BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileentitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai informasi...

144
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia ini dan semakin terbatasnya sumber daya alam yang tersedia membuat persaingan di dunia ini semakin ketat. Banyak perusahaan-perusahaan di dunia ini saling bersaing satu dengan lainnya. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan di masa kini harus waspada terhadap lingkungan sekitarnya, serta dapat mengambil langkah yang tepat dalam mengatur strategi agar tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Untuk dapat menyusun strategi yang baik, para pelaku bisnis dan eksekutif harus memiliki wawasan yang luas akan dunia bisnis dan ekonomi. Salah satu konsep yang sedang berkembang pesat di dunia bisnis saat ini adalah konsep mengenai Corporate Social Responsibility. Corporate Social Responsibility atau yang biasa kita kenal dengan CSR memiliki definisi dan arti yang luas. CSR pertama kali digunakan sebagai “Social Responsibility of Businessmen” (H. Bowen, 1953). Tanpa disadari, CSR telah berkembang terus dan telah diimplementasikan di berbagai tempat dengan peraturan-peraturan tertentu ditempat CSR tersebut diterapkan. Meskipun CSR memiliki banyak definisi, salah satu pengertian CSR secara lengkap adalah suatu konsep dimana perusahaan atau entitas berlaku secara etis terhadap karyawan-karyawannya sebagai bagian dari CSR dalam (internal CSR), dan kepada para pemangku kepentingan baik di dalam maupun di luar

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - · PDF fileentitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai informasi...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia ini dan semakin terbatasnya

sumber daya alam yang tersedia membuat persaingan di dunia ini semakin ketat. Banyak

perusahaan-perusahaan di dunia ini saling bersaing satu dengan lainnya. Hal ini

membuat perusahaan-perusahaan di masa kini harus waspada terhadap lingkungan

sekitarnya, serta dapat mengambil langkah yang tepat dalam mengatur strategi agar tidak

menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Untuk dapat menyusun strategi yang baik, para

pelaku bisnis dan eksekutif harus memiliki wawasan yang luas akan dunia bisnis dan

ekonomi. Salah satu konsep yang sedang berkembang pesat di dunia bisnis saat ini

adalah konsep mengenai Corporate Social Responsibility.

Corporate Social Responsibility atau yang biasa kita kenal dengan CSR memiliki

definisi dan arti yang luas. CSR pertama kali digunakan sebagai “Social Responsibility

of Businessmen” (H. Bowen, 1953). Tanpa disadari, CSR telah berkembang terus dan

telah diimplementasikan di berbagai tempat dengan peraturan-peraturan tertentu

ditempat CSR tersebut diterapkan. Meskipun CSR memiliki banyak definisi, salah satu

pengertian CSR secara lengkap adalah suatu konsep dimana perusahaan atau entitas

berlaku secara etis terhadap karyawan-karyawannya sebagai bagian dari CSR dalam

(internal CSR), dan kepada para pemangku kepentingan baik di dalam maupun di luar

2

perusahaan atau entitas tersebut yang mana masih memberikan kontribusi secara

langsung ataupun tidak langsung terhadap perusahaan atau entitas itu. Para pemangku

kepentingan yang dimaksud dapat meliputi: suplier, pemerintah, komunitas sosial,

lingkungan sekitar, dan lain sebagainya yang baik secara langsung maupun tidak

langsung memberikan kontribusi kepada perusahaan atau entitas. Apabila diterapkan

dengan baik, CSR dapat meningkatkan nilai perusahaan dan menghasilkan standar

kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar.

Dalam beberapa dekade belakangan ini, CSR tengah menjadi perbincangan yang

hangat di berbagai daerah di seluruh dunia. Hal ini dipicu oleh pemahaman dari para

pelaku bisnis dan juga eksekutif akan pentingnya menerapkan CSR di dalam suatu

perusahaan atau entitas. Menurut UN Global Compact – Accenture CEO Study (2010),

93% dari 766 partisipan yang mana adalah CEO dari seluruh dunia telah menyatakan

bahwa CSR merupakan faktor yang penting dan sangat penting bagi kesuksesan

perusahaan di masa yang akan datang. Adapun, survei yang dilakukan oleh Edelman

terhadap 5.000 orang konsumen menyatakan bahwa 2/3 dari mereka setuju akan

pentingnya transparansi dan bisnis yang jujur dalam membangun reputasi perusahaan.

Berkembangnya pemahaman akan pentingnya CSR ini dikarenakan sering munculnya

skandal-skandal di berbagai perusahaan di seluruh dunia pada tahun-tahun belakangan

ini yang mana berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan dan aspek-aspek lainnya

seperti: kesulitan mendapatkan dana, keuntungan yang menurun, pelanggan berkurang,

dan lain sebagainya.

Di Indonesia sendiri, CSR telah menjadi topik yang sering dibicarakan di

kalangan para pelaku bisnis dan eksekutif. Pentingnya CSR di Indonesia telah

3

dibuktikan dengan disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40

tahun 2007. Pelanggaran terhadap CSR dapat menimbulkan efek yang sangat negatif

bagi perusahaan, yakni protes keras dari berbagai kalangan dan pemangku kepentingan

yang mana pada akhirnya dapat berdampak pada ancaman bagi kelangsungan hidup

perusahaan. Sebagai contoh, kasus yang baru-baru ini terjadi, dimana diberitakan bahwa

PT Silva Inhutani melakukan pelanggaran terhadap CSR yang meliputi: pembiaran

pembuangan limbah di hutan, tidak melakukan kewajiban penanaman 5% tanaman

kehidupan dengan pola kemitraan, dan tidak menjalankan program untuk CSR. Hal ini

menyebabkan adanya protes keras dari berbagai kalangan sosial dan juga pemangku

kepentingan dari PT Silva Inhutani yang mana dapat mengancam kelangsungan hidup

perusahaan dimana perusahaan akan menderita kerugian yang sangat besar karenanya.

Dengan adanya UUPT nomor 40 tahun 2007, CSR kini telah banyak

dipraktikkan di banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama pada perusahaan-

perusahaan terbuka. Pada umumnya, orang-orang berpikir bahwa praktik CSR yang

dilakukan oleh banyak perusahaan tersebut bertujuan untuk menjaga kelangsungan

hidup perusahaan. Hal ini terkadang membuat para pelaku bisnis dan eksekutif bertanya-

tanya, apakah potensi CSR hanya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

Banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang muncul akan seberapa pentingnya CSR

membuat banyak peneliti telah melakukan penelitian untuk meneliti tentang CSR.

Menariknya topik tentang CSR ini membuat banyak orang rela mendedikasikan hidup

mereka untuk CSR. Hal ini pun telah dilakukan di Indonesia dimana hasil-hasil karya

dari para peneliti CSR di Indonesia dapat diakses melalui internet dengan nama CSR

Indonesia. Salah satu contoh dari hasil pengembangan CSR di Indonesia adalah hasil

4

karya dari Hendeberg Simon dan Lindgren Fredrik (2009) yang meneliti tentang fungsi

CSR sebagai alat manajerial bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Adapun, berdasarakan hasil-hasil penelitian tentang CSR sebelumnya telah

menjawab bahwa fungsi dari CSR tidaklah hanya untuk menjaga kelangsungan hidup

perusahaan, melainkan ada banyak pengaruh lainnya yang dapat dihasilkan dari

pelaksanaan CSR bagi perusahaan atau entitas. Hasil-hasil dari penelitianpun beragam

dimana beberapa diantaranya berpendapat bahwa CSR adalah kewajiban bagi setiap

entitas bisnis dan beberapa lagi berpendapat bahwa penggunaan CSR itu tidak

diwajibkan dan porsinya tergantung dari masing-masing entitas. Beberapa peneliti juga

mengatakan bahwa CSR sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dan

memaksimalkan profit. Meskipun demikian, penelitian tidak berhenti hanya pada untuk

mengetahui hubungan antara CSR dengan kelangsungan hidup perusahaan dan

profitabilitas. beberapa penelitian kini telah dikembangkan dimana para peneliti telah

mencoba meneliti dampak-dampak dari penerapan CSR terhadap aspek-aspek tertentu

yang berperan penting bagi perusahaan, seperti: penciptaan nilai, pertumbuhan

berkelanjutan, investasi, biaya modal, dan lain sebagainya yang memberikan dampak

penting bagi perusahaan atau entitas. Salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek

investasi. Aspek ini penting karena dapat mempengaruhi kinerja dan pertumbuhan

perusahaan. Untuk melakukan investasi, perlu adanya dana. Dengan adanya dana yang

cukup, perusahaan dapat menginvestasikan dananya tersebut untuk keperluan

pengembangan perusahaan, dan cenderung tidak akan menyia-nyiakan kesempatan

investasi yang menguntungkan dikarenakan tidak adanya dana yang cukup.

5

Adanya keterbatasan dana pada umumnya disebabkan karena kurangnya profit

dimana biaya yang dikeluarkan tidak efisien, dan kesulitan memperoleh dana dari pihak

luar seperti: pinjaman dan hasil menjual saham. Terbatasnya dana membuat perusahaan

atau entitas tidak dapat mendanai kesempatan-kesempatan investasi yang ada.

Pentingnya ketersediaan dana bagi suatu perusahaan membuat para peneliti di bidang

CSR melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara CSR dengan akses

pendanaan. Hasilnya, mereka menemukan bahwa ada hubungan yang kuat antara CSR

dengan akses pendanaan. Tidak hanya itu, mereka juga menemukan adanya dampak

terhadap penurunan biaya modal saham (cost of equity) yang dimana juga berpengaruh

terhadap akses untuk pendanaan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, akan dibuat penelitian dengan judul ANALISIS

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP BIAYA ATAS

MODAL SAHAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETERBATASAN MODAL.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam beberapa dekade belakangan ini, orang-orang di seluruh dunia telah

mempelajari dan mendiskusikan kegunaan CSR dengan tujuan utama yang sama, yaitu:

untuk menemukan jawaban yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Dari banyak

aspek dan pengaruh dari CSR, thesis ini secara khusus akan mendiskusikan pengaruh

CSR terhadap akses pendanaan di dalam entitas atau perusahaan. Untuk memperoleh

akses pendanaan yang baik, suatu perusahaan harus memiliki keterbatasan modal yang

rendah.

6

Dalam penelitian ini, variabel CSR dibagi ke dalam dua sub variabel, yaitu:

ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement) dan pengungkapan CSR

(CSR disclosure). Ikatan para pemangku kepentingan akan dikaitkan dengan biaya agen

(agency cost) dan pengungkapan CSR akan dikaitkan dengan ketidaksamaan informasi

(information asymmetry). Cakupan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah:

mengenai pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap keterbatasan modal

(capital constraint) dan biaya atas modal saham (cost of equity), serta pengaruh dari

biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal itu sendiri. Dengan demikian,

biaya atas modal saham harus diuji terlebih dahulu apakah dapat menjadi variabel

mediasi (intervening). Berikut ini adalah rumusan masalah pada penelitian ini:

1. Apakah ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh terhadap biaya atas

modal saham,

2. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap biaya atas modal saham,

3. Bagaimana ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR

berpengaruh terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama.

4. Apakah biaya atas modal saham merupakan variabel mediasi (intervening)

antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal dan

pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal,

5. Apakah ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh terhadap

keterbatasaan modal,

6. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap keterbatasaan modal,

7. Apakah biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal,

7

8. Bagaimana ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan

biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara

bersama-sama,

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada rumusan masalah sebelumnya, maka yang menjadi

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari CSR yang dilihat dari

dua sub variabel, yaitu: ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement)

dan pengungkapan CSR (CSR disclosure) terhadap akses pendanaan yang dilihat dari

sub variable keterbatasan modal dan biaya atas modal saham, serta pengaruh dari biaya

atas modal saham terhadap keterbatasan modal itu sendiri.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, yang mana adalah sebagai berikut:

- Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi

maupun masyarakat umum lainnya. Secara umum, penelitian ini menghasilkan

8

pandangan baru terhadap CSR dan juga memberi manfaat guna menambah pengetahuan

ilmu manajemen di Indonesia khususnya di bidang CSR.

Bagi penulis, hasil dari penelitian ini dapat memuaskan keinginan untuk

menjawab pertanyaan apakah CSR mempunyai pengaruh terhadap akses pendanaan.

- Manfaat praktis

Dari sisi perusahaan, hasil dari disertasi ini dapat membantu mengurangi risiko

kesempatan (opportunity risk) yang dikarenakan kurangnya dana untuk melakukan

investasi. Perusahaan diharapkan dapat menjalankan CSR dengan baik sehingga dapat

menghasilkan laporan CSR yang baik juga guna memperkecil risiko kesempatan.

Penelitian ini memberikan pengetahuan bagi para pelaku bisnis dan pemangku

kepentingan di dalam suatu perusahaan untuk dapat mengetahui bahwa CSR yang

dijalankan dengan baik dapat mempererat hubungan di antara para pemegang saham

perusahaan (shareholders) dengan pemangku-pemangku kepentingan (stakeholders) nya,

dimana secara tidak langsung, hasil dari hubungan yang erat tersebut dapat

meningkatkan ketersediaan dana bagi perusahaan.

Para pelaku bisnis dan juga pemangku kepentingan dari suatu perusahaan atau

entitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai informasi tambahan untuk

memahami pengaruh CSR terhadap akses pendanaan dan biaya atas modal sahamnya.

Mereka dapat belajar dari hasil penelitian ini dan mengerti akan pentingnya CSR serta

pengaruh-pengaruh yang dihasilkannya bagi ketersediaan dana perusahaan.

Bagi para pihak-pihak yang tergabung di dalam manajemen suatu perusahaan

atau entitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam mengambil

9

keputusan untuk CSR dan memahami dampaknya terhadap ketersediaan dana

perusahaan.

10

BAB II

TELAAH KEPUSTAKAAN

2.1 Keterbatasan Modal

Berkembangnya persaingan yang semakin ketat di dunia ini membuat

perusahaan-perusahaan di masa kini seringkali mengalami keterbatasan modal (capital

constraint). Seiring banyaknya isu mengenai keterbatasan modal, perlu ada definisi yang

jelas mengenai apa yang dimaksud dengan keterbatasan modal. Berikut ini adalah

definisi keterbatasan modal menurut Riskin Hidayat: “capital constraints adalah

keterbatasan perusahaan dalam mendapatkan modal dari sumber-sumber pendanaan

yang tersedia untuk berinvestasi” (Riskin Hidayat, 2010:460). Adapun, keterbatasan

modal meliputi: ketidakmampuan untuk berutang, ketidakmampuan untuk mengisu

saham, ketergantungan terhadap pinjaman bank, dan aktiva yang tidak likuid. (Lamont

et al., 2001).

Pada umumnya, perusahaan-perusahaan selalu membuat strategi investasi

dengan tujuan untuk memperoleh kinerja yang unggul (superior performance).

Kemampuan untuk mendanai investasi-investasi dari strategi tersebut berkaitan dengan

keterbatasan-keterbatasan modal (capital constraints) yang dihadapi oleh masing-

masing perusahaan.

11

Mankiw dalam buku Macroeconomicsnya mengatakan, “In neoclassical

economics, the investment function is derived from the firm's profit-maximizing

optimization and postulates that investment depends on the marginal productivity of

capital, interest rate, and tax rules” (Mankiw, 2009). Teori ini menunjukkan bahwa

produktivitas marginal dari modal (marginal productivity of capital) merupakan salah

satu faktor yang berpengaruh terhadap investasi. Teori tersebut menunjukkan bahwa

keterbatasan modal sangat penting bagi akses pendanaan. Bukti lain yang menunjukkan

bahwa keterbatasan modal mempunyai pengaruh terhadap akses pendanaan investasi

adalah hasil penelitian dari Sri Sofyaningsih (2011) yang menyatakan bahwa

implementasi keputusan investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana perusahaan

yang berasal dari sumber pendanaan internal (internal financing) dan sumber pendanaan

eksternal (external financing). Hubbard dalam Journal of Economic Literature juga

mengatakan bahwa Perusahaan-perusahaan yang mengalami keterbatasan modal

cenderung untuk menghilangkan investasi dari aktivitas-aktivitas strategis (Hubbard,

1998 dalam Campello et al., 2010), termasuk investasi dalam persediaan barang dagang

(Carpenter et al., 1998), dan inventasi dalam aktivitas research and development

(Himmelberg dan Petersen, 1994; Hall dan Lerner, 2010).

Dari teori-teori mengenai hubungan antara keterbatasan modal dengan

kemampuan investasi dapat disimpulkan bahwa keterbatasan modal dapat memperkecil

bahkan menghilangkan kesempatan untuk melakukan investasi. Oleh karena itu,

alangkah baiknya jika suatu perusahaan dapat mengatasi masalah keterbatasan modal.

Beberapa peneliti baru-baru ini banyak meneliti untuk mencari tahu bagaimana

cara mengatasi masalah keterbatasan modal. Salah satu dari berbagai konsep yang

12

dihasilkan mengacu pada CSR. CSR dikatakan dapat mengatasi masalah keterbatasan

modal. Hal ini dibuktikan dalam beberapa hasil penelitian dimana salah satunya adalah

hasil penelitian dari Beiting Cheng et al. (2011) yang berjudul Corporate Social

Responsibility and Access To Finance. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa

pelaksanaan CSR dengan dua sub variabelnya, yaitu: ikatan para pemangku kepentingan

dan pengungkapan CSR dapat memperkecil keterbatasan modal.

Menurut hasil penelitian dari Kaplan dan Zingales (1997), keterbatasan modal

dapat dihitung dari rasio cash flow, dividen, Tobin’s Q, cash holding, dan leverage

(Lamont et al., 2001).

Rasio cash flow dan cash holding yang tinggi mengisyaratkan bahwa perusahaan

tersebut memiliki keterbatasan modal yang rendah karena adanya ketersediaan dana

yang lebih untuk mendanai proyek-proyek baru (Baker et.al, 2003). Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa cash flow dan cash holding berpengaruh negatif terhadap

keterbatasan modal

Tobin’s Q adalah rasio harga pasar perusahaan terhadap ekuitas, yang mana juga

sering disebut market to book value. Perusahaan yang memiliki rasio dividen yang tinggi

dan market to book value yang rendah mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut tidak

memiliki banyak kesempatan untuk melakukan pengembangan dan investasi lagi, yang

mana berarti perusahaan tersebut tidak memerlukan banyak dana (Lamont et al., 2001).

Rasio market to book yang rendah menunjukkan bahwa market value (nilai di pasar)

lebih rendah dari book value (nilai buku perusahaan). Apabila market value lebih kecil

dari book value suatu perusahaan, harga saham dari perusahaan itu akan undervalued

13

(murah). Dalam keadaan undervalued, para investor akan cenderung membeli saham

tersebut (Sukamulja, 2005). Tingkat pembayaran dividen yang tinggi mengisyaratkan

pendapatan perusahaan yang tinggi juga (Chan et al., 1996). Oleh karena itu, perusahaan

yang mempunyai rasio market to book value rendah dan tingkat pembayaran dividen

yang tinggi cenderung memiliki banyak dana. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa Tobin’s Q berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal dan pembayaran

dividen berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal.

Leverage adalah tingkat penggunaan utang, yang mana biasa dihitung dengan

rumus debt to total capital (utang dibagi modal). Adapun, perusahaan yang memiliki

debt to total capital yang tinggi cenderung mengalami kesulitan untuk memperoleh

utang karena kemungkinan untuk tidak melunasi utangnya tinggi (Baker et al., 2003).

Hal ini menyebabkan akses pendanaan menjadi terbatas. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal.

Owen Lamont dan kawan-kawannya melakukan penelitian yang berjudul

“Financial Constraints and Stock Returns” pada tahun 2001 dan berhasil menemukan

persamaan untuk mengukur keterbatasan modal bedasarkan teori yang dikemukakan

oleh Kaplan dan Zingales (1997). Persamaan tersebut diberi nama KZ Index.

Persamaan yang dikemukakan oleh Lamont dan kawan-kawannya sesuai dengan

teori-teori keterbatasan modal lainnya yang mana mengatakan bahwa cash flow, cash

holding, dan Tobin’s Q berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal. Dapat terlihat

dalam persamaan KZ Index yang dikemukakan oleh Lamont, indikator cash flow, cash

holding, dan Tobin’s Q mempunyai tanda negatif. Sedangkan untuk leverage dan

14

dividen, pengaruhnya positif terhadap keterbatasan modal. Dapat dilihat dalam

persamaan KZ Index, indikator leverage dan dividen mempunyai tanda positif.

2.2 Biaya Atas Modal Saham

Berbicara mengenai aktivitas pendanaan di suatu perusahaan pastinya tidak lepas

dari adanya biaya modal. Biaya modal pertama kali dikemukakan oleh Modigliani dan

Miler dimana mereka menjelaskan biaya modal sebagai biaya yang dikeluarkan untuk

membiayai sumber pendanaan (source of financing) (Modigliani dan Miler, 1958 dalam

Berlingeri, 2006). Menurut Sartono (2000), biaya modal adalah tingkat pengembalian

yang disyaratkan (required rate of return) oleh penggunaan modal untuk suatu investasi.

Biaya modal sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu: biaya modal atas utang (cost of

debt) dan biaya modal atas saham (cost of equity). Adapun, biaya atas modal saham

memiliki definisi sama seperti biaya modal yang mana sumber dananya lebih di

khususkan dari saham saja. Menurut Damodaran (2006), biaya atas modal saham

merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor terhadap dana

yang mereka investasikan di suatu perusahaan. Salah satu pendekatan yang banyak

dipergunakan untuk melakukan estimasi cost of equity adalah dengan menggunakan

CAPM (Capital Asset Pricing Model).

Pada umumnya, perusahaan cenderung menginginkan biaya modal yang rendah.

Dalam kaitannya dengan biaya modal yang rendah, pelaksanaan CSR dapat membantu

mengurangi biaya atas modal saham (Dhaliwal et al., 2011). Botosan (1997) dalam

literaturnya pernah mengemukakan bahwa pengurangan biaya atas modal saham dapat

15

terjadi karena adanya pengurangan pada masalah keagenan (agency cost) dan informasi

(information asymmetry). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ghoul et al. (2011)

memperjelas bahwa CSR mempunyai pengaruh terhadap biaya atas modal saham

dimana pelaksanaan CSR yang baik dapat memperkecil biaya atas modal saham.

2.3 Corporate Social Responsibility

Corporate Social Responsibility (CSR) sudah dikenal masyarakat sejak lama.

Meskipun saat itu namanya belum dikenal dengan sebutan CSR, namun masyarakat

sudah mulai mengenal akan pentingnya tanggung jawab social perusahaan. Rachel

Carson (1962) dalam bukunya “The Silent Spring”, memaparkan kepada dunia tentang

kerusakan lingkungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh racun peptisida yang

mematikan. Paparan yang disampaikan Rachel dalam bukunya tersebut menggugah

kesadaran banyak pihak bahwa tingkah laku korporasi harus diluruskan sebelum menuju

kehancuran bersama (Carson, 2000). Dari sinilah, CSR pun mulai diagungkan.

Di era 1970-an, CSR mulai berkembang. Banyak ahli dan profesor mulai menulis

buku tentang pentingnya tanggung jawab social perusahaan di samping kegiatan-

kegiatan yang hanya bertujuan untuk mengeruk ketuntungan. Salah satu tulisan

terkemuka tentang CSR adalah hasil karya Milton Friedman tentang bentuk tunggal

tanggung jawab social dari kegiatan bisnis. Dari sini, konsep CSR terus berkembang dan

semakin diperjelas oleh James Collins dan Jerry Porras (1994). Dalam bukunya yang

berjudul “Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies”, mereka

menyampaikan bukti bahwa perusahaan yang terus hidup adalah yang tidak semata

16

mencetak limpahan uang saja, tetapi perusahaan yang sangat peduli dengan lingkungan

social dan turut andil dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.

Banyaknya penelitian tentang CSR yang semakin berkembang membuat CSR

banyak diaplikasikan ke dalam berbagai konsep. Salah satu konsep CSR yang sangat

populer adalah konsep yang dipaparkan oleh John Elkington (1997) lewat bukunya yang

berjudul “Cannibals with Fork, the Triple Botom Line of Twentieth Century Business”.

Dalam bukunya ini, Elkington mengatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan 3P

agar dapat terus berkembang di masa yang akan datang. 3P tersebut terdiri dari:

- Keuntungan (profit)

Profit merupakan unsur yang penting yang kerap kali menjadi tujuan utama dari

perusahaan. Dalam kaitannya dengan CSR, arti profit lebih dari sekedar

keuntungan. Profit di sini berarti menciptakan perdagangan yang adil (fair trade)

dan perdagangan yang beretika (ethical trade) dalam berbisnis.

- Masyarakat (people)

Suatu entitas harus dapat menyadari bahwa masyarakat sekitar merupakan

pemangku kepentingan yang penting. Kelangsungan hidup dan perkembangan

suatu entitas sering kali tidak lepas dari pengaruh masyarakat sekitarnya. Oleh

karena itu, sangat penting bagi suatu entitas untuk dapat menyertakan tanggung

jawab akan masyarakat sekitarnya dalam beroperasi.

- Lingkungan (planet)

Sering kali, suatu entitas kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya karena

tidak ada manfaatnya secara langsung. Namun, pada kenyataannya ada terdapat

hubungan sebab akibat antara suatu individu atau entitas dengan lingkungannya.

17

Jika kita merawat lingkungan, maka lingkungan akan memberikan manfaat bagi

kita. Dengan demikian, jika suatu entitas peduli terhadap peningkatan labanya,

maka entitas tersebut harus memperhatikan lingkungan sekitarnya.

Definisi CSR menurut World Council of Sustainable Development dalam Kodrat

(2008) adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berperilaku secara etis dan

memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup

di tempat kerja, keluarga, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas. ISO 26000

mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-

dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatan pada masyarakat dan

lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan

dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (Suharto, 2008).

Chih Hung Chen (2011) dalam penelitiannya baru-baru ini yang berjudul “The

Major Components of Corporate Social Responsibility” juga menambahkan bahwa ada

empat komponen utama dari CSR, yang mana adalah: akuntabilitas, transparansi,

kompetitif, dan tanggung jawab. Apabila suatu perusahaan telah memenuhi empat

komponen utama dari CSR yang tersebut sebelumnya, berarti perusahaan tersebut telah

menjalankan CSR dengan baik. Perusahaan dengan performa CSR yang baik pasti

memiliki akuntabilitas dan tanggung jawab yang baik juga. Kedua hal tersebut dapat

dilihat dari ikatan para pemangku kepentingannya (stakeholders engagement).

Pelaksanaan CSR yang baik identik dengan ikatan para pemangku kepentingan yang

kuat, dimana didasari oleh kepercayaan untuk saling menguntungkan dan saling bekerja

18

sama (Jones, 1995). Menurut European Commission dalam Suharto (2008), CSR adalah

sebuah konsep dimana suatu entitas mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan

lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku

kepentingan berdasarkan prinsip kesukarelaan.

Adapun, sehubungan dengan transparansi yang menjadi salah satu dari empat

komponen utama CSR, Dhaliwal dan rekan (Dhaliwal et al., 2011) dalam penelitiannya

baru-baru ini mengemukakan bahwa perusahaan dengan performa CSR yang baik

cenderung untuk menyingkapkan kegiatan-kegiatan CSR-nya (CSR disclosure) kepada

publik dengan mengisu laporan-laporan sustainabilitas perusahaan tersebut sehubungan

dengan transparansi yang menjadi salah satu dari empat komponen utama CSR.

Menurut Wibisono, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu

perusahaan yang menjalankan CSR, diantaranya adalah:

- Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan

Perbuatan destruktif dapat menghancurkan atau menurunkan reputasi

perusahaan. Sebaliknya, kontribusi positif dapat mendongkrak reputasi dan

image positif perusahaan.

- Layak mendapatkan social license to operate

Masyarakat sekitar berperan penting bagi perusahaan. Ketika mereka

mendapatkan benefit dari keberadaan perusahaan, maka pasti dengan

sendirinya mereka akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari

perusahaan. Sebagai imbalan dari masyarakat, pastinya ada keleluasaan bagi

perusahaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut.

19

- Mereduksi risiko bisnis perusahaan

Dalam mengelola bisnisnya, perusahaan dihadapkan pada satu kewajiban

untuk memenuhi ekspektasi pemangku kepentingannya. Bila perusahaan

gagal memenuhi kewajiban tersebut, maka ada kecenderungan terjadi

ketidakharmonisan diantara perusahaan dengan para pemangku

kepentingannya. Hal tersebut dapat menurunkan kinerja perusahaan. Oleh

karena itu perlu menempuh langkah pencegahan dan antisipasi dengan

menerapkan CSR.

- Melebarkan akses sumber daya

Pada umumnya, apabila suatu perusahaan sudah dikenal akan pelaksanaan

CSR-nya yang baik, pastinya perusahaan tersebut akan selalu menemukan

jalan yang mulus menuju sumber daya yang diperlukan.

- Membentangkan akses menuju pasar (market)

Sudah banyak bukti bahwa masyarakat sudah semakin peduli akan isu sosial

dan lingkungan. Perusahaan yang sudah dikenal melaksanakan CSR dengan

baik, pasti produk-produknya akan disukai oleh para konsumen. Sebaliknya,

para konsumen cenderung tidak suka menggunakan produk dari perusahaan

yang tidak mematuhi aturan dan tidak tanggap terhadap isu sosial dan

lingkungan.

- Mereduksi biaya

CSR secara tidak langsung juga dapat mereduksi biaya. Sebagai contoh,

apabila suatu perusahaan manufaktur memperhatikan pembuangan

limbahnya dengan baik, maka secara tidak langsung perusahaan tersebut

20

telah mencegah timbulnya biaya-biaya seperti ganti rugi yang diminta

masyarakat atas sakit dan lingkungan tempat tinggalnya yang kotor.

- Memperbaiki hubungan dengan para pemangku kepentingan

Implementasi program CSR yang semakin erat kaitannya dengan para

pemangku kepentingan pastinya akan menambah frekuensi komunikasi

antara perusahaan dengan para pemangku kepentingannya. Kondisi seperti

itu dapat meningkatkan kepercayaan (trust) dari para pemangku kepentingan

kepada perusahaannya yang mana dapat meningkatkan kinjera perusahaan

tersebut.

- Memperbaiki hubungan dengan regulator

Perusahaan yang menjalankan CSR dengan baik pada dasarnya telah

meringankan beban dari regulator (pengatur / pembuat peraturan) yang dalam

kaitannya dalam suatu negara adalah pemerintah. Tujuan utama pemerintah

secara tidak langsung adalah sama dengan tujuan CSR, yaitu

mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan.

- Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan

Kesejahteraan dari hasil pelaksanaan CSR pada umumnya sudah jauh

melebihi standar normatif kewajiban perusahaan. Oleh karenanya, wajar bila

karyawan menjadi terpicu untuk meningkatkan kinerjanya.

- Peluang mendapatkan penghargaan

Pada masa-masa ini, semakin banyak masyarakat secara global yang

memperhatikan pelaksanaan CSR. Oleh karena itu, banyak penghargaan baik

dari internasional, nasional, maupun daerah yang ditawarkan bagi pelaksana

CSR.

21

Dari keuntungan-keuntungan pelaksanaan CSR, dapat dilihat bahwa sebenarnya

CSR berpotensi untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Perusahaan dengan reputasi

yang baik cenderung lebih mudah untuk mendapatkan dana dan biaya atas dana yang

diperlukan juga cenderung lebih kecil karena banyak investor yang percaya. Adapun,

pelaksanaan CSR juga dapat melebarkan akses perusahaan untuk mendapatkan sumber

daya, serta membuka lebih banyak peluang untuk berinvestasi. Dengan adanya dana

yang cukup dan peluang investasi yang banyak, maka perusahaan akan menjadi lebih

sejahtera. Keuntungan-keuntungan lainnya seperti pengurangan risiko bisnis, perluasan

pangsa pasar, dan peningkatan produktivitas juga dapat membantu meningkatkan

kesejahteraan perusahaan. Demikian, pelaksanaan CSR pada dasarnya bertujuan untuk

mensejahterakan perusahaan yang melaksanakannya, serta membuat perusahaan tersebut

menjadi berkelanjutan (going concern).

2.3.1 Ikatan Para Pemangku Kepentingan

Pengertian pemangku kepentingan (stakeholder) menurut Freeman (1984:46)

dalam Sadorsky (1996) adalah sebagai individu atau kelompok yang dapat

mempengaruhi atau sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan suatu organisasi.

George Steiner dan John Steiner (2003), menambahkan terhadap pengertian pemangku

kepentingan adalah kelompok orang yang memperoleh manfaat atau beban atau yang

disusahkan karena kegiatan perusahaan, lebih lanjut Ann (1998) dalam Word Business

Council for Sustainable Development (2002) yang dikutip oleh Budimanta dari

Indonesia Centre for Sustainable Development (ICSD), pemangku kepentingan adalah

22

kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas

korporat.

Dalam kaitannya dengan perusahaan, para pemangku kepentingan dari suatu

perusahaan pasti mempunyai ikatan dengan perusahaannya baik secara langsung

maupun tidak langsung. Definisi ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders

engagement) adalah gambaran hubungan perusahaan dengan lingkungannya dimana

individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dapat mempengaruhi atau sangat

mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Andriof dan Waddock

(2002) ikatan para pemangku kepentingan diartikan sebagai suatu kolaborasi berbasis

kepercayaan antara para individu dan/atau institusi sosial dengan objektif-objektif

berbeda yang hanya dapat diraih dengan kebersamaan. Dengan demikian, organisasi

perlu untuk mengetahui permintaan dari para pemangku kepentingannya yang mana

dapat dilakukan dengan mencari tahu tentang apakah ada perbedaan kepentingan,

kepedulian, dan ekspektasi dari bermacam-macam kelompok para pemangku

kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan organisasi. Dalam kaitannya

dengan hal-hal tersebut, ikatan para pemangku kepentingan dapat memfasilitasi

organisasi untuk mengenal permintaan-permintaan/keinginan-keinginan dari pada

pemangku kepentingannya (Isenmann dan Kim, 2006). Ikatan (engagement) sendiri juga

berarti pertanggungjawaban organisasi terhadap para pemangku kepentingan dan

memastikan bahwa keputusan-keputusan organisasi didasari oleh pengertian yang penuh

dan akurat dari asprirasi-aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan para pemangku

kepentingannya (ISEA, 1999). Oleh karena itu, hubungan atau ikatan di antara

perusahaan dengan para pemangku kepentingannya sangatlah penting.

23

Ikatan para pemangku kepentingan merupakan prasyarat dasar dalam

mengimplementasi CSR (Clement, 2005). Adapun, ikatan para pemangku kepentingan

dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk melibatkan pemangku

kepentingan dalam hal-hal positif (Greenwood, 2007). Ikatan para pemangku

kepentingan dapat dilakukan dengan menjalankan hal-hal sebagai berikut:

- Mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh pemangku-pemangku kepentingan yang

memiliki peran besar bagi perusahaan,

- Memasukkan mereka dalam membuat strategi perusahaan, dan

- Memperhatikan tingkat kepuasan mereka.

(Blowfield, 2005)

2.3.2 Pengungkapan CSR

Henriksen dan Van Breda (2000) mengemukakan pengungkapan (disclousure)

diartikan sebagai penjelasan atas suatu laporan keuangan yang dihasilkan dari suatu

proses akuntansi sebagai alat akuntabilitas dalam bentuk informasi, secara lebih luas

adalah peyampaian informasi keuangan yang dapat bersifat wajib (mandatory) atau

yang bersifat sukarela (Voluntary). Mathew dalam Vintila (2013) mendefinisikan

pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan pengungkapan informasi sukarela, baik

secara kualitatif maupun kuantitatif yang dibuat oleh organisasi untuk

menginformasikan aktivitasnya dimana pengungkapan kuantitatif berupa informasi

keuangan dan non keuangan.

24

Prinsip full disclousure dalam pengungkapan laporan keuangan dengan

menyajikan ringkasan transaksi keuangan perlu diperhatikan oleh perusahaan seperti

yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 paragraf

09 :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai laporan

lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi

industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi

industri yang menganggap pegawai sebagai pengguna laporan yang memegang peranan

penting.”

2.3.3 Praktik CSR di Indonesia

Di Indonesia, CSR telah menjadi suatu kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh

perusahaan pada umumnya perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang

yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib seperti yang tertuang dalam Undang

Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40 pasal 74 tahun 2007.

Kalla (2006) menuliskan bahwa isu CSR di Indonesia baru ditekankan pada

aspek keamanan dan kenyaman operasional. Pelaporan CSR pun masih bersikap

sukarela, karena untuk mewajibkan penyusunan laporan CSR masih perlu waktu

terutama kesiapan dalam sistem pendukung seperti adanya standar pelaporan yang

berterima umum dan ketersediaan tenaga yang berkompeten untuk menyusun laporan

tersebut, termasuk tenaga yang melakukan fungsi assurance (Darwin, 2006).

25

Walaupun begitu, Indonesia masih terus melakukan usaha pengembangan dan

perbaikan implementasi CSR dari waktu ke waktu, seperti mengadopsi G3 GRI sebagai

standar CSR reporting dan pembuatan UU Perseroan Terbatas (UUPT). Selain itu,

banyak penghargaan dari berbagai organisasi yang peduli akan CSR seperti Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI) terus bermunculan.

2.4 Pengaruh CSR Terhadap Akses Pendanaan

2.4.1 Ikatan para Pemangku Kepentingan dan Hubungannya Dengan

Keterbatasan Modal

Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, CSR identik dengan ikatan

para pemangku kepentingan (stakeholders engagement). Dalam kaitannya dengan arus

dana perusahaan, Foo (2007) mengemukakan bahwa ikatan para pemangku kepentingan

dapat menurunkan biaya keagenan (agency cost). Pengertian dari agency cost menurut

Abdul Halim (2007) adalah: biaya yang timbul agar manajer bertindak selaras dengan

tujuan pemilik. Agency cost meliputi hal-hal berikut:

- Biaya audit untuk mengawasi wewenang manajer.

- Berbagai perjanjian atau kontrak yang menyatakan bahwa manajer tidak

menyalahgunakan wewenangnya.

- Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajer atas prestasinya.

- Kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga, di mana pihak ketiga

akan membayar perusahaan jika manajer tersebut bertindak merugikan

perusahaan.

26

- Kontrak antara manajer dengan pemilik perusahaan, di mana pemilik

perusahaan menjamin bahwa manajer akan mendapat kompensasi

sejumlah tertentu.

(Halim, 2007)

Adapun, agency cost juga bisa timbul karena adanya perbedaan kepentingan

antara manajer dengan pemilik yang mana dapat menyebabkan manajer cenderung

menggunakan utang yang tinggi bukan atas dasar memaksimalkan nilai perusahaan,

tetapi untuk kepentingan oportunistik (Christianti, 2006). Pada umumnya, apabila

tingkat penggunaan utang semakin tinggi, maka kemungkinan terjadinya kesulitan

keuangan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan biaya bunga yang semakin besar

yang disertai dengan asumsi pendapatan tetap. Perusahaan dapat terancam bankrut

apabila tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang timbul akibat dari penggunaan

utang tersebut.

Apabila agency cost dapat berkurang, maka efisiensi untuk menghasilkan profit

pun akan meningkat. Jadi, secara tidak langsung, ikatan para pemangku kepentingan

juga dapat meningkatkan profitabilitas. Menurut Choi dan Wang (2009), ikatan para

pemangku kepentingan yang kuat dapat meningkatkan pendapatan dan profit. Tingkat

keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh pendanaan dari

laba ditahan (Lukas, 2003).

Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa ikatan para pemangku

kepentingan dapat memperkecil keterbatasan modal (capital constraint) dikarenakan

27

adanya penurunan biaya keagenan dan peningkatan profit sebagai dampak dari ikatan

tersebut.

2.4.2 Ikatan para Pemangku Kepentingan dan Hubungannya Dengan Biaya

Modal Atas Saham

Dalam sub bab sebelumnya telah dibahas bahwa ikatan para pemangku

kepentingan dapat menurunkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan pada

umumnya timbul karena perbedaan kepentingan di antara pihak menajemen dengan

pihak pemegang saham perusahaan. Biasanya perbedaan terjadi karena manajer

mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai hal

tersebut karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi

perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan dividen yang

akan diterima pemegang saham. Pengaruh dari biaya keagenan ini dapat menyebabkan

menurunnya nilai perusahaan (Rozeff, 1982).

Menurunnya nilai perusahaan akan menyebabkan para investor cenderung untuk

menawar harga saham perusahaan dengan harga yang lebih rendah. Penurunan harga

saham ini berakibat pada kenaikan biaya modal atas saham (cost of equity) (Sutapa,

2006). Penurunan harga saham menyiratkan peningkatan biaya modal ekuitas

perusahaan dan mendorong manajer untuk mengungkapkan lebih banyak informasi

(Dhaliwal et al., 2011), Dengan kata lain, apabila biaya keagenan dapat diperkecil, maka

biaya modal atas saham pun juga akan menjadi lebih rendah.

28

Dengan demikian, CSR yang identik dengan ikatan para pemangku kepentingan

dapat menurunkan biaya keagenan, dan biaya keagenan yang menurun tersebut dapat

juga memperkecil biaya modal atas saham.

2.4.3 Pengungkapan CSR dan Hubungannya Dengan Keterbatasan Modal

Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki performa CSR yang baik

cenderung untuk menyingkapkan CSR mereka, yang mana dilakukan dengan mengisu

laporan sustainabilitas (Dhaliwal et al., 2011). Adapun, pengungkapan CSR yang

dilakukan oleh suatu perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi (informational

asymmetry) (Hubbard, 1998).

Asimetri informasi adalah kondisi dimana satu pihak mempunyai lebih banyak

informasi. Pihak-pihak yang biasa dibandingkan dalam hal ini adalah pihak manajemen

dengan pihak investor (Lukas, 2003). Dalam kaitannya dengan keterbatasan modal,

asimetri informasi akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan cara

membatasi akses pada sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf (1984) dalam

Leary dan Roberts (2008) menunjukkan bahwa dengan adanya asimetri informasi, para

investor biasanya akan menginterpretasikan sebagai berita buruk apabila perusahaan

mendanai investasinya dengan menerbitkan ekuitas. Pada umumnya, investor-investor

beranggapan bahwa penerbitan ekuitas baru akan dilakukan oleh para manajer di saat

saham perusahaan dinilai lebih tinggi. Hal ini menyebabkan para investor enggan

membeli saham tersebut. Selain itu, asimetri informasi juga membuat para investor

terkadang merasa ragu apakah perusahaan dimana mereka akan membeli sahamnya

29

tersebut mempunyai sustainabilitas yang baik atau tidak. Dengan demikian, para

investor cenderung tidak akan membeli saham dari perusahaan-perusahaan yang

mempunyai asimetri informasi.

Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa pengungkapan CSR dapat

mengurangi asimetri informasi atas suatu perusahaan, yang mana berdampak pada

meningkatnya minat investor untuk membeli saham dari perusahaan tersebut, yang mana

tentu saja dapat memperkecil keterbatasan modal perusahaan tersebut.

2.4.4 Pengungkapan CSR dan Hubungannya Dengan Biaya Modal Atas Saham

Telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya bahwa pengungkapan CSR dapat

mengurangi asimetri informasi. Asimetri informasi menyebabkan pihak investor tidak

mendapatkan informasi yang lengkap tentang perusahaan dimana investor tersebut akan

melakukan investasi. Hal ini menyebabkan pihak investor cenderung untuk

menginterpretasikan hal-hal yang negatif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Merton (1987:489), ia mengemukakan

bahwa seorang investor hanya akan menginvestasikan dananya untuk saham perusahaan

k apabila investor tersebut telah mengetahui tentang saham perusahaan k tersebut.

Merton juga menambahkan bahwa untuk mentransfer informasi dari perusahaan k

kepada investor, beberapa biaya perlu dikeluarkan. Biaya semacam ini termasuk dalam

biaya atas modal saham (cost of equity). Lundholm (1996) mengemukakan bahwa

adanya pengurangan asimetri informasi menunjukkan dampak terhadap pengurangan

biaya atas modal saham. Botosan (1997) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa

30

semakin besar tingkat pengungkapan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan,

semakin rendah biaya atas modal sahamnya. Pengungkapan akuntansi mencakup

keseluruhan informasi, baik informasi keuangan maupun non keuangan. Salah satu

informasi yang penting untuk diungkapkan adalah informasi tentang CSR.

Adapun, dalam sub bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa biaya atas modal

saham berbicara tentang tingkat pengembalian atas dana yang diperoleh dari saham.

Heinkel et al., (2001) dalam literatur model ekuilibrium pasar modalnya mengemukakan

bahwa para investor cenderung untuk meminta tingkat pengembalian yang diharapkan

(expeted rate of return) yang lebih tinggi atas saham-saham dari perusahaan yang

mencemari lingkungan. Hong dan Kacperczyk (2009) dalam penelitiannya mengenai

saham dosa (sin stock) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak di

bidang alkohol, tembakau, dan sejenisnya cenderung mengalami keterbatasan investor.

Kalaupun ada beberapa investor yang mau membeli saham dari perusahaan-perusahaan

tersebut, pasti mereka akan meminta tingkat pengembalian yang tinggi. Jadi, pada

dasarnya, para investor lebih senang untuk membeli saham dari perusahaan-perusahaan

yang memiliki tanggung jawab sosial yang baik. Dalam kaitannya dengan konsep high

risk high return, para investor cenderung untuk tidak terlalu mengharapkan tingkat

pengembalian yang terlalu besar dari perusahaan yang mempunyai risiko yang rendah.

Pelaksanaan CSR cenderung dapat meminimalisasi risiko perusahaan.

Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa pengungkapan CSR dapat

memberikan informasi yang jelas kepada para investor, serta memberikan kesan yang

baik tentang perusahaan kepada para investor, yang mana berdampak pada kesediaan

para investor untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan tersebut dengan

31

harga yang sesuai dan tingkat pengembalian yang wajar atau rendah. Dengan demikian,

pengungkapan CSR dapat menurunkan biaya atas modal saham.

2.4.5 Biaya Atas Modal Saham dan Hubungannya Dengan Keterbatasan Modal

Biaya modal yang tinggi dapat menurunkan profitabilitas perusahaan,

sebaliknya, biaya modal yang rendah dapat meningkatkan profitabilitas. Kartini dan

Arianto (2008) menyatakan bahwa biaya modal yang tinggi dapat berakibat pada

rendahnya profitabilitas perusahaan. Menurut Susilawati (2004), “Hubungan biaya

modal terhadap profitabilitas menunjukkan hubungan yang negatif, yaitu ketika biaya

modal naik, maka profitabilitas akan turun, dan demikian sebaliknya”.

Dalam hubungannya dengan keterbatasan modal, Lukas (2003) mengatakan

bahwa tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh

pendanaan dari laba ditahan. Adapun, laba ditahan diperoleh dari profit. Hal ini

menunjukkan bahwa berarti biaya modal memiliki pengaruh terhadap keterbatasan

modal. Selain itu, dari sub-sub bab sebelumnya telah dikemukakan oleh beberapa

peneliti bahwa biaya modal yang rendah dari suatu perusahaan mengisyaratkan bahwa

para investor tidak mengharapkan tingkat pengembalian yang tinggi, yang mana berarti

para investor akan membeli saham perusahaan tersebut pada harga berapapun. Dengan

demikian, akses untuk memperoleh dana menjadi lebih besar, yang mana berarti

keterbatasan modal menjadi lebih kecil.

32

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian untuk mencari hubungan antara CSR dengan keterbatasan modal dan

biaya atas modal saham ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumya. Beberapa

hasil penelitian yang telah dilakukan menjadi acuan dalam membuat thesis ini.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al. (2011), terdapat pengaruh

positif antara CSR dengan keterbatasan modal yang mana hipotesis dari teori-teori

sebelumnya telah dibuktikan pada hasil penelitiannya, dimana ikatan para pemangku

kepentingan dan pengungkapan CSR yang menjadi sub variabel dalam penelitiannya

telah dibuktikan memiliki hubungan positif untuk memperkecil keterbatasan modal.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ghoul et al. (2011), terdapat pengaruh

negatif antara CSR dengan biaya atas modal saham yang mana hipotesis dari teori-teori

sebelumnya telah dibuktikan pada hasil penelitiannya, dimana ikatan para pemangku

kepentingan dan pengungkapan CSR yang menjadi sub variabel dalam penelitiannya

telah dibuktikan memiliki hubungan negatif untuk memperkecil biaya atas modal saham.

2.6 Paradigma Penelitian

Berdasarkan atas teori-teori yang telah dibahas sebelumnya, dapat dibuat

paradigma sebagai berikut:

33

Keterangan:

- SE = Stakeholders Engagement (ikatan para pemangku

kepentingan)

- CD = CSR Disclosure (pengungkapan CSR)

- CE = Cost of Equity (biaya atas modal saham)

- CC = Capital Constraint (keterbatasan modal)

2.7 Pengukuran Variabel

Untuk mengukur variabel, ada banyak cara yang dapat digunakan. Dalam

penelitian ini, ada 4 variabel yang harus diukur. Variabel-variabel tersebut meliputi:

variabel keterbatasan modal, variabel biaya atas modal saham, variabel ikatan para

pemangku kepentingan, dan variabel pengungkapan CSR.

Pada variabel keterbatasan modal, pengukuran dilakukan dengan menggunakan

KZ Index dari hasil penelitian Kaplan dan Zingales yang kemudian diperbaharui menjadi

sebuah rumusan baku oleh Lamont dan kawan-kawan (Lamont et al., 2001).

SE

CE CC

CD

34

Pengukuran variabel biaya atas modal saham dapat dilakukan dengan berbagai

cara, seperti: model Claus dan Thomas, model Gebhardt, model Ohlson dan Juettner,

model Eatson, model Gordon, model CAPM, dan model-model lainnya. Dalam

penelitian ini, dipilih model CAPM untuk mengukur variabel biaya atas modal saham

karena data-data yang dibutuhkan lebih tersedia. Selain itu, CAPM juga lebih umum

digunakan dan dikenal oleh masyarakat di dunia ini. Penelitian dari Welch menunjukkan

bahwa ada sekitar 75% profesor-profesor keuangan merekomendasi CAPM untuk

mengestimasi biaya modal (Welch dalam Da et al., 2012). Hasil survei kepada para

Chief Financial Officer (CFO) yang dilakukan oleh Graham dan Harvey menunjukkan

bahwa 73.5% dari para CFO tersebut menggunakan CAPM (Graham dan Harvey dalam

Da et al., 2012).

Untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan, ada beberapa cara

yang dapat dilakukan, diantaranya adalah dengan menggunakan indeks dari peneliti

Beiting Cheng et al. Indeks ini dibentuk dari penggabungan beberapa aturan mengenai

lingkungan, sosial, dan tata kelola yang digunakan di perusahaan-perusahaan. Adapun,

beberapa cara lainnya untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan

adalah dengan menggunakan indeks stakeholders engagement dari Global Reporting

Initiative (GRI) dan indeks stakeholders engagement dari The Environment Council

(TEC). Pada penelitian ini, indeks dari Beiting Cheng et al. tidak dapat digunakan

karena indeks tersebut tidak dapat diperoleh sepenuhnya. Indeks dari GRI juga tidak

dapat digunakan karena jumlahnya terlalu banyak yang mana kurang baik digunakan

untuk meneliti di negara berkembang seperti Indonesia dengan tingkat pelaksanaan

ikatan para pemangku kepentingan yang diprediksi masih minim. Dengan demikian,

35

indeks yang dipilih untuk mengukur ikatan para pemangku kepentingan dalam penelitian

ini adalah indeks dari TEC. TEC adalah sebuah yayasan di Inggris yang telah

mengembangkan kriteria-kriteria ikatan para pemangku kepentingan dalam praktik agar

dapat digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan (Kaur and Lodhia, 2013)

Pengukuran variabel pengungkapan CSR dalam penelitian ini menggunakan

indeks Environment, Social, and Governance (ESG) dari Thomson Reuters. Adapun,

Thomson Reuters adalah sebuah perusahaan di Swiss yang mengembangkan informasi

lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan untuk dijadikan alat analisis investasi

professional (Cheng et al., 2011).

2.8 Hipotesis

Dari teori-teori yang telah dibahas dan paradigma yang telah digambarkan

sebelumnya, dapat dikemukakan hipotesis-hipotesis atas teori-teori yang tersebut.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ikatan para pemangku kepentingan

cenderung memperkecil biaya keagenan. Adanya biaya keagenan mengisyaratkan

adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dan pihak manajemen yang mana

menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan ini menyebabkan

meningkatnya harga saham dari harga yang seharusnya. Hal ini menyebabkan adanya

peningkatan pada biaya atas modal saham. Selain itu, adanya perbedaan kepentingan

antara pemilik dan pihak manajemen cenderung membuat pihak manajemen melakukan

hal-hal yang ditujukan untuk kepentingan pribadi yang mana juga dapat membuat pihak

manajemen menyebarkan informasi yang tidak baik mengenai perusahaan yang mana

36

dapat menyebabkan meningkatnya biaya atas modal saham. Dari teori-teori tersebut

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap biaya

atas modal saham.

Dalam teori-teori yang telah dibahas sebelumnya menyatakan bahwa

pengungkapan CSR dapat memperkecil asimetri informasi. Adanya asimetri informasi

dari suatu perusahaan dapat menyebabkan investor cenderung ragu-ragu untuk membeli

saham dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan cenderung mengeluarkan

biaya lagi untuk mentransfer informasi kepada investor. Hipotesis yang dapat

dirumuskan dari teori-teori tersebut adalah:

H2 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap biaya atas modal

saham.

Berdasarkan atas hipotesis lima (H1) dan enam (H2), perlu juga diketahui apakah

ada pengaruh secara bersama-sama antara kedua hipotesis tersebut terhadap biaya atas

modal saham. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR berpengaruh

terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama.

Ikatan para pemangku kepentingan yang merupakan sub variabel dari CSR yang

kuat dinyatakan dalam berbagai teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya dapat

memperkecil biaya keagenan. Biaya keagenan ini terdiri atas berbagai macam biaya

yang mana dapat memperkecil profit apabila jumlahnya meningkat. Biaya keagenanpun

37

juga dapat menggambarkan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dengan pihak

manajemen yang mana cenderung menyebabkan pihak manajemen menggunakan utang

untuk kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya tingkat

kesulitan keuangan. Dari hasil penjelasan teori-teori tersebut, hipotesis yang dapat

dirumuskan adalah:

H5 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap

keterbatasan modal.

Pengungkapan CSR cenderung dilakukan oleh perusahaan-perusahaan apabila

mereka melaksanakan kegiatan CSR yang baik guna menunjukkan kepada masyarakat

dan investor agar perusahaan-perusahaaan tersebut dapat memiliki kelangsungan hidup

yang terjamin. Dalam berbagai teori, dinyatakan bahwa pengungkapan CSR yang

dilakukan oleh suatu perusahaan dapat memperkecil asimetri informasi yang mana

membuat para investor cenderung untuk membeli saham perusahaan tersebut. Dengan

demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:

H6 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal.

Menurut teori, biaya atas modal saham dapat menurunkan profit yang dimana

secara tidak langsung juga dapat menurunkan laba ditahan. Menurunnya laba ditahan

membuat ketersediaan dana perusahaan berkurang. Oleh karena itu, dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

H7 : Biaya atas modal saham berpengaruh positif terhadap keterbatasan

modal.

38

. Berdasarkan atas hipotesis satu (H4), dua (H5), dan tiga (H6), perlu juga

diketahui apakah ada pengaruh secara bersama-sama antara kedua hipotesis tersebut

terhadap keterbatasan modal. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H8 : Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas

modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama.

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Obyek dan Subyek Penelitian

Thesis ini bertujuan untuk mencari pengaruh dari CSR terhadap akses pendanaan

pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Dalam penelitian ini, yang

menjadi obyek adalah ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, biaya

atas modal saham, dan keterbatasan modal. Adapun, subyek dari ini adalah perusahaan-

perusahaan manufaktur di Indonesia, yang mana dalam hal ini dilakukan observasi

terhadap laporan tahunannya untuk memperoleh data-data yang diperlukan dan

dibutuhkan untuk keperluan penelitian.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian

deskriptif dan analisis verifikatif. Metode desain penelitian deskriptif adalah suatu

penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data sesuai dengan keadaan yang

sebenenarnya, memberikan gambaran dan analisis mengenai masalah yang ada, dan

pada akhirnya nanti akan ditarik kesimpulan (Nazir, 2003). Melalui penelitian ini, maka

akan diperoleh deskripsi mengenai:

40

- Gambaran ikatan para pemangku kepentingan dari perusahaan-

perusahaan manufaktur di Indonesia, dan

- Gambaran pengungkapan CSR dari perusahaan-perusahaan manufaktur

di Indonesia,

Sedangkan analisis verifikatif pada dasarnya digunakan untuk menguji kebenaran dari

suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan (Arikunto,

2006:8).

Desain penelitian deskriptif pada penelitian ini lebih dispesifikasikan pada

penelitian cross sectional study, yaitu penelitian dilakukan hanya dengan meneliti

laporan tahunan perusahaan-perusahaan terkait untuk periode tahun 2010 dan 2011

dalam periode waktu yang bersamaan.

3.3 Operasionalisasi Variabel

Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang

dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep konsep

yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang

dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain”

(Koentjarangningrat, 1991:23). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada

kata dapat diobservasi.

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel dependen yang akan diteliti, yaitu:

biaya atas modal saham (Y1) dan keterbatasan modal (Y2). Variabel-variabel dependen

41

tersebut akan diteliti seberapa besar pengaruhnya dari efek CSR yang mana merupakan

variabel independen di dalam penelitian ini. Variabel CSR terbagi ke dalam dua sub

variabel, yang mana adalah: ikatan para pemangku kepentingan (X1) dan pengungkapan

CSR (X2). Gambaran operasionalisasi variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

No Nama Variabel Penjelasan Variabel Alat Ukur

1. Keterbatasan Modal

(Variabel Dependen)

Keterbatasan perusahaan

dalam mendapatkan

modal dari sumber-

sumber pendanaan yang

tersedia untuk

berinvestasi, yang

meliputi:

ketidakmampuan untuk

berutang,

ketidakmampuan untuk

mengisu saham,

ketergantungan terhadap

pinjaman bank, dan aktiva

yang tidak likuid.

KZ Index

2. Biaya Atas Modal Saham

(Variabel Dependen)

Tingkat pengembalian

yang diharapkan oleh

para investor terhadap

dana yang mereka

investasikan di suatu

perusahaan.

CAPM (Capital Asset

Pricing Model)

42

3. Ikatan Para Pemangku

Kepentingan

(Variabel Independen)

Hubungan perusahaan

dengan lingkungannya

dimana individu atau

kelompok yang memiliki

kepentingan dapat

mempengaruhi atau

sangat mempengaruhi

terhadap pencapaian

tujuan perusahaan.

Kriteria-kriteria ikatan

para pemangku

kepentingan dari The

Environmental Council

4. Pengungkapan CSR

(Variabel Independen)

Pengungkapan informasi

sukarela, baik secara

kualitatif maupun

kuantitatif yang dibuat

oleh organisasi untuk

menginformasikan

aktivitasnya CSRnya.

Indikator-indikator

lingkungan, sosial, dan

tata kelola dari Thomson

Reuters ASSET4

3.3.1 Variabel Dependen

Keterbatasan Modal

Agar terus dapat berkembang dengan baik dan tidak menyia-nyiakan kesempatan

yang ada, perusahaan harus memiliki ketersediaan dana yang cukup. Perusahaan-

perusahaan yang mengalami keterbatasan modal cenderung untuk menghilangkan

investasi dari aktivitas-aktivitas strategis. Keterbatasan modal sangat berperan penting

43

dalam pengambilan keputusan investasi. Guna dapat mengambil keputusan investasi

yang tepat, perusahaan harus ditunjang dengan ketersediaan dana yang cukup.

Sesuai dengan penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan KZ (Kaplan and

Zingales) Index untuk menghitung keterbatasan modal, dimana keterbatasan modal

dapat dihitung berdasarkan persamaan linear berikut:

KZ Index = –1.001909 x Cash Flows / K + 0.2826389 x Q + 3.139193 x

Leverage – 39.3678 x Dividends / K – 1.314759 x Cash / K

(Lamont et al., 2001)

Keterangan:

- Cash Flows = Laba bersih sebelum akun-akun luar biasa + Total

depresiasi dan amortisasi

- K = PP&Et-1 (Property, Plant, and Equipment tahun sebelumnya)

- Q (Tobin’s Q) = (Market capitalization + Jumlah Saham Preferen –

Deferred Tax Asset) / Total Ekuitas

- Leverage = (Liabilitas jangka panjang + Pinjaman jangka panjang dalam

waktu kurang dari 1 tahun + Wesel bayar) / Total Aktiva

- Dividends = Total Dividen (biasa dan preferen)

- Cash = Kas dan Investasi Jangka Pendek

Perusahaan yang memiliki rasio cash flow to total capital dan cash holdings to

total capital yang tinggi mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut memiliki

keterbatasan modal yang rendah karena adanya ketersediaan dana yang lebih untuk

44

mendanai proyek-proyek baru (Baker et.al, 2003). Perusahaan yang memiliki rasio

dividend to total capital yang tinggi dan market to book value yang rendah

mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki banyak kesempatan untuk

melakukan pengembangan dan investasi lagi, yang mana berarti perusahaan tersebut

tidak memerlukan banyak dana (Lamont et al., 2001). Adapun, perusahaan yang

memiliki debt to total capital yang tinggi cenderung mengalami kesulitan untuk

memperoleh utang karena kemungkinan untuk tidak melunasi utangnya tinggi. Hal ini

menyebabkan akses pendanaan menjadi terbatas. Dengan demikian, perusahaan yang

memiliki keterbatasan modal rendah berarti perusahaan tersebut memiliki rasio cash

flow to total capital, cash holdings to total capital, dan dividend to total capital yang

tinggi, serta rasio market to book value dan debt to debt to total capital yang rendah.

Biaya Atas Modal Saham

Suatu perusahaan pada umumnya tidak dapat terluput dari biaya modal. Biaya

modal terbebankan ketika suatu perusahaan mendapatkan dana dari pihak eksternal yang

mana dana tersebut digunakan oleh perusahaan tersebut untuk keperluan pengembangan

dan investasi. Pada umumnya, perusahaan menginginkan biaya modal yang rendah guna

meningkatkan keuntungan. Berdasarkan prinsip cost and benefit yang banyak dianut

oleh perusahaan-perusahaan, mereka cenderung ingin selalu mendapatkan keuntungan

yang besar dengan biaya yang rendah. Untuk itu, banyak perusahaan melakukan

perhitungan pada biaya modal ketika ingin memperoleh dana untuk keperluan

pengembangan dan investasi agar keuntungan yang diperoleh dapat lebih besar.

45

Salah satu jenis dari biaya modal adalah biaya modal atas saham, yang mana

terbebankan ketika suatu perusahaan mendapatkan dana dari hasil penjualan saham.

Pada penelitian ini, biaya modal atas saham dihitung dengan pendekatan Capital Asset

Pricing Model (CAPM). Rumus dari CAPM tersebut adalah:

R = Rf + β (Rm - Rf)

Keterangan:

- R = Expected return on a given risky security (tingkat

pengembalian dari saham bersama dengan risikonya).

- Rf = Risk free rate (tingkat pengembalian yang diinginkan oleh

investor dari sebuah investasi bebas risiko). Rf diambil dari tingkat

pengembalian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama periode yang

digunakan dalam penelitian ini.

- Rm = Expected return on the stock market as a whole (tingkat

pengembalian pada pasar modal secara keseluruhan). Perhitungan Rm

dilakukan dengan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari t

dikurangi dengan nilai IHSG hari t-1, kemudian dibagi dengan nilai

IHSG hari t-1, dan seterusnya sampai akhir periode data yang digunakan

untuk penelitian ini, lalu dirata-ratakan.

- Β = Ukuran dari hubungan paralel dari sebuah saham biasa

dengan seluruh tren dalam pasar saham. β dihitung dengan regresi nilai

Ri dengan Rm, yang kemudian diambil nilai koefisiennya. Koefisien dari

46

nilai Ri terhadap Rm menunjukkan tingkat hubungan antara Ri dengan

Rm.

β > 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih tinggi daripada

pasar, β < 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih rendah

daripada indek pasar secara umum (general market index).

Ri = Tingkat pengembalian atas saham individu. Ri dihitung

dengan harga pasar saham individu t dikurangi dengan harga pasar saham

individu t-1, kemudian dibagi dengan harga pasar saham individu hari t-

1, dan seterusnya sampai akhir periode data yang digunakan untuk

penelitian ini, lalu dirata-ratakan.

Adapun, biaya atas modal saham juga merupakan variabel independen dalam penelitian

ini, yang mana berarti biaya atas modal saham ini adalah variabel intervening.

3.3.2 Variabel Independen

Ikatan para Pemangku Kepentingan

Ikatan para pemangku kepentingan adalah salah satu dari sub-sub variabel CSR.

Pada umumnya, kegiatan-kegiatan positif CSR didasari pada adanya ikatan para

pemangku kepentingan yang baik. Dalam teori-teori yang telah dibahas sebelumnya

menyatakan bahwa kegiatan CSR identik dengan ikatan para pemangku kepentingan.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ikatan para

pemangku kepentingan didasarkan pada kriteria dari The Environment Council (TEC).

Kriteria-kriteria tersebut pernah digunakan oleh ACCA Australia untuk menyingkapkan

47

ikatan para pemangku kepentingan di 50 perusahaan terbaik di Australia melalui data

dari Australia Stock Exchange (ASX). Kriteria-kriteria tersebut meliputi:

1. Identifikasi Pemangku Kepentingan (Stakeholder identification)

- Apakah perusahaan ada mendefinisikan/menerangkan tentang para

pemangku kepentingannya,

- Apakah perusahaan mempunyai daftar para pemangku kepentingannya,

- Apakah perusahaan menyingkapkan adanya atribut-atribut penting dari

setiap kelompok para pemangku kepentingan, dan

- Apakah perusahaan dapat mengetahui dan menyingkapkan ketika ada

terdapat hubungan dengan para pemangku kepentingannya.

2. Dasar untuk identifikasi dan seleksi pemangku kepentingan (Basis for

stakeholder identification and selection)

- Apakah perusahaan dapat membedakan antara para pemangku

kepentingan yang memegang peranan penting dan tidak,

- Apakah perusahaan memiliki cara untuk mengidentifikasi dan menyeleksi

para pemangku kepentingannya, dan

- Apakah para pemangku kepentingan di perusahaan mempunyai keinginan

untuk menjalin ikatan/hubungan dengan perusahaan dan para pemangku

kepentingan lainnya.

3. Pendekatan / media yang digunakan untuk ikatan pemangku kepentingan

(Approaches / media used for stakeholder engagement)

48

- Apakah ada media-media atau cara-cara pendekatan tertentu yang sering

dijadikan sebagai alat untuk membangun ikatan para pemangku

kepentingan,

- Apakah dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan-kegiatan penting

perusahaan, banyak pemangku kepentingan di perusahaan yang terlibat,

dan

- Apakah para pemangku kepentingan perusahaan sering terlibat dalam

kegiatan-kegiatan perusahaan.

4. Kepedulian-kepedulian dan Isu-isu yang muncul akibat ikatan pemangku

kepentingan (Key concerns and issues raised through stakeholder engagement)

- Apakah ada terdapat/terdengar hal-hal atau isu-isu yang muncul akibat

ikatan/hubungan antar para pemangku kepentingan di perusahaan dengan

perusahaan,

- Apakah ada terdapat komentar, saran, atau pertanyaan dari hasil ikatan

para pemangku kepentingan di perusahaan untuk kemajuan perusahaan,

dan

- Apakah komentar, saran dan pertanyaan dari hasil ikatan para pemangku

kepentingan di perusahaan disampaikan dengan baik dan tepat.

5. Bukti ikatan pemangku kepentingan (Evidence of stakeholder engagement)

- Apakah ada yang pernah membuat kasus mengenai ikatan para pemangku

kepentingan dari perusahaan,

- Apakah ada foto-foto atau gambar-gambar yang pernah diambil dari

kegiatan-kegiatan untuk mempererat para pemangku kepentingan, dan

49

- Apakah ada terdapat sertifikat yang menyatakan bahwa perusahaan

mempunyai ikatan para pemangku kepentingan yang baik.

6. Target ikatan pemangku kepentingan di masa yang akan datang (Future targets

for stakeholder engagement)

- Apakah perusahaan mempunyai rencana ke depan untuk mempererat

ikatan dengan para pemangku kepentingannya, dan

- Apakah di perusahaan ada terdapat laporan atas pencapaian target untuk

memperat ikatan dengan para pemangku kepentingan dari tahun-tahun

sebelumnya.

7. Kesempatan untuk memberikan umpan balik (Opportunities for feedback)

- Apakah perusahaan terbuka untuk saran-saran dari para pemangku

kepentingannya,

- Apakah di perusahaan ada terdapat formulir khusus untuk pemberian

saran dari para pemangku kepentingannya,

- Apakah perusahaan menyediakan kontak-kontak yang dapat dihubungi

seperti: nomor handphone, email, atau website, dan

- Apakah perusahaan ada memberikan keterangan atau penjelasan atas

saran-saran yang pernah digunakan.

(Kaur and Lodhia, 2013)

Ikatan para pemangku kepentingan dihitung berdasarkan indikator-indikator ESG

dari TEC yang telah dibahas sebelumnya dengan total indikator berjumlah 7. Observasi

akan dilakukan pada laporan tahunan masing-masing perusahaan yang akan diteliti

untuk mencari tahu apakah 7 indikator-indikator dari TEC tersebut telah diadopsi oleh

50

masing-masing perusahaan atau tidak. Batasan untuk masing-masing dimensi adalah

nilai 0 sampai 1, yang berarti diungkapkan atau tidak. Rumus penghitungan ikatan para

pemangku kepentingannya adalah sebagai berikut:

SEI j =

Σxi j

n j

Keterangan:

SEI j : Stakeholder Engagement Index (Indeks ikatan para pemangku kepentingan)

perusahaan j

n j : jumlah item untuk perusahaan j, nj = 7

Xi j : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan.

Dengan demikian, 0 < SEI j < 1

Pengungkapan CSR

Pengungkapan CSR terjadi apabila suatu perusahaan mengungkapkan CSRnya

kepada publik. Dalam penelitian ini, pengungkapan CSR diukur berdasarkan

diungkapkan atau tidaknya kegiatan-kegiatan CSR di dalam laporan tahunan

perusahaan.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel pengungkapan

CSR didasarkan pada kategori ESG (Environmental Social Governance) performance

51

score (nilai performa ESG) yang digunakan oleh Thomson Reuters. Thomson adalah

sebuah perusahaan berbasis di Swiss yang mempunyai spesiaisasi dalam menghasilkan

informasi ESG dan analisis investasi yang objektif, relevan, teraudit, dan sistematis.

Adapun, indikator-indikator dari ikatan para pemangku kepentingan tersebut adalah:

A. Kategori performa lingkungan (environmental performance), dengan dimensi-dimensi

sebagai berikut:

1. Pengurangan Sumber Daya (Resource Reduction) kapasitas perusahaan dalam

mengurangi penggunaan material, energi, dan air, serta peningkatan supply chain

management (manajemen rantai suplai).

2. Pengurangan Emisi (Emission Reduction) kapasitas perusahaan dalam

mengurangi polusi udara

3. Inovasi Produk (Product Innovation) kapasitas perusahaan dalam menciptakan

produk-produk yang ramah lingkungan dengan penggunaan material yang lebih

sedikit dengan durabilitas yang besar.

B. Kategori performa sosial (social performance), dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:

4. Kualitas Kerja (Employment Quality) kapasitas perusahaan dalam meningkatkan

kesetiaan dan produktivitas para karyawannya melalui pemberian reward

(penghargaan) dan benefit (keuntungan) yang adil, serta adanya fokus terhadap

pertumbuhan karyawan-karyawan untuk jangka panjang.

5. Kesehatan dan Keselamatan (Health and Safety) kapasitas perusahaan dalam

memperhatikan kesehatan fisik dan mental para karyawan-karyawannya.

52

6. Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development) kapasitas perusahaan

dalam meningkatkan intellectual capital (modal intelektual) dan kemampuan kerja

dari para karyawan-karyawannya melalui pemberian pelatihan dan edukasi.

7. Keragaman dan Kesempatan (Diversity and Opportunity) kapasitas perusahaan

dalam menciptakan kehidupan kerja yang seimbang dan bersifat kekelurgaan dimana

tidak ada perbedaan jenis kelamin, umur, ras, dan agama.

8. Hak Asasi (Human Rights) kapasitas perusahaan dalam memberikan jaminan

kebebasan berasosiasi dan jaminan tidak adanya buruh-buruh anak.

9. Komunitas (Community) kapasitas perusahaan dalam mempertahankan

reputasinya di dalam komunitas (global, nasional, ataupun lokal) melalui

perlindungan kesehatan umum, menghormati etika bisnis (menghindari sogok,

korupsi, dan sebagainya).

10. Pelanggan / Responsibilitas Produk (Customer / Product Responsibility)

kapasitas perusahaan dalam memberikan jaminan kualitas produk dan jasa yang

baik, kesehatan dan keselamatan pelanggan, serta adanya pemeliharaan integritasnya

melalui penggunaan informasi dan label produk yang akurat.

C. Kategori kepemimpinan perusahaan (corporate governance), dengan dimensi-dimensi

sebagai berikut:

11. Board Structure kapasitas perusahaan dalam memastikan adanya pertukaran ide

dan proses pembuatan keputuan secara independen diantara pihak-pihak di dalam

manajemen.

53

12. Compensation Policy kapasitas perusahaan dalam memprediksi target-target

keuangannya atas kompensasi-kompensasi yang diberikan kepada para eksekutifnya

yang memiliki keahlian.

13. Board Functions kapasitas perusahaan dalam menghasilkan efektifitas

manajemen dengan pengalokasian tugas dan tanggung jawab yang baik.

14. Shareholder Rights kapasitas perusahaan dalam memberikan kepastian akan

adanya hak-hak yang adil kepada para pemegang saham minoritas.

15. Vision and Strategy kapasitas perusahaan dalam menunjukkan bahwa perusahaan

menggunakan dimensi-dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam proses

pengambilan keputusan.

(Thomson Reuters ASSET4 Categories)

Adapun, pengungkapan CSR dihitung berdasarkan indikator-indikator ESG dari

Thomson Reuters tersebut yang mencakup 15 indikator. Observasi akan dilakukan pada

laporan tahunan masing-masing perusahaan yang akan diteliti untuk mencari tahu

apakah 15 indikator-indikator ESG tersebut telah diadopsi oleh masing-masing

perusahaan atau tidak. Batasan untuk masing-masing dimensi adalah nilai 0 sampai 1,

yang berarti diungkapkan atau tidak. Rumus penghitungan pengungkapan CSRnya

adalah sebagai berikut:

CSRI j =

Σxi j

n j

Keterangan:

54

CSRI j : CSR Index (Indeks CSR) perusahaan j

n j : jumlah item untuk perusahaan j, nj = 15

Xi j : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan.

Dengan demikian, 0 < CSRI j < 1

ada atau tidaknya informasi tentang CSR yang diungkapkan oleh masing-masing

perusahaan dalam masing-masing laporan tahunannya, yang mana juga berarti

batasannya adalah nilai 0 sampai 1.

3.4 Prosedur Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder perusahaan-

perusahaan manufaktur yang terdaftar (listed) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data-data

dapat diperoleh dari Bursa Efek Indonesia baik melalui website BEI (www.idx.co.id)

maupun pengambilan data langsung dari gedung BEI. Data-data yang dibutuhkan adalah

laporan tahunan (annual report) perusahaan dengan sampel tahun 2010 dan 2011.

Pada dasarnya, laporan tahunan perusahaan sudah mencakup data-data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini. Meskipun demikian, beberapa data lain di luar laporan

tahunan perusahaan juga akan mungkin diambil apabila kebutuhan penelitian belum

terpenuhi.

55

3.5 Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek

Indonesia (BEI). Data yang digunakan adalah data dari laporan tahunan perusahaan-

perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI. Populasi dalam penelitian ini

adalah 129 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009

sampai dengan 2011.

Dalam melakukan pengambilan sampel pada penelitian ini, ada beberapa teori

yang digunakan sebagai acuan. Menurut Gary dan Diehl (1992), sampel minimum untuk

penelitian deskriptif adalah sebesar 10% dari populasi. Roscoe (1975) mengemukakan

bahwa ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan

penelitian. Malhotra (1993) memberikan panduan ukuran sampel yang diambil dapat

ditentukan dengan cara mengalikan jumlah variabel dengan 5, yang mana dalam

penelitian ini berarti 4 x 5 = 20 sampel. Arikunto Suharsimi (2005) menambahkan

bahwa jika peneliti memiliki beberapa ratus subjek dalam populasi, sampel yang baik

adalah 20 – 30% dari jumlah tersebut. Menyeuaikan dengan teori-teori sampling

tersebut, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel. Untuk

menghindari adanya outliers, sampel ditambahkan menjadi 33 sampel.

Penggunaan perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian dikarenakan

perusahaan manufaktur dalam menjalankan usahanya bersinggungan langsung terhadap

faktor lingkungan dan sosial oleh karenanya perusahaan manufaktur dinilai peneliti

sebagai perusahaan yang lebih bertanggung jawab terhadap faktor lingkungan dan sosial

dibandingkan perusahaan-perusahaan lainnya. Selain itu, perusahaan manufaktur sebagai

56

salah satu perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40 tahun 2007 untuk melakukan

tanggung jawab sosial.

Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

purposive judgement sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang

informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Kriteria-kriteria

yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian ini adalah:

- Sampel merupakan listed company (perusahaan terbuka untuk publik)

yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 sampai dengan 2011,

- Sampel laporan tahunan atau dokumen lain yang dibutuhkan bagi

penelitian ini tersedia secara lengkap, baik secara hard copy (data fisik)

maupun soft copy (data komputer).

Tabel 3.2

Sampel Penelitian

(Perusahaan-perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009 -2011)

NO. KODE NAMA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI

1. SMCB Holcim Indonesia Tbk Semen

2. UNVR Mulia Industrindo Tbk Kosmetik dan Barang RT

3. HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk Rokok

4. KLBF Kalbe Farma Tbk Farmasi

5. BRPT Mulia Industrindo Tbk Keramik, Porselen, dan Kaca

6. AMFG Asahimas Flat Glass Tbk Keramik, Porselen, dan Kaca

57

7. NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk Logam dan Sejenisnya

8. FASW Fajar Surya Wisesa Tbk Pulp an Kertas

9. MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk Makanan dan Minuman

10. IMAS Indomobil Sukses International Tbk Otomotif dan Komponen

11. ASII Astra International Tbk Otomotif dan Komponen

12. GDYR Goodyear Indonesia Tbk Otomotif dan Komponen

13. GGRM Gudang Garam Tbk Rokok

14. INAF Indofarma Tbk Farmasi

15. KAEF Kimia Farma Tbk Farmasi

16. KBLM Kabelindo Murni Tbk Kabel

17. KBRI Kertas Basuki Rachmat Tbk Pulp dan Kertas

18. RMBA Bentoel International Tbk Rokok

19. ULTJ Ultrajaya Milk Industry Tbk Makanan dan Minuman

20. VOKS Voksel Electric Tbk Kabel

21. APLI Asiaplast Industries Tbk Plastik dan Kemasan

22. BATA Sepatu Bata Tbk Alas Kaki

23. BRNA Berlina Tbk Plastik dan Kemasan

24. BTON Beton Jaya Manunggal Tbk Logam dan Sejenisnya

25. ERTX Eratex Djaya Tbk Tekstil dan Garment

26. ETWA Eterindo Wahanatama Tbk Kimia

27. INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk Semen

28. MERK Merck Indonesia Tbk Farmasi

29. SMGR Semen Indonesia Tbk Semen

58

30. TCID Mandom Indonesia Tbk Kosmetik

31. PBRX Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk Pulp dan Kertas

32. TKIM Pan Brothers Tbk Tekstil dan Garment

33. PRAS Prima Alloy Steel Universal Tbk Logam dan Sejenisnya

3.6 Metode Analisis

Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 sampai menjadi data

yang siap dianalisis. Program yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini

adalah SPSS 20.0.

3.6.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang

dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal,

(Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal.

Untuk melihat seberapa besar kecenderungan populasi dari suatu data sampel

mendekati distribusi normal, dapat dianalisis menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.

Konsep dasar uji normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov adalah dengan

membandingkan distribusi data dengan distribusi yang dipilih. Data yang berdistribusi

normal memiliki asymp.sig.(2-tailed) > 0.05 (Nugroho, 2011:33).

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

3.6.2.1 Uji Multikolinearitas

59

Multikolinearitas berarti adanya hhubungan linear yang sempurna di antara

beberapa atau semua variabel bebas dalam suatu model OLS (Ordinary Least Square).

Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat hasil estimasi tidak mencerminkan pengaruh

suatu variabel itu sendiri, melainkan ada pengaruh lain yang terkorelasi (Gujarati,

2003:319). Uji multikorelasi digunakan untuk menguji apakah adanya hubungan linear

antar variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas.

Untuk mendeteksi apakah model regresi linier mengalami multikolinearitas, akan

diuji dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing

variabel independen, yaitu jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF > 10

berarti telah terjadi multikolinearitas, sedangkan apabila VIF kurang dari 10 dapat

dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model adalah dapat

dipercaya dan objektif (Ghozali, 2001).

3.6.2.2 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari metode yang

diamati tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya

(Hanke dan Reitsch, 1998:259). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, harus diuji terlebih

dahulu. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

60

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik

adalah yang homoskedartisitas.

Uji heteroskedastisitas akan dilakukan dengan melihat grafik Flot antara nilai

prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada atau

tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola

tertentu pada grafik scatterplot. Namun, cara ini menjadi fatal karena pengambilan

keputusan apakah suatu model terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau tidak

hanya berpatok pada pengamatan gambar saja tidak dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya. Dalam penelitian ini, akan digunakan uji Spearman’s rho (Santoso, 2010)

untuk menguji apakah ada heteroskedastisitas atau tidak.

3.6.3 Model Statistik

Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), metode regresi linear berganda adalah

metode yang digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen

terhadap variabel dependen dengan skala pengukur atau rasio dalam suatu persamaan

linier.

Variabel-variabel pada penelitian ini diambil dari paradigma dari teori-teori yang

telah ada. Adapun, variabel-variabel dependen dalam penelitian ini adalah keterbatasan

modal dan biaya atas modal saham. Sedangkan variabel-variabel independennya adalah

ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR. Adapun, variabel biaya atas

modal saham adalah variabel intervening, yang mana adalah variabel yang dapat

61

berfungsi untuk membantu menjelaskan pengaruh variabel-variabel independen terhadap

variabel dependennya. Berikut adalah persamaan-persamaan untuk menguji hipotesis

secara keseluruhan pada penelitian ini:

Persamaan 1:

CE it+1 = β01 + β1 SE it + β2 CD it + e it

Persamaan 2:

CC it+1 = β02 + β3 SE it + β4 CD it + β5 CÊ it+1 + e it

Keterangan

- CE it+1 = Cost of Equity (biaya atas modal saham)

untuk periode satu tahun ke depan

- CC it+1 = Capital Constraint (keterbatasan modal)

untuk periode satu tahun ke depan

- SE it = Stakeholders Engagement (ikatan para

pemangku kepentingan) index berdasarkan indikator-indikator Thomson

Reuters ASSET4

- CD = CSR Disclosure (pengungkapan CSR)

index berdasarkan indikator-indikator dari The Environment Council

(TEC)

- β01, β02, β1,…, β5 = Koefisien regresi

62

- e it = Error term

- i = Banyaknya observasi (1, 2,…,n)

- t = Periode dalam satu tahun (1,2,…,n)

3.6.4 Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan metode regresi linear

berganda. Hipotesis-hipotesis dari teori-teori yang ada akan diuji dengan: uji signifikansi

simultan (F-test), dan uji signifikansi parameter individu (t-test).

3.6.4.1 Uji Hubungan Antar Variabel

Pada sub bab 2.6 dapat dilihat bahwa ikatan para pemangku kepentingan dapat

berpengaruh langsung terhadap keterbatasan modal, tetapi dapat juga berpengaruh tidak

langsung melalui variabel biaya atas modal saham lebih dahulu baru ke variabel

keterbatasan modal. Hubungan langsung terjadi jika satu variabel mempengaruhi

variabel lainnya tanpa ada variabel ketiga yang memediasi (intervening) hubungan

kedua variabel tadi. Hubungan tidak langsung adalah jika ada variabel ketiga yang

memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Kemudian pada setiap variabel dependen

(endogen variabel) akan ada anak panah yang menuju ke variabel ini dan berfungsi

untuk menjelaskan jumlah variance yang tidak dapat dijelaskan (unexplained variance)

oleh variabel itu (Ardini, 2006).

63

Menurut Trihendradi (2012), untuk mengetahui apakah suatu variabel dapat

menjadi mediasi untuk variabel lainnya perlu diuji korelasinya terlebih dahulu, yang

mana dapat dilakukan dengan uji Pearson. Apabila dari hasil uji Pearson diperoleh hasil

bahwa variabel CE (biaya atas modal saham) yang pada paradigma penelitian memediasi

variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) dan CD (pengungkapan CSR) terhadap

keterbatasan modal mempunyai korelasi dengan semua variabel yang dimediasi, maka

model paradigma penelitian pada sub bab 2.6 adalah benar dan akan diuji dengan uji

Two Stage Least Square. Apabila dari hasil uji Pearson diperoleh hasil bahwa variabel

CE (biaya atas modal saham) hanya memediasi salah satu dari variabel SE (ikatan para

pemangku kepentingan) atau CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal,

maka model penelitian akan menjadi:

Persamaan penelitian:

1. CE it+1 = β01 + β1 SE it + e it

2. CC it+1 = β02 + β2 SE it + β3 CD it + β4 CÊ it+1 + e it

SE

CE CC

CD

64

atau

Persamaan penelitian:

1. CE it+1 = β01 + β1 CD it + e it

2. CC it+1 = β02 + β2 SE it + β3 CD it + β4 CÊ it+1 + e it

Untuk menguji pengaruh pada paradigma ini digunakan metode analisis jalur

(path analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda.

Analisis jalur menggunakan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar

variabel (model kausal) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Analisis

jalur sendiri tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat dan juga tidak dapat

digunakan sebagai substitusi bagi peneliti untuk melihat hubungan kausalitas antar

variabel. Hubungan kausalitas antar variabel telah dibentuk dengan model berdasarkan

landasan teoritis. Apa yang dapat dilakukan oleh analisis jalur adalah menentukan pola

hubungan antara tiga atau lebih variabel dan tidak dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi atau menolak hipotesis kausalitas imajiner.

SE

CE CC

CD

65

Koefisien jalur dihitung dengan membuat 2 persamaan struktural yaitu

persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Koefisien jalur

adalah standardized coefficient regresi, yang mana berarti nilai (β) yang digunakan

dalam analisis jalur adalah bukan unstandardized coefficient, melainkan standardized

coefficient. Jadi, pengaruh langsung variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan)

dan CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal (CC) adalah sebesar β3 dan

β4, dimana seperti yang disebutkan sebelumnya, nilai (β) adalah nilai standardized

coefficient. Sedangkan pengaruh tidak langsung variabel SE (ikatan para pemangku

kepentingan) dan CD (pengungkapan CSR) terhadap CC (keterbatasan modal) adalah

sebesar β1 x β5 dan β2 x β5 (Trihendradi, 2012).

Apabila hasil uji Pearson menunjukkan bahwa variabel CE (biaya atas modal

saham) tidak memiliki korelasi dengan semua variabel pada paradigma penelitian di sub

bab 2.6, berarti variabel CE (biaya atas modal saham) tidak dapat menjadi variabel

mediasi untuk variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) ataupun CD

(pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal. Maka model penelitian akan dipecah

menjadi:

Model 1:

SE

CE

CD

66

Model 2:

Persamaan penelitian:

1. CE it+1 = β01 + β1 SE it +β2 CD it + e it

2. CC it+1 = β02 + β3 SE it + β4 CD it + β5 CE it+1 + e it

3.6.4.2 Uji Signifikansi Parameter Individu (t-test)

Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam

penelitian ini, uji t dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t dari masing-masing

variabel pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (

= 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari maka hipotesis ditolak (koefisien regresi

tidak signifikan). Hal tersebut berarti variabel independen tidak mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap variabel dependen secara individual. Jika nilai signifikansi

lebih kecil dari , maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Hal tersebut

berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

dependen secara individual.

SE

CE CC

CD

67

3.6.4.3 Uji Signifikansi Simultan (F-test)

Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan fit. Dalam

penelitian ini, uji F dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil

regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (= 5%). Jika nilai

signifikansi lebih besar dari , maka hipotesis ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa

model regresi tidak fit. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari , maka hipotesis diterima.

Hal tersebut menunjukkan bahwa model regresi fit.

3.6.4.4 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2 / R kuadrat) pada intinya digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat

terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap

jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu

variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak

peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi

68

mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R

2 dapat naik atau turun

apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.

69

BAB IV

ANALISIS DAN BAHASAN TEMUAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Sampel penelitian diambil dari 33 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia. Kriteria perusahaan yang harus dipenuhi adalah perusahaan

harus telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2009 dan mempublikasikan

secara lengkap laporan tahunan dan laporan keuangannya dari periode 1 Januari 2009

sampai dengan 31 Desember 2011. Kriteria lainnya adalah perusahaan tidak berubah

industri selama kurun waktu 2009 – 2011. Data- data yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah:

- Data primer untuk variabel ikatan para pemangku kepentingan.

- Data sekunder untuk variabel pengungkapan CSR, biaya atas modal

saham, dan keterbatasan modal.

Seluruh data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat diperoleh

dengan lengkap. Namun, data primer yang dibutuhkan untuk mengukur variabel ikatan

para pemangku kepentingan tidak dapat diperoleh dikarenakan langkanya lembaga

survei di Indonesia.

Pencarian data primer yang dapat dilakukan di Indonesia adalah dengan

melakukan survei sendiri di perusahaan-perusahaan yang menjadi populasi penelitian

70

ini. Survei dilakukan dengan mengirim kuesioner yang berisikan 21 pertanyaan untuk 7

indikator ikatan para pemangku kepentingan melalui email kepada perusahaan-

perusahaan yang menjadi populasi penelitian ini, yaitu 129 perusahaan manufaktur

Indonesia yang terdaftar di BEI periode 2009 – 2011. Dari seluruh kuesioner yang

dikirimkan, hanya 3 perusahaan yang memberikan respon. Jumlah yang sangat minim

tersebut tidak valid untuk membuktikan kebenaran hipotesis-hipotesis yang berkenaan

dengan ikatan para pemangku kepentingan dalam penelitian ini. Adapun, berdasarkan

teori-teori yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, jumlah sampel yang cocok

untuk penelitian ini adalah sebanyak 33 sampel. Untuk mengatasi masalah ini, data

primer diubah menjadi data sekunder, yaitu data dari laporan tahunan perusahaan.

Kelemahan dari data sekunder untuk variabel ikatan para pemangku kepentingan ini

adalah berita mengenai ikatan para pemangku kepentingan yang diungkapkan dalam

laporan tahunan perusahaan di Indonesia pada umumnya tidak maksimal.

Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian adalah data dari masing-

masing perusahaan yang telah ditetapkan menjadi sampel penelitian pada sub-bab

sebelumnya. Data-data sekunder tersebut meliputi:

Tabel 4.1

Data-data Sekunder Penelitian

Variabel Data Sekunder

Ikatan para pemangku kepentingan Laporan tahunan (annual report) periode

2009 dan 2010

Pengungkapan CSR Laporan tahunan (annual report) periode

71

2009 dan 2010

Biaya atas modal saham Harga penutupan (closing price) per

lembar saham harian periode 2010 dan

2011

Keterbatasan modal Laporan keuangan (financial report)

periode 2010 dan 2011

4.2 Analisis Outliers

Outliers digunakan untuk mengeliminasi data-data observasi yang ekstrim.

Berdasarkan analisis outliers yang dilakukan untuk penelitian ini, ditemukan terdapat 3

sampel outliers. Sampel-sampel tersebut dinyatakan outliers karena variabel cost of

equity-nya negatif dimana pada umumnya variabel cost of equity adalah posiif. Adapun,

karena variabel cost of equity merupakan variabel intervening, maka ketiga data outliers

tersebut tidak dapat digunakan baik dalam model regresi pertama maupun kedua. Data-

data outliers yang dimaksud adalah: IMAS, KBLM, dan BATA. Dengan demikian,

jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 30 sampel.

4.3 Analisis Variabel

4.3.1 Analisis Keterbatasan Modal

Penelitian terhadap keterbatasan modal dilakukan dengan menggunakan KZ

Index. Data penelitian diambil dari laporan keuangan masing-masing perusahaanyan

72

kemudian diolah dengan menggunakan rumus-rumus yang ada. Adapun, gambaran

indikator-indikator rasio yang digunakan dalam KZ Index untuk masing-masing

perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Cash Flow

Diagram Analisis Rasio Cash Flow

Gambar 4.1

Dapat terlihat dalam grafik cash flow bahwa rasio arus kas tertinggi ada pada PT. Pelat

Timah Nusantara, Tbk (NIKL) pada tahun 2010 yang mana kemudian menurun drastis

pada tahun 2011 dikarenakan perusahaan merugi. Hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan seperi Pelat Timah Nusantara adalah perusahaan yang menjual dalam jumlah

yang langsung banyak pada periode-periode tertentu. Rasio arus kas dengan kategori

rendah ada pada perusahaan-perusahaan seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), PT.

Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), PT. Fajar Surya Wisesa, Tbk

(FASW), dan bahkan PT Eratex, Tbk (ERTX) yang mencapai minus di tahun 2010. Ini

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

SMC

BU

NV

RH

MSP

KLB

FB

RP

TA

MFG

NIK

LFA

SWM

LBI

IMA

SA

SII

GD

YRG

GR

MIN

AF

KA

EFK

BLM

KB

RI

RM

BA

ULT

JV

OK

SA

PLI

BA

TAB

RN

AB

TON

ERTX

ETW

AIN

TPM

ERK

SMG

RTC

IDP

BR

XTK

IMP

RA

S

Cash Flow 2011

Cash Flow 2010

73

berarti perusahaan-perusahaan tersebut kurang mampu mengoptimalkan aset-asetnya

untuk memperoleh laba. Dengan demikian, keterbatasan modal dari perusahaan-

perusahaan tersebut cenderung tinggi. Adapun, perusahaan-perusahaan besar seperti PT.

Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), Kalbe Farma (KLBF),

PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk

(IMAS), PT Beton Jaya Manunggal, Tbk (BTON), Merck Indonesia (MERK), dan PT

Eratex, Tbk (ERTX) pada tahun 2011 memiliki rasio arus kas yang termasuk dalam

kategori tinggi. Rasio arus kas tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat

keterbatasan modal yang rendah karena ada banyaknya dana yang masuk dari laba.

Dilihat dari indikator cash flow, PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP),

Unilever (UNVR), Kalbe Farma (KLBF), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), dan

PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS) memiliki keterbatasan modal yang

rendah.

2. Q atau Tobin’s Q

Diagram Analisis Rasio Tobin’s Q

74

Gambar 4.2

Dari grafik Q dapat terlihat kalau Tobin’s Q dari Unilever sangat tinggi dibandingkan

dengan perusahaan-perusahaan manufaktur lainnya. Ini menunjukkan bahwa harga

saham Unilever di pasar dihargai tinggi. Perusahaan-perusahaan lain yang terlihat

memiliki Tobin’s Q tinggi adalah PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI) dan PT.

Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP). Perusahaan yang memiliki Tobin’s Q yang

tinggi cenderung untuk memiliki harga saham yang overvalued (mahal) dimana para

investor akan cenderung untuk menjual saham dari perusahaan-perusahaan tersebut yang

mana membuat keterbatasan modal meningkat. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang

memiliki Tobin’s Q yang rendah seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), PT. Asahimas

Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), dan PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL)

cenderung membuat para investor membeli saham dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Dengan demikian, apabila dilihat dari indikator Tobin’s Q, PT. Barito Pacific, Tbk

(BRPT), PT. Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), PT. Pelat Timah

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

SMC

B

UN

VR

HM

SP

KLB

F

BR

PT

AM

FG

NIK

L

FASW

MLB

I

IMA

S

ASI

I

GD

YR

GG

RM

INA

F

KA

EF

KB

LM

KB

RI

RM

BA

ULT

J

VO

KS

AP

LI

BA

TA

BR

NA

BTO

N

ERTX

ETW

A

INTP

MER

K

SMG

R

TCID

PB

RX

TKIM

PR

AS

Q 2011

Q 2010

75

Nusantara, Tbk (NIKL), PT Beton Jaya Manunggal, Tbk (BTON), dan PT Eratex, Tbk

(ERTX) memiliki tingkat keterbatasan modal yang rendah.

3. Leverage

Diagram Analisis Rasio Leverage

Gambar 4.3

Dapat terlihat dari grafik leverage kalau rasio leverage tertinggi ada pada PT. Eratex

Djaya, Tbk (ERTX). Tingginya leverage pada ERTX disebabkan karena jumlah

penggunaan utangnya yang jauh lebih besar dari modalnya. Pada PT. Fajar Surya

Wisesa, Tbk (FASW), tingginya leverage pada tahun 2010 disebabkan oleh peningkatan

jumlah utang yang mencapai angka + 2 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa PT.

Fajar Surya Wisesa, Tbk (FASW) memiliki tingkat penggunaan utang yang tinggi

dimana terdapat kemungkinan adanya kesulitan untuk memperoleh utang lagi. Dengan

demikian, keterbatasan modal pun akan meningkat. Adapun, perusahaan-perusahaan lain

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

SMC

BU

NV

RH

MSP

KLB

FB

RP

TA

MFG

NIK

LFA

SWM

LBI

IMA

SA

SII

GD

YRG

GR

MIN

AF

KA

EFK

BLM

KB

RI

RM

BA

ULT

JV

OK

SA

PLI

BA

TAB

RN

AB

TON

ERTX

ETW

AIN

TPM

ERK

SMG

RTC

IDP

BR

XTK

IMP

RA

S

Leverage 2011

Leverage 2010

76

yang juga memiliki leverage tinggi seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), Holcim

(SMCB), PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS), dan Kalbe Farma (KLBF)

berarti juga memiliki keterbatasan modal yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan-

perusahaan seperti PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR),

Kalbe Farma (KLBF), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), PT Voksel Electric,

Tbk (VOKS), dan PT Eterindo, Tbk (ETWA) yang memiliki leverage yang rendah

berarti memiliki tingkat keterbatasan modal yang rendah.

4. Dividend

Diagram Analisis Rasio Dividend

Gambar 4.4

Dari grafik dividend dapat terlihat kalau PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP)

memiliki rasio dividen tertinggi yang mana berarti bahwa perusahaan ini membayar

dividen yang sangat besar. Tingkat pembayaran dividen yang tinggi setelah PT. Hanjaya

0

0.5

1

1.5

2

2.5

SMC

BU

NV

RH

MSP

KLB

FB

RP

TA

MFG

NIK

LFA

SWM

LBI

IMA

SA

SII

GD

YRG

GR

MIN

AF

KA

EFK

BLM

KB

RI

RM

BA

ULT

JV

OK

SA

PLI

BA

TAB

RN

AB

TON

ERTX

ETW

AIN

TPM

ERK

SMG

RTC

IDP

BR

XTK

IMP

RA

S

Dividend 2011

Dividend 2010

77

Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) diikuti oleh Unilever (UNVR) dan PT Indomobil

Sukses Internasional, Tbk (IMAS). Perusahaan yang dapat membayar dividen tinggi

berarti pendapatan perusahaannya juga cenderung besar. Dilihat dari indikator dividend,

PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), dan PT Indomobil

Sukses Internasional, Tbk (IMAS) memiliki keterbatasan modal yang rendah.

Sebaliknya, perusahaan-perusahaan lainnya yang terlihat dalam grafik tidak

membagikan dividen cenderung memiliki keterbatasan modal yang tinggi.

5. Cash

Diagram Analisis Rasio Cash

Gambar 4.5

Dari grafik cash, dapat terlihat kalau NIKL memiliki jumlah kas yang besar, yang mana

juga berarti bahwa PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) memiliki ketersediaan dana

yang besar juga. Seperti yang telah dibahas pada bagian cash flow, ada kemungkinan

0

2

4

6

8

10

12

SMC

B

UN

VR

HM

SP

KLB

F

BR

PT

AM

FG

NIK

L

FASW

MLB

I

IMA

S

ASI

I

GD

YR

GG

RM

INA

F

KA

EF

KB

LM

KB

RI

RM

BA

ULT

J

VO

KS

AP

LI

BA

TA

BR

NA

BTO

N

ERTX

ETW

A

INTP

MER

K

SMG

R

TCID

PB

RX

TKIM

PR

AS

Cash2011

Cash 2010

78

perusahaan tersebut menjual produk-produknya langsung dalam kuantitas yang besar

dalam periode-periode tertentu. Dilihat dari jumlah kasnya, perusahaan-perusahaan

seperti PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL), PT Indomobil Sukses Internasional,

Tbk (IMAS), Kalbe Farma (KLBF), PT Kertas Basuki Rachmat, Tbk (KBRI), Bentoel

International (RMBA), PT Eratex Djaya, Tbk (ERTX), dan PT Eterindo, Tbk (ETWA)

cenderung untuk memiliki keterbatasan modal yang rendah.

Adapun, indikator-indikator KZ Index yang meliputi cash flow, Tobin’s Q,

leverage, dividend, dan cash dari perusahaan-perusahaan sampel disatukan ke dalam

persamaan KZ Index yang telah dibuat oleh Lamont dan kawan-kawan (2001) untuk

mengetahui tingkat keterbatasan modal dari perusahaan-perusahaan sampel tersebut.

Grafik persamaan KZ Index-nya adalah sebagai berikut:

Diagram Analisis Keterbatasan Modal

Gambar 4.6

-80

-70

-60

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

SMC

B

UN

VR

HM

SP

KLB

F

BR

PT

AM

FG

NIK

L

FASW

MLB

I

IMA

S

ASI

I

GD

YR

GG

RM

INA

F

KA

EF

KB

LM

KB

RI

RM

BA

ULT

J

VO

KS

AP

LI

BA

TA

BR

NA

BTO

N

ERTX

ETW

A

INTP

MER

K

SMG

R

TCID

PB

RX

TKIM

PR

AS

KZ Index 2011

KZ Index 2010

79

Semakin negatif KZ Index, semakin rendah keterbatasan modalnya, berarti semakin baik.

Dari grafik KZ Index dapat terlihat bahwa keterbatasan modal paling rendah dari seluruh

perusahaan sampel dimiliki oleh PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) dengan

jumlah KZ Index sebesar -61.82 pada tahun 2010 dan -75.63 pada tahun 2011, yang

kemudian diikuti oleh Merck Indonesia (MERK), PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk

(NIKL), Unilever (UNVR), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), dan Kalbe Farma

(KLBF). Perhitungan KZ Index ini didasari oleh 5 indikator yang telah dibahas

sebelumnya dimana dapat terlihat bahwa perusahaan-perusahaan yang tersebut

sebelumnya memiliki keterbatasan modal rendah berdasarkan masing-masing indikator

juga memiliki keterbatasan modal rendah secara keseluruhan melalui persamaan KZ

Index yang dibuat oleh Lamont dan kawan-kawan (2001). Adapun, seperti yang dapat

dilihat pada grafik KZ Index, keterbatasan modal pada perusahaan-perusahaan listed

cenderung tidak tinggi. Sebesar-besarnya keterbatasan modal yang dialami tidak jauh

dari angka 0, kecuali pada Eratex (ERTX) yang dimana tengah mengalami defisiensi

modal.

4.3.2 Analisis Biaya Atas Modal Saham

Biaya atas modal saham dalam penelitian ini dihitung dengan pendekatan Capital

Asset Pricing Model (CAPM). Rumus dari CAPM tersebut adalah:

R = Rf + β (Rm - Rf)

Hasil dari CAPM untuk masing-masing perusahaan sampel adalah sebagai berikut:

80

Diagram Analisis Biaya Atas Modal Saham

Gambar 4.7

Dari grafik cost of equity terlihat bahwa biaya atas modal saham di tahun 2010 jauh

lebih besar dibandingkan dengan tahun 2011. Hal ini diakibatkan oleh tingginya nilai

beta dari sebagian besar perusahaan sampel pada tahun 2010. Tingginya nilai beta ini

diakibatkan oleh perubahan harga saham dari masing-masing perusahaan sampel yang

tidak diimbangi dengan perubahan harga saham gabungan (IHSG). Dapat dilihat pada

bar PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) yang mana memiliki biaya atas

modal saham tertinggi, yaitu 93.67% pada tahun 2010. Besarnya biaya atas modal saham

pada PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) ini dikarenakan betanya mencapai 1.67.

Tingginya beta pada PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) dipicu oleh gejolak harga

saham dari perusahaan ini yang naik turun secara drastis, seperti pada bulan Maret 2010

ke bulan April 2010, yang mana peningkatan harga sahamnya adalah 76.43%. Beta yang

tinggi menandakan risiko yang tinggi juga. Karena risikonya tinggi, tingkat

pengembalian yang diharapkan dari para investor juga akan tinggi. Oleh sebab itu, biaya

-20.00%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

SMC

B

UN

VR

HM

SP

KLB

F

BR

PT

AM

FG

NIK

L

FASW

MLB

I

IMA

S

ASI

I

GD

YR

GG

RM

INA

F

KA

EF

KB

LM

KB

RI

RM

BA

ULT

J

VO

KS

AP

LI

BA

TA

BR

NA

BTO

N

ERTX

ETW

A

INTP

MER

K

SMG

R

TCID

PB

RX

TKIM

PR

AS

Cost ofEquity2011

Cost ofEquity2010

81

atas modal saham dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) pada tahun 2010

juga tinggi. Kejadian serupa juga dialami oleh sebagian besar perusahaan-perusahaan

sampel lainnya pada tahun 2010.

Pada tahun 2011, biaya atas modal saham dari masing-masing perusahaan

sampel terlihat mengecil. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya beta dari perusahaan-

perusahaan sampel pada tahun 2011. Rendahnya beta ini diakibatkan oleh perubahan

harga saham dari masing-masing perusahaan sampel yang juga tidak berbeda jauh

dengan perubahan harga saham gabungan (IHSG). Beta yang rendah menunjukkan

bahwa risikonya juga rendah, yang mana berarti tingkat pengembalian yang diharapkan

dari para investor juga rendah. Oleh sebab itu, masing perusahaan sampel pada tahun

2011 memiliki biaya atas modal saham yang rendah.

Melihat perbedaan biaya atas modal saham yang sangat jauh dari tahun 2010 dan

2011, tidak menutup kemungkinan bahwa pada tahun-tahun sebelum dan sesudahnya

juga akan gonjang-ganjing. Dengan demikian, dapat diprediksikan bahwa pengaruh

variabel independen terhadap biaya atas modal saham pada perusahaan-perusahaan

listed di Indonesia akan cenderung memperlihatkan hasil yang tidak signifikan.

4.3.3 Analisis Ikatan para Pemangku Kepentingan

Data mengenai ikatan para pemangku kepentingan diambil dari laporan tahunan

dengan menggunakan indikator-indikator dari The Environment Council (TEC). Hasil

dari data yang diperoleh berdasarkan indikator-indikator ikatan para pemangku

kepentingan tersebut adalah:

82

Diagram Analisis Ikatan Para Pemangku Kepentingan

Gambar 4.8

Dari grafik stakeholder engagement, dapat terlihat bahwa indikator ikatan para

pemangku kepentingan yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan

adalah pengungkapan stakeholder identification. Jika dicermati lebih lagi, indikator ini

diungkapkan di seluruh perusahaan sampel, karena pada kenyataannya seluruh

perusahaan mengidentifikasi para pemangku kepentingannya pada laporan tahunan

mereka. Indikator yang paling banyak dilakukan setelah stakeholder engagement adalah

media and approaches. Media and approaches yang dimaksud ini adalah media-media

atau pendekatan-pendekatan yang digunakan perusahaan untuk membangun ikatan para

pemangku kepentingan seperti: pertemuan-pertemuan untuk memberi nasihat, kelompok

fokus, dan forum komunitas. Banyak perusahaan sampel yang mengadakan kegiatan-

kegiatan tersebut untuk membina ikatan para pemangku kepentingan. Perusahaan-

perusahaan di Indonesia sudah semakin sadar akan perlunya ikatan para pemangku

kepentingan, walaupun belum seluruhnya menyadari hal ini. Seperti yang dapat dilihat

0

5

10

15

20

25

30

Tahun 2010

Tahun 2009

83

dari grafik, hanya setengah dari seluruh perusahaan sampel yang melakukan kegiatan

pertemuan-pertemuan ini.

Indikator ikatan para pemangku kepentingan yang paling jarang diungkapkan

adalah key concern and issues dan future targets. Indikator key concern and issues

jarang dilakukan oleh perusahaan karena indikator ini mencakup isu-isu yang mencuat

akibat adanya ikatan para pemangku kepentingan, yang mana pada kenyataannya isu-isu

seperti ini masih jarang diberitakan. Indikator future targets mencakup target-target di

masa yang akan datang untuk pengembangan ikatan para pemangku kepentingan. Hanya

segelintir perusahaan saja yang memasang target-target untuk ikatan para pemangku

kepentingan. Sebagian besar perusahaan lebih mengutamakan dalam memasang target-

target untuk mengoptimalkan laba.

Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dari grafik stakeholder engagement, dapat

disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia masih kurang

peduli dengan ikatan para pemangku kepentingan.

4.3.4 Analisis Pengungkapan CSR

Data untuk meneliti pengungkapan CSR diperoleh dari laporan tahunan

perusahaan. Hasil dari data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Diagram Analisis Pengungkapan CSR

84

Gambar 4.9

Dari grafik CSR disclosure, terlihat bahwa indikator social performance adalah yang

paling banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan sampel. Angka tertinggi dicapai

pada tahun 2010, yaitu sebanyak 116 pengungkapan yang terdiri dari: 16 perusahaan

mengungkapkan adanya tindakan peningkatan kualitas kerja, 19 perusahaan

mengungkapkan adanya tindakan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja, 29

perusahaan mengungkapkan adanya pemberian pelatihan untuk karyawan, 8 perusahaan

mengungkapkan adanya keadilan untuk mendapatkan hak yang sama bagi setiap

karyawannya, 4 perusahaan mengungkapkan adanya penghargaan atas hak asasi, 13

perusahaan mengungkapkan adanya tindakan untuk membangun hubungan dengan

komunitas-komunitas sekitar, dan 27 perusahaan mengungkapkan adanya

pertanggungjawaban terhadap pelanggan atas produk-produk yang dijualnya.. Adapun,

kegiatan-kegiatan seperti ini mulai banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan

manufaktur di Indonesia, yang mana perusahaan-perusahaan tersebut mulai menyadari

0

20

40

60

80

100

120

EnvironmentalPerformance

Social Performance Governance

Tahun 2010

Tahun 2009

85

kegunaannya, yaitu disamping untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan,

juga dapat untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.

Setelah social performance, indikator governance-lah yang juga banyak

dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Walaupun masih jauh

dibawah social performance, namun perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia

mulai menyadari pentingnya tata kelola perusahaan yang baik yang mana juga dapat

berfungsi untuk meningkatkan kinerja perusahaannya. Pada umumnya, perusahaan-

perusahaan manufaktur lebih memperhatikan produktivitas karyawan-karyawannya

dalam menghasilkan produk-produk berkualitas. Tata kelola perusahaan tidaklah

menjadi perhatian utama.

Indikator environmental performance adalah yang paling jarang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan manufaktur. Hal ini mungkin disebabkan karena perusahaan-

perusahaan manufaktur lebih mengutamakan kecepatan produksi dan kualitas produknya

yang mana menyebabkan mereka tidak terlalu peduli dengan pengurangan polusi, emisi,

dan apakah produk-produk mereka dapat di daur ulang setelah dikonsumsi.

4.4 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan ringkasan statistik dari data-data yang digunakan

dalam penelitian. Data-data statistik deskriptif dapat berguna sebagai dasar dalam proses

pengambilan keputusan / inferensi statistik. Dalam penelitian ini, statistik deskriptif

dilakukan dengan cara eksak, yaitu dengan langsung menggunakan tampilan ringkasan

berisi angka. Statistik deskriptif untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

86

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif

Statistics

SE CD CE CC

N Valid 60 60 60 60

Missing 0 0 0 0

Mean .3738 .4900 .2584 -9.1580

Std. Error of Mean .02962 .02484 .03077 2.22653

Median .2857 .4667 .0901 -2.1734

Std. Deviation .22943 .19245 .23832 17.24659

Variance .053 .037 .057 297.445

Skewness .912 .538 1.102 -2.400

Std. Error of Skewness .309 .309 .309 .309

Kurtosis .349 -.580 .178 5.353

Std. Error of Kurtosis .608 .608 .608 .608

Range .86 .73 .87 81.14

Minimum .14 .20 .07 -75.74

Maximum 1.00 .93 .94 5.40

Percentiles 10 .1429 .2667 .0743 -33.2281

90 .7000 .8000 .6394 1.2140

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat 4 variabel penelitian, yaitu: SE, CD,

CE, dan CC. Jumlah data valid yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60

data untuk masing-masing variabel, dan tidak ada data yang hilang (missing). Penjelasan

dari hasil statistik deskriptif menurut Ghozali (2001) untuk masing-masing variabel dari

tabel 4.1 adalah sebagai berikut:

- SE

Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel SE adalah sebesar 0.3738. Hal

ini menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan ikatan para pemangku

kepentingan pada perusahaan manufaktur di Indonesia ini masih

tergolong minim. Standar error of mean sebesar 0.02962 menunjukkan

87

bahwa rata-rata pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan dari

seluruh populasi diprediksikan berada di antara 0.3146 dan 0.4330 (mean

+ 2 x standard error of mean) yang mana juga masih tergolong minim.

Median sebesar 0.2857 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel SE

mempunyai nilai diatas 0.2857 dan sebaliknya. Standard deviation

sebesar 0.22943 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari

sampel yang mana diprediksikan berada di antara -0.08506 dan 0.83266

(mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda

tipis dengan nilai minimum dan maksimum, yang mana berarti sebaran

data adalah baik. Rasio skewness dari variabel SE dapat dihitung dengan

membagi nilai skewness dengan standard error of skewness yang mana

hasilnya adalah sebesar 2.9515. Hasil tersebut tidak berada di antara -2

dan +2, yang mana berarti ada kecenderungan bahwa data tidak

berdistribusi normal. Dengan confidence level 95%, dapat dihitung rasio

kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis.

Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari variabel SE ini berada di antara -

0.9307 dan 1.4527 dimana terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis

tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak

memiliki kurtosis dan memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi

normal. Untuk lebih meyakinkan apakah data-data dari variabel SE ini

berdistribusi normal untuk digunakan dalam model-model statistik pada

penelitian ini, akan dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari variabel

SE ini adalah 0 dan nilai maksimumnya adalah 1 dengan range sebesar 1.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel SE dari sampel berada diantara

88

0 dan 1 dengan tingkat persentase 10% di bawah 0.1429 dan 90% di

bawah 0.7.

- CD

Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CD adalah sebesar 0.49. Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan pengungkapan CSR pada

perusahaan manufaktur di Indonesia ini sudah berada dalam tingkat

cukup. Standar error of mean sebesar 0.02484 menunjukkan bahwa rata-

rata pengungkapan CSR dari seluruh populasi diprediksikan berada di

antara 0.44032 dan 0.5397 (mean + 2 x standard error of mean) yang

mana juga berarti sudah berada dalam tingkat cukup. Median sebesar

0.4667 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel CD mempunyai nilai

diatas 0.4667 dan sebaliknya. Standard deviation sebesar 0.19245 dapat

digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari sampel yang mana

diprediksikan berada di antara 0.1051 dan 0.8749 (mean + 2 x standard

deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda tipis dengan nilai

minimum dan maksimum, yang mana berarti sebaran data adalah baik.

Rasio skewness dari variabel CD dapat dihitung dengan membagi nilai

skewness dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah

sebesar 1.7411. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang

mana berarti data berdistribusi normal. Dengan confidence level 95%,

dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x

standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari

variabel CD ini berada di antara -0.58 dan 1.1917 dimana terdapat nilai 0

89

di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa distribusi data tidak memiliki kurtosis dan memenuhi syarat untuk

data yang berdistribusi normal. Nilai minimum dari variabel CD ini

adalah 0.2 dan nilai maksimumnya adalah 0.93 dengan range sebesar

0.73. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel CD dari sampel berada

diantara 0.2 dan 0.93 dengan tingkat persentase 10% di bawah 0.2667

dan 90% di bawah 0.8.

- CE

Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CE adalah sebesar 0.2584. Hal

ini menunjukkan bahwa biaya atas modal saham pada perusahaan

manufaktur di Indonesia pada umumnya berada dalam tingkat 25.84%.

Standar error of mean sebesar 0.03077 menunjukkan bahwa rata-rata

biaya atas modal saham dari seluruh populasi diprediksikan berada di

antara 0.3199 dan 0.1969 (mean + 2 x standard error of mean). Median

sebesar 0.0901 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel CE

mempunyai nilai diatas 9.01% dan sebaliknya. Standard deviation sebesar

0.23832 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari sampel

yang mana diprediksikan berada di antara 0.21824 dan 0.73504 (mean +

2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda sedikit lebih

besar dengan nilai minimum dan maksimum dibandingkan dengan

variabel lainnya, yang mana berarti sebaran data adalah sedikit kurang

begitu baik. Hal ini disebabkan karena goncangan harga saham pada

perusahaan-perusahaan listed di Indonesia ini masih tidak stabil. Rasio

90

skewness dari variabel CE dapat dihitung dengan membagi nilai skewness

dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar

3.5702. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti

ada kecenderungan bahwa data tidak berdistribusi normal. Dengan

confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai

kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang

diperoleh dari variabel CE ini berada di antara -1.0137 dan 1.3697

dimana terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak memiliki kurtosis

dan memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Untuk lebih

meyakinkan apakah data-data dari variabel CE ini berdistribusi normal

untuk digunakan dalam model-model statistik pada penelitian ini, akan

dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari variabel CE ini adalah 0.07

dan nilai maksimumnya adalah 0.94 dengan range sebesar 0.87. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai variabel CE dari sampel berada diantara 7%

dan 94% dengan tingkat persentase 10% di bawah 7.43% dan 90% di

bawah 63.94%.

- CC

Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CC adalah sebesar -9.1580. Hal

ini menunjukkan bahwa rata-rata keterbatasan modal pada perusahaan

manufaktur di Indonesia ini tergolong cukup rendah. Standar error of

mean sebesar 2.22653 menunjukkan bahwa rata-rata keterbatasan modal

dari seluruh populasi diprediksikan berada di antara -13.6111 dan -4.7049

91

(mean + 2 x standard error of mean) yang mana juga berarti tergolong

cukup rendah. Median sebesar -2.1734 menunjukkan bahwa 50% dari

data sampel CC mempunyai nilai diatas -2.1734 dan sebaliknya. Standard

deviation sebesar 17.24659 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-

rata dari sampel yang mana diprediksikan berada di antara -43.6512 dan

25.33518 (mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut

berbeda cukup signifikan dengan nilai minimum dan maksimum, yang

mana berarti sebaran data tidak baik. Hal ini disebabkan karena memang

pada kenyataannya tingkat keterbatasan modal antar perusahaan juga

memiliki perbedaan yang drastis. Oleh sebab itu, sebaran data pada

variabel CC dalam penelitian ini dianggap normal. Rasio skewness dari

variabel CC dapat dihitung dengan membagi nilai skewness dengan

standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar -7.7670.

Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti ada

kecenderungan bahwa data tidak berdistribusi normal. Dengan

confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai

kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang

diperoleh dari variabel CC ini berada di antara 4.16132 dan 6.54468

dimana tidak terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data memiliki kurtosis dan

tidak memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Meskipun

demikian, untuk mengetahui lebih pasti apakah data-data dari variabel

CC ini berdistribusi normal untuk digunakan dalam model-model statistik

pada penelitian ini, akan dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari

92

variabel CC ini adalah -75.74 dan nilai maksimumnya adalah 5.4 dengan

range sebesar 81.14. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel CC dari

sampel berada diantara -75.74 dan 5.4 dengan tingkat persentase 10% di

bawah -33.2281 dan 90% di bawah 1.2140, yang mana berarti tingkat

keterbatasan modal pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia

tergolong rendah.

4.5 Hasil Uji Asumsi Klasik

4.5.1 Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang

dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal. Model

regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal.

Hipotesis yang diajukan adalah:

Ho : Data berasal dari populasi berdistribusi normal

Ha : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Model Pertama

93

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize

d Residual

N 60

Normal Parameters(a,b) Mean .0000000

Std. Deviation .23334944

Most Extreme Differences

Absolute .254

Positive .254

Negative -.110

Kolmogorov-Smirnov Z 1.970

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Berdasarkan hasil output diketahui bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) memiliki nilai

0,001, yang mana lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga diputuskan bahwa

data residual memiliki distribusi yang tidak normal atau Ha diterima dan Ho ditolak.

Tabel 4.4

Hasil Uji Normalitas Model Kedua

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize

d Residual

N 60

Normal Parameters(a,b) Mean .0000000

Std. Deviation 10.25230191

Most Extreme Differences

Absolute .114

Positive .078

Negative -.114

Kolmogorov-Smirnov Z .882

Asymp. Sig. (2-tailed) .418

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

94

Berdasarkan hasil output diketahui bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) memiliki nilai

0,418, yang mana lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga diputuskan bahwa

data residual memiliki distribusi yang normal atau Ho diterima dan menolak Ha.

4.5.2 Hasil Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah ada korelasi antar variabel

bebas (SE, CD, CE) dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi apakah ada multikolinearitas

dapat melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF)nya. Indikator multikorelasi dapat

dilihat dari VIF lebih besar dari 10.

Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolinearitas Model Pertama

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .195 .086 2.273 .027

SE .246 .207 .236 1.183 .242 .421 2.373

CD -.058 .247 -.047 -.233 .817 .421 2.373

a Dependent Variable: CE

Rincian VIF dari hasil uji model pertama adalah sebsagai berikut:

- VIF SE = 2.373 < 10

- VIF CD = 2.373 < 10

95

Tabel 4.6

Hasil Uji Multikolinearitas Model Kedua

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 17.438 3.968 4.395 .000

SE -43.469 9.310 -.578 -4.669 .000 .411 2.431

CD -25.728 10.971 -.287 -2.345 .023 .421 2.375

CE 8.748 5.871 .121 1.490 .142 .959 1.043

a Dependent Variable: CC

Rincian VIF dari hasil uji model kedua adalah sebagai berikut:

- VIF SE = 2.431 < 10

- VIF CD = 2.375 < 10

- VIF CE = 1.043 < 10

Dari hasil uji multikolinearitas yang telah dilakukan, diketahui bahwa VIF

seluruh variabel bebas lebih kecil dari 10. Dengan demikian, tidak terjadi multikorelasi

pada kedua model penelitian.

4.5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari metode yang

diamati tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya.

Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.

Tabel 4.7

96

Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Pertama

Correlations

Unstandardize

d Residual SE CD

Unstandardized Residual Pearson Correlation 1 .000 .000

Sig. (2-tailed) 1.000 1.000

N 60 60 60

SE Pearson Correlation .000 1 .761(**)

Sig. (2-tailed) 1.000 .000

N 60 60 60

CD Pearson Correlation .000 .761(**) 1

Sig. (2-tailed) 1.000 .000

N 60 60 60

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil uji model pertama dengan uji Spearman’s rho menunjukkan tidak ada

gangguan heteroskedastisitas yang terjadi dalam proses estimasi parameter model

penduga, dimana tingkat signifikansi (sig) dari seluruh variabel lebih dari 0,05 (p>0,05).

Tabel 4.8

Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Kedua

Correlations

Unstandardize

d Residual SE CD CE

Unstandardized Residual Pearson Correlation 1 .000 .000 .000

Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 1.000

N 60 60 60 60

SE Pearson Correlation .000 1 .761(**) .201

Sig. (2-tailed) 1.000 .000 .124

N 60 60 60 60

CD Pearson Correlation .000 .761(**) 1 .133

Sig. (2-tailed) 1.000 .000 .310

N 60 60 60 60

CE Pearson Correlation .000 .201 .133 1

Sig. (2-tailed) 1.000 .124 .310

N 60 60 60 60

97

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil uji model kedua dengan uji Spearman’s Rho menunjukkan tidak ada

gangguan heteroskedastisitas yang terjadi dalam proses estimasi parameter model

penduga, dimana seluruh variabel memiliki nilai t hitung yang signifikan dengan tingkat

signifikansi (sig) dari seluruh variabel independen adalah lebih dari 0,05 (p>0,05).

4.6 Hasil Pengujian Hipotesis

4.6.1 Hasil Uji Hubungan Antar Variabel

Untuk melihat gambaran hubungan antar variabel kausal, digunakan analisis korelasi

menggunakan uji Pearson. Hasil dari uji Pearson adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9

Hasil Uji Hubungan Antar Variabel

Correlations

rsa SE CD CE CC

SE Pearson Correlation 1 .761(**) .201 -.772(**)

Sig. (2-tailed) .000 .124 .000

N 60 60 60 60

CD Pearson Correlation .761(**) 1 .133 -.711(**)

Sig. (2-tailed) .000 .310 .000

N 60 60 60 60

CE Pearson Correlation .201 .133 1 -.034

Sig. (2-tailed) .124 .310 .799

N 60 60 60 60

CC Pearson Co…rrelation

-.772(**) -.711(**) -.034 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .799

N 60 60 60 60

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

98

Dari hasil analisis korelasi, dapat diketahui hubungan antar variabel dengan melihat Sig

(2-tailed)-nya. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.9, Sig (2-tailed) setiap variabel

mempunyai nilai lebih kecil dari nilai alpha 5% kecuali pada variabel CE (biaya atas

modal saham). Oleh karena itu, variabel biaya atas modal saham tidak dapat dijadikan

variabel mediasi (intervening) baik antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap

keterbatasan modal, maupun pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal, karena

tidak memiliki korelasi dengan variabel-variabel lainnya. Dengan demikian, H4 tidak

dapat diterima dan baik regresi Two Stage Least Square maupun analisis jalur tidak

dapat digunakan dalam penelitian ini karena model paradigma penelitian harus dipecah

dengan tidak menjadikan biaya atas modal saham sebagai variabel mediasi (intervening).

Adapun, model paradigma penelitian dipecah menjadi:

Model 1:

Model 2:

SE

CE

CD

SE

CE CC

CD

99

Setelah pemecahan, terdapat 2 model yang mana pengaruhnya dapat diuji dengan

menggunakan regresi linear berganda dimana nilai (β) nya kembali menggunakan

unstandardized coefficient. Dengan melihat tidak adanya korelasi antara variabel biaya

atas modal saham dengan variabel lainnya, maka dapat diprediksikan bahwa tidak

terdapat pengaruh baik dari variabel ikatan para pemangku kepentingan dan

pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham maupun dari variabel biaya atas

modal saham terhadap keterbatasan modal. Agar lebih akurat, kedua model tersebut

akan diuji dengan regresi linear berganda.

4.6.2 Regresi Linear Berganda

Metode regresi linear berganda digunakan di dalam penelitian ini untuk mencari

kebenaran hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya. Adapun, hasil regresi dari

penelitian ini adalah:

Tabel 4.10

Hasil Regresi t Model Pertama

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .195 .086 2.273 .027

SE .246 .207 .236 1.183 .242

CD -.058 .247 -.047 -.233 .817

a Dependent Variable: CE

100

Dari tabel 4.8 dapat diperoleh persamaan regresi model pertama, yang mana adalah:

CE it+1 = 0.195 + 0.246 SE it – 0.058 CD it

Tabel 4.11

Hasil Regresi t Model Kedua

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 17.438 3.968 4.395 .000

SE -43.469 9.310 -.578 -4.669 .000

CD -25.728 10.971 -.287 -2.345 .023

CE 8.748 5.871 .121 1.490 .142

a Dependent Variable: CC

Dari tabel 4.7 dapat diperoleh persamaan regresi model kedua, yang mana adalah:

CC it+1 = 17.438 – 43.469 SE it – 25.728 CD it + 8.748 CE it+1

4.6.3 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individu (t-test)

Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 5% atau 0.05 untuk

menentukan apakah hubungan antar variabel independen dengan variabel dependennya

signifikan atau tidak.

Hasil regresi model pertama menunjukkan bahwa variabel SE dan CD

mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0.242 dan 0.817. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa hubungan diantara variabel tidak signifikan karena p value dari masing-masing

variabel < 5%. Dengan demikian, Ho tidak ditolak, yang mana berarti belum ada cukup

101

bukti bahwa ada hubungan antara ikatan para pemangku kepentingan ataupun

pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham.

Hasil regresi pada model kedua menunjukkan bahwa variabel SE dan CD

mempunyai nilai koefisien masing-masing sebesar -43.469 dan -25.728 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0.000 dan 0.023. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa hubungan

antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal dan

pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal bersifat signifikan. Hasil uji t

menunjukkan bahwa Ho ditolak, H4 dan H5 diterima, yang mana berarti:

- H5 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif

terhadap keterbatasan modal.

- H6 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap

keterbatasan modal.

Arti dari hasil regresi tersebut adalah apabila ikatan para pemangku kepentingan

meningkat sebesar 1 satuan, maka keterbatasan modal akan menurun sebesar 43.469

satuan. Begitupun dengan pengungkapan CSR, apabila pengungkapan CSR meningkat

sebesar 1 satuan, maka keterbatasan modal akan menurun sebesar 25.728 satuan.

Pada hasil regresi model kedua, dapat terlihat juga bahwa variabel CE dengan

nilai koefisien sebesar + 8.748 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.142, yang mana

berarti biaya atas modal saham berpengaruh postif terhadap keterbatasan modal. Namun,

hasil tersebut tidak signifikan karena p value < 5%. Dengan demikian, Ho tidak ditolak,

yang mana berarti belum ada cukup bukti bahwa ada hubungan antara biaya atas modal

102

saham terhadap keterbatasan modal. Akan tetapi, dengan confidence level sebesar

85.8%, H6 dapat diterima, yang mana berarti:

- H7 : Biaya atas modal saham berpengaruh positif terhadap

keterbatasan modal

4.6.4 Hasil Uji Signifikansi Simultan (F-test)

Uji signifikansi simultan (F-test) digunakan untuk mencari tahu apakah ada

hubungan secara bersama-sama antara seluruh variabel independen dalam model

penelitian dengan variabel dependennya. Hasil regresi F dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.12

Hasil Regresi F Model Pertama

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .138 2 .069 1.228 .300(a)

Residual 3.213 57 .056

Total 3.351 59

a Predictors: (Constant), CD, SE b Dependent Variable: CE

Dari hasil regresi F untuk model pertama, dapat terlihat p value (0.300) > 0.05,

yang mana berarti Ho tidak ditolak. Dengan demikian, tidak terdapat hubungan antara

ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal

saham secara bersama-sama.

103

Tabel 4.13

Hasil Regresi F Model Kedua

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 11347.785 3 3782.595 34.157 .000(a)

Residual 6201.472 56 110.741

Total 17549.257 59

a Predictors: (Constant), CE, CD, SE b Dependent Variable: CC

Dari hasil regresi F untuk model kedua, dapat terlihat kalau p value = 0.000 lebih

kecil dari batas tingkat signifinasi 0,05, yang mana berarti terdapat hubungan yang

signifikan antara ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas

modal saham terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama. Dengan demikian, Ho

ditolak, dan H4 diterima, yang mana berarti:

H8 : Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas

modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama.

4.6.5 Hasil Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2 / R kuadrat) pada intinya digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil

regresi dari penelitian ini yang menunjukkan koefisien determinasi adalah sebagai

berikut:

104

Tabel 4.14

Hasil Regresi Koefisien Determinasi Model Pertama

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .203(a) .041 .008 .23741

a Predictors: (Constant), CD, SE b Dependent Variable: CE

Dari hasil regresi, dapat dilihat bahwa R2 = 0.041. Angka tersebut menunjukkan

bahwa 4% fluktuasi biaya atas modal saham dijelaskan oleh ikatan para pemangku

kepentingan dan pengungkapan CSR, dan 95.9% selebihnya dijelaskan oleh faktor-

faktor lain yang tidak tercakup di dalam penelitian ini.

Tabel 4.15

Hasil Regresi Koefisien Determinasi Model Kedua

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .804(a) .647 .628 10.52333

a Predictors: (Constant), CE, CD, SE b Dependent Variable: CC

Dari hasil regresi, dapat dilihat bahwa R2 = 0.647. Angka tersebut menunjukkan

bahwa 64.7% fluktuasi keterbatasan modal dijelaskan oleh ikatan para pemangku

kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham, dan 25.3% selebihnya

dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak tercakup di dalam penelitian ini. Ikatan para

105

pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham merupakan

variabel penjelas yang baik bagi keterbatasan modal.

4.7 Pembahasan

Pada dasarnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebenaran dari

hipotesis-hipotesis yang telah dibuat berdasarkan teori-teori dan penelitian-penelitian

sebelumnya apakah dapat diterapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di

Indonesia.

Dari hasil uji hipotesis model persamaan pertama dalam penelitian ini, terlihat

bahwa data-data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan terdapat

heteroskedastisitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa data model persamaan pertama

tidak dapat digunakan untuk menganalisis hipotesis. Adapun, dari hasil pengujian

hipotesis yang telah dilakukan, terbukti juga bahwa hasilnya tidak signifikan dan R2-nya

hanya sebesar 0.038. Dengan demikian, hipotesis 1, 2, dan 3 tidak berlaku di

perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia. Hipotesis-hipotesis yang ditolak tersebut

adalah adanya pengaruh negatif dari ikatan para pemangku kepentingan dan

pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham. Hal ini disebabkan karena gejolak

harga saham di Indonesia ini bergantung pada faktor-faktor lain di luar ikatan para

pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR. Dari data yang diperoleh, terlihat

bahwa perbedaan beta saham masing-masing perusahaan sampel antara tahun 2010

dengan tahun 2011 sangat signifikan. Perbedaan ini pastinya tidak dipengaruhi oleh

ikatan para pemangku kepentingan maupun pengungkapan CSR dari perusahaan-

106

perusahaan manufaktur Indonesia yang cenderung tidak berbeda jauh dari tahun ke

tahun. Di samping itu, ada juga kemungkinan bahwa ikatan para pemangku kepentingan

dan pengungkapan CSR kurang dipedulikan di Indonesia ini.

Berdasarkan uji hipotesis model kedua yang telah dilakukan, hipotesis-hipotesis

yang sebelumnya diperoleh dari teori-teori yang sudah ada, dapat diterima.

Hipotesis-hipotesis yang diterima:

- H5 : Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif

terhadap keterbatasan modal.

- H6 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap

keterbatasan modal.

- H8 : Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR,

dan biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal

secara bersama-sama.

Dari hipotesis-hipotesis yang diterima ini, dapat diketahui bahwa teori-teori yang

membentuk hipotesis-hipotesis tersebut dapat berlaku di perusahaan-perusahaan

manufaktur Indonesia. Adapun, telah terbukti bahwa ikatan para pemangku kepentingan

dan pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal di

perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia. Jadi, apabila ikatan para pemangku

kepentingan dan pengungkapan CSR meningkat, maka keterbatasan modal akan

berkurang. Meskipun pengaruh biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal

tidak signifikan dengan confidence level 95%, namun dengan confidence level 85.8%

dapat dibuktikan bahwa teori yang menyatakan bahwa biaya atas modal saham

107

berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal dapat diterima. Adapun, secara

bersama-sama, ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas

modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara signifikan.

4.8 Temuan Penelitian

Setelah seluruh proses penelitian dilakukan, ada beberapa temuan yang diperoleh

dari penelitian ini. Temuan-temuan tersebut meliputi:

- Berdasarkan kegiatan penyebaran kuesioner yang telah dilakukan untuk

mendukung penelitian ini, ditemukan bahwa ada kesulitan untuk

mendapatkan data ikatan para pemangku kepentingan secara kualitatif.

Hal ini dibuktikan dengan hanya 3 responden yang memberikan jawaban.

- Berdasarkan hasil analisis laporan tahunan dan statistik deskriptif,

ditemukan bahwa pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan pada

perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia masih tergolong minim.

Hal ini dibuktikan dengan jumlah indikator yang paling sering muncul di

setiap perusahaan adalah 1 dari 7 indikator. Pembuktian berdasarkan hasil

statistik deskriptif dapat dilihat dari mean variabel ikatan para pemangku

kepentingan yang hanya sebesar 0.3738.

- Berdasarkan hasil statistik deskriptif, ditemukan bahwa pelaksanaan

pengungkapan CSR pada perusahaan-perusahaan manufaktur di

Indonesia sudah tergolong cukup. Hal ini dibuktikan dengan mean dari

variabel pengungkapan CSR sebesar 0.49.

108

- Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel biaya atas modal

saham, ditemukan bahwa gejolak harga saham dari perusahaan-

perusahaan manufaktur di Indonesia sangat besar. Dari hasil

operasionalisasi variabel, dapat terlihat bahwa data harga saham tahun

2010 berbeda cukup signifikan dengan tahun 2011.

- Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel keterbatasan modal

dan statistik deskriptif, ditemukan bahwa terdapat perbedaan keterbatasan

modal yang drastis di antara perusahaan-perusahaan manufaktur di

Indonesia. Dari hasil analisis operasionalisasi variabel, dapat terlihat

adanya perbedaan keterbatasan modal yang cukup signifikan antara satu

perusahaan dengan perusahaan lainnya. Salah satu contohnya dapat

dilihat melalui hasil perhitungan KZ Index tahun 2011 dari Unilever yang

mencapai nilai sebesar -33.3202. Nilai tersebut berbeda cukup signifikan

dengan perusahaan lainnya seperti Indomobil yang hanya mencapai nilai

sebesar -2.6137. Adapun, dari hasil statistik deskriptif juga dapat terlihat

bahwa nilai standar deviasi dari variabel keterbatasan modal sangat besar,

yaitu sebesar 17.2466. Standar deviasi yang besar menggambarkan

besarnya volatilitas data.

- Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel pengungkapan CSR,

ditemukan bahwa pengungkapan akan performa sosial, seperti

keselamatan kerja karyawan, pelatihan karyawan, dan

pertanggungjawaban produk kepada konsumen sudah cukup diungkapkan

pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia, yaitu dengan

jumlah rata-rata sebesar 17 perusahaan dari 33 perusahaan sampel.

109

Sebaliknya, pengungkapan akan performa lingkungan, seperti

pengurangan bahan-bahan yang tak habis dikonsumsi dan mampu

mencemari lingkungan, pengurangan emisi, serta inovasi produk belum

banyak diungkapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di

Indonesia, yaitu dengan jumlah rata-rata sebesar 6 perusahaan dari 33

perusahaan sampel.

- Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ditemukan bahwa ada hubungan

positif antara biaya atas modal saham dengan keterbatasan modal dengan

tingkat confidence level sebesar 85.8% yang mana sebelumnya belum

pernah ada penelitian atau

110

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji model pertama dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Ikatan para pemangku kepentingan tidak berpengaruh terhadap biaya atas

modal saham.

2. Pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap biaya atas modal saham.

3. Ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR tidak

berpengaruh terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama.

Dari hasil uji model kedua dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut:

4. Biaya atas modal saham bukan merupakan variabel mediasi (intervening)

baik antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal

maupun pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal.

5. Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap

keterbatasan modal.

6. Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal.

7. Biaya atas modal saham tidak berpengaruh terhadap keterbatasan modal.

8. Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas

modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-

sama.

111

Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa semua perusahaan sampel yang masuk

dalam kategori perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI untuk periode 2009

– 2011 sudah melakukan ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pelaksanaan ikatan para pemangku

kepentingan di perusahaan-perusahaan listed di Indonesia tidak terlalu kuat. Hal ini

dapat dilihat dari hasil penelitian yang ditunjukkan oleh grafik stakeholder identification

sebelumnya dengan rata-rata perusahaan yang menggunakannya masih dibawah

setengah, kecuali indikator identifikasi para pemangku kepentingan.

Adapun, walaupun pada penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

CSR berpengaruh negatif terhadap biaya atas modal saham, namun melalui hasil

penelitian ini dapat dibuktikan bahwa CSR tidak selalu berpengaruh terhadap biaya atas

modal saham karena tidak tertutup kemungkinan pada negara-negara tertentu seperti

Indonesia ini memiliki perusahaan-perusahaan yang tidak stabil, sehingga risiko

sistematik dari tahun ke tahunnya dapat berbeda cukup signifikan. Sebaliknya, dari

penelitian ini telah dibuktikan bahwa CSR berpengaruh positif terhadap keterbatasan

modal. Dengan demikian, semakin baik pelaksanaan CSR dari suatu perusahaan, maka

akses pendanaannya akan semakin baik juga.

5.2 Saran

Akan menjadi lebih baik bagi perkembangan ekonomi bangsa apabila

perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat terus mengembangkan CSR terutama pada

peningkatan ikatan para pemangku kepentingan yang masih sangat minim di Indonesia

ini. Pelaksanaan CSR sangatlah berguna, yang mana selain dapat meningkatkan

112

kelangsungan hidup perusahaan, juga dapat meningkatkan akses pendanan perusahaan

agar perusahaan dapat selalu siap untuk mengambil kesempatan-kesempatan investasi

yang menguntungkan setiap saat kesempatan-kesempatan tersebut datang. Berdasarkan

hasil penelitian, ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan-perusahaan di

Indonesia untuk mengembangkan CSR, yang mana meliputi:

- Meningkatkan pelaksanaan CSR di bidang lingkungan (environment)

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan CSR di bidang

lingkungan adalah dengan memperhatikan pengurangan bahan-bahan

yang tidak dapat di daur ulang, pengurangan emisi, dan inovasi

produk. Sebagai pedoman, dapat dicontoh dari Kalbe Farma Tbk

dimana pelaksanaan CSR di bidang lingkungannya sudah sangat baik.

Beberapa tindakan yang dilakukan oleh Kalbe Farma dalam

pelaksanaan CSR di bidang lingkungan meliputi pengolahan air

limbah sehingga dapat digunakan kembali untuk fungsi lainnya,

substitusi bahan bakar solar dengan gas yang lebih ramah lingkungan,

pemilihan air sebagai bahan dasar formula lebih diprioritaskan

dibandingkan dengan pelarut organik, dan pendirian Kalbe Green

Data Center untuk meriset penghematan energy.

- Meningkatkan ikatan para pemangku kepentingan (stakeholder

engagement)

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ikatan para

pemangku kepentingan adalah dengan membuat kegiatan-kegiatan

kebersamaan, diskusikan isu-isu mengenai ikatan para pemangku

113

kepentingan, berikan target-target ikatan para pemangku kepentingan

untuk masa yang akan datang, dan berikan kesempatan lebih bagi

para pemangku kepentingan untuk dapat memberikan umpan balik

(feedback). Sebagai pedoman, dapat dicontoh Merck Indonesia Tbk

yang telah melaksanakan ikatan para pemangku kepentingan dengan

baik. Dalam pelaksanaan kegiatan ikatan para pemangku kepentingan,

Merck membuat program Klik Hati dan Youth Takes Action (YTA).

Program Klik Hati bertujuan untuk memberikan inspirasi pada

banyak orang yang merupakan pemangku kepentingan eksternal

(external stakeholders) untuk melakukan aksi sosial bersama dengan

Merck dengan memanfaatkan jaringan media sosial untuk

menciptakan dampak yang besar. Sedangkan YTA dibentuk untuk

memberikan pelatihan bagi pemuda sekitar lokasi perseroan agar

mereka dapat mengerti tentang pentingnya kerja sama tim,

pengembangan proposal, dan komitmen yang mana tentunya

bertujuan untuk meningkatkan ikatan diantara mereka dengan Merck.

Dengan karyawan internal-pun, Merck telah banyak melaksanakan

kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ikatan para pemangku

kepentingan yang meliputi persiapan Systems Application and

Products (SAP) yang melibatkan banyak karyawan internal, program-

program seperti penanaman pohon yang melibatkan seluruh karyawan

perusahaan, pemberian penyuluhan mengenai nilai perseroan kepada

seluruh karyawan, dan pemberian survei kepuasan karyawan sebagai

sarana umpan balik bagi karyawan.

114

5.3 Keterbatasan-keterbatasan

Beberapa keterbatasan dari penelitian ini adalah:

- Jumlah sampel dari penelitian ini hanya terbatas pada satu industri saja

sehingga hasil penelitian ini hanya dapat digunakan untuk perusahaan

yang berada dalam industri manufaktur saja.

- Di dalam penelitian ini, ikatan para pemangku kepentingan tidak dinilai

langsung dari pelaksanaannya, melainkan hanya melalui laporan tahunan,

yang mana berarti ada kemungkinan tidak seluruhnya diungkapkan.

115

DAFTAR PUSTAKA

Andriof, J & Waddock, S., 2002. Unfolding stakeholder thinking: Theory, responsibility

and engagement, Greenleaf Publishing, Sheffield, UK, pp. 19-42.

Ardini, L., 2009. Analisis Perbandingan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Faktor

Budaya Organisasi dan Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan Pada UPTD

Parkir Kota Surabaya. Jurnal Ekuitas, 13(2): 238-258.

Arikunto, S., 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Baker, M., Stein, J.C., and Wurgler, J., 2003. When does the market matter? Stock

prices and the investment of equity-dependent firms. The Quarterly Journal of

Economics 118: 969-1005.

Berlingeri, H. O., 2006. Yes, After All, In an MM World, Dividends are Irrelevant.

Working Paper, Pontificia Universidad Católica Argentina.

Blowfield, M., 2005. Corporate Social Responsibility: reinventing the meaning of

development? International Affairs, 81(3): 515-524.

Botosan, C., 1997. Disclosure Level and the Cost of Equity Capital. The Accounting

Review, 72: 323-349.

116

Budimanta. Arif., 2004, Corporate Social Responsilbility, Jawaban Bagi Model

Pembangunan Indonesia Masa Kini, Indonesia Center Sustainable Development,

Jakarta.

Campello, M., Graham, J.R., and Harvey, C.R., 2010. The real effects of financial

constraints: Evidence from a financial crisis. Journal of Financial Economics,

97(3): 470-487.

Carpenter, R.E., Fazzari, S.M., and Petersen, B.C., 1998. Financing constraints and

inventory investment: A comparative study with high-frequency panel data.

Review of Economics and Statistics, 80: 513-519.

Carson, R., 2000. Silent Spring (New Edition). London: Penguin Modern Classics.

Chan, L., Jegadeesh, N., Lakonishok, J., 1996. Momentum strategies. Journal of

Finance, 51: 1681–1713.

Chen, C. H., 2011. The Major Components of Corporate Social Responsibility. Journal

of Global Responsibility, 5(1): 85-99.

Cheng, B, Ioannis, I, and Serafeim, G., 2011. Corporate Social Responsibility and

Access to Finance. Working Paper, Harvard Business School.

117

Choi, J., and Wang, H., 2009. Stakeholder relations and the persistence of corporate

financial performance. Strategic Management Journal, 30: 895-907.

Christianti, A., 2008. Pengujian POT: Pengaruh Leverage terhadap Pendanaan Surplus

dan Defisit Pada Industri Manufaktur Di BEI. The 2nd National Conference,

UKWMS.

Clement, M., & Tse, S.Y., 2005. Financial Analyst Characteristics and Herding

Behavior in forecasting. The Journal of Finance, 60: 307-341.

Collins, J. and Porras, J. I. Built to Last – Successful Habits of Visionary Companies.

Century, 1994.

Damodaran, A., 2006. Damodaran on Valuation 2nd edition: Security Analysis For

Investment And Corporate Finance. New jersey: John Wiley & Sons.

Darwin, A. (2006). Akuntabilitas, kebutuhan, pelaporan dan pengungkapan CSR bagi

perusahaan di Indonesia. Economics Business Accounting Review, 3, 83-95.

Da, Z., Guo, R. J., and Jagannathan, R., 2012. CAPM for estimating the cost of equity

capital: Interpreting the empirical evidence. Journal of Financial Economics,

103: 204-220.

118

Dhaliwal, D., Li, O.Z., Tsang, A.H., and Yang, Y.G., 2011. Voluntary non-financial

disclosure and the cost of equity capital: The case of corporate social

responsibility reporting. The Accounting Review, 86(1): 59-100.

El Ghoul, S., Guedhami, O., Kwok, C.C.Y., and Mishra, D.R., 2011. Does corporate

social responsibility affect the cost of capital? Journal of Banking and Finance,

35 (9): 2388-2406.

Elkington, J., 1997. Cannibal With Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century.

Oxford.

Foo, L.M., 2007. Stakeholder engagement in emerging economies: considering the

strategic benefits of stakeholder engagement in a cross-cultural and geopolitical

context. Corporate Governance, 7(4):379-387.

Gay, L.R. dan Diehl, P.L., 1992. Research Methods for Business and. Management,

MacMillan Publishing Company, New York.

Vintila, G., 2013. A Study of the Relationship between Corporate Social Responsibility -

Financial Performance - Firm Size. Revista Română de Statistică. Trim I, 62–67.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis dengan Program SPSS, Undip: Semarang.

119

Greenwood, P. M., 2007. Functional plasticity in cognitive aging: Review and

hypothesis. Neuropsychology, 21, 657–673.

Gujarati, D, 2003. Ekonometri Dasar, Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga.

Halim, A., 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Hall, B.H., and Lerner, J., 2010. The Financing of R&D and Innovation. In: Hall, B.H.,

and Rosenberg, N. (eds.), Handbook of The Economics of Innovation. Elsevier,

Chap 14.

Heinkel, R., Kraus, A., Zechner, J., 2001. The effect of green investment on corporate

behavior. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 36: 431-449.

Hendriksen, Eldon S., Michael F., and Breda, V.,2002. Teori akunting Terjemahan oleh

Herman Wibowo. Buku 2 Jakarta: Interaksara.

Henriques, I, and P. Sadorsky (1996) The Determinants of an Environmentally

Responsive Firm An Empirical Approach, Journal of Environmental Economics

and Management, 30 (3), May, 381-395.

Hidayat, R, 2010. Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris Pada

Bursa Efek Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April, 457-480.

120

Himmelberg, C.P., and Petersen, B.C., 1994. R&D and Internal Finance: A Panel Study

of Small Firms in High-Tech Industries. Review of Economics and Statistics,

76(1): 38-51.

Hong, H., Kacperczyk, M., 2009. The price of sin: The effects of social norms on

markets.Journal of Financial Economics, 93:15-36.

Hubbard, R.G., 1998. Capital-market imperfections and investment. Journal of

Economic Literature, 36: 193-225.

ISEA 1999, AccountAbility 1000 (AA1000) framework - Standard, guidelines and

professional qualification, London.

Isenmann, R & Kim, K-C., 2006, Interactive sustainability Accounting: Developing

Clear Target Group Tailoring and Stimulating Stakeholder Dialogue, in

Schaltegger, S, Bennett, M & Burritt, R (eds), Sustainability Accounting and

Reporting, Springer, pp. 533-555.

Jones, T. M., 1995. Instrumental Stakeholder Theory: A Synthesis of Ethics and

Economics. The Academy of Management Review, 20(2): 404-437.

Kaur, A and Lodhia, S., 2013. The state of disclosures on stakeholder engagement in

sustainability reporting in Australian local councils. Pacific Accounting Review:

Special issue on Sustainability Accounting and Reporting.

121

Kaplan, Steven, Zingales, L., 1997. Do Financing Constraints Explain Why Investment:

Evidence From Japanese Panel Data. Quarterly Journal of Economics. 106: 33-

60.

Kartini, dan Arianto, T., 2008, Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Pertumbuhan Aktiva

dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur.

Jurnal Keuangan dan Perbankan, 12(1): 11-21.

Kodrat, D.S., 2008. Studi penerapan corporate social responsibility untuk menciptakan

sustainable growth di Indonesia. Paper dipresentasikan pada The 2nd National

Conference UKWMS.

Lamont, O., Polk, C., and Saa-Requejo, J., 2001. Financial constraints and stock returns.

Review of Financial Studies 14(2): 529-554.

Leary, M.T., and Roberts, M. R., 2008. The Pecking Order, Debt Capacity, and

Information Asymmetry. Journal of Financial Economics, 40: 429-458.

Lukas, A, S., 2003. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Andi Offset.

Lundholm, R, J., 1996. Corporate Disclosure Policy and Analyst Behavior. Accounting

Review, 71(4): 467-492.

122

Malhotra K. Naresh., 1993. Marketing Research An Applied Orientation, second edition,

Prentice Hall International Inc, New Jersey.

Merton, R.C., 1987. A simple model of capital market equilibrium with incomplete

information. Journal of Finance, 42,:483–510.

Mankiw, N. G., 2009. Macroeconomics. Worth Publishers, chap. 17.

Roscoe dikutip dari Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba

Empat.

Rozeff , M.S., 1982. Growth, Beta and Agency Costs as Determinants of Dividend

Payout Ratios. The Journal of Financial Research, 5(3): 249-259.

Santoso, S., 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Plus Aplikasi Program SPSS, Cetakan

Pertama, Ponorogo:P2-FE.

Sartono, A., 2000. Manajemen Keuangan, Edisi 3, Yogyakarta: BPFE.

Sofyaningsih, S, 2011. Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen, Kebijakan Utang dan

Nilai Perusahaan. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Mei, 68-87.

123

Steiner, G., Steiner, J., 2003, Business, Government and society, A Manajerial

Perspective Texs and Cases, Tenth Edition, Mc Graw-Hill Irwin.

Suharto, E., 2008. Menggagas standar audit program CSR. Paper dipresentasikan pada

6th Round Table Discussion Menggagas Standar Audit Program CSR:

Implementasi UU Perseroan Terbatas, Asosiasi Auditor Internal (AAI), Financial

Club Jakarta, 27 Maret 2008.

Sukamulja, S., 2005, Analisis Fundamental, Teknikal, dan Program Metastock. Finance

Club Training.

Supomo, B., 2002, Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, Yogyakara: Penerbit

BFEE UGM.

Susilawati, 2004. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pendanaan

Perusahaan Manufaktur. Working Paper, Universitas Sumatera Utara.

Sutapa, 2006, Analisis Faktor Penentu Struktur Modal: Studi Empiris pada Emiten

Syariah di Bursa Efek Jakarta 2001-2004. Jurnal Akuntansi Keuangan, 5(2):

203-215.

Trihendradi, C., 2012. Step by Step SPSS 20 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

124

Wibisono, Y., 2007. Membedah konsep dan aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing.

www.globalreporting.co.id

125

LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil Perhitungan Indikator-indikator KZ Index

2011

Cash Flow Q Leverage Dividend Cash

0.213488333 2.167795247 0.183045689 0.044814234 0.14284127

1.090785528 38.16753571 0.031174516 1.092422877 0.081022171

2.105960407 16.34790966 0.028947155 1.973098383 0.506472183

1.071703272 0.188157604 0.197095081 0.448245149 1.427386966

0.041941187 0.55758402 0.003470226 0.005965503 0.133239732

0.47448263 1.291451846 0.078890729 0.033471093 0.565741488

0.201904545 1.447769431 0.049168663 0.3635749 1.225811704

0.101187669 6.023383346 0.520480173 0.042995868 0.013716413

1.168170791 13.70094441 0.025124241 0.84962534 0.390609194

1.332614576 0.829469265 0.281917867 0 1.823915205

0.908941023 0.343954031 0.346148084 0.28145502 0.450348642

0.217695834 0.832091354 0.100572932 0.018473304 0.195048672

0.787916559 4.790627947 0.025671303 0.233230165 0.147826299

0.519001865 0.78150159 0.042141576 0 1.376324151

0.506521498 1.462185126 0.045728731 0.065015054 0.467252207

0.130510818 0.513653125 0.019971761 0.009614214 0.05533885

0.024526662 0.640637622 0.018695939 0 0.025595074

0.25167795 2.517008509 0.04065847 0.109863429 0.051557138

0.227048302 2.207404979 0.11662215 0 0.257742835

0.632203343 1.323562836 0.015540733 0 0.629824511

0.197704932 0.508170252 0.039181354 0.169883373 0.195726607

0.458208428 1.933265064 0.025832709 0.200448711 0.069281763

0.355824082 0.024534881 0.217264953 0.06854477 0.160088892

2.837837123 0.627761052 0.015977272 0 0.018726009

2.775974347 0.297088862 0.81516898 0 0.074207389

0.978786204 1.105943914 0.02281878 0 0.096765262

0.553803891 3.929320486 0.054308028 0.125690239 0.891181614

3.142359516 5.692954776 0.042396984 1.297467295 3.292293365

0.590113581 4.52652413 0.113681382 0.193833443 0.447501373

0.522545173 1.447924859 0.047075287 0.172304085 0.226492738

0.564058233 0.482534075 0.054583935 0 0.877704474

0.130312143 0.117500796 0.558839066 0.001998002 0.148290754

0.160231515 0.475417882 0.280558823 0 0.065106056

126

2010

Cash Flow Q Leverage Dividend Cash

0.167966108 2.425899026 0.247710484 0 0.133078314

1.213742809 29.51334417 0.028670439 1.002784992 0.104666633

1.608891154 5.579106401 0.035414696 1.551836182 0.702882283

1.102087918 0.129251396 0.25011421 0.1888882 1.360298866

0.004664239 1.037324365 0.338708231 0.001586274 0.176172668

0.447973943 1.321080912 0.085928139 0.015175542 0.473013586

2.96746768 2.155357307 0.043128305 0.566514012 9.816518923

0.160570871 3.875271143 0.288475861 0.022345619 0.066606529

1.273629961 11.23519774 0.029626711 0.182733615 0.590235801

0.829050517 1.113366743 0.334376217 0 0.674313262

0.870539319 0.333826621 0.280186431 0.258275472 0.282778944

0.274502376 1.099792501 0.161530221 0.014180223 0.179771143

0.714802298 3.477881981 0.03056014 0.18247191 0.177969287

0.380723558 0.709674515 0.065515101 0 1.1973166

0.426033566 0.728782683 0.04431012 0.045382883 0.642419259

0.055845861 0.52392701 0.03230829 0 0.060150072

0.449109798 2.413489702 0.040519106 0 0.026529236

0.217511096 2.581673795 0.316521835 0 0.056824999

0.230760522 2.665717028 0.189404087 0 0.473629253

0.178046599 0.934477637 0.020577138 0 0.174988291

0.201600726 0.538329666 0.061841323 0 0.360569236

0.508283654 2.447494595 0.022705404 0.197793959 0.029912404

0.334236814 0.016268241 0.256984991 0.065843962 0.193741297

1.402931239 0.80135205 0.080029136 0 4.127442045

1.307167485 0.015950956 1.316378378 0 0.027726242

0.905241784 0.709621196 0.015201295 0 0.067848577

0.494787206 4.42502752 0.060616913 0.10655439 0.602689033

1.68566104 5.427941257 0.044099139 1.429438788 1.402621718

1.029600319 4.401916763 0.063121659 0.45902007 0.943953777

0.479738065 1.405525701 0.039715927 0.160911166 0.322877408

0.332176646 0.234319969 0.235596546 0 0.132036319

0.109806818 0.177974347 0.59685014 0.001237346 0.120266471

0.215707668 0.284248644 0.394178929 0 0.120680227

127

Lampiran 2

Hasil Perhitungan Beta

β 2011 2010

SMCB 0.873963 1.105547

UNVR 0.619704 1.527441

HMSP 0.49571 1.107952

KLBF 1.244246 0.89552

BRPT 1.02375 1.162295

AMFG 0.748002 0.989269

NIKL 1.233799 0.901165

FASW 0.590364 0.239299

MLBI 0.044906 0.033881

IMAS 0.336352 -0.40106

ASII 1.206909 1.361684

GDYR 0.439866 0.671205

GGRM 0.949816 0.785387

INAF 0.764761 0.584414

KAEF 0.842711 0.818968

KBLM 0.147702 -0.14715

KBRI 0.635475 0.066289

RMBA 0.998321 0.839993

ULTJ 0.847888 0.608945

VOKS 0.275096 0.123307

APLI 1.012421 0.463763

BATA 0.067422 -0.17318

BRNA 0.737879 0.722944

BTON 0.59892 0.55146

ERTX 0.278024 0.415128

ETWA 1.123273 0.697846

INTP 1.507152 1.671163

MERK 0.003328 0.049046

SMGR 1.005897 1.062888

TCID 0.203383 0.152824

PBRX 0.510092 0.451017

TKIM 0.954561 0.655265

PRAS 0.618809 0.660465

128

Lampiran 3

Hasil Perhitungan Ikatan Para Pemangku Kepentingan

Keterangan:

A = Stakeholder identification

B = Basis for stakeholder identification and selection

C = Media and approaches used for stakeholder engagement

D = Key concerns and issues raised through stakeholder engagement

E = Evidence of stakeholder engagement

F = Future targets for stakeholder engagement

G = Opportunities for feedback

Th 2011 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII

A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

B

1 1 1 1

1

C 1 1

1

1

1

D

1 1 1

1

E 1 1 1

1 F

1 1

1

G 1 1 1

1 0.57 0.86 0.86 0.43 0.57 0.14 0.57 0.14 0.29 0.14 0.57

129

Th 2011 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA

A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

B

1 1 C

1 1

D E

1

F G

1

1 1

0.14 0.43 0.43 0.29 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.29 0.43

Th 2011 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS

A 1 1 1

1 1 1 1 1

B

1

1 1 1

1

C

1 1 1 1

1 1

D

1 1

1 E

1

1

1

F

1 G

1

1 1

0.14 0.57 0.14 0.14 0.57 1.00 0.43 0.43 0.14 0.29 0.29

130

Th 2010 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII

A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

B

1

1

1

C 1

1 1 1

1

1

1

D

1

1

1

E

1 1 1

1

1 F

1

1

G

1

1

1

0.29 0.57 0.71 0.57 0.43 0.14 0.57 0.14 0.57 0.14 0.71

Th 2010 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA

A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

B

1 1

1 C

1 1 1

D E

1

F

1 G

1

1 1

0.14 0.57 0.43 0.43 0.14 0.14 0.29 0.14 0.14 0.29 0.43

131

Th 2010 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS

A 1 1 1

1 1

1 1

B 1 1

1

1

1

C

1 1

1

1 1

D

1 1

1 1

1 E

1

1

F

1 1 G

1

0.29 0.43 0.29 0.14 0.43 1.00 0.14 0.43 0.14 0.29 0.29

132

Lampiran 4

Hasil Perhitungan Pengungkapan CSR

Th 2010 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII

Environmental Performance Resource Reduction 1

1

1

1

Emission Reduction

1 1 1

1

1

Product Innovation

1

1 1

1

Social Performance Employment Quality

1 1 1

1

1 1 1

Health and Safety 1 1 1

1 1 1 1 1

1

Training and Development 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1

Diversity and Opportunity

1

1

1

Human Rights

1 Community 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1

Customer / Product Responsibility 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Governance Board Structure 1 1 1 1

1 1 1

Compensation Policy

1 1

1

Board Functions 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Shareholder Rights

1

1

1

Vision and Strategy

1 1

1

1

1

0.47 0.73 0.87 0.60 0.40 0.40 0.53 0.33 0.53 0.40 0.93

133

Th 2010 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA

Environmental Performance Resource Reduction 1 1 1 1 1

1

Emission Reduction

1 Product Innovation 1

1 1

1 1

1 1

Social Performance Employment Quality 1 1

1

1 1 1

Health and Safety 1 1 1 1

1

1 Training and Development

1 1

1 1 1 1 1 1 1

Diversity and Opportunity

1

1 Human Rights

1

Community

1 Customer / Product Responsibility

1 1 1 1

1

1 1 1

Governance Board Structure

1

1

1 Compensation Policy 1

1

1

Board Functions

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Shareholder Rights

1

1

Vision and Strategy

1 1

1 1 1 1 1 1 1

0.33 0.73 0.47 0.53 0.33 0.27 0.53 0.27 0.33 0.60 0.53

134

Th 2010 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS

Environmental Performance Resource Reduction

1

1

1 1 Emission Reduction

1

1 1 1 1

Product Innovation 1

1

1 1 1 1

Social Performance Employment Quality 1

1

1

Health and Safety

1

1 1 1 Training and Development 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Diversity and Opportunity

1 1

1 Human Rights

1

1

Community 1 1 Customer / Product Responsibility 1 1

1 1 1 1 1

1

Governance Board Structure 1 1 1 1 1 1

1 1

1

Compensation Policy

1 1 Board Functions 1

1

1

1 1 1 1

Shareholder Rights

1 1 1 Vision and Strategy

1

1 1 1

1 1 1

0.47 0.40 0.33 0.33 0.53 0.87 0.53 0.67 0.33 0.20 0.33

135

Th 2009 SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII

Environmental Performance Resource Reduction

1

1 1 1

1

Emission Reduction 1 1

1

1 1

1

Product Innovation

1

Social Performance Employment Quality

1 1 1

1 1

1

Health and Safety 1 1 1

1 1 1

1

Training and Development 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Diversity and Opportunity

1 Human Rights

1

Community

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Customer / Product Responsibility 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1

Governance Board Structure

1 1 1

1

1 1

Compensation Policy

1 1

1

1

1

Board Functions 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Shareholder Rights

1 1

1

1

Vision and Strategy

1 1 1 1

1

1

1

0.33 0.73 0.80 0.60 0.33 0.47 0.73 0.47 0.40 0.33 0.87

136

Th 2009 GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA

Environmental Performance Resource Reduction 1 1 1 1 1

Emission Reduction 1 1 Product Innovation 1

1 1

1 1

Social Performance Employment Quality 1 1

1

1

Health and Safety 1 1 1 1

1

1 1 Training and Development

1 1 1 1 1 1

1 1 1

Diversity and Opportunity

1 Human Rights

Community

1

1 Customer / Product Responsibility 1 1 1

1

1

Governance Board Structure 1 1

1

1

Compensation Policy

1

1

1

Board Functions 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Shareholder Rights 1 1

1

Vision and Strategy

1 1

1 1 1 1 1 1 1

0.60 0.80 0.47 0.47 0.33 0.27 0.27 0.20 0.33 0.40 0.53

137

Th 2009 BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS

Environmental Performance Resource Reduction

1

1

1 Emission Reduction

1 1 1 1

Product Innovation 1

1

1 1

Social Performance Employment Quality 1 1

1 1 1

Health and Safety 1 1

1 1 1 1 Training and Development 1 1

1 1 1 1 1 1 1

Diversity and Opportunity

1 1

1 Human Rights

1

Community

1 Customer / Product Responsibility 1 1

1 1 1 1 1

1

Governance Board Structure 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1

Compensation Policy

1 1 Board Functions

1 1

1 1 1 1 1 1

Shareholder Rights

1

1 Vision and Strategy 1 1

1 1 1

1 1 1 1

0.47 0.53 0.20 0.40 0.53 0.87 0.67 0.60 0.27 0.20 0.27

138

Lampiran 5

Data Hasil Olahan Untuk Regresi

No Nama

Perusahaan Tahun SE CD CE (t+1) CC (t+1)

1 SMCB 2011 0.285714286 0.466666667 0.082514409 0.978616533

2010 0.571428571 0.333333333 0.641651633 1.120011783

2 UNVR 2011 0.571428571 0.733333333 0.077651624 33.32018468

2010 0.857142857 0.733333333 0.86171113 32.39948909

3 HMSP 2011 0.714285714 0.866666667 0.075280199 75.74098617

2010 0.857142857 0.8 0.642906373 61.94041371

4 KLBF 2011 0.571428571 0.6 0.089596202 19.92494423

2010 0.428571429 0.6 0.532101902 9.507081608

5 BRPT 2011 0.428571429 0.4 0.085379132 0.283559461

2010 0.571428571 0.333333333 0.671251248 1.067059135

6 AMFG 2011 0.142857143 0.4 0.080105376 1.924217677

2010 0.142857143 0.466666667 0.581001461 -1.02502181

7 NIKL 2011 0.571428571 0.533333333 0.089396397 15.15895505

2010 0.571428571 0.733333333 0.535046463 37.43732361

8 FASW 2011 0.142857143 0.333333333 0.077090493 1.524262797

2010 0.142857143 0.466666667 0.189818276 0.872736966

9 MLBI 2011 0.571428571 0.533333333 0.066658434 31.18054853

2010 0.285714286 0.4 0.082672247 5.977391653

10 IMAS 2011 0.142857143 0.4 0.072232429 2.613732592

2010 0.142857143 0.333333333 0.144192763 0.352840375

11 ASII 2011 0.714285714 0.933333333 0.088882109 11.39920063

2010 0.571428571 0.866666667 0.775252431 10.43781281

12 GDYR 2011 0.142857143 0.333333333 0.074212164 0.650907515

2010 0.142857143 0.6 0.415099608 0.251707646

13 GGRM 2011 0.571428571 0.733333333 0.083965128 8.730930132

2010 0.428571429 0.8 0.474656977 7.054752304

14 INAF 2011 0.428571429 0.466666667 0.080425899 1.976353912

2010 0.428571429 0.466666667 0.369829417 1.549386963

15 KAEF 2011 0.428571429 0.533333333 0.081916711 3.124490422

2010 0.285714286 0.466666667 0.492172823 2.713017279

16 KBLM 2011 0.142857143 0.333333333 0.068624437 -0.3741341

2010 0.142857143 0.333333333 0.011752784 0.114468795

139

No Nama

Perusahaan Tahun SE (t-1) CD (t-1) CE CC

17 KBRI 2011 0.142857143 0.266666667 0.077953251 0.230681405

2010 0.142857143 0.266666667 0.099576031 1.224430965

18 RMBA 2011 0.285714286 0.533333333 0.084892807 3.805985832

2010 0.142857143 0.266666667 0.503139166 1.430667067

19 ULTJ 2011 0.142857143 0.266666667 0.082015725 0.423646503

2010 0.142857143 0.2 0.382625078 0.494101946

20 VOKS 2011 0.142857143 0.333333333 0.071060894 1.038601959

2010 0.142857143 0.333333333 0.129316551 0.079738582

21 APLI 2011 0.285714286 0.6 0.085162471 6.876723799

2010 0.285714286 0.4 0.306898286 0.329762477

22 BATA 2011 0.428571429 0.533333333 0.067089064 7.813886966

2010 0.428571429 0.533333333 0.025330333 7.572260747

23 BRNA 2011 0.285714286 0.466666667 0.079911758 2.576467343

2010 0.142857143 0.466666667 0.442086593 2.370406375

24 BTON 2011 0.428571429 0.4 0.07725414 2.640289309

2010 0.571428571 0.533333333 0.352640678 6.354480845

25 ERTX 2011 0.285714286 0.333333333 0.071116897 0.403834629

2010 0.142857143 0.2 0.281530363 5.401066972

26 ETWA 2011 0.142857143 0.333333333 0.08728254 0.723662381

2010 0.142857143 0.4 0.428995581 0.747888066

27 INTP 2011 0.428571429 0.533333333 0.094624364 5.393636127

2010 0.571428571 0.533333333 0.936676514 4.041961388

28 MERK 2011 1 0.866666667 0.065863249 56.81322078

2010 1 0.866666667 0.090582475 58.13426576

29 SMGR 2011 0.142857143 0.533333333 0.085037691 7.174153203

2010 0.428571429 0.666666667 0.619401134 18.90094388

30 TCID 2011 0.428571429 0.666666667 0.069689359 -7.04754054

2010 0.428571429 0.6 0.144713042 6.717946254

31 PBRX 2011 0.14 0.33 7.56% 1.411372469

2010 0.14 0.27 30.02% 0.299404255

32 TKIM 2011 0.29 0.20 8.41% 1.383329524

2010 0.29 0.20 40.68% 1.607080796

33 PRAS 2011 0.29 0.33 7.76% 0.768963711

2010 0.29 0.27 40.95% 0.94295859

Data-data yang merupakan outliers terdiri dari: IMAS, KBLM, dan BATA.

140

Lampiran 6

Kuesioner Ikatan Para Pemangku Kepentingan

Kuesioner Penelitian

Kepada YTH.

Manajer Umum

Perusahaan Terbuka di Indonesia

diajukan oleh

Wendy Tandiawan

Mahasiswa Program Pascasarjana

Universitas Tarumanagara

Jakarta

Jakarta

2012

141

Kepada Yth.

Manajer Umum/Sumber Daya Manusia

Perusahaan Terbuka di Indonesia

Saya adalah mahasiswa Program Magister Pascasarjana Universitas Tarumanagara yang sedang

melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tesis. Penelitian yang akan dilakukan adalah

untuk menganalisis hubungan pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan (corporate

social responsibility) terhadap akses pendanaan. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat

bagi dunia praktik karena dapat memberikan masukan tentang aktivitas tanggung jawab sosial

terhadap para pemangku kepentingan yang sebaiknya dilaksanakan oleh manajemen perusahaan

sebagai langkah perencanaan strategis sehingga akan dapat membantu mengurangi keterbatasan

dana.

Saya berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dengan mengisi daftar pertanyaan

berikut sesuai dengan kondisi yang Bapak/Ibu hadapi. Kuesioner telah disusun agar

memudahkan pengisian dan hanya membutuhkan waktu paling lama 8 menit. Jawaban yang

Bapak/Ibu berikan akan kami jaga kerahasiaannya dan semata-mata hanya untuk kepentingan

akademis. Data yang akan kami analisis bersifat agregat/menyeluruh, tidak mencerminkan data

individu perusahaan Bapak/Ibu.

Saya sangat menghargai waktu yang Bapak/Ibu luangkan untuk mengisi kuesioner ini.

Keberhasilan penelitian ini sangat bergantung pada partisipasi Bapak/Ibu dalam memberikan

jawaban. Atas perhatian dan dukungan yang diberikan saya ucapkan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya.

Hormat saya,

Wendy Tandiawan

Peneliti

142

DAFTAR PERTANYAAN

Mohon Bapak/Ibu menjawab pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda silang (X) pada

salah satu pilihan antara “Ya” atau “Tidak”. Skala tersebut menunjukan tingkat ikatan para

pemangku kepentingan perusahaan. Mohon dipilih yang paling sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya di perusahaan Bapak/Ibu. Pertanyaannya adalah sebagai berikut:

PERTANYAAN YA TIDAK

1. Apakah perusahaan anda ada

mendefinisikan/menerangkan tentang para pemangku

kepentingannya?

2. Apakah perusahaan anda mempunyai daftar para

pemangku kepentingannya?

3. Apakah perusahaan anda menyingkapkan adanya atribut-

atribut penting dari setiap kelompok para pemangku

kepentingan?

4. Apakah perusahaan anda dapat mengetahui dan

menyingkapkan ketika ada terdapat hubungan dengan

para pemangku kepentingannya?

5. Apakah perusahaan anda dapat membedakan antara para

pemangku kepentingan yang memegang peranan penting

dan tidak?

6. Apakah perusahaan anda memiliki cara untuk

mengidentifikasi dan menyeleksi para pemangku

kepentingannya?

7. Apakah para pemangku kepentingan di perusahaan anda

mempunyai keinginan untuk menjalin ikatan/hubungan

dengan perusahaan dan para pemangku kepentingan

lainnya?

8. Apakah dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan-

143

kegiatan penting perusahaan, banyak pemangku

kepentingan di perusahaan anda yang terlibat?

9. Apakah para pemangku kepentingan perusahaan anda

sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan perusahaan?

10. Apakah ada terdapat/terdengar hal-hal atau isu-isu yang

muncul akibat ikatan/hubungan antar para pemangku

kepentingan di perusahaan anda dengan perusahaan?

11. Apakah ada terdapat komentar, saran, atau pertanyaan

dari hasil ikatan para pemangku kepentingan di

perusahaan anda untuk kemajuan perusahaan?

12. Apakah komentar, saran dan pertanyaan dari hasil ikatan

para pemangku kepentingan di perusahaan anda

disampaikan dengan baik dan tepat?

13. Apakah ada yang pernah membuat kasus mengenai ikatan

para pemangku kepentingan dari perusahaan anda?

14. Apakah ada foto-foto atau gambar-gambar yang pernah

diambil dari kegiatan-kegiatan untuk mempererat para

pemangku kepentingan?

15. Apakah ada terdapat sertifikat yang menyatakan bahwa

perusahaan anda mempunyai ikatan para pemangku

kepentingan yang baik?

16. Apakah perusahaan anda mempunyai rencana ke depan

untuk mempererat ikatan dengan para pemangku

kepentingannya?

17. Apakah di perusahaan anda ada terdapat laporan atas

pencapaian target untuk memperat ikatan dengan para

pemangku kepentingan dari tahun-tahun sebelumnya?

18. Apakah perusahaan anda terbuka untuk saran-saran dari

para pemangku kepentingannya?

19. Apakah di perusahaan anda ada terdapat formulir khusus

untuk pemberian saran dari para pemangku

144

kepentingannya?

20. Apakah perusahaan anda menyediakan kontak-kontak

yang dapat dihubungi seperti: nomor handphone, email,

atau website?

21. Apakah perusahaan anda ada memberikan keterangan

atau penjelasan atas saran-saran yang pernah digunakan?

***Pertanyaan diajukan berdasarkan Stakeholder Engagement Index dari The Environment Council (TEC) yang berbasis di United Kingdom (UK).