Li2CO3 Digunakan Untuk Pembuatan Beberapa Jenis Peralatan Gelas Dan Keramik
BAB I PENDAHULUAN - Digilib Universitas …ukuran dari kompenen-komponen dan jarak antara...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - Digilib Universitas …ukuran dari kompenen-komponen dan jarak antara...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Setelah terjadi krisis yang berkepanjangan menimpa bangsa ini,
pertumbuhan industri untuk wilayah Surabaya dan Sidoarjo sudah mulai
bangkit dan pertumbuhannya mulai naik dengan pesat. Lokasi pertumbuhan
industri mengarah ke daerah Surabaya Selatan kemudian menuju Waru
Sidoarjo. Selain itu juga pertumbuhan perumahan mulai banyak di
perbatasan Surabaya dan Sidoarjo. Pertumbuhan penduduk Surabaya dan
Sidoarjo naik setiap tahunnya sesuai data statistik 2005 - 2009 adalah 0,5%
sampai 2,5%. Penduduk kota Surabaya pada tahun 2009 adalah 2.675.158
jiwa dan kabupaten Sidoarjo pada tahun 2009 adalah 1.397.242 jiwa,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini.
Tabel 1.1 Jumlah penduduk sesuai data statistik tahun 2009
Nama kota
Tahun 2005
( jiwa )
Tahun 2006
( jiwa )
Tahun 2007
( jiwa )
Tahun 2008
( jiwa )
Tahun 2009
( jiwa ) Surabaya 2.600.976 2.633.067 2.647.283 2.660.381 2.675.158 Sidoarjo 1.266.776 1.293.111 1.316.769 1.352.045 1.397.242
Sumber : BPS Surabaya dan Sidoarjo, 2009
Dengan adanya kenaikan jumlah penduduk, perumahan dan industri
di daerah Waru, Rungkut serta Buduran, akan memicu kenaikan beban trafo
yang ada di tiga Gardu Induk, yaitu Gardu Induk Waru, Rungkut dan
Buduran. Beban trafo di tiga Gardu Induk pada tahun 2009, terutama di tiga
Gardu Induk tersebut sudah mencapai lebih dari 90% dari kapasitas trafo
2
terpasang, Berikut ini data beban trafo yang terpasang di tiga Gardu Induk
seperti terlihat pada tabel 1.2 adalah :
Tabel 1.2 Data beban trafo PLN Distribusi Jatim tahun 2009
Nama Gardu Induk
Kapasitas Terpasang
Kondisi Beban puncak
Prosentasi kenaikan
Beban ideal Trafo
G I Waru 250 MVA 225 MVA 95 % 200 MVA
G I Rungkut 260 MVA 220 MVA 90 % 210 MVA
G I Buduran 170 MVA 160 MVA 96 % 140 MVA
Sumber : PLN Distribusi Jatim, 2009
Dari uraian tersebut diatas, maka dalam tugas akhir ini mencari
solusi pemecahan suatu permasalahan yang berhubungan dengan
keterbatasan kapasitas trafo yang ada saat ini di tiga Gardu Induk dan hal ini
harus dicari jalan keluar dengan cara membangun satu Gardu Induk baru
lagi yang lokasinya tidak jauh dari ketiga Gardu Induk tersebut. Dimana
dengan ditambahnya satu Gardu Induk baru, maka pasokan daya listrik di
daerah Waru, Rungkut dan Buduran dapat terlayani dengan maksimal serta
dapat menurunkan prosentase beban yang ada di Gardu Induk Waru,
Rungkut dan Buduran. Yang tadinya melewati angka 90% maka bisa di
tekan menjadi maksimal 75% - 85% dari kapasitas trafo terpasang, karena
hal tersebut untuk menjaga keandalan sistem kelistrikkan Jawa Timur ( PLN
Distribusi Jatim, 2009).
1.2. Perumusan Masalah
Dengan keterbatasan trafo yang ada di Gardu Induk Rungkut, Waru
dan Buduran, maka perlu adanya perencanaan pembangunan Gardu Induk
3
lagi agar pasokan daya listrik di daerah Surabaya selatan dapat terlayani
dengan maksimal.
1.3. Tujuan Penelitian
Perencanaan Pembangunan Gardu Induk 150 kV - 200 MVA di PT.
PLN Distribusi Jawa Timur APJ Surabaya Selatan yang diharapkan bisa
mengatasi masalah pertumbuhan beban di Surabaya Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat tugas akhir ini adalah, dapat memberikan masukan pada
PLN mengenai konsep perencanaan pembangunan Gardu Induk 150 kV-200
MVA di PT. PLN Distribusi Jawa Timur APJ Surabaya Selatan .
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan laporan Tugas Akhir, yaitu Bab 1
pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan, ruang lingkup
pembahasan, serta metode yang akan digunakan dalam tugas akhir. Bab 2
tinjauan pustaka yang berisi teori – teori dasar tentang Gardu Induk. Bab 3
metodologi penelitian yang berisi pengambilan data dan pengolahan data.
Bab 4 pengambilan dan pengujian data, berisi data-data yang diperoleh dari
PT.PLN Distribusi Jawa Timur APJ Surabaya Selatan dan data Statistik,
kemudian di analisa dengan mengunakan metode Regresi. Bab 5
perencanaan pembangunan Gardu Induk 150 kV–200 MVA meliputi
pembangunan fisik dan peralatan yang akan dipasang. Bab 6 penutup
memuat kesimpulan-kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil
perencanaan pembangunan Gardu Induk 150 kV - 200 MVA.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Gardu Induk
Gardu Induk adalah suatu tempat peralatan instalasi listrik TET
(Tegangan Ekstra Tinggi), TT (Tegangan Tinggi), dan TM (Tegangan
Menengah), yang berfungsi untuk :
a) Transformasi tenaga listrik tegangan tinggi yang satu ke tegangan
tinggi yang lain atau ke tegangan menengah.
b) Pengukuran, pengawasan operasi serta pengaturan pengamanan dari
sistem tenaga listrik.
c) Pengaturan daya ke gardu-gardu induk lain melalui tegangan tinggi
dan gardu-gardu distribusi melalui feeder tegangan menengah.
Lay out dari Gardu Induk pada hakekatnya adalah suatu bentuk yang sangat
dipengaruhi oleh fungsi dan hubungan-hubungan peralatan switch gear serta
disesuaikan dengan sistem busbarnya. Suatu Gardu Induk umumnya
merupakan unit rangkaian yang meliputi bagian-bagian busbar, circuit
breaker dan rangkaian peralatan-peralatan (circuit entry) dengan
menggabungkan isolator-isolator dan peralatan-peralatan transformator,
yang kesemuanya tersebut adalah merupakan dasar untuk menentukan suatu
lay out. Selain itu prinsip dari lay out juga tergantung dari variasi-variasi
tegangan dan arus, yang keduanya cenderung akan menentukan ukuran-
ukuran dari kompenen-komponen dan jarak antara peralatan-peralatan
tersebut.
5
2.2. Klasifikasi Jenis Gardu Induk
2.2.1. Menurut Jenis Pasangan
Menurut penempatan peralatannya, maka Gardu Induk dapat dibagi menjadi:
a) Jenis pasangan luar
Gardu Induk dimana semua peralatannya dipasang diluar gedung atau
pada ruang terbuka. Peralatan tegangan tinggi pasangan luar yaitu
transformator utama dan peralatan penghubung (switch gear). Peralatan
kontrol pasangan luar yaitu meja hubung (switching board) dan sumber
DC. Jenis ini memerlukan tanah yang luas, biaya konstruksi murah,
pendinginan mudah. Pada umumnya dipakai dipinggir kota dimana harga
tanah murah.
b) Jenis pasangan dalam
Gardu Induk dimana semua peralatan tegangan tinggi dan peralatan
kontrolnya terpasang di dalam ruangan. Jenis ini dipakai dipusat kota,
dimana harga tanah mahal dan di daerah pantai dimana ada pengaruh
kontaminasi garam, disamping jenis ini mungkin dipakai untuk menjaga
keselarasan dengan daerah sekitarnya.
c) Jenis pasangan setengah luar
Gardu Induk dimana sebagian peralatan tegangan tingginya terpasang
didalam gedung. Untuk Gardu Induk jenis ini dipakai bermacam-macam
corak dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomis, pencegahan
kontaminasi garam, pencegahan gangguan suara dan lain-lainnya.
d) Jenis mobil
6
Dilengkapi dengan peralatan trailer atau semacam truk. Dipakai dalam
keadaan ada gangguan disuatu Gardu Induk, untuk pencegahan beban
lebih, dan untuk pemakaian sementara di tempat pembangunan. Tidak
dipakai secara luas, melainkan sebagai transformator atau peralatan
penghubung yang mudah dipindah-pindah diatas trailer untuk memenuhi
kebutuhan dalam keadaan darurat.
2.2.2. Menurut lokasi dan fungsi
Berdasarkan lokasinya di dalam sistem tenaga listrik, fungsi dan
tegangannya (tinggi, menengah, atau rendah), maka Gardu Induk dapat dibagi
sebagai berikut :
a) Gardu Induk transmisi
Gardu Induk yang mendapat daya dari pambangkit, saluran transmisi atau
sub-transmisi suatu sistem tenaga listrik untuk kemudian menyalurkannya
ke daerah beban (industri atau perkotaan) melalui saluran distribusi
primer.
b) Gardu Induk distribusi
Gardu Induk yang mendapat daya dari saluran distribusi primer yang
menyalurkan tenaga listrik ke pemakai dengan tegangan rendah.
2.3. Peralatan - peralatan utama Gardu Induk
Gardu Induk memiliki peralatan utama tegangan tinggi yang
ditempatkan secara kelompok sesuai dengan keperluan. Peralatan-peralatan
utama yang terdapat pada Gardu Induk antara lain :
a) Transformator Tenaga.
7
b) Transformator pengukur tegangan.
c) Transformator pengukur arus.
d) Pemutus Tenaga.
e) Pemisah.
f) Busbar (rel daya)
g) Isolator-isolator.
h) Lightning Arrester (LA).
i) Peralatan komunikasi Power Line Carrier (PLC).
Peralatan-peralatan tegangan tinggi yang dipakai di PT. PLN ( Persero) pada
umumnya adalah peralatan pada tingkat tegangan yang telah distandarkan
yakni :
a) Tegangan Ekstra Tinggi : 500 kV
b) Tegangan Tinggi : 70 kV dan 150 kV
c) Tegangan Menengah : 6 kV, 20 kV dan 30 kV
Pengoperasian peralatan mengikuti tata cara operasi yang telah ditetapkan
oleh PT. PLN ( Persero) untuk para operator, sedangkan untuk memelihara
peralatan ditangani oleh tenaga / regu pemelihara peralatan ( Arismunandar.
A, 1971 ).
A. Transformator Tenaga
Trafo tenaga digunakan untuk menyalurkan daya listrik pada tegangan
yang berbeda sesuai dengan kebutuhan, bisa step up atau step down. Bagian
utama transformator adalah :
1) Inti besi.
8
2) Kumparan trafo.
3) Minyak trafo.
4) Bushing.
5) Tangki dan konservator.
Peralatan-peralatan bantu trafo
1) Alat pendingin (cooler).
Media yang dipakai pada sistem pendingin trafo adalah berupa :
a) Udara/gas.
b) Minyak.
c) Air, dan sebagainya.
2) Alat pengubah tap berbeban (OLTC).
3) Alat pernafasan trafo.
4) Indikator.
Peralatan Proteksi
1) Rele Bucholz.
2) Pengaman tekanan lebih (Explosive Membrane).
3) Rele tekanan lebih (Sudden Pressure Relay).
4) Rele diferensial.
5) Rele arus lebih.
6) Rele tangki tanah.
7) Rele hubung tanah.
8) Rele thermos.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama trafo dioperasikan :
9
1) Persiapan kondisi fisik awal.
a) Periksa seluruh keadaan fisik trafo.
b) Periksa ketinggian minyak pada gelas penduga.
c) Periksa kondisi seluruh indikator.
d) Periksa seluruh persiapan kondisi awal trafo.
2) Peralatan bantu dan proteksi pada transformator.
a) Peralatan pendingin harus dioperasikan menurut prosedurnya.
b) Diperhatikan ketinggian level minyak pada konservator.
c) Diadakan pengamatan-pengamatan (arus beban, tegangan sisi
sekunder, temperatur minyak, dan tinggi permukaan minyak).
3) Batasan – batasan beban selama operasi trafo.
Batas faktor pembebanan lebih dari trafo, menurut standar VDE dapat
dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Batas faktor pembebanan lebih dari trafo menurut standar VDE
% Over Load Load Faktor 10 % 20 % 30 % 40 % 50 %
Jam Jam Jam Menit Menit 50 % 75 % 90 %
3 2 1
1.5 1
0.5
1 0.5
0.25
30 15 8
15 8 4
Sumber : Persyaratan Umum Instalasi Listrik, 2000
B. Transformator Tegangan (PT)
Prinsip kerja dari trafo ukur identik dengan trafo daya, yaitu secara
induksi. Bila sisi primernya diberi tegangan, maka tegangan tersebut akan
diinduksikan ke sisi sekunder dengan perbandingan yang telah ditentukan.
Dengan cara demikian maka kumparan primer dan sekunder dari trafo
10
tegangan diisolasi cukup satu dengan yang lainnya, sehingga tegangan tinggi
bisa ditransformasikan ke tegangan rendah.
Menurut jenisnya trafo tegangan dibagi dua, antara lain :
a) Transformator dengan isolasi kering/padat.
Trafo ini seluruh lilitannya dimasukkan ke dalam zat tertentu yang
berbentuk cairan dan hasil proses ini akan berubah menjadi padat dan
kering.
b) Transformator dengan isolasi minyak.
Transformator ini lilitannya dimasukkan ke dalam tangki yang berisi
minyak khusus untuk isolasi trafo.
Pada dasarnya trafo tegangan ini bertujuan untuk menurunkan tegangan tinggi
ke tegangan rendah untuk alat ukur dan pengaman. Trafo tegangan ini
mempunyai kemampuan (daya) juga kelas ketelitian, biasa disebut kapasitas
beban atau burden. Pada umumnya data-data tersebut terdapat pada name
plate trafo tegangan.
Hubungan pada trafo tegangan ada tiga cara :
a) Hubungan open delta atau hubungan V
Hubungan ini terdiri dari dua buah Trafo Tegangan phasa tunggal yang
berhubungan seperti Gambar 2.1.
11
Gambar 2.1. Simbol trafo tegangan
b) Hubungan Bintang dari trafo tegangan
Pada hubungan ini salah satu sisi primer maupun sekunder dijadikan
satu dan diketanahkan, dan sisi yang lain disambungkan ke tegangan
kerja.
c) Hubungan Phasa dengan tanah dari trafo tegangan
Sambungan ini tidak jauh beda dengan hubungan bintang dari trafo
tegangan, hanya perbedaannya pada tiap phasa trafo tegangan sisi primer
maupun sekunder masing-masing salah satu sisinya dihubungkan ke
tanah langsung. Pada umumnya cara nomor tiga ini sering dijumpai di
Gardu Induk.
Trafo tegangan sebelum dioperasikan atau dipasang pada instalasi terlebih
dahulu dilakukan pengukuran tahanan isolasi dengan memakai megger. Pada
umumnya trafo tegangan dipasang sesuai dengan kebutuhan :
a) Untuk pengukuran bus bar/ rel-rel.
b) Untuk pengukuran pada penghantar.
12
Transformator tegangan pada umumnya dilengkapi dengan fuse dan pemisah.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pemeliharaan. Pemeriksaan
dan pemeliharaan trafo tegangan, meliputi :
a) Pemeriksaan trafo tegangan dalam keadaan operasi biasanya hanya
dilakukan secara visual saja, setiap saat dilihat apakah ada kelainan
misalnya : rembesan minyak, isolatornya retak/pecah, terminal-
terminalnya kurang sempurna, dan lain-lainnya.
b) Pemeliharaan trafo tegangan biasanya dilakukan bersamaan dengan
pemeliharaan pemutus tenaga jika terpasang pada penghantar. Namun
bila dipasang pada bus bar, maka pemeliharaanya bersamaan dengan
pemeliharaan bus bar tersebut.
C. Transformator Arus (CT)
Pengertian dari transformator arus pada prinsipnya sama dengan trafo
ukur lainnya, tetapi pada transformator arus ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan misalnya pembenaan, pemasangan, serta kemagnitannya dalam
mentransformasikan arus. Hal ini dapat dilihat pada name platenya. Untuk
mengetahui batas-batas ukur dan factor perbandingan maka ditulis pada name
plate dari Trafo Arus tersebut. Contoh :
- Arus primer 400 A artinya CT ini dapat dilalui arus sebesar 400 A secara
kontinyu.
- Arus sekunder 5 A artinya CT ini jika pada sisi primer mengalir arus
sebesar 400 A maka pada sisi sekunder akan mengalir arus sebesar 5 A.
13
Gambar 2.2. Simbol Trafo Arus
Beban suatu trafo arus adalah perkalian dari arus sekunder dengan
tegangan jatuh yang dinyatakan dalam Volt Ampere (VA). Pada umumnya
meter-meter tersebut memakai beban antara 0.5 – 0.7 VA. Jika suatu trafo
mempunyai suatu burden sebesar 40 VA dengan arus sekunder nominal 5 A,
artinya tegangan jatuh maksimum yang diijinkan adalah sebesar 8 Volt.
Dalam pemasangan trafo yang telah ditentukan bebannya, maka jumlah beban
meter-meter atau rele-rele yang tersambung dibatasi.
Penampang kawat sisi sekunder tidak boleh terlalu kecil, minimum
memiliki penampang 4 mm², hal ini tergantung jarak posisi antara panel
dengan trafo arus tersebut dipasang, yang paling penting adalah tegangan
jatuh pada kawat penghubung bernilai minimum. Bila Trafo arus dibebani
lebih besar dari kalasnya (lihat Gambar 2.3).
14
Gambar 2.3. Trafo arus dalam kondisi berbeban
Trafo arus memiliki angka kejenuhan (n). Maksudnya adalah batas
arus sisi sekunder sudah tidak linier lagi dengan arus sisi primer, hal ini akibat
dari kejenuhan inti besinya. Untuk pemasangan ke meter-meter pada
umumnya dipilih pada nilai n nya yang kecil. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Pembacaan meter diutamakan hanya pada batas-batas nominal.
b. Jika terjadi arus hubung singkat pada sisi primer, maka arus sisi
sekunder segera jenuh, sehingga meter akan lebih aman (tidak rusak).
15
Sedangkan untuk rele sebaiknya n nya harus lebih besar, karena pada saat
terjadi hubung singkat pada sistem, dimana arus primer menjadi besar, rele
tersebut masih berfungsi dengan baik.
Polaritas dari trafo arus adalah kutub-kutub dimana pada suatu saat akan sama.
Polaritas ini ada dua macam, yaitu polaritas pengurangan dan penjumlahan.
Pada umumnya pengukuran mempunyai polaritas penambahan, jadi arus
primer masuk di terminal K, arus sekunder mengalir dari terminal k.
Gambar 2.4. Polaritas trafo arus
Pengecekan polaritas ini dapat dilakukan dengan cara menyambung terminal
sisi primer K ke baterai positif melalui switch dan L ke negatif. Sedangkan sisi
sekunder CT dihubungkan dengan ampere meter DC. Apabila switch ditutup
dan dibuka berulang-ulang maka jarum ampere meter DC akan menyimpang
ke kanan, hal ini menunjukkan bahwa polaritas CT tersebut benar. Bila
jarumnya menyimpang ke kiri maka polaritasnya salah.
16
Dalam teknik pemasangan trafo arus ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain :
a. Ratio/rating dari trafo arus yang tertera di name plate harus sesuai
dengan kebutuhan.
b. Rangkaian sekunder harus tersambung seri dan merupakan rangkaian
tertutup.
c. Rangkaian sisi sekunder yang tidak digunakan harus dihubung singkat.
Bila rangkaian arus sekunder terbuka, sedangkan sisi primer dialiri arus,
maka arus primer akan menimbulkan penguatan (excitasi) seluruhnya dan
tidak ada excitasi lawan, sehingga menimbulkan panas yang dapat merusak
isolasi. Hal ini juga akan menimbulkan tegangan pada sisi sekunder yang
tinggi dan dapat membahayakan pemakai dan CT tersebut bisa meledak (lihat
Gambar 2.5)
17
Gambar 2.5. Rangkaian arus sekunder terbuka
Pentanahan pada sisi sekunder dimaksudkan untuk menjaga terjadinya
kebocoran tegangan pada sisi primer, sehingga tegangan tersebut langsung
terhubung ke tanah dan tidak membahayakan petugas maupun peralatan yang
tersambung pada rangkaian arus sekunder. Pentanahan ini selain di terminal
CT juga dipanel kontrol dan panel rele. Pengukuran tahanan isolasi ini
dilakukan pada terminal-terminal baik primer ataupun sekunder terhadap
tanah. Untuk sisi primer sebaiknya menggunakan megger 1000 – 5000 V,
sedangkan sisi sekunder cukup dengan megger 500 V. Jika pada saat
pengukuran tahanan isolasi tersebut diketemukan nilai yang mencurigakan,
maka CT tersebut harus diteliti lebih lanjut.
18
D. PEMUTUS TENAGA
Pemutus tenaga adalah saklar yang dapat digunakan untuk
menghubungkan/memutuskan arus atau daya listrik sesuai dengan rantingnya.
Pemadaman busur api listrik pada waktu pemutusan dapat dilakukan oleh
beberapa macam bahan yaitu : udara, minyak dan gas.
Berdasarkan media pemadaman busur api listrik tersebut, pemutus tenaga
dapat dibagi menjadi :
a. Pemutus tenaga dengan media minyak
PMT dengan banyak menggunakan minyak (bulk oil circuit breaker)
PMT dengan sedikit menggunakan minyak (low oil content circuit
breaker).
b. Pemutus tenaga dengan media gas
Media gas yang digunakan pada PMT tipe ini adalah gas SF6 (sulfur
hexaflouride). Sifat-sifat gas SF6 murni ialah tidak berwarna, tidak
berbau, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Pada termperatur diatas
1500 C, gas SF6 mempunyai sifat tidak merusak metal, plastik dan
bermacam-macam yang umumnya dipergunakan dalam pemutus tenaga
tegangan tinggi.
Sebagai isolasi listrik, gas SF6 mempunyai kekuatan dielektrik yang tinggi (
2,5 kali kekuatan dielektrik udara) dan kekuatan dielektrik ini bertambah
dengan pertambahan tekanan. Sifat lain dari gas SF6 ialah mampu
mengembalikan kekuatan dielektrik dengan cepat, setelah arus bunga api
listrik melalui titik nol.
19
Karena sifat-sifat gas SF6 yang lebih baik dari udara, maka busur api dapat
dipadamkan lebih cepat. Penggambaran dasar hubungan dari circuit breaker
control untuk operasi membuka adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6 Circuit Breaker Control
Keterangan :
1. Pemutus tenaga
2. Relay
3. Trip coil circuit breaker
4. Baterai
5. Kontak
6. Transformer tegangan
7. Transformer arus
8. Saklar kontak bantu
9. Trip circuit
20
Dari gambar 2.6 dapat dijelaskan, apabila gangguan terjadi dalam
protected circuit, relay (2) yang dihubungkan dengan CT (7) dan arus
mengalir dari baterai (4) ke dalam trip circuit (9). Maka trip coil dari circuit
breaker (3) mendapat energi, sehingga operating mechanic dari circuit breaker
bekerja kemudian dengan hembusan gas SF6, kontak akan membuka.
Auxilary switch adalah merupakan switch yang mempunyai dua posisi yaitu
membuka dan menutup, sesuai dengan posisi dari circuit breaker contact.
E. Pemisah ( Disconnecting Switch )
Pemisah (DS) adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menyatakan
secara visual bahwa suatu peralatan listrik sudah bebas dari tegangan kerja,
oleh karena itu pemisah tidak diperbolehkan untuk dimasukkan atau
dikeluarkan pada rangkaian listrik dalam keadaan berbeban.
Untuk tujuan tertentu pemisah penghantar atau kabel dilengkapi dengan
pemisah tanah (pisau pentanahan / earting blade). Umumnya antara pemisah
penghantar atau kabel dan pemisah tanah terdapat alat yang disebut interlock.
Dengan terpasangnya rangkaian interlock ini maka kemungkinan kesalahan
operasi dapat dihindarkan.
Macam-macam pemisah
Berdasarkan fungsi
a. Pemisah tanah (pisau pentanahan).
b. Pemisahan peralatan.
Berdasarkan penempatan
a. Pemisah penghantar.
21
b. Pemisah rel.
c. Pemisah kabel.
d. Pemisah seksi.
e. Pemisah tanah.
Berdasarkan gerakan lengan-lengan pemisah
a. Pemisah engsel.
b. Pemisah putar.
c. Pemisah siku.
d. Pemisah luncur.
e. Pemisah Pantograph (gunting).
Berdasarkan tenaga penggerak
a. Secara manual.
b. Dengan motor.
c. Dengan pneumatik / tekanan udara.
d. Dengan hidrolik / tekanan minyak.
Berdasarkan pemasangannya
a. Di dalam ruangan atau pasangan dalam.
b. Di luar (udara terbuka) atau pasangan luar.
F. Bus Bar
Di dalam Gardu Induk semua peralatan dihubungkan pada dan
mengelilingi rel, corak dasar dari hubungan rangkaian ditentukan oleh sistem
relnya (Bus Bar).
22
a. Rel tunggal
Sederhana, ekonomis karena hanya memerlukan sedikit peralatan
dan ruang. Dipakai pada Gardu Induk skala kecil yang hanya memiliki
sedikit saluran keluar dan tidak memerlukan pindah hubungan sistem
tenaga. Namun bila terjadi gangguan pada sistem rel, isolator pada sisi rel,
pemutus beban, maka pelayanan listrik akan terputus, untuk hal ini dapat
dipasang pemutus beban dan pemindah bagian.
Gambar 2.7. Rel Tunggal
b. Rel ganda
Sistem ini lebih banyak memerlukan isolator, rel, bangunan
konstruksi baja dan ruang bila dibandingkan dengan rel tunggal. Pada
gambar 2.8 tampak rel rangkap standar daya pemutusan beban
panghubung rel yang dipasang diantara kedua rel. Pemeriksaan alat dan
operasi sistem tenaga menjadi lebih mudah. Tidak bekerjanya rel tidak
diikuti dengan tidak bekerjanya transformator atau saluran transmisi.
Dimungkinkan untuk membatasi pemutusan pelayanan dan arus hubungan
23
singkat dengan membuka pemutus beban penghubung kedua rel bila
gangguan terjadi pada salah satu rangkaian.
Gambar 2.8 Rel Ganda
c. Rel rangkap
Pada Gardu Induk dimana terdapat pemusatan saluran transmisi
dan dimana diperlukan keandalan yang sangat tinggi, maka dipasanglah
pemutus beban bagian pada setiap rel.
d. Sistem 1,5 – pemutus beban dan sistem 2-pemutus beban.
Pada sistem ini saluran transmisi dan transformator tidak usah
terhenti selama pemutus tenaga dipelihara atau diperbaiki. Dalam keadaan
gangguan rel, gangguan itu dapat ditiadakan dengan tidak mempengaruhi
komposisi sistem tenaga. Kerugian sistem ini adalah dia membutuhkan
banyak pemutus tenaga, pemisah dan ruang serta sirkit kontrol dan
pengamanannya menjadi sangat kompleks.
24
Gambar 2.9 Sistem 1,5 dan 2 PMT
e. Rel gelang
Rel gelang hanya memerlukan ruang yang kecil dan baik untuk
pemutusan sebagian dari pelayanan dan pemeriksaan pemutus beban.
Sistem ini jarang dipakai dan mempunyai kerugian bahwa dari segi operasi
sistem tenaga ia tidak begitu leluasa seperti sistem dua rel, rangkaian
kontrol dan pengamanannya menjadi lebih kompleks.
Gambar 2.10 Rel Gelang
25
G. Isolator-Isolator
Pada umumnya terbuat dari porselen atau kaca dan berfungsi sebagai
isolasi tegangan listrik antara peralatan yang bertegangan dengan peralatan
yang tidak bertegangan. Macam-macam isolator yang dipergunakan pada
peralatan-peralatan tegangan tinggi di Gardu Induk adalah :
a. Pada SUTT
1. Isolator piring penegang.
2. Isolator piring gantung.
3. Isolator tonggak saluran vertikal.
4. Isolator tonggak saluran horizontal.
b. Pada peralatan lainnya adalah berfungsi sama, yakni sebagai isolasi
tegangan listrik dibagian peralatan yang bertegangan dengan bagian yang
tidak bertegangan. Sebagai contoh pada trafo, PMT, DS, dan sebagainya.
Pada isolator umumnya dilengkapi alat bantu penting, yakni :
a. Tanduk busur yang berfungsi untuk melindungi isolator pada peristiwa
flash over di isolator tersebut.
b. Cincin perisai (grading ring), yang berfungsi untuk meratakan distribusi
medan listrik dan distribusi tegangan yang terjadi pada isolator.
H. Arrester
Arrester adalah alat pengaman bagi peralatan listrik terhadap tegangan
lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge), alat ini
berfungsi sebagai by-pass disekitar isolasi yang membentuk jalan mudah
26
dilalui oleh arus kilat ke sistem pentanahan sehingga tidak menimbulkan
tegangan lebih yang tinggi dan tidak merusak isolasi peralatan listrik.
By-pass ini harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran daya
sistem frekwensi 50 Hz. Jadi pada keadaan normal, arrester berlaku sebagai
isolator dan bila timbul tegangan surja, alat ini bersifat sebagai konduktor
yang tahanannya relatif rendah, sehingga dapat meneruskan arus yang tinggi
ke tanah. Setelah surja hilang, arrester harus dapat dengan cepat kembali
menjadi isolasi.
Sesuai dengan fungsinya, yaitu arrester melindungi peralatan listrik pada
sistem jaringan atau surja hubung, maka umumnya arrester di pasang pada
setiap ujung SUTT yang memasuki Gardu Induk. Di Gardu Induk besar ada
kalanya pada trafo dipasang juga arrester untuk menjamin terlindungnya trafo
dan peralatan lainnya dari tegangan lebih tersebut.
I. Power Line Carrier
Cara lain dari propagasi gelombang melalui konduktor logam adalah
dengan teknik arus carrier pada frekuensi radio yang rendah, pemancar radio
pada umumnya menggunakan udara sebagai medium propagasi gelombang,
semua jenis saluran logam : SUTT, kabel dapat dipakai untuk menyalurkan
gelombang carrier tersebut. Power Line Carreir (PLC) adalah salah satu
propagasi yang disebut diatas pada SUTT 3 fasa, dapat juga melalui konduktor
dua kawat (misalnya pada saluran distribusi), tetapi pada SUTT yang biasa
konduktornya lebih besar, jarak antar konduktor lebih jauh maka PLC pada
SUTT maka lebih dapat diandalkan disamping atenuasinya rendah.
27
Gelombang PLC ini merambat pada SUTT ratusan kilometer tanpa
diperlukan repeater sebagai penguat signal, PLC bekerja pada daerah
frekuensi 30 kHz – 300 kHz, dimana pada daerah ini cukup tinggi untuk
terganggu terhadap frekuensi 50 Hz (frekuensi jala-jala) dan redaman yang
dialami belum terlalu tinggi, dengan band frekuensi ini maka akan terdapat
30-50 kanal PLC dengan lebar band 4 KHz sesuai standart suara manusia.
Perbedaan utama antara transmisi tenaga listrik dan transmisi PLC
pada frekuensi operasi, pada dasarnya karakteristik kedua jenis gelombang
tersebut sama namun banyak faktor penting pada frekuensi carrier yang
diabaikan pada frekuensi jala-jala, misalnya jaringan transmisi secara listrik
lebih pendek terhadap frekuensi jala-jala (hanya seper sekian panjang
gelombang). Suatu power sistem membutuhkan sistem komunikasi yang
efisien dan ekonomis, misalnya beberapa pengguna PLC dibawah ini :
A. Supervisory Control
Dipakai untuk circuit breaker, tap changer pada trafo, temperatur
minyak dan kumparan trafo, status dari switch trafo, load sheilding relays.
Status dan security terhadap operasi yang salah dari peralatan-peralatan di
monitor dengan aliran sistem, misalnya untuk automatic tap changer, bus
voltage, circuit breaker, gas turbin alam dan sebagainya.
B. Automatic Generation and Control (AGC)
Meliputi unit commitment dan energi management dari sistem
pembangkit, AGC menentukan tindakan-tindakan pengendalian dari
pembangkit untuk menjaga kestabilan frekuensi devisiasi waktu dan frekuensi
28
di monitor dan dihitung untuk kemudian diadakan tindakan pengaturan
pembangkit dan mengirimkan pulsa-pulsa control.
C. Sistem telemetering
Misalnya arus feeder, Watt, VARS, kWh, kVARh.
D. Proteksi
Relay-relay, pilot melalui PLC juga dengan prioritas pengiriman
paling tinggi.
E. Peralatan Power Line Carrier (PLC)
Peralatan PLC dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a) Peralatan outdoor
Terdiri dari :
- Wave Trap (WT)
- Couppling Capasitor (CC)
- Line Matching Unit (LMU)
- Protective Device (PD)
b) Peralatan indoor terdiri dari :
- PLC terminal
- PABX PLC
- Tele proteksi
- Batere charger 48 volt
- Power distribusi frame
- Main distribusi frame
- Alat-alat bantu lain
29
Sistem kerja PLC sebagai control antara lain sebagai berikut :
a) Gelombang carrier dipancarkan oleh stasiun A dan kemudian ditangkap
oleh stasiun B, begitu pula sebaliknya. Hasil dari penangkapan receiver
digunakan untuk memberi komando kepada relay.
b) Terpancarnya gelombang carrier oleh transmisi dikomando oleh relay
yang bekerja saat ada gangguan pada saluran transmisi. Pada keadaan
normal tidak ada gangguan maka tidak ada pemancaran carrier maupun
penerimanya ( Arismunandar. A, 1979 ).
2.4. Peralatan-peralatan bantu Gardu Induk
Selain peralatan-peralatan utama, di Gardu Induk juga terdapat
peralatan-peralatan bantu yang menunjang kerja atau operasi dari peralatan
utama. Meskipun hanya sebagai peralatan bantu, namun peran peralatan-
peralatan tersebut cukup vital. Peralatan-peralatan bantu tersebut antara lain
adalah :
2.4.1. Rectifier
Rectifier adalah penyerahan, yang mengubah tegangan AC (bolak-balik)
menjadi tegangan DC (searah). Arus searah (DC) dapat diperoleh dari 3 (tiga)
macam alat dan sumber yaitu :
a) Mengubah energi mekanik menjadi energi listrik arus searah.
b) Transformator + Dioda energi arus bolak-balik.
c) Baterai / Battery : Pengubah energi kimia menjadi energi arus listrik
searah secara murni.
30
Dari ketiga macam sumber DC tersebut diatas berdasarkan pertimbangan
teknik dan ekonomi, akan memilih alternatif b dan c. Alternatif b adalah
rectifier, hanya dapat berfungsi apabila sumber AC/input tidak terganggu .
Begitu terjadi gangguan, maka hilang pulalah energi DC. Sedangkan alternatif
c adalah baterai, dimana battery juga memiliki keterbatasan waktu suplai DC,
yaitu dibatasi dengan kapasitas DC. Artinya baterai hanya dapat mengalirkan
arus ke rangkaian beban dalam waktu/jam tertentu untuk memberikan
tegangan tertentu, setelah kapasitasnya habis dan harus di isi (charge) ulang.
2.4.2. Baterai
Baterai adalah suatu alat yang menghasilkan energi listrik dengan
proses kimia. Baterai dapat berupa susunan beberapa sel atau hanya satu sel
saja. Tiap sel dari baterai terdiri dari elektroda positif (+), elektroda negatif (-)
dan elektrolit. Jenis elektroda dan elektrolit ini tergantung dari pabrik yang
memproduksi baterai tersebut. Elektroda-elektroda positif atau anoda (+) dan
negatif atau katoda (-) adalah merupakan kepingan plat yang berbentuk rangka
dari besi (Fe) atau timah (Pb) dan disebut grid yang berfungsi sebagai
penghantar arus dan tempat kedudukan material aktif. Material aktif adalah
suatu material yang bereaksi secara kimia untuk menghasilkan tenaga listrik
pada saat pengosongan (discharge) dan mengubah tenaga listrik menjadi
tenaga kimia pada saat pengisian (charge).
2.4.2.1. Fungsi Baterai
Baterai adalah merupakan suatu sumber atau sumber arus searah (DC)
yang dapat digunakan untuk keperluan yang bermacam-macam. Di dalam
31
pusat-pusat Pembangkit Tenaga Listrik dan Gardu Induk baterai berfungsi
untuk keperluan pelayanan bantu (auxiliary service ) yang meliputi :
a) Kontrol, pengawasan (security), tanda-tanda, isyarat (signaling &
alarm sistem).
b) Motor – motor untuk pemutus tenaga ( circuit bresker ), pemisah (DS),
dan pengubah tap trafo (tap changer).
c) Relai proteksi.
d) Penerangan darurat (emergency lighting), pemanas, dan
telekomunikasi.
e) Diesel starting.
Umumnya baterai yang digunakan sebagai sumber arus searah (DC) pada
pusat-pusat Pembangkit Tenaga Listrik dan Gardu Induk adalah baterai jenis
alkali nickle-cadmium (Ni-Cd).
Gambar 2.11 Pembentukan ion-ion dalam elektrolit
32
2.4.3. Relay Pengaman
2.4.3.1. Fungsi Dan Peranan Relay Pengaman
Nilai investasi peralatan-peralatan listrik pada suatu Gardu Induk
sedemikian besarnya sehingga perhatian yang khusus harus diutamakan agar
setiap peralatan tidak hanya dapat beroperasi dengan efisien dan optimal,
tetapi juga harus teramankan dari kecelakaan atau kerusakan yang fatal.
Kerusakan yang fatal dapat menimbulkan :
a) Kerugian biaya investasi.
b) Kerugian operasi (lougoustage).
c) Terganggunya pelayanan (fault service).
Untuk relay proteksi sangat diperlukan pada peralatan Gardu Induk.
Hampir semua peralatan listrik Gardu Induk tidak dibiarkan operasi tanpa
adanya proteksi. Relay proteksi adalah suatu perangkat kerja proteksi yang
mempunyai fungsi dan peranan :
a) Memberikan sinyal alarm atau melepas pemutus tenaga dengan tujuan
mengisolir gangguan atau kondisi yang tidak normal seperti adanya
beban lebih, tegangan rendah, kenaikan suhu, beban tidak seimbang,
daya kembali, frekuensi rendah, hubung singkat dan kondisi tidak
normal lainnya.
b) Melepas peralatan yang berfungsi mengamankan mesin listrik dan
mencegah kerusakan isolasi.
c) Melepas peralatan yang terganggu secara cepat dengan tujuan
mengurangi kerusakan yang lebih berat. Contoh : bila suatu mesin
33
listrik secara cepat dilepaskan setelah terjadinya gangguan pada
belitan, maka sebagian kumparan saja yang perlu diperbaiki. Tetapi
apabila gangguan terjadi terus menerus maka kemungkinan seluruh
belitan akan rusak dan memerlukan perbaikan total.
d) Melokalisir kemungkinan dampak gangguan dengan memisahkan
peralatan yang terganggu dari sistem. Peralatan yang terganggu dapat
menyebabkan gangguan pada peralatan lainnya yang berada dalam
sistem.
e) Melepas peralatan atau bagian yang terganggu secara cepat dengan
maksud menjaga kestabilan sistem, kontinuitas pelayanan dan unjuk
kerja sistem.
2.4.3.2. Jenis relay pengaman pada Gardu Induk
Relai pengaman yang terpasang pada Gardu Induk secara umum dapat
dibagi menjadi lima jenis pengaman, yaitu :
a) Pengaman saluran (penyulang tegangan menengah dan transmisi
tegangan tinggi).
b) Pengaman Bus bar (relay daya).
c) Pengaman transformator.
d) Pengaman alat reaktor dan statik kondensor.
e) Pengaman alat-alat bantu, trafo arus dan trafo tegangan ( PT.PLN P3B
JB, 2009 ).
34
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini meliputi :
1) Studi literatur
Mempelajari perencanaan pembangunan Gardu Induk baru 150 kV, antara lain
a) Data peralatan yang akan dipasang meliputi kemampuan dan setting
peralatan.
b) Data beban Transformator.
c) Tata letak atau Lay out Gardu Induk.
Mempelajari semua peralatan -peralatan utama yang terdapat pada Gardu
Induk, antara lain :
a) Transformator Tenaga.
b) Transformator pengukur tegangan.
c) Transformator pengukur arus.
d) Pemutus Tegangan (PMT).
e) Pemisah (disconnecting switch).
f) Busbar (rel daya).
g) Isolator-isolator.
h) Lightning Arrester (LA).
2) Pengambilan data, antara lain :
a) Pengambilan data beban trafo 150 / 20 kV di GI Waru, Rungkut dan
Buduran, meliputi data trafo tenaga 150 / 20 kV selama 5 tahun.
35
b) Pengambilan data spesifikasi trafo tegangan, trafo arus, pemutus tenaga,
lightning aresster, sumber AC/DC.
c) Pengambilan data PDRB sebagai referensi perkembangan penduduk dan
industri selama 5 tahun.
3) Pengolahan data dengan metode Regresi Linier
Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan
variabel bebas. Analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu
variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained
variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory).
Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan variabel kedua
disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka
analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut berganda karena
pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung.
Tujuan menggunakan analisis regresi ialah :
a) Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan
didasarkan pada nilai variabel bebas.
b) Menguji hipotesis karakteristik dependensi.
c) Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada
nilai variabel bebas diluar jangkauan sampel.
4) Perencanaan dan pengujian
36
a) Dilaksanakan perencanaan pembangunan Gardu Induk baru meliputi data
peralatan terpasang ( pemutus tenaga, pemisah, trafo, trafo arus, trafo
tegangan, aresster dan peralatan pendukung di Gardu Induk ).
b) Dilaksanakan pengujian peralatan terpasang mulai Trafo sampai batere
apakah sudah memenuhi standar yang dijinkan, antara lain SNI, IEC,
PUIL, VDE dan lain sebagainya.
Prosedur penelitian dapat digambarkan seperti diagram alir berikut ini :
Tidak
Ya
Gambar 3.1 Flowchart prosedur penelitian
Pengolahan Data Dengan menggunakan metode Regresi Linier
Perencanaan pembangunan Gardu Induk
Apakah sesuai standart ? Penyempurnaan
Selesai
Studi Literatur Mempelajari perencanaan pembangunan
Gardu Induk baru beserta semua peralatannya
Pengambilan Data - Data beban Trafo Gardu Induk - Data peralatan Gardu Induk - Data pertumbuhan industri dan penduduk
Mulai
37
BAB V
PERENCANAAN GARDU INDUK
5.1. Penentuan rating peralatan Gardu Induk
Rencana klasifikasi jenis Gardu Induk adalah Gardu Induk pasangan
luar ( konvensional ) hal tersebut karena :
a) Biaya lebih murah.
b) Operasi dan pemeliharaan mudah.
c) Lahan kosong masih banyak.
d) Mudah dibangun dan pembangunanya singkat.
e) Harga tanah relatif murah.
Dari pembahasan di Bab IV dengan menggunakan perhitungan 4.1 sampai
dengan 4.8, maka perencanaan pembangunan Gardu Induk menggunakan
transformator tenaga 150/20 kV - 50 MVA berjumlah 4 buah transformator.
Untuk luas Gardu Induk direncanakan 234 m x 160 m sesuai PUIL
tahun 2000. Peralatan Gardu Induk secara umum terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu peralatan pada sisi primer (150 kV) dan sisi sekunder (20 kV).
5.1.1. Kapasitas Transformator Tenaga
Kapasitas Transformator yang dipilih sesuai perhitungan 4.1 sampai
4.5 menggunakan softwere SPSS dengan hasil seperti pada uraian di bab IV,
maka kebutuhan trafo adalah yang berkapasitas 50 MVA dan tegangan kerja
150 / 20 kV. Dipandang dari segi fluktuasi tegangan, daya reaktif yang
induktif dan stabilitas sistem, dikehendaki tegangan impedansi yang kecil,
tetapi dipandang dari segi pembatasan arus hubung singkat, dikehendaki
38
tegangan impedansi yang besar. Dari segi perencanaan jika transformator
dibuat untuk impedansi tinggi, maka tembaganya akan lebih berat, sedangkan
untuk impedansi rendah, besinya yang lebih berat. Maka yang paling
ekonomis adalah mengambil harga diantara keduanya seperti pada tabel 5.1
dimana untuk tegangan kerja 150 kV tegangan impedansi trafo yang
diperlukan adalah 11 %.
Tabel 5.1 Nilai standar tegangan impedansi transformator
Tegangan primer
nominal ( kV )
Tegangan
Impedansi ( % )
11 4,5
22 5
33 5,5
66 7,5
77 7,5
110 10
154 11
187 12
220 13
275 14
Sumber : Arismunandar. A, 1971
5.1.2. Peralatan Gardu Induk pada tegangan 150 kV
Pada Gardu Induk peralatan pasangan luar gedung terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu :
a) Transmisi line bay.
b) Transformator bay .
c) Bus kopel bay.
39
Pada masing-masing bay terdiri atas peralatan pemutus tenaga, pemisah, trafo
arus dan trafo tegangan. Penentuan rating pada masing-masing peralatan
tergantung pada daya transformator yang akan dihadirkan dan tegangannya.
A. Transmisi Line Bay
Untuk penarikan transmisi diambil dari Gardu Induk terdekat, yaitu
Gardu Induk Rungkut dengan tegangan 150 kV untuk mensuplay
transformator dengan daya 4 x 50 MVA, tegangan 150 / 20 kV. Dengan
diketahui daya dalam MVA dapat dihitung arusnya yaitu :
nomxTegSI
.3
Dimana : I = Arus nominal S = Daya nyata
000.150350x
MVAI
= 192 Amp sisi primer
000.20350
xMVAI
= 1443 Amp sisi sekunder
Pemutus tenaga yang dipakai pada Transmisi Bay adalah Vacuum Circuit
Breaker dengan rating peralatan :
a) Tegangan 150 kV sesuai tegangan jala-jala SUTT 150 kV yang dipakai
PLN.
b) Rating arus 1250 ampere, hal ini sesuai rumus 5.1 pada arus sisi primer
bahwa untuk satu trafo In adalah 192 ampere, jadi kalau empat trafo
40
adalah 768 ampere atau pembulatan 800 ampere, maka kemampuan
rating pemutus tenaga tersebut masih 64 %. Rating short circuit 40 kA (
karena jaringan transmisi di pulau Jawa radial interkoneksi, jadi rating
arus hubung singkatnya diperbesar ) untuk Disconnecting Switch rating
peralatan sama dengan pemutus tenaga.
Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Tegangan primer 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
primer dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder yang
dibutuhkan adalah 110 V.
Rating trafo arus yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Rasio trafo arus 1250 / 5 amper sesuai batas arus maksimum pada trafo
tersebut diatas dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang
membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan
kontak relay.
Untuk Lightning Arrester yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Arus pelepasan 10 kA, sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2
tentang konfigurasi sistem PLN P3B Jawa Bali.
41
Untuk konduktor Bus Bar menggunakan ACSR 2 x 340 mm dengan arus
nominal 1480 ampere. Data rating peralatan tersebut diatas mengacu pada
standar PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2 dan konfigurasi sistem yang ada
di PLN P3B Jawa Bali.
B. Transformator Bay
Transformator yang direncanakan dipasang pada Gardu Induk tersebut
adalah 50 MVA dengan tegangan primer 150 kV, rating peralatannya adalah :
nomxTegSI
.3
000.150350x
MVAI
= 192 Amp sisi primer
000.20350
xMVAI
= 1443 Amp sisi sekunder
Maka untuk pemutus tenaga yang dipakai pada Transformer bay adalah
Vacum Circuit dengan rating yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Rating arus 1250 A, mengacu pada standar PUIL tahun 2000 pasal
2.1.6 ayat 2.2 dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali.
c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa
radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan
PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2.
42
Rating Disconnecting Switch yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Rating arus 1500 ampere, karena kapasitas harus lebih besar 10% dari
arus pada pemutus tenaga.
c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa
radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan
PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2.
Rating trafo arus yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Rasio trafo arus 400-200 / 5 ampere sesuai kapasitas arus sisi primer
pada trafo yang terpasang dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang
membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan
kontak relay.
Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Tegangan primer 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
primer dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder
yang dibutuhkan adalah 110 V.
Untuk Lightning Arrester yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
43
b) Arus pelepasan 10 kA , sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2.
Data rating peralatan tersebut diatas mengacu pada standar PUIL tahun 2000
dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali.
C. Bus kopel bay
Berdasarkan jumlah trafo yang dipasang dengan kapasitas 4 x 50 MVA
dan beban dari transmisi yang mengalir pada bus A dan B, maka rating
peralatan yang digunakan untuk kopel bay harus mempunyai kapasitas yang
cukup untuk menampung arus yang membebani kedua bus bar tersebut pada
waktu paralel, maka data peralatan yang dibutuhkan adalah :
Rating pemutus tenaga yang digunakan :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Rating arus 1500 ampere, karena bus bar merupakan rel yang
menampung semua arus yang mengalir, baik dari trafo maupun dari
transmisi yang masuk dan sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.8 ayat 2.3.
c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa
radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan
sesuai PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2.
Rating Disconnecting Switch yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Rating arus 2000 ampere, karena kapasitas arus harus lebih besar 10%
dari arus pada pemutus tenaga dan sesuai standar SPLN.
44
c) Rating short circuit 40 kA, karena jaringan transmisi di pulau Jawa
radial interkoneksi, jadi rating arus hubung singkatnya diperbesar dan
PUIL tahun 2000 pasal 2.1.6 ayat 2.2.
Rating trafo arus yang digunakan adalah :
a) Tegangan 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi primer
dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Rasio trafo arus 2000 / 5 ampere sesuai kapasitas arus yang mengalir
di bus bar dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang membutuhkan
arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan kontak relay.
Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Tegangan primer 150 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
primer dengan tegangan jala-jala 150 kV.
b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder
yang dibutuhkan adalah 110 V.
Data rating peralatan tersebut diatas mengacu pada standar PUIL tahun 2000
dan konfigurasi sistem yang ada di PLN P3B Jawa Bali.
5.1.3. Peralatan Gardu Induk pada tegangan 20 kV
Dengan daya trafo 50 MVA arus nominal untuk peralatan pada
tegangan 20 kV adalah :
nomxTegSI
.3
000.20350
xMVAI
I = 1443 A
45
Arus hubung singkat pada trafo sisi sekunder dengan impedansi 11 % adalah :
nomxTegxZSxI
.3%100
2000031110050000
xxxI
I = 1312 A
Maka peralatan yang dipakai jenis pemutus tenaga dengan media gas SF6.
Rating pemutus tenaga yang digunakan adalah :
a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
b) Rating arus 1500 ampere, berdasarkan pada perhitungan pada arus sisi
sekunder trafo dimana sesuai pabrikan 1500 amper.
Rating pemisah yang digunakan adalah :
a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
b) Rating arus 2000 A, karena kapasitas arus harus lebih besar 25% dari
arus pada pemutus tenaga dan sesuai standar SPLN.
Rating trafo arus yang digunakan adalah :
a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
b) Rasio CT 1500 / 5 ampere, sesuai kapasitas arus sisi sekunder pada
trafo yang terpasang dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang
46
membutuhkan arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan
kontak relay.
Rating trafo tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Tegangan primer 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
b) Tegangan sekunder 110 V, karena peralatan proteksi sisi sekunder
yang dibutuhkan adalah 110 V.
Kabel sisi sekunder trafo yang digunakan XLPE 800 mm² dengan arus
nominal 2550 A ( sesuai standar VDE dan IEC ), serta data rating peralatan
tersebut diatas mengacu pada standar PUIL tahun 2000 dan konfigurasi sistem
yang ada di PLN P3B Jawa Bali.
Rating peralatan pada penyulang 20 kV dengan daya 5 MVA perpenyulang,
yaitu :
nomxTegSI
.3
000.2035xMVAI
I = 144,5 A
Peralatan yang dipakai adalah :
Rating pemutus tenaga yang digunakan adalah :
a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
47
b) Rating arus 200 A, karena pemutus tenaga yang ada di pabrikan paling
rendah 200 ampere, maka pemutus tenaga tersebut yang digunakan.
Rating pemisah yang digunakan adalah :
a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
b) Rating arus 400 A, karena kapasitas arus harus lebih besar 10% dari
arus pada pemutus tenaga dan sesuai standar SPLN.
Rating trafo arus yang digunakan adalah :
a) Tegangan 20 kV, karena peralatan tersebut terpasang pada sisi
sekunder dengan tegangan jala-jala 20 kV.
b) Rasio CT 200 / 5 A sesuai kapasitas arus pada penyulang yang
terpasang dan sesuai kebutuhan arus setting relay yang membutuhkan
arus 5 ampere pada waktu pic up untuk mengerjakan kontak relay.
5.1.4. Busbar 150 kV
Busbar utama 150 kV Gardu Induk tersebut direncanakan
menggunakan trafo 150/20 kV dengan kapasitas daya total 200 MVA, maka
arus pada busbar adalah :
nomxTeg
SI.3
000.1503200000x
I
I = 769 A
48
Arus yang melalui busbar adalah 769 ampere atau maksimum 800 ampere.
Pemutus tenaga yang ada dipabrikkan adalah sebesar 1250 ampere. Konduktor
yang digunakan harus diatas arus tersebut. Dan konduktor yang digunakan
adalah TAL 600 mm² arus nominal 1800 A ( sesuai standar VDE dan IEC ).
5.2. Koordinasi Isolasi
Koordinasi isolasi bertujuan untuk menghindari kerusakan terhadap
peralatan listrik karena tegangan lebih yang timbul di dalam sistem, dimana
peralatan tersebut harus mampu menahan tegangan lebih dengan
memperhitungkan karakteristik peralatan proteksi. Tegangan lebih yang
timbul mengharuskan peralatan listrik yang dipakai mempunyai tingkat isolasi
yang mampu menahan tegangan lebih yang timbul, sehingga peralatan tidak
terganggu. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam koordinasi isolasi
antara lain :
1. Tegangan lebih yang dapat timbul.
2. Pemilihan tingkat isolasi yang sesuai.
3. Pemakaian lightning arrester.
4. Pengetanahan Gardu Induk.
5.2.1. Tegangan lebih yang dapat timbul
Tegangan lebih yang dapat timbul pada sistem adalah tegangan lebih
akibat sambaran petir. Sambaran petir dapat berupa :
1. Sambaran langsung, tegangan lebih yang timbul diakibatkan sambaran
langsung pada peralatan dalam Gardu Induk adalah hal yang fatal.
Cara mencegah terjadinya hal tersebut dengan memperkuat
49
perlindungan Gardu Induk terhadap petir menggunakan kawat tanah
atas (overhead ground wire). Pada kawat atas yang digunakan untuk
lightning arrester terhadap sambaran langsung diatas Gardu Induk
digunakan kawat atau overhead ground wire dengan kabel jenis GSW
(galvanis Steel Wire) ukuran penampang 55 mm² sesuai dengan
standar yang ada pada setiap Gardu Induk di Jawa Timur dengan
ketinggian 18 m dengan sudut perlidungan maksimal 18°
2. Sambaran dekat, sambaran ini terjadi pada saluran transmisi. Cara
mengatasi hal tersebut dengan memakai lightning arrester pada daerah
transmisi.
5.2.2. Pemilihan Tingkat Isolasi
Koordinasi isolasi pada Gardu Induk harus dapat melindungi peralatan
dengan baik dari tegangan lebih. Dalam koordinsi isolasi bertujuan agar setiap
peralatan mempunyai tingkat isolasi yang memadai. Pada Gardu Induk 150
kV peralatan pemutus beban menggunakan tingkat isolasi dasar (BIL) sebesar
150 kV x 5 = 750 kV. Pada transformator menggunakan tingkat isolasi dasar
(BIL) 750/650 kV. Untuk tingkat isolasi dasar (BIL) transformator dianggap
sudah memenuhi syarat bila IM (Impluse Margin) diatas 20 %, hal itu dapat
dibuktikan dari perhitungan dibawah ini.
%1001 xKIABILIM
Dimana : BIL = 650 kV
KIA = 460 (diambil pada tegangan maksimal 168 kV)
50
%1001460650 xIM
IM = ( 1,41 – 1) x 100%
= 41 % (memenuhi syarat sesuai standar PUIL tahun 2000)
5.2.3. Pemakaian lightning arrester
Pemakaian lightning arrester untuk mengamankan peralatan listrik
terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir. Lightning arrester akan
menyalurkan ke tanah atau dibumikan agar tidak merusak peralatan listrik.
Pada keadaan normal lightning arrester berfungsi sebagai isolator dan saat ada
sambaran petir berfungsi sebagai konduktor. Tegangan pada lightning arrester
pada saat pelepasan harus cukup rendah sehingga dapat mengamankan isolasi
dari peralatan yang dilindungi. Lightning arrester dipasang pada :
a) Transmisi Line Bay
b) Transformator Bay
Untuk jarak maksimum lightning arrester dengan transformator dan peralatan
yang harus dilindungi adalah : V
XUEaBIL
2
Dengan : BIL = Tegangan terminal dari peralatan yang dilindungi ( kV )
Ea = Tegangan pelepasan dari arrester ( kV )
U = Kecuraman muka gelombang ( kV/µs )
V = Kecepatann rambat gelombang ( m )
X = Jarak dari arrester ke alat yang dilindungi ( m )
300.1000.2630750 x
51
2000.x = 36000
x = 18 meter
Bila jarak peralatan yang akan dilindungi oleh lightning arrester terlalu jauh
maka tegangan yang sampai pada terminal peralatan akan lebih tinggi dari
tegangan pelepasan pada lightning arrester.
5.2.4. Pentanahan Gardu Induk
Tujuan dari pentanahan atau grounding adalah untuk mengatasi arus
gangguan yang terjadi pada saat sambaran petir mengenai Gardu Induk, yang
dapat merusak peralatan didalam Gardu Induk. Sistem pentanahan peralatan-
peralatan pada Gardu Induk menggunakan konduktor yang ditanam secara
horizontal, dengan bentuk kisi-kisi, dan pentanahan dengan batang. Untuk
kawat pentanahan peralatan menggunakan kawat dengan ukuran pada
hitungan berikut
1
24710log
33
TaTaTm
tIxA
Dengan :
A = Penampang
I = Arus gangguan ketanah
T = Lama arus gangguan
Tm = Suhu maksimum konduktor yang diijinkan
Ta = Suhu keliling tahanan maksimum
52
1
3524735108310log
75,03340000 xxA
1
269104810log
75,2440000 xA
9,4.10log75,2440000 xA
69,075,2440000 xA
3640000 xA
A = 240000 x 0,0005065
A = 121,6 mm² Jadi menggunakan kawat BC 121,6 mm²
Umumnya pada sistem 150 kV gangguan pentanahan mesh biasanya 40% dari
arus hubung singkat maksimum (40 kA), jadi diasumsikan 16 kA. Pemilihan
ukuran konduktor pengetanahan ditentukan pada perhitungan yang ada pada
berikut ini :
1
24710log
33
TaTaTm
tIxA
1
3524735108310log
75,03316000 xxA
1
269104810log
75,2416000 xA
53
9,4.10log75,2416000 xA
69,075,2416000 xA
3616000 xA
A = 96000 x 0,0005065
A = 48,69 mm²
Dari hasil perhitungan diatas A = 48,69 mm² sedangkan penampang BC yang
dipabrikan adalah 60 mm², maka kawat pentanahan yang harus dipakai pada
perencanaan Gardu Induk yaitu menggunakan BC 60 mm².
Maka diameter kawat adalah :
πd²/4 = 60 mm²
d = 8,7 mm
Pengukuran tahanan tanah pada lokasi Gardu Induk tersebut adalah tanah
dengan tahanan yang terukur 0,76 Ω. Jadi tahanan jenis rata-rata tanah adalah
ρ = 2. π.a.R
Dimana : a = 11 m ; R = 0,76
ρ = 2. π.11.0,76 = 52,5 Ω
Tabel 5.2 Resistans Jenis Tanah
1 2 3 4 5 6 7 Jenis
Tanah Tanah Rawa
Tanah liat Pasir Basah
Kerikil Basah
Pasir dan kerikil kering
Tanah berbatu
Resistans 0-65 65-100 150-350 350-750 750-2000 2000 -~ Sumber : ( Arismunandar. A, 1979 ).
54
Pentanahan pada transformator 50 MVA menggunakan NGR (Netral
Grounding Resistance) pentanahan tahanan tinggi dengan tahanan 500 Ω dan
arus maksimalnya 25 Ampere pada waktu 1 detik sesuai SPLN 52-3 pasal 3
tahun 1989 dengan filsafat pentanahan tahanan tinggi dimaksudkan untuk
memperoleh hasil optimum dengan mengutamakan keselamatan umum,
sehingga lebih layak memasuki daerah perkotaan dengan saluran udara.
Perhitungan arus gangguan pada tahanan impedansi 500 ohm dihitung
dibawah ini.
IVR
AmpI 23500
320000
Arus pada pentanahan 23 ampere pada tegangan 20 kV
Konduktor pengetanahan mesh direncanakan dibuat dari batang tembaga keras
dan memiliki konduktivitas tinggi, terbuat dari kabel tembaga yang dipilin
(bare stranded copper). Konduktor tersebut ditanam sedalam 0,8 meter.
Luas switch yard Gardu Induk yang direncanakan adalah 234 m x 160
m. Dan luas kisi-kisi yang direncanakan adalah 5m x 6m. Kisi-kisi
pengetanahan tersambung satu sama lain dan dihubungkan dengan batang
pengetanahan yang terdiri dari batang tembaga dengan ukuran panjang 5,5
meter. Direncanakan panjang konduktor dan batang dalam 21,38 meter
55
Gambar 5.1 Rencana pentanahan mesh
Arus fibrilasi pada tubuh manusia dihitung dengan asumsi lama waktu
gangguan 0,75 detik adalah :
tI 116,0
75,0116,0
I = 0,134
Tegangan sentuh yang diijinkan adalah Es = Ik ( Rk + 1,5 ρ )
Dengan :
Ik = Arus fibrilasi 0,134
Rk = Tahanan badan manusia 1000 Ω
ρ = Tahanan jenis tanah rawa 30 Ω – meter
Es = 0,134 ( 1000 + 1,5. 30 )
Es = 0,134 x 1045
Es = 140 Volt
56
Tahanan mesh dari perencanaan Gardu Induk baru tersebut adalah :
Em = Km . Ki . ρ . I / L
Dengan :
ρ = 52,5 Ω – meter
I = arus gangguan adalah 16000 A
L = panjang konduktor yang ditanam 21382 m
n = jumlah kisi-kisi paralel adalah 33
Ki = faktor koreksi untuk ketidakmerataan adalah 0,65 + 0,172n = 6,326
D = jarak antara konduktor paralel 5 m
H = kedalaman penanaman konduktor 0,8 m
d = diameter konduktor kisi-kisi 0,0087 m
Em = Km . Ki . ρ . I / L
Em = 0,38 . 6,326 . 52,5 . 16000 / 21382
Em = 126,2 . 0,7483
Em = 94,4 Volt
Tegangan mesh dalam perencanaan Gardu Induk adalah 94,4 V dan tegangan
langkah yang diperbolehkan adalah 140 V. Jadi pentanahan mesh Gardu Induk
baru sistem 150 kV memenuhi syarat. Tegangan langkah yang dijinkan dapat
dihitung dengan rumus yang tertera di bawah ini : Et = Ik ( Rk + 6 ρs )
Dimana :
Ik = arus fibrilasi 0,134
Rk = tahanan badan manusia 1000 Ω
ρ = Tahanan jenis tanah rawa 30 Ω – meter
57
Maka :
Et = 0,134 ( 1000 + 6 x 30 )
Et = 0,134 x 1180
Et = 158,12 Volt ( Arismunandar. A, 1979 dan PUIL, 2000 pasal 3.18.3 ).
5.3. Penempatan peralatan
Karena Gardu Induk yang akan dibangun merupakan Gardu Induk
konvensional maka semua peralatannya terletak diluar pada tempat terbuka.
Pada masing-masing bay penggunaan dan penempatan peralatan-peralatan
seperti pemutus tenaga, pemisah, trafo arus atau tegangan dan arrester terletak
diluar gedung. Macam dan susunan peralatan-peralatan adalah sebagai berikut
a) Transmisi Line Bay
b) Transformator Bay
c) Copel bus
5.3.1. Transmisi Line Bay
Peralatan-peralatan yang terdapat pada transmisi line bay adalah
pemutus tenaga, pemisah, trafo arus, trafo tegangan, lightning arrester.
Susunan peralatan pada transmisi bay dapat dilihat pada gambar 5.3 dan untuk
ukuran jarak antar peralatan yang aman minimal 150 cm atau 1 cm / kV
sudah diatur dalam PUIL 2000 pasal 7.9.1 dan SPLN yang berlaku. Untuk
satuan jarak dalam gambar 5.3 adalah centimeter
58
Gambar 5.2 Peralatan pada Transmisi Line ( Arismunandar. A, 1971 )
5.3.2. Transformator Bay
Peralatan-peralatan yang terdapat pada Transformator Bay Trafo
Tenaga, NGR, Pemutus Tenaga, Pemisah, Trafo Arus, Lightning Arrester.
Susunan peralatan pada Transformator Bay dapat dilihat pada gambar 5.4 dan
untuk ukuran jarak antar peralatan yang aman minimal 150 cm atau 1 cm / kV
sudah diatur dalam PUIL 2000 pasal 7.9.1 dan SPLN yang berlaku. Untuk
satuan jarak dalam gambar 5.4 adalah centimeter
59
Gambar 5.3 Peralatan Transformator Bay ( Arismunandar. A, 1971 )
5.3.3. Copel Bus
Peralatan-peralatan yang terdapat pada Copel bus adalah pemutus
tenaga, pemisah, trafo arus, trafo tegangan. Susunan peralatan pada Copel Bus
dapat dilihat pada gambar 5.5 dan untuk ukuran jarak antar peralatan yang
aman minimal 150 cm atau 1 cm / kV sudah diatur dalam PUIL 2000 pasal
7.9.1 dan SPLN yang berlaku. Untuk satuan jarak dalam gambar 5.5 adalah
centimeter
60
Gambar 5.4 Peralatan pada copel bus ( Arismunandar. A, 1971 )
5.4. Gedung dan Fasilitas Pembantu
5.4.1. Gedung Utama
Gedung utama pada Gardu Induk pasangan luar untuk tegangan 150
kV biasanya terdiri dari dua lantai. Dibawah ini adalah rencana gedung pada
Gardu Induk baru tersebut. Pada gedung kontrol Gardu Induk terdapat panel-
panel untuk peralatan tegangan 150 kV dan 20 kV. Tata letak peralatan listrik
pada gedung kontrol disesuaikan dengan fungsi masin-masin peralatan
tersebut. Ruang pada gedung kontrol dibagi atas beberapa bagian seperti :
a) Ruang kontrol.
b) Ruang Rele dan Komunikasi.
c) Ruang sell 20 kV.
d) Ruang Batere dan Rectifier.
e) Ruang pendukung lainnya.
61
5.4.2. Ruang kontrol dan rele
Untuk ruang kontrol dan ruang rele harus diperhatikan hal-hal berikut :
a) Jendela harus dibuat selebar mungkin untuk memperoleh pandangan
yang jelas ke pekarangan. Kacanya harus cukup kuat supaya tidak
pecah oleh angin kencang.
b) Harus dipertimbangkan juga untuk menutupnya rapat-rapat terhadap
berisik peralatan, khususnya dari trafo.
c) Seyogiannya dipakai penerangan tak langsung atau setengah tak
langsung. Jika terjadi pantulan cahaya pada kaca-kaca instrumen,
pantulan itu akan menyebabkan sukarnya pembacaan, gangguan
semacam ini harus dihindari. Caranya adalah dengan memilih jenis dan
posisi lampu.
d) Dalam kamar dimana dipasang rele pengaman yang peka, dianjurkan
untuk memakai alat pendingin udara (air conditioning).
e) Jika kabel kontrol masuk dari luar dengan lebih dulu disambungkan
pada papan terminal didalam kamar penata kabel (biasanya di bawah
lantai), dan setelah itu baru dihubungkan ke panel kontrol dan panel
rele (di atas lantai), maka hal ini akan memudahkan pemeriksaan dan
pemeliharaannya.
5.4.3. Ruang Transformator
Untuk ruang trafo perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
a) Pada Gardu Induk pasangan luar satu unit atau beberapa unit harus
dipisahkan oleh dinding. Jika dipakai trafo dengan pendinginan
62
minyak yang dipaksakan (forced oil-cooled transformer), radiatornya
ditempatkan diluar gedung sehingga ruang gedung dapat dihemat.
b) Jika sirkulasi udara secara alamiah sukar terjadi, perlu dipasang kipas
angin untuk mencegah naiknya suhu trafo melebihi suhu nominal.
c) Pipa pembuangan minyak yang berguna pada saat gangguan harus
membuang minyak ke penampungan. Jika buangan minyak itu
membahayakan gedung di sekitarnya, harus disediakan tanki
pengumpul minyak itu.
5.4.4. Ruang Batere
Untuk ruang batere perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Ruang ini tidak boleh terkena sinar matahari langsung, lembab atau
bergetar. Karena batere mengeluarkan gas, ventilisasi dan
pengeringannya memerlukan perhatian khusus.
b) Cat anti-asam harus dipakai pada dinding, bagian-bagian logam dan
kerangka landasan, serta lantainya harus diberi lapisan isolator.
c) Tempat penyimpanan air sulingan (distilled) dan asam belerang cair
harus diperhatikan ( Arismunandar. A, 1971 ).
Dari uraian tersebut diatas maka untuk desain single line diagram dan
gambar lay out perencanaan Gardu Induk sistem 150 kV dengan kapasitas 200
MVA dapat dilihat pada lampiran 1 sampai 4.
63
BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
1. Dengan menggunakan analisa regresi diprediksi beban pertumbuhan listrik
di Surabaya selatan terutama di Gardu Induk Rungkut, Waru dan Buduran
tahun 2010 yaitu mengalami kenaikan menjadi 682,8 MW, atau 100,4%
dari kapasitas trafo terpasang, karena kapasitas trafo terpasang di tiga
Gardu Induk saat ini adalah 680 MW.
2. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pembangunan Gardu Induk baru guna
mengurangi beban di tiga Gardu Induk, yaitu Gardu Induk Rungkut, Waru
dan Buduran.
3. Dalam studi ini ditentukan bahwa diperlukan trafo dengan kapasitas 4 x
50 MVA untuk menggembalikan load factor dari 100,4% menjadi 75%.
6.2. SARAN
1. Dalam penelitian yang dilaksanakan di skripsi ini digunakan range data 5
tahun. Sedangkan untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna dalam
suatu analisa regresi, diperlukan range data yang lebih lebar. Untuk itu
perlu data load demand yang lebih banyak lagi misalnya antara 10 tahun
sampai 20 tahun.
2. Hasil studi dalam skripsi dapat dijadikan bahan rujukan bagi PLN dalam
pembangunan Gardu Induk 150 kV – 200 MVA.
64
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, A. 1979, ”Teknik Tenaga listrik jilid III” , Jakarta , PT. Pradinya Paramita
Arismunandar, A. 1971, ”Teknik Tegangan Tinggi jilid II” , Jakarta , PT.
Pradinya Paramita Http://www.surabaya.eastjava.com Surabaya dalam angka 2009, Surabaya :
Badan perencanaan Pembangunan Kota Surabaya dan Badan Pusat Statistik Kota Surabaya.
Http://www.sidoarjo.eastjava.com Sidoarjo dalam angka 2009, Sidoarjo : Badan
perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo.
PT. PLN ( Persero ) P3B JB, Bidang Perencanaan PT. PLN ( Persero ) P3B JB
REGION JAWA TIMUR DAN BALI PT. PLN ( Persero ) P3B JB, Bidang Operasi Sistem PT. PLN ( Persero ) P3B JB
REGION JAWA TIMUR DAN BALI PT. PLN ( Persero ) DISTRIBUSI JATIM, Bidang Perencanaan PT. PLN (
Persero ) DISTRIBUSI JATIM APJ SURABAYA SELATAN Sulaiman, W. 2002, “Stastistik Non-Parametrik”, Contoh kasus dan
pemecahannya dengan SPPS, Jakarta, Penerbit Andi Sunyoto, D. 2009, “Analisis Regresi dan Uji Hipotesis”, Yogyakarta, Penerbit
MedPress
65
LAMPIRAN
Lampiran 1
Gambar single line diagram rencana Gardu Induk
66
Lampiran 2 Gambar lay out rencana Gardu Induk ( ada di file autocat Layout GI )
67
Lampiran 3
Berikut ini adalah gambar-gambar bangunan denah Gardu Induk
68
Lampiran 4
Data peralatan yang akan dipasang di Gardu Induk sesuai PUIL tahun 2000
PMT 150 kV PMS BUS 150 kV
Merk Type Arus Breaking Current Jenis PMT Jenis Gas Tegangan kerja Tahun pembuatan
: : : : : : : :
ABB LTB 170 D1 3150 A 40 KA Gas SF6 170 kV
Merk Type Arus Tegangan Tahun pembuatan
: : : : :
ALSTHOM S2DA/CS630 1250 A 170 kV
TRAFO 150/20 kV-50 MVA PT 150 kV
Merk Type Vektor grup Arus Tegangan kerja Daya Impedansi Tahun pembuatan
: : : : : : : :
ABB TSPH-95508 / 900 YnynO ( D11 ) 1700 A 150 / 20 kV 50 MVA 12,5%
Merk Type Tegangan Burden Class Tahun pembuatan
: : : : :
ALSTHOM UHC-170-2 170 kV 100 VA 1
NGR 20 kV PMT 20 kV
Merk Type Arus Resistance
: : : :
TELEMA.SPA CO.7979 28 A 500 Ohm
Merk Type Tegangan Arus Breaking Current Tahun pembuatan
: : : : :
GOLD STAR GVB-M2000-1000 24 kV 2000 A 25 KA
CT 150 kV LA 150 kV
Merk Type Rated current Burden Tegangan kerja Tahun pembuatan
: : : : : :
RITZ OSKF 170 1000-2000 / 5 A 40 KA 170 kV
Merk Type Burden Tegangan Tahun pembuatan
: : : : :
DELLE ALSTHOM PYB 175 10 KA 170 kV
69
Data relay proteksi trafo yang rencana dipasang pada Gardu Induk.
T87 Merk Type Setting CT Primer CT Sekunder TP51 Merk Type Setting CT Primer TS51 Merk Type Setting CT Sekunder NP51 Merk Type Setting CT Primer NS51 Merk Type Setting CT Sekunder 64 V Merk Type Setting PT F.84 O Merk Type Setting PT F.84 U Merk Type Setting PT
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Differential Relay GEC ALSTHOM MBCH-12 Ip = 150 A ; Is = 150 A 400 / 5 A 2000 / 5 A Over Current Relay ( sisi primer ) GEC ALSTHOM MCGG – 62 I > : 3,0 A = 240 Amp ; t > : TD 0,35 I >> : 24,0 A = 1920 Amp 400 / 5 A Over Current Relay ( sisi sekunder ) GEC ALSTHOM MCGG – 62 I > : 4,5 A = 1800 Amp ; t > : TD 2,5 2000 / 5 A Over Current Ground Relay ( sisi primer ) GEC ALSTHOM MCGG – 22 I > : 1,25 A = 100 Amp ; t > : TD 2 sec 400 / 5 A Over Current Ground Relay ( sisi sekunder ) GEC ALSTHOM MCGG – 22 I > : 0,75 A = 750 Amp ; t > : TD 5 sec 2000 / 5 A Over Voltage Ground Relay GEC ALSTHOM MVTU - 13 V> : 10 V = 2 kV ; t > : 5 sec 22000 / 110 V Over Voltage Relay GEC ALSTHOM MVTU - 12 V> : 112,5 V = 22,5 kV ; t > : 9,9 sec 22000 / 110 V Under Voltage Relay GEC ALSTHOM MVTU - 11 V> : 80 V = 16 kV ; t > : 9,9 sec 22000 / 110 V
70
Data relay proteksi penghantar yang rencana dipasang pada Gardu Induk.
21 / 44 Merk Type Current Voltage Setting 51 Merk Type Setting CT N51 Merk Type Setting CT
: : : : : : : : : : : : : : : :
Distance Relay TOSHIBA ELEKTRO MEKANIK 2000 / 5 A 154.000 / 110 V Zone 1 : 0,38 Ohm ; Inst sec Zone 2 : 0,57 Ohm ; 0,40 sec Zone 3 : 2,00 Ohm ; 0,70 sec Zone 3’ : 3,00 Ohm ; -- sec Over Current Relay GEC ALSTHOM MCGG – 62 I > : 4,5 A = 1800 Amp ; t > : TD 2,5 2000 / 5 A Over Current Relay GEC ALSTHOM MCGG – 22 I > : 0,75 A = 750 Amp ; t > : TD 5 sec 2000 / 5 A