANAS PPDT), Provinsi

(STRADA PPDT Provinsi) dan kabupaten (STRADA PPDT Kabupaten);

2. STRANAS PPDT sebagai pedoman penyusunan Rencana Aksi PPDT, yang akan

secara sistematis berkaitan dan diturunkan disetiap jenjang pemerintahan.

Pemerintah Pusat (Rencana Aksi Nasional PPDT), pemerintah provinsi

(Rencana Aksi Daerah PPDT Provinsi) dan pemerintah kabupaten (Rencana

Aksi Daerah PPDT Kabupaten);

3. STRANAS PPDT memiliki keterkaitan dalam penyusunan Renstra K/L untuk

pemerintah pusat, Renstra SKPD untuk pemerintah provinsi dan kabupaten.

Selain itu pentingnya STRANAS PPDT dikarenakan percepatan pembangunan

daerah tertinggal tidak bisa dilakukan dengan strategi jalur tunggal

kewilayahan yaitu intervensi hanya pada kabupaten tertinggal. Namun

optimalisasi percepatan perlu dilakukan dengan pendekatan jalur ganda

kewilayahan, sehingga akan terbangun strategic regional development yang

mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut dan daerah

tertinggal. Dengan demikian diperlukan pendekatan jaringan aktor dan

kolaborasi perencanaan dalam perumusan STRANAS PPDT. Mengingat posisi

dan fungsi KDPDTT yang bukan merupakan agen tunggal dalam percepatan

pembangunan daerah tertinggal.

3.7 Monitoring dan Evaluasi Program Pembangunan Daerah Tertinggal

a. Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di

Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 23

Pembangunan daerah tertinggal merupakan agenda prioritas dalam visi-misi

Jokowi (Nawa Cita) ke-3 yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan

Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan. Pada

RPJMN 2015-2019 pembangunan daerah tertinggal akan di difokuskan pada tiga hal

utama, yakni: (1) promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat

pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi

daerah tertinggal ini juga akan mendorong masyarakat semakin mengetahui potensi

daerah tersebut dan akan aktif dalam membantu pembangunan; (2) pemenuhan

kebutuhan pelayanan dasar publik; dan (3) pengembangan perekonomian

masyarakat yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan

infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan pusat

pertumbuhan.

Ketertinggalan suatu daerah ditentukan berdasarkan perhitungan enam kriteria

pokok ketertinggalan, yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia,

sarana dan prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (kapasitas

fisikal), aksesibilitas, serta karakteristik daerah. Berdasarkan perhitungan enam

kriteria tersebut, Kabupaten Lebak ditetapkan sebagai daerah tertinggal yang masih

akan ditangani pada RPJMN 2015-2019.

Kabupaten Lebak adalah salah satu dari dua kabupaten di Provinsi Banten

dengan status daerah tertinggal yang belum terentaskan pada akhir RPJMN 2010-

2014. Secara umum kondisi infrastruktur khususnya jalan di Kabupaten Lebak

masih memprihatikan. Hampir sepanjang jalan utama dari Kabupaten Lebak menuju

Ibu Kota Provinsi Banten, Serang dengan kondisi rusak. Selain kondisi infrastruktur

jalan, dari 960 unit jembatan gantung yang ada di Kabupaten Lebak, tercatat

terdapat 360 unit jembatan gantung penghubung antar desa atau penghubung suatu

desa menuju pusat kecamatan dengan kondisinya rusak dan 109 unit jembatan

gantung lainnya dengan kondisi rusak parah, salah satunya di Desa Jaya Sari

Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak-Banten.

Desa Jaya Sari merupakan salah satu dari total 374 desa di Kabupaten Lebak,

Banten. Kondisi rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan di desa ini membuat

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 24

masyarakat setempat mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari,

contohnya dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Di bidang ekonomi, jarak antara

desa menuju pasar terdekat sejauh 24 Km. Namun kerusakan infrastruktur jalan dan

jembatan membuat akses menuju lokasi pasar terdekat menjadi susah untuk

diakses masyarakat di Desa Jaya Sari. Di bidang kesehatan, jarak antara desa menuju

rumah sakit terdekat sejauh 24 Km dengan kondisi aksesibilitas yang sulit. Jauhnya

jarak dan kesulitan aksesibilitas menuju rumah sakit terdekat tidak diimbangi

dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bidang kesehatan yang

lainnya, seperti puskesmas, puskesmas pembantu, dan poskesdes. Dengan kata lain,

di bidang kesehatan kondisi jauhnya jarak dan tingginya tingkat kesulitan menuju

rumah sakit terdekat serta tidak adanya fasilitas layanan masyarakat seperti

puskesmas, puskesmas pembantu, poskesdes merupakan permasalahan yang serius

yang dihadapi oleh masyarakat di Desa Jaya Sari.

Di bidang pedidikan, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan relatif tidak

mempengaruhi tingkat kesulitan aksesibilitas menuju sarana dan prasarana

pendidikan yang ada, seperti TK/RA/BA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Jarak

rata-rata dari Desa Jaya Sari menuju SD/MI adalah 0,8 Km dengan ketersediaan

jumlah SD/MI di desa tersebut sebanyak tiga unit yang terdiri dari satu sekolah

negeri dan dua sekolah swasta. Untuk tingkatan pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA,

jarak -rata dari Desa Jaya Sari menuju SMP/MTs dan SMA/MA terdekat adalah 3,4

Km dan 3,5 Km dengan kondisi aksesibiltas yang relatif mudah terjangkau menuju

sarana pendidikan tersebut.

Sebagai solusi atas permasalahan terkait kondisi infrastruktur jalan dan

jembatan di Desa Jaya Sari, Pemerintah Kabupaten Lebak secara bertahap akan

melakukan upaya perbaikan jalan melalui pembangunan jalan beton serta

perbaikan jembatan gantung yang menjadi prasarana masyarakat dalam

beraktivitas. Upaya perbaikan jalan dan jembatan gantung tersebut sudah

direncanakan sejak 2012, namun hingga tahun 2015 masih banyak ruas jalan dan

jembatan gantung yang rusak karena beberpa faktor diantaranya: padatnya jumlah

kendaraan yang berlalu lalang di kawasan tersebut dan sebagian besar kendaraan

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 25

yang melintasi kawasan tersebut merupakan kendaraan berat, seperti truk

pengangkut barang, rendahnya kualitas material bangunan sebagai fondasi

pembangunan jalan dan jembatan, serta rendahnya upaya peremajaan bagi jalan

dan jembatan yang sudah rapuh dimakan usia. Melalui hal tersebut diharapkan

terdapat langkah afirmasi yang konkrit terhadap pembangunan di Kabupaten Lebak

sebagai salah satu daerah tertinggal yang secara aktif dapat melibatkan sinergi

antara pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan masyarakat.

Gambar 2. Kebutuhan jembatan di salah satu kecamatan di Kabupaten Lebak

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 26

Gambar 3. Kondisi jembatan di Kabupaten Lebak

Gambar 4. Kondisi Jalan di Kabupaten Lebak

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 27

Gambar 5. Kondisi Jalan di Kabupaten Lebak

b. Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di

Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Pembangunan daerah tertinggal menjadi salah satu prioritas dalam Dimensi

Pembangunan yaitu Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan, sekaligus menjadi

agenda prioritas (Nawa Cita) ke-3 yang merupakan penjabaran visi misi Presiden

yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah

dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan. Pembangunan daerah tertinggal

sebagai pendekatan pembangunan lintas batas sektor ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan

mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah tertinggal dengan daerah

maju pada 122 kabupaten tahun 2015-2019. Arah kebijakan pembangunan daerah

tertinggal pada tahun 2015-2019 difokuskan pada:

1. Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga

terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 28

akan mendorong masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan

akan aktif dalam membantu pembangunan;

2. Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik;

3. Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas

antara daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan.

Terdapat enam kriteria pokok ketertinggalan, yaitu: perekonomian masyarakat,

sumber daya manusia, sarana dan prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan

lokal (kapasitas fisikal), aksesibilitas, serta karakteristik daerah. Kabupaten

Pandeglang ditetapkan sebagai daerah tertinggal karena memiliki beberapa kriteria

tersebut. Untuk itu, pemerintah memberikan alokasi DAK untuk mendukung

percepatan pembangunan di daerah-daerah yang memiliki keterbatasan

kemampuan anggaran. Berikut alokasi DAK untuk Kabupaten Pandeglang.

Alokasi DAK Kabupaten Pandeglang

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014

Alokasi (juta

rupiah)

89,350 91,800 104,863 141,861 128,026

Pemanfaatan DAK belum dilakukan secara optimal, melihat dari beberapa

kebutuhan dasar yang belum terpenuhi dengan baik, antara lain bidang

transportasi, pendidikan, dan kesehatan.

Di bidang transportasi, pembangunan infrastruktur transportasi seperti jalan

dan jembatan belum dapat direalisasikan secara optimal. Meskipun Kabupaten

Pandeglang memiliki jarak yang cukup dekat dengan Ibukota negara (sekitar ±110

km) dengan jarak tempuh normal sekitar 4-5 jam. Namun, faktanya, untuk mencapai

daerah tersebut dibutuhkan waktu tempuh 2x lipat, karena kondisi jalan yang rusak.

Kondisi geografis Kabupaten Pandeglang yang berbukit-bukit dapat menjadi salah

satu faktor penyebab sulitnya aksesibilitas. Dari 723,03 kilometer jalan berstatus

jalan kabupaten, 96,88 kilometer di antaranya dalam kondisinya rusak berat, rusak

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 29

sedang 185,25 kilometer, dan lainnya masuk kategori rusak ringan. Sementara jalan

yang mengalami kerusakan sedang tercatat 230,25 kilometer dan yang terbilang

baik hanya 213,65 kilometer. Bila diklasifikasikan berdasarkan materialnya, jalanan

di Kabupaten Pandeglang terbagi tiga jenis. Pertama jenis aspal penetrasi

(macadam), telford atau kerikil, dan jalan tanah, sehingga artinya, jumlah ruas jalan

tersebut juga termasuk ruas jalan yang masih berupa tanah dan kerikil (tidak

diaspal). Di samping itu, daerah ini dialiri oleh 18 aliran sungai dengan panjang total

835 km, sehingga dibutuhkan pembangunan jembatan yang layak untuk

meningkatkan konektivitas.

Pada bidang peningkatan kualitas sumber daya manusia, belum terjadi

peningkatan secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pandeglang yang baru mencapai rata-rata

68,35 (2009 s.d. 2011) dengan rata – rata pertumbuhan sebesar 0.39. Salah satu

penyebab IPM Kabupaten Pandeglang di bawah rata-rata IPM provinsi (70,50) yaitu

taraf pendidikan yang rendah. Hal ini terlihat dari rata – rata lama sekolah sejak

tahun 2008 sampai dengan 2011 hanya mencapai 6.56 dengan tingkat pertumbuhan

yang sebesar 0.08 atau 1.33% per tahun, jika menggunakan lama pendidikan dasar

hingga pendidikan menengah lanjutan selama 12 tahun, maka dapat diambil

kesimpulan rata – rata anak usia sekolah kabupaten Pandeglang baru mengenyam

pendidikan tingkat SD atau putus ditengah jalan pada tingkat menengah pertama,

oleh sebab itu kabupaten Pandeglang dapat dinilai belum menuntaskan agenda

wajib belajar 9 tahun. Di bidang pendidikan Pemkab Pandeglang membuat target

capaian tahun 2011 sebesar 7.11, tahun 2012 sebesar 7.35, tahun 2013 sebesar

7.58, dan pada akhir periode RPJMD tahun 2016 diharapkan sebesar 8.29, namun

pada tahun 2011 Kabupaten Pandeglang tidak dapat mencapai target yang telah

direncanakan dengan hanya mencapai nilai rata – rata lama sekolah sebesar 6.81.

Apabila melihat alokasi anggaran pendidikan pada tahun anggaran 2008 yang

mencapai sebesar 41,38%, tahun 2012 mencapai sebesar 56,99% dan tahun 2013

mencapai sebesar 52,75%, maka akan menjadi kontraproduktif ketika target

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 30

pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan tidak pernah tercapai

secara maksimal. Permasalahan tersebut dapat terjawab ketika dilakukan

perbandingan antara persentase belanja langsung dengan belanja tidak langsung.

Pada tahun 2008 belanja pegawai mendapat persentase sebesar 87.56% sedangkan

belanja langsung hanya mendapatkan alokasi sebesar 12,44%, kemudian pada

tahun 2012 persentase belanja pegawai mencapai 77,76% dan belanja langsung

mencapai 22,24% sedangkan pada tahun 2013 presentase belanja pegawai sebesar

80,70% sedangkan belanja langsung mencapai 19,30%. Jadi dapat diasumsikan

bahwa alokasi anggaran pendidikan lebih banyak terserap untuk gaji pegawai, pada

tahun 2011, dari 13.866 orang PNS terdapat 8.838 orang yang menduduki jabatan

sebagai fungsional guru, sehingga jabatan guru merupakan jabatan terbanyak di

Kabupaten Pandeglang.

Jumlah Sekolah Kabupaten Pandeglang

Tingkatan TK/sederajat SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat

Jumlah 389 1.020 285 155

Berdasarkan berberapa permasalahan tersebut, berikut beberapa strategi

pembangunan daerah tertinggal dalam RPJMN 2015-2019 yang relevan untuk

mengatasi ketertinggalan Kabupaten Pandeglang, antara lain yaitu:

1. Mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal dalam rangka

meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik (bioregion) dan produk

unggulan daerah, posisi strategis, dan keterkaitan antarkawasan yang meliputi

aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan

pemasaran. Promosi terhadap daerah tertinggal yang memiliki potensi ekonomi

untuk dikembangkan perlu dilakukan lebih intensif;

2. Meningkatkan aksesibilitas yang menghubungkan daerah tertinggal dengan

pusat pertumbuhan melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi,

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 31

seperti: peningkatan akses jalan, jembatan, pelabuhan, serta pelayanan

penerbangan perintis dan pelayaran perintis;

3. Meningkatkan kualitas SDM, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dan

kapasitas tata kelola kelembagaan pemerintahan daerah tertinggal, meliputi

aspek peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah, kelembagaan, dan

keuangan daerah melalui pengembangan pusat informasi;

4. Mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan

dasar publik di daerah tertinggal, terutama di bidang pendidikan, kesehatan,

transportasi, air minum, energi/listrik, telekomunikasi, perumahan dan

permukiman;

5. Melakukan penguatan regulasi terhadap daerah tertinggal dan pemberian

insentif kepada pihak swasta dalam pengembangan iklim usaha di daerah

tertinggal, salah satunya melalui harmonisasi peraturan perizinan antara

pemerintah dan pemerintah daerah;

6. Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya

pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan,

diharapkan kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan baru dapat

mendukung upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dan

pengembangan kawasan perdesaan disamping perlu dukungan semua sektor

terkait.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 32

Gambar 6. Kondisi Jalan di Kabupaten Pandeglang

Gambar 7. Kondisi Jalan di Kabupaten Pandeglang

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 33

Gambar 8. Kondisi Gedung Sekolah di Kabupaten Pandeglang

c. Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di

Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Kabupaten Gorontalo Utara adalah salah satu kabupaten dari tiga kabupaten di

Provinsi Gorontalo dengan status daerah tertinggal di Provinsi Gorontalo yang

belum terentaskan pada akhir RPJMN 2010-2014. Secara umum kondisi

infrastruktur Kabupaten Gorontalo Utara masih memprihatikan. Hampir semua

aspek masih berada dalam rata-rata daerah tertinggal. Dalam hal infrastruktur jalan,

masih terdapat 91,87 persen jalan tidak mantap di kabupaten ini, jauh di atas rata-

rata daerah tertinggal yakni sebesar 55,41 persen. Untuk bidang kelistrikan, tingkat

elektrifikasi Kabupaten Gorontalo Utara ini mencapai 86,25 persen. Sedangkan

untuk bidang sarana informasi komunikasi, terdapat 42,28 persen desa tidak

terjangkau sinyal seluler dan bahkan terdapat 91,87 persen desa tidak terjangkau

siaran TVRI.

Dalam kunjungan kerja Tim ke Kabupaten Gorontalo Utara, Tim berkesempatan

untuk mengikuti kegiatan forum SKPD yang dilaksanakan pada, 4 Maret 2015 di

Kantor Bupati Kabupaten Gorontalo Utara. Forum ini merupakan rangkaian forum

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 34

perencanaan pembangunan yang menjadi tindaklanjut atas kegiatan musenbangdes

dan musrenbang kecamatan dan persiapan musrenbang kabupaten yang akan

diselenggarakan pada minggu kedua Bulan Maret.

Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Gorontalo Utara

adalah sebagai berikut:

1. Lemahnya kualitas SDM;

2. Kurangnya lapangan kerja;

3. Minimnya insftrastruktur penunjang.

Kondisi minimnya infrastruktur penunjang di Kabupaten Gorontalo Utara ini

secara khusus meliputi permasalahan pada bidang perhubungan seperti terbatasnya

jumlah angkutan umum yang melayani masyarakat untuk beraktivitas, baik dalam

aspek ekonomi maupun pendidikan. Sebagai salah satu upaya solusi akan hal

tersebut, pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara bekerjasama dengan Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Provinsi melalui DAK transportasi dan DAK SPDT.

Melalui DAK transportasi, Kabupaten Gorontalo Utara mendapatkan bantuan

moda transportasi berupa bus yang dioperasikan sebagai bus sekolah. Bus sekolah

ini ditempatkian di tiga titik kecamatan pinggiran yang memiliki jarak tempuh yang

jauh dari permukiman warga ke sarana dan prasarana pendidikan. Sementara untuk

DAK SPDT, Kabupaten Gorontalo Utara memperoleh bantuan truk untuk

mengangkut hasil panen warga menuju pusat-pusat pengolahan atau pusat

distribusi dan penjualan.

Dalam forum SKPD yang dilaksanakan pada tanggal 4 maret 2015 dikantor

Bupati Gorontalo Utara tim juga meminta dokumen Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2013-2018 yang baru bisa tim

terima pada tanggal 7 maret 2015. Hal ini disebabkan karena seluruh staf di

lingkungan kerja Bappeda Gorontalo Utara sedang mengikuti kegiatan dalam forum

SKPD.

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 35

Dalam dokumen RPJMN Kabupaten Gorontalo Utrara tahun 2013-2018 tersebut

didapatkan beberapa penjelasan terkait isu strategis yang menjadi fokus

pembangunan di daerah tersebut. Isu strategis tersebut diataranya adalah (1)

penetapan Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebagai Kawasan

Industri sesuai dengan RTRW. (2) masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia

yang tercermin dari sebagian besar pegawai pemerintahan yang berasal dari luar

kabupaten Gorontalo Utara (3) kurangnya lapangan pekerjaan yang diakibatkan

oleh rendahnya investasi yang juga dipengaruhi oleh rendahnya daya saing daerah,

(4) aspek ekonomi lainnya adalah pasar sebagai penentu pertumbuhan ekonomi

yang masih terbatas, (5) infrastruktur yang masih terbatas terutama jalan-jalan

yang menghubungkan antar permukiman dengan pusat-pusat ekonomi di

kabupaten Gorontalo Utara juga sebagai pendukung kawasan industri di Kwandang.

Gambar 9. DAK Transportasi, Bis Sekolah di Gorontalo Utara

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 36

Gambar 10. DAK SPDT Berupa Truk Pengangkut Hasil Panen

Gambar 11. Bantuan KPDT Berupa Pasar Tradisional

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 37

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Secara umum proses dan hasil kegiatan dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Permasalahan yang mendasar di daerah tertinggal adalah rendahnya tingkat

ketersediaan infrastruktur sarana dan prasarana dasar publik. Hal tersebut

menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal sulit mendapatkan akses

pelayanan dasar yang layak, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih,

infrastruktur transportasi, listrik dan telekomunikasi. Rendahnya akses

pelayanan dasar berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia dan

lemahnya perekonomian di daerah tertinggal.

b. Belum optimalnya pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan

perekonomian daerah tertinggal. Hal ini disebabkan oleh: (1) rendahnya

kemampuan permodalan, penguasaan teknologi, informasi pasar dan investasi

dalam pengembangan produk unggulan daerah, dan (2) rendahnya kapasitas

kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan

sumberdaya lokal.

c. Permasalahan koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka pelaksanaan kebijakan

Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal terkait koordinasi antar

Kementerian/Lembaga juga terjadi. Hal ini terjadi sebagai akibat atas lemahnya

koordinasi antara pelaku pembangunan untuk dan di daerah tertinggal serta

masih adanya peraturan-peraturan yang kurang memihak terhadap percepatan

pembangunan daerah tertinggal.

d. Lemahnya koordinasi antar sektor kemudian melahirkan ego sektoral dalam

pelaksanaan pembangunan sehingga pembangunan dengan pendekatan kawasan,

khususnya di daerah tertinggal menjadi kurang efektif dan optimal.

e. Upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dapat dilakukan melalui

peningkatan ketersediaan infrastruktur sarana dan prasarana dasar publik,

seperti pemenuhan standar pelayanan minimum untuk bidang pendidikan,

LAPORAN AKHIR P2DT TAHUN 2015 38

kesehatan, perumahan dan permukiman, listrik, dan telekomunikasi, serta

peningkatan konektivitas antarwilayah yang menghubungkan daerah tertinggal

dan daerah maju sebagai pusat pemasaran dalam upaya peningkatan

perekonomian masyarakat.

4.2 Rekomendasi

a. Dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal perlu keterlibatan berbagai

pihak, diantara pemerintah pusat yang meliputi seluruh kementerian/lembaga,

pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat.

b. Perlu adanya peningkatan koordinasi baik dalam perumusan kebijakan maupun

implementasinya terhadap program-program pembangunan daerah tertinggal.

c. Peningkatan kemampuan fiskal daerah tertinggal melalui skema dana alokasi

khusus sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2005-2012 untuk mendorong

percepatan pembangunan daerah tertinggal.

d. Penyempurnaan Peraturan-peraturan yang dishamonis sehingga menghambat

Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal.

e. Pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, perumahan) dan pelayanan

publik dasar sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM).

f. Pembangunan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan dalam peningkatan

kualitas sumber daya manusia, seperti pembangunan sekolah berastrama,

pemerataan tenaga pendidik dan tenaga kesehatan, pembangunan sarana

kesehatan, serta bantuan alat kesehatan.

g. Pengembangan kapasitas aparatur kelembagaan pemerintah daerah.

h. Peningkatan konektivitas antar wilayah melalui penyediaan sarana dan

prasarana transportasi di daerah tertinggal dan yang menghubungkan daerah

tertinggal ke daerah pusat pertumbuhan.