Bab I. Pendahuluan G08nra.pdf

2
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi hidrologi dan ekologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Lahan gambut memiliki 2 kekhasan, yaitu sebagai habitat untuk keanekaragaman hayati, seperti flora dan fauna dan cadangan karbon terestrial yang penting. Lahan gambut dapat menyimpan sebagian besar cadangan karbon di bawah permukaan tanah berupa bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Saat ini, lahan gambut di Indonesia berupa hutan campuran, hutan sekunder akibat penebangan, semak belukar dan padang rumput rawa (Istomo 2005). Indonesia memiliki lahan gambut yang cukup luas, yaitu sekitar 20.6 juta hektar atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Sebagian besar lahan gambut tersebut terdapat di Sumatra (35%), Kalimantan (32%), Papua (30%) dan Sulawesi (3%) (Subagjo et al. 2000). Menurut Wahyunto dan Heryanto (2005), Pulau Kalimantan terletak pada ekosistem air tawar dan rawa pasang surut serta menempati dataran dan kubah gambut. Pola penyebaran dataran dan kubah gambut adalah terbentang pada cekungan luas antara sungai- sungai besar dari dataran pantai ke arah hilir. Tanah gambut adalah tanah yang kondisinya jenuh air atau tergenang dan tersusun dari bahan organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Salah satu masalah yang timbul, adalah kehilangan C- organik dalam bentuk CH 4 dan CO 2 yang diemisikan ke atmosfer sebagai hasil dari proses dekomposisi bahan organik tanah gambut (Sabiham & Sulistyono 2000). Gas CO 2 , CH 4 dan N 2 O dapat membentuk lapisan pemancar panas di atmosfer sehingga suhu menjadi panas. Gas-gas tersebut disebut sebagai gas rumah kaca (GRK). Efek rumah kaca adalah sebuah fenomena di mana energi dari radiasi matahari yang diserap oleh permukaan bumi, kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai sinar inframerah namun karena adanya GRK, panas yang dipancarkan tersebut sebagian tidak dapat menembus luar angkasa dan kembali ke bumi sehingga lama kelamaan suhu bumi semakin panas (Sabiham 2006). Emisi CO 2 , CH 4 dan N 2 O menyumbang secara berturut-turut, sebesar 55%, 15% dan 6% dari total GRK (Mosier et al. 1994). Gas CH 4 memiliki efektivitas pemanasan 25-35 kali lebih besar dibandingkan dengan CO 2 . Gas CH 4 dapat dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik secara anaerob.. Sedangkan gas CO 2 dapat dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik dalam keadaan aerob. Dekomposisi bahan organik di lahan gambut terjadi jika adanya pemasukan biomassa tanaman, berupa akar, batang, ranting, daun buah dan bunga dalam keadaan anaerobik. Peningkatan pengeluaran gas CH 4 dan CO 2 dapat dipicu dari endapan gambut yang tergganggu atau mengalami perubahan dari anaerob menjadi aerob, seperti pembakaran biomassa lahan gambut. Pembentukkan gas CH 4 dan CO 2 melibatkan proses metanogenesis yang terjadi di dalam lahan gambut. Proses metanogenesis adalah proses utama di dalam tanah gambut secara mikrobial selama biodegradasi bahan organik. Proses metanogenesis ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah gambut, seperti suhu dan pH tanah, dekomposisi bahan organik dan potensial redoks (Eh) (Horn et al. 2003). Penelitian mengenai emisi-C, potensi dan produktivitas tanah gambut untuk pengembangan pertanian serta dampak reklamasi lahan gambut sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: (i) emisi-C dan produktivitas tanah gambut yang diusahakan untuk pertanian (Sabiham et al. 2003), (ii) peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan ameliorant tanah mineral berkadar besi tinggi (Salampak 1999), (iii) penyebaran dan potensi tanah gambut di Indonesia untuk pengembangan pertanian (Subagyo 2003) dan (iv) perubahan sifat-sifat fisik dan kimia lahan ganbut akibat reklamasi untuk pertanian (Radjagukguk 2000). Sedangkan penelitian mengenai potensi lahan gambut dalam mengeluarkan GRK, terutama gas metan dan karbondioksida pada lahan gambut yang belum dan sudah digunakan untuk pertanian belum banyak dikaji. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui potensi produksi CH 4 dan CO 2 yang dihasilkan dari lahan gambut yang ada di Kalimantan Selatan dan (2) mempelajari hubungan sifat kimia tanah dengan potensi produksi CH 4 dan CO 2 .

Transcript of Bab I. Pendahuluan G08nra.pdf

Page 1: Bab I. Pendahuluan G08nra.pdf

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Lahan gambut merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi hidrologi dan ekologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Lahan gambut memiliki 2 kekhasan, yaitu sebagai habitat untuk keanekaragaman hayati, seperti flora dan fauna dan cadangan karbon terestrial yang penting. Lahan gambut dapat menyimpan sebagian besar cadangan karbon di bawah permukaan tanah berupa bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Saat ini, lahan gambut di Indonesia berupa hutan campuran, hutan sekunder akibat penebangan, semak belukar dan padang rumput rawa (Istomo 2005). Indonesia memiliki lahan gambut yang cukup luas, yaitu sekitar 20.6 juta hektar atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Sebagian besar lahan gambut tersebut terdapat di Sumatra (35%), Kalimantan (32%), Papua (30%) dan Sulawesi (3%) (Subagjo et al. 2000). Menurut Wahyunto dan Heryanto (2005), Pulau Kalimantan terletak pada ekosistem air tawar dan rawa pasang surut serta menempati dataran dan kubah gambut. Pola penyebaran dataran dan kubah gambut adalah terbentang pada cekungan luas antara sungai-sungai besar dari dataran pantai ke arah hilir. Tanah gambut adalah tanah yang kondisinya jenuh air atau tergenang dan tersusun dari bahan organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Salah satu masalah yang timbul, adalah kehilangan C-organik dalam bentuk CH4 dan CO2 yang diemisikan ke atmosfer sebagai hasil dari proses dekomposisi bahan organik tanah gambut (Sabiham & Sulistyono 2000). Gas CO2, CH4 dan N2O dapat membentuk lapisan pemancar panas di atmosfer sehingga suhu menjadi panas. Gas-gas tersebut disebut sebagai gas rumah kaca (GRK). Efek rumah kaca adalah sebuah fenomena di mana energi dari radiasi matahari yang diserap oleh permukaan bumi, kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai sinar inframerah namun karena adanya GRK, panas yang dipancarkan tersebut sebagian tidak dapat menembus luar angkasa dan kembali ke bumi sehingga lama kelamaan suhu bumi semakin panas (Sabiham 2006). Emisi CO2, CH4 dan N2O menyumbang secara berturut-turut, sebesar 55%, 15% dan 6% dari total GRK (Mosier et al. 1994). Gas CH4 memiliki

efektivitas pemanasan 25-35 kali lebih besar dibandingkan dengan CO2. Gas CH4 dapat dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik secara anaerob.. Sedangkan gas CO2 dapat dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik dalam keadaan aerob. Dekomposisi bahan organik di lahan gambut terjadi jika adanya pemasukan biomassa tanaman, berupa akar, batang, ranting, daun buah dan bunga dalam keadaan anaerobik. Peningkatan pengeluaran gas CH4 dan CO2 dapat dipicu dari endapan gambut yang tergganggu atau mengalami perubahan dari anaerob menjadi aerob, seperti pembakaran biomassa lahan gambut. Pembentukkan gas CH4 dan CO2 melibatkan proses metanogenesis yang terjadi di dalam lahan gambut. Proses metanogenesis adalah proses utama di dalam tanah gambut secara mikrobial selama biodegradasi bahan organik. Proses metanogenesis ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah gambut, seperti suhu dan pH tanah, dekomposisi bahan organik dan potensial redoks (Eh) (Horn et al. 2003). Penelitian mengenai emisi-C, potensi dan produktivitas tanah gambut untuk pengembangan pertanian serta dampak reklamasi lahan gambut sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: (i) emisi-C dan produktivitas tanah gambut yang diusahakan untuk pertanian (Sabiham et al. 2003), (ii) peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan ameliorant tanah mineral berkadar besi tinggi (Salampak 1999), (iii) penyebaran dan potensi tanah gambut di Indonesia untuk pengembangan pertanian (Subagyo 2003) dan (iv) perubahan sifat-sifat fisik dan kimia lahan ganbut akibat reklamasi untuk pertanian (Radjagukguk 2000). Sedangkan penelitian mengenai potensi lahan gambut dalam mengeluarkan GRK, terutama gas metan dan karbondioksida pada lahan gambut yang belum dan sudah digunakan untuk pertanian belum banyak dikaji. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui potensi produksi CH4 dan CO2 yang dihasilkan dari lahan gambut yang ada di Kalimantan Selatan dan (2) mempelajari hubungan sifat kimia tanah dengan potensi produksi CH4 dan CO2.

Page 2: Bab I. Pendahuluan G08nra.pdf

2

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Maret sampai dengan Juni 2007 dan bertempat di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh tanah gambut yang diambil dari lahan gambut yang ada di Kalimantan Selatan, air destilata dan gas N2 murni. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkubator, tabung inkubasi berupa gelas piala 100 ml, karet penutup, magnetic stirrer, Eh meter, pH meter, injeksi polypropyrena, seperangkat kromatografi gas Shimadzu GC-8A dilengkapi 2 FID (Flame Ionization Detector), seperangkat kromatografi gas Shimadzu GC-14A dilengkapi 1 TCD (Thermal Conductivity Detector) dan integrator shimadzu 6A.

Metode Penelitian a. Deskripsi daerah dan Pengambilan

contoh tanah gambut 1) Deskripsi daerah pengambilan contoh

tanah gambut. Deskripsi 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut pada Lampiran 2.

2) Pengambilan contoh tanah gambut

Contoh tanah gambut diambil sebanyak 3-5 kg dari masing-masing daerah yang ada di Kalimantan Selatan, yaitu Tegal Arum dan Pematang Panjang merupakan gambut transisi, Dwipa dan Simpang Jaya merupakan gambut pantai. Setelah itu dibungkus dengan plastik hitam untuk menghindari terjadinya oksidasi. Contoh tanah kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya. Analisis tanah meliputi tekstur, C-organik, kation-kation basa (Ca, Mg, K dan Na), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), N, P, K, Fe dan S total, asam humat dan asam fulvat. Metode analisis tanah sesuai standar yang digunakan oleh Balai Penelitian Tanah (Balittan) Bogor. b. Rancangan percobaan dan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Terdapat 4 jenis tanah gambut yang digunakan pembatas, yaitu gambut sedang dengan kedalaman > 2 m (Tegal Arum), gambut dangkal dengan kedalaman < 2 m

(Pematang Panjang), gambut tipis dengan kedalaman 0-10 cm (Dwipa), dan gambut tipis dengan kedalaman 0-40 cm (Simpang Jaya). Gambar ini adalah susunan tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut dan ditempatkan di dalam inkubator yang diatur pada suhu 30°C.

Gambar 1 Tabung inkubasi yang berada di

dalam inkubator dengan suhu 30°C.

c. Inkubasi contoh tanah gambut dan

Pengambilan contoh gas CH4 dan CO2 1) Proses inkubasi Sebelum inkubasi, contoh tanah gambut terlebih dahulu dianalisis kadar air untuk menentukan berat tanah kering mutlak. Setelah itu contoh tanah gambut tersebut ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung inkubasi, bersama air destilata sesuai dengan volume yang tertera pada tabung inkubasi tidak boleh lebih dari 60 ml.

Rumus untuk menentukan berat tanah kering mutlak sebagai berikut :

BTKM = KL

xBS+100

100

Keterangan: BTKM : berat tanah kering mutlak (g) BS : berat segar (g) KL : kadar air ( %) Air destilata yang dimasukkan ke dalam tabung inkubasi sesuai dengan perbandingan volume tabung inkubasi, yaitu 2:1 (2 untuk air destilata dan 1 untuk contoh tanah gambut) untuk menggenangi contoh tanah tersebut. Tahapan selanjutnya, tabung inkubasi ditutup dengan karet penutup. Karet penutup yang digunakan, dilengkapi dengan inlet dan outlet gas N2, lubang untuk mengambil contoh gas CH4 dan CO2, serta untuk pengukuran pH dan Eh. Ilustrasi tabung inkubasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Setelah itu, tabung inkubasi dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 30°C.