BAB I PENDAHULUAN - batan.go.id · • Melaksanakan pengembangan metode QA/QC radioisotop; •...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - batan.go.id · • Melaksanakan pengembangan metode QA/QC radioisotop; •...
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -1-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Kondisi Umum
1.1.1. Dasar Hukum
Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) merupakan salah satu unit kerja
Eselon II di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sesuai dengan
Surat Keputusan Kepala BATAN No. 392/KA/XI/2005 tanggal 24 Nopember 2005
dan Peraturan Kepala BATAN Nomor 123/KA/VIII/2007 tanggal 21 Agustus
Tahun 2007. Sebagai suatu institusi, PRR yang berlokasi di Gedung 10-11
Kawasan Nuklir-BATAN, Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, berada
di bawah koordinasi Deputi Bidang Pendayagunaan Hasil Litbang dan
Pemasyarakatan Iptek Nuklir (PHLPN).
1.1.2. Tugas Pokok dan Fungsi
1.1.2.1. Tugas Pokok :
Sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN Nomor
123/KA/VIII/2007, tentang rincian tugas unit kerja di lingkungan
BATAN, Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) memiliki
tugas pokok melaksanakan pendayagunaan dan pengembangan
teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka.
1.1.2.2. Fungsi :
• Pelaksanaan pendayagunaan dan pengembangan teknologi
produksi radioisotop;
• Pelaksanaan pendayagunaan dan pengembangan teknologi
produksi radiofarmaka;
• Pelaksanaan pendayagunaan dan pengembangan,
pemanfaatan dan operasi siklotron;
• Pelaksanaan pengelolaan sarana penunjang, pelayanan
pendayagunaan radioisotop dan radiofarmaka, serta kendali
kualitas;
• Pelaksanaan pengendalian keselamatan kerja;
• Pelaksanaan urusan tata usaha.
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -2-
1.1.3. Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka
memiliki 1(satu) Bagian dan 5(lima) Bidang yang masing-masing
membawahi Subbag, Subbid dan Kelompok dengan uraian sebagai berikut:
1.1.3.1. Bagian Tata Usaha :
Kegiatan ketatausahaan Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka
dipusatkan di Bagian Tata Usaha dan Kepala Bagian Tata Usaha
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Pusat.
Tugas Bagian Tata Usaha (Peraturan Kepala BATAN Nomor
123/KA/VIII/2007) adalah memberikan pelayanan teknis
administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Pusat
Radioisotop dan Radiofarmaka;
1.1.3.1.1. Fungsi Bagian Tata Usaha yaitu:
• Pelaksanaan urusan persuratan, kepegawaian,
administrasi kegiatan ilmiah, dokumentasi dan
publikasi;
• Pelaksanaan urusan keuangan;
• Pelaksanaan urusan perlengkapan dan rumah tangga.
1.1.3.1.2. Bagian Tata Usaha terdiri dari:
• Subbag. Persuratan Kepeg. dan Dokumentasi Ilmiah
• Subbag. Keuangan
• Subbag. Perlengkapan
1.1.3.2. Tugas Bidang Radioisotop (Peraturan Kepala BATAN No.123/KA/
VIII/2007) adalah melaksanakan pendayagunaan dan pengem-
bangan teknologi produksi radioiostop.
1.1.3.2.1. Rincian tugas sebagai berikut:
• Melaksanakan pengembangan proses radioisotop
berbasis siklotron;
• Melaksanakan pengembangan proses radioisotop
berbasis reaktor;
• Melaksanakan pengembangan teknologi pungut ulang
radioisotop hasil belah;
• Melaksanakan pengembangan proses sumber
tertutup;
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -3-
• Melaksanakan pengembangan metode QA/QC
radioisotop;
• Melaksanakan pengoperasian hot cell dan fasilitas
laboratorium radioisotop.
1.1.3.2.2. Bidang radioisotop terdiri dari kumpulan tenaga
fungsional yang terbagi dalam beberapa kelompok
sesuai dengan Surat Keputusan No. 053/KA/II/2009
yaitu :
• Kelompok Pengembangan Teknologi Produksi
Radionuklida PET dan SPECT
• Kelompok Pengembangan Teknologi Perunut Molekuler
• Kelompok Pengembangan Teknologi Sumber
Radioterapi dan Brakiterapi
1.1.3.3. Tugas Bidang Radiofarmaka (Peraturan Kepala BATAN No.123/KA/
VIII/2007) adalah melaksanakan pendayagunaan dan pengem-
bangan teknologi produksi radiofarmaka.
1.1.3.3.1. Rincian tugas sebagai berikut:
• Melaksanakan pengembangan teknologi produksi
radiofarmaka berbasis ligand sederhana untuk
diagnosa dan terapi;
• Melaksanakan pengembangan teknologi produksi
radiofarmaka biomolekul untuk diagnosa dan terapi;
• Melaksanakan pengembangan teknologi produksi kit
Radioimmunoassay (RIA) dan Immunoradiometric
Assay (IRMA), serta mengembangkan aplikasi
radioligand binding assay (RBA)/ radioreceptor assay
dan scintillation proximity assay (SPA);
• Melaksanakan pengembangan uji farmakologi dan
metabolisme radiofarmaka secara in vivo;
• Melaksanakan pengembangan metode QA/QC
radiofarmaka;
• Melaksanakan pengoperasian fasilitas dan peralatan
untuk pengembangan teknologi produksi
radiofarmaka.
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -4-
1.1.3.3.2. Bidang Radiofarmaka terdiri dari kumpulan tenaga
fungsional yang terbagi dalam beberapa kelompok yaitu:
• Kelompok Sintesis dan Preparasi
• Kelompok Radioassay
• Kelompok Biodinamika Radiofarmaka
1.1.3.4. Tugas Bidang Siklotron (Peraturan Kepala BATAN No. 123/KA/
VIII/2007) adalah melaksanakan pendayagunaan dan pengem-
bangan, pemanfaatan dan operasi siklotron,
1.1.3.4.1. Rincian tugas sebagai berikut:
• Melaksanakan operasi dan perawatan siklotron;
• Melaksanakan pengembangan teknologi siklotron;
• Melaksanakan pengembangan aplikasi siklotron.
1.1.3.4.2. Bidang Siklotron terdiri dari kumpulan tenaga fungsional
yang terbagi dalam beberapa kelompok yaitu :
• Kelompok Operasi Siklotron
• Kelompok Teknologi Siklotron
• Kelompok Aplikasi Siklotron
1.1.3.5. Tugas Bidang Sarana Penunjang dan Proses (Peraturan Kepala
BATAN No.123/KA/VIII/2007) adalah melaksanakan pengelolaan
sarana penunjang, pelayanan pendayagunaan, radioisotop dan
radiofarmaka serta kendali kualitas.
1.1.3.5.1. Bidang Sarana Penunjang dan Proses mempunyai
fungsi antara lain:
• Pelaksanaan pengoperasian, perawatan, dan
perbaikan sarana penunjang;
• Pelaksanaan pelayanan pendayagunaan radioisotop
dan radiofarmaka, serta kendali kualitas.
1.1.3.5.2. Bidang Sarana Penunjang dan Proses terdiri dari:
• Subbid. Pengelolaan Sarana
• Subbid. Proses
1.1.3.6. Tugas Bidang Keselamatan (Peraturan Kepala BATAN
No.123/KA/VIII/ 2007) adalah melaksanakan pengendalian
keselamatan kerja.
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -5-
1.1.3.6.1. Fungsi Bidang Keselamatan antara lain :
• Pelaksanaan pengendalian daerah kerja terhadap
bahaya radiasi dan non radiasi, serta koordinasi
kedaruratan nuklir fasilitas;
• Pelaksanaan pengendalian paparan radiasi personel;
• Pelaksanaan pengelolaan limbah di fasilitas.
1.1.3.6.2. Bidang Keselamatan terdiri dari:
• Subbid. Pengendalian Daerah Kerja
• Subbid. Pengendalian Personel
• Subbid. Pengelolaan Limbah
Struktur Organisasi PRR (Sumber : SK 392/KA/XI/2005 dan SK 053/KA/II/2009)
Subbag.
PKDI
Kepala
PRR
Bagian
Tata Usaha
Subbag.
Keuangan
Subbag.
Perlengkapan
Bidang Radioisotop
Bidang Radiofarmaka
Bidang Siklotron
Bidang Keselamatan
Pok. Pengemb.Tek Prod.Radionuklida PET dan SPECT
Pok. Pengemb.Tek. Perunut Molekuler
Pok. Pengemb. Tek. Sumber Radioterapi
dan Brakiterapi
Kelompok.Sintesis
dan Preparasi
Kelompok
Radioassay
Kelompok Biodinamika
Radiofarmaka
Kelompok
Operasi Siklotron
Kelompok
Teknologi Siklotron
Kelompok
Aplikasi Siklotron
Subbid. Pengenda- lian Daerah Kerja
Subbid.Pengenda-
lian Personel
Subbid.Penge- lolaan Limbah
Bidang Sarana Penunjang dan
Proses
Subbid. Penge- lolaan Sarana
Subbid. Proses
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -6-
1.2. Potensi dan permasalahan
1.2.1 Stakeholder dan Perannya : Yang dimaksud stakeholder dalam hal ini adalah suatu institusi atau
lembaga yang berperan mendukung eksistensi, program kegiatan maupun
keberhasilan terlaksananya program kegiatan di PRR. Beberapa stakeholder
dan perannya ditunjukkan dalam tabel dibawah ini :
Tabel Stakeholder dan Perannya
No
Nama Stakeholder
Peran
1.
Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG) Serpong Tangerang
Penyediaan fasilitas dan pelayanan iradiasi target dengan neutron di RSG-GAS
2.
Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) Bandung
Penyediaan fasilitas dan pelayanan iradiasi target dengan neutron di reaktor Triga 2000
3.
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)
Pengguna radionuklida serta penyedia informasi aplikasi radioisotop atau teknik nuklir di bidang pertanian, peternakan, industri dan hidrologi
4.
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR)
Penyedia informasi dan pengguna teknologi nuklir/radiofarmaka di bidang kesehatan dan kalibrasi alat ukur radiasi.
5.
Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir (PKTN) dan Pusat Diseminasi Iptek Nuklir (PDIN)
Penghubung terhadap mitra yang berminat serta diseminasi manfaat radioisotop dan radiofarmaka hasil pengembangan.
6.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR)
Pengelolaan limbah radioaktif dan B3 serta pengendalian keselamatan kerja.
7.
Rumah Sakit/Instalasi Kedokteran Nuklir antara lain: a. RS. DR.Cipto Mangunkusumo b. RSPAD. Gatot Subroto c. RS. Pusat Pertamina d. RS. Kanker Dharmais e. RS. Jantung Harapan Kita f. RS. Gading Pluit g. RS. Dr. Hasan Sadikin h. RS. Dr. Sardjito i. RS. Dr. Kariadi j. RS. Dr. Sutomo k. RS. Dr. M.Djamil l. RS. Yarsis Solo
a. Pengguna radiofarmaka untuk
diagnosa dan terapi serta radioisotop sumber tertutup untuk radioterapi dan brakiterapi.
b. Sarana untuk melakukan “uji-klinis” terhadap radiofarmaka maupun radionuklida hasil pengembangan serta sebagai sumber informasi yang digunakan untuk penentuan kegiatan yang relevan.
8.
PT. Kimia Farma Tbk.
Mitra pendayagunaan hasil pengem-bangan teknologi produksi dan distribusi radioisotop dan radiofarmaka
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -7-
9.
Pusat / Biro / Pusdiklat dilingkungan Batan
Penyediaan pelayanan struktural sesuai tugas dan fungsi
10.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
Badan pengawas, perijinan dan inspeksi penggunaan tenaga nuklir.
11.
PT. Batan Teknologi (Persero)
Mitra pendayagunaan hasil pengem-bangan teknologi produksi dan distribusi radioisotop dan radiofarmaka
12.
Perguruan Tinggi Negeri/ LIPI/ BPPT
Pengguna senyawa bertanda sebagai molecular radiotracers untuk penelitian.
13.
PT. Tudung Putra Putri Jaya (Garuda Food)
Mitra dalam pengembangan dan pemanfaatan Kit Radioimunoasay
14.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Badan pengawas, perijinan dan inspeksi produksi dan pengembangan radio-farmaka sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
15.
BBPMSOH (Kementrian Pertanian)
Mitra pengembangan/pengujian cell line
1.2.2 Faktor Internal
Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap program kegiatan yang
dilaksanakan diantaranya, adalah sebagai berikut:
• Sesuai dengan tugas dan fungsinya, PRR dituntut harus memiliki
kemampuan teknis yang tinggi, terutama untuk mengembangkan
maupun mendayagunakan teknologi produksi radioisotop dan
radiofarmaka, baik untuk aplikasi medik (in-invo dan in-vitro) maupun
untuk aplikasi non medik. Namun SDM terampil untuk melaksanakan
tugas-tugas tersebut masih dalam jumlah terbatas, karena kebanyakan
SDM yang ada sudah terbiasa dengan pekerjaan rutin kegiatan
produksi. Disamping itu fasilitas yang tersedia untuk penelitian dan
pengembangan sangat terbatas.
• Namun demikian, dalam hal pengembangan produksi maupun aplikasi
radioisotop dan radiofarmaka baik untuk medik maupun non medik, staf
teknis PRR selalu mengikuti perkembangan terkini dan bahkan
melakukan kerjasama dengan institusi lain baik dalam negeri maupun
luar negeri, misalnya melalui kerja sama berkaitan dengan kontrak riset
IAEA (RCA), dan kerja sama dengan perusahaan swasta, seperti halnya
dalam pengembangan Generator 99Mo-99mTc berbasis PZC, yang telah
menghasilkan hak paten bersama dengan Institusi Luar Negeri (Batan –
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -8-
JAEA, Jepang), maupun memperkenalkan teknik screening berbasis
nuklir yang pertama di Indonesia dalam kontribusinya membantu
pengembangan herbal medicine atau obat bahan alam Indonesia,
terutama yang dilaksanakan perguruan tinggi, lembaga penelitian
pemerintah, dan industri.
• Kemampuan PRR dalam hal produksi radioisotop berbasis aktivasi
neutron sangat didukung dan difasilitasi dengan keberadaan reaktor
RSG-GAS di PPTN-Serpong dengan daya maksimum 30 MW.
Sedangkan kemampuan produksi radioisotop dengan aktivasi partikel
bermuatan didukung dengan adanya siklotron tipe CS-30 yang tersedia
di fasilitas Lantai I Gedung 11 PRR. Mengingat prospek radionuklida
PET dalam dunia kedokteran nuklir Indonesia sangat menjanjikan mulai
dasawarsa ini sampai jauh kedepan, maka fungsi dan kinerja siklotron
yang tersedia perlu ditingkatkan secara optimal dengan memperhatikan
maintenance dan ketersediaan suku cadang.
• Sampai dewasa ini PPR mempunyai kemampuan untuk melakukan
pelayanan penyediaan dalam bentuk:
a). senyawa bertanda sebagai radiotracer dalam industri, hidrologi,
pertanian, bioteknologi, dan penelitian;
b). radiofarmaka dalam bentuk kit maupun senyawa bertanda untuk
keperluan diagnosa dan terapi penyakit kanker, inflamasi dan
infeksi;
c). kit diagnostik secara in-vitro dalam bentuk kit RIA/IRMA; dan
d). kit assay untuk analisis makanan dan obat serta peternakan dalam
bentuk kit RIA/IRMA, dan pemberian jasa screening terhadap bahan
obat alam (natural product) dan potensi obat baru non-bahan alam
melalui teknik virtual screening (molecular docking) dan Radioligand
Binding Assay (RBA) / Scintillation Proximity Assay (SPA).
Sebagian pelayanan tersebut direncanakan masuk dalam pola
PNBP, yang kemungkinan kedepan dapat ditingkatkan menjadi pola
Badan Layanan Umum (BLU).
• Dengan tersedianya fasilitas laser welder PRR mempunyai kemampuan
untuk penyediaan seed I-125 dan kemampuan untuk dapat
menguasai teknologi sumber radioterapi dan brakiterapi untuk terapi
kanker.
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -9-
• PRR dewasa ini memiliki fasilitas sangat terbatas dan tidak memadai
dalam memfasilitasi banyaknya program kegiatan pengembangan
maupun banyaknya personel peneliti yang membutuhkan sarana
penelitian. Sarana yang tersedia hanya terbatas di Lantai I Gedung 11
yang sudah padat dengan adanya siklotron CS-30, ruang produksi
radioisotop terbatas untuk beberapa radioisotop fasilitas hot cell yang
minim, ruang produksi senyawa bertanda dikhawatirkan akan memiliki
peluang terjadinya cross-contamination bila dilakukan penyiapan
beberapa jenis senyawa bertanda sebagai molecular radiotracer untuk
keperluan industri, bioteknologi, dan riset; begitu pula keterbatasan yang
sama dijumpai untuk ruang penyediaan radiofarmaka diagnosa dan
terapi, kit radiofarmaka yang tidak radioaktif, dan kit diagnostik in-vitro
dalam bentuk kit RIA/IRMA, serta fasilitas untuk aplikasi RBA
(Radioligand Binding Assay) dan SPA (Scintillation Proximity Assay).
Karena itu secara bertahap perlu direncanakan dan dibangun
laboratorium dua lantai dalam satu gedung baru yang mampu
menampung pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.
1.2.3 Faktor Eksternal
• Perkembangan bidang kedokteran nuklir, onkologi radiasi dan radiologi
(radioterapi dan radiodiagnostik) dewasa ini maupun jauh kedepan
sangat ditentukan oleh pengembangan radioisotop, radiofarmaka,
maupun contrast agents (terutama untuk radiodiagnostik).
Bagaimanapun canggihnya perangkat yang digunakan di bidang-bidang
kedokteran tersebut, apabila radioisotop maupun radiofarmaka yang
selaras untuk keperluan tersebut tidak tersedia, dengan sendirinya
bidang-bidang tersebut tidak akan berfungsi atau pada akhirnya akan
terhenti.
• Secara umum, aplikasi radioisotop atau radiofarmaka dalam kedokteran
nuklir, onkologi radiasi dan radiologi dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu diagnosa dan terapi. Aplikasi tersebut tentunya cenderung
mengikuti paradigma kedokteran dewasa ini, yaitu kearah molecular
targeting, suatu konsentrasi spesifik dari diagnostic tracer maupun
therapeutic agent disebabkan interaksinya dengan spesi molekul.
Karena itu untuk radiofarmaka diagnosa cenderung diarahkan untuk
tujuan molecular imaging, suatu karakterisasi dan pengukuran in-vivo
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -10-
proses biologis pada tingkat sel dan molekul. Hal ini cukup berbeda
dengan imaging untuk diagnosa konvensional yang mengamati
keabnormalan molekul sebagai dasar adanya penyakit lain dari pada
mengamati atau mencitra efek dari perubahan-perubahan molekul
tersebut. Begitu juga masalah terapi yang dulu bersifat sistemik,
misalnya radioterapi dan kemoterapi, dewasa ini cenderung terarah
(targeted) hanya di organ atau jaringan berpenyakit saja dan disebut
sebagai targeted therapy.
• Molecular Imaging dalam kedokteran nuklir umumnya menggunakan
modalitas PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT (Single-
Photon Emission Computed Tomography) yang memerlukan
radiofarmaka yang mengandung molekul atau biomolekul yang dapat
berinteraksi spesifik dengan target (reseptor, antigen, enzyme,
transporter, reporter, dan seterusnya) dan radioisotop yang digunakan
adalah pemancar positron atau sinar-ɤ. Sedangkan modalitas MRI
(Magnetic Resonance Imaging) dalam bidang radiodiagnostics
memerlukan targeted MRI contrast agents yang pengembangannya
akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan teknik radiotracer
dari suatu radioisotop tertentu.
• Targeted therapy, terutama yang digunakan dalam bidang onkologi
radiasi, umumnya dalam bentuk radiofarmaka terapi yang mengandung
radionuklida pemancar partikel bermuatan, seperti partikel ß- atau ά dan
biomolekul yang mampu berinteraksi spesifik dengan target (antigen,
reseptor, dan enzim tertentu). Bila biomolekulnya antibodi yang spesifik
berinteraksi dengan antigen, tekniknya disebut Radioimmunotherapy
(RIT), sedangkan bila peptide yang spesifik berinteraksi dengan
reseptor, tekniknya disebut Radionuclidic Peptide Therapy. Karena itu
pengembangan radiofarmaka baik terapi maupun diagnosa di PRR akan
diarahkan selaras dengan jenis target yang karakteristik untuk setiap
jenis penyakit dari kelompok penyakit apakah kanker, infeksi, atau
inflamasi. Informasi mengenai identifikasi target tersebut diperoleh dari
hasil kegiatan penelitian litbang kesehatan dari institusi kesehatan
dalam negeri maupun luar negeri, baik pemerintah maupun swasta.
• Teknik terapi berdasarkan penggunaan sumber radiasi eksternal yang
terarah (targeted) adalah brachytherapy dimana sumber radiasi
didekatkan ke jaringan yang mengandung kanker atau ke komponen
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -11-
pengganggu dalam jaringan sehat, seperti dalam kasus endovascular
maupun intravascular brachytherapy. Perkembangan ilmu bahan,
baik polimer, komposit, maupun teknik elektrodeposisi sangat
berpengaruh dalam mengembangkan jenis brachytherapy, apakah
dalam bentuk seed, nanopartikel, maupun deposisi lapis tipis (thin-layer
deposition). Karena itu kerjasama dengan institusi yang
mengembangkan material terkait sangat diperlukan.
• Pengembangan radioassay secara in-vitro sangat tergantung dari
kebutuhan pemakai, baik dari kalangan rumah sakit, laboratorium klinis,
lembaga litbang, perguruan tinggi, maupun industri terutama dikaitkan
dengan keunggulan radioassay dari sudut kepekaan (sensitifitas),
kespesifikan, kesederhanaan, dan biaya uji yang murah. Penggunaan kit
radioimmunoassay (RIA) dan immunoradiometric assay (IRMA) masih
populer untuk rumah sakit maupun laboratorium klinis terutama untuk
tes dini secara in-vivo yang peka dan spesifik untuk beberapa jenis
penyakit kanker. Aplikasi kit tersebut sudah mulai dikembangkan untuk
bidang non-klinis, seperti dalam masalah pangan dan pengembangan
obat. Teknik radioassay lainnya, seperti RBA dan SPA selain digunakan
untuk pengkajian kelayakan dan potensi radiofarmaka, dibutuhkan pula
oleh beberapa perguruan tinggi dan beberapa lembaga litbang, seperti
LIPI dan BPPT, untuk skrining obat bahan alam.
• Paket teknologi produksi radioisotop dalam bentuk senyawa bertanda
dan radiofarmaka yang telah dikembangkan PRR tentunya dibutuhkan
oleh PT. Kimia Farma Tbk dan PT. Batan Teknologi (Persero) untuk
memperluas kegiatan produksi komersialnya dalam memenuhi
permintaan dalam negeri maupun luar negeri. Paket teknologi produksi
radiofarmaka dan juga paket teknologi produksi kit RIA/IRMA hasil
pengembangan PRR dapat pula diimplementasikan untuk tujuan
produksi komersial baik oleh rumah sakit yang memiliki sarana produksi
radiofarmaka PET dan industri farmasi dalam negeri maupun luar
negeri.
• Kerjasama antara BATAN dengan PT. Kimia Farma Tbk dapat memacu
berkembangnya pemanfaatan radioisotop dan radiofarmaka di
Indonesia, mengingat kinerja PT. Kimia Farma Tbk yang baik dalam hal
produksi maupun distribusi obat nasional.
RENCANA STRATEGIS PRR 2010 – 2014 -12-
• Regulasi yang berkaitan dengan radiasi, pembuatan obat dan alat
kesehatan dari Instansi terkait yaitu BAPETEN, BPOM dan
Kementerian Kesehatan terus berkembang dan semakin ketat sesuai
tuntutan konsumen sehingga harus diimbangi dengan ketersediaan
fasilitas dan sarana laboratorium radioisotop dan radiofarmaka yang
memenuhi persyaratan.