BAB I PENDAHULUAN -...
-
Upload
nguyenkhanh -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sekarang ini teknologi GNSS berkembang dengan pesat baik dari segi metode
pengamatan, efisiensi, ketelitian maupun jangkauannya. Berawal dari metode statik
yang proses pengolahannya dilakukan setelah pengamatan selesai atau yang sering
disebut dengan metode post-processing, kemudian berkembang metode pengamatan
kinematik antara lain rapid static, stop and go dan pseudo-kinematic. Pengamatan
menggunakan metode statik dapat memberikan ketelitian yang lebih tinggi yang bisa
mencapai fraksi (mm) namun memerlukan waktu yang lama. Berbeda dengan
metode pengamatan kinematik yang membutuhkan waktu yang lebih singkat, namun
untuk ketelitian hanya mencapai fraksi (dm). Sekarang ini berkembang metode RTK
(Real Time Kinematic) yang mempunyai kemampuan penentuan posisi secara real
time dengan teliti (cm). Metode RTK merupakan metode pengamatan relatif dengan
menggunakan data fase yang posisinya diperoleh secara differensial saat pengamatan
secara real time yang dikirimkan dari base ke rover. Metode RTK dibedakan
menjadi 2, yaitu RTK UHF dan RTK NTRIP. Dari kedua metode tersebut dapat
memberikan ketelitian dengan fraksi (cm), namun untuk metode RTK UHF hanya
dapat mencapai jangkauan 1-2 km dari base.
Saat ini telah dikembangkan system CORS (Continually Operating Reference
Station) yang merupakan stasiun referensi yang beroperasi secara terus-menerus
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan posisi GNSS secara real-
time maupun post-processing. Metode yang digunakan dalam system CORS adalah
RTK NTRIP (Real Time Kinematic-Networked Transported of RTCM via Internet
Protocol) adalah sebuah metode pengukuran menggunakan GNSS Geodetik dengan
cara mengirimkan koreksi data GNSS dalam format RTCM (Radio Technical
Commission for Maritime Service) melalui internet sehingga dapat ditentukan
koordinat posisi secara real-time.
Seiring berjalannya waktu, sistem CORS di Indonesia terus berkembang dan
mulai dikenal oleh masyarakat terutama yang berkecimpung dalam dunia survei
2
pemetaan karena dapat digunakan secara optimal dalam survei pemetaan. Salah satu
stasiun CORS yang ada di Indonesia adalah CORS GMU1 yang berada di area
Teknik Geodesi UGM. CORS GMU1 diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum
pada tanggal 27 Juni 2009 dan telah secara aktif berfungsi sebagai stasiun referensi
yang menyediakan layanan untuk berbagai aplikasi penentuan posisi serta navigasi
berbasis teknologi GNSS. Saat ini CORS GMU1 secara kontinyu menyediakan
layanan data RINEX dalam beberapa sampling rate dan streaming NTRIP untuk
aplikasi RTK dan DGPS. CORS GMU1 memproduksi data RINEX dalam beberapa
sampling rate yaitu 1 detik, 5 detik dan 30 detik. Data RINEX yang diproduksi oleh
CORS GMU1 adalah RINEX versi 2.1. CORS GMU1 secara aktif memancarkan
sinyal koreksi RTCM melaui internet atau yang sering disebut dengan NTRIP. Saat
ini layanan streaming NTRIP yang dapat diberikan CORS GMU1 adalah sinyal
koreksi berformat RTCM (1.x, 2.x, 3.x), CMR, dan CMR+. Layanan CORS GMU1
sudah dicoba dipakai diantaranya untuk pemetaan titik batas dengan bidang tanah
(Rahardjo, 2010) pengukuran TDT orde 4 (Sari, 2010). Yang menjadi pertanyaan
sekarang adalah seberapa jauh layanan streaming data CORS GMU1 dapat diberikan
kepada rover dan seberapa teliti koordinat yang dihasilkan.
Receiver Leica Viva GS08 merupakan salah satu receiver GNSS dari Leica
Geosystem. Receiver ini merupakan receiver dual frequency dan mampu menangkap
72 channel (termasuk sinyal GPS L1, L2, L2C dan GLONASS L1, L2) dan mampu
menangkap 12 satelit (8 GPS + 4 GLONASS). Terdapat Bluetooth, usb port, internal
GSM (SIM card) yang dapat mempermudah dalam pengukuran RTK NTRIP.
Receiver Leica Viva GS08 diharapkan dapat digunakan untuk pengamatan RTK
NTRIP dengan jangkauan yang jauh. Penelitian ini akan mengkaji seberapa tingkat
ketelitian dan cakupan jangkauan pengukuran GNSS metode RTK NTRIP dengan
menggunakan rover Leica Viva GS08. Permasalahan yang muncul adalah seberapa
jauh CORS GMU1 dapat memakai koreksi streaming data ke rover jika rover yang
digunakan adalah receiver Leica Viva GS08.
3
I.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah CORS GMU1 sudah digunakan
dalam berbagai aplikasi, namun masih belum diketahui seberapa besar ketelitian dan
jangkauan yang didapatkan dari penentuan posisi GNSS dengan metode RTK
NTRIP.
I.3. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang akan dikaji pada penelitian ini adalah seberapa
besar ketelitian yang didapat dari stasiun CORS GMU1 dengan jarak 0,25 km; 0,5
km; 1 km; 2 km; 2,5 km; 5 km; 10 km; 15 km; dan 20 km atau sampai pada jarak
CORS GMU1 memberi koreksi NTRIP dalam kondisi float pada keempat arah
penjuru mata angin (utara, timur, selatan dan barat) dengan metode RTK NTRIP
menggunakan receiver Leica Viva GS08.
I.4. Cakupan Penelitian
Cakupan dalam penelitian ini dilakukan agar penelitian lebih terarah dan sesuai
dengan tujuan penelitian. Cakupan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode penentuan posisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penentuan posisi GNSS metode RTK NTRIP dengan stasiun CORS yang
digunakan adalah GMU1.
2. Pengamatan dilakukan menggunakan receiver GPS Leica Viva GS08, dengan
sudut elevasi minimum satelit 100 dan interval perekaman 5 detik selama 5
menit pada setiap titik sampel.
3. Data yang digunakan meliputi data pengamatan titik dalam jangkauan dari
stasiun CORS GMU1 pada jarak kurang lebih 0,25 km; 0,5 km; 1 km; 2 km;
2,5 km; 5 km; 10 km; 15 km; dan 20 km atau sampai pada jarak CORS
GMU1 tidak memberi koreksi streaming data keempat arah penjuru mata
angin utama antara lain utara, timur, selatan, dan barat.
4. Kartu provider yang digunakan hanya 1 buah.
4
I.5. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tingkat ketelitian dan jarak
jangkauan pengukuran RTK NTRIP dengan menggunakan receiver Leica Viva
GS08.
I.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
pengukuran GNSS dengan metode RTK NTRIP dengan menggunakan receiver Leica
Viva GS08 kedepannya yang mana jarak dari stasiun CORS dapat dipertimbangkan
untuk mendapatkan ketelitian yang tinggi. Sehingga dalam penentuan posisi
menggunakan metode RTK NTRIP dapat memberikan manfaat dalam bidang
geodesi terutama untuk survei pemetaan dengan jarak yang tertentu untuk
mendapatkan ketelitian yang relatif tinggi.
I.7. Tinjauan Pustaka
Pada penelitiannya Mulyawan (2012) tentang Penentuan Koordinat Stasiun
GPS CORS GMU1, mendefinisikan ulang koordinat stasiun GMU1 pada tahun 2011.
Data yang digunakan yaitu data pengamatan GPS meliouti DOY 121 hingga 149.
Penelitian tersebut terdiri dari 4 project dan menghasilkan koordinat kartesi 3D
GMU1 sebagai berikut :
Tabel I.1. Koordinat kartesi 3D GMU1
Projek X Y Z
project GMU1a -2200206,94608 m
± 0,85 mm
5924895,46055 m
± 1,78 mm
-855932,53814 m
± 0,53 mm
project GMU1b -2200206,94361 m
± 1,1 mm
5924895,45542 m
± 2,3 mm
-855932,53814 m
± 0,62 mm
project GMU1c -2200206,94766 m
± 1,01 mm
5924895,46742 m
± 1,86 mm
-855932,54013 m
± 1,73 mm
project GMU1d -2200206,93186 m
± 1,94 mm
5924895,42781 m
± 4,03 mm
-855932,5355 m
± 1,15 mm
Hal ini berbeda secara signifikan terhadap koordinat GMU1 pada saat pendefinisian
pertama kali. Project GMU1a digunakan sebagai nilai koordinat stasiun GPS CORS
GMU1 pada tahun 2011 dikarenakan memiliki ketelitian paling tinggi.
5
Pada penelitian tentang perbandingan penentuan posisi GPS metode Radial dan
RTK NTRIP pada kasus short baseline yang dilakukan oleh Mahyeda (2011), yang
dilakukan di daerah Sleman dengan menggunakan 5 buah titik didapatkan
perbandingan perbedaan data ketelitian antara penentuan posisi dengan
menggunakan metode radial dan RTK NTRIP. Ketelitian posisi horizontal dan
vertikal metode radial sebesar 0,002 m dan 0,003 m. Sedangkan ketelitian posisi
horizontal dan vertikal metode RTK NTRIP sebesar 0,010 m dan 0,018 m.
Keakuratan posisi horizontal dan vertikal metode radial sebesar 0,010 m dan 0,022
m. Sedangkan keakuratan posisi horizontal dan vertikal metode RTK NTRIP sebesar
0,023 m dan 0,195 m. Sehingga dapat disimpulkan penentuan posisi menggunakan
metode radial lebih teliti dibandingkan dengan metode RTK NTRIP.
Sari (2010) melakukan pengujian tentang studi penggunaan metode RTK
NTRIP dengan tiga buah provider mobile internet protokol antara lain Tekomsel,
XL, dan Indosat untuk pengukuran titik dasar teknik orde 4. Penelitian dilakukan
untuk mengetahui kinerja dari ketiga provider tersebut dalam melakukan pengukuran
dengan metode RTK NTRIP. Hasil penelitian dari ujicoba hipotesis komparatif dua
sampel menunjukkan bahwa pergeseran lateral dari ketiga provider tersebut tidak ada
perbedaan yang signifikan pada nilai easting tetapi pada nilai northing terdapat
perbedaan yang signifikan terutama untuk provider Telkomsel.
Fajari (2011) melakukan penelitian tentang ketelitian penentuan posisi metode
RTK NTRIP menggunakan single base dan network enhanced single base untuk
baseline pendek (< 20 km) dan baseline panjang (> 20 km). Pengukuran single base
RTK dan NRTK dilakukan di dua titik kontrol yang mewakili jarak baseline panjang
dan pendek tersebut dengan pengamatan selama ± 45 menit dengan sampling rate 5
detik dan mask angle 150. Pengukuran RTK NTRIP menggunakan stasiun CORS
GMU1 sedangkan NRTK menggunakan layanan Checkpoint. Hasil dari pengamatan
di titik N-0005 adalah 0,0103 m untuk ketelitian posisi horisontal dan 0,0189 m
untuk ketelitian posisi vertikal. Sedangkan untuk titik T 11.17.040 adalah 1,1881 m
untuk ketelitian posisi horisontal dan 1,0185 m untuk ketelitian posisi vertikal. Untuk
baseline pendek, ketelitian network enhanced single base RTK berbeda signifikan
dengan solusi single base RTK. Untuk baseline panjang, kualitas penentuan posisi
6
network enhanced single base RTK masih lebih baik dari kualitas penentuan posisi
metode dengan solusi single base RTK
Putra (2011) melakukan penelitian tentang penyusunan sistem pemantauan
visual dan tool reset receiver serta pembuatan tool interaktif pengukuran jarak pada
website layanan CORS GMU1. Penelitian yang dilakukan adalah melakukan
pembuatan website CORS GMU1 untuk tool estimasi jarak base stasiun CORS
GMU1 ke lokasi survey terkait dengan kualitas solusi NTRIP yang akan didapat.
Dalam pengujian pengamatan visual, realtime dan jarak jauh menunjukkan tool reset
receiver berfungsi dengan baik dan dilakukan perbandingan jarak dengan
menggunakan Geographic Calculator dan Google Maps. Pengukuran dilapangan
menggunakan receiver Javad Triumph 1 dengan metode RTK NTRIP. Hasil
pengujian tool pengukur jarak estimasi terhadap sepuluh titik sampel menunjukkan
bahwa nilai selisih jarak terbesar dari produk dengan Geographic Calculator 5.2
adalah 5,527 meter, sedangkan jarak terbesar dari Google Maps dengan Geographic
Calculator 5.2 adalah 102,674 meter. Hasil pengujian menunjukkan bahwa produk
berhasil digunakan untuk mengukur estimasi jarak dari base station GMU1 ke lokasi
survey dengan nilai jarak yang lebih tepat dari pada menggunakan tool pengukuran
jarak pada Google Maps.
I.8. Landasan Teori
I.8.1. GNSS (Global Navigation Satellite System)
GNSS merupakan teknologi penentuan posisi yang menggunakan satelit yang
berbeda beda untuk penentuan posisi. Satelit GNSS yang ada saat ini antara lain GPS
milik Amerika Serikat, GALILEO milik Eropa, GLONASS milik Rusia, dan
COMPASS milik Cina. Sistem GNSS terdiri dari tiga segmen antara lain segmen
angkasa (space segment) terdiri dari satelit-satelit yang dimiliki GNSS, segmen
sistem control (control system segment) terdiri atas stasiun kontrol yang
mengendalikan GNSS dari bumi dan segmen pengguna (user segment) yang
merupakan pengguna GNSS termasuk alat yang digunakan serta data GNSS.
7
I.8.1.1. GPS (Global Positioning System)
GPS adalah satelit navigasi milik Amerika Serikat dan memiliki 24 satelit yang
berada di luar angkasa dengan memiliki 6 lintasan orbit yang nantinya memancarkan
gelombang radio sehingga diterima oleh pengguna di bumi. Orbit dari satelit GPS
memiliki jarak antar orbit sebesar 600 dengan inklinasi sebesar 55
0 relatif terhadap
ekuator. Prinsip GPS secara umum memancarkan sinyal yang berfungsi untuk
memberikan informasi tentang posisi satelit yang diamat, jarak dari satelit ke
receiver dan waktu, serta kesehatan satelit yang diamat.
Setiap satelit GPS memancarkan sinyal dan mengirimkan data-data yang
diperlukan untuk penetuan posisi, kecepatan maupun waktu yang nantinya akan
ditangkap oleh rover untuk menentukan (Abidin, 1994) :
a. Waktu pentransmisian sinyal dari satelit
b. Posisi satelit
c. Kesehatan satelit
d. Koreksi jam satelit
e. Efek refraksi ionosfir (untuk pengamatan dengan receiver satu frekuensi)
f. Status konstelasi satelit
Dari sinyal GPS yang dipancarkan tersebut dapat dibagi atas tiga komponen,
yaitu (Abidin, 2000) :
1. Gelombang pembawa (carrier wave) yang terdiri dari dua gelombang
pembawa L1 (Link 1) dengan frekuensi 154 f0 = 1575,42 Mhz (panjang
gelombang = 19,05cm) dan L2 (Link 2) dengan frekuensi 120 f0 = 1227,60
Mhz (panjang gelombang = 24,25 cm) yang bertugas membawa pesan
navigasi dari satelit ke pengguna. Gelombang L1 membawa kode-P(Y), kode-
C/A, dan pesan navigasi sedangkan gelombang L2 membawa kode-P(Y) dan
pesan navigasi.
2. Penginformasi posisi satelit (navigation message) memberikan informasi
tentang posisi dan kesehatan satelit serta informasi-informasi yang lainnya
antara lain koefisien koreksi jam satelit, parameter orbit, almanak satelit, dan
parameter koreksi ionosfer.
8
3. Komponen penginformasi jarak (kode) yang berupa kode kode-P(Y) dan
kode-C/A. Kode ini terdiri dari angka biner (1 dan 0) yang unik setiap satelit
GPS sehingga receiver GPS dapat mengamati dan membedakan sinyal-sinyal
dari satelit. Jarak dari satelit ke receiver GPS di dapat dari kode-kode
tersebut.
I.8.1.2. GLONASS (Global Navigation Satellite System)
GLONASS adalah sistem navigasi satelit milik Rusia dan dioperasikan oleh
Coordination Scientific Information Center (KNITs) Pemerintah Rusia untuk
Russian Space Forces (angkatan ruang angkasa Rusia). Satelit GLONASS
merupakan alternatif atau pelengkap dari satelit GPS, COMPASS dan GALILEO
yang terintegrasi pada sistem GNSS. GLONASS dirancang untuk keperluan militer
dan sipil.
GLONASS dimulai sejak tahun 1976 di Uni Soviet. Roket pertama yang
diluncurkan pada tanggal 12 Oktober 1982 dan penambahan satelit lainnya selesai
pada tahun 1995. GLONASS mengalami keterpurukan karena runtuhnya
perekonomian Rusia, sehingga pada tahun 2000-an Pemerintah Rusia
memprioritaskan untuk pemulihan sistem dengan memakan biaya yang sangat besar.
Pada tahun 2010, GLONASS tercatat memiliki 22 satelit yang telah mencapai
cakupan 100% dari wilayah Rusia namun hanya 16 satelit yang berfungsi.
Peluncuran satelit masih terus dilakukan dan diharapkan selesai pada tahun 2011.
GLONASS saat ini memiliki 24 satelit yang memiliki 3 lintasan orbit dengan 8
satelit pada setiap obitnya. Tiga bidang orbit memiliki inkliasi sebesar 64,80. Tinggi
orbit satelit GLONASS ada pada jarak 19100 km dengan periode orbit selama 11 jam
15 menit.
I.8.2. Bias dan kesalahan
Semua pengukuran GNSS tidaklah bebas dari kesalahan dan bias baik
penggunaan data pseudorange maupun data fase. Bias didefinisikan sebagai
perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai sebenarnya, disebabkan oleh
kesalahan sistematik yang dapat dimodelkan. Kesalahan merupakan bias yang tidak
dapat dimodelkan. Kesalahan dan bias ini ada yang berkaitan dengan satelit (seperti
9
kesalahan ephemeris, jam satelit dan selective availabilty), medium propagasi
(seperti bias ionosfir dan bias troposfir), receiver GNSS (seperti kesalahan jam
receiver, kesalahan antena dan noise), data pengamatan (ambiguitas fase dan cycle
slip), dan lingkungan sekitar receiver GNSS (seperti multipath).
Kesalahan dan bias GNSS tersebut harus diperhitungkan secara teliti karena
besarnya kesalahan dan bias akan mempengaruhi terhadap ketelitian hasil
pengamatan yang dilakukan. Strategi pengamatan yang diaplikasikan juga akan
mempengaruhi efek dari kesalahan dan bias pada data pengamatan, demikian juga
sebaliknya. Struktur dan tingkat kecanggihan dari perangkat lunak pemroses data
akan dipengaruhi oleh mekanisme yang digunakan dalam menangani kesalahan dan
bias (Abidin, 2000).
Secara umum ada beberapa cara dan strategi yang dapat digunakan untuk
menangani kesalahan dan bias GNSS, antara lain sebagai berikut (Abidin, 2000):
a. Estimasi parameter dari kesalahan dan bias dalam proses hitung perataan.
b. Terapkan mekanisme diferensial antar data.
c. Hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan data ukuran langsung.
d. Hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan model.
e. Gunakan strategi pengamatan yang tepat.
f. Gunakan strategi pengolahan data yang tepat.
g. Abaikan.
Pada survei GPS, pereduksian efek dari kesalahan dan bias tersebut biasanya
dilakukan dengan mekanisme diferensial antar data, pemendekan panjang baseline
yang diamati, maupun dengan menggunakan strategi pengamatan serta pengolahan
data yang tepat.
I.8.3. UTM (Universal Transverse Mercator)
UTM adalah sistem proyeksi global yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Prihandito, 2010) :
a. Silinder, transversal, secant, conform;
b. Memotong bola bumi di dua meridian standar, k = 1;
c. Lebar zona 60 sehingga bumi dibagi dalam 60 zona;
10
d. Meridian tengah tiap zona k = 0,9996;
e. Ellipsoid referensi GRS 67;
f. Absis semu (T) : 500000 m ± X;
g. Ordinat semu (U) : 10000000 m – Y.
Sistem koordinat UTM dibagi menjadi 60 zona, masing-masing zona
mempunyai lebar 60 dimulai dari meridian 180
0 BB dan 174
0 BB sampai zona 60.
Batas pararel tepi atas dan tepi bawah pada 840 LU dan 80
0 LS. Keuntungan dari
ststem koordinat ini adalah menggunakan sistem koordinat global (seluruh dunia)
sehingga jika suatu daerah sudah diketahui diketahui latitude dan longitude-nya
maka dapat dengan mudah menggabungkan peta satu dengan peta yang lainnya.
Namun sistem proyeksi ini memiliki kelemahan yaitu terletak dalam pembagian
zonanya, karena sering terjadi suatu wilayah terletak pada zona yang berbeda.
Gambar I.1 Kedudukan silinder terhadap bola bumi (Prihandito, 2010)
I.8.4. Ketelitian Pengukuran
Ketelitian atau presisi adalah tingkat kedekatan nilai ukuran terhadap nilai
lainnya. Dalam hal ini ketelitian didefinisikan sebagai tingkat kedekatan hasil
pengukuran yang berulang terhadap obyek yang sama. Jika hasil itu berdekatan,
maka disebut ketelitian tinggi, jika hasil itu terpaut jauh, maka disebut memiliki
ketelitian yang rendah. Ketelitian diindikasikan dengan penyebaran dari distribusi
kemungkinan, semakin kecil distribusinya maka ketelitiannya semakin tinggi dan
sebaliknya (Michail and Gracie dalam Tarigan, 2010). Nilai ketelitian ditunjukkan
pada nilai standar deviasi pengukuran. Perhitungan simpangan baku dapat dilakukan
dengan rumus sebagai berikut :
11
√
…………………………………………………………(1.1)
√
…………………………………………………………(1.2)
Keterangan :
= simpangan baku,
x1 = nilai ukuran ke i,
x = nilai rerata hasil ukuran,
n = jumlah ukuran.
Rumus 1.1 digunakan untuk menghitung data yang berupa populasi sedangkan untuk
data sampel menggunakan rumus 1.2.
Ketelitian posisi yang dapat dengan pengamatan GPS secara umum akan
bergantung pada empat factor yaitu (Abidin, 2000) :
a. metode penentuan posisi yang digunakan,
b. geometri dan distribusi dari satelit-satelit yang diamati,
c. ketelitian data yang digunakan,
d. strategi/ metode pengolahan data yang diterapkan.
I.8.5. Metode-penentuan posisi dengan GNSS
Konsep dasar dari penentuan posisi dengan GNSS adalah space resection
(pemotongan kebelakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak ke beberapa
satelit GNSS yang telah diketahui koordinatnya, dengan pengamatan secara simultan
ke minimal 4 buah satelit untuk mendapatkan tiga parameter posisi dan satu
parameter waktu. Jarak tersebut tidak dapat diukur langsung, tetapi dengan jalan
mengukur besaran lain yaitu waktu rambat sinyal dari satelit ke stasiun pengamatan.
Posisi yang diberikan oleh GNSS adalah posisi tiga dimensi (X, Y, Z ataupun φ, λ, h)
yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984 (Abidin, 2000).
Dalam penentuan posisi menggunakan GNSS, dikenal dua metode penentuan
posisi secara umum, antara lain metode penentuan posisi secara absolute dan metode
relative. Metode penentuan posisi secara absolute atau yang lebih dikenal dengan
point positioning merupakan penentuan posisi suatu titik secara mandiri dimana
12
suatu posisi suatu titik direferensikan terhadap pusat dari sistem koordinat. Metode
ini merupakan desain awal dari penentuan posisi dengan teknologi GNSS. Dalam
penentuannya, posisi titik yang ditentukan tidak bergantung pada titik lainnya, maka
receiver yang digunakan hanya satu buah. Sedangkan metode penenntuan posisi
secara relative pada dasarnya adalah pengamatan posisi satelit GNSS dalam
konstelasi yang sama secara bersamaan dengan rentang waktu yang sama dan
bertujuan untuk menentukan posisi relatif dua atau lebih stasiun pengamatan serta
menentukan jarak antara dua stasiun atau lebih yang dikenal dengan jarak basis
(baseline). Dalam metode ini posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lain
yang sudah diketahui koordinatnya.
Dari kedua penentuan posisi secara absolute dan relative dijabarkan menjadi
beberapa metode penentuan posisi antara lain pengukuran posisi metode statik,
penentuan posisi yang proses pengolahannya dilakukan setelah pengamatan selesai
atau yang sering disebut dengan metode post-processing dari pengukuran posisi
dengan menggunakan statik, kemudian berkembang menjadi metode pengamatan
kinematik antara lain rapid static, stop and go dan pseudo-kinematic. Pengamatan
menggunakan metode statik dapat memberikan ketelitian data yang lebih tinggi yang
bisa mencapai fraksi milimeter (mm) namun memerlukan waktu yang lama. Berbeda
dengan metode pengamatan kinematik yang membutuhkan waktu yang lebih singkat,
namun untuk ketelitian hanya mencapai fraksi desimeter (dm). Kemudian
berkembang menjadi metode RTK (Real Time Kinematic) yang diharapkan menjadi
solusi permasalahan yang ada. Metode RTK merupakan metode pengamatan relatif
dengan menggunakan data fase yang posisinya diperoleh secara diferensial saat
pengamatan secara real time yang dikirimkan dari base ke rover. Metode RTK
dibedakan menjadi 2, yaitu RTK UHF dan RTK NTRIP. Dari kedua metode tersebut
dapat memberikan ketelitian dengan fraksi centimeter (cm), namun untuk metode
RTK UHF hanya dapat mencapai jangkauan 1-2 km dari base. Saat ini telah
dikembangkan system CORS (Continually Operating Reference Station) yang
merupakan stasiun referensi yang beroperasi secara terus-menerus sehingga dapat
digunakan sebagai acuan dalam penentuan posisi GNSS secara real-time maupun
post-processing.
13
I.8.6. RTK
Penentuan posisi secara RTK adalah pengukuran posisi secara relative dengan
menggunakan satu (receiver) yang digunakan sebagai base station pada titik yang
telah diketahui koordinatnya dan receiver yang lainnya digunakan sebagai rover
dalam keadaan bergerak maupun diam. RTK merupakan metode yang akurat untuk
penentuan posisi dalam waktu yang singkat berbasiskan diferensial data code dan
carrier phase. Diferensial data code dan carrier phase digunakan untuk penentuan
posisi yang diinginkan.
Penggunaan data kode dan fase dalam penentuan posisi secara RTK
memerlukan receiver dual frequency. Karakteristik dalam pengukuran RTK adalah
saling terintegrasi alat-alat GNSS yang digunakan untuk mendapatkan ketelitian
yang tinggi dalam fraksi centimeter. Base station mampu untuk mentransmisikan
data pseudorange dan carrier phase serta data koreksi secara real time yang nantinya
data tersebut diterima oleh rover untuk penentuan posisi secara akurat.
Ada 3 jenis solusi pengukuran pada metode RTK, antara lain :
1. Fix
Rover sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi 1 – 5
cm, ambiguitas fase sudah terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap > 4, bias
multipath terkoreksi.
2. Float
Rover sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi > 5
cm, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap <= 4,
bias multipath belum terkoreksi.
3. Standalone
Rover tidak terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi > 1 m,
ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap <= 4, bias
multipath belum terkoreksi.
I.8.7. RTK NTRIP
RTK NTRIP adalah sebuah metode pengukuran dengan menggunakan GNSS
Geodetik dengan cara mengirimkan koreksi data GNSS dalam format RTCM melalui
14
internet sehingga dapat ditentukan koordinat posisi secara real time. NTRIP
dikembangkan untuk aplikasi yang menggunakan transmisi protocol yang berbasis
HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) yang nantinya digunakan sebagai transfer
data. Pengukuran NTRIP dibutuhkan sebuah sim card yang nantinya digunakan
untuk koneksi ke internet.
Gambar I.2 Konsep metode RTK NTRIP (Sunantyo, 2009)
NTRIP terdiri dari empat komponen sistem yaitu (Hapsoro, 2010) :
1. NTRIP Source
NTRIP Source merupakan proses penyediaan data GNSS secara kontinyu
seperti streaming data dari antena GNSS ke NTRIP Server.
2. NTRIP Server
NTRIP Server mentransfer data RTCM kepada NTRIP Caster menggunakan
jaringan TCP/IP. NTRIP Server perlu diseujui terlebih dahulu oleh NTRIP
Caster dan jika diijinkan maka data RTCM dapat dikirim ke NTRIP Caster.
NTRIP Server juga mengidentifikasi nama NTRIP Source dan parameter
informasi lainnya yang berhubungan dengan NTRIP Source.
3. NTRIP Caster
15
NTRIP Caster adalah sebuah server internet yang mengatur dan membedakan
kemana dan dari mana aliran data NTRIP Server. Caster memeriksa pesan
permintaan dari NTRIP Client dan Server memeriksa apakah Client Server
sudah teregistrasi dan sah untuk menerima atau memberikan aliran data
RTCM.
4. NTRIP Client
NTRIP Client menerima streams data RTCM, NTRIP Client terlebih dahulu
harus diterima oleh NTRIP Caster, jika diterima maka NTRIP Client akan
menerima data GNSS dari NTRIP Caster. Untuk mendapatkan data RTCM,
client harus mengirim parameter yang diakses (pengguna ID dan password)
pada NTRIP Caster.
Berikut akan digambarkan susunan sistem komponen NTRIP (gambar I.3) :
Gambar I.3 Sistem komponen NTRIP (Charles dalam Hapsoro, 2010)
I.8.8. TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol Address)
TCP/IP adalah sekumpulan protokol yang didesain melakukan fungsi
komunikasi pada Wide Area Network (WAN). TCP/IP terdiri dari sekumpulan
protokol yang masing-masing bertanggung jawab atas bagian-bagian tertentu dari
komunikasi data. Protokol ini berfungsi untuk komunikasi dalam internet. Protokol
ini memungkinkan sistem apapun yang terhubung kedalamnya bisa berkomunikasi
dengan sistem lain tersebut bekerja (Hapsoro, 2006)
HTTP
Streams
Serial connection
(com 1,…)
NTRIP Client NTRIP Client NTRIP Client
NTRIP Client
NTRIP Server GNSS Spider
NTRIP Source
16
I.8.8.1. IP (Internet Protocol) Address
IP Address adalah suatu penomoran deretan angka biner antara 32-bit sampai
128-bit yang dipakai sebagai alamat identifikasi untuk tiap komputer host dalam
jaringan Internet. IP Address berfungsi untuk menyampaikan paket data ke alamat
yang tepat maka dari itu peranan Internet Protokol sangat penting dari jaringan TCP
dan IP. IP Address yang sering digunakan ini menggunakan basis TCP/IP karena
lebih sederhana, dan lebih mudah untuk di mengerti. IP Address sendiri dibagi
menjadi 2, yaitu IP Address Private dan IP Address Public. IP Address Private
biasanya didaptkan oleh pengguna user rumahan atau sekala kecil. IP Address
Private ini didapatkan setelah melakukan Subnetting. Sedangkan untuk IP Address
Public biasanya dimiliki dalam skala besar, seperti Hosting, ISP, data center, dan
perusahaan Web.
I.8.8.2. Format alamat IP
IP Address merupakan deretan angka biner antara 32-bit sampai 128-bit yang
dipisahkan oleh tanda pemisah berupa titik pada setiap 8-bit. Tiap 8-bit ini disebut
octet. IP yang berupa 32-bit terdiri dari subnet dan host. Bentuk IP Address adalah
sebagai berikut :
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
contoh :
11100111000100110000001101110000
Pengalamatan 32 bit selanjutnya dibagi secara khusus ke dalam empat octet (8 bit
section) :
11100111 00010011 00000011 01110000
139 17 9 112
Selanjutnya untuk memudahkan pembacaan, masing-masing octet dapat
diterjemahkan kedalam bilangan decimal dengan range 0 sampai dengan 255 :
139.17.9.112.
Berikut adalah IP Network yang tersedia sekarang ini (Lenz dalam Koesoma, 2008) :
1. GSM (Global System for Mobile Communication) yaitu jaaringan selular
umum digital yang menggunakan teknik multiplexing dan band transmisi
sekitar 900 MHz dan merupakan standar dunia. Jaringan GSM selain
17
membawa data layanan telepon juga dapat membawa komunikasi data dalam
mode sirkuit dan paket data. Versi yang ada menggunakan 1800 – 1900 MHz
band.
2. GPRS (General Packet Radio Service) merupakan suatu sistem global untuk
komunikasi secara mobile yang meningkatkan kecepatan channel dari 9600
menjadi 14400 bits per detik, dengan ditambahkan kompresi data dengan
GPRS, transmisi data mobile bisa lebih cepat menjadi 115000 bps
menggunakan infrastruktur GSM yang sudah ada.
3. CDMA (Code Division Multiple Access) adalah teknologi spectrum lebar
yang mengijinkan pemakaian untuk menempati frekuensi dan dalam waktu
yang bersamaan dalam suatu band/space yang tersedia. CDMA menugaskan
kode unik ke tiap-tiap komunikasi untuk membedakan komunikasi satu
dengan lainnya di dalam spektrum yang sama.
4. EDGE (Enchanced Datarate for Gobal Evolution) adalah skema modulasi
baru yang lebih efisien penggunaan bandwith pada jaringan GSM standar.
Modul tersebut disebut dengan 8PSK (8 Phase Shift Keying modulation)
dimana tiap pulse dapat membawa 3 bit dari informasi, dibandingkan dengan
GPRS yang hanya bisa membawa 1 bit tiap pulse. Bias meningkatkan
transmisi data pada GSM standar menjadi 384000 kbps (3 kali GPRS)
5. UMTS (Universal Mobile Telephone System) adalah generasi ke tiga dari
komunikasi mobile sistem di Eropa. Spectrum UMTS berkisar antara 1900
MHz sampai 2025 MHz dan 2110 MHz sampai 2200 MHz. Fasilitas satelit
juga telah ada. UMTS berbasiskan pada multimedia dimana bisa mentransfer
pembicaraan, gambar dan data maksimum 2 mbps melalui jaringan GSM
standar yang telah ada.
I.8.9. CORS
CORS merupakan stasiun referensi yang beroperasi secara terus-menerus
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan posisi GNSS secara real-
time maupun post-processing. CORS di Indonesia pertama kali dioperasikan oleh
Bakosurtanal sejak 1996, yang terdiri dari 3 stasiun antara lain Jawa Barat (stasiun
18
BAKO); Medan, Sumatera Utara (stasiun SAMP); dan Parepare, Sulawesi Selatan
(stasiun PARE) (Matindas and Subarya, 2009). Bakosurtanal memperluas stasiun
CORS hingga pada Oktober 2009 telah berdiri 51 stasiun CORS yang tersebar di
seluruh Indonesia. BPN dan LIPI mulai membangun jaringan stasiun CORS sendiri.
Stasiun CORS digunakan untuk sebagai referensi untuk survei dan pemetaan
menggunakan GNSS. Penggunaan sistem CORS pada pengukuran GNSS bertujuan
untuk mengurangi distorsi dari sinyal yang ditangkap oleh receiver GNSS dan
memaksimalkan perhitungan kualitas posisi sesuai dengan model yang digunakan
dalam pemrosesan data GNSS sehingga data yang didapatkan memiliki akurasi yang
cukup tinggi.
I.8.10. Stasiun CORS GMU1
Salah satu stasiun CORS di Indonesia adalah stasiun CORS GMU1 yang
terletak di Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM. Stasiun CORS GMU1
diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum 27 Juni 2009 dan telah secara aktif
berfungsi sebagai stasiun referensi yang menyediakan layanan untuk berbagai
aplikasi penentuan posisi serta navigasi berbasis teknologi GNSS. Stasiun CORS
GMU1 dipasang di atas gedung Teknik Geodesi UGM dan merupakan rangkaian dari
hardware dan software yang berasal dari pabrikan yang berbeda. Spesifikasi
hardware dan software yang digunakan oleh stasiun CORS GMU1 adalah sebagai
berikut :
Antena : Leica AT 504 GG Choke Ring Antenna
Receiver : Javad Delta (Board : TRE-G3T)
PC Server : IBM System x3100
- Processor : Intel Pentium Dual CPU E2200 @2.20 Ghz
- Memory : DDR2 512 MB
- Harddisk : 160 GB SATA
Sistem Operasi : Windows XP Service Pack 2
Software Manajemen : GNSS Spider versi 3.2.0, Build 3217
UPS : APC
(Sunantyo, 2009)
19
Saat ini GMU1 secara kontinyu menyediakan layanan data RINEX dalam
beberapa sampling rate dan streaming NTRIP untuk aplikasi RTK dan DGPS. CORS
GMU1 memproduksi data RINEX dalam beberapa sampling rate yaitu 1 detik, 5
detik dan 30 detik. Data RINEX yang diproduksi oleh CORS GMU1 adalah RINEX
versi 2.1. CORS GMU1 secara aktif memancarkan sinyal koreksi RTCM melaui
internet atau yang sering disebut dengan NTRIP. Saat ini layanan streaming NTRIP
yang dapat diberikan CORS GMU1 adalah sinyal koreksi berformat RTCM (1.x, 2.x,
3.x), CMR, dan CMR+.
I.8.11. Receiver Leica Viva GS08
Receiver Leica Viva GS08 merupakan salah satu receiver GNSS dari Leica
Geosystem. Dengan dual frequency dan mampu manangkap 72 channel (termasuk
sinyal GPS L1, L2, L2C dan GLONASS L1, L2) serta mampu menangkap 12 satelit
(8 GPS + 4 GLONASS). Terdapat Bluetooth, usb port, internal GSM (SIM card)
yang dapat mempermudah dalam pengukuran RTK NTRIP. Receiver Leica Viva
GS08 diharapkan dapat digunakan untuk pengamatan RTK NTRIP dengan
jangkauan yang jauh.
1.9. Hipotesis
Pengukuran RTK NTRIP yang dilakukan oleh Mahyeda (2010) dengan
menggunakan receiver Topcon GR3 memperoleh ketelitian horisontal sebesar 0,010
m pada jarak kurang lebih 12 km dengan koreksi NTRIP dalam kondisi fix.
Sedangkan pada pengukuran yang dilakukan oleh Putra (2011) menggunakan
receiver Javad Triumph 1, pada jarak kurang lebih 14 km dan 15 km didapatkan
ketelitian horisontal sebesar 0,013 m dan 0,026 m dengan koreksi NTRIP dalam
kondisi fix, kemudian untuk jarak kurang lebih 16 km, 46 km dan 54 km didapatkan
ketelitian horisontal sebesar 0,026 m; 0,071 m dan 0,059 m dengan koreksi NTRIP
dalam kondisi float. Dengan menggunakan receiver Leica Viva GS08, cakupan
koreksi streaming NTRIP dan ketelitian yang diperoleh pada jangkauan kurang lebih
10 km, 15 km dan 20 km diperkirakan sama dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Mahyeda dan Putra.