BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab1/2009-1-00022-AR...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab1/2009-1-00022-AR...
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
I.1.1. Latar Belakang Proyek
Persoalan tempat tinggal masih menjadi masalah pelik bagi penduduk di kota besar.
Apalagi bila kita mengacu pada kelayakan hunian, rasanya sedikit hunian layak yang
diperuntukkan bagi warga kota yang sebagian besar kalangan menengah dan menengah ke
bawah. Lahan yang semakin sempit dan kebutuhan akan tempat tinggal yang meningkat
membuat harga tanah semakin melambung. Ironisnya, semakin sedikit lahan yang tersisa
untuk mendukung kelangsungan hidup lingkungan di sekitarnya.
Tuntutan akan penggunaan lahan perkotaan cenderung semakin meningkat seiring
diterapkannya otonomi daerah. Hal ini terjadi karena di satu sisi Pemerintah Kota perlu
memanfaatkan sumber daya lahan yang ada untuk meningkatkan pendapatan daerah, di sisi
lain adanya tuntutan masyarakat yang semakin kritis dalam mendapatkan pelayanan dan
kenyamanan lingkungan termasuk sarana sosial, taman dan ruang terbuka hijau. Salah satu
alternatif untuk memecahkan kebutuhan rumah di perkotaan yang terbatas adalah dengan
mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun. Terlintas
bahwa rumah susun sangat erat kaitannya dengan perumahan sosial (social housing) bagi
masyarakat kalangan menengah dan menengah ke bawah.
2
Pembangunan rusunami merupakan salah satu jawaban logis terhadap masalah pemenuhan
kebutuhan papan masyarakat menengah dan menengah ke bawah di tengah keterbatasan
lahan kota, masalah degradasi kualitas lingkungan, transportasi publik, kemacetan lalu
lintas, lingkungan hidup yang sehat dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Besar
harapan rakyat karena pembangunan rusunami ramah lingkungan sebagai bagian program
perbaikan kampung. Beberapa kawasan direvitalisasi dengan membangun rusunami dan
mendorong masyarakat untuk secara sukarela berpindah ke rusunami. Rencana pemerintah
untuk mengembalikan fungsi ruang terbuka hijau kota yang berdampak pada penggusuran
kaum marjinal yang bermukim di jalur hijau, bantaran kali, tepi rel kereta api, kolong
jembatan layang, hingga tepian situ seharusnya merupakan momentum tepat untuk
mengajak masyarakat menengah bawah beralih secara sukarela ke rusunami. Sinkronisasi
dan koordinasi perencanaan dan pembangunan rusunami sangat diperlukan antara berbagai
pihak.
UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pengembangan rusunami
berarsitektur lokalitas yang lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal.
Bangunan bercirikan identitas dan keragaman budaya Indonesia. Desain bangunan hemat
energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan
bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan. Atap bangunan dikembangkan
menjadi taman atap dan dipasangi panel sel surya. Pemerintah terus menggalakkan
program-program pembangunan hunian rakyat melalui Rumah Sehat Sederhana (RSH) atau
Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) yang termasuk dalam program nasional
pembangunan 1.000 menara Rumah Susun Sederhana.
3
Kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat, termasuk kawasan yang padat penduduk dan segala
aktivitasnya. Tentunya keberadaan rumah yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, akan
menjadi kendala dan isu sosial yang sulit untuk dikendalikan apabila tidak segera
menemukan solusinya. Perencanaan bangunan yang tepat adalah bangunan yang tanggap
terhadap lingkungannya. Baik Indonesia sebagai daerah beriklim tropis, juga faktor
perancanaan desain bangunan dan kredibilitasnya dalam mendukung serta mewadahi
sebuah sistem kemasyarakatan kaum urban.
Dalam kasus ini, kaum urban sekaligus objek dari calon penghuni sebagian besar
ditujukkan pada anggota Paguyuban Pedagang Pasar Bunga Rawa Belong. Pusat Promosi
dan Pemasaran Bunga dan Tanaman Hias Rawabelong yang dikenal sebagai Pasar Bunga
Rawa Belong merupakan Instalasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Promosi dan
Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI
Jakarta yang memiliki areal lahan seluas 1,4 Ha. Berdiri sejak tanggal 25 Juli 1989 yang
diresmikan oleh Gubernur propinsi DKI Jakarta. Pusat Promosi tersebut terletak di
Kelurahan Sukabumi Utara Kecamatan Kebon Jeruk, Kotamadya Jakarta Barat.
Dimana UPT tersebut memiliki fungsi :
1. Sebagai pendukung kegiatan pemasaran bunga / tanaman hias, sekitarnya
terdapat lokasi sentra produsen bunga / tanaman hias yang tersebar disekitar
daerah Rawa Belong.
2. Sebagai penyedia fasilitas sarana dan prasarana, pemasaran, distribusi, promosi,
jasa pasca panen, penyimpanan penyuluhan dan informasi harga bunga / tanaman
hias serta pelaksanaan bursa dan lelang bunga.
4
Berdasarkan hasil survey lapangan dan wawancara langsung kepada beberapa pedagang
setempat, bahwa keberadaan sebuah hunian rumah susun merupakan salah satu pencerahan
dalam konsep pola hidup konservatif yang mereka jalankan sejauh ini. Kawasan kontrakkan
ataupun kos-kosan yang berfungsi sebagai ruang tinggal mereka selama ini dirasa kurang
memadai dan tidak semuanya dapat memenuhi kebutuhan aktivitas mereka, dari segi sosial,
ekonomi, kelayakan hunian maupun pedagang-pedagang yang harus menempuh jarak agak
jauh dari lokasi ruang tinggal mereka untuk dapat mencapai tempat mereka bekerja karena
keterbatasannya ruang sewa di kawasan tersebut.
Keseluruhan jumlah kios dagang maupun los (area grosiran) dapat mensinyalir jumlah
kebutuhan pedagang. Keseluruhan jumlah kios dan los adalah 320 buah. Sedikitnya jumlah
kios akan menjadi acuan jumlah pedagang di kawasan Rawa Belong tersebut. Berikut
keterangan jumlah dan asal pedagang :
ASAL PEDAGANG PROSENTASE PERKIRAAN JUMLAH
JAKARTA 50% 50/100 x 320 = 160
JAWA BARAT 30% 30/100 x 320 = 96
JAWA TENGAH 12,5% 12,5/100 x 320 = 40
JAWA TIMUR 7,5% 7,5/100 x 320 = 24
TOTAL 100% 320 pedagang
Tabel 1: Jumlah dan Asal Pedagang
(Source: Survey Lapangan)
5
I.1.2. Latar Belakang Topik / Tema
Kota-kota URBAN, baik yang telah menjadi urban ataupun urban baru memerlukan
rancangan hunian yang spesifik dan dapat memberikan efisiensi, kualitas serta kenyamanan
hidup (pernyataan subyektif terhadap kondisi pedagang Rawa Belong). Bila pada sebuah
kota urban tidak ada atau jarang ditemukan kemungkinan terciptanya hunian layak, perlu
dipikirkan untuk menganggap kota tersebut bukan lagi kota urban yang sehat dan desain
hunian pada kondisi ini akan sarat dengan berbagai keterbatasan. Oleh sebab itu, diperlukan
pembangunan kota urban yang lebih sehat, dengan perencanaan yang lebih baik.
Sistem kehidupan masyarakat di Indonesia umumnya lebih cenderung mengikuti kelaziman
(trend-follower) ketimbang keluar dari kebiasaan (trend setter). Sehingga aplikasi-aplikasi
desain sebuah kawasan huni yang progresif cenderung dipertanyakan, karena konteks atau
cara membandingkannya belum hadir dan kabur (blur). Oleh karena itu diperlukan strategi-
strategi kreatif yang baru dalam merekayasa kehidupan berkota yang lebih baik melalui
desain.
Peradaban kota dalam ruang lingkup luas, serta sebuah identitas lingkungan dalam ruang
lingkup skala kacil bisa diselamatkan oleh kreativitas-kreativitas desain yang melampaui
zamannya (avant garde).
Peradaban manusia berkembang dengan kemajuan tiga ranah keilmuan: Sains (kebenaran),
Humaniora (keadilan), dan terutama Desain (kecocokan). (Nigel Cross)
6
Kota adalah simbol peradaban. Tinggi rendahnya sebuah peradaban manusia bisa dilihat
dari takaran kompleksitas fisik dan struktur sosial sebuah kota. Seperti pepatah Jerman
kuno “City air makes you free,”. Ini karena kota adalah artefak terbesar dari aspirasi
budaya manusia. Tempat mimpi beradu dan ambisi hidup bebas bersaing. Sebuah kualitas
spasial dan organisasi sosial yang umumnya hadir di ruang-ruang publik. Karenanya ruang
publik adalah elemen terpenting dalam peradaban kota. Ruang publik menjadi wadah
lahirnya kerekatan sosial yang bisa membawa kota menuju masyarakat madani atau civil
society. Ruang publik atau offentlichkeit ini menjadi wadah dari institusi kelas menengah
yang punya pengaruh kuat dalam proses revolusi sosial. (Habermas)
Secara mendasar, permasalahan di kota-kota besar Indonesia seperti halnya Jakarta, justru
bukan melulu dari ketidaksiapan sistem ruang dan spasialnya saja, akan tetapi lebih ekstrim
yaitu disebabkan oleh ketidaksiapan dan ketidaktahuan tentang esensi budaya berkota atau
’being urban’ oleh warganya sendiri. Mengerti budaya berkota atau dengan matang, artinya
kita siap untuk bernegosiasi terhadap 4 aspek kehidupan kota: densitas, heterogenitas,
anonimitas dan intensitas sosial.
Jakarta adalah kampung raksasa. Beragam budaya hingga kronologis pembentukkan fisik
sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat yang secara psikologis ternyata tetap
berperilaku pikir bawaan dari desa. Dengan pemahaman tentang konsekuensi hidup berkota
yang terbatas mereka harus menyelami keseharian konteks sosial urban dengan intensitas
yang ekstrim. Karena esensi berkota atau ’being urban’ akhirnya menjadi penting untuk
dipahami oleh setiap warga kota atau pendatang yang bermigrasi.
7
Tentunya esensi tersebut melibatkan sebuah persepsi kasus makro yaitu kondisi iklim
TROPIS yang membutuhkan berbagai pendekatan metode perancangan. Pemahaman
tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras sekarang ini menjadi
tidak mutlak lagi. Bangunan dengan atap lebar mungkin mampu mencegah air hujan tidak
masuk bangunan. Namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam
bangunan.
Penerapan arsitektur tropis lebih mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan
iklim tropis, seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan, dan kelembapan tinggi. "Karena itu,
penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara
kuantitatif." (Tri Harso Karyono)
Pemecahan rancangan arsitektur tropis sebenarnya dilakukan secara terbuka. Tapi dengan
syarat, desain bangunan itu dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman menjadi
kondisi yang nyaman bagi manusia. Beberapa kriteria seperti fluktuasi suhu ruang,
fluktuasi kelembapan, intensitas cahaya, aliran atau kecepatan udara, tampias air hujan
yang masuk bangunan, serta radiasi matahari yang berlebihan merupakan beberapa hal
yang harus diperhatikan.
Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis menjadi sangat
terbuka. Bentuk tersebut dapat bercorak, berbentuk atau berwarna apa saja sepanjang
bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi
yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan.
8
Arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan
beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya:
suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup,
pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari.
Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat
dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian
'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara
tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan
dikeramatkan dan dipandang secara religius, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol
pada karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-
bentuk arsitektur tradisional. (Tri Harso Karyono)
Pandangan-pandangan tersebut sebetulnya tidak seluruhnya benar. Dari sini pula
pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni
kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori
arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan
arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi
di seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga
pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.
9
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud / Tujuan dan sasaran proyek
• Menjawab isu sosial dalam masyarakat yang kian membutuhkan sebuah
hunian berkualitas khususnya bagi kalangan menengah dan menengah ke
bawah.
• Menerjemahkan pola penghidupan yang layak bagi kaum urban dimana
didukung oleh faktor teknis dan hunian yang tanggap lingkungan sebagai
tempat tinggal.
• Menciptakan ruang huni serta kawasan hijau bagi masyarakat urban dalam
membentuk sistem kemasyarakatan yang juga peduli lingkungan dan isu
global.
• Mendukung pemerintah dalam program nasional pembangunan 1.000
menara Rumah Susun Sederhana sebagai solusi persoalan tempat tinggal di
kota besar hingga beberapa tahun ke depan.
• Mengarahkan masyarakat urban pada umumnya ke arah pola kehidupan
modern (esensi berkota).
• Meningkatkan kesejahteraan dan mendukung petani serta pedagang dengan
jalan memotivasi dalam berusaha serta berupaya menjembatani pola
kemitraan sehingga mampu mengembangkan usahanya yang pada akhirnya
akan dapat meningkatkan taraf hidupnya. (Better Living)
10
I.3. LINGKUP PEMBAHASAN
Lingkup pembahasan perencanaan dan perancangan Rumah Susun ini adalah
mencakup :
1. Pembahasan mengenai pedagang sebagai objek penghuni, rumah susun
sederhana, kegiatan, dan kebutuhannya sehari-hari.
2. Kebutuhan ruang bagi penghuni.
3. Keadaan lingkungan dan sosial di lokasi tapak.
4. Jenis ruang, fasilitas rumah susun, interior kamar, ruang komunal dan jenis
kegiatan yang berlangsung di dalamnya.
5. Pendekatan penerapan arsitektur tropis yang didukung konsep serta kaidah urban
desain dalam menjawab isu sosial dan lingkungan.
I.4. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Penyusunan skripsi perencanaan dan perancangan Rumah Susun di Jakarta Barat
dibagi dalam beberapa bab, sebagai berikut :
1. Bab I : PENDAHULUAN
Latar belakang pembuatan rumah susun yang sesuai dengan
kebutuhan para pedagang Rawa Belong demi meningkatkan
kualitas hidupnya yang menggunakan konsep Urban Tropis sebagai
topiknya, lingkup pembahasan perencanaan dan perancangan
Rumah Susun, sistematikanya, serta kerangka pemikiran penulisan
dan perancangan.
11
2. Bab II : TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
Tinjauan Teoritis umum terhadap proyek Rumah Susun, Jenis
Rumah Susun, dan beberapa contoh perancangan ruang dalamnya.
tinjauan khusus mengenai topik / tema Urban Tropis serta
kelengkapan dan relevansi data dan pustaka pendukung dan juga
studi kasus dan studi banding yang relevan dengan Rumah Susun
melalui survey lapangan maupun literatur.
3. Bab III : PERMASALAHAN
Identifikasi dan rumusan permasalahan arsitektural Proyek Rumah
Susun, dan Topik / Tema Urban Tropis, yang akan dilihat dari tiga
aspek yaitu manusia, bangunan, dan lingkungan yang akan
dianalisis dan dicari solusinya dalam perancangan.
4. Bab IV : ANALISIS
Analisis permasalahan dalam beberapa aspek yang dirumuskan
melalui pendekatan perancangan dan Topik / Tema Urban Tropis.
Dari analisis nantinya akan menghasilkan solusi atau konsep
perancangan yang diterapkan sebagai landasan dan merencanakan
dan merancang bangunan, lansekap, dan lingkungannya.
5. Bab V : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Konsep Perancangan sebagai hasil analisis dan solusi terhadap
permasalahan yang telah diidentifikasi dan dirumuskan pada
12
bagian permasalahan. Konsep dasar perancangan mencakup
program ruang, luasan total perancangan, serta hubungan skematik
antar program ruang. Perancangan tapak mencakup pencapaian,
sirkulasi ruang luar, pola parkir, serta penataan ruang luar atau
lansekap. Perancangan bangunan mencakup gubahan massa, fasade
bangunan, sirkulasi ruang dalam, sistem dan struktur massa
bangunan, utilitas bangunan, pencahayaan, serta pengudaraan,
yang sesuai dengan fungsi bangunan. Konsep perancangan
dilengkapi dengan skematik desain / perancangan sebagai alur
pemikiran dalam perancangan.
13
I.5 KERANGKA BERPIKIR
LATAR BELAKANG Permasalahan di kota besar seperti Jakarta bukan hanya dari ketidaksiapan sistem ruang dan spasialnya saja, tapi ketidaksiapan dan ketidaktahuan tentang esensi budaya berkota ‘being urban’ oleh warganya sendiri yang harus bernegosiasi terhadap 4 aspek kehidupan kota : densitas (kepadatan), heterogenitas, anonimitas dan intensitas sosial
JUDUL PROYEK RUMAH SUSUN SEDERHANA DI JAKARTA BARAT
TOPIK ARSITEKTUR URBAN TROPIS
TEMA RUSUN SEBAGAI ESENSI BUDAYA BERKOTA
MAKSUD DAN TUJUAN Penerapan konsep Urban yang membentuk sistem masyarakat sebagai objek terhadap aspek sosial serta kaidah arsitektur Tropis dalam menanggapi isu lingkungan dalam kaitannya dengan penciptaan ruang dan kawasan huni yang layak, saling mendukung dan menjadi satu kesatuan dalam sebuah situasi perkotaan
PERMASALAHAN UTAMA Aspek Manusia
Aspek Bangunan Aspek Lingkungan
ANALISIS Aspek Manusia
Aspek Bangunan Aspek Lingkungan
KONSEP PERANCANGAN (SKEMATIK DESAIN)
DESAIN
TINJAUAN DAN
LANDASAN TEORI
Studi Proyek Studi Literatur Studi Banding
Studi Topik dan Tema
Studi Literatur Studi Banding
PERMASALAH
AN HASIL STUDI