BAB I PENDAHULUAN - Bappeda Provinsi DKI Jakarta · Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - Bappeda Provinsi DKI Jakarta · Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman...
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 1 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN LKPJ-AMJ
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban - Akhir Masa Jabatan Kepala
Daerah yang selanjutnya disebut LKPJ-AMJ, penyusunannya dilakukan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kepada Masyarakat.
Adapun substansi LKPJ-AMJ merupakan merupakan ringkasan laporan
tahun-tahun sebelumnya ditambah dengan LKPJ sisa masa jabatan yang
belum dilaporkan, disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yakni Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 71 ayat (2) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Pasal 17 ayat (1) diamanatkan bahwa LKPJ-
AMJ disampaikan kepada DPRD paling lambat paling lambat 30 (tiga puluh)
hari setelah pemberitahuan DPRD perihal berakhir masa jabatan kepala daerah
yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyusun Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban – Akhir Masa Jabatan Gubernur Tahun 2013-
2017, yang selanjutnya akan disampaikan kepada DPRD Provinsi DKI Jakarta
untuk dibahas secara internal oleh DPRD. Hasil pembahasan tersebut
diharapkan dapat ditetapkan menjadi keputusan DPRD Provinsi DKI Jakarta,
yang dijadikan sebagai rekomendasi untuk dasar perbaikan penyelenggaraan
pemerintahan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
BAB I, hal 2 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Adapun ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dalam penyusunan
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 adalah sebagai
berikut :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal
13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah
14. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada masyarakat
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 3 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan
17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah
18. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 yang selanjutnya
diubah lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksaaan Rencana
Pembangunan Daerah
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan
BAB I, hal 4 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah
25. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007, tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah
26. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
27. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perencanaan
Pembangunan dan Penganggaran Terpadu
28. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030
29. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Tahun 2005 - 2025
30. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013;
31. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Tahun 2013 – 2017
32. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013;
33. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;
34. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
35. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2014 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;
36. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016
37. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016
38. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta
39. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 5 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
40. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 54 Tahun 2012 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2013.
41. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 45 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 54
Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun
2013.
42. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2013 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014;
43. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 79 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 47
Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun
2014
44. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 84 Tahun 2014 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015
45. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 220 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
46. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 160 Tahun 2015 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2015
47. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 181 Tahun 2015 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2016;
48. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nonor 84 Tahun 2014 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015
49. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 229 Tahun 2015 tentang
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2015
50. Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Daerah Tahun 2017
51. Peraturan Gubernur Nomor 153 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Nomor 181 Tahun 2015 Tentang Rencana Kerja
Pemerintah Daerah Tahun 2016
52. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 253 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAB I, hal 6 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
53. Peraturan Gubernur Nomor 99 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2016 Tentang Rencana Kerja
Pemerintah Daerah Tahun 2017
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007, sistematika
LKPJ-AMJ Gubernur Tahun 2013-2017 adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
BAB II Kebijakan Pemerintahan Daerah
BAB III Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
BAB IV Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
BAB V Penyelenggaraan Tugas Pembantuan dan Dekonsentrasi
BAB VI Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan
BAB VII Penutup
B. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PROVINSI DKI JAKARTA
1. SEJARAH KOTA JAKARTA
Sejarah Kota Jakarta diawali dengan berdirinya Kerajaan Padjadjaran
yang terletak di daerah Jawa Barat tepatnya di dekat sekitar Kota Bogor,
yang diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Di sebelah utara Kerajaan ini
berbatasan dengan Muara Kali Ciliwung yang menjadi letak sebuah bandar
bernama Sunda Kelapa yang pada waktu itu berfungsi sebagai kota
perdagangan. Sebagian besar perdagangan di Semenanjung Malaka pada
masa itu dikuasai oleh Bangsa Portugis, yang selalu berusaha
mengembangkan kegiatannya di Asia Tenggara.
Utusan Portugis tiba di Sunda Kelapa pada tahun 1522 dengan maksud
untuk mengadakan persahabatan dengan Raja Padjadjaran. Raja
Padjadjaran menyambut baik maksud perutusan Portugis karena
mengharapkan bantuan apabila ada bahaya dari kerajaan-kerajaan lain
yang sedang berkembang di Jawa bagian timur pada waktu itu, sehingga
Kerajaan Padjadjaran memberikan persetujuan kepada Portugis untuk
mendirikan benteng pertahanan.
Kemunculan tentara Portugis untuk merealisasi pembangunan benteng
menimbulkan perang terbuka dengan tentara Islam Demak yang cukup
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 7 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
dikenal dengan kekuatan Islamnya, dan sedang mengadakan perluasan
kekuasaan dan penyebaran pengaruhnya ke sebelah barat. Kerajaan
Demak ini merupakan musuh Kerajaan Padjadjaran. Meskipun telah
bekerjasama dengan Kerajaan Padjadjaran pada akhirnya pihak Portugis
dikalahkan oleh Falatehan, seorang guru agama terkenal dari Kerajaan
Demak, yang dapat merebut Banten dan Sunda Kelapa dari tangan
Padjadjaran
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Falatehan yang kemudian lebih
dikenal dengan nama Fatahillah, segera menunjuk pembantunya untuk
memerintah kota dan mengganti nama Bandar Sunda Kelapa dengan
Fathan Mubina atau Jayakarta, yang berarti “Kemenangan Akhir” pada
tanggal 22 Juni 1527. Selanjutnya tanggal tersebut dinyatakan sebagai
tanggal dikuasainya Jayakarta oleh Falatehan yang pada akhirnya
Jayakarta disingkat menjadi “Jakarta “.
Selanjutnya untuk pertama kalinya pada tahun 1596 Bandar Jakarta
didatangi oleh 4 (empat) buah kapal Belanda, yang akan memulai
melakukan perdagangan dengan Bangsa Indonesia. Pada saat itu,
Jayakarta merupakan kota pelabuhan yang menarik banyak pendatang
asing dari Eropa, Cina dan Arab terutama pedagang dari negeri Belanda
(VOC), yang menetap di Jayakarta. Namun, maksud Belanda ini mendapat
hambatan dari Hasanuddin, putra Fatahillah selaku raja Kerajaan Islam
Banten yang terletak di sebelah barat Bandar Jakarta.
Pihak Belanda pada tanggal 20 Maret 1602 berhasil secara paksa
mendirikan sebuah Benteng di sekitar Teluk Jakarta yang diberi nama
'Batavia'. Benteng tersebut didirikan oleh Van Raay dan menjadi pusat
persekutuan dagang VOC untuk wilayah Hindia bagian timur. Sejak saat itu
Belanda memulai penjajahannya di seluruh Kepulauan Nusantara yang
berjalan selama kurang lebih 350 tahun. VOC mendapat izin untuk
membangun kompleks perkantoran, gudang, dan tempat tinggal orang
Belanda yang berlokasi di dekat muara tepi bagian timur Sungai Ciliwung
pada tahun 1611. Di lokasi ini dibangun pula benteng sebagai pusat
perdagangan VOC. Kemudian nama Jayakarta diubah menjadi Batavia.
BAB I, hal 8 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Nama “Batavia” hanya dikenal di dunia internasional, sedangkan penduduk
aslinya mengenalnya dengan nama Betawi.
Selanjutnya Pemerintah Belanda membentuk Stad Batavia dan VOC
pada tanggal 4 Maret 1621 diberi kewenangan oleh Pemerintah Belanda
untuk melaksanakan pemerintahan Stad Batavia tersebut. Pada tahun 1799
Pemerintah Belanda membubarkan VOC karena alasan merugi serta
mengambil alih kembali pemerintahan daerah yang selama itu dikuasai
VOC. Sejak saat itu Pemerintah Belanda menjadikan daerah-daerah bekas
VOC sebagai daerah otonomi yang dinamakan Hindia Belanda dibawah
pimpinan seorang Gubernur Jenderal.
Pada tanggal 1 April 1905 Stad Batavia berubah dan berkembang
menjadi Gemeente Batavia dan diberikan kewenangan untuk mengatur
keuangannya sendiri sebagai bagian dari Pemerintah Hindia Belanda.
Gemeente Batavia merupakan Pemerintah Daerah yang pertama kali
dibentuk di Hindia Belanda. Luas wilayah Gemeente Batavia kurang lebih
125 km², tidak termasuk pulau-pulau di Teluk Jakarta (Kepulauan Seribu).
Stad Batavia secara teritorial terbagi atas 5 (lima) wilayah karesidenan
yang lebih kecil, yang disebut “afdeling” (kabupaten/kota), yaitu (1) Afdeling
Batavia (kota dan pinggiran kota Batavia), (2) Afdeling Meester Cornelis
(sekarang Jatinegara), (3) Afdeling Tanggerang (4) Afdeling Buitenzorg
(Bogor) dan (5) Afdeling Karawang.
Pada tahun 1908 wilayah Afdeling Batavia dibagi menjadi 2 distrik,
yakni Distrik Batavia dan Weltevreden yang dibagi lagi menjadi 6 sub distrik
(Onderdistrik). Distrik Batavia terdiri dari Sub Distrik Mangga Besar,
Penjaringan dan Tanjung Priuk sedangkan Distrik Weltevreden terdiri dari
Sub Distrik Gambir, Senen, dan Tanah Abang.
Selanjutnya pada tahun 1922 diterbitkan Undang-Undang (UU) tentang
Pembaharuan Pemerintahan, diikuti dengan terbitnya UU Propinsi, UU
Kabupaten (Regentschap, 1924) dan UU Kota (Stadsgemeente, 1926).
Kemudian “Gemeente Batavia” ditetapkan menjadi Pemerintahan Kota
(Stadsgemeente Batavia).
Pada tahun 1926, UU Pemerintahan Kota (Stadsgemeente)
menetapkan sistem pemerintahan kota (Stadsgemeente) yang terdiri dari:
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 9 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
(1) DPRD (Raad); (2) DPD (College van Burgemeester en Wethouders) dan
(3) Walikota (Burgemeester).
Ketika Kota Batavia jatuh ke tangan balatentara Jepang pada tanggal 5
Maret 1942 dan tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda
menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pemerintah Jepang mengeluarkan
UU Nomor 42 Tahun 1942 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah
yang mengatur bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi satuan-satuan daerah
yang disebut pemerintahan karesidenan (Syuu). Karesidenan (Syuu) dibagi
lagi menjadi beberapa kabupaten (Ken) dan kota (Shi).
Jika pada awalnya Stadsgemeente hanya merupakan badan yang
mengurus rumah tangganya saja tanpa melaksanakan urusan
kepamongprajaan, maka menurut UU Tata Pemerintahan Daerah pada
masa Pemerintahan Jepang, “Shi” (Stadsgemeente) mengerjakan semua
urusan pemerintahan, termasuk kepamongprajaan dalam lingkup
wilayahnya. Urusan pemerintahan (pamongpraja) di dalam
‘Stadsgemeente’ yang sebelumnya diurus oleh Regent (Bupati), Wedana,
Asisten-Wedana, Kepala Kampung atau Wijkmeester, sekarang diurus dan
merupakan kewenangan “Shichoo” (Walikota). Mereka itu mejadi pegawai
Shi dan menjalankan urusan pemerintahan Shi dibawah pemerintahan dan
pimpinan “Shichoo”.
Selanjutnya menurut undang-undang tersebut, “Gunseikan” (Kepala
Pemerintahan Militer Jepang) dapat membentuk pemerintahan kota khusus
(Tokubetsu Shi). Beda pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi) dengan
pemerintahan kota (Shi) adalah bahwa pemerintahan kota khusus
(Tokubetsu Shi) tidak dibawah karesidenan (Syuu), melainkan langsung
dibawah Pemerintahan Militer Jepang (Gunseikan). Jakarta merupakan
pemerintahan kota khusus (Jakarta Tokubetsu Shi) yang dipimpin oleh
walikota khusus (Tokubetsu Shi), yang berarti kedudukan Jakarta
meningkat dari kota (Shi) menjadi kota khusus (Tokubetsu Shi). Walikota
Khusus Jakarta (Tokubetsu Shichoo) dibantu oleh beberapa pegawai tinggi
(Zyoyaku). Walikota dan pegawai tinggi diangkat oleh Pemerintahan Militer
Jepang (Gunseikan).
BAB I, hal 10 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Selama pemerintahan militer Jepang, Jakarta adalah satu-satunya
pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi) di Indonesia. Tsukamoto
menjadi Walikota pertama Kota Khusus Jakarta dan yang terakhir adalah
Hasegawa. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950,
setelah kemerdekaan kedudukan kota Djakarta ditetapkan sebagai daerah
Swatantra yang disebut “Kotapradja Djakarta Raya” dengan Walikotanya
adalah Soewirjo (1945-1951), Sjamsuridjal (1951-1953), dan Sudiro (1953-
1960).
Selanjutnya Kota Djakarta ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I
dengan Kepala Daerah yang berpangkat Gubernur pada tanggal 15 Januari
1960. Pada periode Gubernur Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964) terbit
UU Nomor 2 Tahun 1961 tentang pembentukan “Pemerintahan Daerah
Chusus Ibukota Djakarta Raya”. Sejak itu disebut Pemerintah DCI Djakarta
Raya. Pada periode Gubernur Henk Ngantung (1964-1966) terbit UU
Nomor 10 Tahun 1964 tentang Djakarta sebagai Ibukota Republik
Indonesia dengan nama “Djakarta”. Sejak itu Pemerintah DCI Djakarta
Raya berubah menjadi Pemerintah DCI Djakarta.
Pemerintah DCI Djakarta berubah menjadi Pemerintah Daerah DKI
Djakarta pada periode Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Adapun gubernur
selanjutnya berturut-turut yaitu Tjokropranolo (1977-1982), R. Soeprapto
(1982-1987), Wiyogo Atmodarminto (1987-1992), Soerjadi Soedirdja (1992-
1997), Sutiyoso (1997-2007), Fauzi Bowo (2007-2012), Joko Widodo
(2012-2014), Basuki Tjahaja Purnama (2014-2017) dan Djarot Saiful
Hidayat (2017).
Pada periode Gubernur Wiyogo Atmodarminto terbit Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus
Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak saat itu sebutan
Pemerintah Daerah DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta sampai dengan periode Gubernur Surjadi Soedirdja (1992 – 1997).
Pada periode Gubernur Sutiyoso (1997-2007) terbit Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Pada akhir masa jabatan
Gubernur Sutiyoso terbit Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 11 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak saat itu sebutan Pemerintah
Propinsi DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Selanjutnya pada periode Gubernur Fauzi Bowo (2007-2012),
implementasi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan pembentukan Deputi selaku
pejabat yang membantu Gubernur dalam menyelenggarakan Pemerintahan
Daerah Provinsi DKI Jakarta yang karena kedudukannya sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
uraikan?
2. DASAR HUKUM PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA
Peraturan perundangan sebagai dasar hukum yang melandasi
penyelenggaraan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai
berikut:
a. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
d. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta.
BAB I, hal 12 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
C. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA
1. KONDISI GEOGRAFIS
Informasi mengenai kondisi geografis Provinsi DKI Jakarta disajikan
berupa batas administrasi daerah dan luas wilayah, iklim, dan geologi
sebagai berikut :
a. Batas Administrasi Daerah dan Luas Wilayah
DKI Jakarta merupakan dataran rendah yang terletak pada posisi
5o 19’ 12” Lintang Selatan - 6o 23’ 54” Lintang Selatan dan 106o 22’ 42”
Bujur Timur - 106o 58’ 18” Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata + 7
meter di atas permukaan laut. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007 tentang Penataan,
Penetapan dan Luas Wilayah Kelurahan di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, secara geografis luas wilayah DKI Jakarta adalah
sebesar 7.660 km², dengan luas daratan sebesar 662 km² (termasuk
110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu) dan luas lautan sebesar
6.998 km².
Adapun Peta Pembagian Wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada
Gambar I.1 di bawah ini.
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 13 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Batas sebelah utara Jakarta terbentang pantai sepanjang ±32 km
yang menjadi tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2 flood way.
Sebagian besar karakteristik wilayahnya berada di bawah permukaan
air laut pasang, mengakibatkan rawan genangan, baik karena curah
hujan maupun karena semakin tingginya air laut pasang (rob). Sebelah
Barat Jakarta berbatasan dengan Provinsi Banten, dan di sebelah
Selatan dan Timur Jakarta berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa
Barat.
Adapun Peta Aliran Sungai, Kanal dan Flood Way yang melalui
Wilayah DKI Jakarta, dapat dilihat pada Gambar I.2 berikut.
Sumber : Perda No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030
Gambar I.1
Peta Pembagian Wilayah DKI Jakarta
BAB I, hal 14 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta selain
mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, mengacu pula pada Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi DKI Jakarta merupakan pemerintahan daerah yang diberi
status khusus, yang didukung dengan perangkat kekhususan antara
lain berupa status otonomi tunggal di tingkat provinsi serta adanya
empat orang Deputi Gubernur setingkat eselon I.
Pada tahun 2001, berdasarkan struktur wilayah administrasi,
Jakarta mengalami pemekaran wilayah yakni dari 5 kotamadya menjadi
1 kabupaten administrasi dan 5 kota administrasi. Secara paralel
jumlah wilayah administrasi dibawahnya juga mengalami penambahan,
yang semula 43 kecamatan menjadi 44 kecamatan, dan dari 265
kelurahan menjadi 267 kelurahan.
Sumber : RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017
Gambar I.2
Peta Tematik Tiga Belas Sungai di Provinsi DKI Jakarta
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 15 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Untuk memudahkan koordinasi pelayanan pemerintah terhadap
masyarakat, struktur administrasi wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi
Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Pada awal RPJMD,
diseluruh DKI Jakarta terdapat 2.707 RW dan 30.300 RT dan terus
dimekarkan hingga menjadi 2.728 RW dan 30.337 RT pada tahun
2016.
b. Iklim
Di wilayah Indonesia pada umumnya dikenal dua musim yaitu
musim kemarau dan musim hujan. Wilayah Jakarta memiliki iklim tropis
dengan karakteristik musim penghujan rata-rata pada Bulan November-
April dan musim kemarau pada Bulan Mei-Oktober. Selama tahun
2013-2016, rata-rata curah hujan Jakarta sebesar 184,11 mm2 dengan
rata-rata banyak hari hujan sebanyak 12,63 hari. Rata-rata curah hujan
tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 242,33 mm2 dan rata-rata
banyak hari hujan terjadi pada tahun 2014 sebanyak 15,5 hari.
Secara rinci data curah hujan dan hari hujan selama tahun 2013-
2016 di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel I.2 berikut.
Kecamatan Kelurahan RW RT
1 2013 662 44 267 2.707 30.300
2 2014 662 44 267 2.720 30.442
3 2015 662 44 267 2.726 30.535
4 2016 662 44 267 2.728 30.337
Sumber : Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta
Tabel I.1
Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kabupaten/Kota Administrasi
TahunJumlah
NoLuas Area
(km²)
BAB I, hal 16 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Selama tahun 2013-2016, rata-rata suhu udara di Jakarta sebesar
28,55 ºC dengan rata-rata suhu maksimum dan minimum sebesar
35,23 ºC dan 22,68 ºC. Tahun 2015 merupakan tahun dengan suhu
udara terpanas dengan rata-rata suhu sebesar 29,33 ºC.
Suhu maksimum, minimum dan rata-rata di berbagai lokasi di
Jakarta dapat dilihat pada grafik I.1 berikut.
No BulanCurah Hujan
(mm2)
Banyaknya Hari Hujan
(hari)
2013 Rata-Rata 130,87 11,60
Jan (Max) 275,10 24,50
Agustus (Min) 2,40 1,00
2014 Rata-Rata 210,68 15,50
Jan (Max) 621,90 23,00
September (Min) 49,50 5,00
2015 Rata-Rata 242,33 13,08
Jan (Max) 1075,00 26,00
September (Min) 0,00 1,00
2016 Rata-Rata 152,58 10,33
Jan (Max) 23,00
Feb (Max) 639,00
Juli (Min) 1,00 1,00
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Tabel I.2
Curah Hujan dan Hari Hujan di Jakarta
Indikator 2013 2014 2015 2016
Maksimum 32,68 35,60 36,63 36,00
Minimum 24,90 21,85 22,03 21,93
Rata-rata 28,79 27,98 29,33 28,13
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.1
Suhu Maksimum, Suhu Minimum dan Suhu Rata-Rata di DKI Jakarta
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
2013 2014 2015 2016
Maksimum Minimum Rata-rata
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 17 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
c. Geologi
Dari profil potongan melintang selatan-utara Jakarta menunjukkan
adanya endapan vulkanik kuarter yang terdiri dari Formasi Citalang,
Formasi Kaliwangu, dan Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki
kedalaman hingga kira-kira 80 m dengan bagian atasnya merupakan
batu lempung yang didominasi oleh batu pasir pada bagian bawahnya
dan pada beberapa tempat terdapat breksi/konglomerat, terutama di
sekitar Blok M dan Dukuh Atas.
Dapat dilihat bahwa formasi Kaliwangu memiliki kedalaman sangat
bervariasi dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 m.
Sedangkan Formasi Parigi di sekitar Babakan mendesak ke atas
hingga kedalaman 80 m. Formasi ini didominasi oleh batu lempung
diselang-selingi oleh batu pasir.
Sumber : Naskah Akademis RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030
Gambar I.3
Potongan Melintang Selatan-Utara
BAB I, hal 18 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Dapat diketahui bahwa pada seluruh daerah strukturnya terdiri dari
endapan pleistocene terdapat ± 50 m di bawah permukaan tanah. Di
bawah bagian utara, permukaan keras baru terdapat pada kedalaman
10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal pada
kedalaman 8-15 m. Pada bagian kota tertentu, lapisan permukaan
tanah yang keras terdapat pada kedalaman 40 m.
Sementara itu, di bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang
dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km.
Di bawah terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak
pada permukaan tanah karena timbunan seluruhnya oleh endapan
alluvium.
Sumber : Naskah Akademis RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030
Gambar I.4
Peta Geologi Teknik Kawasan Jabodetabekpunjur
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 19 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa wilayah Jakarta memiliki
lithologi sebagai berikut :
1) Pasir lempungan dan lempung pasiran, merupakan endapan
aluvial sungai dan pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah
terdiri dari lanau lempungan, lanau pasiran dan lempung pasiran.
Semakin ke arah utara mendekati pantai berupa lanau pasiran
dengan sisipan lempung organik dan pecahan cangkang kerang,
tebal endapan antara perselang-seling lapisannya berkisar antara
3-12 m dengan ketebalan secara keseluruhan diperkirankan
mencapai 300 m.
2) Satuan Pasir Lempungan, merupakan endapan pematang pantai
berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari perselang-
selangan lanau pasiran dan pasir lempungan. Tebal endapan
antara 4,5-13 m.
3) Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan
endapan limpah banjir sungai. Satuan ini tersusun berselang-
selang antara lempung pasiran dan pasir lempungan.
4) Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran, merupakan endapan kipas
aluvial vulkanik (tanah tufa dan konglomerat), berangsur-angsur
dari atas ke bawah terdiri dari lempung lanauan dan lanau pasiran
dengan tebal lapisan antara 3-13,5 m.
Dengan kondisi geografis seperti itu disadari bahwa, Jakarta
termasuk wilayah rawan banjir. Dalam siklus 5-6 tahunan, Jakarta
memiliki potensi banjir cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada kejadian
banjir pada tahun 2002 dan 2007. Siklus lima tahunan berikutnya masih
terjadi yakni pada tahun 2013 dan 2014 namun dengan jumlah
pengungsi dan lama genangan yang semakin berkurang, sebagaimana
tabel I.3 berikut.
BAB I, hal 20 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Mengingat Jakarta merupakan kota yang terbentuk secara alami,
maka diprioritaskan pembangunan dan pemeliharaan yang memadai
terhadap sistem tata air/ drainase kota, sehingga dapat meminimalisir
terjadinya bencana banjir.
No Tahun Jumlah KejadianJumlah Pengungsi
(orang)
1 1994 0 -
2 1996 0 -
3 2002 1 154.270
4 2003 10 13.936
5 2004 10 26.682
6 2005 4 14.233
7 2006 3 1.308
8 2007 3 522.569
9 2008 21 79.169
10 2009 9 4.403
11 2010 12 1.319
12 2011 8 131
13 2012 8 5.024
14 2013 25 86.651
15 2014 18 95.997
16 2015 3 1.762
17 2016 37 3.587
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2017
Tabel I.3
Jumlah Kejadian dan Pengungsi Banjir di Jakarta
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 21 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Sumber : Perda No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030
Gambar I.5
Peta Kemiringan Lereng Jabodetabek
BAB I, hal 22 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
2. KONDISI DEMOGRAFIS
Selama tahun 2013-2016 jumlah penduduk Jakarta terus meningkat
dari 9,9 juta jiwa pada tahun 2013 menjadi 10,2 juta jiwa pada tahun 2016.
Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan penduduk Jakarta berkisar 0,98 %
hingga 1,09 % per tahunnya. Dengan pertumbuhan penduduk Jakarta yang
sebesar itu, Jakarta dihadapkan dengan permasalahan tingkat kepadatan
penduduk yang selalu meningkat setiap tahunnya dari 15.050 jiwa/km2
pada tahun 2013 menjadi 15.520 jiwa/km2 pada tahun 2016.
No Uraian Satuan SP2010 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Jiwa 9.607.787 9.969.900 10.075.300 10.177.924 10.277.628
2 Laki – Laki Jiwa 4.870.938 5.023.400 5.069.900 5.115.357 5.159.683
3 Perempuan Jiwa 4.736.849 4.946.500 5.005.400 5.062.567 5.117.945
4 Pertumbuhan % 1,42 1,09 1,06 1,09 0,98
5 Densitas Jiwa/Km2 14,47 15,05 15,23 15,37 15,52
6 Sex Ratio % 103,00 101,60 101,70 101,04 100,82
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Tabel I.4
Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2016
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2017
Grafik I.2
Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013
600000 400000 200000 0 200000 400000 600000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
KELO
MPO
K U
MU
R (
TAH
UN
)
Laki-laki Perempuan
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.3
Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014
600000 400000 200000 0 200000 400000 600000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
KELO
MPO
K U
MU
R (
TAH
UN
)
Laki-laki Perempuan
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015
Grafik I.4
600000 400000 200000 0 200000 400000 600000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
KELO
MPO
K U
MU
R (
TAH
UN
)
Laki-laki Perempuan
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 23 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Dari piramida penduduk di atas dapat dilihat bahwa komposisi
penduduk DKI Jakarta, didominasi oleh penduduk usia produktif yakni usia
15-64 tahun sebesar 7.324.391 jiwa atau sebesar 71,27 persen.
Persentase penduduk yang belum produktif yakni usia 0-14 tahun sebesar
2.553.935 jiwa atau 24,85 persen, sedangkan penduduk yang tidak
produktif lagi/ melewati masa pensiun berjumlah 399.302 atau 3,89 persen.
Dengan demikian dependency ratio (DR) pada tahun 2016 sebesar 28,73
persen yang berarti dari 100 penduduk usia produktif DKI Jakarta akan
menanggung secara ekonomi sebesar 28,73 penduduk usia tidak produktif.
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.5
Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016
600000 400000 200000 0 200000 400000 600000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-75
75+
KELO
MPO
K U
MU
R (
TAH
UN
)
Laki-laki Perempuan
BAB I, hal 24 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
3. KONDISI EKONOMI
a. Potensi Unggulan Daerah
1) Ekspor Melalui DKI Jakarta
Nilai ekspor melalui DKI Jakarta sepanjang tahun 2013-2016
mencapai 183.585,90 juta US $. Dengan nilai ekspor tertinggi
terjadi pada tahun 2014 sebesar 48.079,48 juta US$ dan terendah
terjadi pada tahun 2015 sebesar 42.072,84 juta US$.
2) Ekspor Produk DKI Jakarta
Nilai ekspor produk-produk DKI Jakarta sepanjang tahun 2013-
2016 mencapai 44.272,44 juta US$. Dengan nilai ekspor tertinggi
terjadi pada tahun 2014 sebesar 11.546,19 juta US$ dan nilai
ekspor terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 10.317,96 juta
US$. Ekspor ini mempunyai pengaruh langsung terhadap
perekonomian Jakarta karena dihasilkan oleh unit usaha yang
berdomisili di wilayah DKI Jakarta.
Uraian 2013 2014 2015 2016
Ekspor Produk DKI Jakarta 11.375,24 11.546,19 10.317,96 11.033,05
Ekspor Melalui DKI Jakarta 47.401,88 48.079,48 42.072,84 46.031,70
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.6
Nilai Ekspor Melalui DKI Jakarta dan Ekspor Produk DKI Jakarta
-
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
45.000,00
50.000,00
2013 2014 2015 2016
Ekspor Produk DKI Jakarta Ekspor Melalui DKI Jakarta
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 25 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Berdasarkan negara tujuan, selama tahun 2013-2016 produk
DKI Jakarta paling banyak diekspor ke negara Singapura sebesar
5.805,99 juta US$, diikuti Amerika Serikat dan Filipina sebesar
4.184,10 juta US$ dan 4.052,82 juta US$.
Adapun ekspor produk-produk DKI Jakarta berdasarkan negara
tujuan dapat dilihat pada Tabel 1.5
Sedangkan berdasarkan golongan barang, selama tahun 2013-
2016 DKI Jakarta paling banyak mengekspor komoditas Kendaraan
dan bagiannya sebesar 11.863,83 juta US$, diikuti
Perhiasan/Permata sebesar 6.532,82 juta US$ dan Mesin-mesin/
Pesawat Mekanik sebesar 3.521,31 juta US$. Adapun ekspor
produk-produk DKI Jakarta berdasarkan golongan barang dapat
dilihat pada Tabel I.6 berikut.
2013 2014 2015 2016
ASEAN 3.985,59 3.959,64 4.498,54 5.117,02
1 Philippines 727,95 953,22 900,78 1.470,87
2 Singapore 1.298,09 1.139,26 1.726,22 1.642,42
3 Thailand 845,39 666,91 695,68 772,41
4 Malaysia 666,39 710,30 654,65 641,41
5 Vietnam 349,07 360,69 413,65 486,53
Asean Lainnya 98,70 129,26 107,56 103,38
ASIA 4.095,07 4.457,19 4.170,97 3.166,67
6 Hongkong 743,61 826,66 404,78 506,84
7 Saudi Arabia 697,82 838,56 949,18 422,49
8 Tiongkok 694,24 585,11 580,68 654,49
9 Japan 579,93 551,77 469,50 448,13
10 United Arab Emirates 382,64 464,20 213,48
Asia Lainnya 996,83 1.190,89 1.766,83 921,24
Australia dan Oceania - - 310,29 298,33
11 Australia 254,23 232,82
Australia dan Oceania lainnya 56,06 65,51
Amerika 1.435,15 1.543,29 1.412,30 1.418,09
12 United States 1.105,06 1.108,39 1.011,23 959,42
Amerika Lainnya 330,09 434,90 401,07 458,67
Total 12 Negara 8.090,19 8.205,07 8.060,58 8.451,31
Lainnya 3.285,05 3.341,12 3.483,57 2.581,74
Total 11.375,24 11.546,19 11.544,15 11.033,05
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Tabel I.5
Ekspor Produk-produk DKI Jakarta menurut Negara Tujuan
NEGARA TUJUAN NILAI CIF (JUTA US$)
BAB I, hal 26 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
3) Impor
Nilai impor melalui DKI Jakarta sepanjang tahun 2013-2016
mencapai 317.335,42 juta US $. Dengan nilai impor tertinggi terjadi
pada tahun 2013 sebesar 90.108,00 juta US$ dan terendah terjadi
pada tahun 2015 sebesar 71.154,56 juta US$.
Adapun impor yang dilakukan melalui DKI Jakarta dapat
dilihat pada Grafik I.7 berikut.
2013 2014 2015 2016
1 Kendaraan dan Bagiannya 2636,08 3019,09 3179,15 3.029,51
2 Perhiasan/Permata 1356,08 1481,21 1860,28 1.835,25
3 Mesin-mesin/ Pesawat Mekanik 861,92 903,27 891,82 864,30
4 Pakaian Jadi Bukan Rajutan 666,06 680,63 638,3 498,95
5 Ikan dan Udang 714,26 682,48 618,35 759,07
6 Mesin/Peralatan Listrik 664,21 527,2 560,43 460,55
7 Barang-barang Rajutan 567,73 492,92 411,75 386,85
8 Berbagai Produk Kimia 248,20
9 Plastik dan Barang dari Plastik 272,25 284,71 244,01 220,94
10 Tembaga 279,9 247,58 244,56
Total 10 Komoditi 7.738,59 8.351,41 8.651,67 8.548,18
Lainnya 3.636,65 3.194,78 2.892,48 2.484,87
Total Ekspor Produk DKI Jakarta 11.375,24 11.546,19 11.544,15 11.033,05
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Tabel I.6
Nilai Ekspor Produk DKI Jakarta Menurut Golongan Barang HS 2 Dijit
NILAI CIF (JUTA US$) GOLONGAN BARANG
Uraian 2013 2014 2015 2016
Impor melalui DKI Jakarta 90.108,00 84.628,51 71.154,56 71.444,35
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.7
Impor Melalui DKI Jakarta 2013-2016 (Juta US$)
-
10.000,00
20.000,00
30.000,00
40.000,00
50.000,00
60.000,00
70.000,00
80.000,00
90.000,00
100.000,00
2013 2014 2015 2016
Impor melalui DKI Jakarta
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 27 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Berdasarkan golongan penggunaan barang atau Broad
Economic Category selama tahun 2013-2016, dari seluruh nilai
impor DKI Jakarta sebanyak 67,40 persennya didominasi oleh impor
golongan penggunaan barang bahan baku dan penolong, disusul
impor golongan penggunaan barang modal sebanyak 23,99 persen
dan 8,61 persen golongan penggunaan barang konsumsi.
Selanjutnya impor melalui DKI Jakarta menurut golongan
penggunaan barang dapat dilihat pada Grafik I.8 berikut.
Sedangkan nilai impor melalui DKI Jakarta menurut golongan
barang harmonized system (HS) selama tahun 2013-2016, Mesin-
mesin/Pesawat Mekanik mendominasi impor DKI Jakarta sebesar
60.338,19 juta US$, diikuti Mesin/Peralatan Listrik sebesar
48.195,28 juta US$ dan Kendaraan dan Bagiannya sebesar
21.982,84 juta US$ sebagaimana dapat dilihat pada Tabel I.7
berikut.
Uraian 2013 2014 2015 2016
Barang Konsumsi 6.829 7.109 6.139,53 7.191,00
Bahan Baku & Penolong 59.456 56.311 48.381,26 49.416,00
Barang Modal 23.822 21.184 16.633,77 14.387,00
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.8
Impor Melalui DKI Jakarta Menurut Golongan Penggunaan Barang
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
2013 2014 2015 2016
Barang Konsumsi Bahan Baku & Penolong Barang Modal
BAB I, hal 28 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
Sedangkan nilai impor melalui DKI Jakarta menurut negara
asal selama tahun 2013-2016, negara Tiongkok mendominasi
produk impor yang masuk melalui DKI Jakarta sebesar 72.993,08
juta US$, diikuti Jepang dan Thailand sebesar 50.767,67 juta US$
dan 27.294,96 juta US$ sebagaimana dapat dilihat pada Tabel I.8
berikut.
2013 2014 2015 2016
1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 17.926,11 16.501,69 13.169,04 12.741,35
2 Mesin/Peralatan Listrik 13.524,28 12.503,64 11.090,61 11.076,75
3 Plastik dan Barang dari Plastik 5.169,69 5.264,54 4.444,29 4.488,94
4 Kendaraan dan Bagiannya 7.025,33 5.620,69 4.682,01 4.654,81
5 Besi dan Baja 5.222,25 4.619,84 3.578,94 3.670,61
6 Bahan Kimia Organik 2.556,49 2.356,92 2.002,22 1.999,52
7 Bahan Bakar Mineral 3.999,14 3.941,41 2.409,41 1.712,81
8 Perangkat Optik 1.791,86 1.603,67 1.567,84 1.845,54
9 Kapas 1.931,75 1.743,46 1.472,93 1.465,31
10 Kain Rajutan 1.083,47
Total 10 Komoditi 59.146,90 54.155,86 44.417,29 44.739,11
Lainnya 30.960,53 30.484,95 26.737,27 26.705,24
Total Impor Melalui DKI Jakarta 90.107,43 84.640,81 71.154,56 71.444,35
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Tabel I.7
Nilai Impor Melalui DKI Jakarta menurut Golongan Barang HS 2 Dijit
NILAI CIF (JUTA US$) GOLONGAN BARANG
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 29 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
rubah negara pengimpornya? Produk apa yg berubah?
Selain ekspor dan impor, potensi daerah juga dapat dilihat
dari gambaran tingkat kunjungan pariwisata. Sebagai kota tujuan
wisata, DKI Jakarta memiliki fasilitas yang cukup memadai seperti
hotel, tempat perbelanjaan dan objek wisata yang beragam.
Disamping itu, inisiatif dan upaya berbagai kalangan untuk
menyelengarakan event tetap berskala internasional, seperti
Jakarta International Java Jazz, Indonesia Fashion Week, Jakarta
Fashion and Food Festival dan event internasional lainnya menjadi
alasan wisatawan mancanegara (wisman) untuk berkunjung ke
Jakarta.
Jumlah wisman yang berkunjung ke DKI Jakarta selama
tahun 2013-2016 sebesar 9,52 juta kunjungan. Secara grafis
kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke DKI
Jakarta selama 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Grafik I.9 berikut.
2013 2014 2015 2016
ASEAN 20.968,04 20.071,03 17.254,99 16.880,06
1 Singapore 6389,19 5887,84 5216,71 4.499,93
2 Thailand 8164,13 7351,82 5717,84 6.061,17
3 Malaysia 3552,22 3553,43 2707,2 2.548,61
4 Vietnam 2123,9 2491,16 2314,3 2.451,77
Asean Lainnya 738,6 786,78 1298,94 1.318,58
ASIA 48.996,51 65.788,68 38.381,74 39.093,38
5 Tiongkok 19182,43 18574 17063,49 18.173,16
6 Japan 15770,1 14057,26 10540,44 10.399,87
7 Korea, Republic Of 6669,47 6527,66 5005,14 4.735,33
8 Taiwan, Province Of China 2819,37 2480,44 2107,39 2.015,18
9 Hongkong 1352,45 1.248,29
Asia Lainnya 4555,14 24149,32 2312,83 2.521,55
AUSTRALIA dan OCEANIA 2.819,84 3.029,74 2.292,97 2.351,55
10 Australia 2284,48 2431,2 1855,24 1.876,11
Australia dan Oceania Lainnya 535,36 598,54 437,73 475,44
AMERIKA 7.001,42 6.393,75 5.706,10 5.552,99
11 United States 4902,42 4433,92 4115,88 3.968,56
Amerika Lainnya 2099 1959,83 1590,22 1.584,43
EROPA 9.595,08 8.601,63 7.619,66 7.596,82
12 Germany 2472,19 2499,98 2180,35 2.080,13
Eropa Lainnya 7122,89 6101,65 5439,31 5.516,69
Total 12 Negara 74.329,90 70.288,71 60.176,43 60.058,11
Lainnya 15777,53 14316,1 10978,13 11.386,24
Total 90.107,43 84.604,81 71.154,56 71.444,35
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
NEGARA ASAL
Impor Melalui DKI Jakarta menurut Negara Asal
Tabel I.8
NILAI CIF (JUTA US$)
BAB I, hal 30 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
b. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian DKI Jakarta selama tahun 2013-2016 yang diukur
berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
berlaku (tahun dasar 2010) mencapai 7.468,99 triliun rupiah dan PDRB
perkapita per tahun mencapai 207,99 juta rupiah pada tahun 2016,
meningkat sebesar 69,13 juta rupiah dari kondisi awal RPJMD sebesar
138,86 juta rupiah pada tahun 2012. Ekonomi DKI Jakarta sepanjang
tahun 2013-2016 rata-rata telah tumbuh sebesar 5,95 persen per
tahunnya atau diatas rata-rata nasional yang tumbuh sebesar 5,15
persen. Pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha.
Pengangkutan dan Komunikasi merupakan lapangan usaha yang
mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,54 persen dan diikuti oleh
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan sebesar 5.56 persen.
Struktur perekonomian DKI Jakarta menurut lapangan usaha
sepanjang tahun 2013-2016 didominasi oleh empat lapangan usaha
utama yaitu Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan (28,97
Uraian 2013 2014 2015 2016
Kunjungan Wisatawan
Mancanegara (Juta Kunjungan) 2,31 2,32 2,38 2,51
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.9
Jumlah Wisatawan Mancanegara Yang Berkunjung ke DKI Jakarta
2,20
2,25
2,30
2,35
2,40
2,45
2,50
2,55
2013 2014 2015 2016
Kunjungan Wisatawan Mancanegara (Juta Kunjungan)
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 31 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
persen); Perdagangan, Hotel dan Restoran (21,16 persen); Industri
Pengolahan (14,54 persen); Konstruksi (12,05 persen) dan
Pengangkutan dan Komunikasi (10,54 persen).
c. Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain konsumsi masyarakat
yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai uang secara kontinu. Inflasi adalah
proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga.
Inflasi di DKI Jakarta selama tahun 2013-2016 bergerak fluktuatif
dengan kecenderungan tren menurun. Titik terendah inflasi terjadi pada
tahun 2016 sebesar 2,37 persen, jauh lebih rendah jika dibandingkan
dengan inflasi tahun 2013 sebesar 8,00 persen, maupun inflasi tahun
Uraian 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta 6,11 5,95 5,88 5,85
Nasional 5,78 5,01 4,79 5,02
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.10
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta dan Nasional (Persen)
4,50
4,70
4,90
5,10
5,30
5,50
5,70
5,90
6,10
6,30
6,50
2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta Nasional
BAB I, hal 32 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
2014 sebesar 8,95 persen. Pencapaian penurunan inflasi ini terutama
dipengaruhi oleh perkembangan harga energi internasional yang masih
terjaga, dan diikuti oleh penurunan harga-harga komoditas energi dan
transportasi di Jakarta. Selain itu pencapaian penurunan inflasi ini juga
dipengaruhi oleh harga pangan yang terkendali, sebagai hasil dari
kebijakan pemerintah dalam hal perbaikan manajemen stok dan
efisiensi rantai pasokan pangan.
Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta 4,52 8,00 8,95 3,30 2,37
Nasional 4,30 8,38 8,36 3,35 3,02
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.11
Inflasi DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2012 - 2016 (%)
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
2012 2013 2014 2015 2016
DKI Jakarta Nasional
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 33 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Kenapa bagian transportasi deflasi???
4. KONDISI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Dalam melakukan pengukuran keberhasilan pembangunan suatu
negara tidak hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan ekonominya saja,
tetapi juga mencakup kualitas manusianya. Oleh karena itu, konsep
pengukuran keberhasilan pembangunan harus berorientasi kepada
pelakunya (manusia atau masyarakatnya), yaitu bagaimana pertumbuhan
ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan
kualitas masyarakat sebagai manusia. Pembangunan manusia yang
mencakup tiga dimensi pokok yaitu kesehatan (umur panjang), pendidikan
(pengetahuan) dan daya beli (standar kehidupan layak) dapat dilihat dari
perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di suatu wilayah.
Mulai tahun 2014, IPM dihitung menggunakan metode baru, mengikuti
rekomendasi dari United Nations Development Programme (UNDP).
Perubahan metode tersebut adalah pada penggunaan variabel rata-rata
Uraian 2013 2014 2015 2016
Umum 8,00 8,95 3,30 2,37
Bahan Makanan 11,57 12,77 4,86 5,31
Makanan Jadi, Minuman, Rokok &Tembakau 9,74 11,92 7,01 4,02
Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 5,70 8,54 3,52 2,42
Sandang 1,05 2,92 4,92 4,17
Kesehatan 3,65 4,78 4,75 3,96
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 1,39 3,08 4,01 0,86
Transp, Kom, dan Jasa Keuangan 14,86 10,53 (1,30) (1,28)
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.12
Laju Inflasi DKI Jakarta menurut Kelompok Pengeluaran
8,00
8,95
3,30
2,37
11,57
12,77
4,86 5,31
9,74
11,92
7,01
4,02
5,70
8,54
3,52
2,42
1,05
2,92
4,92 4,17
3,65
4,78 4,75
3,96
1,39
3,08
4,01
0,86
14,86
10,53
(1,30) (1,28)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
2013 2014 2015 2016
Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi,
Minuman, Rokok
&Tembakau
Perumahan, Air,
Listrik, Gas, & Bahan
Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transp, Kom, dan
Jasa Keuangan
BAB I, hal 34 dari 35 LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017
BAB I PENDAHULUAN
lama sekolah serta indeksnya dihitung dengan rata-rata geometrik sehingga
untuk IPM tahun 2013 telah direkalkulasi dengan metode baru tersebut.
Nilai IPM DKI Jakarta selama tahun 2013-2016 terus meningkat setiap
tahunnya sekaligus menjadi Provinsi dengan nilai IPM tertinggi se-
Indonesia. Pada tahun 2013 IPM DKI Jakarta sebesar 78,08 dan terus
meningkat hingga pada tahun 2016 IPM DKI Jakarta menjadi sebesar
79,60. Secara grafis nilai IPM DKI Jakarta selama 4 tahun terakhir dapat
dilihat pada Grafik I.13 berikut.
Diantara Kota/ Kab Administrasi di Provinsi DKI Jakarta, angka IPM
Kota Jakarta Selatan adalah yang paling tinggi diantara wilayah lainnya di
Jakarta. Sementara untuk indeks pendidikan, yang diwakili oleh indikator
HLS dan RLS, Kota Jakarta Timur menempati posisi yang paling tinggi se-
DKI Jakarta. Secara grafis nilai IPM Kota/ Kab Administrasi se-DKI Jakarta
selama 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Grafik I.14 berikut.
Indikator Satuan 2013 2014 2015 2016
IPM 0-100 78,08 78,39 78,99 79,60
Angka harapan hidup saat lahir (AHH) Tahun 72,19 72,27 72,43 72,49
Harapan lama sekolah (HLS) Tahun 12,24 12,38 12,59 12,73
Rata-rata lama sekolah (RLS) Tahun 10,47 10,54 10,70 10,88
Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Ribu Rupiah 16.828,00 16.898,00 17.075,00 17.468,00
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.13
Indeks Pembangunan Manusia DKI Jakarta Tahun 2013 - 2016
78,08
78,39
78,99
79,60
78,00
78,50
79,00
79,50
80,00
2013 2014 2015 2016
IPM
LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 BAB I, hal 35 dari 35
BAB I PENDAHULUAN
Indikator 2013 2014 2015 2016
Jakarta Pusat 78,81 79,03 79,69 80,22
Jakarta Utara 77,16 77,29 78,30 78,78
Jakarta Barat 78,79 79,38 79,72 80,34
Jakarta Selatan 82,72 82,94 83,37 83,94
Jakarta Timur 79,88 80,40 80,73 81,28
Kepulauan Seribu 67,62 68,48 68,84 69,52
DKI Jakarta 78,08 78,39 78,99 79,60
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2014-2017
Grafik I.14
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Wilayah Kota/KabTahun 2013-2016
78,81 79,03 79,69
80,22
77,16 77,29
78,30 78,78 78,79
79,38 79,72
80,34
82,72 82,94 83,37
83,94
79,88 80,40
80,73 81,28
67,62
68,48 68,84
69,52
78,08 78,39
78,99 79,60
65,00
67,00
69,00
71,00
73,00
75,00
77,00
79,00
81,00
83,00
85,00
2013 2014 2015 2016
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Kepulauan Seribu
DKI Jakarta