Bab i Pendahuluan Ktiq

download Bab i Pendahuluan Ktiq

of 20

description

riski

Transcript of Bab i Pendahuluan Ktiq

KARYA TULIS ILMIAHTINJAUAN KEPUSTAKAANSINDROMA STEVEN JHONSON

Tim Penulis :Karina Suandra(10-106)Riski Chairi(10-211)

Pembimbing :

dr. Jofril Azmi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAHPADANG2013

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT bahwa penulis telah menyelesaikan karya ilmiah mengenai Sindroma Steven Jhonson sebagai tugas untuk Ujian Akhir Semester Modul Diagnostik Fisik.Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen, teman-teman, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :1. Dosen fasilitator yang telah memberikan petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing dan memberikan motivasi dalam penyelesaian tugas ini3. Teman-teman seperjuangan yang turut serta dalam membantu memberikan kritik dan saran dalam pembuatan karya tulis ini.Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Padang,Januari 2013

PenulisDAFTAR ISI HALAMAN KULIT KATA PENGANTAR ABSTRAK.. ABSTRACT DAFTAR ISI.. BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar belakang.1.2 Tujuan..1.3 Manfaat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA1.1 Defenisi..1.2 Etiologi1.3 Gejala Klinik1.4 Patofisio..1.5 Pemeriksaan Fisik1.6 Pemeriksaan Laboratorium1.7 Pemeriksaan Penunjang.1.8 Diagnosa Kerja1.9 Differensial Diagnosa(DD)..1.10 Penatalaksanaan..1.11 Komplikasi ..1.12 Prognosa BAB III KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang PenelitianSindrom Stevens-Johnson merupakan reaksi hipersensitivitas kompleks imun pada mukokutan yang paling sering disebabkan oleh obat-obatan dan lebih sedikit oleh infeksi.Sindrom Stevens-Johnson adalah kelainan yang ditandai dengan cepatnya perluasan ruam makula, sering dengan lesi target atipikal (datar, irreguler),dan keterlibatan lebih dari satu mukosa (rongga mulut, konjungtiva, dan genital. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A.M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus,dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit.Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDSangka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

1.Tujuan UmumUntuk memberikan pemahaman nyata tentang pelayanan kesehatan dengan Kasus Sindrom Steven Johnson.

2.Tujuan Khusus Secara khusus a.Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi,tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaa,serta komplikasi dari Sindrom Steven Johnson.

1.3 Manfaat Penelitiana)Mendapat pengetahuan secara detail tentang sindroma Steven Jhonsonb)Mengetahui teknik anamnesis terhadap pasien Steven Jhonsonc)Mengetahui tentang pemeriksaan fisik dan penunjang yang di butuhkan pada pemeriksaan sindrom Steven Jhonson.

BAB II TINJAUAN TEORIA.PengertianSindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa aeritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan di mukosa dan konjungtivitis (Junadi, 1982:480).Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).

B.EtiologiPenyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yangdapat dianggap sebagai penyebab adalah:1.Alergi obat secara sistemik (misalnya analgetik,antipiuretik) Penisilline dan semisentetiknya

Sthreptomicine

Sulfonamida

Tetrasiklin

Antipiretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol,metampiron dan paracetamol)

Klorpromazin

Karbamazepin Tegretol

Jamu2

2.Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)3.Neoplasma dan faktor endokrin4.Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar- X)5.MakananInfeksivirus,jamurbakteriparasit

Herpes simpleks, Mycoplasmapneumoniae, , histoplasmastreptokokus, Staphylococcshaemolyticus, Mycobacterium tuberculosis, salmonelamalaria

Obatsalisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik

MakananCoklat

Fisikudaradingin, sinarmatahari, sinar X

Lain-lainpenyakitkolagen, keganasan, kehamilan

C.PatofisiologiPatogenesis Sindrom Stevens-Jonson sampai saat ini belum jelas namun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV (delayed-type hypersensitivity reactions) adalah reaksi yang dimediasi oleh Limfosit T yang spesifik.Sindrom Stevens-Johnson merupakan reaksi imun sitotoksik dengan sasaran destruksi keratinosit. Pembentukan imun ditandai dengan kelambatan antara paparan hingga permulaan penyakit (1 sampai 45 hari; rata-rata 14 hari). Aktivasi sel T (termasuk CD4+ dan CD8+) telah dilihat secara in vitro pada sel-sel darah perifer dari pasien dengan erupsi obat berlepuh (bullous drug eruption); adanya produksi yang tinggi dari interleukin-5. Kerusakan epidermis berdasarkan pada induksi apoptosis. Terdapat ekspresi berlebih yang drastis dari TNF pada epidermis. TNF memainkan peranan penting dalam destruksi epidermis, dengan menginduksi apoptosis secara langsung atau dengan menarik sel-sel efektor sitotoksik atau keduanya.Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk yangtimbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak danterbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik).Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebaga ikelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya. Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinismembaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal. Sindrom Stevens-Johnson dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.

Reaksi Hipersensitif tipe III Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasidalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir.Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempattersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mastsehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasitersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunansisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.

Reaksi Hipersensitif Tipe IV Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel Tpenghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadipenghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel inibersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

D.MANIFESTASI KLINISa)Gejala Klinis Umum Secara umum gejala klinis Sindrom Stevens-Johnson didahului gejala prodormal seperti demam, malaise, batuk, sakit kepala, pilek dan nyeri tenggorok. Gejala prodormal ini dapat berlangsung selama dua minggu dan bervariasi dari ringansampai berat. Pada keadaan ringan kesadaran pasien baik, sedangkan dalam keadaan yang beratgejala-gejala menjadi lebih hebat, sehingga kesadaran pasien menurun bahkan sampai koma(Siregar, 1996; Mansjoer, dkk., 2000; Langlais and Miller, 2003)b) .-Kelainan kulitKelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel danbula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itudapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

.Gambar 2.1 Eritema yang tersebar luas pada wajah (Dunne,2000)

c). Kelainan mataKelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yangtersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,misalnya: nefritis dan onikolisis

Gambar 2.2 Konjungtivitis (Cohen, 2000).

d) Gejala pada GenitalLesi pada genital dapat menyebabkan uretritis, balanitis dan vulvovaginitis. Balanitis adalah inflamasi pada glans penis (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Balanitis (Cohen, 2003)

e) Gejala pada Rongga MulutLesi oral mempunyai karakteristik yang lebih bervariasi daripada lesi kulit, seluruh permukaan oral dapat terlibat, namun lesi oral lebih cenderung banyak terjadi pada bibir, lidah palatum mole, palatum durum, mukosa pipi sedangkan pada gusi relatif jarang terjadi lesi(Pindborg, 1994; Langlais and Miller, 2003) Gambar 2.4 Krusta sanguinolenta pada bibir (Dunne, 2000).

D.DIAGNOSADiagnosa sebaiknya dilakukan sedini mungkin agar perawatan dapat segera dilakukansehingga hasilnya akan lebih memuaskan dan prognosis yang buruk dari sindrom Stevens-Johnson dapat dihindarkan. Penegakkan diagnosis sulit dilakukan karena seringkali terdapat berbagai macam bentuk lesi yang timbul bersamaan atau bertahap. Diagnosa Sindrom Stevens-Johnson terutama berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang.

1)ANAMNESAAnamnesis yang dilakukan meliputi:keluhan utama, riwayat penyakit yang sedang dan pernah diderita,riwayat penyakit keluarga, riwayat menggunakan obat secara sistemik, serta riwayat timbulnya erupsi kulit.2)PEMERIKSAAN KLINISa).Diawali oleh penyakit peradangan akut yang disertai gejala prodormal berupademam, malaise, batuk, sakit kepala, pilek dan nyeri tenggorok. b) Tiga gejala yang khas yaitu kelainan pada mulut berupa stomatitis, kelainan pada mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital berupa balanitis dan vulvovaginitis.c) Keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk dan kesadaran penderita mulai dari sopor bahkan menurun sampai koma.d) Berhubungan dengan reaksi alergi terhadap obat tertentu secara sistemik, imunologi, atau kombinasinya. e) Manifestasi oral biasanya timbul setelah erupsi kulit, tetapi adakalanya timbul mendahului erupsi kulit.Pada lesi kulit terdapat makula, vesikel atau bula, dapat disertai purpura yang tersebar luas pada tubuh.f) Terdapat pengelupasan epidermis seluas kurang dari 10% area permukaan tubuh

3) Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis. Imunologi : Dijumpai deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA

E.Diagnosa Banding

ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan sindroma Steven Johnson :1.Toxic Epidermolysis Necroticans.Sindroma steven johnson sangat dekat dengan TEN(nekrosis epidermal toksik). SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.2.Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease).Pada penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa terkena(Siregar, 2004).3.Konjungtivitis membranosa, ditandai dengan adanya massa putih atau kekuninganyang menutupi konjungtiva palpebra bahkan sampai konjungtiva bulbi dan biladiangkat timbul perdarahan (Wijana, 1993)

F.KOMPLIKASIkomplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syok pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi. 1. Bronkopneumonia (16%) 2. sepsis 3. kehilangan cairan/darah 4. gangguan keseimbangan elektrolit 5. syok 6. kebutaan gangguan lakrimasi

G. .Penatalaksanaan SJSPertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti memakai obat yang dicurigai penyebab reaksi. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah keburukan. Orang dengan SJS/TEN biasanya dirawat inap. Bila mungkin, pasien TEN dirawat dalam unit rawat luka bakar, dan kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi. Pasien SJS biasanya dirawat di ICU. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkan spesialis luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan cairan dengan kalori tinggi harus diberi melalui infus untuk mendorong kepulihan. Antibiotik diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis. Obat nyeri,misalnya morfin, juga diberikan agar pasien merasa lebih nyaman.Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati SJS/TEN.Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid dosis tinggi dalam beberapa hari pertama memberi manfaat; yang lain beranggap bahwa obat ini sebaiknya tidak dipakai. Obat ini menekankan sistem kekebalan tubuh, yang meningkatkan risiko infeksi gawat, apa lagi pada Odha dengan sistem kekebalan yang sudah lemah.Pada umumnya penderita SJS datang dengan keadaan umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :

Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.

Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudianselama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan,namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal.Feniramin hidrogen maleat(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapa tdiberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal. Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi. Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit Lesi mulut diberikenalog in orabase. Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari. Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0,5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3,4, dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalam proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS.Sedangkan terapi sindrom Steven Johnson pada mata dapat diberikan dengan :

Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologissetiap 2 jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringan pada bola mata.

Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinya perlekatan konjungtiva

PROGNOSIS

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.

BAB III

Kesimpulan

Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yangterdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis dengan keadaanumum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupaeritema, vesikel/bula dapat disertai purpura. Penyebab dari penyakit SSJ inibelum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggapsebagai penyebab infeksi virus, jamu, bakteri, obat, makanan, dan lain-lain.sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainanselaput lendir, kelainan mukosa, kelainan mata. Adapun diagnosanya berupagangguan integritas kulit, gangguan nutrisi, gangguan nyaman, gangguanintoleransi aktivitas, gangguan persepsi sensori.

SARAN