BAB I PENDAHULUAN -...

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi dan karakter manusia. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, ulet, cakap, kreatif, mandiri, bekerja keras, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan potensi tersebut di atas adalah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Menurut Chamim (dalam Ine Kusuma, 2010 : 40 ) Pendidikan Kewarganegaraan berarti pendidikan pengetahuan, sikap mental, nilai- nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga terwujud

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

dan karakter manusia. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang tentang

Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang menyatakan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara. Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, ulet, cakap, kreatif, mandiri, bekerja keras, dan menjadi

warga yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan potensi

tersebut di atas adalah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Menurut Chamim (dalam Ine Kusuma, 2010 : 40 ) Pendidikan

Kewarganegaraan berarti pendidikan pengetahuan, sikap mental, nilai-

nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga terwujud

2

warga masyarakat yang demokratis dan mampu menjaga persatuan dan

integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, serta

demokratis, sedangkan menurut Mawardi (2009 : 34) pendidikan

kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan

hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas,

terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD

1945.

Menurut pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan kewarganegaraan menjadi mata

pelajaran wajib untuk kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta

menjadi mata kuliah wajib untuk kurikulum pendidikan tinggi. Adapun

tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah membentuk kemampuan

bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir

logis, sistematis, dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam

memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang kewarganegaraan

maupun kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006 : 49). Namun dewasa

ini mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sering dianggap sebagai

mata pelajaran yang terlalu banyak menghafal, banyak membaca, serta

kurang menyenangkan sehingga banyak siswa yang merasa jenuh dengan

materi pelajaran ini (Winataputra dalam Susanti, 2011 : 2).

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan kewarganegaraan seperti hal

tersebut di atas dan anggapan siswa tersebut maka diperlukan guru PKn

3

yang dapat membimbing proses belajar siswa secara optimal. Guru yang

diperlukan ialah guru yang memiliki kompetensi, baik kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial maupun

kompetensi profesional (UU No. 14 Tahun 2006 Pasal 8). Kompetensi

pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

peserta didik yang meliputi kemampuan guru dalam menguasai teori dan

prinsip-prinsip belajar, pemahaman terhadap peserta didik, perancangan

dan pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya serta evaluasi

hasil belajar (Rusman, 2012 : 38).

Selain memiliki kemampuan yang baik, komunikasi yang baik

pada siswa dan orang tua serta kemampuan menguasai bidang studi, guru

juga harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran yang

berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, baik keberhasilan aspek

kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik (Trianto, 2009 : 27).

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam

berinteraksi dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (Nana

Sudjana, 2005 : 76).

Banyak metode yang dapat digunakan oleh guru untuk mencapai

tujuan pendidikan. Akan tetapi sebagai seorang guru harus selektif dalam

menerapkan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran. Ketidaktepatan

metode yang digunakan dalam pembelajaran akan mempengaruhi

pemahaman siswa atau hasil belajar siswa (Tukiran, 2011: 49), karena

4

tidak semua metode dapat diterapkan dalam menyampaikan materi

pelajaran.

Agar dapat terciptanya suatu pembelajaran yang efektif maka perlu

dibutuhkan peran aktif antar guru dan siswa. Salah satunya yaitu dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu

kelompok kecil untuk saling berinteraksi dalam memecahkan masalah

(Miftahul Huda, 2011:29). Menurut Slavin (2005 : 62) ada lima metode

pembelajaran kooperatif yaitu Student Teams Achievement Division

(STAD), Teams Games Tournaments (TGT), Team Assisted

Individualazation (TAI), Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC), Group Investigation (GI) di samping itu ada

metode-metode kooperatif yang termasuk kategori “Structurted Dyadic

Methods” yaitu metode Think Pair Share (TPS), selain itu ada metode-

metode lain yaitu metode diskusi kelompok yang merupakan bagian dari

metode kooperatif lainnya, oleh karena itu peneliti ingin membandingkan

metode TPS yang merupakan Structurted Dyadic Methods dan metode

diskusi kelompok yang merupakan model kooperatif bentuk lain.

Metode Think Pair Share (TPS) adalah salah satu metode

pembelajaran kooperatif yang dirancang agar siswa bekerja sama dalam

kelompok dengan tahap Thinking (berpikir), yaitu siswa diajak untuk

berpikir dan mencari jawaban atas suatu permasalahan secara Pairing

(berpasangan), yaitu siswa diajak untuk bekerjasama dan saling

5

membantu dalam kelompok kecil untuk menemukan jawaban dari suatu

permasalahan yang diberikan oleh guru, tahap terakhir Sharing (berbagi),

yaitu siswa diajak untuk membagi hasil diskusi kelompok kepada teman-

teman dalam satu kelas (Trianto, 2011: 81).

Sedangkan metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian

bahan pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada para siswa

(kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah

guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun

berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah (Hasibuan dalam

Tukiran, 2011 : 23). Kedua metode ini mempunyai tujuan yang sama

yaitu agar siswa mampu bekerja sama di dalam kelompok untuk

memecahkan suatu permasalahan atau menjawab pertanyaan sehingga

dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran karena

adanya kerjasama (Trianto 2011 : 81).

Walaupun memiliki tujuan yang sama namun prosedur

pembelajaran kedua metode tersebut berbeda, di samping itu belum

pernah di uji perbedaaan pengaruh kedua metode tersebut terhadap hasil

belajar PKn. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan dilakukan

penelitian mengenai “Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Think

Pair Share (TPS) dan Metode Diskusi Kelompok Terhadap Hasil Belajar

PKn Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang Semester Ganjil Tahun

Ajaran 2015/2016.”

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : Adakah perbedaan pengaruh yang signifikan antara

metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan metode diskusi

kelompok terhadap hasil belajar PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 2

Tuntang Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode

pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan metode diskusi kelompok

terhadap hasil belajar PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang

Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diharapkan dapat memberikan :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah menambah hasil kajian

yang membuktikan perbedaan pengaruh metode pembelajaran TPS dan

diskusi kelompok terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran

PKn dan memberikan masukan serta informasi pada mata kuliah

metode pembelajaran PKn di progdi PKn.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Guru PKn SMP Negeri 2 Tuntang hasil penelitian ini

diharapkan dapat menambah wawasan bagi guru PKn, tentang

7

pembelajaran kooperatif metode TPS dan diskusi kelompok yang

dapat dipergunakan di dalam proses pembelajaran di kelas.

b) Bagi peneliti lain hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan

dan referensi untuk melakukan penelitian dengan menggunakan

metode kooperatif yang lain dalam pembelajaran PKn.

8

9

10

11

12

13

14