BAB I PENDAHULUAN -...

22
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Transmisi merupakan proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah 30 KV, 70 KV, dan 150 KV. Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu saluran udara (overhead lines), saluran kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine cable). Pada sistem saluran kabel bawah tanah, tenaga listrik disalurkan melalui kabel-kabel seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya. Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari risiko bahaya yang terjadi pada pemukiman padat penduduk. Tenaga listrik sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk berbagai macam keperluan. Kebutuhan listrik tersebut semakin meningkat seiring dengan perkembangan dinamika kehidupan masyarakat dan tidak jarang terjadi kekurangan pasokan listrik pada suatu daerah. Untuk mengantisipasi dan mengatasi permasalahan tersebut, maka direncanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pelabuhan Kariangau yang akan menyalurkan listrik melalui kabel listrik bawah laut 150 KV di Teluk Balikpapan ke Pelabuhan Penajam. Pembangunan jalur transmisi ini terdiri dari pemasangan kabel listrik bawah tanah dan kabel listrik bawah laut 150 KV dari PLTU Kariangau ke Gardu Induk (GI) Petung yang menghubungkan landing point di area PLTU Kariangau dengan landing point di area Penajam. Desain pembangunan kabel laut dimulai dari landing point yang berada di darat pada sisi Kariangau, dilanjutkan menyeberangi laut pada Selat Balikpapan menuju landing point yang berada di darat pada sisi Penajam. Dalam mendesain rute kabel laut dibutuhkan peta topografi baik topografi daratan maupun topografi dasar

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Transmisi merupakan proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke

tempat lainnya yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV),

Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah

(MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Standar tegangan tinggi yang berlaku di

Indonesia adalah 30 KV, 70 KV, dan 150 KV. Berdasarkan pemasangannya, saluran

transmisi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu saluran udara (overhead lines), saluran

kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine cable).

Pada sistem saluran kabel bawah tanah, tenaga listrik disalurkan melalui kabel-kabel

seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya. Saluran kabel

bawah tanah ini dibuat untuk menghindari risiko bahaya yang terjadi pada

pemukiman padat penduduk.

Tenaga listrik sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk berbagai macam

keperluan. Kebutuhan listrik tersebut semakin meningkat seiring dengan

perkembangan dinamika kehidupan masyarakat dan tidak jarang terjadi kekurangan

pasokan listrik pada suatu daerah. Untuk mengantisipasi dan mengatasi

permasalahan tersebut, maka direncanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga

Uap (PLTU) di Pelabuhan Kariangau yang akan menyalurkan listrik melalui kabel

listrik bawah laut 150 KV di Teluk Balikpapan ke Pelabuhan Penajam.

Pembangunan jalur transmisi ini terdiri dari pemasangan kabel listrik bawah tanah

dan kabel listrik bawah laut 150 KV dari PLTU Kariangau ke Gardu Induk (GI)

Petung yang menghubungkan landing point di area PLTU Kariangau dengan landing

point di area Penajam.

Desain pembangunan kabel laut dimulai dari landing point yang berada di

darat pada sisi Kariangau, dilanjutkan menyeberangi laut pada Selat Balikpapan

menuju landing point yang berada di darat pada sisi Penajam. Dalam mendesain rute

kabel laut dibutuhkan peta topografi baik topografi daratan maupun topografi dasar

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

2

laut/bathimetri untuk mendapatkan gambaran topografi di sepanjang koridor rencana

jalur kabel laut. Peta topografi daratan diperoleh dari survei teristris yang

memberikan informasi mengenai situasi area landing point di kedua sisi, sedangkan

peta topografi dasar laut/bathimetri diperoleh dari survei hidrografi yang

memberikan informasi kedalaman dasar laut dan bentuk terain dasar laut yang akan

dilakukan pemendaman kabel laut. Untuk mendesain rute kabel laut yang optimal

tentu saja memerlukan banyak data, tidak hanya dengan menggunakan peta topografi

dan peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan data lain seperti peta side scan sonar,

anomali magnetik, dan sub bottom profile untuk mengetahui informasi dasar laut

lainnya. Peta side scan sonar digunakan untuk mengetahui citra/gambaran

permukaan dasar laut di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut dan

mengidentifikasi adanya material-material yang dapat membahayakan kabel laut,

seperti jangkar kapal, kabel dan pipa eksisting, maupun batu-batu karang. Selain

menggunakan peta side scan sonar, material-material yang dapat membahayakan

kabel laut juga dapat diidentifikasi dengan menggunakan peta anomali magnetik

seperti kabel eksisting dan obyek-obyek metal lainnya di sepanjang koridor rencana

jalur kabel laut. Pembangunan kabel laut dilakukan dengan cara pemendaman di

bawah permukaan dasar laut (seabed), maka dibutuhkan peta sub bottom profile

untuk mengidentifikasi lapisan sedimen di bawah permukaan dasar laut (seabed) dan

untuk menentukan informasi penting yang berhubungan dengan stratigrafi dasar laut

seperti penentuan jenis dan batas lapisan tanah di sepanjang koridor rencana jalur

kabel laut.

Berkaitan dengan banyaknya data yang dibutuhkan dalam mendesain rute

pemasangan kabel laut, pemasangan kabel laut merupakan salah satu pekerjaan

rekayasa laut yang bernilai tinggi karena biaya pemasangannya yang cukup besar,

sehingga diperlukan suatu perencanaan pemasangan kabel laut yang optimal.

Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT UGM) telah

melakukan studi hidro-oseanografi pembangunan kabel laut jalur transmisi 150 KV

PLTU Kariangau-GI Petung untuk mendesain rute pemasangan kabel laut tersebut

(Laporan Akhir LKFT UGM: Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut

Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013). Pada skripsi ini, penulis

berusaha mendesain ulang rute pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

3

landing point pada sisi Kariangau menuju landing point pada sisi Penajam dan hasil

desain tersebut memberikan alternatif lain berdasarkan data yang ada. Data yang

digunakan pada skripsi ini hanya berdasarkan aspek teknisnya saja dengan batasan-

batasan berupa peta-peta hasil pekerjaan lapangan, yaitu peta topografi, peta

bathimetri, peta side scan sonar, peta anomali magnetik, dan peta sub bottom profile.

Beberapa hal yang dijadikan dasar pertimbangan dalam mendesain rute pemasangan

kabel laut yaitu kondisi topografi di sekitar area landing point, kedalaman dan bentuk

terain dasar laut, kondisi anomali magnetik, dan struktur lapisan sedimen dasar laut

di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut.

I.2. Lingkup Kegiatan

Dalam kegiatan aplikatif ini, batasan masalah yang ada adalah menggunakan

kriteria sebagai berikut :

1. Desain gantry dan landing point berada di darat.

2. Desain kabel laut berada di laut dan pembangunan kabel laut dilakukan

dengan cara pemendaman di bawah permukaan dasar laut (natural seabed).

3. Acuan dalam pemendaman kabel laut berdasarkan pada Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut

pasal 45 yang disebutkan sebagai berikut :

a. Alur-pe1ayaran dengan kedalaman laut kurang dari 20 m kabel laut

dan pipa bawah laut harus dipendam 4 m di bawah permukaan dasar

laut (natural seabed).

b. Alur-pelayaran dengan kedalaman 20 m sampai 40 m kabel laut dan

pipa bawah laut harus dipendam 2 m di bawah permukaan dasar laut

(natural seabed).

c. Alur-pelayaran dengan kedalaman lebih dari 40 m, kabel laut, dan

pipa bawah laut harus dipendam 1 m di bawah permukaan dasar laut

(natural seabed).

d. Pada lokasi tertentu untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan

dan kepadatan lalu lintas pe1ayaran perlu dilakukan penilaian resiko

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

4

(risk assesment) antara lain me1alui kegiatan penjatuhan jangkar kapal

terbesar (anchor drop test).

I.3. Tujuan

Tujuan dari kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat desain rute pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari

landing point Kariangau ke landing point Penajam yang optimal.

2. Mengetahui panjang kabel laut yang diperlukan berdasarkan desain

tersebut.

3. Mengetahui kedalaman pemasangan kabel laut berdasarkan desain tersebut.

I.4. Manfaat

Manfaat dari kegiatan aplikatif ini akan dihasilkan desain yang dapat

digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pemasangan kabel laut jalur transmisi

150 KV dari landing point sisi Kariangau menuju landing point sisi Penajam.

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Transmisi Kabel Bawah Laut

Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari suatu sumber

pembangkitan ke suatu sistem distribusi atau kepada konsumen, atau penyaluran

tenaga listrik antar sistem (SNI PUIL, 2000). Sistem transmisi terdiri dari saluran

transmisi, gardu induk, dan pusat pengaturan beban. Desain saluran transmisi

tergantung pada jumlah daya yang harus disalurkan, jarak dan jenis medan yang

dilalui, biaya yang tersedia, serta pertumbuhan beban dimasa yang akan datang.

Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat desain transmisi,

yaitu pemilihan tegangan, pemilihan jenis kawat, pemilihan sistem perlindungan

terhadap gangguan, kontinuitas penyaluran tenaga listrik, dan pembebasan tanah

yang dilalui. Dalam sistem kelistrikan saluran transmisi merupakan rantai

penghubung antara pusat-pusat pembangkit tenaga menuju pusat beban malalui

gardu induk transmisi dan distribusi. Berdasarkan cara pemasangannya saluran

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

5

sistem transmisi dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu saluran udara (overhead

line), saluran kabel bawah laut (submarine cable) dan saluran kabel tanah

(underground lines).

Pada sistem saluran kabel bawah tanah, penyaluran tenaga listrik melalui

kabel-kabel seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya.

Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari resiko bahaya yang terjadi

pada pemukiman padat penduduk tanpa mengurangi keindahan lingkungan. Kabel

tanah tegangan tinggi yang dipasang pada lingkungan PT PLN (Persero) adalah 30

KV, 70 KV, dan 150 KV dengan jenis kabel yang digunakan kabel berinti tunggal

(single core cable), pada dasarnya kabel ini dapat digunakan untuk segala tegangan

yang umumnya adalah tegangan tinggi, dan kabel berinti tiga (three core cable),

dimana kabel ini terbatas pada tegangan 150 KV yang disebabkan oleh terbatasnya

dimensi kabel, terutama sekali untuk keperluan transportasi dan pemasangan.

Gambar I.1. Kabel berinti tunggal dan kabel berinti tiga (Sumber: Proteksi Kabel

Saluran Bawah Tanah 150 kV dari GI Jajar ke GIS Mangkunegaran, 2003)

Kabel laut direncanakan memiliki keandalan yang tinggi. Dengan demikian,

diperlukan pengamanan yang baik di sepanjang rute kabel laut. Pengamanan kabel

laut dapat berupa penanaman kabel di bawah dasar laut (seabed) dengan atau tanpa

pelindung atau penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dengan atau tanpa

pelindung. Penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dilakukan pada

kondisi dasar laut yang sangat keras (karang batu). Beberapa jenis gangguan

eksternal (outer damage) terhadap kabel laut dapat berupa aktifitas menangkap ikan

dengan pukat, pelepasan jangkar kapal (bergantung pada ukuran kapal), serta objek

lainnya yang menggangu rute kabel laut seperti daerah ranjau laut dll. Untuk

memberikan perlindungan kabel laut dari gangguan eksternal dapat dilakukan

penanaman kabel dengan kedalaman yang ditentukan. Kedalaman penanaman kabel

bergantung dari jenis material dasar dan tingkat gangguan eksternal. Penanaman

kabel pada material tanah lunak (soft soil) membutuhkan kedalaman penanaman

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

6

kabel lebih dibandingkan dengan material tanah keras (hard soil) hal ini terkait

dengan penetrasi objek yang jatuh ke dasar laut, seperti jangkar dan alat penangkap

ikan. Grafik berikut menunjukkan antara penetrasi jangkar kapal dengan kekerasan

material dasar terhadap tingkat gangguan eksternal.

Gambar I.2. Grafik kedalaman penetrasi jangkar kapal berdasarkan kekerasan tanah

(Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi

150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013)

Proteksi mekanis kabel laut yang akan digunakan untuk rencana rute kabel laut

sesuai dengan kondisi kedalaman laut, jenis seabed dan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut, dibagi

beberapa segmen seperti berikut berikut :

1. Landing point – pasang tertinggi (HWL)

Untuk melindungi kabel laut dari gangguan eksternal seperti aktifitas

manusia, pada daerah pantai kabel laut diproteksi menggunakan concrete

duct dengan tinggi concrete duct 1 – 1,5 m dan concrete duct dipendam

pada kedalaman 1 m dari permukaan tanah, konstruksi concrete duct

seperti pada gambar I.3.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

7

Gambar I.3. Konstruksi proteksi mekanis concrete duct (Sumber: KAK Studi Hidro-

oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI

Petung, 2013)

2. Pasang tertinggi (HWL) – surut terendah (LLWL)

Di segmen ini kabel laut diproteksi dengan dipendam sedalam 4 m di

bawah seabed dengan metode plowing seperti gambar I.4.

Gambar I.4. Metode Plowing (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan

Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013)

3. Surut terendah (LLWL) – kedalaman laut 20 m

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011

tentang alur-pelayaran di laut, pada bagian ini kabel laut diproteksi dengan

metode pemendaman sedalam 4 m di bawah seabed, proteksi dengan

pemendaman kabel sedalam 4 m dapat digunakan menggunakan metode

trenching seperti gambar I.5 dengan menyesuaikan terhadap kondisi

seabed.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

8

Gambar I.5. Metode trenching (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi

Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung,

2013)

4. Kedalaman laut 20 m – kedalaman laut 40 m

Pada segmen berikut kabel laut dipendam dengan kedalaman pemendaman

2 m di bawah seabed dengan menggunakan metode trenching.

5. Kedalaman laut 40 m – kedalaman laut 80 m

Pada bagian ini kabel laut diproteksi dengan dilakukan pemendaman di

bawah seabed sedalam 1 m dengan menggunakan metode trenching.

6. Kedalaman laut 80 m – kedalaman laut 200 m

Dengan mempertimbangkan bahwa pada kedalaman ini tidak ada

gangguan eksternal seperti buang jangkar kapal dan untuk melindungi

kabel laut dari arus bawah laut agar kabel tidak bergerak maka digunakan

proteksi mekanis menggunakan concrete matrass seperti gambar I.6.

Gambar I.6. Konstruksi concrete matrass (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi

Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung,

2013)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

9

7. Kedalaman laut 200 m – kedalaman terdalam

Pada kedalaman laut bagian ini kabel laut hanya digelar saja di atas

permukaan seabed.

Proteksi mekanis pada butir-butir di atas dilakukan juga sebaliknya pada

tingkat kedalaman yang sama pada rute menuju landing point selanjutnya. Selain

dari jenis-jenis proteksi mekanik di atas, pengamanan kabel laut juga mengacu pada

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 Tahun 2011 tentang alur pelayaran

di laut pasal 45.

I.5.2. Peta Topografi

Peta topografi berisi mengenai tempat-tempat di permukaan bumi yang

berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan

satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Walaupun peta topografi memetakan tiap

interval ketinggian tertentu, namun disertakan pula berbagai keterangan pula yang

akan membantu untuk mengetahui secara lebih jauh mengenai daerah permukaan

bumi yang terpetakan tersebut, keterangan-keterangan itu disebut legenda peta.

Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan

kenampakan alam dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang

benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi

spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas

administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia. Peta topografi ialah peta

yang menunjukkan keadaan muka bumi sebuah kawasan. Peta topografi mempunyai

garisan lintang dan garisan bujur dan titik pertemuannya menghasilkan koordinat.

Koordinat ialah titik persilangan antara garisan lintang dan bujur. Data dari peta

topografi digunakan sebagai latar belakang penempatan dan orientasi secara

geografis. Selain peta topografi, yang dapat digunakan sebagai peta dasar antara lain

adalah foto udara, peta geologi, dan peta administratif (Prihandito, 1988). Besar skala

peta dasar yang dibutuhkan untuk membuat peta arkeologi tergantung pada luas

wilayah yang akan dipetakan.

Survei topografi dilaksanakan karena landing point eksisting berada di darat

sehingga diperlukan pemetaan di lahan darat untuk mendapatkan gambaran

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

10

geografi/morfologi sepanjang rencana koridor jalur kabel laut sesuai dengan daerah

studi yang ditentukan. Lokasi landing point definitif di darat dengan pertimbangan

aman dari air pasang tertinggi tapi tidak terlalu jauh dari muka air tertinggi.

Mendapatkan data posisi yang benar dari posisi BM referensi dan rencana penarikan

kabel laut dari landing point eksisting ke tepi laut, baik itu di atas kertas juga di

lapangan, sesuai dengan kenyataan dan situasi di lapangan. Profil dan peningkatan

ketinggian tanah di lapangan yang harus diambil harus sesuai dengan kaidah umum

yang berlaku bagi peta topografi dengan skala 1:2000. Semua jarak diukur dengan

menggunakan jarak optis. Semua objek seperti rumah, jalan, jembatan, gorong-

gorong, pemakaman dan fasilitas lainnya harus diamati dan diberikan keterangan

yang jelas. Semua bentang alam yang khas (hutan bakau, rawa, laut, jurang, hutan,

dll) harus diidentifikasi di sketsa, keterangan tulis dan diukur/dipetakan dengan

pengukuran situasi detail. Ketinggian pada garis kontur peta topografi berdasarkan

chart datum karena peta topografi akan digabungkan/overlay dengan peta hasil studi

hidrografi seperti peta bathimetri, side scan sonar, dan anomali magnetik sebagai

informasi tambahan dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV

yang optimal.

I.5.3. Peta Bathimetri

Peta bathimetri adalah peta kedalaman laut yang dinyatakan dalam angka

kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur terhadap datum vertikal (chart

datum). Peta bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut sekitar

lokasi suatu perairan (Triatmodjo, 1999). Peta bathimetri biasanya menunjukkan

relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur dan pemilihan kedalaman.

Peta bathimetri diperoleh dari survei bathimetri yang pada dasarnya merupakan

kelanjutan dari survei topografi daratan. Perbedaannya terletak pada wahana, tempat,

dan peralatan ukurnya. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk

memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed

surface). Gambaran dasar perairan dapat disajikan dalam garis-garis kontur atau

model permukaan digital. Garis-garis kontur kedalaman atau model bathimetri

diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

11

pada skala model yang hendak dibuat. Titik-titik kedalaman berada pada lajur-lajur

pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum atau sounding line. Jarak

antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan

atau lebih rapat dari interval lajur perum. Saat ini, teknik perekaman data kedalaman

sudah dapat dilakukan secara digital.

Jenis–jenis pekerjaan survei bathimetri antara lain (Soeprapto, 1999) :

1. Penentuan titik–titik dasar di darat (pantai). Titik-titik ini digunakan

sebagai titik ikat (titik referensi) untuk penentuan posisi kapal (fiks perum)

dan untuk penentuan garis pantai.

2. Penentuan garis pantai. Garis pantai adalah batas antara air tertinggi

dengan daratan. Posisi garis pantai direferensikan pada titik–titik dasar

pemetaan yang telah dibuat terlebih dahulu.

3. Penentuan topografi dasar laut. Penentuan topografi dasar laut dilakukan

dengan pemeruman. Dengan menggunakan posisi fiks perum, maka dapat

diketahui posisi topografi dasar laut (titik–titik detil kedalaman

laut/ketinggian topografi dasar laut).

Pemeruman merupakan salah satu pekerjaan terpenting dalam survei

bathimetri. Dengan pemeruman yang dirancang dengan baik (lajur–lajur pemeruman,

titik–titik fiks perum) akan diperoleh gambaran topografi dasar laut yang mendekati

dengan kenyataan dan pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih

untuk mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut

juga dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya

pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut titik fiks perum

(Poerbandono dan Djunarsjah, 2005).

Data yang digunakan untuk membuat peta bathimetri berasal dari alat

echosounder (sonar) yang sesuai dengan spesifikasi dan standar ketelitian survei

hidrografi (IHO) dan dipasang di bawah atau di samping kapal, berkas suara ke dasar

laut. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara melakukan perjalanan melalui air,

memantul dari dasar laut, dan kembali ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut.

Alat ini bekerja dengan menggunakan sifat–sifat perambatan gelombang akustik

yang dipancarkan dengan arah vertikal dari permukaan laut ke dasar laut. Bila

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

12

kemudian gelombang pantulnya (dipantulkan oleh dasar laut) diterima, dan dicatat

waktu tempuhnya, maka kedalaman laut dapat ditentukan.

Gambar I.7. Sketsa posisi alat echosounder

Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan menggunakan barcheck atau

koreksi sound velocity profile (SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan

rambat gelombang suara dalam air, dan juga untuk menentukan index error

correction. Kalibrasi dilaksanakan sebelum dan sesudah survei. Untuk daerah

perairan yang tidak bisa dilalui oleh kapal survei penentuan kedalaman dilakukan

secara manual dengan cara topometri.

Adapun spesifikasi survei bathimetri yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Datum dan sistem koordinat yang digunakan adalah :

a) Datum : WGS 1984

b) Sistem kordinat : UTM

c) Zona : 50 S

d) Skala : 1:2000

2. Area survei meliputi :

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

13

Gambar I.8. Area survei bathimetri

3. Pemeruman

Pemeruman dilaksanakan dengan menggunakan perahu perum dengan

dimensi 12,2 m × 2,65 m, yang dilengkapi dengan alat penentuan posisi

Global Navigation Satellite System dan alat ukur kedalaman serta alat

pencatat data secara otomatis ADL (Automatic Data Logging)

Hydropro dan Echosounder Hidrotrac II. Desain lajur pemeruman

berupa garis-garis sejajar (pararel lines) dengan arah memotong relatif

tegak lurus terhadap kontur/garis pantai. Spasi lajur perum utama

adalah 20 m skala 1:2000 dan spasi lajur silang adalah 300 m.

Penentuan sound velocity index correction atau kesalahan indeks

kecepatan suara dilakukan dengan metode barcheck pada setiap

sebelum dan sesudah pemeruman/sounding pada area survei.

Dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV yang optimal,

tidak cukup jika hanya berdasarkan pada peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan

informasi lain seperti data side scan sonar, anomali magnetik, dan sub bottom profile

untuk mendapatkan gambaran kondisi dasar laut (seabed) dan subsurface yang

sebenarnya serta dapat mempertimbangkan gangguan-gangguan yang ada di

sepanjang koridor pemasangan kabel laut. Data topografi daratan juga digunakan

untuk mendapatkan gambaran situasi area landing point baik pada sisi Kariangau

maupun pada sisi Penajam.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

14

I.5.4. Peta Side Scan Sonar

Peta side scan sonar merupakan citra kenampakan dasar laut (seabed features)

di sepanjang koridor yang sama dengan pekerjaan bathimetri dan juga digambar

menjadi peta dalam skala 1:2000. Skala penyapuan yang digunakan harus diatur

sedemikian rupa sehingga terjadi overlap minimal 50% untuk area studi yang

direncanakan. Lajur-lajur survei side scan sonar harus disesuaikan dengan

kedalaman laut. Apabila menggunakan towfish yang ditarik, panjang kabel towfish

harus tersedia cukup agar tinggi towfish di atas dasar Laut dapat dijaga kira-kira 10-

70% dari lebar cakupan/penyapuan yang dipilih (UNDIP, 2013). Apabila topografi

dasar laut dapat membahayakan keselamatan towfish, tinggi towfish dapat diperbesar

dengan catatan masih dapat diperoleh data yang dapat diinterpretasi dengan baik.

Rekaman data sonar harus dikoreksi untuk towfish lay back dan slant range. Apabila

menggunakan towfish yang dipasang pada lambung kapal (vessel-mounted), sistim

harus dilengkapi dengan heave compensator untuk mereduksi pengaruh gelombang.

Sistem yang digunakan harus mampu menghasilkan clear record dari keadaan dasar

laut, identifikasi adanya wrecks, obstacles, debris, sand waves, rock outcrops, mud

flows atau slides dan sedimen. Penentuan posisi menggunakan jarak atau waktu

tertentu harus ditandai pada rekaman sonar. Data jarak antara towfish dan antena

GPS.

Survei side scan sonar ini akan menghasilkan peta yang berisi gambaran atau

citra dasar laut yang akan menampilkan objek-objek dasar laut yang berhasil

dideteksi. Objek-objek tersebut berupa benda-benda yang terdapat di permukaan

dasar laut, seperti pipa, batu-batu karang, kapal karam, bekas garukan jaring nelayan,

dan lain-lain.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

15

Gambar I.9. Ilustrasi survei side scan sonar (Dudnote, 2011)

Pada survei ini towfish side scan sonar (SSS) ditarik di belakang kapal.

Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dilihat pada gambar di

atas. Dalam pengambilan data, ada kemungkinan terjadi distorsi, baik distorsi

geometrik maupun distorsi akibat deviasi dari hubungan linear antara intensitas citra

dan kekuatan pantulan objek dasar laut. Data side scan sonar ini akan digunakan

sebagai referensi selama interpretasi dan evaluasi/analisis data rekaman sub bottom

profiler. Indikasi bahaya yang direkam, selanjutnya akan diplot di atas peta

bathimetri. Hasil interpretasi ini juga akan dikorelasikan dengan hasil interpretasi

magnetometer.

I.5.5. Peta Anomali Magnetik

Peta anomali magnetik digunakan untuk mendeteksi adanya obyek-obyek

metal pada atau dekat permukaan dasar laut yang mungkin akan membahayakan.

Bahaya yang dimaksud antara lain berupa: wrecks, sunken buoys, steel cables,

existing pipe/cables maupun bahaya lain yang terdapat di area studi yang telah

ditentukan. Studi magnetik dilaksanakan sama dengan interval lajur utama studi

bathimetri dengan menggunaan lajur silang pada skala 1:2000. Survei magnetik

disarankan dilaksanakan bersamaan dengan survei bathimetri, dengan interval lajur

survei sebagaimana menjalankan lajur-lajur bathimetri. Survei magnetometer tidak

disarankan untuk dilaksanakan bersamaan dengan survei side scan sonar karena

dikawatirkan terjadi gangguan yang bersumber dari towfish side scan sonar kecuali

dapat dibuktikan memang tidak terjadi gangguan. Panjang kabel disediakan cukup

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

16

agar dapat dioperasikan secara optimum sesuai dengan kedalaman air laut selama

pelaksanaan survei.

Gambar I.10. Alat magnetometer

Magnetometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas medan

magnetik. Untuk mendapatkan rekaman (secara grafis atau digital) yang memberikan

anomali jelas dan pada skala optimum, sensor unit dipasang sedemikian rupa

sehingga berada dalam jangkauan deteksi optimum. Jika terdapat indikasi adanya

objek metal yang cukup signifikan di suatu area tertentu, maka dilakukan studi

investigasi lebih lanjut dengan cara menjalankan lajur studi dengan interval lebih

rapat. Metode pengolahan data harus menyertakan koreksi-koreksi yang seharusnya

sehingga menghasilkan hasil akhir yang bagus. Pada studi anomali magnetik ini,

DGPS tetap digunakan. Studi anomali magnetik ini harus memiliki referensi dan

koreksi variasi diurnal, maka dilakukan pengukuran medan magnet bumi di darat

(base station). Selanjutnya data-data anomali magnetik yang ditemukan dalam studi

akan diplot di atas peta bathimetri.

I.5.6. Peta Sub Bottom Profile

Sub bottom profile adalah salah satu perangkat eksplorasi geofisika yang

memanfaatkan parameter koefisien refleksi dari perambatan gelombang akustik yang

dipancarkan oleh sumber gelombang (pinger, boomer, sparker). Gelombang yang

dipancarkan secara kontinu akan menjalar ke seluruh arah, gelombang yang terpantul

pada suatu reflektor kemudian akan diterima oleh geophone atau hydrophone untuk

selanjutnya akan diproses menjadi bentuk penampang seismik bawah permukaan

(UNDIP, 2013). Sub bottom profile digunakan untuk penyelidikan aspek geologi di

bawah dasar laut, seperti penentuan batas lapisan tanah atau batuan, jenis litologi,

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

17

dan struktur geologi. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk memodelkan kondisi di

bawah permukaan dasar laut. Data yang dihasilkan dari pengukuran sub bottom

profile digunakan untuk investigasi dan identifikasi lapisan sedimen dekat dengan

permukaan dasar-laut (biasanya hingga 10 meter) dan untuk menentukan informasi

penting yang berhubungan dengan stratigrafi dasar laut.

Kondisi lapisan sedimen bawah permukaan laut memiliki sifat fisis yang

beragam. Tingkat kekerasan batuan bawah permukaan bumi merupakan salah satu

sifat fisika yang dapat diketahui melalui pengukuran di permukaan bumi. Sub bottom

profile digunakan untuk mengidentifikasi lapisan-lapisan sedimen di bawah

permukaan dasar laut. Jenis lapisan sedimennya dapat diprediksi berdasarkan pola

refleksi gelombang akustiknya. Selain jenis lapisan sedimen, informasi ketebalan

lapisan sedimennya juga bisa didapat. Lapisan sedimen bawah permukaan bumi

memiliki sifat fisis yang variatif. Salah satu sifat fisis yang terdapat di bawah

permukaan adalah tingkat kerapatan (density) sedimen. Tingkat kerapatan sedimen

ini merupakan parameter geologi yang sangat berpengaruh terhadap rambatan

gelombang akuistik. Variasi dari kerapatan sedimen pada permukaan dasar laut akan

banyak didominasi oleh sedimen lepas-lepas, sedimen terkonsolidasi, sedimen

kompak, terkadang dijumpai batuan keras namun variasinya tidak terlalu banyak

pada suatu daerah. Kekompakan suatu sedimen dan biasanya dinyatakan dalam

bentuk compressive fracture strength. Compressive fracture strenght merupakan

tekanan maksimum yang mampu ditahan oleh batuan untuk mempertahankan diri

dari terjadinya rekahan (fracture). Besarnya fracture strength dipengaruhi oleh

densitas dan kekompakan sedimen. Sedangkan besarnya densitas dan kekompakan

juga dipengaruhi oleh elastisitas sedimen. Salah satu metode geofisika yang

digunakan untuk mengetahui elastisitas sedimen adalah metode seismik refleksi.

Metode ini memanfaatkan perambatan gelombang seismik yang merambat kedalam

bumi. Gelombang seismik tersebut berasal dari sumber seismik yang ada di

permukaan dan gelombang tersebut akan diterima oleh receiver yang ada di

permukaan juga.

Survei sub bottom profile dilaksanakan bersamaan dengan survei bathimetri.

Jalur pelaksanaan survei sub bottom profile dilakukan sepanjang center line dengan

beberapa line yang sejajar dengan jalur tersebut. Pada survei sub bottom profile ini

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

18

digunakan peralatan sub bottom profile tipe pinger ODEC syquest strata box 3861.

Alat ini adalah merupakan tipe sub bottom profile yang sederhana yang terdiri dari

transduser, console trans-receiver dan software strata box yang terinstal dalam

sebuah komputer akuisisi. Transduser pada alat ini biasanya selalu terpasang secara

side mouted disamping kapal sedangkan console trans-receiver dan komputer akusisi

selalu terletak di atas kapal.

Gambar I.11. Peralatan sub bottom profile (Sumber: Laporan Akhir Studi Hidro-

oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI

Petung, 2013)

Software strata box yang terinstal dalam komputer memerintahkan console

trans-receiver untuk mengirimkan sinyal gelombang akustik, kemudian gelombang

akuistik akan dipantulkan oleh lapisan-lapisan yang berada didasar laut hingga

energinya habis. Hasil pantulan lapisan-lapisan dasar laut akan diterima oleh console

trans-receiver yang kemudian akan diteruskan kedalam software strata box berupa

sinyal digital yang kemudian akan tampak sebagai image. Dalam kegiatan akuisisi

peralatan sub bottom profile dilengkapi dengan peralatan penentu posisi DGPS dan

software navigasi untuk memandu jalanya survei agar sesuai dengan lintasan yang

direncanakan. Untuk pengolahan data sub bottom profiling dilaksanakan dengan

menggunakan software pengolahan data Sonar Wiz Map. Supaya data terlihat lebih

baik dan lebih jelas dibanding data playback maka pada data olahan dilakukan

beberapa langkah perlakuan terhadap data seperti filtering, stacking, penambahan

gain sehingga data terlihat lebih baik. Untuk kemudian dilakukan interpretasi data

sekaligus dilakukan digitasi terhadap lapisan-lapisan sedimen yang telah

diinterpretasi. Bersasarkan hasil digitasi pada software ini didapatkan data X, Y, Z.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

19

Untuk selanjutnya data X, Y, Z ini akan digambarkan pada profil penampang

memanjang menggunakan software AutoCAD Land Desktop pada skala 1:2000.

I.5.7. AutoCAD Land Desktop

AutoCAD Land Deskop adalah suatu program grafis yang handal dalam

menangani gambar yang berbasis vektor. Kemampuan-kemampuan sistem CAD

(Computer Aided Design) membantu dalam mengolah dan menyajikan data hasil

pekerjaan pemetaan. Analisa spasial yang dimiliki oleh setiap sistem CAD ini sangat

bervariasi, diantaranya berupa penghitungan jarak (distance), keliling, luas, volume,

pembuatan garis kontur dan lain sebagainya. Fungsi-fungsi pada AutoCAD

menyediakan berbagai fasilitas untuk memodifikasi gambar pada peta. Gambar dapat

dihapus, dipindahkan, atau digandakan. Menu utama AutoCAD Land Desktop yang

berkaitan dengan pekerjaan pembuatan peta diantaranya adalah:

a. Project digunakan untuk mengatur database pekerjaan yang telah dibuat,

submenu yang sering digunakan adalah Drawing setup untuk mengatur

parameter gambar.

b. Point digunakan untuk membuat titik data yang akan dimasukkan ke

dalam lembar kerja, didalamnya terdapat submenu antara lain : Point

setting, Create Points, Import/Export Points, Edit Point, dan lain-lain.

c. Terrain digunakan untuk membuat terrain dengan menggunakan data point

yang telah dibuat sebelumnya termasuk dalam pembuatan garis kontur.

Submenu dari Terrain antara lain : Terrain Model Explorer, Edit Surface,

Create Contour, Section, Grid Volume.

d. Plot digunakan untuk mencetak peta yang telah dibuat. Pada proses ini

akan ada menu pilihan dan parameter yang harus dimasukkan agar

software dapat melakukan proses pencetakan peta seperti yang kita

inginkan. Parameter tersebut antara lain ukuran kertas yang digunakan,

skala pencetakan, unit ukuran, dan lain sebagainya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

20

I.5.8. Konsep Teoritik Desain Rute Pemasangan Kabel Laut

Spesifikasi optimal pada desain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV

terdapat di dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja) pembangunan kabel laut jalur

transmisi 150 KV Kariangau – Penajam yang dikeluarkan oleh PT. PLN (Persero)

bagian Pusat Enjiniring Ketenagalistrikan (PUSENLIS). KAK ini merupakan tindak

lanjut dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-

pelayaran di laut. Konsep teoritik dalam desain pemasangan kabel laut jalur transmisi

150 KV antara landing point Kariangau – Penajam dijelaskan pada gambar I.9.

sebagai berikut :

Gambar I.12. Skema konsep teoritik dalam desain kabel laut

Pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-

pelayaran di laut pasal 39 dijelaskan bahwa dalam perairan dapat dibangun instalasi

Peta sub bottom profile

Peta side scan sonar

Peta anomaly magnet

Peta topografi

Peta bathimetri

Desain pemasangan kabel laut

jalur transmisi 150 KV antara

landing point Kariangau –

Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor : PM 68 tahun 2011

tentang alur-pelayaran di laut

Kerangka acuan kerja (KAK) :

pembangunan kabel laut jalur

transmisi 150 KV Kariangau -

Penajam

Overlay

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

21

selain untuk keperluan alur-pelayaran seperti jembatan, pipa, maupun kabel. Instalasi

seperti kabel laut wajib memenuhi persyaratan mengenai penempatan, pemendaman,

dan penandaan, selain itu juga tidak menimbulkan kerusakan terhadap instalasi yang

sudah ada sebelumnya, serta memperhatikan koridor pemasangan kabel laut. Pada

pasal 40 juga dijelaskan bahwa persyaratan teknis pembangunan instalasi dalam hal

ini adalah kabel laut meliputi :

1. Hasil survei teknis yang mencakup :

a. Posisi geografis instalasi

b. Survei bathimetri

c. Data hidrografi lain, seperti data side scan sonar dan anomali magnetik

d. Data jenis dan kondisi lapisan dasar perairan (sub soil), dalam hal ini

menggunakan data sub bottom profile

e. Penentuan titik koordinat geografis landing point di daratan, dalam hal

ini berdasarkan data hasil survei topografi

2. Perhitungan teknis dan gambar desain instalasi.

3. Metode kerja dan analisa teknis.

Pada saat melakukan penggabungan/overlay peta bathimetri, side scan sonar,

anomali magnetik, dan peta topografi dibutuhkan penyeragaman pada datum,

proyeksi peta, skala peta, dan sistem referensi tinggi yang digunakan. Datum yang

digunakan adalah WGS 1984 dan proyeksi peta menggunakan Universal Transverse

Mercator (UTM) zona 50S dengan skala peta 1:2000. Sistem referensi tinggi yang

digunakan berdasarkan chart datum baik pada peta hasil survei hidrografi seperti peta

bathimetri, side scan sonar, dan anomali magnetik maupun peta topografi sehingga

pada peta topografi diperlukan konversi tinggi menjadi tinggi berdasarkan chart

datum. Persyaratan dalam pemendaman kabel berdasarkan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut pasal 45

yang disebutkan sebagai berikut :

1. Pembangunan pipa dan kabel laut dilakukan dengan cara pemendaman

dalam hal ini data yang digunakan adalah data sub bottom profile.

2. Pemendaman sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan sebagai

berikut :

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72534/potongan/S1-2014... · kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine

22

a) Penempatannya di sisi terluar alur-pelayaran.

b) Alur-pe1ayaran dengan kedalaman laut kurang dari 20 m kabel laut

dan pipa bawah laut harus dipendam 4 m di bawah permukaan dasar

laut (natural seabed).

c) Alur-pelayaran dengan kedalaman 20 m sampai 40 m kabel laut dan

pipa bawah laut harus dipendam 2 m di bawah permukaan dasar laut

(natural seabed).

d) Alur-pelayaran dengan kedalaman lebih dari 40 m, kabel laut, dan

pipa bawah laut harus dipendam 1 m di bawah permukaan dasar laut

(natural seabed).

e) Pada lokasi tertentu untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan

dan kepadatan lalu lintas pe1ayaran perlu dilakukan penilaian resiko

(risk assesment) antara lain me1alui kegiatan penjatuhan jangkar kapal

terbesar (anchor drop test).

f) Pemendaman harus duduk stabil pada posisinya.