BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

108
BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar Buku morfologi Bahasa Indonesia telah banyak ditulis para ahli bahasa, baik buku yang berupa buku tatabahasa maupun buku khusus morfologi; entah itu buku besifat preskriptif, deskriptif, diakronis, maupun diakronis. Dicermati dengan seksama, buku-buku itu belum memperhatikan pembentuan kata-kata baru yang muncul akibat perkembangan ilmu pengetahuan, misalnya di bidang telekomunikasi, kedokteran property, bisnis, dan teknologi informasi. Buku-buku itu belum menjawab lima pilar sebagai berikut: 1. Apakah gejala pembentukan kata ber+feysen; meN+twitter; ber+watch-app; meN+branding; ber+deviasi; di+fleksi+kan; ter+fleksi; meN+fiksasi kaidah morfologi bahasa Indonesia yang menyesuaikan; ataukah kata-kata baru itu yang mengalami proses morfologi? 2. Bagaimanakan prefiks {di-}; {meN-}; {ter-}; dapat diimbuhkan pada morfem verifikasi, sedangkan prefiks {ber-} tidak dapat? Secara realita, kata-kata seperti aplikasi, menjadi diaplikasi, mengaplikasi, teraplikasi, diverifikasi, memverifikasi, terverfikasi berterima, tetapi kata berverfikasi tidak berterima? 3. Bagaimana prefiks {ber-}, {ter-}; {meN}; {peN}; {di-} dapat diimbuhkan pada morfem akar karbonasi, sedangkan prefiks {se-} tidak dapat? 4. Mengapa prefiks {ber-}; {meN-}; {di-} dapat diimbuhkan pada morfem promosi, nutrisi sedangkan {peN-} tidak? 5. Mengapa imbuhan gabung {me-kan } dapat diimbuhkan pada morfem dasar misalnya cipta, suntik, efisien, kontribusi, sharing, menjadi menciptakan, membisniskan, mengefisienkan, mengkontribusikan, mengsharingkan tetapi imbuhkan gabung {me-i } tidak berterima bila diimbuhkan pada kata dasar cipta, menjadi menciptai, membisnisi, mengefiesiensi dan mengkontribusii? 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengantar Buku morfologi Bahasa Indonesia telah banyak ditulis para

ahli bahasa, baik buku yang berupa buku tatabahasa maupun buku khusus morfologi; entah itu buku besifat preskriptif, deskriptif, diakronis, maupun diakronis. Dicermati dengan seksama, buku-buku itu belum memperhatikan pembentuan kata-kata baru yang muncul akibat perkembangan ilmu pengetahuan, misalnya di bidang telekomunikasi, kedokteran property, bisnis, dan teknologi informasi. Buku-buku itu belum menjawab lima pilar sebagai berikut:

1. Apakah gejala pembentukan kata ber+feysen; meN+twitter; ber+watch-app; meN+branding; ber+deviasi; di+fleksi+kan; ter+fleksi; meN+fiksasi kaidah morfologi bahasa Indonesia yang menyesuaikan; ataukah kata-kata baru itu yang mengalami proses morfologi?

2. Bagaimanakan prefiks {di-}; {meN-}; {ter-}; dapat diimbuhkan pada morfem verifikasi, sedangkan prefiks {ber-} tidak dapat? Secara realita, kata-kata seperti aplikasi, menjadi diaplikasi, mengaplikasi, teraplikasi, diverifikasi, memverifikasi, terverfikasi berterima, tetapi kata berverfikasi tidak berterima?

3. Bagaimana prefiks {ber-}, {ter-}; {meN}; {peN}; {di-} dapat diimbuhkan pada morfem akar karbonasi, sedangkan prefiks {se-} tidak dapat?

4. Mengapa prefiks {ber-}; {meN-}; {di-} dapat diimbuhkan pada morfem promosi, nutrisi sedangkan {peN-} tidak?

5. Mengapa imbuhan gabung {me-kan } dapat diimbuhkan pada morfem dasar misalnya cipta, suntik, efisien, kontribusi, sharing, menjadi menciptakan, membisniskan, mengefisienkan, mengkontribusikan, mengsharingkan tetapi imbuhkan gabung {me-i } tidak berterima bila diimbuhkan pada kata dasar cipta, menjadi menciptai, membisnisi, mengefiesiensi dan mengkontribusii?

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Buku morfologi yang sudah ada belum membahas berbagai aspek kebahasaan yang berkaitan dengan lima pilar dalam kaitannya dengan kosakata yang muncul dari ranah telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis, maupun teknologi informasi. Buku morfologi yang telah ada masih terbatas pada analisis hanya didasarkan kepada pendeskripsian kaidah yang tampak secara fisik berasal dari data ujaran maupun tulisan. Perbedaan buku morfologi bahasa Indonesia yang sudah ada dengan buku morfologi ini terletak pada beberapa aspek, yaitu:

1) buku ini mendeskripsikan kaidah yang tampak secara fisik, mengenai pembentukan kata baru yang muncul pada ranah telekomunikasi, kedokteran properti, bisnis, dan teknologi informasi;

2) buku ini mendeskripsikan ciri-ciri semantik dari setiap satuan bahasa akar atau leksem yang dianggap menjadi dasar pembentukan kata.

3) buku ini menganalisis leksem dalam kaitannya dengan makna gramatikal dan semantik. Contohnya pengimbuhan prefiks {ter-} dengan leksem integrasi menjadi {terintergrasi} ‘tergabung’, imbuhan {ter-} ditinjau dari segi fungsi membentuk kata kerja pasif, selain itu, imbuhan {ter-} memberi makna gramatikal, yaitu ‘dalam keadaan’; sedangkan leksem integrasi memiliki komponen makna (+ keadaan atau situasi). Contoh lain, pengimbuhan {meN-} dengan leksem branding menjadi {membranding} ‘mencap; memberi merek’. Pengimbuhan {meN-} pada leksem branding, membentuk kata kerja transitif, imbuhan {meN-} itu memiliki makna gramatikal ‘membubuhi’, leksem branding memiliki komponen makna (+ menaruh sesuatu pada; menambahkan pada)

B. Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia

Perkembangan atau pertambahan kosakata bahasa Indonesia bertumbuh sangat pesat. Kosakata sebagai satuan analisis terbesar dalam kajian morfologi merupakan salah satu komponen bahasa yang dalam linguistik diberi istilah leksikon (lexicon). Pertanyaan yang dapat diajukan: “Bagaimana kosakata bahasa Indonesia dapat terus bertambah dan berkembang?” Pertambahan dan perkembangan kosakata

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

bahasa Indonesia dapat terjadi karena berbagai aspek. Salah satu aspek yang dapat menggambarkan bahwa bahasa Indonesia terus bertambah dan berkembang adalah aspek penggunaan bahasa Indonesia yang menjadi peranti utama untuk memaparkan perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai disiplin ilmu, umpamanya ilmu kedokteran, telekomunikasi, bisnis, properti, teknologi informasi, dls. Selain itu, bahasa Indonesia juga merupakan peranti komunikasi yang mumpuni untuk menceritakan kondisi ekonomi, sosial, kesehatan, pertumbuhan penduduk, pendidikan, budaya, politik, lingkungan alam, bencana alam, konservasi alam, dan sebagainya.

Globalisasi diidentifikasi sebagai suatu era yang sangat berpengaruh kepada pertambahan dan perkembangan kosakata bahasa Indonesia. Kosakata banyak bermunculan pada kurun waktu ini. “Bagaimana hal itu dapat terjadi? Ada beberapa hal yang menyebabkan kosakata itu lahir, yakni: 1) kosakata muncul dari hasil penelitian terhadap suatu objek, dari objek itu diciptakan nama, contoh kosakata android, blackberry, akun, rekening, markah buku, tembolok, situs web lapuk, cakram digital, lema, entri, folder, cakram keras, online web, prosesor, jejaring, laman web, situs web, wireless, peramban web dan lain sebagainya, kata-kata itu kemudian sering digunakan oleh penutur bahasa Indonesia baik secara perorangan, kelompok, perusahaan, komunitas, maupun profesi; 2) kosakata itu sengaja diserap dari bahasa lain untuk keperluan penggambaran makna suatu objek, konsep, proses, situasi, teks, konteks, karakter, ataupun sifat tertentu. Penciptaan dan penyerapan kosakata dalam ranah-ranah tersebut, tentu ada alasan atau persoalan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan, contoh kosakata yang muncul dari ranah teknologi informatika: diinstal; menginstal, terinstal; partisi, dipartisi, mempartisi, diformat, memformat, terformat, meramban, pemampatan, sambungan peramban, caiberlaw atau hukum telematika, mengheker, obrol siar internet wizard atau wisaya, webcasting atau siaran web, display atau tampilan, feedback atau balikam, output atau keluaran, scanner atau pemindai, preview atau pratonton, seup atau tatan dls.

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Perhatikan kutipan data asal teks bisnis sebagai berikut: “Ada sisi entrepreneur dalam diri kita. Sisi itu sangat menarik, apabila kita tahu: bagaimana melakukan penemuan sisi itu. Seandainya sisi entrepreneur itu telah ditemukan oleh seseorang, kemudian dia dapat secara konsisten melaksanakan dan mentransformasikan di dalam kehidupan mereka serta kehidupan orang di sekitar mereka, itulah yang dikatakan hebat. Visi seorang entrepreneur harus sangat kuat, sebab bila visi itu dilaksanakan dengan baik, maka ada beberapa dimensi dapat terwujud, umpamanya: pekerjaan akan tercipta, inventori akan tertata, kemampuan akan meningkat, karyawan akan berkembang, pemimpin akan terbimbing, kemakmuran akan tercipta, kesempatan akan terbentang hubungan relasi akan terpupuk dengan baik, masyarakat akan mendapatkan manfaat positif, gaya hidup akan meningkat, kebutuhan akan terlayani, pengetahuan akan berlipat, pola pikir akan bertransformasi, dan ekonomi akan menjadi lebih meningkat, dan orang tersebut dapat disebut kaya. (dikutip dari halaman x) …” dalam waktu 25 tahun itu, saya melalui proses belajar yang saya terapkan pada hidup dan bisnis saya. Ketika pertama kali saya memulainya, saya belajar tentang membranding diri saya sendiri sebagai model feysen…” (dikutip dari halaman 4) (Sumber: Komo, Nanz Ching, 2014. Bringing out the entrepreneur in you 47 Rahasa Pengusaha Sukses. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hal x . Mencermati satuan-satuan bahasa yang terdapat di dalam

kutipan di atas, terdapat kata-kata yang berulang, yaitu kata: entrepreneur, penemuan, sisi, seseorang, mentransformasikan, memindahkan, kehidupan, dilaksanakan pekerjaan, tercipta, inventori, tertata, kemampuan meningkat, dan berkembang. Selain ada satuan yang berulang pada teks itu juga terdapat kosa kata yang hampir mirip, seperti pemimpin, terbimbing,

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

kemakmuran akan tercipta, kesempatan, terbentang hubungan, terpupuk, mendapatkan, meningkat, kebutuhan, terlayani, pengetahuan, berlipat, dan bertransformasi.

Ditinjau dari satuan-satuan pembentuk kata-kata itu terdapat juga kesamaan makna, misalnya: terpupuk, terlayani, terbentang, pengetahuan, kebutuhan, mendapatkan, dan mentransformasikan. Kata merubah akan sama maknanya dengan kata mentrasformasikan pada kalimat: “Seseorang dapat merubah kehidupan mereka serta kehidupan orang lain di sekitar mereka”. Kata yang hampir mirip ini tidak mempunyai kesamaan arti, tetapi memiliki kesamaan konsep, misalnya: kata kemampuan memiliki hubungan arti dengan kemakmuran. Kata mentransformasikan memiliki hubungan makna dengan bertransformasi. Mencermati secara seksama penggunaan kata dalam kutipan di atas, dapat diketahui bahwa setiap kata itu memiliki makna. Kata yang memiliki makna itu diidentifiksi sebagai bentuk bahasa (linguistic form).

C. Batasan Morfologi

Secara etimologis, istilah morfologi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata morphology dalam bahasa Inggris. Istilah itu terbentuk dari dua buah morfem, yaitu morph ‘bentuk’ dan logy ‘ilmu’. Istilah morfologi dijelaskan oleh Chaer (2008: 3) merujuk kepada ‘Ilmu yang mengenai bentuk’ Di dalam linguistik, morfologi adalah mengkaji bentuk-bentuk kata dan proses pembentukan kata. Artinya setiap bentuk bahasa (linguistic form) yang berupa seluk beluk kata, menjadi objek sasaran untuk dikaji, misalnya, selain kata desain, terdapat kata mendesain, mendesainkan, terdesain, banyak desain, desain-desain, desain rumah, pendesainan bersusun, tampilan desain, hasil desain imaging, rancangan desain; di samping kata ekstensi terdapat kata diekstensikan, mengekstensi, pengekstensian; selain kata kontraksi terdapat kata berkontraksi, kontraksi otot, mengkontraksi, dikontraksikan, terkontraksi, otot berkontraksi; di sisi kata telepon, terdapat kata bertelepon, menelepon, meneleponkan, diteleponkan, telepon genggam, telepon pintar, telepon seluler, telepon-telepon, telepon-teleponan, bertelepon-teleponan.

Mengamati kata-kata tersebut dapat diutarakan bahwa kata dalam bahasa Indonesia memiliki beragam bentuk. Kata desain

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

terdiri dari satu morfem, sama halnya dengan kata kontraksi dan telepon. Selanjutnya, kata mendesain terdiri dua morfem, yakni morfem {meN-} sebagai imbuhan, dan morfem desain sebagai bentuk dasar. Kata telepon-telepon terdiri dari dua morfem yaitu morfem telepon sebagai bentuk dasar, diikuti oleh morfem telepon sebagai morfem ulang. Kata telepon-teleponan, terdiri dari tiga morfem yaitu morfem telepon sebagai morfem dasar, diikuti oleh morfem telepon sebagai morfem ulang, diikuti oleh imbuhan {-an} sebagai morfem akhiran. Satuan bahasa berupa telepon seluler terdiri dari dua morfem, demikian pula kontraksi otot, desain rumah, telepon pintar, kartu pintar yang masing-masing bentuk bahasa itu merupakan kata. Kata mendesainkan terdiri dari dua morfem, yakni {meN-kan} sebagai imbuhan berupa prefiks dan morfem desain.

Fenomena di atas dapat dipahami bahwa setiap satuan bahasa berupa morfem dapat mengalami perubahan. Perubahan itu menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami pergantian dalam dua hal, yaitu: 1) kelas kata; dan 2) makna kata. Misalnya, golongan kelas kata telepon berbeda dengan golongan kelas kata bertelepon-teleponan. Kata telepon dikategorikan sebagai golongan kata nominal, tetapi bertelepon-teleponan termasuk kelas kata verba.

Ditinjau dari tataran makna kata-kata diekstensikan, mengekstensi, pengekstensian; kontraksi, berkontraksi, kontraksi otot, mengkontraksi, dikontraksikan, terkontraksi, otot berkontraksi; bertelepon, menelepon, meneleponkan, diteleponkan, telepon genggam, telepon pintar, telepon seluler, telepon-telepon, telepon-teleponan memiliki makna yang berbeda-beda. Pergantian kelas kata dan makna setiap kata seperti di atas termasuk di dalam ruang lingkup kajian morfologi. Jadi, morfologi mengkaji berbagai aspek bentuk kata, fungsi pergantian bentuk kata baik secara gramatik maupun semantik.

D. Morfologi dalam Ilmu Linguistik

1. Objek Kajian Objek kajian morfologi adalah bentuk kata, semua satuan

bahasa sebelum menjadi kata, seperti morfem dengan beragam tipe serta bentuk, dan proses pembentukan kata. Pembentukan

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

kata mencakupi beberapa proses seperti morfem bebas maupun terikat; imbuhan; morfofonemik, reduplikasi, komposisi, infleksi, dan derivasi.

Skema 1

Objek Kajian Morfologi

2. Linguistik Secara Hierarkis Ilmu linguistik secara hierarkis terdiri dari beberapa tataran

kajian, susunan yang bersifat hierarkis itu dapat diilustrasikan dalam skema 2, sebagai berikut :

Skema 2 Hubungan Morfologi dengan Linguistik

Morfologi Morfem

Imbuhan

morfofonemik Reduplikasi

Komposisi

Infleksi dan derivasi

Linguistik

Semantik

Tatabahasa

Morfologi Sintaksis

Bunyi Bahasa

Fonologi

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Skema 2 menunjukkan bahwa linguistik secara umum

berarti ilmu yang mempelajari bahasa. Ilmu ini memiliki beberapa subsistem antara lain:

1) Semantik secara garis besar beranggapan bahwa setiap satuan bahasa memiliki makna. Pembicaraan makna di dalam studi semantik merujuk kepada kajian berbagai persoalan makna kalimat, seluk-beluk makna yang dikandung oleh setiap komponen bahasa, mulai dari satuan bahasa terkecil yaitu, bunyi, morfem, kata, frase, klausa, kalimat bahkan wacana.

2) Fonologi adalah subdisiplin dalam linguistik yang menelaah tentang bunyi bahasa. Bunyi bahasa dikaji dari aspek fungsi, perilaku, rangkaian bunyi sebagai yang terdiri dari unsur-unsur bahasa. Ilmu yang erat kaitan dengan fonologi adalah fonetik merupakan ilmu yang mengkaji bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur-unsur fisiologis, anatomis, neurologis, psikologis manusia yang menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.

3) Tatabahasa merupakan subsistem dalam linguistik yang terdiri dari dua kategori subsistem yaitu subsistem morfologi dan sintaksis. Secara garis besar, morfologi menelaah seluk beluk pembentukan kata, dengan objek kajian terbesarnya adalah kata, sedangkan sintaksis mempelajari seluk beluk rangkaian kata, frase, klausa dan kalimat, dengan objek telaah terbesarnya adalah adalah kalimat

3. Keterkaitan Morfologi dengan Disiplin Ilmu Lain

Morfologi merupakan ilmu yang memiliki keterkaitan

dengan berbagai disiplin ilmu lain, yang masih berada dalam ruang lingkup kajian linguistik, keterkaitan dengan berbagai disiplin itu diilustrasikan dalam Skema 3 yaitu:

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Skema 3

Morfologi Memadukan enam displin ilmu dalam Linguistik Skema 3 itu dijelaskan secara umum sebagai berikut:

1. Penjelasan berbagai aspek pembentukan kata atau penjelasan yang berdasarkan pada sudut pandang yang bersifat morfologis pasti melibatkan aspek semantik, sebab setiap satuan bahasa memiliki makna. Berdasarkan pemahaman itu ketersusunan dan penjelasan mengenai leksem suatu bahasa ditentukan oleh kandungan semantisnya, dalam hal ini makna. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam kajian morfologi terkait pula dengan makna bahasa, dengan kata lain, ada keterkaitan antara arti atau makna dengan kata.

2. Keterkaitan morfologi dengan fonologi yang diberi istilah morfofonemik. Secara konseptual, morfofonemik merupakan sebuah kaidah. Bloomfield (1933) sebagaimana diintisarikan oleh Lass (2011: 70-72) mengemukakan bahwa terminologi morfofonemik merujuk kepada kaidah-kaidah mutasi: a) satu bunyi yang dapat merubah satu bunyi ke bunyi lain, atau mengganti satu bunyi dengan yang lainnya; b) proses perubahan bunyi sebagai akibat bertemunya dua unsur bahasa pembentuk sebuah kata; c) adanya hubungan khusus antara dua fonem atau lebih, karena hubungan itu sebagian tergantung kepada, atau dapat diperkirakan dari. Chaer (2008: 43) menjelaskan morfofonemik adalah suatu kajian disejajarkan secara konseptual dengan terminologi morfonologi atau morfofonologi. Morfofonemik adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau fonem sebagai akibat dari

Morfologi

fonologi etimologi leksikologi sintaksis pragmatik

Semantik

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi maupun komposisi.

3. Etimologi adalah penyelidikan mengenai asal usul kata serta perubahan-perubahannya dalam bentuk dan makna, Kridalaksana (2011: 47). Misalnya, menurut hasil pengamatan penulis, dalam kamus Bahasa Indonesia yang terbit sebelum tahun 2012-an terdapat kata tablet bermakna ‘pil atau obat’; tetapi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi informasi memperkenalkan konsep baru bahwa kata tablet bermakna ‘sistem operasi komputer yang berbasis linux untuk bertelepon’. Di samping, kata telepon, ada kata telepon pintar, telepon genggam, telepon seluler, telepon rumah. Selain itu ada kata sel dan ada juga kata seluler. Di samping kata unduh, ada kata mengunduh; di sisi lain, ada kata unggah, mengunggah, dan ada pula kata unggas.

Gejala bahasa seperti di atas tampak ada perubahan makna dari tablet ‘pil’ menjadi tablet bermakna ‘perangkat komputer’, perubahan bentuk dari sel menjadi seluler. Perubahan-perubahan itu dapat dikatakan hanya terjadi pada kata itu saja, artinya peristiwa itu bersifat khusus, bagaimana hal itu dapat terjadi? Bagaimana asal usulnya? Pertanyaan ini dijawab menggunakan disiplin etimologi. Ditinjau dari morfologi, gejala bahasa seperti itu dipandang sebagai peristiwa umum yang terjadi dalam sistem bahasa. Keterkaitan, antara morfologi dan etimologi terletak pada cara menghadapi kata sebagai suatu bentuk. Kata tablet merupakan bentuk umum menurut morfologi, sedangkan menurut cara pandang etimologi kata tablet bersifat khusus, yang dapat ditelusuri asal usulnya.

Persoalan serupa terjadi pada ranah politik, hasil pengamatan penulis dan pengalaman sehari-hari ketika menjelang pemillu presiden, yakni pada rentang waktu pemilihan presiden RI yang baru saja berlangsung pada akhir Juli hingga awal bulan Agustus 2014, terdapat kata coblos, coblosnya, dicoblos, mencoblos, coblosan, pencoblosan. Di samping itu, ada kata uang, uang rakyat, ada pula kata politik uang. Gejala bahasa seperti di atas tampak ada perubahan makna dari tablet ‘pil’ menjadi tablet bermakna ‘perangkat komputer’, perubahan bentuk dari sel menjadi seluler.

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

4. Leksikologi adalah cabang linguistik yang mempelajari leksikon, Kridalaksana (2011: 114). Leksikon atau kosakata memiliki beberapa batasan antara lain: 1) komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; 2) kekayaan kosakata suatu bahasa; 3) daftar kata yang disusun seperti kamus dengan penjelasan yang singkat.

1) ‘Android honeycomb adalah sejenis tablet berukuran layar besar’. Misalnya: Honeycomb merupakan sejenis tablet yang multi prosesor dan memiliki akselerasi perangkat keras untuk desain grafis. (Amperiyanto, 2014: 4)

2) ‘Peranti lunak dalam ranah properti untuk membuat animasi desain rumah yang berupa simulasi berkualitas bagus’. Misalnya: Virtual reality salah satu perangkat bantu pemodelan desain bangunan. (Sastra, 2014: 13) Leksikologi dan morfologi merupakan disiplin ilmu lingustik yang sama-sama menyoroti kata sebagai objek kajian. Perbedaan di antara keduanya, kalau morfologi mempelajari makna kata, yang muncul karena peritiwa gramatik, (grammatical meaning). Suatu peristiwa yang menunjukkan hubungan unsur-unsur bahasa, seperti hubungan morfem akar dengan morfem terikat untuk membentuk satuan yang lebih besar yakni kata. Sedangkan leksikologi mengkaji arti yang terkandung dalam kata yang disebut arti leksikal (lexical meaning). Contoh dalam ranah kedokteran dalam Lumbantobing (2013: 18-19) misalnya: selain kata ekstensi terdapat kata diekstensikan. Kedua kata tersebut masing-masing memiliki arti leksikal. Kata ekstensi memiliki arti ‘tungkai diluruskan’, dan kata diekstensikan berarti ‘pasien yang sedang berbaring kedua tungkainya diluruskan’ .

5. Sintaksis merupakan tataran gramatika sama dengan morfologi. Perbedaannya, sintaksis mempersoalkan pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau satuan-satuan yang lebih besar dalam bahasa. (Kridalaksana, 2011: 179). Satuan terkecil analisis sintaksis adalah kata, sedangkan morfologi satuan terbesar analisisnya adalah kaat. Contoh: Bila pupil mengecil hal ini disebut miosis, dan bila pupil membesar atau

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

melebar disebut midriasis. Otot polos yang mengecilkan pupil disarafi oleh serabuti parasimpatis, sedangkan otot yang melebarkan pupil pupilodiator disarafi oleh serabut simpatis torakolumbal. (Lumbantobing, 2013: 41). Hubungan antar kata yang membentuk kalimat di atas menjadi fokus telaah sintaksis, sedangkan pembentukan kata seperti kata: disarafi, pupil, mengecil, serabuti serabut merupakan objek kajian morfologi.

6. Pragmatik merupakan kajian yang memberlakukan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; atau aspek-aspek pamakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Titik singgung antara pragmatik dengan morfologi adalah sama-sama mempersoalkan makna satuan bahasa. Contoh: Pertanyaan diajukan oleh penutur 1 (disingkat P1): Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan nasional? Kalimat jawaban disampaikan oleh penutur 2 (disingkat P2): Perlu ada langkah inovasi teknologi. Inovasi dilakukan dalam upaya meningkatkan produktifitas pertanian dengan cara mengembalikan daya dukung lahan dan mengeliminasi penggunaan sarana pertanian sintetis, seperti pupuk kimia dan pestisida kimia. (Suswono, 2012: 14)

Telaah pragmatik mempersoalkan maksud dan makna dibalik ujaran, atau teks. Pertanyaan yang diajukan oleh P1 kepada P2 memperlihatkan ada maksud atau ujaran itu mengandung informasi indeksal, yaitu tuturan itu disampaikan oleh seorang yang mengetahui bahwa ketahanan pangan nasional dari aspek teknologi belum memadai sehingga hasil panen pangan menurun. Morfologi tidak mempersoalkan maksud ujaran tetapi mempersoalkan pembentukan kata dan makna seperti: inovasi teknologi, dilakukan, meningkatkan, produktifitas pertanian, mengembalikan, daya dukung lahan, mengeliminasi, penggunaan, pertanian sintetis, pupuk kimia, pestisida kimia.

E. Fokus kajian Morfologi Fokus kajian morfologi pada buku ini sama dengan

fokus kajian yang dikemukakan oleh (Chaer, 2008: 7) tentang rangkaian kerja menganalisis objek morfologi yaitu 1) menganalisis unsur-unsur bahasa, dan 2) alat-alat analisis terjadinya pembentukan kata. Tahapan kajian, yaitu:

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

1) Unsur bahasa yang dianalisis mencakupi: a) morfem dasar, morfem terikat; 2) kata

2) Alat analisis pembentukan kata menggunakan peranti, yaitu: a) bentuk dasar, b) alat pembentuk kata, yaitu imbuhan, reduplikasi, komposisi, morfofonemik, infleksi dan derivasi.

3) Makna gramatikal dari sebuah kata akibat proses pembentukan kata, dari satu bentuk ke bentuk lain.

F. Pola Analisis Morfologi

G. Pendekatan Dalam Buku ini 1. Pendekatan Sinkronis Untuk menganalisis sistem bahasa, khususnya dari

aspek morfologi buku ini menggunakan pendekatan sinkronis atau deskriptif. Bertumpu kepada pendekatan itu, perhatian penyelidikan terbatas pada sistem bahasa pada kurun waktu tertentu saja, yakni pada era global.

Buku mengenai morfologi ini mempergunakan data bahasa yang berlaku dalam abad XXI ini saja, khusus pada ranah telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti, dan kedokteran. Buku ini tidak memperhatikan sejarah perkembangan sistem bahasa dari masa ke masa. Meskipun dipahami juga bahwa penyelidikan mengenai sistem bahasa secara keseluruhan maupun secara morfologi, dapat dilakukan baik secara secara sinkronis dan secara diakronis. Ditinjau secara historis atau diakronis, artinya kegiatan penyelidikan diarahkan pada perkembangan sistem bahasa itu dari waktu ke waktu, di sisi lain pendekatan deskriptif atau sinkronis, fokus perhatian diarahkan hanya kepada sistem bahasa, pada kurun waktu tertentu saja

Pendekatan sinkronis terhadap pelbagai gejala pembentukan kosa kata bahasa Indonesia dewasa ini, dengan segala seluk beluk kerumitannya dilihat sebagai:

1) Kekayaan bahasa Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan pengungkapan bahasa Indonesia dan keperluan komunikasi luas;

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

2) Keunikan kaidah morfologi bahasa Indonesia yang bersifat fleksibel. Artinya pembentukan kata antara morfem terikat dengan morfem bebas yang berupa bentuk-bentuk morfem bebas yang baru muncul saat ini, baik berasal dari bahasa daerah maupun bahasa asing proses pembentukan kata dapat berlangsung dengan baik tanpa hambatan yang berarti.

2. Pendekatan Ranah Pendekatan ranah digunakan dengan dasar

pemikiran bahwa penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi di berbagai bidang kehidupan. Suparno (2012: 21) mengemukakan bahwa penggunaan bahasa adalah kebiasaan berbahasa seorang penutur dengan mitra tuturnya atau penggunaan bahasa dalam masyarakat di dalam suatu peristiwa bahasa tertentu. Penggunaan bahasa dalam masyarakat erat kaitannya dengan dalam bidang apa bahasa itu digunakan. Apakah ada konsep tentang penggunaan bahasa pada suatu bidang? Penggunaan bahasa dalam masyarakat terjadi tidak secara acak, tetapi mengikuti pola: “Kapan, di mana, dengan siapa, dalam situasi apa dan dalam ranah apa”. Fishman (1965: 26) dalam Suparno (2012: 21) memberi batasan bahwa ranah adalah tempat penutur melakukan pemilihan bahasa yang tepat untuk digunakan. Dalam buku ini, konsep ranah dipahami bahwa keberadaan bahasa selalu ada dengan keberadaan manusia sebagai penggunanya. Pemilihan ranah telekomunikasi, bisnis, teknologi informasi, properti dan kedokteran dianggap sebagai ranah-ranah yang banyak terdapat kosakata baru dari bahasa asing masuk ke dalam bahasa Indonesia. Berikut ini dipaparkan contoh kosa kata dalam ranah bisnis: terinfeksi, terinovasi, mengaplikasi, bermikroba, terfermentasi, direhidrasi, hidrasi, kewirausahaan, berinovasilah, diklaim, keswadayaan, berbasiskan, diimplementasikan, mengimplementasikan, mengeliminasi, pengimplementasi, tereliminasi, didelineasi, direklamasi, diterlantarkan, uji kelayakan, diverifikasi, diaplikasikan, dls.

3. Pendekatan Proses Pendekatan proses dalam buku ini merujuk kepada

tataran morfologi adalah tataran yang berurusan dengan proses

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

yang mengolah morfem terikat dan morfem bebas menjadi kata. Dengan menggunakan model proses dapat dipahami bedanya proses pembentukan dan makna bentuk-bentuk diimplementasikan-mengimplementasikan. Kalau bentuk diimplementasikan dibentuk melalui verba bahasa Inggris implement ‘melaksanakan’ dengan awalan {di-} yang befungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif, dan makna gramatikal diimplementasikan adalah ‘sesuatu tindakan yang dilaksanakan’, dengan kata lain makna kata itu seperti yang disebut pada bentuk dasar, sedangkan bentuk mengimplementasikan dibentuk melalui verba implement dengan konfiks {me-kan} dan makna gramatikalnya adalah ‘orang yang melaksanakan sesuatu’.

Pendekatan proses melihat bahwa makna gramatikal suatu bentuk bahasa dapat menjadi tanda bahwa setiap kata memiliki bentuk dasar. Umpamanya : Bentuk bahasa Makna 1. {mentwit} ‘orang yang menulis twitter’ 2. {meretwit} ‘orang yang menjawab twitter’ 3. {mewatchup} ‘orang yang menggunakan program

watch up’ 4. {pengemail} ‘orang yang mengirim surat

elektronik’ 5. {disetting} ‘ditempatkan’

Demikian halnya:

Bentuk Makna 1. {meminimalisir} ‘menjadi kecil’ 2. {terintegrasi} ‘dapat digabung’ 3. {membooming} ‘menjadi laku, besar’ 4. {mengekspansi} ‘membuat sesuatu menjadi luas’ 5. {disinergikan} ‘dihubungkan; digabungkan’

Contoh lain:

Bentuk Makna 1. {diedukasi} ‘dididik’ 2. {berproteksi} ‘memakai pelindung’

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

3. {beropsi} ‘melakukan pilihan’ 4. {memfasilitasi} ‘menyediakan fasilitas’ 5. {bernutrisi} ‘mengandung vitamin’ 6. {berteknologi} ‘menggunakan teknologi’

Inti persoalan: “Bagaimana cara mengetahui proses

pembentukan kata itu?” untuk mengetahui bahwa bentuk berproteksi bermakna ‘memakai pelindung’; bentuk membooming bermakna ‘menjadi laku’ dan bentuk beropsi bermakna ‘melakukan debat’ adalah komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar.

Bentuk berteknologi bermakna ‘menggunakan teknologi’, karena akar kata teknologi memiliki komponen makna [+teknik]; bentuk berproteksi mempunyai komponen makna ‘memakai pelindung, dengan akar kata proteksi memiliki komponen makna [+penjagaan] dan memfasilitasi ‘menyediakan fasilitas’ memiliki komponen makna [+kegiatan].

Model analisis ini dapat ditelusuri dengan melakukan taksonomi bahwa semua akar nomina yang memiliki komponen makna [+teknik], seperti vaksin, integrasi, dan otomotif. bila diberi prefix {ber-} akan bermakna gramatikal ‘menggunakan teknologi’, dan semua akar nomina yang memiliki komponen makna [+tindakan] atau [+pekerjaan], seperti twitter, inkubator, dan kontribusi bermakna gramatikal ‘melakukan’.

Paparan sepintas mengenai gejala morfologi pada proses afiksasi, y.ang tertera di atas menunjukkan bahwa makna gramatikal sangat erat hubungannya dengan komponen makna yang dikandung oleh bentuk dasar dari suatu pembentukan kata. Cara berpikir model ini sama dengan cara berpikir Chaer 2008, tetapi berbeda dengan pendapat Kridalaksana (1989) yang bersandar pada konsep Ferdinand de Saussure bahwa setiap tanda linguistic (signé linguistique), termasuk afiks juga memiliki makna. Oleh karena itu, menurut Kridalaksana ada 19 buah prefix {me-} dengan maknanya masing-masing, ada 21 {ber-} dengan maknanya masing-masing. Atau dengan kata lain ada 19 bentuk prefix {me-} yang berhomonimi dan ada 21 buah prefix {ber-} yang berhomonimi.

Untuk selanjutnya dalam menganalisis proses pembentukan kata melalaui afiksasi, reduplikasi dan komposisi model atau

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

pendekatan proses ini akan diikuti dan penentuan makna gramatikalnya dikaitkan dengan komponen makna yang menjadi bentuk dasarnya. Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan mengenai pembentukan kata dengan dasar yang berasal dari unsur asing dalam berbagai ranah dapat terjawab.

4. Pendekatan Taksonomis Buku ini selain menggunakan pendekatan yang bersifat

deskriptif, maupun ranah, digunakan juga pendekatan yang bersifat taksonomis. Pendekatan taksonomis merujuk kepada pengklasifikasian unsur-unsur bahasa menurut hubungan hierarkis. Pendekatan ini digunakan dengan tujuan bahwa, dalam kajian tata bahasa Indonesia sampai kini, masalah penggolongan unsur-unsur bahasa masih terjadi perdebatan yang tak ada selesainya, padahal masalah itu cukup mendasar dan penting, sehingga perlu diputuskan secara tuntas. Uraian taksonomis ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi kajian yang lebih mendalam dan bagi penyusunan kaidah khususnya pada tataran morfologi.

Dalam berbagai buku linguistik dewasa ini terdapat banyak aliran linguistik yang berurusan dengan tatabahasa, seperti: aliran transformasi, generatif, minimalis dan lain sebagainya untuk memaparkan morfologi. Setiap aliran itu memiliki cara berlain-lainan atau bahkanada yang bertentangan. Dalam buku ini semua aliran itu dianggap telah banyak menyumbangkan wawasan, dan kekayaan pengetahuan tentang bahasa yang beraneka ragam. Semua aliran-aliran tentang analisis bahasa dalam buku ini hanya dimanfaatkan sebagai pemerkayaan pandangan baik dari aspek teoretis, cara analisis, data yang dipakai, dan temuan yang dihasilkan. Dengan perkataan lain, hasil penelitian aliran-aliran itu yang dapat diterapkan untuk mengkaji sistem bahasa Indonesia digunakan dalam buku ini sebagai pisau analisis. Jadi, pendekatan yang digunakan dalam buku ini bersifat hibrid.

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

BAB II LANDASAN TEORETIS

A. Pengantar

Uraian mengenai seluk beluk kaidah morfologi bahasa Indonesia sudah banyak ditelaah para ahli. Kajian terdahulu itu digunakan dalam tulisan ini sebagai informasi. Perbedaan buku ini dengan buku morfologi terdahulu adalah sumber data dan sudut pandang teoretis.

Sudut pandang teoretis yang digunakan dalam buku ini adalah tipe baru teori morfologi bahasa Indonesia. Penggunaan sudut pandang ini dapat meninjau hubungan berbagai tataran, di antaranya tataran makna dan leksikon, leksem, kata, morfologi, sintaksis dan semantik. Leksem dalam buku ini dianggap sebagai peranti utama, mengetahui segmen-segmen bahasa.

B. Leksikon

Leksikon adalah sekumpulan informasi tentang kata atau ungkapan dalam sebuah bahasa. Murphy (2013: 4) mengemukakan bahwa leksikon memiliki beberapa rujukan makna, antara lain: 1) daftar kata dalam suatu kamus, 2) kosakata sebuah bahasa; 3) kosakata khusus berdasarkan ranah dari suatu bahasa.

Buku ini membahas leksikon dalam kapasitasnya sebagai kosakata sebuah bahasa; dan kosakata khusus yang terdapat di dalam ranah suatu bahasa. Pertanyaan yang dapat diajukan apa itu leksikon? Murphy (2013: 5) mengemukakan bahwa:

a. Leksikon adalah unsur-unsur bahasa, yang mengandung segala informasi mengenai makna suatu hal, konsep, atau benda. Leksikon itu digunakan oleh suatu masyarakat bahasa sebagai alat ekspresi, dengan kata lain, leksikon yang digunakan itu juga dianggap sebagai kosakata;

b. Leksikon adalah kosakata suatu bahasa; kekayaan kosakata seseorang, masyarakat bahkan suatu bahasa;

c. Daftar kata yang tertera dalam kamus. Murphy mengemukakan bahwa gejala unsur

kebahasaan dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: (a) leksikon

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

dan (b) gramatikal. Suatu kaidah (a grammar) adalah sebuah sistem kaidah yang terdapat di dalam suatu bahasa, sedangkan leksikon adalah sekumpulan pengetahuan bahasa yang tidak dapat dijangkau oleh kaidah.

Persoalan tatabahasa dalam isu-isu kebahasaan, mecakupi isu-isu sebagai berikut: (a) tataurutan kata (word order), (b) kaidah morfologis (regular morphological); (c) proses fonologi (phonological process). Misalnya, dalam tatabahasa Indonesia, kalimat berikut ini berbeda satu sama lain:

Contoh kalimat:

1) Pasien itu perlu minum tablet satu hari tiga kali. 2) Pasien itu menggunakan tablet untuk mendapatkan .

Perbedaan ini juga sama dengan contoh kalimat:

3) Mobil truk itu memuat 3000 liter BBM. 4) Orang itu sedang mengirim BBM.

Tatabahasa tidak member informasi apa itu BBM dan tablet yang ada di dalam kalimat. Ditinjau dari aspek pemerolehan suatu bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia, seseorang dapat belajar bahwa bunyi tablet yang dieja dengan [t], [a], [b], [l], [e], [t] yang bermakna ‘sejenis obat untuk menyembuhkan penyakit’. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Informatika, muncul bentuk baru, yang ternyata memiliki kesamaan bentuk dengan kosa kata tablet tetapi berbeda acuan dan makna, tablet dalam ranah teknologi informatika bermakna ‘komputer mini’. Leksikon adalah kumpulan berbagai asosiasi antara ucapan (pronunciations), makna (meaning) dan kaidah tatabahasa (grammatical properties) yang dapat dipelajari bukan hasil dari kaidah gramatikal.

Leksikon terdiri dari unsur-unsur leksikal (leksikal entries), umumnya sebuah kamus tersusun oleh berbagai entri atau kata kepala dan mengandung banyak informasi mengenai kata kepala itu. Setiap entri leksikal mengandung secara tepat

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

informasi mengenai ungkapan bahasa secara khusus disebut sebagai sebuah leksem. Misalnya di dalam alinea berikut:

Setiap hari ada saja kasus bullying yang terjadi di sekitar kita. Bullying merupakan istilah yang merujuk pada sebuah tindak kekerasan fisik psikologis berjangka panjang yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri. Seringnya, orang mengira aksi bully-membully hanya dilakukan oleh orang yang usia sekolah dasar atau remaja. Itu salah besar. Pada orang dewasa, bullying juga sering dilakukan meski jarang disadari… Sumber: Majalah Kesehatan Keluarga. Dokter Kita. Edisi 11 tahun VIII- November 2013, hal 86

Sebuah bentuk bahasa entah itu ujaran maupun tulisan merepresentasikan sebuah leksem jika bentuk itu ada hasil dari kesepakatan para pengguna yang diasosiasikan dengan makna non komposisional (non-composisional meaning). Apa yang dimaksud dengan kovensional dan makna non komposisional?

a. Konvensional

Leksikon sebagai suatu bentuk bahasa memiliki makna, makna ini diperoleh dari pengetahuan umum yang ada di kalangan para penutur bahasa dari suatu bahasa, dan leksikon perlu dipelajari secara khusus baik, bentuk maupun maknanya dari anggota masyarakat bahasa yang menggunakannya. Bandingkan contoh kalimat, berikut:

5) Orang tua itu ingin membehel giginya. Ia pergi ke dokter gigi terdekat.

Leksikon behel ‘kawat gigi’, jika mendengar satuan bahasa behel , seseorang tidak akan mendapat informasi lain, menyangkut behel. Mengapa ada orang menggunakan behel, membeli behel, memilih behel warna hijau atau merah, harga behel mahal dls. Seseorang akan memahami behel dalam ranah kesehatan gigi, khususnya pada pemasangan kawat gigi atau

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

perawatan otordontik yang dilakukan berkaitan dengan adanya masalah ketidakharmonisan gigi atau rahang. Leksikon behel muncul karena ada kebutuhan konsep untuk ditunjuk. Leksikon ini digunakan oleh anggota masyarakat bahasa untuk menandai sesuatu secara khusus.

b. Non Komposisi (Non-compositionality) Leksikon bukan merupakan sesuatu yang bersifat

rangkaian. Artinya makna dari sesuatu bentuk tidak dibangun dari sesuatu yang berada di luar atau kemungkinan makna yang terkandung di dalam masing-masing unsur pembentuk satuan bahasa itu. Contoh menginhalasi bentuk ini tidak berkomposisi sebab makna yang dikandungnya tidak jelas berasal dari bunyi atau rangkaian huruf-huruf yang membentuk satuan bahasa itu. Misalnya bunyi /s/ tidak menunjukkan bagian hidung atau bunyi /h/ mengatakan kepada kita alat bantu mengobati jalannya pernafasan. Jadi, bentuk menginhalasi dan maknanya terjadi secara mana suka atau (arbitrary) yang berkaitan antara bentuk dan makna.

C. Leksem

Dalam tataran semantik, khususnya semantik leksikal terdapat suatu kajian tentang leksem. Murphy (2013: 10) mengemukakan sebagai berikut:

“… a lexeme is not the same as a word in real language use. Lexemes are, essentially abstractions of actual words that occur in real language use”. This analogous to the case of phonemes in the study of phonology. A phoneme is an abstract representation of a linguistic sound, but phone, which is what we actually say when we put that phoneme to use, has been subject to particular linguistic and physical processes and constraints.

Paparan di atas menunjukkan bahwa word ‘kata’ dibedakan

dari lexeme ‘leksem’. Hal senada tentang leksem dikemukakan oleh Riemer (2013: 17) sebagai berikut :

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

“The lexeme is the name of the abstract unit which unites all the morphological variants of a single word”. Uraian di atas menunjukkan bahwa semantik leksikal

sebagai salah satu subsistem linguistik memandang bahwa: (a) tidak semua kata adalah leksem; dan (b) tidak semua leksem adalah kata, demikian Murphy (2013: 10).

Leksem tidak sama dengan kata yang ada di dalam bahasa secara nyata. Leksem adalah unsur leksikal dasar yang bersifat abstrak yang mendasari perubahan berbagai bentuk secara morfologis, Riemer (2013: 16)

Berbeda dengan Murphy (2013) dan Riemer (2013), Cruse (2011: 238) justru menambahkan konsep lain, ia menyatakan bahwa:

“Lexemes are the units listed in a dictionary. A dictionary provides a list of the lexemes of a language each indexed by on of its words forms. (Which word form a dictionary uses to indicate a lexeme is at least partly a matter of convention”. Bagi Cruse (2011) bentuk leksem yang terdapat dalam

kamus dapat menunjukkan sebuah bentuk kata. Bertumpu pada paparan di atas, buku ini merujuk leksem

sebagai bahan dasar dalam leksikon, yang berbeda dengan kata sebagai satuan gramatikal. Sebuah leksem yang telah mengalami proses gramatikal akan menjadi kata ditinjau dari tataran gramatika. Melalui sudut pandang gramatika, leksem diartikan juga sebagai bentuk morfem dasar atau kata, maupun bentuk terikat atau afiks. Dengan kata lain, leksem memegang peranan penting sebagai satuan dasar pembentukan kata dalam proses morfologis.

22

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

D. Kata Pengertian kata Murphy (2013: 11) merujuk kepada satuan

bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat. Berdasarkan konsep itu dicontohkan (misalnya kata berupa morfem bebas dalam Indonesia dari ranah Teknologi Informatika terdapat morfem bebas berupa: android, animasi, random, akses, memori, digital, kapasitas, internet, ebook, aplikasi, dls. Dalam ranah Kedokteran terdapat morfem bebas berupa: saraf, sensorik, ekstensi, fleksi, dls

Morfologi memandang kata sebagai satuan terbesar dalam unit analisis. Hal yang bertolak belakang dengan morfologi, adalah sintaksis. Tataran ini memandang kata sebagai satuan analisis terkecil. Sedangkan semantik, mempelajari makna kata. Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa kata merupakan satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran dalam linguistik, yakni morfologi, sintaksis dan semantik. Ilustrasi sebagai berikut:

Kata

Morfologi merupakan sebuah tataran yang memproses leksem menjadi kata.

morfologi

semantik sintaksis

leksem

proses morfol

ogis

kata

23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

BAB III KONSTRUKSI AFIKSASI

A. Pengertian Afiksasi

Afiksasi merujuk kepada suatu runtunan perubahan yang dilalui oleh bentuk dasar atau sebuah leksem sehingga leksem itu menjadi kata, entah kata tunggal ataupun kata kompleks. Konsep ini setara dengan proses pembubuhan afiks yang dikemukakan oleh Muslich (2008: 38) tentang proses pembubuhan afiks atau afiksasi, yakni peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar.

Konstruksi yang dimaksud dalam buku ini adalah bentuk. Kontruksi afiksasi mengacu kepada bentuk afiksasi. Ditinjau dari aspek konstruksi afiksasi bahasa Indonesia, terdapat dua jenis konstruksi afikasi, yaitu:

1. Konstruksi Afiksasi Monoleksemis

Konstruksi afiksasi monoleksemis adalah peristiwa menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada sebuah leksem untuk menjadi kata.

Afiks Leksem Kata Makna {meN-} + {fasilitasi} → {memfasilitasi} ‘memberi

fasilitas’ {meN-} + {reklamasi} → {mereklamasi} ‘pekerjaan

memperoleh tanah’

{meN-} + {bombardir} → {memborbardir} ‘diserbu’ {meN-} + {upgrade} → {mengupgrade} ‘menatar’ {meN-} + {branding} → {membranding} ‘memberi cap’

2. Konstruksi Afiksasi Polileksemis

Konstruksi afiksasi polileksemis adalah peristiwa menempelnya sebuah afiks, misalnya prefiks kepada dua leksem yang berkomposisi untuk menjadi kata.

24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks Leksem

komposisi Kata Makna

{ber-} + {komputer tablet}

→ {berkomputer tablet} ‘mempunyai komputer tablet’

{ber-} + {struktur android}

→ {berstruktur androidi}

‘memakai struktur android’

{meN-} + {wipe data} → {mewipedata} ‘menghapus data’

{meN-} + {reset data} → {meresetdata} ‘menghapus data’

Paparan di atas menunjukkan bahwa setiap leksem yang mengalami proses afiksasi dapat dilihat adanya tiga perubahan, yaitu: 1) bentuk; 2) kelas kata,; 3) makna. Catatan yang penting untuk digarisbawahi adalah pembentukan kata yang berkonstruksi polileksemis dalam bahasa Indonesia adalah afiks-asfiks itu membentuk sebuah sistsem, artinya kejadian kata dalam bahasa Indonesia merupakan runtunan proses yang berhubungan satu sama lain.

B. Macam-Macam Imbuhan (Afix) Bahasa Indonesia memilik beberapa jenis imbuhan atau

afiks yang dapat melekat kepada sebuah bentuk dasar atau leksem, yaitu: 1) awalan atau prefiks; 2) sisipan atau infiks; 3) imbuhan akhir atau sufiks; dan 4) imbuhan terbagi atau konfiks (simulfiks).

1. Prefiks

No Prefiks + Bentuk dasar bebas

→ Kata Makna

(1) {pe-} + {bisnis} → {pembisnis} {pe-} + {delegasi} → {pendelegasi} {pe-} + {stimulasi} → {penstimulasi} (2) {ber-} + {deviasi} → {berdeviasi} {ber-} + {kontraksi} → {berkontraksi} {ber-} + {proyeksi} → {berproyeksi}

25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(3) {meN-} + {fiksasi} → {memfiksasi} ‘gerakan mata ke kiri dan kanan’

{meN-} + {hidu} → {menghidu} ‘mencium’ {meN-} + {fleksi} → {memfleksi} ‘menekuk’ {meN-} + {diagnosis} → {mendiagnosis} ‘menentukan

penyakit’ (4) {di-} + {install} → {diinstall} ‘dipasang’ {di-} + {output → {dioutput} ‘dikeluarkan’ {di-} + {rename} → {direname} ‘dinamakan

ulang’ {di-} + {charging} → {dicharging} ‘diisi baterei

dengan setrum’

{di-} + {enter} → {dienter} ‘dimasukkan’ (5) {ter-} + {iritasi} → {teriritasi} ‘dalam

keadaan sakit’

{ter-} + {ekspansi} → {terekspansi} ‘dapat diluaskan’

{ter-} + {globaliasi} → [terglobalisasi} ‘keadaan mendunia’

{ter-} + {retwit} → {teretwit} ‘menjawab pesan ulang’

2. Infiks

No Infiks + Bentuk

dasar bebas

→ Kata Makna

(1) {-er-} + {gerutup} → {gemerutup} ‘bunyi berdetus-detus seperti bunyi mesin’

{-er-} + {gerlap} → {gemerlap} ‘berkilau’ (2) {-em-} + {tali} → {temali) ‘banyak tali’ {-em} + {guruh} → {gemuruh} ‘banyak suara

guntur’ (3) {-el-} + { tunjuk} → {telunjuk} ‘jari penunjuk’ {-el-} + { tapak} → {telapak} ‘tapak tangan;

tapak kaki’

26

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(4) {-in-} + {piuh} {piniuh} ‘dipelintir, putar balik’

{-in-} + {sambung} {sinambung} ‘sambung menyambuung’

3. Sufiks

No Sufiks + Bentuk dasar bebas

→ Kata Makna

(1) {-an} + {aplikasi} → {aplikasian} ‘penerapan’ {-an} + {loading} → {loadingan} ‘pemuatan’ (2) {-kan} + {tap} → {tapkan} ‘tekan’ {-kan} + {release} → {releasekan} ‘bebaskan,

berhentikan’ (3) {-i} + {sinyal} → {sinyali} ‘ditandai’ {-i} + {screen} → {screeni} ‘dilayari’ (4) {-or} + {sense} → {sensor} ‘perasa’ {-or} + {inovasi} → {inovator} ‘perubahan’

4. Konfiks

No Konfiks + Bentuk dasar bebas

→ Kata Makna

(1) {per-an} + {lengkap} → {perlengkapan} ‘tentang hal’ {per-an} + {reklamasi} → {pereklamasian} ‘hal tentang

rkelamasi’ (2) {peN-an} + {saraf} → {pensarafan} ‘hal tentang

saraf’ {peN-an} + {iritasi} → {pengiritasian} ‘hal tentang

penyakit’ (3) {me-kan} + {restorasi} → {merestorasikan} ‘melakukan

perbaikan’ {me-kan} + {radiasi} → [meradiasikan} ‘memberikan

radiasi’ (4) {ke-an} + {alternatif} → {kealternatifan} ‘bersifat

pilihan’ {ke-an} + {efektif} → {keefektifan} ‘bersifat

eefektif’ (5) {di-kan} + {fleksi} → {difleksikan} ‘ditekukkan’ {di-kan} + {ekstensi} → {diekstensikan} ‘diluruskan’

27

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(6) {ber-an} + {scalling} → {berscallingan} ‘kulit bersisik’ {ber+an} + {tinitus} {bertinitusan} ‘rasa

berdenging pada telinga’

(7) {ber-kan} + {nutrisi} → {bernutrisikan} ‘mengandung

gizi’ {ber-kan} + {tekstur} → {berteksturkan} ‘mempunyai

tekstur’

C. Morfem Terikat dengan Imbuhan Dalam bahasa Indonesia terdapat morfem terikat atau

bentuk dasar terikat yang dapat bergabung dengan imbuhan prefiks, infiks, sufiks dan konfiks.

1. Penggabungan prefiks dengan bentuk dasar terikat.

Prefiks + Morfem Terikat → Kata {peN} + {halang} → {penghalang} + {ungkap} → {pengungkap} {meN-} + {lekat} → {melekat} + {mindai} → {memindai} + {backup} → {membackup} + {merger} → {memerger} {ter-} + {hadap} → {terhadap} + {capai} → {tercapai} {di-} + {latih} → {dilatih} + {banding} → {dibanding} {ber-} + {kelahi} → {berkelahi} + {henti} → {berhenti} + {situs} → {bersitus} {se-} + {imbang} → {seimbang} + {iring} → {seiring}

28

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

2. Penggabungan sufiks dengan bentuk dasar terikat

Infiks + Bentuk Dasar Terikat Kata {-el-} + {tunjuk} → {telunjuk} + {tapak} → {telapak} {-em-} + {guruh} → {gemuruh}

Sisipan atau infiks dalam bahasa Indonesia tidak produktif. Model kata ini tampak terdapat data yang memperlihatkan pembentuk kata baru, sekarang ini.

3. Penggabungan konfiks dengan bentuk dasar terikat Sufiks + Bentuk Dasar Terikat Kata {-i} + {centang} → {centangi} + {milik} → {miliki} {-an} + {tampil} → {tampilan} + {layan} → {layanan} + {kendara} → {kendaraan} {ulas} → {ulasan} {-kan} + {email} → {emailkan} {setting} → {settingkan}

4. Penggabungan infiks dengan bentuk dasar terikat

Konfiks + Bentuk Dasar Terikat Kata {ber-an} + {bbm} → {berbbman} + {sms} → {bersmsan} {per-an} + {tarung} → {pertarungan} {instalasi} → {perinstalasian} → {peN-an} + {jelajah} → {penjelajahan} {unggah} → {pengunggahan}

29

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

D. Pemunculan Morfem Berulang Merujuk kepada pengulangan bentuk dasar dari sebuah

morfem. Pengulangan sebuah morfem ada yang berfungsi mengubah golongan kata ada pula yang tidak. Pada bentuk ulang {urut} menjadi {urutan} menjadi {urutan-urutan}; {hari} menjadi {sehari-hari}; proses pengulangan mempunyai fungsi membentuk kata benda dari kata kerja. Selanjutnya pada kata {cakap} yang diulang menjadi {bercakap-cakap}, {pisah} menjadi {terpisah-pisah}; {tegun} menjadi {tertegun-tegun}; {ulang} menjadi {diulang-ulang}; {raba} menjadi {meraba-raba} proses pengulangan mempunyai fungsi membentuk kata kerja dari kata kerja. Berikut adalah contoh morfem dasar berasal dari kata benda yang mengalami proses pengulangan menjadi kata benda, artinya proses pengulangan ini tidak merubah penggolongan kelas kata.

Morfem Dasar

+ Morfem ulang

→ Kata

{fitur} + {fitur} → {fitur-fitur} {kontes} + {kontes} → {kontes-kontes} {efek} + {efek} → {efek-efek} {situs} + {situs} → {situs-situs} {aplikasi} + {aplikasi} → {aplikasi-aplikasi} {kanal} + {kanal} → {kanal-kanal} {subkanal} + {subkanal} → {subkanal-subkanal} {mula} + {mula} → {mula-mula} {sendiri} + {sendiri} → {sendiri-sendiri} {agas} + {agas} → {agas-agas} {aqua} + {aqua} → {aqua-aqua} {bisnis} + {bisnis} → {bisnis-bisnis} {detik} + {detik} → {detik-detik}

E. Keragaman Makna Pengulangan

Proses pengulangan dapat menytakan beberapa makna, makna tersebut antara lain:

1. Menyatakan makna ‘banyak’ Untuk mendapatkan makna ‘banyak’ ada baiknya diberi

ilustrasi kata sahabat dan sahabat-sahabat, contoh sebagai berikut:

30

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

1) Ketika kuliah dulu, dia tidak memiliki link. 2) Anda dapat memperluas link-link dengan sahabat

Anda ketika kuliah dahulu atau menambah link-link baru ke berbagai perguruan tinggi di wilayah Jakarta.

Kata link dalam kalimat 1) Ketika kuliah dulu, dia tidak

memiliki link menyatakan sebuah ‘link atau jaringan pertemanan’, sedangkan kata link-link dalam kalimat nomor 2) Anda dapat memperluas link-link dengan sahabat Anda ketika kuliah dahulu atau menambah link-link baru ke berbagai perguruan tinggi di wilayah Jakarta menyatakan makna ‘banyak link’. Contoh yang sama terjadi pada kata ulang:

Morfem Morfem Ulang Makna {subkanal} → {subkanal-subkanal} ‘banyak subkanal’ {link} → {link-link} ‘banyak link’ {channel} → {channel-channel} ‘banyak channel’ {option} → {option-option} ‘banyak option’ {login} → {login-login} ‘banyak login’ {akun} → {akun-akun} ‘banyak akun’

Dalam bahasa Indonesia dalam ranah teknologi

informasi makna ‘banyak’ sering juga dinyatakan tidak dengan bentuk pengulangan. Misalnya dalam kalimat:

3) Nature Sounds Beaches memiliki banyak daftar suara.

Suara ini akan membuat tubuh Anda mengalami relaksasi.

4) Suara yang dimiliki aplikasi ini salah satunya seperti suara saat Anda di pantai.

5) Suara-suara ini akan membuat tubuh Anda mengalami relaksasi. Efek suara yang tersedia antara lain: api, bola api, hujan dan burung, hujan badai, hujan angin, dan salju.

(Sumber: Wahana Komputer, 2014: 188)

31

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

2. Menyatakan Makna ‘alasan’

6) Masyarakat petani perlu memiliki pemahaman teknologi pertanian, jika masyarakat masih menanam dengan cara-cara manual hasil panen tidak akan maksimal

“Panen akan maksimal” memerlukan “alasan, atau syarat”, yakni apabila petani memiliki pemahaman teknologi pertanian. Dengan begitu, dapat dijelaskan bahwa pengulangan kata cara menjadi cara-cara yang diiringi dengan kata jika dalam kalimat nomor 6) menyatakan makna ‘alasan atau persyaratan’. Berlainan dengan no 6) kalimat nomor 7): 7) Hierarki pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat akan

diawali dengan pemenuhan zat karbohidrat pada asupan makanannya, jika tidak terpenuhi zat kabohidrat itu, maka kebutuhan dasar akan protein belum dapat tercapai. Karena swasembada daging dijadikan wacana yang sedang booming, saat ekonomi Indonesia sedang kuat.

Sumber: Majalah Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi, (2014: 19) “Kebutuhan protein” di dalam masyarakat mempunyai alasan atau syarat” yaitu apabila kebutuhan karbohidrat sudah terpenuhi. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kata jika dalam kalimat itu merupakan makna “alasan”.

3. Menyatakan Makna ‘Tak bersyarat atau tak beralasan’

8) Meskipun pertumbuhan industri-industri makanan dan minuman Indonesia belum meningkat, masyarakat tetap memiliki komitmen cinta produksi dalam negeri.

Sumber: Majalah Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi, (2014: 18)

32

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

“Masyarakat tetap memiliki komitmen cinta produksi dalam negeri” mengindikasikan makna ‘tak bersyarat atau tak beralasan’. Makna itu dipertegas dengan penggunaan kata meskipun.

9) Poin-poin kurang penting itu sudah dijelaskan juga. 10) Walaupun poin itu kurang penting, dijelaskan juga Sumber: Pradiyansyah (2007: 67)

Kalimat 9) dan 10) menunjukkan pengulangan pada kata poin yang bermakna sama dengan yang dikandung oleh kata walaupun yaitu bermakna ‘tak bersyarat’.

4. Menyatakan makna ‘menyerupai apa yang disebut pada bentuk dasar’. Akhiran {-an} yang melekat pada bentuk dasar yang mengalami proses pengulangan, misalnya:

Bentuk berulang + {-an}

Makna

{blackberry-blackberryan} ‘menyerupai blackberry’ {biji-bijian} ‘menyerupai biji’ {cincin-cincinan} ‘menyerupai cincin’ {gigi-gigian} ‘menyerupai gigi’ {komputer-komputeran} ‘menyerupai komputer’ {dokter-dokteran} ‘menyerupai dokter’ {mobil-mobilan} ‘menyerupai mobil’ {sepeda-sepedaan} ‘menyerupai sepeda’ Contoh:

1) Anak kecil itu memegang komputer-komputeran. 2) Topeng itu memiliki gigi-gigian yang besar. 3) Toko Makmur menjual cincin-cincinan. 4) Orang itu membelikan mobil-mobilan untuk anaknya.

5. Menyatakan makna ‘menyerupai apa yang disebut pada

bentuk dasar’. Konfiks {ke-an} yang melekat pada bentuk dasar yang mengalami proses pengulangan, misalnya:

33

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Bentuk berulang + {ke-an}

Makna

{kemual-mualan} ‘menyerupai rasa mual’ {keaneh-anehan} ‘menyerupai rasa aneh’ {kedokter-dokteran} ‘menyerupai dokter’ {keperawat-perawatan} ‘menyerupai perawat’ {kepemimpin-pemimpinan} ‘menyerupai pemimpin’ {kehakim-hakiman} ‘menyerupai hakim’ {kewebstore-webstorean} ‘menyerupai webstore’ {kejurnalis-jurnalisan} ‘menyerupai jurnalis’ {kebarat-baratan} ‘menyerupai orang barat’ {kecina-cinaan} ‘menyerupai orang Cina {kebingung-bingungan} ‘menyerupai orang bingung’

Contoh: 1) Banyak pedagang di Pasar Mangga dua berbahasa

kecina-cinaan. 2) Orang tua yang berdiri di ujung jalan raya itu tampak

kebingung-bingunan. 3) Setiap kali Ia merasa kemual-mualan setiap kali

mencium aroma daging sapi. 4) Anak itu pandai menulis cerita. Hasil tulisannya

kejurnalis-jurnalisan.

6. Menyatakan makna ‘perbuatan dilakukan secara berulang-ulang’. Misalnya :

Bentuk berulang

Makna

{menginstal-instal} ‘menginstal berkali-kali’ {terenkripsi-enkripsi} ‘mengubah data berkali-kali ke

dalam suatu kode’ {terformat-format} ‘membentuk berkali-kali’ {mendeteksi-deteksi} ‘memeriksa berkali-kali’ {mengcover-cover} ‘menyampul berkali-kali’ {terinput-input} ‘memasukkan data berkali-kali’ {diasosiasi-asosiasikan} ‘diasosiasikan berkali-kali’ {berfitur-fitur} ‘berfitur berkali-kali’ {berdeklarasi-deklarasi} ‘berkata berkali-kata’ {bernotasi-notasi} ‘bernotasi berulang kali’

34

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{mengupdate-update} ‘memperbarui berkali-kali’ {mentwitter-twitter} ‘mentwitter berkali-kali’ {mengemail-email} ‘mengemail berkali-kali’

Contoh: 1) Motivator yang terkenal itu mentwitter-twitter para

klien yang ikut seminarnya. 2) Setiap mahasiswa perlu mengupdate-update data

dirinya setiap semester. 3) Setiap hari orang itu mengemail-email surat. 4) Teknisi komputer itu menginstal-instal program bahasa

Arab.

7. Menyatakan makna ‘perbuatan dalam suatu keadaan tertentu’, misalnya keadaan sabar, gembira, sedih, santai, mudah dls.

Bentuk berulang

Makna

{memonitor-monitor} ‘memperhatikan dengan teliti’ {memodifikasi-modifikasi} ‘mengubah dengan santai’ {berkontribusi-kontribusi} ‘mempunyai sumbangan nyata’ {membrowsing-browsing} ‘melihat-lihat dengan santai’ {tergesa-gesa} ‘keadaan cepat’ {bersabar-sabar} ‘keadaan sabar’ {membaca-baca} ‘keadaan sedang membaca’ {menimang-nimang} ‘menggendong dengan santai’ {terengah-engah} ‘keadaan lelah’

Contoh kalimat:

1) Manusia memiliki sifat tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu.

2) Manusia perlu bersabar-sabar menghadapi berbagai hal dalam menjalani kehidupannya.

3) Setiap sore keluarga itu bercengkerama sambil minum-minum teh hangat di halaman rumah sambil membaca –baca surat kabar petang.

4) Ibu muda itu menimang-nimang bayinya yang baru dilahirkan di bawah sinar matahari pagi.

35

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

5) Setelah berlari sejauh lima kilometer, Amir merasa terangah-engah.

8. Menyatakan makna ‘saling’; ‘perbuatan yang dilakukan oleh subjek dan objek yang berbalas-balasan’

Bentuk berulang

Makna

{sentuh-menyentuh} ‘saling sentuh’ {sandar-menyandar} ‘saling harap’ {telepon-menelpon} ‘saling menelpon’ {twiter-mentwiter} ‘saling mentwiter’ {switch-menswitch} ‘saling merubah’ {harap-mengharap} ‘saling mengharap’ {tekan-menekan} ‘saling tekan’ {teken-meneken} ‘saling menandatangan’ {bersalam-salaman} ‘saling bersalaman’ {kunjung-mengunjungi} ‘saling berkunjung’ {watchup-mewatchup} ‘saling mengirimkan berita’

Contoh:

1) Masyarakat sekarang ini sering watchup-mewatchup berita.

2) Perjanjian kerjasama itu sudah disepakati, para anggota yang terlibat sudah teken-meneken surat kerjasama.

3) Perusahaan itu telepon menelepon para pelanggannya. 4) Para jamaah masjid itu bersalam-salaman setelah selesi

salat magrib.

9. Menyatakan makna ‘agak’

Bentuk berulang

Makna

{keheran-heranan} ‘agak heran’ {kelebam-lebaman} ‘agak lebam’ {keungu-unguan} ‘agak ungu’ {kepikir-pikiran} ‘agak terpikir’ {kemaksimal-maksimalan} ‘tidak terlalu maksimal’

36

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{kehatian-hatian} ‘agak hati-hati’ {kehitam-hitaman} ‘agak hitam’ {kerugi-kerugian} ‘agak rugi’ {kedemokratis-demokratisan} ‘agak demokratis’ {kebarat-baratan} ‘agak mirip orang barat’

Contohnya:

1) Keheran-heranan Aminah melihat adiknya yang masih kecil itu sudah pandai membaca.

2) Orang itu berbahasanya kebarat-baratan. 3) Penggambaran desain rumah tinggal menggunakan

software ArchiCAD kepikir-pikiran juga olehku. 4) Orang itu tampak kelebam-lebaman.

10. Menyatakan makna keterangan waktu ‘sekali’

Bentuk berulang

Makna

{siang-siang} ‘siang sekali’ {petang-petang} ‘petang sekali’ {pagi-pagi} ‘pagi sekali’ {sore-sore} ‘sore sekali’ {malam-malam} ‘malam sekali’ {tengah hari-tengah hari} ‘siang sekali’ {tengah malam-tengah malam} ‘malam sekali’

Contoh:

1) Sore-sore anak-anak itu bermain-main di lapangan. 2) Kemacetan lalu lintas tidak terjadi pagi-pagi. 3) Orang itu masih tetap bekerja tengah hari-tengah hari

begini. 4) Malam-malam aku tetap belum tertidur karena perlu

mengerjakan berbagai tugas sekolah.

37

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

BAB IV MORFOFONEMIK

A. Pengertian Morfofonemik

Istilah morfofonemik ditinjau dari segi bentuk, terdiri dari dua bagian yaitu unsur morfem dan unsur fonem. Oleh karena itu, morfofonemik dapat dikatakan sebagai suatu subsistem dalam linguistik yang dibentuk dari dua unsur yang berlainan, namun keduanya berkaitan dan saling membutuhkan dalam membentuk sebuah kosa kata bahasa Indonesia. Kajian morfofonemik merupakan kajian yang berorientasi kepada perubahan bunyi sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses aiksasi, reduplikasi maupun komposisi, demikian Chaer (2008: 43). Contoh morfofonemik:

Morfem + Imbuhan → Morfofonemik {klik} + {me(N)} → {mengeklik} {switch} + {me(N)} → {menswitch} {proyeksi} + {me(N)} → {memproyeksi} {okulasi} + {me(N)} → {mengokulasi} {shooting} + {me(N)} → {menyoting}

Contoh dalam kalimat:

1) Hindari mengeklik OK untuk mengakhiri pengaturan parameter.

2) Untuk mendefault settings harus keluar dari kotak dialog.

{respon} + {me(N)} → {merespon} {desain} + {me(N)} → {mendesain} {layout} + {me(N)} → {melayout}

Contoh dalam kalimat:

1) Hindari merespon terlalu cepat! 2) Orang itu mendesain rumahnya sendiri.

Paparan berikut ini menunjukkan keanekaragaman tipe

perubahan fonem serta berbagai bentuk morfofonemik serta beberapa proses morfologi.

38

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

B. Tipe-Tipe Morfofonemik Proses morfologi yang terjadi pada satu morfem dengan

morfem lain akan menghasilkan sebuah kata. Pada proses pembentukan kata ada beberapa model perubahan fonem. Dalam lingkup proses morfofonemik model perubahan itu antara lain. :

1. Pesenyawaan fonem merujuk kepada proses meluluhnya sebuah fonem yang disenyawakan dengan fonem lain. Contohnya dalam pengimbuhan :

{pe-an} + {suling} → {penyulingan} {pe-} + {suling} → {penyuling} {me-} + {kontrol} → {mengontrol} {pe-} + {tanak} → {penanak}

Contoh penggunaan kata hasil persenyawaan fonem dalam kalimat:

1) Sebuah inovasi yang menjungkirbalikkan proses kerja penyulingan nilam yang rendemannya cuma berkisar antara 1,5-2%.

2) Petani dan penyuling nilam langsung frustasi karena rugi.

3) Ia hanya menambahkan sensor otomatis di boiler untuk mengontrol suhu dan tekanan.

4) Bahan baku dan air dibatasi oleh lempeng besi nirkarat mirip alat penanak nasi.

Pada contoh proses peluluhan fonem sebagaimana tertera di atas dalam proses pengimbuhan prefiks {pe-}; {pe-an}; {me} pada morfem dasar {suling}; akan memunculkan bunyi nasal [ ñ ], sedangkan pada morfem dasar {kontrol}; akan memunculkan bunyi sengau [ ŋ ]; di pihak lain pada morfem dasar {tanak}akan memunculkan bunyi nasal [ n ].

2. Penambahan fonem mengacu kepada hadirnya fonem atau bunyi dalam proses morfologi yang pada awalnya fonem itu tidak ada. Contoh:

{pe-} + {pres} → {pengepresan} {me-kan} + {proyeksi} → {memproyeksikan}

39

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{me-} + {fermentasi} → {memfermentasi} {me-} + {blender} → {memblender} {me-} + {destilasi} → {mendestilasi}

Contoh penggunaan kata hasil penambahan fonem dalam kalimat:

1) Biomassa yang tersisa diangkat dari wadah dan dipres.

Larutan pengepresan dimasukkan ke cairan fermentasi. 2) Dewan Asri memproyeksikan harga nilam idealnya Rp.

500.000/kg. 3) Orang itu memfermentasi irisan daun nilam dengan

bantuan air dan dua jenis kapang. 4) Herdi tak memblender daun nilam, tetapi mengiris-iris

saja. 5) Sekali mendestilasi 400 kg bahan, Rudi memanen 13 kg

minyak nilam.

Pada contoh proses penambahan fonem sebagaimana tertera di atas dalam proses pengimbuhan prefiks {me-} pada morfem dasar {pres}; akan memunculkan bunyi nasal [ŋ] , sedangkan pada morfem dasar {proyeksi}; {fermentas}; {blender} dan {destilasi}akan memunculkan bunyi nasal [m].

3. Pelesapan fonem mengacu kepada melesap atau

menghilangnya suatu fonem atau bunyi dalam proses morfologi yang pada awalnya fonem itu ada menjadi tidak ada. Misalnya:

{vulkanolog} + {-wan} → {vulkanolowan} {sejarah} + {-wan} → {sejarawan} {kakak} + {-nda} → {kakanda} {ter-} + {rangsang} → {terangsang} {per-an} + {rawat} → {perawatan} {ber-} + {rambut} → {mendestilasi} {ter-} + {realisasi} → {terealisasi}

Contoh penggunaan kata hasil perlesapan fonem dalam kalimat:

40

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

1) Vulkanolowan asal Indonesia itu berjalan kaki untuk mencapai puncak-puncak tertinggi dan tepian kaldera untuk mempelajari tipe-tipe gunung berapi.

2) Kakanda akan berangkat ke Surabaya besok pagi, 3) Agar akar terangsang untuk tumbuh, umumnya

pekebun menggunakan zat perangsang tumbuh atau (ZPT) yang mengandung hormone auksin.

4) Pemenggalan akar dan perawatan intensif jabon tumbuh lebih cepat dan waktu panenpun singkat.

5) Rizosfer yang sudah berambut akar mengundang mikrob menguntungkan tanaman itu.

6) Gagasan itu akhirnya terealisasi pada pertengahan tahun 2014.

4. Perubahan fonem mengacu kepada sebuah fonem

berubah akibat proses morfologi. Perubahan terjadi karena bertemunya dua morfem dasar yang berbeda bunyi, bersatu kemudian berubah menjadi sebuah bunyi lain yang lain dari keduanya . Misalnya:

{be-} + {ajar} → {belajar} {ter} + {anjur} → {terlanjur} {me-} + {asam} → {masam} {di-} + {claim} → {diklem}

Keterangan: Pembentukan kata belajar dari morfem {be-} + {ajar} demikian pula pada morfem {ter-} + {anjur} menjadi terlanjur merupakan satu ciri khas yang pembentukan sangat jarang terjadi pada model kata yang lain dalam bahasa Indonesia. Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem dalam kalimat:

1) Air penyiraman bunga berasal dari air PAM yang diolah dengan teknologi reserve osmosis sehingga air bersifat masam

2) Keputusan itu banyak diklem banyak orang.

41

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

C. Pembentukan Kata Berbasis Morfofonemik Pembentukan kata bahasa Indonesia berbasis proses

morfofonemik didominasi oleh imbuhan terutama pada akhiran {-an}; imbuhan gabung atau konfiks {pe-an} dan {per-an} serta prefiks atau awalan seperti: {me-}; {pe-}; {per-}; {ber-}; {ter-}. Paparan berikut ini dimulai dari akhiran {-an}.

1. Proses Morfofonemik Akhiran {-an} Chaer (2008: 54) mengemukakan bahwa gejala

morfofonemik dalam pembentukan kata bahasa Indonesia lewat sufiksasi ada dua jenis yaitu: 1) pemunculan fonem dan 2) transisi fonem.

1) Pemunculan fonem terjadi ketika satu morfem bebas maupun terikat bertemu dengan akhiran {-an}. Pada proses ini akan muncul tiga buah fonem yaitu dua fonem semivokal atau bunyi peluncur (glider) yakni [w]; [y] dan sebuah bunyi glottal dilambangkan [?].

Catatan: Bunyi peluncur ini hanya hadir dalam bahasa lisan dan tidak muncul pada bahasa tulis, sebab bila merujuk kepada kaidah penggunaan ejaan bahasa Indonesia yaitu Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan bunyi-bunyi itu tidak dituliskan. Berangkat dari alas an itu, contoh-contoh kalimat di bawah ini bunyi peluncur itu tidak dituliskan.

(1) Fonem /w/ muncul seandainya sufiks {–an}

diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi [u]. Umpamanya :

{pantau} + {-an} → {pantauwan} {buru} + {-an} → {buruwan} {tumpu} + {-an} → {tumpuwan} {ramu} + {-an} → {ramuwan} {cemburu} + {-an} → {cemburuwan}

Contoh penggunaan kata hasil pemunculan fonem /w/ fonem dalam kalimat:

42

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

i. Gelombang laut saat musim hujan di kota Bitung terus mendapat pantauan pemerintah setempat.

ii. Hasil buruan berupa cengkih dan pala oleh para pedagang rempah di pulau Ternate menjadikan harga komiditas itu meningkat harganya.

iii. Rempah menurut salah satu suku bangsa di Sulawesi digunakan sebagai bahan penyedap makanan, kosmetik, obat-obatan hingga ramuan perangsang berahi.

iv. Sifat orang itu sangat cemburuan. v. Ibu muda itu kini menjadi tumpuan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga. (2) Fonem /y/ akan hadir sekiranya sufiks {–an}

diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi [i]. Umpamanya :

{untai} + {-an} → {untaiyan} {capai} + {-an} → {capaiyan} {isi} + {-an} → {isiyan} {tragedi} + {-an} → {tragediyan} {tikai} + {-an} → {tikaiyan}

Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem /y/ dalam kalimat:

i. Harga capaian minyak kastor lebih kurang 90 sen dolar per liter.

ii. Tragedian dalam karya sastra ciptaan Ali banyak dipaparkan di akhir cerita.

iii. Untaian buah jarak kepyar atau kacang kastor bisa mencapai 3,5 meter.

iv. Isian beras setiap satu kantong sebanyak 1 liter. v. Banyak tikaian yang terjadi di kalangan masyarakat

yang diawali oleh persoalan kecil.

(3) Fonem Glotal /?/ akan muncul apabila sufiks {–an} diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi [a]. Umpamanya:

43

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{tetangga} + {-an} → {tetangga?an} {sedia} + {-an} → {sedia?an} {irama} + {-an} → {irama?an} {mamalia} + {-an} → {mamalia?an} {satwa} + {-an} → {satwa?an}

Keterangan simbol bunyi glotal [?] Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem glottal /?/ dalam kalimat:

i. Banyak kampung yang warganya bertetanggaan dengan hutan pinus.

ii. Sediaan makanan sudah hamper habis. iii. Iramaan lagu itu ditulis oleh ayahku. iv. Yaki adalah orang utan jenis mamaliaan yang bermata

besar dan berkaki kuat. v. Darwin adalah geolowan pertama yang mengunjungi

Galapagos pada tahun 1835, dia pada akhirnya menekuni satwaan unik di Galapagos.

2. Transisi fonem merujuk kepada peristiwa bergesernya fonem ketika bertemu sufiks {-an}. Hal ini terjadi sekiranya {-an} diimbuhkan dengan bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi konsonan. Untuk melihat gejala ini digunakan parameter suku kata. Pengertian suku mengacu kepada satu kesatuan ucapan. Oleh sebab itu, setiap awal suku maupun akhir suku selalu berimpit dengan awal dan akhir suatu ucapan. Misalnya;

Data fonemis Suku Struktur suku kata /simpul/ + /-an/ → /sim/ + /pu/ +/lan/ /tulisan/ + /-an/ → /tu/+/li/+/san/ /hadapan/ + /-an/ → /ha/+/da/+/pan/

Keterangan : /…/ simbol suku kata Alasan digunakan suku kata karena suku kata memiliki

fungsi membentuk kata atau bagian kata. Ditinjau dari bentuknya suku kata itu terdiri dari beberapa tipe, yaitu:

44

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

a) Bila ada dua konsonan di antara dua vokal, maka kedua konsonan itu berada dalam satu suku, mungkin pula terletak dalam suku yang berbeda tergantung letak transisinya.

b) Bila sebuah konsonan merupakan satu kesatuan ucapan, berbentuk satu gugus, transisi terletak di anatara vokal dan konsonan. Gejala itu terjadi bila konsonan itu terletak dalam sebuah suku, yaitu suku-suku yang mengikutinya.

c) Bila kedua konsonan itu tidak merupakan suatu kesatuan, maka konsonan itu berpindah letak membentuk suku kata baru dengan menggabung pada sufiks {-an }. Misalnya:

Data fonemis suku Struktur suku kata /tegur/ + /-an/ → /te/+/gu/+/ran/ /jelajah/ + /-an/ → /je/+/la/+/ja/+/han/ /tumbuk/ + /-an/ → /tum/+/bu/+/kan/ /gumpal/ + /-an/ → /gum/+/pa/+/lan/

Contoh penggunaan kata hasil transisi fonem dalam kalimat:

i. Pulau Sulawesi merupakan daerah jelajahan para pencari cengkih.

ii. Kerak samudra yang terangkat karena tumbukan lempeng Australia

iii. Setiap perkuliahan bahasa Indonesia selesai disampaikan selalu ditutup dengan simpulan materi perkuliah itu

iv. Banyak tulisan bermutu sudah diterbitkan dalam jurnal Linguistik

v. Makalah seminar itu dibaca di hadapan para ahli bahasa.

vi. Gumpalan awan hitam akibat meletus gunung Merapi terdapat di wilayah Yogyakarta.

3. Proses Morfofonemik dalam Konfiks {pe-an}

Proses morfofonemik dalam imbuhan dipaparkan secara berurut, yaitu proses morfonemik dalam konfiks {pe-an} dan {per-an}. Uraian berikut ini dimulai dari:

45

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

1) Konfiks {per-} Proses pengimbuhan berbasis morfofonemik dengan

prefiks {per-} ada beberapa model, yaitu: (1) persenyawaan fonem /r/; (2) perubahan fonem /r/ (3) pemertahanan fonem /r/

Paparan data berupa:

(1) Persenyawaan fonem /r/ akan terjadi seandainya bentuk dasar diawali dengan fonem /r/, dan /k/ misalnya:

{per-} + {rampok} → {perampok} {per-} + {rancang} → {perancang} {per-} + {tambak} → {petambak} {per-} + {kategori} → {pekategori} {per-} + {kerja} → {pekerja}

Contoh penggunaan kata hasil persenyawaan fonem dalam kalimat:

i. Perampok itu sudah ditangkap polisi. ii. Busana pengantin itu dirancang oleh perancang terkenal. iii. Petambak itu memanen ikan nila setiap minggu 100 kg. iv. Setiap hitungan dalam statistik deskriptif memiliki

varibel pekategori. v. Setiap pekerja mendapat gaji Rp 1.000.000,- per minggu.

(2) Perubahan fonem /r/ menjadi /l/ Bahasa Indonesia perubahan fonem /r/ menjadi /l/ hanya terjadi pada morfem imbuhan {per-} + bentuk dasar {ajar}. Contoh:

Contoh penggunaan kata hasil perubahan fonem /r/ menjadi /l/ dalam kalimat:

{per-} + {ajar} → {pelajar}

46

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Model perubahan ini tidak produktif dalam bahasa Indonesia, dan hanya ada satu kasus saja yaitu pada bentuk pelajar.

(3) Pemertahanan fonem /r/ terjadi pada satuan bahasa yang

atau morfem bebas yang diawali oleh bunyi /p/, /t/, /c/, /k/, /l/, /m/, /j/ contoh:

{per-} + {lambang} → {perlambang} {per-} + {panjang} → {perpanjang} {per-} + {tahap} → {pertahap} {per-} + {metode} → {permetode} {per-} + {jari} → {jari} {per-} + {contoh} → {percontoh}

Contoh penggunaan kata hasil pemertahanan fonem dalam kalimat:

i. Dalam tradisi budaya Cina ikan Arwana perlambang panjang umur.

ii. Perpanjang surat tanda naik kendaraan anda! iii. Pembangunan mall itu dilakukan pertahap. iv. Penelitian jamur itu dilakukan permetode. v. Kuku itu dipotong perjari.

2) Konfiks {per-an}

Konfiks {per-an} merupakan imbuhan berupa prefiks yang sangat produktif mengalami proses morfofonemik. Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {per-an} terjadi dalam beberapa model, yaikni: (1) persenyawaan fonem; (2) pemertahanan fonem; dan (3) penambahan fonem. Paparan masing-masing model itu sebagai berikut:

(1) Persenyawaan fonem merujuk kepada fenomena, sekiranya prefiks {per-an} diimbuhkan pada satuan bahasa berupa morfem dasar yang diawali oleh konsonan tak bersuara, seperti:

47

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

bilabial Alveolar Velar Hambat tak besuara /p/ /t/ /k/ Geser /s/

Contoh:

{per-an} + {tampung} → {penampungan} {per-an} + {selamat} → {penyelamatan} {per-an} + {tangkar} → {penangkaran} {per-an} + {pagar} → {pemagaran} {per-an} + {pandang} → {pamandangan} {per-an} + {kecuali} → {pengecualian}

Contoh penggunaan kata hasil fonem dalam kalimat:

i. Air sumur, misalnya didiamkan di penampungan dalam posisi terbuka selama 24 jam untuk mengikat oksigen.

ii. Arwana menjadi penyelamat bagi Suryadi ketika perusahaan tempatnya mencari nafkah gulung tikar.

iii. Saya bertekad menekuni penangkaran arwana. iv. Polisi melakukan pemagaran menggunakan pita

khusus di tempat kejadian perkara. v. Mereka tidak memiliki hak pengecualian dalam

menangani kasus itu. Catatan :

a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/ terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /t/.

b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.

c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.

d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {per-an} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /k/.

48

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(2) Pemertahanan Pemertahanan fonem merujuk kepada prefiks {per-an}

diimbuhkan pada satuan bahasa berupa morfem dasar yang diawali oleh konsonan nasal, getar, lateral dan semivokal sebagai berikut:

bilabial Alveolar Palatal Hambat besuara

/b/ /d/ /g/

Nasal /m/ /n/ /ñ/ Getar /r/ Lateral /l/ semivokal /y/

Contoh:

{per-an} + {laku} → {perlakuan} {per-an} + {rakit} → {perakitan} {per-an} + {yayasan} → {peryayasanan} {per-an} + {mesin} → {permesinan} {per-an} + {dagang} → {perdagangan} {per-an} + {bukit} → {perbukitan} {per-an} + {nyata} → {pernyataan} {per-an} + {nafas} → {pernafasan}

Contoh penggunaan kata hasil pemertahanan fonem dalam kalimat:

i. Selang dua setengah jam, ia menguras akuarium karena air kotor. Lalu mengisi air baru asal galon isi ulang tanpa perlakuan terlebih dahulu.

ii. Perakitan mobil esemka buatan Indonesia terus ditingkatkan.

iii. Setiap organisasi pendidikan swasta perlu memiliki izin peryayasanan pengelola pendidikan itudi setiap jejang.

iv. Ali menekuni seluk beluk permesinan sejak masih mengikuti pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama.

v. Pernyataan orang itu sangat jelas.

49

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(3) Penambahan Penambahan fonem merujuk kepada prefiks {per-an}

diimbuhkan pada satuan bahasa berupa morfem dasar tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia, khususnya pada penulisan buku ini. Gejala yang sangat dominan adalah persenyawaan dan pemertahanan fonem sebagaimana tertera di bagian (1) dan (2) pada paparan sebelum ini.

4. Proses Morfofonemik dalam Imbuhan dalam prefiks atau awalan seperti : {me-}; {pe-}; {per-}; {ber-}; {ter-}. Uraian berikut ini diawali dengan;

1) Prefiks {me-} Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {me-} terjadi dalam beberapa model, yaikni: (1) persenyawaan fonem; (2) pemertahanan fonem; dan (3) penambahan fonem. Imbuhan prefiks {me-} berfungsi membentuk kata kerja aktif transitif dan kata kerja intransitif. Paparan masing-masing model itu diawali dengan uraian: {me-}; {me-kan} dan {me-i}.

(1) Persenyawaan mengacu kepada prefiks {me-} yang diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan:

Bilabial Alveolar Velar Hambat tak besuara /p/ /t/ /k/ Geser /s/

Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-} + {pantang} → {memantang} {me-} + {pangkas} → {memangkas} {me-} + {tabung} → {menabung} {me-} + {tampal} → {menampal} {me-} + {karang} → {mengarang} {me-} + {kateter} → {mengateter} {me-} + {kawal} → {mengawal} {me} + {susu} → {menyusu}

50

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Contoh penggunaan kata dalam kalimat: i. Anita tidak pernah memantang makanan. ii. Setiap tiga bulan sekali, Ali memangkas rambutnya. iii. Kakak mengajari adiknya untuk menabung uang di

Bank Mandiri. iv. Ibu menampal bajunya yang sudah robek. v. Pak Hamid pandai mengarang lagu bahasa Krui. vi. Dokter itu sedang mengateter pasien yang sakit ginjal vii. Bayi itu sedang menyusu kepada ibunya.

Catatan :

a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /t/.

b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.

c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {m} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.

d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /k/.

(2) Pemertahanan mengacu kepada prefiks {me-} yang diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan

Bilabial labiodental Alveolar palatal Velar Getar /r/ Lateral /l/ Nasal /m/ /n/ /ñ/ /ŋ/ Semivokal /w/ /y/

51

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-} + {rapel} → {merapel} {me-} + {landai} → {melandai} {me-} + {minum} → {meminum} {me-} + {nanti} → {menanti} {me-} + {laknat} → {melaknat} {me-} + {mejeng } → {memejeng} {me-} + {nyala} → {menyala} {me} + {ngeong} → {mengeong}

Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:

i. Perusahaan itu merapel gaji karyawan tiga bula sekali.

ii. Bentuk pegunungan itu melandai dari pantai utara pulau Jawa hingga ke selatan.

iii. Pak Ardih sedang meminum obat iv. Tuhan akan melaknat orang yang korupsi. v. Saudagar mobil itu sedang memejeng mobil.

(3) Penambahan mengacu kepada prefiks {me-} yang diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan sebagai berikut:

Bilabial labiodental Alveolar Vela

r glotal

Hambat bersuara

/b/ /d/ /g/

Hambat tak bersuara

/p/ /t/ /k/

Geser tak bersuara

/f/ /x/ /h/

Semivokal /w/ /x/ adalah simbol fonem /kh/

52

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-} + {basmi} → {membasmi} {me-} + {defensif} → {mendefensif} {me-} + {genggam} → {menggenggam} {me-} + {faksimile} → {memfaksimile} {me-} + {pak} → {mengepak} {me-} + {cas } → {mengecas} {me-} + {tik } → {mengetik} {me-} + {lap } → {mengelap} {me-} + {bom } → {mengebom} {me-} + {cap} → {mengecap} {me-} + {khitan} → {mengkhitan} {me-} + {hidu} → {menghidu} {me-} + {wisuda} → {mewisuda} {me-} + {wabah} → {mewabah}

Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:

i. Knalpot panas dapat digunakan sebagai sumber pengecas ponsel.

ii. Untuk membasmi jentik jamuk demam berdarah dibutuhkan kegiatan menguras bak berisi air.

iii. Meriam penangkis itu berguna untuk mendefensif serangan yang datang udara.

iv. Pak Ardih sedang memfaksimile surat undangan workshop BIPA.

v. Rektor Universitas swasta di kota Bogor sedang mewisuda para mahasiswa yang sudah lulus ujian skripsi.

vi. Penyakit ebola sedang mewabah di Afrika. vii. Setiap pagi hari kita perlu menghidu udara

bersih.

Catatan : a. Penambahan yang memunculkan fonem sengau /n/

terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /d/.

53

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

b. Penambahan yang memunculkan fonem sengau /m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /b/; /f/.

c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ŋe/ terjadi pada proses morfofonemik dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /p/, /b/, /c/ dan /l/ yang berbentuk satu suku kata.

d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /g/; /u/, /o/, /e/, /i/, /a/.

2) Konfiks {me-kan}

Konfiks {me-kan} memiliki makna ‘melakukan sesuatu untuk orang lain’.

Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {me-kan} terjadi dalam beberapa model, yaikni: (1) persenyawaan fonem; (2) pemertahanan fonem; dan (3) penambahan fonem

(1) Persenyawaan mengacu kepada konfiks {me-kan} yang diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan:

Bilabial Alveolar Velar Glottal Hambat tak besuara

/p/ /t/ /k/

Geser /s/ /h/ Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-kan} + {perlu} → {memerlukan} {me-kan} + {senang} → {menyenangkan} {me-kan} + {terap} → {menerapkan} {me-kan} + {utama} → {mengutamakan} {me-kan} + {kata} → {mengatakan} {me-kan} + {hasil} → {menghasilkan}

Contoh penggunaan kata dalam kalimat:

i. Banyak orang menerapkan warna gelap, maka view luar sebaiknya harus dapat dioptimalkan.

54

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

ii. Menyenangkan di pagi hari saat baru terjaga dapat melihat perubahan alam setiap hari.

(Sumber kalimat (i dan ii): Majalah Home: September, 2013: 25)

iii. Sebuah tempat tidur lemari pakaian dan stoolnnya ada di kamar, namun kamar tidur ini memerlukan dekorasi berbeda untuk membuatnya lebih ‘hidup’.

(Sumber kalimat no (iii): Majalah Home: September, 2013: 25)

iv. Warna menjadi faktor penting pada sebuah ruangan yang sangat mengutamakan suasana.

(Sumber kalimat no (iv): Majalah Home: September, 2013: 30) Catatan :

a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan} dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /t/.

b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.

c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {m} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.

d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /k/.

(4) Pemertahanan mengacu kepada konfiks {me-kan} yang diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan

Bilabial palatal Alveolar palatal Velar Afrikat c Getar /r/ Lateral /l/ Nasal /m/ /n/ /ñ/ /ŋ/ Semivokal /w/ /y/

55

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-kan} + {cipta} → {menciptakan} {me-kan} + {runding} → {merundingkan} {me-kan} + {laku} → {melakukan} {me-kan} + {luncur} → {meluncurkan} {me-kan} + {mahfum} → {memahfumkan} {me-kan} + {nazar} → {menazarkan} {me-kan} + {nyala} → {menyalakan} {me-kan} + {nyala} → {menyalakan} {me-kan} + {wacana} → {mewacanakan} {me-kan} + {yakin} → {meyakinkan}

Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:

i. Belda Farika menciptakan Loom. Loom yang dalam Bahasa Indonesia berarti tenun ini, memiliki kelebihan pada patternya.

ii. Keluraga kami sedang merundingkan masalah perbaikan rumah.

iii. Furniture lain memberi keleluasaan lebih untuk melakukan pendekatan estetis.

iv. Berita facebook itu sudah kubaca, dan saya sudah memahfumkan isi berita itu.

(5) Penambahan mengacu kepada konfiks {me-kan} yang

diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan sebagai berikut:

Bilabial labiodental Alveolar Vela

r glotal

Hambat bersuara

/b/ /d/ /g/

Hambat tak bersuara

/p/ /t/ /k/

Geser tak bersuara

/f/ /s/ /x/ /h/

Semivokal /w/ Keterangan : /x/ adalah simbol fonem /kh/

56

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-kan} + {fokus} → {memfokuskan} {me-kan} + {selenggara} → {menyelenggarakan} {me-kan} + {ungkap} → {mengungkapkan} {me-kan} + {guna} → {menggunakan} {me-kan} + {khawatir} → {mengkhawatirkan} {me-kan} + {hampar} → {menghamparkan} {me-kan} + {cap} → {mengecapkan}

Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:

i. Setiap peneliti perlu memfokuskan diri kepada objek kajiannya.

ii. Sekolah Dasar Negeri III Slipi pagi selalu menyelenggarakan upacara bendera setiap hari Senin pagi.

iii. Orang itu mengungkapkan rasa bersyukur setiap pagi.

Catatan :

(1) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /n/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan} dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /d/.

(2) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /b/; /f/.

(3) Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ŋe/ terjadi pada proses morfofonemik dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /p/, /b/, /c/ dan /l/ yang berbentuk satu suku kata.

3) Konfiks {me-i} Konfiks {me-i} memiliki beberapa makna antara lain

sebagai berikut: (1) Konfiks {me-i} bermakna ‘memberi’ (2) Konfiks {me-i} bermakna ‘mencermati objek’

57

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(3) Konfiks {me-i}bermakna ‘melakukan pada’ (4) Konfiks {me-i}bermakna ‘merasa pada’ (5) Konfiks {me-i}bermakna ‘membuat jadi’ (6) Konfiks {me-i} bermkna ‘kegiatan berulang’

Proses morfofonemik yang dialami oleh imbuhan {me-i} terjadi dalam beberapa tipe, yaikni: (i) persenyawaan fonem; (ii) pemertahanan fonem; dan (iii) penambahan fonem

(1) Persenyawaan mengacu kepada prefiks {me-i} yang diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan:

Bilabial Alveolar Velar palatal Glottal Hambat tak besuara

/p/ /t/ /k/

Geser /s/ /h/ Nasal /m/ /n/ /ŋ/ /ñ/

Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-i} + {waris} → {mewarisi} {me-i} + {cekok} → {mencekoki} {me-i} + {senter} → {menyenteri} {me-i} + {tatap} → {menatapi} {me-i} + {perang} → {memerangi} {me-i} + {kritis} → {mengkritisi}

Contoh penggunaan kata dalam kalimat:

i. Orang itu mewarisi anaknya sebuah rumah sederhana.

ii. Tukang jamu itu mencekoki anak-anak yang

kurang nafsu makan setiap pagi. iii. Penjaga malam di kampung itu menyenteri

setiap sudut yang gelap.

58

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

iv. Saya selalu menatapi anak-anak yang sedang tertidur lelap pada malam hari.

Catatan :

a. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /n/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-i} dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /t/.

b. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ñ/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-i} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /s/.

c. Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau

/m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {m} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /p/.

d. Persenyawaan yang memunculkan fonem /ŋ/ terjadi

pada proses morfofonemik antara {me-} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /k/.

(6) Pemertahanan mengacu kepada prefiks {me-i} yang diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan

Bilabial palatal Alveolar palatal Velar Bilabial /g/ Afrikat c Getar /r/ Lateral /l/ Nasal /m/ /n/ /ñ/ /ŋ/ Semivokal /w/ /y/

Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-kan} + {cipta} → {menciptakan} {me-kan} + {runding} → {merundingkan} {me-kan} + {laku} → {melakukan}

59

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{me-kan} + {luncur} → {meluncurkan} {me-kan} + {mahfum} → {memahfumkan} {me-kan} + {nazar} → {menazarkan} {me-kan} + {nyala} → {menyalakan} {me-kan} + {nyala} → {menyalakan} {me-kan} + {wacana} → {mewacanakan} {me-kan} + {yakin} → {meyakinkan}

Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:

v. Belda Farika menciptakan Loom. Loom yang dalam Bahasa Indonesia berarti tenun ini, memiliki kelebihan pada patternya.

vi. Keluraga kami sedang merundingkan masalah perbaikan rumah.

vii. Furniture lain memberi keleluasaan lebih untuk melakukan pendekatan estetis.

viii. Berita facebook itu sudah kubaca, dan saya sudah memahfumkan isi berita itu.

(7) Penambahan mengacu kepada prefiks {me-kan} yang

diimbuhkan kepada satuan dasar yang dimulai dengan konsonan sebagai berikut:

Bilabial labiodental Alveolar Vela

r glotal

Hambat bersuara

/b/ /d/ /g/

Hambat tak bersuara

/p/ /t/ /k/

Geser tak bersuara

/f/ /s/ /x/ /h/

Semivokal /w/ Keterangan : /x/ adalah simbol fonem /kh/ Proses pembentukan kata itu sebagai berikut:

{me-kan} + {fokus} → {memfokuskan} {me-kan} + {selenggara} → {menyelenggarakan} {me-kan} + {ungkap} → {mengungkapkan}

60

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{me-kan} + {guna} → {menggunakan} {me-kan} + {khawatir} → {mengkhawatirkan} {me-kan} + {hampar} → {menghamparkan} {me-kan} + {cap} → {mengecapkan}

Contoh penggunaan kata itu dalam kalimat:

iv. Setiap peneliti perlu memfokuskan diri kepada objek kajiannya.

v. Sekolah Dasar Negeri III Slipi pagi selalu menyelenggarakan upacara bendera setiap hari Senin pagi.

vi. Orang itu mengungkapkan rasa bersyukur setiap pagi.

Catatan :

(1) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /n/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan} dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /d/.

(2) Penambahan yang memunculkan fonem sengau /m/ terjadi pada proses morfofonemik antara {me-kan} dengan bentuk dasar yang dawali dengan fonem /b/; /f/.

(3) Persenyawaan yang memunculkan fonem sengau /ŋe/ terjadi pada proses morfofonemik dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem /p/, /b/, /c/ dan /l/ yang berbentuk satu suku kata.

D. Jenis-Jenis Kaidah Morfofonemik

Ditinjau dari namanya, morfofonemik dapat diartikan tataran yang menghubunkan morfologi dan fonologi. Pada tataran ini sebuah morfem dianalisis dalam lingkup fonologi, maka dari itu berbagai ragam morfem yang diamati selalu dikaitkan dengan aspek yang bersifat fonologis. Kridalaksana (1996: 183) mengilustrasikan bahwa:

Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Morfem merupakan satuan abstrak, sedangkan morf, fonem dan fon merupakan satuan yang lebih konkret.

61

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Untuk menganalisis perubahan fonem yang terjadi akibat pertemuan morfem, buku ini merujuk kepada perubahan fonem yang dikemukakan oleh Kridalaksana (1996: 183) tentang sepuluh proses perubahan fonem yang bersifat otomatis yaitu:

1) Proses Pemunculan Fonem Proses morfofonemik yang kerap terjadi adalah

pemunculan fonem homorgan, artinya fonem yang timbul karena beberapa aspek berikut:

(1) Hadirnya bunyi peluncur /y/ yang terjadi pada morfem dasar yang berakhir pada /ay/, /i/ atau /e/ dan diikuti oleh akhiran atau bagian akhir konfiks yang diawali oleh vokal /a/, contoh:

Afiks morfem morfonemik {pe-an} + {notasi} → {penotasiyan} {pe-an} + {kombinasi} → {pengombonasiyan} {pe-an} + {kompilasi} → {pengompilasiyan} {-an} + {substituasi} → {substituasiyan} {-an} + {kopi} → {kopiyan}

(2) Hadirnya /ŋƏ/ terjadi pada morfem dasar yang terjadi dari satu suku kata yang bergabung dengan {mƏ}; {pƏ-}, contoh:

Afiks morfem morfonemik {mƏŋƏ } + {bit} → {mƏŋƏbit } {mƏŋƏ } + {cet} → { mƏŋƏcat } {mƏŋƏ } + {lis} → { mƏŋƏlis} {mƏŋƏ } + {klik} → { mƏŋƏbit } {mƏŋƏ } + {krek} → { mƏŋƏrek } {mƏŋƏ } + {set} → { mƏŋƏset} {mƏŋƏ } + {pin} → { mƏŋƏpin} {mƏŋƏ } + {plot} → { mƏŋƏplot} {mƏŋƏ } + {pos} → { mƏŋƏpos} {mƏŋƏ } + {pres} → { mƏŋƏpres} {mƏŋƏ } + {cek} → { mƏŋƏcek}

62

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Catatan:

Istilah asing

Bahasa Indonesia

Makna

1. {byte} → {bit} ‘satuan’ 2. {chat} → {cet} ‘berdialog di dunia

maya’ 3. {list} → {lis} ‘daftar’ 4. {klick} → {klik} ‘klik’ 5. {crack} → {krek} ‘merusak’ 6. {set} → {set} ‘mengatur’ 7. {pin} → {pin} ‘menyemat’ 8. {plot} → {plot} ‘alur, sekongkol’ 9 {pos} → {post} ‘tempat surat atau

kedudukan’ 10 {pres} → {pres} ‘menekan’ 11. {check} → {cek} ‘memerika’

(3) Hadirnya bunyi /m/ terjadi pada morfem dasar yang diawali dengan bunyi /b/, /f/, dan /p/ yang melekat dengan prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan {pƏ-an}. Contoh:

Afiks morfem morfofonemik {mƏ-N} + {promosi} → {mƏmpromosi } {mƏ-N} + {plakat} → {mƏmplakat} {mƏ-N} + {pesona} → {mƏmpesona} {mƏ-N+i } + {politis} → { mƏmpolitisi} {mƏ-N+kan } + {fase} → { mƏmfasekan} {mƏ-N+kan } + {figur} → { mƏmfigurkan} {pƏ-N } + {fasis} → { pƏmfasis } {pƏ-N} + {baptis} → { pƏmbaptis } {pƏ-N } + {bisnis} → { pƏmbisnis}

(4) Hadirnya bunyi /n/ terjadi pada morfem dasar yang diawali dengan bunyi /d/, dan /t/ yang melekat dengan prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan {pƏ-an}. Contoh

63

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks morfem morfofonemik {mƏ-N} + {damar} → {mƏndamar } {mƏ-N} + {dakwa} → {mƏndakwa} {mƏ-N} + {dangkal} → {mƏndangkal} {mƏ-N } + {delete} → { mƏndelete} {mƏ-N } + {desain} → { mƏndesain} {mƏ-N} + {transfer} → { mƏntransfer} {pƏ-N } + {transmit} → { pƏntransmit } {pƏ-N} + {transmisi} → { pƏntransmisi }

(5) Hadirnya bunyi /n/ terjadi pada morfem dasar yang diawali dengan bunyi konsonan /c/, dan /j/ yang melekat dengan prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan {pƏ-an}. Contoh:

Afiks morfem morfofonemik {mƏ-N} + {candu} → {mƏncandu } {mƏ-N} + {carter} → {mƏncarter {mƏ-N} + {cabik} → {mƏncabik} {mƏ-N } + {campak} → { mƏncampak} {mƏ-N } + {jamu} → { mƏnjamu} {mƏ-N} + {jalin} → { mƏnjalin} {pƏ-N } + {jamin} → { pƏnjamin } {pƏ-N} + {jembret} → { pƏnjambret} {pƏN-an} + {jamak} → { pƏnjamakan} {pƏN-an} + {jalin} → { pƏnjalinan} {pƏN-an} + {jaga} → { pƏnjagaan}

(6) Hadirnya bunyi /ŋ/ terjadi pada morfem dasar yang diawali dengan bunyi konsonan /k/, /g/, /h/, /x/ dan /?/ yang melekat dengan prefiks {mƏ-}, {pƏ-} dan {pƏ-an}. Contoh:

64

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks morfem morfofonemik {mƏ-N} + {konfigurasi} → {mƏŋkonfigurasi } {mƏ-N} + {koneksi} → {mƏŋkoneksi } {mƏ-N} + {konversi} → {mƏŋkonversi } {mƏ-N } + {kader} → {mƏŋkader } {mƏ-N } + {kanji} → {mƏŋkanji } {mƏ-N} + {guyur} → {mƏŋguyur} {mƏ-N } + {gradasi} → {mƏŋgradasi} {mƏ-N} + {gejala} → {mƏŋggejala} {mƏ-N } + {gadai} → {mƏŋgadai} {pƏ-N } + {hambar } → {pƏŋhambar} {pƏ-N} + {hasut} → {pƏŋhasut } {pƏN-an} + {hibah} → {pƏŋhibahan } {pƏN-an} + {higinis} → {pƏŋhiginisan } {pƏN-an} + {hijab} → {pƏŋhijaban } {pƏN-an} + {xalifah} → {pƏŋxalifahan } {pƏN-an} + {xasiyat} → {pƏŋxasiyatan } {pƏN-an} + {xitan} → {pƏŋxitanan } {pƏN-an} + {xutbah} → {pƏŋxutbahan }

Catatan: /kh/ dibunyikan /x/

2) Proses Pemertahanan Fonem Pemertahanan sebuah fonem dapat terjadi bila merekatnya dua morf, entah itu morfem dasar ataupun imbuhan, proses perekatannya tidak memicu perubahan. Merujuk kepada konsepsi pemertahanan fonem, Kridalaksana (1996: 190) memberi istilah pengekalan fonem dapat terjadi dalam berbagai peristiwa, skema peristiwa yang berasal dari Kridalaksana dimodifikasi oleh penulis untuk memudahkan identifikasi, yaitu:

(1) Pemertahanan fonem model 1, terjadi pada morfem dasar yang diawali dengan fonem /l/, /r/, /y/, /w/ merekat kepada imbuhan {mƏ-N}, atau {pƏ-N}, contoh:

65

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks morfem morfofonemik {mƏ-} + {lansir} → {mƏlansir } {mƏ-} + {label} → {mƏlabel } {mƏ-} + {lacak} → {mƏlacak } {mƏ-kan} + {lay out} → {mƏlayoutkan } {mƏ-kan} + {legal} → {mƏlegalkan } {mƏ-kan} + {leksikal} → {mƏleksikalkan} {mƏ-} + {racik} → {mƏracik} {mƏ-} + {rajalela} → {mƏrajalela} {mƏ-} + {rangkap} → {mƏrangkap} {pƏ- } + {rasa } → {pƏrasa} {pƏ-} + {reduksi} → {pƏreduksi } {pƏ- } + {refresh} → {pƏrefresh} {pƏ-} + {rekayasa} → {pƏrekayasa} {mƏ-kan} + {wisuda} → {mƏwisudakan } {mƏ-kan} + {wesel} → {mƏweselkan } {mƏ-kan} + {registrasi} → {mƏregistrasikan } {mƏ-kan} + {realisasi} → {mƏrealisasikan } {mƏ-kan} + {yakin} → {mƏyakinkan } {mƏ-kan} + {yasin} → {mƏyasinkan } {mƏ-} + {yoga} → {mƏyoga } {pƏ-an} + {wadah} → {pƏwadahan } {pƏ-an} + {wacana} → {pƏwacanaan } {pƏ-an} + {wakaf} → {pƏwakafan } {pƏ-an} + {warta} → {pƏwartaan } {pƏ-an} + {wasiat} → {pƏwasiatan } {pƏ-an} + {workshop} → {pƏworkshopan }

(2) Pemertahanan fonem model 2, terjadi pada morfem dasar yang diakhiri dengan fonem /a/ yang merekat kepada imbuhan konfiks {kƏ-an}, contoh:

Afiks morfem morfofonemik {kƏ-an} + {mitra} → {kƏmitraan } {kƏ-an} + {sedia} → {kƏsediaan } {kƏ-an} + {hina} → {kƏhinaan }

66

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{kƏ-an} + {taksa} → {kƏtaksaan } {kƏ-an} + {alpa} → {kƏalpaan } {kƏ-an} + {biara} → {kƏbiaraan } {kƏ-an} + {buta} → {kƏbutaan } {kƏ-an} + {cinta} → {kƏcintaan } {kƏ-an} + {dinamika} → {kƏkedinamikaan } {kƏ-an} + {fana } → {kƏfanaan } {kƏ-an} + {jiwa} → {kƏjiwaan } {kƏ-an} + {mesra} → {kƏmesraan } {kƏ-an} + {metafora} → {kƏmetaforaan } {kƏ-an} + {nada} → {kenadaan } {kƏ-an} + {perdana} → {kƏperdanaan }

(3) Pemertahanan fonem model 3, terjadi pada morfem dasar yang diawali dengan fonem /r/, /m/, /s/, /t/, /l/, /b/, /h/, /p/, /k/, /b/ yang merekat kepada imbuhan prefiks {pƏr-}, {bƏr-}, {pƏr-an}, {tƏr-}, contoh:

Afiks morfem morfofonemik {bƏr-} + {protokol } → {bƏrprotokol } {bƏr-} + {karbon } → {bƏrkarbon } {bƏr-} + {simpleks} → {bƏrsimpleks } {bƏr-} + {galaksi} → {bƏrgalaksi } {pƏr-} + {klien} → {pƏrklien } {pƏr-} + {registrasi} → {pƏregistrasii } {pƏr-} + {hasta} → {pƏrhasta } {pƏr-} + {kapita} → {pƏrkapita } {pƏr-} + {sekat} → {pƏrsekat } {pƏr-} + {margin } → {pƏrmargin} {pƏr-an} + {motor} → {pƏrmotoran } {pƏr-an} + {logistik} → {pƏrlogistikan } {tƏr-} + {sadar} → {tƏrsadar } {tƏr-} + {sentral} → {tƏrsentral } {tƏr-} + {pesona} → {tƏrpesona } {tƏr-} + {piara} → {tƏrpiara }

67

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

3) Pemunculan dan pemertahanan fonem

Merujuk konsep yang dimiliki oleh Kridalaksana (1996: 192) yang mengemukakan bahwa : pada saat pelekatan morfem afiks dengan morfem dasar terjadi proses pemunculan fonem yang homorgan dengan fonem pertama dari morf dasar, pada saat itu pula terjadi proses pemertahanan fonem. proses ini hanya terjadi pada prefiks {pƏ-}, {mƏ-}, {pƏ-an}. Dicontohkan dalam kaidah sebagai berikut 1. [mƏ-] + /# k #/ → #[mƏŋ-]k …#/ 2. [pƏ-] + /# k #/ → #[pƏŋ-]k …#/ 3. [pƏ-an] + /# k #/ → #[pƏŋk-an]k…#/

# adalah simbol batas kata Sumber; Kridalaksana (1996: 193) Contoh proses pembentukan kata hasil pemunculan dan pengekalan

4. [mƏ-] + /kukur/ → mƏŋkukur 5. [pƏ-] + /kaji/ → pƏŋkaji 6. [pƏ-an] + /kaji/ → pƏŋkajian

Sumber; Kridalaksana (1996: 193)

(1) Pemunculan dan pemertahanan fonem model 1, pemunculan fonem /ŋ/ terjadi ketika prefiks {mƏ-}, {pƏ-}, {pƏ-an} melekat pada morfem dasar yang diawali dengan fonem /k/, skema 1 sebagai berikut:

Kata Pemunculan Pemertahanan /ŋ/ /k/

{mƏ-}, {pƏ-}, {pƏ-an}

68

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks morfem morfofonemik {mƏ-} + {kamat } → {mƏŋkamat } {mƏ-} + {kanji } → {mƏŋkanji } {mƏ-} + {kanopi} → {mƏŋkanopi } {mƏ-} + {kapling} → {mƏŋkapling } {pƏ-} + {karikatur} → {pƏŋkarikatur } {pƏ-} + {katalisator} → {pƏŋkatalisator } {pƏ-} + {kultus} → {pƏŋkultus } {pƏ-} + {kultivasi} → {pƏŋkultivasi } {pƏ-an} + {kafir} → {pƏŋkafiran } {pƏ-an} + {karantina } → {pƏŋkarantinaan } {pƏ-an} + {karat} → {pƏŋkaratan } {pƏ-an} + {kasta} → {pƏŋkastaan } {pƏ-an} + {kuota} → {pƏŋkuotaan}

(2) Pemunculan dan pemertahanan fonem model 2,

pemunculan fonem /ŋ/ terjadi ketika prefiks {mƏ-}, {pƏ-} melekat pada morfem dasar yang diawali dengan fonem glottal /?/, skema 2 sebagai berikut:

1. {mƏ-} + /# k #/ → #[mƏŋ-]k …#/ 2. {pƏ-} + /# k #/ → #[pƏŋ-]k …#/

# adalah simbol batas kata Sumber; Kridalaksana (1996: 192)

3. {mƏ-} + /?araŋ / → mƏŋ?araŋ 4. {pƏ-} + /?ukur/ → pƏŋ?ukur

Sumber; Kridalaksana (1996: 192) Bertumpu kepada kaidah yang dipaparkan oleh

Kridalaksana diperoleh paparan berikut:

69

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Kata Pemunculan Pemertahanan /ŋ/ / ? / glottal

Afiks morfem morfofonemik {mƏ-} + {?agen } → {mƏŋ?agen } {mƏ-} + {?agresi } → {mƏŋ?agresi } {mƏ-} + {?akikah} → {mƏŋ?akikah } {mƏ-} + {?ijabah} → {mƏŋ?ijabah } {mƏ-} + {?otak-?atik} → {mƏŋ?otak?atik } {mƏ-} + {?opor} → {mƏŋ?opor } {pƏ-} + {?ikrar} → {pƏŋ?ikrar } {pƏ-} + {?ilustrasi} → {pƏŋ?ilustrasi } {pƏ-} + {?imajinasi} → {pƏŋimajinasi } {pƏ-} + {?ukir} → {pƏŋ?ukir } {pƏ-} + {?uŋkit} → {pƏŋ?uŋkit } {pƏ-} + {?oles } → {pƏŋ?oles} {pƏ-} + {?olah} → {pƏŋ?olah }

{mƏŋ-?}, {pƏŋ-?}

70

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

4) Peluluhan fonem Merujuk konsep yang disampaikan oleh Kridalaksana (1996: 192) bahwa peluluhan terjadi bila proses penggabungan morfem dasar dengan afiks membentuk fonem baru. Ada beberapa proses peluluhan itu, yakni:

(1) Peluluhan fonem /k/, dari morfem dasar yang diawali

dengan fonem /k/ yang yang luluh menjadi / ŋ/ ketika morfem dasar itu melekat dengan prefiks {mƏ-}, {mƏ-kan}, {mƏ-i}, {pƏ-}, {pƏ-an}. Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia: 1. {mƏ-} + /# k #/ → #[mƏŋϴ-] …#/ 2. {mƏ-kan} + /# k #/ → #[mƏŋϴ-kan] …#/ 3. {mƏ-i} + /# k #/ → #[mƏŋϴ-i] …#/ 4. {pƏ-} + /# k #/ → #[pƏŋϴ-] …#/ 5. {pƏ-an}. + /# k #/ → #[pƏŋϴ-an] …#/

# adalah simbol batas kata Sumber; Kridalaksana (1996: 192)

Kata Morfem dasar Peluluhan diawali fonem /k/ luluh → / ϴ /

{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}

71

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks Morfem diawali oleh /k/

morfofonemik

{mƏ-} + {kaca } → {mƏŋaca } {mƏ-} + {kacau } → {mƏŋacau } {mƏ-i} + {kabul} → {mƏŋabuli } {mƏ-i} + {kabar} → {mƏŋabari } {mƏ-kan} + {kagum} → {mƏŋagumkan } {mƏ-kan} + {kaleng} → {mƏŋalengkan } {pƏ-} + {kandung} → {pƏŋandung } {pƏ-} + {karang} → {pƏŋarang } {pƏ-} + {katup} → {pƏŋatup } {pƏ-an} + {kirim} → {pƏŋiriman } {pƏ-an} + {kecuali} → {pƏŋecualian } {pƏ-an} + {kekang } → {pƏŋekaŋan} {pƏ-an} + {keliling} → {pƏŋelilingan }

(2) Peluluhan fonem /p/, dari morfem dasar yang diawali dengan fonem /p/ yang yang luluh menjadi / m / ketika morfem dasar itu melekat dengan prefiks {mƏ-}, {mƏ-kan}, {mƏ-i}, {pƏ-}, {pƏ-an}. Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia.

1. {mƏ-} + /# p #/ → #[mƏŋϴ-] …#/ 2. {mƏ-kan} + /# p #/ → #[mƏŋϴ-kan] …#/ 3. {mƏ-i} + /# p #/ → #[mƏŋϴ-i] …#/ 4. {pƏ-} + /# p #/ → #[pƏŋϴ-] …#/ 5. {pƏ-an}. + /# p #/ → #[pƏŋϴ-an] …#/

# adalah simbol batas kata Sumber; Kridalaksana (1996: 192)

72

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Kata Morfem dasar Peluluhan diawali fonem /p/ luluh → / ϴ /

Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai berikut:

Afiks Morfem

diawali oleh /p/ morfofonemik

{mƏ-} + { pahat} → {mƏmahat } {mƏ-} + { puji } → {mƏmuji } {mƏ-i} + {pagar} → {mƏmagari } {mƏ-i} + {paku} → {mƏmakui } {mƏ-kan} + {palsu} → {mƏmalsukan} {mƏ-kan} + {pancar} → {mƏmancarkan } {pƏ-} + {pandu} → {pƏmandu } {pƏ-} + {panggil} → {pƏmanggil } {pƏ-} + {panggang} → {pƏmanggang } {pƏ-an} + {pangkat} → {pƏmangkatan } {pƏ-an} + {pantang} → {pƏmantangan } {pƏ-an} + {papas } → {pƏmapasan } {pƏ-an} + {papar} → {pƏmaparan }

(3) Peluluhan fonem /s/ dari morfem dasar yang diawali dengan fonem /s/ yang melekat dengan prefiks {mƏñ-}, {mƏñ-kan}, {mƏñ-i}, {pƏñ-}, {pƏñ-an}. Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia

{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}

73

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

1. {mƏñ-} + /# s #/ → #[mƏñϴ-] …#/ 2. {mƏñ-kan} + /# s #/ → #[mƏñϴ-] …#/ 3. {mƏñ-i} + /# s #/ → #[mƏñϴ-] …#/ 4. {pƏñ-} + /# s #/ → #[pƏñϴ-] …#/ 5. {pƏñ-an}. + /# s #/ → #[pƏñϴ-] …#/

# adalah simbol batas kata Sumber; Kridalaksana (1996: 192) Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai berikut:

Kata Morfem dasar Peluluhan diawali fonem /s/ luluh → / ϴ /

Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai berikut:

Afiks Morfem dasar diawali oleh fonem /s/

morfofonemik

{mƏñ-} + {sabuŋ } → {mƏñabuŋ} {mƏñ-} + {sadur } → {mƏñadur} {mƏñ-i} + {sakit} → {mƏñakiti} {mƏñ-i} + {sajen} → {mƏñajeni} {mƏñ-kan} + {saksi} → {mƏñaksikan} {mƏñ-kan} + {salur} → {mƏñalurkan} {pƏñ-} + {sambut} → {pƏñambut } {pƏñ-} + {sangga} → {pƏñaŋga }

{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}

74

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

{pƏñ-} + {sanding} → {pƏñanding } {pƏñ-} + {sayat} → {pƏñayat } {pƏñ-an} + {sampai} → {pƏñampaian } {pƏñ-an} + {sapa } → {pƏñapaan } {pƏñ-an} + {saring} → {pƏñariŋan }

(4) Peluluhan fonem /t/ dari morfem dasar yang diawali

dengan fonem /t/ yang melekat dengan prefiks {mƏn-}, {mƏn-kan}, {mƏn-i}, {pƏn-}, {pƏn-an}. Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia

1. {mƏn-} + /# t #/ → #[mƏnϴ-] …#/ 2. {mƏn-kan} + /# t #/ → #[mƏnϴ-kan] …#/ 3. {mƏn-i} + /# t #/ → #[mƏnϴ-i] …#/ 4. {pƏn-} + /# t #/ → #[pƏnϴ-] …#/ 5. {pƏn-an}. + /# t #/ → #[pƏnϴ-an] …#/

# adalah simbol batas kata Sumber; Kridalaksana (1996: 192)

Kata Morfem dasar Peluluhan diawali fonem /t/ luluh → / ϴ /

Berdasarkan skema di atas dikemukakan contoh sebagai berikut:

{mƏŋϴ-}, {mƏŋϴ-kan}, {mƏŋϴ-i}, {pƏŋϴ-}, {pƏŋϴ-an}

75

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks Morfem dasar diawali oleh fonem /t/

morfofonemik

{mƏn-} + {tapak } → {mƏnapak} {mƏn-} + {tampuŋ } → {mƏnampuŋ} {mƏn-i} + {tabur} → {mƏnaburi} {mƏn-i} + {takar} → {mƏnakari} {mƏn-kan} + {tampil} → {mƏnampilkan} {mƏn-kan} + {tanam} → {mƏnanamkan} {pƏn-} + {tanggap} → {pƏnanggap } {pƏn-} + {tangguŋ} → {pƏnaŋguŋ } {pƏn-} + {tawar} → {pƏnawar } {pƏn-} + {teraŋ} → {pƏneraŋ } {pƏn-an} + {tayaŋ} → {pƏnayaŋan } {pƏn-an} + {tegur } → {pƏneguran } {pƏn-an} + {tegas} → {pƏnegasan }

5) Aspek Semantis dalam Proses Peluluhan (1) Peluluhan

Peluluhan terjadi pada morfem yang diawali oleh fonem /k/, contoh pada morfem {karang} dan {arang}

Dalam bahasa Indonesia terdapat kata /mengarang/ yang bila ditinjau dari tataran morfologi dibentuk dari dua morfem dasar, yaitu:

(i) {me-} + {karang} → {mengarang} (ii) {me-} + {?arang} → {meng?arang}

Contoh kalimat menggunakan morfem dasar {karang} ditinjau dari tataran semantik:

1. Leila S Chudori sudah pandai mengarang cerpen sejak usia 11 tahun. {mengarang} ‘membuat cerita’

76

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

2. Gigi orang yang sering merokok itu tampak sudah mengkarang.

{mengkarang} ‘penyakit pada gigi yang disebabkan oleh

zat membatu’

3. Potongan tempurung kelapa yang sudah dibakar ayah, satu jam yang lalu kini sudah mengarang. {mengarang} ‘menjadi arang’

Kridalaksana (1996: 200) dan Chaer (2006: 61) menjelaskan bahwa penggabungan {me-} + {karang} secara otomatis akan menghasilkan {mƏŋaraŋ}. Proses pembentukan kata model ini morfem dasar atau leksemnya tidak tampak, namun bila ditelusuri secara semantik maka ada tiga fitur makna yang menjadi ciri pembedanya.

(2) Peluluhan terjadi pada morfem yang diawali oleh

fonem /k/, contoh pada morfem {kaji} Dalam bahasa Indonesia terdapat kata /mengaji/ yang

bila ditinjau dari tataran morfologi dibentuk dari satu morfem dasar, yaitu {kaji}

(i) {me-} + {kaji} {mengaji} {mengkaji} Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {kaji} → {mengaji} yang ditinjau dari tataran semantik:

4. Ahmad Chairul sudah pandai mengaji dan hafal ayat-ayat al-Quran sejak ia berusia dua tahun. {mengaji} ‘mendaras, atau membaca al-Quran;

belajar membaca tulisan Arab’

77

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {kaji} → {mengkaji} yang ditinjau dari tataran semantik:

5. Ibunda Ahmad Chairul rajin mengkaji berbagai bahasa

daerah yang ada di Indonesia menggunakan sudut pandang linguistik. {mengkaji} ‘mempelajari; meneliti’ (3) Peluluhan terjadi pada morfem yang diawali oleh

fonem /k/, contoh pada morfem {kukur} dan {?ukur}

(i) {me-} + {kukur} → {mengukur} (ii) {me-} + {?ukur} → {meng?ukur}

Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {kukur} → {mengukur} yang ditinjau dari tataran semantik:

6. Aminah hendak membuat kolak pisang, ia mengukur kelapa untuk diambil santannya. {mengukur} 1.‘memarut kepala dengan kukuran’ 2.’menggaruk karena gatal’

Contoh kalimat menggunakan imbuhan {me-} + {?ukur} → {meng?ukur} yang ditinjau dari tataran semantik:

7. Tukang jahit itu sedang mengukur baju yang akan dijahit.

{mengukur} ‘hendak mengetahui berapa panjang atau luar sesuatu dengan alat yang tertentu’

78

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

BAB V

IDENTIFIKASI KATA MAJEMUK A. Pengantar

Istilah kata majemuk dan komposisi dalam berbagai buku morfologi bahasa Indonesia digunakan untuk mengacu kepada satu konsep yang sama. Misalnya, Chaer (2008) menggunakan istilah komposisi untuk mengacu kepada proses penggabungan dasar dengan bentuk berupa morfem akar ataupun morfem dasar berimbuhan untuk mewakili suatu konsep yang belum terwadahi dalam sebuah kata, demikian Chaer (2008: 209). Dewasa ini banyak konsep-konsep kata baru yang muncul, hal itu berdampak kepada pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia. Komposisi atau tata susun konstituen bahasa merupakan salah satu aspek penting dalam pembentukan kosa kata itu.

Umpamanya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata laman web ‘halaman web’ atau ‘halaman benua' usaha yang merujuk kepada konsep ‘kegiatan dengan mengerahkan tenaga dan pikiran untuk menelusuri web’, namun dalam ranah tenologi informasi terdapat konsep laman web yang bermakna ‘orang yang melihat adanya peluang melalui informasi internet’ atau usaha yang digerakkan oleh teknologi elektronik, ada pula konsep kewirausahaan berbasis teknologi yang ditelusuri melalui laman web yang bermakna ‘semangat bisnis yang didukung oleh seperangkat tekonologi’. Contoh lain dalam bahasa Indonesia terdapat kata ajang ‘tempat nasi yang akan dimakan, medan; atau tempat untuk bertempur’. Tetapi, dalam kehidupan nyata, terdapat banyak ajang, misalnya, ajang interaktif, ajang bisnis, ajang facebook, ajang watchup, ajang modeling, ajang perang, ajang branding, bentuk lain lagi misalnya kelana alam, cegah siar, halaman utama, layar web, dan sebagainya.

Contoh lain lagi, bahasa Indonesia memiliki kata pos untuk memaknai ‘tempat surat, tempat penjagaan kantor polisi tempat perhentian’. Tetapi, secara realitas kehidupan sehari-hari ada konsep ‘tempat surat yang dikirim melalui media elektronik’, maka terbentuklah komposisi pos elektronik; ada konsep tempat surat yang memberi fasilitas pengiriman foto, dan media komunikasi berbentuk tulis menulis kepada teman

79

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

secara langsung, dan ruang menulis artikel’, maka terbentuklah komposisi facebook. Sebaliknya, konsep ‘tempat surat tanpa elektronik’ punya komposisi yaitu: pos biasa, pos kilat, pos ekspress. B. Makna Kata Majemuk

Dalam berbagai literatur yang menyangkut tata bahasa Indonesia, khususnya morfologi, misalnya, Chaer (2009), dan Kridalaksana (2006) mengarahkan bahwa istilah komposisi mengacu kepada beberapa konsep yakni, konsep perpaduan kata atau kata majemuk. Tulisan ini menggunakan batasan kata majemuk. Konsep kata majemuk itu juga merujuk kepada perpaduan atau komposisi, yang dijelaskan oleh Kridalaksana. Komposisi merupakan proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Hasil proses komposisi itu disebut paduan leksem yang menjadi calon kata majemuk, demikian Kridalaksana (2006: 104). Lebih lanjut dipaparkan bahwa, untuk mengenal konstruksi komposisi terdapat tiga parameter yaitu:

1) ketaktersisipkan diartikan sebagai di antara komponen-komponen kompositum itu tidak dapat disisipi apapun. Berdasarkan konsep ini ditemukan contoh gempa bumi, peramban web, pelayanan web, telepon genggam, telepon pintar, kartu pintar, denah rumah, pelopor bisnis, aman situasi daring, peranti pasang, papan penyolok, jejaring sosial, laman web, rawat jalan, adalah komposisi karena tidak dapat disisipkan unsur apapun, sedangkan ayam goreng, asuransi kesehatan, buku gambar, buku tulis, rawat inap mobil idaman, merupakan frase karena dapat disisipkan bentuk lain menjadi mobil yang menjadi idaman;

2) ketakterluasan diartikan komponen sebuah komposisi itu masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Bila ingin diafiksasikan komposisi hanya mungkin untuk dilakukan kepada semua komponen secara sekaligus, contoh: mata kuliah menjadi permatakuliahan, gaya hidup menjadi bergaya hidup, daur ulang menjadi mendaur ulang, inovasi teknologi menjadi berinovasi teknologi; mencari muka, mengangkat bicara; tanggung jawab menjadi dipertanggungjawabkan, titik temu menjadi menitiktemukan.

80

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

3) ketakerbalikkan diartikan komponen kompositum tidak dapat dipertukarkan, contoh banjir bandang, kering kerontang, sunyi senyap, klik tombol, babak belur, jalan tol, karcis tol, kasat mata, real estate, lahan yasan, tanah bangunan, rumah bandar, unit contoh, lapor masuk hotel, pasar swalayan, harta bergerak, harta tak bergerak, kawasan industri, agen lawatan domestik, tarif rombongan, wisata local, wisatawan domestik, kurs mata uang asing, kedap udara, kedap suara.

Tetapi gabungan bentuk geser kursor, klik ikon, view top, tampilan siometrik, kakak adik, lebih kurang, pinggir jalan, sisi meja, buku ini, ketiga pemenang, kursi kelima, atlet putra , ubi rebus bukan kompositum, tetapi frase koordinatif karena posisinya dapat dipertukarkan, demikian konsep yang dikemukakan Kridalaksana (2006: 105). Bertumpu kepada konsep ini komposisi itu diidentifikasi sebagai hasil proses morfologis.

Sebagai bentuk perpaduan dua unsur bahasa, komposisi dapat dipertentangkan dengan frase. Mengapa begitu? Alasan dipertentangkan karena frase :

1) dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis ; 2) dibentuk dari dua buah kata atau lebih. Uraian alasan itu sebagai berikut:

1) Frase yang menduduki fungsi sintaksis:

S P O K 1. Etos kewirausahaan memicu sektor

pangan nasional

Keterangan: S → Subjek P → Predikat O → Objek K → Keterangan Semua fungsi klausa di atas diisi oleh satu buah kata atau frase; fungsi S diisi oleh frase etos kewirausahaan, fungsi P diisi oleh

81

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

frase akan memicu, fungsi O diisi perkembangan pangan, fungsi K diisi secara nasional.

2) Frase dibentuk dari dua buah kata atau lebih Frase yang mengisi fungsi S, yaitu etos kewirausahaan

dapat diperluas menjadi etos tentang kewirausahaan, atau etos mengenai kewirausahaan yang diterapkan, atau etos kewirausahaan tanaman hias yang diusung Prasetya Bisnis School merupakan bentuk nyata dari bisnis yang bewawasan lingkungan. Begitu juga, frase yang mengisi fungsi P akan dapat diperluas menjadi akan dapat memicu berbagai aspek, frase yang mengisi fungsi O, yaitu perkembangan pangan, juga dapat diperluas, misalnya menjadi perkembangan sandang pangan, sedangkan frase yang mengisi fungsi K secara nasional, dapat menjadi secara nasional maupun internasional.

3) Frase yang dibentuk dari dua buah kata berbentuk preposisi

Preposisi dalam bahasa Indonesia digolongkan ke dalam kelas kata partikel, karena tidak mengalami perubahan bentuk dalam pembentukan satuan-satuan yang lebih besar daripada kata dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai subjek, predikat atau objek kalimat. Preposisi selalu diikuti oleh nomina sebagai pelengkap, ditinjau dari fungsi preposisi berperan sebagai pelengkap di dalam klausa. Contoh:

2. Gejet itu tidak tersimpan di ruangan. Pada kallimat no (2) dapat dilihat struktur dasar frse

preposisi dengan menggunakan diagram pohon sebagai berikut:

82

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Kalimat Negatif Kalimat . Frase Nomina Frase Verba Verba Frase Preposisi Gejet itu tersimpan di ruangan Paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa frase ditata

melalui proses sintaksis, sedangkan kata majemuk atau komposisi terkelola melalui proses morfologis.

C. Kategori Kata Majemuk Para tatabahasawan yang telah menulis tentang kata

majemuk yang diberi istilah lain kompositum adalah Kridalaksana (1996), Chaer (2009) dua ahli linguistik ini dirujuk karena karya mereka banyak dipergunakan dalam berbagai kajian linguistik, riset tentang kaidah bahasa, maupun pendidikan, khusus yang menyangkut tatabahasa Indonesia. Karya mereka mengarahkan pemahaman bahwa suatu bentuk kata dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:

1) sebuah kata dapat dipandang sebagai komposisi, atau kompositum atau kata majemuk,

2) suatu kata dapat pula ditinjau sebagai bukan kompositum atau kata majemuk.

Pemahaman terhadap dua sudut pandang itu, secara realitas ada dan dipakai sebagai peranti berbahasa, dan dipakai oleh penutur bahasa. Kenyataan bahwa kata dapat dipandang sebagai: kata majemuk atau kompositum dan bukan

83

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

kompositum, itu menjadi fokus perhatian penulis buku ini untuk mengenali kata majemuk. Meskipun para ahli linguistik menggunakan istilah kompositum untuk konsep yang sama dengan kata majemuk namun, penulis lebih condong pada ahli bahasa yang mengatakan bahwa ada bentuk kata yang dapat dipandang dengan memakai konsep kata majemuk, dengan dasar pertimbangan dua sudut pandang di atas dan bukan pada aspek kuantitas yang umum dari para ahli tatabahasa yang memihak akan adanya konsep kompositum.

Fenomena bahasa yang memfokuskan diri kepada gabungan dua kata atau lebih, yang membentuk satu kesatuan makna, atau menimbulkan makna baru dalam buku ini diartikan sebagai kata majemuk. Pengertian itu dijadikan dasar, untuk memaparkan berbagai konstiten bahasa upenulis merasa tuk diidentifikasi sebagai. Kata majemuk adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal dan semantis, yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut yang membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan majemuk, demikian Kridalaksana (2012: 77).

Kata majemuk dalam paparan berikut ini, diupayakan dalam upaya mengenal proses pembentukan kata majemuk dalam bahasa Indonesia. Upaya mengenal kata majemuk ini dibatasi dari segi bentuk (atau dari tataran morfologi) dan dari segi makna (atau dari tataran semantik). Mengapa begitu? Alas an mengenali kata majemuk menggunakan dua tataran itu, karena setiap unsur bahasa memiliki kandungan bentuk dan di dalam setiap bentuk itu ada makna. Uraian berikut dimulai dari :

1. Aspek Morfologi

Konsep kata majemuk masih berada pada tataran morfologi Kridalaksana (1996: 106) mengemukakan:

“Dengan menyebut proses pembentukan komposisi sebagai proses morfologis sebagai proses rekursif dan dengan memperhatikan interaksi antara gramatikalisasi dan leksikalisasi, output komposisi membentuk kata majemuk”

84

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Berangkat dari konsep tersebut di atas bahwa kata majemuk adalah juga sebuah kata. Kata merupakan satu kesatuan kata yang mendukung satu ide, satu gagasan, satu konsep, satu arti yang dapat berdiri sendiri. Di samping konsep itu, ada juga yang membatasi kata sebagai satuan bebas terkecil. Sementara itu, Kridalaksana mengemukakan bahwa kata merupakan satuan yang benar-benar bebas, karena kebebasannya itu, dapat langsung berperan sebagai unsur utama dalam satuan yang lebih besar. Sedangkan, morfem adalah satuan yang lebih besar. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapt dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil, demikian Kridalaksana (2012: 105) Berikut ini, dari aspek morfologis, secara berurutan akan dibahas derajat keeratan unsur pembentuk kata majemuk, monomorfemik atau derivasi dan peluasan.

1) Unsur yang tak dapat dipisahkan Perhatikan kalimat berikut:

(1) Gejet Hasan itu bermerek Apple. Konstrukis gejet Hasan pada kalimat (1) masih dapat

disisipi unsur baru tanpa mengubah pengertian yang dimaksud oleh konstruksi yang ada. Misalnya unsur milik atau kepunyaan. Dengan demikian, dapat saja dikatakan:

(1a) Gejet kepunyaan Hasan itu bermerek Apple. (1b) Gejet miliki Hasan itu bermerek Apple. Contoh yang sama kalimat:

(2) Olahraga lari memang telah menjadi bagian dari gaya hidup sehat orang Indonesia.

(2a) Olahraga lari memang telah menjadi bagian dari gaya untuk hidup sehat orang Indonesia.

(2b) Olahraga lari memang telah menjadi bagian gaya dari hidup sehat orang Indonesia.

Akan tetapi hal serupa tidak dapat dilakukan pada

konstruksi babak belur

85

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Misalnya:

(3) Pencuri mobil itu dipukuli hingga babak belur. Kalimat (3) tidak dapat diubah menjadi: (3a) Pencuri mobil itu dipukuli hingga babak menjadi belur. (3b) Pencuri mobil itu dipukuli hingga babak keadaan belur. Model yang sama dengan no (3) yaitu konstruksi musim paceklik

(4) Musim paceklik bakal terus hingga akhir Maret 2015. Kalimat (4) tidak dapat diubah menjadi:

(4a) Musim tentang paceklik bakal terus hingga akhir Maret 2015.

(4b) Musim yang paceklik bakal terus hingga akhir Maret 2015

Kalimat (3a), (3b), (4a) dan (4b) benar secara gramatikal. Namun, kalimat (3a) dan (3b) itu tidak mendukung sebagaimana kalimat asalnya yaitu kalimat (3), dan kalimat (4a) dan (4b) tidak mendukung kalimat (4). Keadaan tidak mendukung itu dikemukakan dengan alasan, konteks situasi atau rujukan yang dilambangkan oleh bentuk formal babak belur dengan babak keadaan belur tidaklah sama, begitu pula rujukan yang dimaksud oleh musim paceklik, berbeda dengan musim yang paceklik. Setipe dengan labtob Hasan seperti pada kalimat (1) dan kalimat (2) ditemukan juga konstruksi teknologi komunikasi, fasilitas wi-fi, industri digital, jasa internet, pengguna internet, produk tangible ’kasat mata’; aspek intangible ‘tidak kasat mata’ Contoh:

(5) Kebutuhan infrastruktur teknologi komunikasi saat ini sudah tak terelakkan.

(6) PT Telkom telah membangun empat ribu fasilitas Wi-Fi dengan kecepatan 100 megabit per detik di seluruh Indonesia.

86

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(7) Industri digital kini mengalami perkembangan sangat pesat di Indonesia.

(8) Anak muda dan netizen berusia 14-34 tahun menjadi konsumen jasa internet.

(9) Pengguna internet memiliki kebiasaan-kebiasaan bertindak cerdas serta menyukai hal-hal praktis yang mudah, serba cepat dan multifungsi.

(10) Daihatsu pada awalnya merupakan produk tangible yang kini meluas.

(11) Pemasaran Daihatsu melibatkan aspek intangible, seperti merek dan layanan.

Semodel dengan konstruksi (3) babak belur, dan (4) musim paceklik ditemukan pula konstruksi: moda transportasi, kereta komuter, hingar bingar, mobil kompak,

(12) Bank Rakyat Indonesia membiayai pengembangan moda transportasi kereta api.

(13) Investasi prasarana, pengadaan dan peningkatan kualitas kereta komuter didanai oleh Bank Indonesia.

(14) Masyarakat umumnya tidak lagi menghiraukan hingar bingar rencana kenaikan harga bahan bakar minyak pada awal Desember 2014.

(15) Terkait kepercayaan pelanggan, Daihatsu merupakan salah satu spesialis produsen mobil kompak (compact car) yang sudah terpercaya. Bertumpu kepada dapat tidaknya konstruksi gejet

Hasan pada kalimat (1), dan kereta komuter pada kalimat (3a), (3b), (4a) dan (4b) yang disisipi satuan baru, maka dapat diketahui maka dapat diketahui perbedaan kata majemuk dan frase. Pemisahan yang dilakukan atas unsur-unsur pembentuk kata majemuk akan merusak struktur konstruksi dan kandungan makna yang dikandungnya, sedangkan pemisahan atas suatu frase tidak merusak makna yang didukung oleh konstruksinya itu.

Istilah frase di sini merujuk pada pengertian ‘gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif: gabungan itu dapat rapat dapat renggang, demikian Kridalaksana (2012: 53). Berangkat dari pengertian itu dapat dikemukakan bahwa

87

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

konstruksi teknologi komunikasi, fasilitas wi-fi, industri digital, jasa internet, pengguna internet, produk tangible ’kasat mata’; aspek intangible ‘tidak kasat mata’, masing-masing pada kalimat (5), (6), (7), (8), (9), (10) dan (11) adalah frase, dan konstruksi moda transportasi, kereta komuter, hingar bingar, mobil kompak masing-masing pada kalimat (12), (13), (14) dan (15) adalah komposisi atau kata majemuk. Dengan demikian dapat diketahui ciri yang dimiliki oleh kata majemuk atau komposisi, yaitu:

Komposisi/kata majemuk

Frase

1. Tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain

Dapat dipisahkan satu dengan yang lain

2. Pemisahan dapat merusak makna komposisi

Pemisahan tidak merusak makna frase

3. Derajat keeratan unsur pembentuk komposisi sangat kuat.

Derajat keeratan unsur pembentuk frase sangat lemah

2) Unsur Turunan (derivation)

Ditinjau sebagai sebuah kata, kata majemuk atau

komposisi dapat diderivasikan ke bentuk lain dengan menggunakan bentuk yang ada dan kemudian diberi afiks. Derivasi di sini adalah membuat bentuk turunan dari kata yang sudah ada dengan melalui proses afiksasi. Berdasarkan ketentuan itu, konstruksi role model, latar belakang, naik turun, jual beli, titik tekan, dapat diderivasikan dengan bentuk afiks {me-kan} sebagaimana tampak pada kalimat (16), (17) dan (18) berikut ini:

(16) Kita perlu merolemodelkan seorang presiden yang

berasal dari kalangan pengusaha. (17) Salam Dua Jari dan Salam Tiga jari

melatarbelakangkan munculnya ungkapan Salam Gigit Jari yang muncul beberapa hari setelah sidang paripurna di Senayan, Jakarta, kamis dini hari, 2 Oktober 2014.

88

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(18) Truk barang itu sedang menaikturunkan barang

elektronik

(19) Para pedagang komputer menjualbelikan gejet model baru pada Indonesia Expo Diecast 2014.

(20) Banda Naira menjadi wilayah yang diprioritaskan dalam pembangunan dengan menitiktekankan pada aspek pariwisata.

Atas dasar itu, diketahui bahwa komposisi atau kata

majemuk role model, latar belakang, naik turun, jual beli, titik tekan dapat diderivasikan masing-masing dengan imbuhan {meN-kan}. Namun, kalimat nomor (16) – (17) tidak mungkin diubah menjadi:

(16a*) Kita perlu merolekan model seorang presiden yang

berasal dari kalangan pengusaha.

(17a*) Salam Dua Jari dan Salam Tiga jari melatarkan belakang munculnya ungkapan Salam Gigit Jari yang muncul beberapa hari setelah sidang paripurna di Senayan, Jakarta, kamis dini hari, 2 Oktober 2014.

(18a*) Truk barang itu sedang menaikkan turun barang elektronik

(19a*) Para pedagang komputer menjualkan beli gejet model baru pada Indonesia Expo Diecast 2014.

(20a*) Banda Naira menjadi wilayah yang diprioritaskan dalam pembangunan dengan menitikkan tekan pada aspek pariwisata.

Hal itu akan berbeda dengan konstruksi tidak makan, tenaga manusia, tenaga hewan; latar rumah, latar waktu, latar tempat, sebagai frase. Sekiranya frase, tidak makan, tenaga manusia, tenaga hewan, latar rumah, latar waktu, latar tempat diberi afiks {meN-kan} sebagaimana kata majemuk di atas tentu prosesnya akan berbeda, tidak mungkin menjadi

89

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

menidakmakanan, menidakkerjakan, menidakbarukan, ketenagamanusiaan, ketenagahewanan, dilatarrumahkan, melatarwaktui, sebagaimana contoh berikut: (21a*) Karyawan itu menidakerjakan tugas perusahaan. (22a*) Ketenagahewanan seperti kuda memiliki banyak kontribusi untuk manusia. (23a*) Kami sering bercengkerama dengan keluarga di latar rumahan. Akan tetapi yang benar adalah:

(21a) Karyawan itu tidak mengerjakan tugas perusahaan. (22a) Tenaga dari hewan seperti kuda memiliki banyak

kontribusi untuk manusia (23a) Kami sering bercengkerama dengan keluarga

dipelataran rumah. Selain diderivasikan dengan {meN-kan}, kata majemuk tipe titik tekan dapat juga diderivasikan dengan afiks {di-kan}; dan afiks {peN-an}, seperti ditemukan pada kalimat berikut ini:

(24) Perawatan metode kanguru dapat dititikberatkan pada dua car.a yaitu intermitten dan kontinu

(25) Undangan pernikahan anaknya sudah disebarluaskan sejak kemarin.

(26) Tidak hanya menghangatkan tubuh, sweater warna pastel keluaran Pramod ini dipadupadankan dengan pakaian Anda.

(27) Berbagai tanaman hias ditumbuhkembangkan oleh para ibu-ibu majlis taklim Al-Hidayah di desa ini.

(28) Para petani itu terus mengembangbiakkan tanaman jamur merang yang layak jual.

(29) Kata-kata penting yang terdapat dalam kalimat itu dicetaktebalkan oleh penulisnya.

(30) Para dosen yang telah mendarmabaktikan diri mengajar mulai dari 10 sampai 30 tahun menerima penghargaan satya lencana dari pemerintah.

(31) Setiap orang dianjurkan untuk mencetakbirukan setiap harapan dan cita-citanya.

90

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Memperhatikan kata-kata yang bercetak tebal pada kalimat

(24) sampai (30) dapat ditemukan konstruksi dasar afiksasi yaitu konstruksi titik berat, sebar luas, padu padan, tumbuh kembang, kembang biak, cetak tebal, darma bakti, merupakan kata majemuk atau komposisi titik tekan. Dengan demikian dapat diketahui perbedaan antara komposisi atau kata majemuk dengan frase. Perbedaan itu ialah:

i. Pembubuhan afiks pada kata majemuk terjadi pada semua unsur pembentuk kata majemuk itu; cetak miring menjadi dicetakmiringkan; blue print menjadi diblueprintkan

ii. Pembubuhan afiks pada frase hanya terjadi pada salah satu dari unsur pembentuk frase, contoh rasa takut menjadi perasaan takut; kedip mata menjadi mengedipkan mata. 3) Perluasan atau Pembatasan

Perhatikan contoh kalimat (31) dan (32) berikut ini:

(31) Rumah mimpi yang baru dibangun itu, cocok untuk digunakan sebagai pusat pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

(32) Gegap gempita yang mengiringi kreasi seni yang ditampilkan di Taman Gitananda kini semakin marak dikunjungi banyak orang.

(33) Setiap perumahan harus memiliki tata letak yang sesuai aturan.

Komponen pada kalimat (31) sampai (33) peluas yang baru, yang mengiringi, yang sesuai aturan, yang memberikan keterangan perluasan bagi kata majemuk rumah mimpi, kreasi seni dan tata letak tidak hanya dipakai memperluas kata rumah mimpi, kreasi seni dan tata letak saja pada kalimat (31), (32) dan (33). Sebabnya ialah bahwa pemakai bahasa tidak akan pernah mengatakan sebagai berikut ini:

(31a*) Rumah yang baru mimpi dibangun itu, cocok untuk digunakan sebagai pusat pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

91

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

atau (31b*) Rumah yang baru dari mimpi dia yang dibangun

itu, cocok untuk digunakan sebagai pusat pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

dan (32a*) Gegap tentang gempita yang mengiringi kreasi

seni yang ditampilkan di Taman Gitananda kini semakin marak dikunjungi banyak orang.

atau (32b*) Gegap setiap gempita yang mengiringi kreasi seni

yang ditampilkan di Taman Gitananda kini semakin marak dikunjungi banyak orang.

dan (33a*) Setiap perumahan harus memiliki tata yang sesuai

aturan letak aturan. atau (33b*) Setiap perumahan harus memiliki tata yang tepat

letak yang sesuai aturan. Satu-satunya unsur yang dapat diterima oleh para pemakai bahasa ialah bahwa unsur: yang baru, yang mengiringi, yang sesuai aturan sebagai komponen peluas hanya akan menerangkan atau memberi perluasan bagi konstruksi rumah mimpi, gegap gempita dan tata letak periksa kalimat (31), (32) dan kalimat (33). Hal itu tentu berlainan dengan frase rumah ayah pada kalimat berikut ini:

(34) Buku perpustakaan yang baru dibeli itu memerlukan biaya sebesar Rp 12.000.000.

Unsur yang baru sebagai komponen penjelas atau peluas pada kalimat (34) dapat ditafsirkan hanya menerangkan atau menjelaskan pada kata buku saja atau perpustakaan saja. Hal itu sangat mungkin terjadi. Akibatnya pemakai bahasa dapat saja mengatakan:

(34a) Buku yang baru dibeli itu memerlukan banyak biaya.

atau

92

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

(34b) Buku baru kepunyaan perpustakaan perguruan tinggi itu memerlukan banyak biaya.

Kedua kalimat (34a) dan (34b) tetap gramatik dan diterima oleh para penutur dan pemakai bahasa. Jadi, komponen yang baru pada kalimat (34a) hanya menerangkan buku saja dan perguruan tinggi itu kalimat (34b) hanya menerangkan perpustakaan saja. Konstituen yang baru dapat juga dipakai sebagai pembatas untuk membedakan dengan yang robek, yang berdebu, yang rusak, yang hilang atau yang bagus. Dalam pada itu, konstituen yang baru pada kalimat (31) berfungsi untuk membatasi atau menerangkan satu kesatuan kata yang membentuk konstruksi kata majemuk rumah mimpi menjadi rumah mimpi yang baru. Juga konstituen yang mengiringi pada kalimat (32) berfungsi untuk membatasi atau menerangkan satu kesatuan kata yang membentuk konstruksi kata majemuk gegap gempita menjadi gegap gempita yang mengiringi. Jadi konstituen yang baru yang mengikuti kata majemuk rumah mimpi berfungsi sebagai penjelas atau pembatas untuk membedakan dengan rumah mimpi yang lama, yang rusak, yang terbengkalai, yang dikunjungi. Sementara itu, konstituen yang mengiringi yang mengikuti konstituen gegap gempita berfungsi sebagai pembatas atau penjelas untuk membedakan dengan gegap gempita yang ramai, gegap gempita yang gaduh dan ricuh. Demikian pula, kalimat (34a) dan (34b). Konstituen yang baru pada kalimat (34a) membatasi atau menjelaskan kata buku untuk membedakannya dari frase buku yang robek, atau buku yang berdebu, atau buku yang rusak, atau buku yang hilang atau buku yang bagus. Konstituen perguruan tinggi itu pada kalimat (34b) membatasi atau menjelaskan kata perpustakaan untuk membedakan perpustakaan sekolah, atau perpustakaan masjid, atau perpustakaan pusat, atau perpustakaan umum. Selanjutnya dapat disimak, kalimat (35) dan (36) berikut ini:

(35) Tempat rehat yang mewah itu sudah diresmikan oleh walikota Manado pada tahun 2014.

93

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

atau (36) Tempat rekreasi yang indah dan sejuk itu banyak

dikunjungi para pelancong dari berbagai wilayah di Indonesia.

Konstituen yang mewah pada kalimat (35) memberi keterangan pada kata majemuk tempat rehat. Adapun konstituen yang indah pada kalimat (36) hanya memberi keterangan perluasan kata tempat pada konstruksi frase tempat rekreasi yang indah. Jadi yang mewah itu, adalah tempat rehat yang sudah diresmikan oleh walikota Manado pada tahun 2014 untuk membedakan dari tempat rehat yang berada di tempat lain pada kalimat (35); yang indah dan sejuk pada kalimat (36) adalah tempat rekreasi yang indah dan sejuk untuk membedakan tempat hiburan, tempat penjualan, tempat peristirahatan, tempat perhentian yang indah dan sejuk. Dengan demikian, dapat diketahui dengan jelas perbedaan antara kata majemuk dengan frase. Baik kata majemuk maupun frase kedua dapat diperluas. Yang perlu diperhatikan adalah komponen peluas bagi kata majemuk dikenakan pada semua unsur pembentuknya sebagai satu kesatuan kata majemuk yang membentuk konstruksi kata majemuk. Berbeda dengan frase, komponen peluas itu hanya dikenakan untuk salah satu unsur pembentuknya saja.

2. Aspek Semantik Kata Majemuk 1) Kata majemuk tipe kepala dingin

Simak kalimat (37) Setiap ada persoalan, Ia dapat mendiskusikan dan

menyelesaikan dengan kepala dingin. atau (38) Suhu di ruang kerja resepsionis hotel yang sejuk

menjadikan yang setiap orang yang merasa dari kaki hingga kepala dingin .

Diperhatikan dengan seksama kata majemuk kepala dingin

pada kalimat (37) dan (38) satu kesatuan kepala dingin pada kalimat itu melambangkan unsur situasi yang berupa bagian atau anggota tubuh yaitu “kepala” yang merasakan “

94

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

menggunakan otak yang ada di bagian kepala untuk mengorganisasi sesuatu”, tetapi tidak pernah melambangkan unsur situasi “orang yang sedang kedinginan hanya pada bagian kepala saja” sebagai lawan “kepala yang panas”. Akibat penyelewengan hubungan itu, peranan dari unsur formal kepala dan unsur rasa ‘dingin’ menjadi tak tertelusuri bahkan boleh dikatakan tidak ada hubungan. Dengan kata lain, pada hakekat dalam hubungan antara unsur pembentuk kata majemuk itu tidak ada.

Berikut ini adalah kata majemuk tipe kepala dingin yaitu sekelompok kata majemuk yang unsur situasinya tidak mengarahkan makna “kelompok kata” yang mendukungnya, antara lain:

i. {badan dua} ‘hamil’ ii. {banting tulang} ‘kerja keras’ iii {angkat kaki} ‘pergi’ iv. {angkat bicara} ‘mulai bicara’ v. {buta hati} ‘tak ada perasaan belas

kasih’ vi. {tebal telinga} ‘tidak mau mendengar’ vii. {smart phone} ‘telepon’ viii. {telepon pintar} ‘telepon’ ix. {cari muka} ‘berbuat sesuatu dengan

maksud mendapat pujian’ x. {campur tangan} ‘turut mencampuri perkara

orang lain’ xi. {darah daging} ‘keluarga kandung’ xii. {ibu kaki} ‘jempol pada kaki’ xiii. {kaki hutan} ‘tepi hutan’ xiv. {panjang kalam} ‘banyak bicara’ xv. {kapal induk} ‘kapal perang untuk memuat

pesawat terbang’ xvi. {kapal mil} ‘kapal yang memuat surat-

surat pos’ xvii. {kata adat} ‘ujaran peribahasa’ xviii. {kaum modal} ‘orang kaya’ xix {kawin mawin} ‘berbagai urusan perjodohan’ xx. {kayu angin} ‘nama pohon yang dibuat

untuk obat’

95

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

xxi {kamar kecil} ‘toilet’ xxii {garis depan} ‘pertama’ xxiii {buah tangan} ‘oleh-oleh’

Dalam kalimat berikut ini:

(39) Kembang desa yang sudah lima bulan yang lalu,

kini kini sudah berbadan dua. (40) Amir sekarang sudah menjadi kaki tangan

pengusaha damar di desanya, ia bekerja membanting tulang untuk mendapatkan uang keperluan sehari-hari.

(41) Para pejuang Palestina itu selalu ingin berada digaris depan untuk melawan Israel.

(42) Letak kamar kecil dan musala di Bandara Internasional Sukarno Hatta sangat berdekatan.

(43) Ayah selalu membawa buah tangan setiap pulang dari bekerja di kota.

Kalimat (39), misalnya satu kesatuan badan dua tidak

pernah melambangkan “manusia yang memiliki badan sebanyak dua buah’ atau “badan dua kaki dua”, akan tetapi konstruksi “badan dua” akan melambangkan unsur situasi “hamil”. Demikian juga, kalimat (40), kesatuan kaki tangan tidak pernah melambangkan “kaki” dan “tangan”, akan tetapi konstruksi “kaki tangan” sebagai kata majemuk melambangkan unsur situasi ‘orang yang menjadi pembantu setia, orang yang diperalat oleh orang lain’

2) Kata Majemuk tipe tempat rehat

Terlebih dahulu perlu disimak pemakaian kata majemuk tempat rehat dalam kalimat (44) berikut:

(44) Keluarga itu selalu berlibur ke tempat rehat di

kawasan Puncak Bogor. Mencermati kata majemuk tempat rehat pada kalimat (44)

mengandung makna ‘rumah atau tempat orang beristirahat’.

96

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Ditinjau dari satuan makna terkecil, konstituen kata majemuk tempat rehat memiliki makna frasa, karena tempat rehat dapat bermakna ‘tempat untuk beristirahat’, hal yang dirujuk dapat saja berupa ’ruang untuk beristirahat dan bercengkerama pada waktu siang jeda beberapa saat untuk tidak bekerja’. Pemaknaan itu didasarkan pada makna yang dikandungnya. Namun, ditinjau dari makna konstruksi secara keseluruhan tempat rehat tidak berbentuk frasa lagi, sebab formatif frasa akan merujuk pada ‘rumah tempat orang beristirahat untuk memulihkan tenaga setelah beberaja jam bekerja’. Perlu dijelaskan bahwa setiap kata majemuk mengandung makna makna kata, karena statusnya sebagai satuan lingual yang otonom, selain itu, setiap kata majemuk memiliki bentuk yang khas.

Setipe dengan kata majemuk rumah rehat dapat ditemukan

kata majemuk uang saku, pos elektronik, sepeda kumbang, buku elektronik, ruang pas, guru besar, mega mal, perang dingin, kue dadar, daftar tunggu, pemalis mata (eye liner) sapu tangan, cuci ota,, kelana alam, cegah siar (off the record), kuli tinta, orang jauh. Perhatikan contoh kalimat berikut:

(45) Setiap peserta workshop Kurikulum Bahasa mendapat uang saku.

(46) Orang itu selalu mengendarai sepeda kumbang. (47) Undangan untuk rapat komite akademik dikirim

melalui pos elektronik atau email (48) Perpustakaan Utama yang terdapat di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki banyak koleksi buku elektronik (ebook)

(49) Para pengunjung Mega Mal yang sedang membeli pakaian sedang mencoba pakaian di kamar pas.

(50) Guru besar di bidang linguistik itu sedang menyampaikan hasil penelitiannya tentang tradisi lisan di Halmahera.

Dapat ditentukan bahwa kata majemuk tempat rehat, proses

yang mengenainya disebut proses gramatikalisasi dan leksikalisasi perkataan, yaitu hasil dari perubahan bentuk

97

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

ujaran perkataan ke bentuk yang berkaitan dengan leksem, kata, dan leksikon. Memperhatikan contoh tersebut di atas dapat dikatakan bahwa makna kata majemuk tipe tempat rehat dapat ditelusuri kepada arti satuan atau arti kelompok kata yang menjadi struktur pembetuknya.

3. Penelusuran Kata Majemuk dan Idiom

Bagaimana melakukan penelusuran kata majemuk dan idiom yang terdapat di dalam bahasa Indonesia?

Kata majemuk diartikan sebagai: “hasil perpaduan dua komponen kata yang memiliki makna, kata itu melambangkan ‘suatu rangkaian situasi tertentu’. Dengan alasan itu, sebuah kata majemuk terbentuk melalui proses perpaduan dua unsur kata yang bersifat morfologis, sedangkan sebuah frase yang merupakan penggabungan kata yang bersifat sintaksis demikian Kridalaksana (1987: 87). Berdasarkan hal tersebut, konstruksi kata majemuk ialah konstruksi yang pembentukannya berbeda dengan frasa.

Misalnya pusat jaringan adalah frase karena komponen pusat dan jaringan masing-masing dapat diubah menjadi pusat kota dan jaringan internet sehingga dapat diperoleh frase lain: di pusat kota banyak terdapat jaringan internet, contoh dalam kalimat:

(51) Informasi beasiswa mudah diperoleh di pusat kota,

karena banyak jaringan internet Sama halnya dengan konstituen-konstituen seperti: pembaca berita atau penggemar internet adalah frase karena komponen itu masing-masing memiliki peluang untuk diperluas bentuknya. Misalnya: pembaca berita menjadi pembaca mengenai berita atau penggemar mengenai internet dalam kalimat:

(52) Pembaca yang cermat mengenai berita kenaikan

harga bahan bakar minyak akan menerima hal itu. (53) Penggemar game lewat internet kian marak di

kalangan anak-anak.

98

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Berlainan dengan konstituen itu, misalnya bentuk dunia maya, mesin pekata kunci, pintu gerbang, mesin pencar, umpan balik, perangkat keras, perangkat lunak, ngobrol virtual, map elektronik, disebut sebagai satuan bahasa dengan tipe konstruksi yang tidak berstruktur sintaksis karena masing-masing komponennya tidak dapat diubah seperti komponen frase dan tidak dapat diperluas seperti frase. Fakta itu dipahami bahwa: konstituen-konstituen pembentuk kata yang maknanya tidak secara langsung dapat ditelusuri melalui unsur-unsur pembentuk kata itu disebut idiom.

Idiom mengisyaratkan bahwa tidak terdapat hubungan antara situasi dengan unsur pembentuknya, jadi idiom merupakan ungkapan bahasa yang tidak menggambarkan sebuah situasi yang berupa peristiwa, sebagaimana yang tertera pada komponen pembentuknya. Konsep ini mengisyaratkan bahwa ada dua tipe kata majemuk :

Pertama, sejajar dengan kata majemuk kepala dingin

muncul kata majemuk suara berjenjang, tumpul ke atas, tumpul ke bawah, rumpon laut, lelang jabatan, tebang pilih, rentang kendali, korupsi haji, angin segar, taat asas, dongkrak kualitas, komputer jinjing, langgam teknologi, cita rasa, batu alam. Idiom suara berjenjang tidak mendeskripsikan situasi yang berupa “suara yang diatur tingkatannya dari bawah ke atas, akan tetapi melambangkan ‘daftar usia pemilih dalam pemilihan umum’. Sementara itu, idiom korupsi haji dan langgam teknologi masing-masing tidak mendeskripsikan ‘tidak melakukan korupsi atas amalan haji, atau sebutan orang yang sudah melakukan rukun Islam kelima’; atau langgam ‘bentuk irama lagu, gaya teknologi’, tetapi idiom korupsi haji melambangkan ‘‘penyelewengan dana orang yang akan berangkat haji’ sedangkan langgam teknologi melambangkan unsur situasi ‘perkembangan berbagai macam teknologi’ .

Kedua, sejajar dengan kata majemuk anak buah muncul idiom kartu elektronik, surat elektronik, ngobrol virtual, pusat jaringan map elektronik, cakram digital, cakram keras, papan tombol, informasi jaringan, pintu gerbang, hokum telematika, kata kunci. Idiom kartu elektronik, merupakan ungkapan bahasa yang menggambarkan unsur situasi ‘kartu magnetis yang dapat menyimpan data dengan cara memodifikasi partikel

99

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

yang terbuat dari besi di dalam pita magnet tersebut’. Sedangkan ngobrol virtual adalah ‘proses pengiriman dan penerimaan pesan menggunakan ruang maya yang bersifat interaktif. Komunikasi itu tidak lepas dari sebuah media internet yang digunakan sebagai media komunikasi.

Berangkat dari pemahaman itu, dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur pembentuk idiom, yakni situasi dan konstituen pembentuk idiom tidak memiliki hubungan. Itulah sebabnya dalam hubungan arti antara kata majemuk dengan idiom dimunculkan kata majemuk bersifat idiomatik. Artinya, kata majemuk itu membentuk makna yang khas, makna yang muncul itu tidak dapat ditelusuri ataupun dijelaskan lewat konstituen pembentuk idiom maupun rangkaian struktur.

Kata majemuk yang dimaksud antara lain: tahan cuaca, turun harga, lelang jabatan, revitalisasi waduk, mandi keringat, aral melintang, babi buta, badan dua buku biru buku putih, buta hati, cuci otak, cuci uang, darah putih, darah biru, jago merah, lapangan hijau. Referen yang ditunjuk oleh kata majemuk di atas sama sekali tidak ada hubungan arti dngan komponen-komponen pembentuknya. Seringkali idiom pun berupa kalimat panjang, seperti penghisap darah, sapi perahan, ular kepala dua, tukar guling, aman situs daring (online web), pelayaran web (web surfing); waring wera wanua (world wode web, obrol siar internet (internet relay chat).

Perlu dicermati, meskipun dari tataran makna kata majemuk yang bersifat idiomatik itu mempunyai unsur kesamaan dengan idiom, namun secara gramatis dan fonologis ada perbedaan status di antara keduanya, Muhajir (1986: 67) menyebutkan beberapa hal, yaitu:

1) Kata majemuk memiliki otonomi fonologis; 2) Kata majemuk tidak mengalami transformasi; 3) Kata majemuk hanya dapat menduduki satu kategori

kata

Paparan di atas menunjukkan bahwa : 1. Kata majemuk serupa tetapi tidak sama dengan frase. 2. Dicermati dari aspek kemiripan baik frase maupun kata

majemuk, masing-masing terdiri dari dua unsur atau lebih berupa kata. Namun, dalam kemiripan itu ada perbedaan, yakni :

100

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

1) di antara unsur pembentuk kata majemuk tidak dapat disisipi dengan unsur lain dengan mempertimbangkan unsur situasi atau acuan yang dilambangkan oleh pembangun kata majemuk tersebut.

2) Seandainya akan dilekati afiks, umpamanya awalan dan akhiran atau konfiks, maka afiks itu perlu mengapit unsur-unsur yang membangun kata majemuk tersebut secara keseluruhan.

3) Di sisi lain, sekiranya sebuah kata majemuk akan diperluas, maka konstituen peluas itu perlu memberikan perluasan seluruh kesatuan yang membentuk struktur pembangun kata majemuk itu dengan tidak membuka kemungkinan untuk ditafsirkan dengan cara dan makna lain;

4) Ditinjau dari aspek makna, kata majemuk tidak menghiraukan relasi antara faktor situasi dengan makna satuan unsur kata, yang menjadi pendukungnya walaupun sering ditemui kata majemuk yang unsur situasinya dapat ditelusuri melalui relasi makna antar komponen pembentuk kata majemuk itu.

5) Secara umum, kata majemuk memiliki makna dengan unsur situasi yang sama sekali tidak dapat ditelusuri melalui konstituen pembentuknya.

Latihan Buatlah kalimat menggunkan kata majemuk berikut ini!

Kata Majemuk bersifat idiomatis

Makna

1 {aral melintang} ‘hambatan’ 2. {anak emas} ‘anak kesayangan’ 3. {berat sebelah} ‘tidak adil’ 4. {buku biru} ‘buku laporan’ 5. {buku putih} ‘buku yang bersifat rahasia’ 6. {cacah jiwa} ‘sensus penduduk; catat

jumlah penduduk’ 7. {cakram keras} ‘hard disk pada komputer’ 8. {daya tanggap} ‘memberi respon’ 10. {emas hitam} ‘minyak mentah’

101

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

11. {gigit jari} ‘kecewa’ 12 {darah putih} ‘keturunan raja’ 13 {darah biru} ‘keturunan bangsawan’ 14 {hukum rimba} ‘hukum yang menyatakan

siapa yang kuat dialah yang berkuasa’

15 {kepala tiga} ‘berusia tiga puluhan} 16 {dunia maya} ‘dunia internet’ 17 {anak alay} ‘kelompok anak tertentu’ 18 {mata masyarakat} ‘pendapat umum’ 19 {macan ompong} ‘penguasa tanpa kekuatan’ 20 {orang jauh} ‘perantau’

102

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

BAB VI PENUTUP

Paparan mengenai proses pembentukan kata bahasa

Indonesia memerlukan perhatian yang cermat dan seksama, sebab bahasa ini terus mengalami perkembangan pesat. Kata dan leksem ditinjau dari tataran morfologi merupakan dua konstituen yang berbeda. Dengan mengacu kepada Kirdalaksana (1996) dan Murphy (2013) dikemukakan bahwa kata dapat dibedakan dari tiga aspek yaitu: 1) aspek fonologis; dan 2) aspek leksem; 3) aspek gramatikal.

Untuk mengenali proses pembentukan kata dalam tulisan ini digunakan analisis kata dengan pendekatan Item and Process, dengan alasan bahwa:

1. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dengan tipe yang struktur kata dan hubungan grmatikalnya ditandai oleh penggabungan unsur secara bebas;

2. Penambahan afiksasi, seperti prefiks, konfiks, infiks dan sufiks pada sebuah akar atau leksem untuk menunjukkan fungsi gramatikal

3. Fenomena peluluhan terjadi apabila sebuah leksem akar bergabung dengan leksem terikat.

Berangkat dari pendekatan tersebut diketahui bahwa pembentukan afiks dapat dipakai untuk menjelaskan beberapa hal, yakni:

1. Melekatnya afiks pada sebuah bentuk dasar, maka bentuk dasar menjadi berubah, contoh: verba {tuang} secara leksikal dapat diikuti awalan {me-} jika ingin dibentuk menjadi verba transitif harus ditambah dengan sufiks {-kan} atau sufiks {i}. Bentuk {me-kan}; {me-i} diistilahkan dengan konfiks.

2. Melekatnya afiks kepada bentuk dasar dapat memperlihatkan makna yang teratur atau dapat diramalkan, contoh morfem {beruang} dapat diramalkan mempunyai tiga bentuk, yaitu:

103

Page 104: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Afiks Leksem Kata Makna {be-} + {ruang} → {beruang} ‘mempunyai

ruangan’ {ber-} + {?uang} → {beruang} ‘mempunyai uang’ - - - {beruang} ‘nama hewan’

Sumber : Kridalaksana (1996: 200)

3. Kaidah umum yang dapa diformulasikan misalnya apabila afiks ditambahkan pada sebuah kelas kata maka hal yang sama dapat dilakukan pada semua anggota kelas kata yang lain. Dengan begitu dapat diketahui ada afiks-afiks yang bersifat produktif dan tidak produktif.

4. Peluluhan fonem /s/ dari morfem dasar yang diawali dengan fonem /s/, yang melekat dengan prefiks {mƏñ-}, {mƏñ-kan}, {mƏñ-i}, {pƏñ-}, {pƏñ-an}. Peluluhan terjadi pada morfem dasar berasal dari bahasa Indonesia, kecuali morfem dasar yang berasal dari bahasa asing. Berikut ini pasangan kata dengan peluluhan fonem awal bentuk dasar dan dengan yang tanpa peluluhan kerap digunakan oleh penutur bahasa Indonesia:

Peluluhan Fonem Awal Tanpa Peluluhan Fonem Awal

1. {menyerpis} {menserpis} 2. {menyetir} {mensetir} 3. {menyinkronkan} {mensinkronkan} 4. {menyiropi} {mensiropi} 5. {menyeketsa} {mensketsa} 6. {penyektor} {pensektor} 7. {penyaksian} {pensaksian}

Gejala seperti pembentukan afiksasi, peluluhan fonem awal

dan tanpa peluluhan fonem awal, seperti tertera di atas bila ditinjau dari kaidah peluluhan fonem dapat dikatakan ada penyimpangan. Penyimpangan kecil menurut Kridalaksana (1996: 209) : “ Penyimpangan kecil tidak merusak kaidah-kaidah dalam pembentukan kata bahasa kita. Sistem morfologis

104

Page 105: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

itu hanyalah berfungsi sebagai rambu-rambu bagi bentukan-bentukan baru yang masih akan terus diperkenalkan oleh para pereka cipta bahasa dalam usaha mereka memperkaya khazanah bahasa kita.

Paparan morfologi bahasa Indonesia dalam buku ini pada dasarnya adalah memperlihatkan model penataan kata melaluiberbagai proses. Morfem, alomorf merupakan konstituen utama dalam pengolahan leksem menjadi kata.

105

Page 106: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

DAFTAR PUSTAKA Amperiyanto, Tri. 2014. Tips Ampuh Android. Cara Tepat dan

Bijak Mendayagunakan Perangkat Android. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia Pendekatan

Proses. Jakarta: Rineka Cipta Cruze, D.A. 2013. “The Lexicon” in The Handbook of

Linguistics. Mark Aronoff-Miller (ed). Oxford: Blackwell.

Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta:

Gramedia. -----------------. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa

Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Komo, Nanz Ching, 2014. Bringing out the entrepreneur in you

47 Rahasa Pengusaha Sukses. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lumban, Tobing. 2013. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik

dan Mental. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Makarao, Nurul Ramadhani. 2013. Komunikasi Konseling

Aplikasi dalam Pelayanan Kesehatan. Bandung: Alfabeta.

Manullang, Rio. 2014. Desain Rumah dengan Autocad dan

Google Sketch Up Panduan Praktis Mengkreasikan Sendiri Rumah Idaman Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

106

Page 107: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

Murphy, M. Lynne. 2013. Lexical Meaning. Cambridge: Cambridge University Press.

Muslich, Masnur. 2008. Tatabentuk Bahasa Indonesia. Kajian

ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara. Purnanto, Dwi. 2006. “Kajian Morfologi Derivasional dan

Infleksional dalam Bahasa Indonesia”. Dalam Jurna; Linguistik dan Sastra Vol 18. No. 35 hal 136-152.

Riemer, Nick. 2013. Introducing Semantics. Cambridge:

Cambridge University Press. Sastra, Suparno. 2014. Membuat Desain Rumah Tinggal

Berbagai Tipe. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sinamo, Jansen dan Eben Ezer Siadari. 2013. The Chinese

Ethos Memahami Adidaya China Abad 21 dari Perspektif Budaya dan Sejarah. Jakarta: Institut Darma Mahardika, Press.

Spencer, Andrew. 2013. “Morphology” in The Handbook of

Linguistics. Mark Aronoff-Miller (ed). Oxford: Blackwell.

Suparno, Darsita. 2012. “Pemertahanan Bahasa Ranau”

Disertasi Program Linguistik Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado: Belum diterbitkan.

Suswono. 2012. “Teknologi yang Merakyat”. Dalam Majalah

Gagas Inspirasi Bisnis Teknologi No 2 Edisi Februari 2012. Jakarta: Balai Inkubator Teknologi Press.

Wahana Komputer. 2014. Kupas Tuntas Aplikasi Brilian

Blackberry Smartphone. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

107

Page 108: BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar

108