BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan...

144
Ernita Dewi, M.Hum ~1 BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinan Manusia adalah makhluk sosial yang secara alamiah cenderung untuk hidup bermasyarakat dan tidak bisa hidup terisolasi. Manusia membutuhkan kerja sama dengan orang lain demi terwujudnya cita-cita dan tujuan hidupnya. Hal itu mendorong mereka untuk membentuk kesatuan yang lebih besar yang dikenal dengan sebutan negara atau kerajaan. Di situlah mereka berkumpul, menyatukan tekad dan me- nyelesaikan semua permasalahan menuju ke arah pencapaian masyarakat adil, makmur sejahtera lahir batin. Terbentuknya negara yang kokoh bukanlah akhir dari perjalanan obsesi manusia untuk hidup teratur dan mencari ketenangan. Masyarakat yang tergabung dari berbagai latar belakang sosial budaya dan pemikiran secara jujur jelas mem- butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi aspirasi dalam menyatukan visi mereka secara representatif, baik, dan benar. Pemimpin haruslah orang yang benar-benar mampu dan terpercaya untuk menjalankan tugas kepe- mimpinannya. Seorang pemimpin harus mengetahui ke- wajiban-kewajiban yang krusial dan urgen untuk dilaksana- kan secara arif dan bijaksana dengan bantuan para pejabat kenegaraan secara konsisten. Dalam teori politik disebutkan bahwa secara umum syarat menjadi pemimpin itu haruslah memiliki; ideologi yang jelas, harus dapat diterima (accept able) oleh rakyatnya, memiliki kemampuan (capable) dalam

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~1

BAB I PENDAHULUAN

A. Pemimpin dan Kepemimpinan

Manusia adalah makhluk sosial yang secara alamiah

cenderung untuk hidup bermasyarakat dan tidak bisa hidup

terisolasi. Manusia membutuhkan kerja sama dengan orang

lain demi terwujudnya cita-cita dan tujuan hidupnya. Hal itu

mendorong mereka untuk membentuk kesatuan yang lebih

besar yang dikenal dengan sebutan negara atau kerajaan. Di

situlah mereka berkumpul, menyatukan tekad dan me-

nyelesaikan semua permasalahan menuju ke arah pencapaian

masyarakat adil, makmur sejahtera lahir batin.

Terbentuknya negara yang kokoh bukanlah akhir dari

perjalanan obsesi manusia untuk hidup teratur dan mencari

ketenangan. Masyarakat yang tergabung dari berbagai latar

belakang sosial budaya dan pemikiran secara jujur jelas mem-

butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi

aspirasi dalam menyatukan visi mereka secara representatif,

baik, dan benar. Pemimpin haruslah orang yang benar-benar

mampu dan terpercaya untuk menjalankan tugas kepe-

mimpinannya. Seorang pemimpin harus mengetahui ke-

wajiban-kewajiban yang krusial dan urgen untuk dilaksana-

kan secara arif dan bijaksana dengan bantuan para pejabat

kenegaraan secara konsisten. Dalam teori politik disebutkan

bahwa secara umum syarat menjadi pemimpin itu haruslah

memiliki; ideologi yang jelas, harus dapat diterima (accept

able) oleh rakyatnya, memiliki kemampuan (capable) dalam

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 2

melaksanakan tugas-tugas yang diembankan kepadanya,

dapat dipercaya (accountable) dan teruji integritas (integrity),

serta jelas pemihakannya kepada kepentingan rakyat. Dapat

dianalisis bahwa pemihakannya kepada kepentingan rakyat

banyak, berkaitan erat dengan manajemen keadilan bagi

seluruh lapisan masyarakat yang dipimpinnya (Kartini

Kartono, 1998: 31)

Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar

“pimpin” yang berarti bimbing atau tuntun. Untuk itu di

dalamnya ada dua pihak yang berperan antara lain yang

dipimpin (umat) dan yang memimpin (imam). Setelah di-

tambahkan awalan “pe” menjadi “pemimpin”, artinya orang

yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan

komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak untuk

mencapai tujuan tertentu. Apabila ditambahkan akhiran “an”

menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara

pemimpin dan pimpinan memiliki arti yang berbeda, yaitu

pimpinan (kepala) cenderung lebih sentralistis, sedangkan

pemimpin cenderung lebih demokratis. Setelah ditambahkan

dengan awalan “ke” menjadi kepemimpinan, yang berarti

kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi

serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pen-

capaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang

bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses

kelompok (Syafiie, 2000 : 72).

Menurut C.N. Cooley, pemimpin merupakan titik pusat

dari suatu kecenderungan, dan pada kesempatan lain, semua

gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan ditemukan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~3

kecenderungan yang memiliki titik pusat. Menurut Ordway

Tead, Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang me-

mungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain me-

nyelesaikan tugasnya (Syafiie, 2000: 72). Menurut G.U. Cleeton

dan C.W. Mason. Kepemimpinan adalah kemampuan mem-

pengaruhi orang-orang untuk mencapai hasil melalui

himbauan emosional dan bukan melalui penggunaan kekuasa-

an. Pigors menerjemahkan makna kepemimpinan sebagai

suatu proses saling mendorong daya manusia dalam mengejar

tujuan bersama (Syafiie, 2000: 73)

Ralph M. Stogdill menghimpun sebelas definisi ke-

pemimpinan, yaitu sebagai berikut :

1. Kepemimpinan sebagai pusat proses

2. Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berakibat

3. Kepemimpinan sebagai seni menciptakan kese-

pakatan

4. Kepemimpinan sebagai kemampuan mempe-

ngaruhi

5. Kepemimpinan sebagai tindakan perilaku

6. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk bujukan

7. Kepemimpinan sebagai suatu hubungan kekuasaan

8. Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan

9. Kepemimpinan sebagai hasil interaksi

10. Kepemimpinan sebagai pemisahan peranan

11. Kepemimpinan sebagai awal struktur (Syafiie,

2000: 73).

Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan

seseorang (suatu pihak) untuk mempengaruhi orang lain

melalui dirinya sendiri dengan cara tertentu sehingga perilaku

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 4

orang lain itu berubah. Orang yang terbukti memiliki

kepemimpinan disebut pemimpin, jadi pemimpin itu tidak

given, melainkan achieved ( Ndhara, 2003: 216).

Berpijak pada pengertian yang dikemukakan oleh

sejumlah pakar di atas tentang makna pemimpin, maka secara

ringkas dapat dikatakan bahwa pemimpin adalah sosok yang

mampu memberi pengaruh baik, dan mengajak orang-orang

yang dipimpinnya kepada hal-hal yang benar, dengan

pendekatan yang arif dan bukan dengan jalan memaksa atau

menzalimi pihak yang dipimpinnya.

Kepemimpinan merupakan bakat dan seni tersendiri

bagi seseorang, pendapat ini tidak ada yang menyangkalnya.

Memiliki bakat kepemimpinan berarti menguasai seni atau

teknik melakukan tindakan-tindakan seperti teknik memberi-

kan perintah, memberi teguran, memberikan anjuran, mem-

berikan pengertian, memperoleh saran, memperkuat identitas

kelompok yang dipimpin, memudahkan pendatang baru untuk

menyesuaikan diri, menanamkan rasa disiplin di kalangan

bawahan, serta membasmi desas-desus lainnya (Anoraga,

1990: 2).

Selama ini banyak sekali kekeliruan pemahaman

tentang arti kepemimpinan. Pada umumnya orang melihat

pemimpin sebagai sebuah kedudukan atau posisi semata.

Akibatnya banyak orang yang berusaha untuk menjadi

seorang pemimpin dengan menghalalkan segala cara dalam

mencapai tujuannya. Mulai dari membeli kedudukan dengan

uang, menjilat atasannya, menyikut pesaing atau temannya,

bahkan dengan cara-cara kotor lainnya, demi mengejar posisi

pemimpin. Akibatnya lahirlah pemimpin yang tidak dicintai,

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~5

tidak disegani, tidak ditaati, dan bahkan dibenci. Pemimpin

seperti ini akan mempergunakan kekuasaannya untuk me-

ngarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain,

supaya orang lain mengikutinya. Umumnya jenis pemimpin ini

suka menekan orang-orang yang dipimpinnya yang pada

akhirnya akan memunculkan sikap yang disharmonisasi. Gaya

kepemimpinan yang seperti ini pada hakikatnya telah me-

langgar garis demarkasi Allah, yang dapat menumbuh

suburkan sikap anarkisme dan keganasan hewaniah sebagai-

mana disebutkan oleh Thomas Hobbes “homo homini lupus”

manusia akan menjadi pemangsa manusia lain (Agustian,

2001 : 96).

Ribuan orang mengharapkan dirinya untuk menjadi

seorang pemimpin. Mereka tidak pernah merasa bahwa se-

benarnya dirinya adalah seorang pemimpin, padahal setiap

manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin walaupun

pengikutnya hanya satu orang saja. Bahkan manusia seorang

diripun harus memimpin dirinya sendiri untuk mengarahkan

hidupnya. Ketidaksadaran inilah yang mengakibatkan orang

tidak mau mengembangkan ilmu kepemimpinannya, di-

tambah dengan jargon-jargon seperti : “saya ini rakyat kecil”,

padahal dia seorang tukang becak hebat yang memimpin

keluarganya di rumah dan bisa membuat anak-anaknya

menjadi pemimpin besar (Agustian, 2001:97). Tidak ada

istilah orang kecil, semua sama di mata Tuhan, manusia

adalah seorang khalifah di muka bumi ini, seperti yang di-

tegaskan oleh Allah SWT : ”Dan tatkala Tuhanmu berfirman

kepada para malaikat: ”Aku hendak jadikan khalifah di muka

bumi...” (Q.S. Al-Baqarah : 30).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 6

B. Pemimpin adalah Pengaruh

Ketika orang lain memberikan sebuah nasihat atau

sebuah cerita, kita akan mengingatnya dan itu adalah sebuah

pengaruh. Ketika seorang mengatakan tentang sesuatu dan

sesuatu itu akan diingat, itupun adalah sebuah pengaruh. Atau

semua hal kecil yang mempengaruhi kita, dan berhasil me-

ngubah hidup kita, begitu pula sebaliknya, kitapun mem-

berikan pengaruh kepada orang lain melalui sikap, perkataan,

dan perbuatan, berarti kita telah melakukan aktivitas ke-

pemimpinan.

J. R .Miller mengatakan : ada pertemuan yang hanya

sesaat namun meninggalkan kesan seumur hidup. Tidak ada

seorangpun yang mampu memahami hal misterius yang kita

sebut pengaruh, namun setiap orang di antara kita terus

menerus memberikan pengaruh apakah untuk menyembuh-

kan, untuk meninggalkan bekas keindahan, atau untuk me-

lukai, menyakiti, meracuni, dan untuk mencemari kehidupan

orang lain. Terlepas dari kedudukan resmi sebagai pemimpin

maka perlu disadari bahwa setiap kata yang terucap, setiap

tindakan yang dibuat akan menimbulkan pengaruh pada

orang lain yang ada di sekitarnya. Sekiranya harus disadari

bahwa suatu perbuatan dan tingkah laku dapat menciptakan

diri kita menjadi seorang pemimpin. Seorang pemimpin bagai-

manapun tipikal dan gaya kepemimpinannya, semua sangat

tergantung dengan prinsip yang dianut. Sebaliknya lingkungan

akan membuat seseorang menjadi seorang pengikut disadari

atau tanpa disadari. Orang yang tidak memiliki prinsip akan

sangat mudah sekali terpengaruh. Setiap hari kita berjalan di

tengah-tengah padang rumput yang dipenuhi ranjau-ranjau

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~7

yang berbahaya yaitu ranjau-ranjau yang mempengaruhi

pikiran (Agustian, 2001: 97).

Seseorang dapat mempengaruhi orang lain melalui

variasi kombinasi dua strategi atau cara, yaitu: pertama,

strategi pelakonan, strategi ini bermaksud membuat orang

lain melakoni skenario yang telah ditetapkan oleh seseorang.

Pihak yang tertarik atau tergerak untuk mendekati sumber

pengaruh disebut penurut, pengikut, peniru, penganut atau

penaat/pematuh, sesuai dengan kadar responsnya terhadap

skenario dari pemimpin yang bersangkutan. Kedua, strategi

peragaan, strategi ini memberikan kebebasan kepada orang

lain untuk memperagakan respon pilihan bebasnya sendiri

terhadap pengaruh seseorang. Dalam hubungan ini seseorang

berusaha melancarkan daya seperti insentif, pemenuhan

kepentingan orang lain, sampai pada pengorbanan dirinya.

Titik kesepakatan dalam proses tawar-menawar itu tercapai

pada titik kebersamaan atau keberbagian antara keduanya.

Jika hal itu terjadi orang lain tidak hanya sekedar penurut atau

pengikut, melainkan menjadi kader (alter ego). Pada titik itu

terjadi pertemuan antara budaya elit dan budaya floor. Dalam

hal ini dapat terlihat, kepemimpinan yang menggunakan

strategi peragaan membutuhkan biaya yang mahal, sukar, dan

memerlukan waktu lama (Ndhara, 2003:216).

Biasanya orang yang memiliki prinsip yang teguh akan

menjadi seorang pemimpin yang besar melalui pengaruhnya

yang kuat. Apabila seseorang tidak memiliki prinsip, mereka

dipastikan akan menjadi seorang pengikut. Tidak peduli

prinsip itu benar atau salah, tetap akan ada pengikutnya,

sebagai contoh Stalin dan Lenin beserta jutaan orang pe-

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 8

ngikutnya yang menjadi komunis. Prinsip yang benarlah yang

akan menyelamatkan diri seseorang dari kenistaan dan

kehancuran, dan prinsip yang benarlah yang akan membuat

seseorang menjadi pemimpin sejati. Sebagaimana sabda Nabi

Muhammad SAW, “hendaklah kamu berpegang kepada

kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin

kepada kebaktian, dan kebaktian itu membawa ke surga

(kebahagiaan), dan hendaklah seseorang itu bersifat benar

dan memilih kebenaran hingga dia tertulis di sisi Allah sebagai

orang yang sangat benar; dan hendaklah kamu jauhi ke-

dustaan, karena sesungguhnya kedustaan itu memimpin

kepada kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa ke neraka

(kehancuran); dan janganlah seseorang tetap berdusta dan

memilih kedustaan hingga tertulis di sisi Allah sebagai

pendusta” (H. R. Bukhari Muslim).

C. Mencari Figur Pemimpin Ideal

Dalam konteks kekinian di mana materialisme telah

merebut hati seluruh umat manusia untuk cenderung pada

gaya hidup hedonisme, maka kedudukan sebagai pemimpin

tidak lagi ditempatkan sebagai wadah untuk memberi

pengaruh baik bagi perubahan masyarakat yang dipimpinnya,

bahkan kepemimpinan menjadi alat pencapaian kekuasaan

untuk dinikmati oleh pribadi maupun kelompoknya.

Masyarakat sekarang merindukan sosok pemimpin yang adil

dan mampu memberikan kesejahteraan bagi orang yang di-

pimpinnya.

Keinginan untuk mendapatkan pemimpin yang ideal

sebenarnya sudah dipikirkan sejak berabad-abad yang lalu,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~9

sebab sejak istilah negara diperkenalkan di Yunani, ke-

beradaan penguasa yang bersifat tirani sudah dikecam oleh

para filsuf ketika itu. Pada hakikatnya manusia merindukan

pemimpin yang benar-benar mampu berbuat adil pada

masyarakat dan manusia sangat membenci pemimpin yang

zalim serta jahat. Namun pada praktiknya kebanyakan pe-

mimpin lebih sering memunculkan sikap arogansi daripada

sikap melindungi.

Berpijak pada argumentasi dan obsesi tentang pe-

mimpin ideal, maka keadilan menjadi isyu yang tak kalah

subtansialnya dalam diskursus kenegaraan. Isyu ini menjadi

sangat penting dan merupakan inti persoalan dalam setiap lini

kehidupan. Tiada kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran

yang merata tanpa keadilan. Problematika keadilan tidaklah

sederhana, bagi Plato dan Aristoteles, sebuah negara

diperuntukkan demi kepentingan warga negaranya supaya

mereka dapat hidup dengan baik, dan ini sama artinya

keinginan untuk mencapai keadilan. Bahkan Plato me-

nganggap negara identik dengan keadilan (Schmid, 1988: 25).

Hampir dapat dipastikan, setiap pemimpin mendambakan

agar mampu berbuat seadil-adilnya bagi kepentingan dan ke-

sejahteraan masyarakat. Namun mengingat implementasinya

sangat sukar, pada gilirannya yang terjadi justru ketimpangan

dan kesenjangan. Keadilan seakan-akan menjadi hal utopis.

Menjawab persoalan ini, para ahli kenegaraan berusaha

memformulasikan suatu pedoman yang valid dan autentik

tentang konsepsi kepemimpinan ideal berikut aturan dan

perangkat yang harus dijalankan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 10

Niccolo Machiavelli, seorang ahli filsafat kenegaraan

dari Florence Italia, dalam bukunya yang ditulis awal abad XVI

dengan judul Il Principle (Sang Pangeran) dan dipersembah-

kan kepada Lorenzo di Medici yang berkuasa ketika itu,

menuliskan pedoman kebijaksanaan tentang seni memerintah

dan apa yang harus dikerjakan oleh penguasa. Bahkan buku

tersebut menjadi pedoman yang harus dibaca oleh raja

(Sjadzali, 1993: 43). Ilmuwan politik Islam Ibnu Abi Rabi'

dalam bukunya Suluk al Malik fi Tadbir al Mamalik (Perilaku

Raja dalam Pengelolaan Kerajaan-Kerajaan) yang diperuntuk-

kan kepada Mu'tashim, khalifah Abbasiyah kedelapan yang

berkuasa sekitar abad IX Masehi, juga memberikan penekanan

(stressing) betapa pentingnya seorang pemimpin menegakkan

hukum secara adil.

Secara etimologi kata adil berarti merata, senasib

sepenanggungan, tiada miring ke kanan atau ke kiri, benar,

patuh, tiada berat sebelah (Harahap, 1951). Oleh karena itu

kesenjangan, kezaliman, dan sikap kesewenang-wenangan

akibat ketidakadilan sedapat mungkin harus dieliminasi demi

tegaknya keadilan. Dan itu merupakan salah satu tujuan ber-

dirinya negara. Pemberlakuan hukum agama, menyerukan

amar ma'ruf dan nahi mungkar seperti pelaksanaan shalat,

membayar zakat dan memangkas akar-akar kejahatan

merupakan kewajiban penguasa negara (Maududi, 1990: 75).

Pemikiran di atas tentu sejalan dengan firman Allah yang

artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil

dan berbuat kebaikan…" (QS An Hahl : 90).

Diskursus tentang keadilan menjadi tema pokok dalam

suatu negara, sehingga menarik perhatian semua pemikir

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~11

politik. Secara etimologi kata adil berasal dari bahasa Arab

yaitu 'adl yang berarti keadaan yang terdapat dalam jiwa

seseorang yang membuatnya menjadi lurus. Orang yang adil

adalah orang yang tidak dipengaruhi hawa nafsunya, oleh

karena itu al‘ adl bisa juga mengandung arti dapat me-

nentukan hukum dengan benar dengan adil. Kata itu juga

berarti mempertahankan hak yang benar ( Harun Nasution,

1994 : 61). Dalam bahasa Inggris keadilan sering disebut

justice yang berasal dari bahasa Latin justitia. Akar kata

justitia adalah jus yang berarti hukum atau hak ( Fowler, 1964:

92). Makna justice salah satunya dikenal dengan istilah law

kemudian berkembang menjadi lawfulness (keabsahan

menurut hukum) dan sampai sekarang dalam bahasa Inggris

istilah justice identik dengan law dan lawfulness. Bagi pemikir

Islam keadilan salah satu prinsip dari agama yang wajib

ditegakkan dengan bertitik tolak pada kitab suci al-Quran dan

hadits-hadits Nabi SAW. "Allah bersifat adil dan tidak pernah

menganiaya hak-hak manusia. "Menurut rasionalitas hukum,

Allah telah melimpahkan segala nikmatnya atas semua

makhluk dan tidak pernah menindas satu makhluk pun.

Manusia memiliki keimanan kepada keadilan Allah dan

memiliki pandangan hidup yang baik dalam semua urusan

dunia. Sebagaimana ia memandang Allah bersifat adil, maka ia

mempunyai alasan yang meyakinkan serta jawaban yang

memuaskan terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan.

Keimanan pada keadilan Allah akan membantu meletakkan

fondasi keadilan, baik dalam kehidupan individu maupun

masyarakat. Manusia akan mempersiapkan diri mereka untuk

menerima keadilan dalam kehidupan sosial dan kehidupan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 12

pribadinya. Hal tersebut juga berlaku dalam memberikan

ganjaran kebaikan dan hukuman yang didasarkan atas

keadilan. Allah telah mempertimbangkan kemampuan serta

daya tahan tiap-tiap makhluk dalam menjalankan perintah-

perintahnya. Karena itu Allah menetapkan hukuman yang

sebanding atas tiap-tiap perbuatan, sehingga tidak terdapat

keterpihakan atau ketidakadilan yang dilakukan terhadap

salah satu dari makhluk-makhluk-Nya. Para Nabi Allah juga

berusaha membentuk anggota masyarakat yang mampu

menjunjung tinggi keadilan dan memperlakukan setiap

manusia tanpa pertimbangan perbedaan status sosial, politik

serta keyakinan apapun. Tugas utama mereka adalah me-

nanamkan dalam hati manusia keimanan yang teguh kepada

Allah dan hari pembalasan serta menciptakan norma-norma

moral dan pemikiran Ilahiyah sehingga terwujud individu dan

masyarakat yang memiliki jiwa keadilan dalam diri mereka

masing-masing (Muchsin Qara'ati, 1991 : 5-6).

Beranjak dari berbagai pemikiran di atas, keadilan

sejati mutlak hanya terdapat dalam Syariat Islam yang ber-

sandarkan wahyu Allah SWT. Seseorang yang hidup menurut

hukum Tuhan haruslah berbuat adil tidak hanya kepada

dirinya sendiri tetapi juga kepada lingkungan sekitarnya. Allah

berfirman yang artinya "Allah yang menurunkan Kitab dengan

membawa kebenaran dan neraca (keadilan)" (QS 42 : 17).

Wahyu merupakan neraca untuk menimbang semua per-

soalan, dan semua tingkah laku baik dan buruk. Di satu pihak,

akal dengan berbagai variasinya memberikan definisi dan

bentuk bertentangan terhadap keadilan, tapi akhirnya akal

gagal mencapai keadilan itu sendiri, di pihak lain wahyu

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~13

dengan standar keadilannya tidak hanya mutlak mencapai

keadilan bahkan menjadi sumber abadi bagi keadilan.

Keadilan memiliki pengertian tersendiri, identik dengan suatu

keyakinan suci, suatu kewajiban yang dibebankan kepada

manusia untuk dilaksanakan dengan sungguh-sungguh atas

dasar integritas yang tinggi. Tidak boleh ada unsur subyektif

dalam definisi keadilan. Apa yang dianjurkan Islam adalah

sikap berpikir yang reflektif dan pendekatan yang objektif

terhadap masalah yang dihadapinya. Karena itu keadilan

adalah kualitas berlaku adil secara moral dan tindakan untuk

memberikan kepada setiap manusia akan haknya. Keadilan

merupakan ikatan yang menyatukan masyarakat dan men-

transformasikan mereka ke dalam satu persaudaraan.

sebagaimana Sabda Nabi saw, "Setiap orang menjadi penjaga

bagi yang lain dan bertanggung jawab atas kesejahteraan

bersama. "Akan tetapi hukum Tuhan menjadi tali penolong

yang kuat yang tidak dapat diputuskan, kitapun harus

memegangnya "berpegang teguhlah kamu semua kepada tali

Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai" (QS 3 : 103). Kalau

hukum merupakan tali dari Tuhan, maka keadilan adalah

kasih sayang dan rahmat dari Allah SWT kepada makhluk

(komunitas) yang mewajibkan kita untuk memenuhi semua

tuntutan yang diakui dalam kehidupan sosial. Dengan

demikian keadilan merupakan kewajiban yang ditentukan

oleh Allah SWT. Kita harus berdiri kokoh demi keadilan,

meskipun hal itu mungkin mengganggu kepentingan kita atau

kepentingan orang banyak bahkan orang yang menyayangi

kita. Demikian pentingnya keadilan sehingga ditegaskan Allah

secara berulang-ulang dalam al-Quran sebagaimana ter-

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 14

cantum dalam Surat An Nisa' ayat 58 dan 135, Surat Al Maidah

ayat 8, Surat Al An 'Am ayat 90, dan Surat Asy Syura ayat 15 (

Muslehuddin, 1991: 79-82).

Doktrin Islam sebagaimana ditegaskan Marcel A.

Boisard dalam bukunya Humanisme Dalam Islam, bahwa

"keadilan merupakan pusat gerak dari nilai-nilai moral yang

pokok". Maka keadilan adalah salah satu prinsip yang sangat

penting dalam Al-Quran. Statement ini didasarkan pada tiga

hal yaitu; Pertama karena Allah sendiri memiliki sifat Yang

Maha Adil. Keadilan yang penuh dengan kasih sayang kepada

makhluk-Nya (rahman dan rahim), misalnya dengan mem-

berikan ganjaran untuk setiap perbuatan yang baik dari

sepuluh sampai tujuh puluh kali lipat. Sebaliknya kalau

manusia melakukan suatu kejahatan, maka hukumannya

hanya satu kali saja. Kedua, dalam Islam, keadilan adalah

kebenaran. Kebenaran merupakan salah satu asma Allah. Dia

sumber kebenaran yang dalam al-Quran disebut al-Haq.

Keadilan dan kebenaran diibaratkan seperti dua saudara

kembar yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga, keadilan berasal

dari bahasa Arab bentuk kata 'adil yang dari segi etimologinya

berarti sama. Ia menunjukkan suatu keseimbangan atau dalam

posisi pertengahan. Dalam al-Quran masyarakat Islam di-

gambarkan sebagai suatu ummah atau masyarakat tengah

(wasatan). Marcel. A. Boisard mencatat bahwa anjuran-

anjuran moral adalah di tengah-tengah dua ekstrim, kebajikan

adalah keadilan, kebajikan yang fundamental. Ia adalah

keadilan yang tepat, yang jauh dari rasa benci atau dengki,

yang menghormati segala proporsi. Prinsip keadilan menjadi

motivasi keagamaan yang sangat esensi dalam Islam. Apabila

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~15

prinsip keadilan dikaitkan dengan monokrasi Islam, maka

harus selalu dilihat dari segi fungsi kekuasaan negara. Fungsi

itu mencakup tiga kewajiban pokok bagi penyelenggara

negara atau pemerintah sebagai pemegang kekuasaan, tiga hal

penting tersebut adalah :

1. Kewajiban untuk menerapkan kekuasaan negara dengan

adil, jujur, dan bijaksana. Seluruh rakyat tanpa terkecuali

harus dapat merasakan nikmat keadilan yang muncul dari

kekuasaan negara. Seperti, implementasi kekuasaan

negara dalam bidang politik dan pemerintahan. Rakyat

seharusnya memperoleh hak-haknya secara adil tanpa

adanya diskriminasi.

2. Kewajiban menerapkan kekuasaan kehakiman dengan

seadil-adilnya. Hukum harus ditegakkan sebagaimana

mestinya. Hukum berlaku bagi siapa saja, tanpa me-

mandang statusnya. Kewajiban point pertama dan kedua

sebagaimana tersebut di atas menunjukkan unsur per-

samaan, yang juga merupakan suatu rangkaian atau rantai

dalam prinsip-prinsip monokrasi Islam.

3. Kewajiban penyelenggara negara untuk mewujudkan

suatu tujuan masyarakat adil dan makmur di bawah ridha

Allah SWT. Hal ini berkaitan dengan keadilan dan ke-

sejahteraan sosial. Hukum Islam sudah menetapkan

beberapa lembaga sosial untuk mencapai tujuan itu. Ada

yang berbentuk kewajiban dan anjuran. Misalnya, zakat

yang diwajibkan bagi hartawan atau golongan yang

mampu. Zakat merupakan perwujudan rasa solidaritas

sosial dalam masyarakat Islam. Apabila kadar zakat atau

jumlahnya telah ditentukan, maka lembaga sosial lainnya

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 16

tidak memerlukan ketentuan jumlah minimalnya, sedang

masalah warisan (faraidh), Nabi membatasi maksimal se-

pertiga dari harta peninggalannya boleh diberikan dalam

bentuk wasiat. Ketentuan ini sangat logis, untuk menjamin

kepentingan ahli waris.

Prinsip keadilan dalam monokrasi Islam mengandung

suatu konsep yang bernilai tinggi, tidak identik dengan

keadilan yang diciptakan manusia. Konsep keadilan dalam

monokrasi Islam menempatkan manusia pada kedudukan

yang wajar baik sebagai individu maupun sebagai

masyarakat ( Azhary, 1992:88-90).

Manusia sebagai khalifah di permukaan bumi, sebagai

pengemban pesan-pesan wahyu yang diwahyukan Allah

melalui Rasul-Nya, baik berita gembira bagi yang me-

laksanakan kebaikan maupun ancaman atau hukuman bagi

manusia yang mengingkari hukum-hukum agama adalah

makhluk yang paling mulia. Peringkat kemuliaan itu di sisi

Allah diukur dengan nilai takwa seseorang manusia (QS, al-

Hujarat ayat 13). Salah satu pesan wahyu yang harus

dijalankan manusia agar dekat kepada ketakwaan Allah

adalah menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman dalam

mengarungi siklus kehidupannya (QS, al-Maidah ayat 8).

Namun manusia yang diimbangi potensi akal dan nafsu yang

melekat pada dirinya, mereka cenderung lupa diri dan lebih

suka memilih bertindak semena-mena, sehingga fungsi akal

sering terpinggirkan. Apalagi saat seseorang sedang berada

pada puncak kekuasaan, lupa diri adalah hal yang umum

terjadi. Menghalalkan segala cara demi kenyamanan lahiriah

tanpa memperhitungkan kenyamanan batiniah, merupakan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~17

hal yang sering dilakukan, terlebih di era modernisasi. Untuk

mengembalikan manusia ke jalan yang diridhai Allah, se-

hingga identitas dan jati diri manusia tetap eksis sebagai

makhluk yang paling mulia dan khalifah di bumi, peran agama

sangatlah diperlukan. Dengan agama diharapkan manusia

mampu memilih dan memilah antara hak dan kewajiban baik

dalam hidup bermasyarakat maupun bernegara dalam arti

yang lebih luas. Keinginan untuk menciptakan masyarakat

bermoral dan berkualitas islami, telah menggugah pikiran

para pemikir Islam untuk menuangkan gagasannya dengan

menulis berbagai pedoman untuk petunjuk bagi pemimpin

yang berdasarkan Al-Quran dan Hadis.

Berpijak pada kenyataan di atas maka keinginan untuk

berkumpul dalam wadah dan kesatuan yang lebih besar

seperti membentuk negara menjadi sesuatu yang alamiah dan

dibutuhkan oleh setiap individu. Problem yang kemudian

muncul adalah realisasi dalam menjalankan roda kehidupan

bersama, khususnya pada faktor berbuat baik dan berlaku

adil dengan sesama manusia menjadi hal yang paling sulit.

Maka ketika berbicara tentang kehidupan sosial khususnya

dalam kehidupan bernegara, perbincangan keadilan senan-

tiasa menjadi tema yang sangat menarik.

Kerinduan pada sosok pemimpin yang adil merupakan

faktor paling fundamental dan esensial dalam suatu negara.

Sejak zaman Yunani kuno, manusia senantiasa mendambakan

keadilan dan keseimbangan lahir dan batin antara hak dan

kewajiban. Kenyataan ini diperkuat dengan munculnya

berbagai rumusan pemikiran para filsuf tentang tatanan

kehidupan bermasyarakat yang sesuai dengan fitrah manusia.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 18

Dalam Islam, hampir lima belas abad yang lalu konsep adil

tersebut disosialisasikan di tengah-tengah kehidupan manusia,

intinya bermuara kepada Ketaqwaan terhadap Allah SWT.

Berlaku adil pada setiap orang dengan tidak memandang

strata sosial adalah kewajiban yang harus dijalankan, baik

oleh pemimpin, aparatur negara, maupun masyarakat yang

dipimpin.

Konsep hidup Islam pada hakikatnya, mewajibkan

manusia untuk mengabdi seluruh kehidupannya demi Allah

(QS, al-Ankabut ayat 56). Islam sebagai agama universal, tentu

tidak hanya meletakkan nilai-nilai pengabdian bersifat

‘ubudiyah seperti shalat (hablum minallah), akan tetapi juga

meletakkan prinsip-prinsip dasar mu’amalah (hablum

minannas), baik di bidang politik, sosial budaya dan ekonomi

sebagai manifestasi agama rahmatan lil ‘alamin. Di bidang

politik, khususnya dalam kehidupan bernegara, Islam sangat

menekankan pentingnya keadilan. Adil dalam arti bersikap

objektif menempatkan sesuatu pada tempatnya dengan tidak

dipengaruhi sikap nepotisme dan primordial. Abdul Kadir

Audah, seorang ahli hukum dan pengacara Mesir, mengatakan

bahwa Islam melandasi terbentuknya negara atas dasar

keadilan mutlak, yang tidak terikat oleh sesuatu syarat,

keadilan tidak mengenal pilih kasih, dan tidak terpengaruh

oleh posisi dan kekuasaan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~19

BAB II

KEPEMIMPINAN RASULULLAH DAN

KHULAFURRASYIDIN

A. Kepemimpinan Ideal Muhammad SAW

“Sungguh pada Rasulullah kamu dapatkan suri teladan

yang indah bagi orang yang mengharap (rahmat Allah) dan

(keselamatan) hari terakhir, serta banyak mengingat Allah”

(QS, Al-Ahzab ayat 21)

Di sekitar kita, terdapat banyak sekali contoh-contoh

pemimpin dengan tipe gaya dan prinsip masing-masing. Ada

pemimpin yang sangat menonjol prestasi kerja dan integritas-

nya, tetapi tidak dicintai oleh bawahannya karena kurang

mampu membina hubungan baik dengan orang lain. Pe-

nampilannya yang kaku, kurang ramah, dan tidak peka, mem-

buat orang di sekitarnya tidak bersimpati terhadap pemimpin

tersebut. Ada juga pemimpin yang sangat baik hati, pandai

bergaul tetapi lamban dan kurang disiplin, akibatnya para

bawahan tidak memiliki semangat juang dalam meningkatkan

kinerjanya. Juga ada pemimpin yang sering menonjolkan diri-

nya dengan menganggap bahwa semua pekerjaan dilakukan

karena dirinya, dan kurang menghargai prestasi orang lain.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 20

Bersikap arogan, zalim, dan hanya berbaik hati untuk kerabat

dekatnya saja.

Banyak pemimpin yang tidak bisa berlaku adil dan

bertanggung jawab pada amanah yang dipegangnya. Ter-

kadang kekuasaan, kebesaran, bisa membutakan mata hati

dari kebenaran. Hitler contohnya, sebuah dogma dapat me-

nyeret manusia pada jurang kehancuran yang tidak pernah

disadari selama ratusan tahun, bahkan sampai mati sekalipun.

Tipe kepemimpinan ala Hitler adalah sebuah contoh pengaruh

dari suatu keyakinan dengan harga mati, tanpa memberikan

kesempatan untuk melihat pada kebenaran yang lain, se-

hingga seorang pemimpin menjadi zalim, seakan dirinya

sanggup menjerumuskan manusia dalam kesesatan. (Agustian,

2001: 99). Kondisi Hitler dan tipe kepemimpinannya sangat

jauh berbeda dengan corak kepemimpinan Muhammad SAW,

bahkan bila dibandingkan dengan semua pemimpin besar

dunia baik pada zaman dulu maupun sekarang. Keberhasilan

seseorang dalam memimpin tidak saja ditentukan oleh se-

berapa tinggi tingkat kepemimpinannya, tetapi yang paling

penting adalah seberapa besar pengaruh baik yang dapat di-

berikan kepada orang lain. Begitu banyak pemimpin-pe-

mimpin populer kaliber dunia yang dilahirkan di muka bumi

ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian

pengaruh itu hilang begitu saja ditelan zaman, sebut saja

Winston Churchill, Ronald Reagen, Jenderal Mc. Arthurn,

Kaisar Hirohito, dan lain-lain. Semua hanya tinggal kenangan

saja, pengaruhnya boleh dikatakan hampir hilang, atau bisa

dikatakan hanya sedikit yang tersisa. Tetapi pemimpin-

pemimpin besar yang diturunkan oleh Allah SWT, seperti

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~21

Daud A.S, Ibrahim A.S, Isa A.S., dan Nabi Muhammad SAW,

pengaruhnya terasa begitu kuat, sampai detik sekarang, tidak

lekang ditelan zaman. Bahkan semakin menguat pengaruh-

nya, meskipun mereka sudah tidak ada lagi di muka bumi.

Merekalah yang disebut pemimpin abadi. Umumnya cara

kepemimpinan mereka sangat sesuai dengan hati nurani, dan

bisa diterima akal sehat atau logika. Itulah yang me-

nyebabkan keabadian pengaruh dari para Nabi dan Rasul. Me-

nurut ahli sejarah Muhammad Husain Haekal, “peri kehidupan

Muhammad SAW sifatnya manusia semata dan bersifat peri

kemanusiaan luhur, dan untuk memperkuat kenabiannya itu,

tidak perlu ia harus bersandar kepada apa yang dilakukan

oleh mereka yang suka kepada yang ajaib-ajaib” (Haekal,

2000: 53).

Mengingat begitu banyaknya pemimpin yang tidak

sempurna, dalam arti tidak mampu mengwujudkan sifat-sifat

yang dicintai oleh rakyatnya, maka figur ideal kepemimpinan

Muhammad SAW sangat tepat untuk menjadi contoh teladan

bagi pemimpin sesudahnya untuk menjalankan kepemim-

pinan berdasarkan suara hati dan bukan berdasarkan ambisi.

Michael Hart, pada tahun 1978 membuat sebuah

analisa dan tulisan, untuk menyusun daftar dan urutan

rangking nama orang-orang paling berpengaruh di dunia. Hart

mencari dan mengukur seratus orang yang telah memegang

peranan dalam mengubah arah sejarah dunia. Hart ber-

pendapat, dari seratus orang itu saya susun urutannya

menurut bobot pentingnya, atau dalam kalimat lain diukur

dari jumlah keseluruhan peran yang dilakukannya bagi umat

manusia. Kelompok seratus orang istimewa ini saya susun

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 22

dalam daftar saya, katanya. Mereka adalah sekelompok kecil

orang yang bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa besar

yang tanpa peranan mereka tak akan pernah ada. Dari hasil

analisanya, Hart menjatuhkan pilihan urutan pertama pada

Nabi Muhammad SAW, berdasarkan keyakinannya bahwa

Nabi Muhammadlah satu-satunya manusia dalam sejarah yang

berhasil meraih sukses luar biasa, baik ditilik dari ukuran

agama maupun ruang lingkup duniawi ( Hart, 1985 : 13).

Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun 570 M, di kota

Mekkah, suatu tempat yang pada waktu itu merupakan daerah

yang paling terbelakang di dunia. Jauh dari pusat per-

dagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Nabi Muhammad

SAW, wafat pada tahun 632 M, ketika beliau sudah dapat

memastikan dirinya selaku pemimpin efektif seantero Jazirah

Arab bagian Selatan. Kisah hidup beliau yang sangat me-

nyedihkan, dengan kehilangan orang tua di masa kanak-kanak

telah membentuk Muhammad SAW menjadi pribadi yang

kuat, pantang menyerah dan sangat jujur.

Muhammad SAW adalah orang pertama dalam sejarah

yang berkat dorongan kuat keimanannya kepada Tuhan,

memimpin pasukan Arab yang kecil sehingga sanggup me-

lakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam

sejarah manusia. Di sebelah Timur laut Arab berdiri ke-

kaisaran Persia Baru Sassanids yang luas. Di Barat laut Arab

berdiri Byzantine atau kekaisaran Romawi Timur, dengan

Konstantinopel sebagai pusatnya. Di tilik dari sudut jumlah

dan ukuran jelas orang Arab (muslim) tidak bakal mampu

menghadapinya. Namun di medan pertempuran pasukan Arab

(muslim) yang membara semangatnya dengan sapuan kilat

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~23

dapat menaklukkan Mesopotamia, Syria, dan Palestina. Pada

642 M, Mesir direbut dari genggaman kekaisaran Byzantine

dan sementara bala tentara Persia ditaklukkan dalam per-

tempuran yang amat menentukan di Qadisiya pada tahun 637

M serta di Nehavend pada tahun 642 M.

Di bawah pimpinan para sahabat nabi penggantinya

yaitu, Abu Bakar dan Umar Ibn Khattab, pada 711 M, pasukan

Arab (muslim) telah menyapu habis Afrika Utara hingga ke

tepi Samudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke Utara

dan menyeberangi Selat Gibraltar dan melabrak kerajaan

Visigotic di Spanyol.

Hanya dalam secuil abad, pertempuran orang-orang

muslim yang dijiwai oleh ucapan-ucapan Nabi Muhammad

SAW, telah mendirikan sebuah Emperium membentang dari

perbatasan India hingga Pasir Putih di tepi Pantai Samudra

Atlantik. Sebuah Emperium terbesar yang pernah dikenal

sejarah manusia, dan di manapun penaklukan yang dilakukan

oleh muslimin selalu disusul dengan berbondong-bondong

pemeluk Agama Islam, ditambah lagi Nabi Muhammad SAW

adalah pencatat kitab suci al-Quran, kumpulan wahyu Allah

SWT, yang terhimpun dalam bentuk yang tak tergoyahkan, tak

lama setelah beliau wafat. Al-Quran dengan demikian ber-

kaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad SAW

serta ajaran-ajarannya ( Agustian, 2001 : 101).

Lebih jauh lagi menurut Michael Hart, Muhammad SAW

bukan semata pemimpin agama tetapi juga pemimpin

duniawi. Fakta menunjukkan Muhammad SAW menjadi

motivator terhadap gerakan penaklukan yang dilakukan

bangsa Arab (muslimin), pengaruh kepemimpinan politik

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 24

Muhammad SAW berada dalam posisi terdepan sepanjang

waktu. Michael Hart melihat adanya kombinasi yang tak

terbandingkan antara segi agama dan segi duniawi yang

melekat pada pengaruh diri Nabi Muhammad SAW, sehingga

Hart menganggap Muhammad SAW dalam arti pribadi, adalah

pemimpin yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia.

Kepemimpinan Muhammad SAW sangat berpengaruh

dalam peradaban manusia, beliau juga dikenal sebagai

pemimpin yang sangat dicintai oleh umatnya, sang Nabi

penutup yang lebih memilih Inner Beauty dalam kese-

hariannya, dan bukan hanya menampilkan sikap-sikap

kamuplase untuk sekedar menarik perhatian dan simpati

orang lain. Salah satu sifat Nabi Muhammad SAW, sebagai-

mana dituliskan dalam buku sejarah hidup Nabi Muhammad

SAW adalah: yang menambah dakwah itu berkembang se-

benarnya karena teladan yang diberikan oleh Nabi

Muhammad SAW sangat baik sekali, dengan memberikan hak

kepada setiap orang, pandangannya kepada orang yang

lemah, terhadap yatim piatu, orang yang sengsara, dan miskin

adalah pandangan seorang bapak yang penuh kasih, lemah

lembut dan mesra ( Haekal, 2000 : 90).

Pola kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sangat jauh

dari kesan glamor dan kemewahan, beliau hidup dalam situasi

penuh kesederhanaan bahkan terkadang memprihatinkan.

Seringkali beliau tidak makan, tapi itu tidak membuat beliau

menjadi lemah dalam kepemimpinannya. Nabi Muhammad

SAW tidak pernah menangis karena tidak hidup dalam ke-

mewahan, beliau justru menangis ketika mengingat nasib

umatnya di masa mendatang. Konsentrasinya pada ke-

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~25

selamatan umat terkadang membuat beliau melupakan

kesenangan pribadinya. Sikapnya yang adil dalam memimpin

membuat siapapun merasa terlindungi, perlakuan yang sama

beliau berikan untuk semua orang, baik muslim maupun non

muslim, sehingga tidak mengherankan apabila beliau di utus

ke dunia ini sebagai Rahmatan Lil ‘alamin.

Sikap rahman dan rahim-Nyalah yang menjadi

landasan dasar bagi awal perjuangannya. Sikap ini terbukti

efektif untuk membangun suatu pengaruh dan sebagai tangga

pertama kepemimpinannya. Nabi Muhammad SAW telah

melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang

dicintai. Beliau juga seorang yang sangat jujur, sehingga di-

juluki “al-amin” atau orang yang sangat dipercaya.

Contoh lain dari keluhuran budinya dapat dilihat dari

penampilannya sehari-hari, bila ada seorang yang

mengajaknya berbicara, ia akan mendengar dengan hati-hati

sekali, tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak hanya

mendengarkan kepada yang mengajaknya berbicara, bahkan

ia memutarkan seluruh tubuhnya. Bicaranya sedikit sekali,

lebih banyak mendengarkan. Bila berbicara selalu ber-

sungguh-sungguh, tetapi meskipun begitu ia tidak lupa ikut

membuat humor dan bersenda gurau, dan yang dikatakannya

selalu yang sebenarnya. Kadang ia tertawa sampai terlihat

gerahamnya. Semua itu terbawa karena kodratnya yang selalu

lapang dada dan selalu menghargai orang lain. Nabi

Muhammad pemimpin yang bijaksana, adil, murah hati dan

mudah bergaul ( Haekal, 2000 : 67).

Contoh dari sikapnya yang selalu adil dan bijaksana

dapat diketahui dari sebuah kisah berikut ini: hampir terjadi

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 26

perang saudara di Quraisy, ketika dua kelompok berselisih

tentang siapa yang mendapat kehormatan untuk meletakkan

batu Hajar Aswad di tempatnya. Tatkala mereka melihat Nabi

Muhammad SAW adalah orang pertama yang memasuki

tempat itu, mereka berseru: “Ini, Al-Amin; Kami dapat me-

nerima keputusannya”. Nabi Muhammad SAW diminta untuk

membuat sebuah keputusan. Ia berpikir sebentar, lalu kata-

nya: kemarikan sehelai kain, setelah kain dibawakan, di-

hamparkannya dan diambilnya batu itu, lalu diletakkannya

batu itu dengan tangannya sendiri, kemudian katanya:

hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini.

Mereka (yang berselisih) bersama-sama membawa kain ter-

sebut ke tempat batu yang akan diletakkan itu. Lalu

Muhammad SAW mengeluarkan batu itu dan meletakkan di

tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan

bencana dapat dihindarkan ( Haekal, 2000 : 69).

Inilah contoh sifat seorang pemimpin yang adil dan

bijaksana, sebuah titik tolak sebelum dia meniti tangga ke-

pemimpinan berikutnya. Pada tahap ini, pengikutnya akan

merasa senang untuk berada didekatnya dan merasa akan me-

ngikuti karena mereka merasakan perhatian, kasih sayang dan

kejujuran Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW mampu

menunjukkan kepedulian sosial, dengan ketulusan hatinya.

Dia mampu memupuk hubungan yang baik dengan para

sahabat dan lingkungan sosialnya.

Seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi

adalah orang-orang yang dengan penuh keberanian, berusaha

tanpa kenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang dicita-

citakan. Cita-cita yang dimiliki itu mampu mendorong dirinya

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~27

untuk tetap konsisten dengan langkah-langkahnya. Ketika

seseorang mencapai tingkat ini, maka orang lain akan melihat

bagaimana aspek mulkiyah’ yaitu komitmen orang tersebut,

sehingga orang akan menilai dan memutuskan untuk

mengikuti atau tidak mengikuti. Integritas akan membuat se-

orang pemimpin dipercaya, dan kepercayaan ini akan men-

ciptakan pengikut. Untuk kemudian terbentuk sebuah ke-

lompok yang memiliki satu tujuan.

Integritas adalah kejujuran, integritas berarti tidak

pernah berbohong dan integritas adalah kesesuaian antara

kata-kata dan perbuatan, yang menghasilkan kepercayaan.

Ketika pertama kali menerima wahyu, Nabi Muhammad

merasa sangat bingung, siapa yang akan diajak, maka sudah

sewajarnya Khadijah sebagai istri dan orang terdekatnya,

percaya dan mengikuti Nabi Muhammad SAW. Lalu Khadijah

menyatakan beriman atas kenabian itu. Inilah hadiah dari

kepercayaan orang lain yang diperoleh karena sikap jujur

Nabi Muhammad SAW, yang dijuluki Al Amin itu (Haekal,

2000: 84)

Selanjutnya Nabi Muhammad SAW menghadapi

tantangan yang sangat berat, ketika pertama kali harus me-

luruskan akhlak kaum Quraisy, yang terkenal sangat keras dan

kukuh berpegang pada berhala sembahan peninggalan nenek

moyang mereka. Dalam kondisi berat seperti ini Muhammad

SAW dapat menunjukkan sikap keberanian dan pengor-

banannya demi menegakkan kebenaran dan menciptakan

suatu perubahan. Dia sungguh-sungguh berjuang dan berani

menanggung resiko. Keberanian ini pula yang mem-bentuk

kepercayaan dari para pengikutnya kelak.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 28

Ketika semua kerabatnya dekat Nabi Muhammad SAW

diajak untuk menyembah Allah SWT, maka Abu Thalib

menyetop pembicaraannya dan mengajak orang-orang pergi

meninggalkan Muhammad SAW sendiri,, dan dengan tiba-tiba

seorang anak kecil bangkit, “Rasulullah saya akan mem-

bantumu, saya akan lawan siapa saja yang kau tentang”. Anak

kecil itu adalah Ali bin Abi Thalib R.A (Haekal, 2000 : 92).

Sikap Nabi Muhammad SAW yang konsisten dan tidak me-

ngenal putus asa merupakan persyaratan penting untuk men-

jadi pemimpin yang dapat dipercaya.

Nabi Muhammad SAW dengan terang-terangan men-

cela berhala kaum Quraisy. Pemuka-pemuka bangsawan

Quraisy dengan diketuai Abu Sofyan bin Harb pergi menemui

Abu Thalib (paman yang selalu melindungi Muhammad

SAW).” Hai Abu Thalib”, kata mereka”, kemenakanmu sudah

memaki berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak

menghargai harapan-harapan kita, dia harus kamu hentikan,

kalau tidak kami sendiri yang akan menghadapinya, kemudian

dimintanya Muhammad SAW datang oleh Abu Thalib, dan

diceritakan maksud seruan Quraisy. Lalu katanya (Abu

Thalib): jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan aku dibebani

dengan hal-hal yang tak dapat kupikul. Dengan jiwa penuh

kekuatan dan kemauan teguh Muhammad SAW menoleh

kepada pamannya seraya berkata : “paman, demi Allah, kalau-

pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan me-

letakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku

meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan,

biar nanti Allah yang membuktikan kemenangan itu: di

tanganku atau aku binasa karenanya” (Haekal, 2000 : 97).

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~29

Pernyataan Muhammad SAW ini menunjukkan citra

dirinya sebagai pemimpin sejati, pemimpin yang memiliki

prinsip, dan prinsip inilah yang akan menciptakan

kepercayaan dan pengaruh yang luar biasa dari pengikutnya.

Pada suatu ketika Utba berbicara kepada Nabi

Muhammad SAW, orang Quraisy ini menawarkan harta,

pangkat, bahkan kedudukan sebagai raja kepada Nabi

Muhammad SAW. Namun Nabi Muhammad SAW menjawab

dengan membacakan surat As Sajadah, Utba diam men-

dengarkan kata-kata yang begitu indah: “Alif Lam Miim,

Turunnya al-Quran yang tidak ada keraguan padanya, dan

Tuhan semesta alam. Tetapi mengapa mereka mengatakan:

Dia Muhammad mengada-ngadakannya. Sebenarnya Al-Quran

adalah kebenaran dari Tuhanmu, agar kamu memberi

peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka

orang yang memberi peringatan sebelum kamu mudah-

mudahan kamu mendapat petunjuk” (QS. As-Sajadah ayat

1.2.3).

Utba sekarang melihat laki-laki yang berdiri di

hadapannya bukanlah lak-laki yang didorong oleh ambisi

harta, kedudukan atau kerajaan, melainkan seseorang yang

mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada

kebaikan (Haekal, 2000 : 105). Muhammad SAW memper-

tahankan sesuatu dengan cara yang baik dan kata-kata yang

penuh mukjizat. Inilah contoh pemimpin yang bisa dipercaya,

memegang teguh prinsip, tidak tergoda oleh rayuan harta atau

kedudukan, yang akan menghancurkan dan menarik

kepercayaan yang telah diperolehnya dan para pengikutnya.

Bahkan Nabi Muhammad SAW mampu menolak tawaran

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 30

tersebut dengan cara yang mempesona. Begitulah contoh

seorang pemimpin yang memiliki integritas (Agustian, 2001 :

106).

Sikap kepemimpinan Muhammad SAW sangat berbeda

dengan pemimpin di zaman sekarang ini, yang integritas

mereka sangat rapuh oleh godaan harta dan kekuasaan.

Pemimpin sekarang secara tersembunyi atau terang-terangan

menerima dengan tangan terbuka bila ada tawaran uang atau

harta benda lainnya oleh seseorang, walaupun itu menyalahi

sumpah jabatan dan amanah yang telah dipercayakan oleh

masyarakat kepadanya.

Seorang pemimpin ideal harus dapat menjadi pem-

bimbing bagi yang dipimpinnya. Keberhasilan seorang pe-

mimpin tidak saja dilihat dari kekuasaannya, tetapi juga

karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan

kepada orang lain. Seorang pemimpin dikatakan gagal apabila

tidak berhasil memiliki penerus, dan pada tahap inilah puncak

loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk.

Rasulullah sering memberikan nasehat, petunjuk, serta

contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka

guna mencapai kebahagiaan. Beliau telah menyampai-kan

nasehat-nasehat yang berharga kepada tokoh-tokoh sahabat

yang terkemuka dan terdekat dengan beliau, seperti halnya Ali

bin Abi Thalib R.A dan Abu Hurairah R.A Ali bin Abi Thalib R.A

adalah kader pertama yang dibimbingnya sejak kecil.

Akhirnya Ali bin Abi Thalib R.A berhasil menjadi pemimpin

besar dalam sejarah perkembangan Islam yang sangat

disegani dan dihormati serta memiliki pengaruh yang sangat

kuat, sedangkan Abu Hurairah R.A amat menonjol sebagai ahli

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~31

hadis Rasullulah dan telah merawi hadis tidak kurang dari

5364 buah hadis (Firdaus, 2000 : 26).

Hampir semua nasehat, contoh-contoh perilaku Nabi

Muhammad SAW diabadikan dalam Haditsnya. Hingga saat ini

pemikiran itu tetap abadi dan terdelegasi, sampai kita semua

tetap bisa memperoleh bimbingannya. Meski sudah berusia

1400 tahun lamanya. Inilah contoh bimbingan dan metode

pendelegasian yang sempurna dari Nabi Muhammad SAW se-

hingga pengaruhnya masih tetap kuat hingga kini. Oleh karena

itu dengan sangat cepat Rasul Allah ini menjadi perhatian

dunia dan mampu mengubah moralitas dunia yang telah

kehilangan jati dirinya pada saat itu, dengan akhlakul karimah

sebagai pancaran sifat Ilahiyah.

Seorang pemimpin tidak akan berhasil memimpin

orang lain apabila ia belum berhasil memimpin dirinya

sendiri. Pemimpin harus sudah pernah menjelajahi dirinya

sendiri dan mengenali secara mendalam siapa dirinya, se-

belum dia memimpin keluar. Pekerjaan yang paling berat

adalah memimpin diri sendiri dalam melawan hawa nafsu,

dan musuh yang paling berat sebenarnya adalah diri sendiri.

Seorang pemimpin harus mengenali siapa lawan dan siapa

kawan di dalam dirinya. Tanpa pengetahuan tentang hal ini

maka dia akan menjadi budak dari pemikiran yang di ciptakan

sendiri.

Kisah pertarungan antara perang melawan diri sendiri

dan perang melawan musuh dialami oleh Nabi Muhammad

SAW beserta pengikutnya pada saat terjadinya perang Badar.

Peristiwa itu terjadi pada hari kedelapan bulan Ramadhan

tahun ke-2 Hijriah. Nabi Muhammad SAW, ketika para sahabat

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 32

meninggalkan Madinah. Mereka berangkat untuk berperang

melawan kaum musyrik Quraisy yang selalu mnginjak-nginjak

eksistensi orang muslim. Jumlah kaum muslimin hanya 350

orang dan mereka mengenderai unta yang hanya 70 ekor

secara bergantian. Termasuk Rasulullah SAW bersama dengan

Ali bin Abi Thalib R.A Marthad bin Marthad al-Gharawi,

bergantian naik seekor unta (Haekal, 2000 : 245). Hal ini

sangat menggugah pemikiran kita, bahwa Nabi Muhammad

SAW sebagai pemimpin besar masih rela bergantian naik unta

bersama sahabatnya, suatu sikap yang mungkin tidak kita

ketemukan lagi pada pemimpin zaman sekarang.

Setelah mereka mendekati mata air, Nabi Muhammad

SAW berhenti, lalu Hudab bin Mundhir seorang pasukan

muslim yang paling banyak mengenal tempat tersebut

bertanya pada Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti

di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan kita tidak akan

maju atau mundur selangkahpun dari tempat ini. Ataukah ini

pendapat tuan sendiri, atau suatu taktik belaka?. Sekedar

pendapat dan taktik perang, jawab Muhammad SAW,

Rasulullah kata Hudab lagi, Kalau begitu tidak tepat kita

berhenti di sini. Mari kita pindah sampai ke dekat mata air

yang paling dekat dengan musuh, lalu sumur-sumur yang

kering di belakang kita timbun. Selanjutnya kita buat kolam

dan kita isi air sepenuhnya, barulah kita hadapi mereka

berperang, kita akan mendapat air minum, mereka tidak

(Haekal, 2000 : 250).

Melihat saran yang begitu tepat itu, Muhammad dan

rombongannya secara cepat pula bersiap-siap mengikuti

pendapat temannya itu. Begitulah sebuah teladan dari sikap

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~33

demokratis Nabi Muhammad SAW, dimana dia mampu men-

dahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak

buahnya di muka para pengikutnya, meskipun dia adalah

seorang Rasul yang sangat disegani. Nabi mengutus kurir

untuk mengumpulkan informasi dari sebuah tempat di Badar.

Mereka tidak berhasil mengetahui jumlah bala tentara pihak

Quraisy. Di tanya lagi kurir tersebut oleh Muhammad: Berapa

ekor ternak yang dipotong tiap hari? Kadang-kadang sehari

sembilan kadang sehari sepuluh ekor, jawab mereka. Dengan

demikian Nabi dapat mengambil kesimpulan, bahwa mereka

terdiri dari 900 sampai 1000 orang. Juga dari kedua kurir itu

diketahui bahwa bangsawan-bangsawan Quraisy ikut serta

memperkuat diri. Lalu katanya kepada sahabat–sahabatnya:

Lihat, sekarang Mekkah (musuh) sudah menghadapkan semua

bunga-bunga bangsanya kepada kita (Haekal, 2000 : 248).

Kalimat itu memberikan dorongan semangat kepada

para sahabat mengingat jumlah lawan jauh lebih besar dan

dengan perlengkapan yang lebih baik. Mereka harus siap

menghadapi peperangan sengit dan dahsyat yang takkan

dapat dimenangkan kecuali oleh iman yang kuat akan adanya

kemenangan. Inilah kemenangan yang pertama, sebelum

peperangan sesungguhnya dimulai yaitu peperangan melawan

diri sendiri, ketika menghadapi dan mengalahkan rasa takut

melihat lawan yang jumlahnya tiga kali lebih kuat.

Pada Jumát pagi 17 Ramadhan kedua pasukan

berhadap-hadapan. Nabi Muhammad SAW sendiri yang tampil

berada di garis terdepan mengatur barisan untuk menyerang

musuh. Dilihatnya pasukan Quraisy yang begitu besar

jumlahnya, sedangkan anak buahnya sedikit sekali, jiwa Nabi

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 34

Muhammad SAW begitu kuat, yang telah diberikan oleh Allah

SWT, begitu tinggi melampaui segala kekuatan, yang telah

tertanam pula dengan ajarannya ke dalam jiwa orang-orang

beriman. Kekuatan mereka sudah melampaui semangat

mereka sendiri. Setiap orang dari mereka sama dengan dua

orang, bahkan sama dengan sepuluh orang.

Muhammad SAW mengambil segenggam pasir,

dihadapkan ke orang Quraisy. Celakalah wajah-wajah mereka!

katanya sambil menaburkan pasir itu ke arah mereka. Lalu

memberi komando serbu. Serentak pihak muslimin menyerbu

ke depan. Jiwa mereka sudah penuh terisi oleh semangat dari

Tuhan. Malaikat maut sibuk memunguti nyawa dari leher

orang-orang Quraisy (Haekal, 2000: 257). Ternyata ke-

menangan berada di pihak orang Islam. Inilah Perang Badar

yang kemudian memberi contoh kepada umat Islam tentang

kepemimpinan Muhammad SAW sebagai pemimpin yang telah

membuktikan dirinya bahwa kata-katanya sungguh sesuai

dengan pelaksanaannya di lapangan. Nabi Muhammad SAW

tidak hanya seorang pemimpin yang dicintai, dipercaya, pem-

bimbing tetapi juga pemimpin yang berani. Di akhir perang

Badar yang dahsyat Itu Muhammad SAW berpesan, sebuah

pesan yang sangat terkenal. Kita baru saja menghadapi

peperangan yang berat, dan peperangan yang sangat berat

sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafsu. Dan

perang inilah yang kita hadapi sekarang, yaitu perang

melawan diri sendiri ( Agustian, 2001 : 111).

Sifat ajaran Nabi Muhammad SAW adalah intelektual

dan spiritual. Prinsipnya adalah mengarahkan orang kepada

kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan keberhasilan. Metode

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~35

ilmiah seperti itu adalah yang terbaik yang pernah ada di

muka bumi. Khususnya di bidang kepemimpinan dan akhlak,

yang mampu memberikan kemerdekaan berpikir dan tidak

menentang kehendak hati nurani yang bebas, tidak ada unsur

pemaksaan yang menekan perasaan.

Semua yang dipraktikkan dalam tindakan Muhammad

SAW terasa begitu sesuai dengan suara hati, dan cocok dengan

martabat kehormatan manusia. Sangat menjunjung tinggi hati

dan pikiran manusia, sekaligus membersihkan belenggu yang

senantiasa membuat orang menjadi buta. Dialah sebenarnya

guru dari kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual.

Muhammad SAW adalah pemimpin abadi yang pe-

ngaruhnya tetap akan dikenang sepanjang masa. Beliau telah

meletakkan dasar yang kokoh bagi pembangunan peradaban

baru manusia di bumi yang sesuai dengan fitrah manusia.

Ungkapan cermin dari kesucian hati Rasulullah SAW

terungkap dalam kisah yang diambil oleh Ali bin Abi Thalib

r.a ketika ia bertanya kepada Rasulullah, dan Rasul

menjawab:

Ma’rifat adalah modalku

Akal pikiran adalah sumber agamaku

Rindu kendaraanku

Berzikir kepada Allah Kawan dekatku

Keteguhan perbendaharaanku

Duka adalah kawanku

Ilmu adalah senjataku

Ketabahan adalah pakaianku

Kerelaan sasaranku

Faqr adalah kebanggaanku

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 36

Menahan diri adalah pekerjaanku

Keyakinan makananku

Kejujuran perantaraanku

Ketaatan adalah ukuranku

Berjihad perangaiku

Dan hiburanku adalah sembahyangku (Haekal, 2000 :

241).

Kata-kata Nabi Muhammad SAW ini berisikan kunci

dari semua landasan tentang kepemimpinan, sehingga dia

berhasil mencapai puncak tangga tertinggi kepemimpinannya.

Nabi Muhammad SAW berhasil memimpin dunia dengan

suara hatinya, dan diikuti oleh suara hati pengikutnya.

Muhammad SAW bukan hanya seorang pemimpin manusia,

namun dia adalah pemimpin segenap hati manusia, ia adalah

pemimpin abadi yang paling ideal.

B. Kepemimpinan Khulafaurrasyidin

1. Khalifah Abubakar Ash Shiddiq R.A

Abu Bakar lahir pada 751 dan menjadi khalifah pada

usia 61 tahun. Beliau terpilih berdasarkan suara terbanyak

dalam sidang di Saqifah Banu Saidah. Jabatan Khalifah dijabat

hanya 2 tahun (632-634) kemudian beliau wafat karena sakit

( Syafiie, 1996 : 432)

Sebagaimana konvensi negara-negara demokrasi

dewasa ini, kepala-kepala pemerintahan memulai jabatannya

dengan sebuah pidato pelantikan. Hal ini dikarenakan negara-

negara demokrasi tersebut menghendaki rakyat sebagai

kedaulatan tertinggi, sehingga dengan pidato pelantikan

diharapkan merupakan janji penguasa kepada rakyatnya.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~37

Hal itu juga dilakukan oleh Abu Bakar R.A, beliau

memulai detik kepemimpinannya dengan pidato pertama

sebagai khalifah setelah Bai’at, berikut isi pidato pelantikan

Abu Bakar R.A : Kemudian saudara-saudara, saya sudah

dijadikan sebagai pemimpin atas kamu sekalian, dan saya

bukanlah orang yang terbaik di antara kamu. Kalau saya

berlaku baik bantulah. Kebenaran adalah suatu kepercayaan

dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di

kalangan kamu adalah kuat di mata saya, sesudah haknya

nanti saya berikan, Insya Allah, dan orang yang kuat buat saya

adalah orang yang lemah sesudah haknya itu saya ambil, insya

Allah. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di

jalan Allah maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada

mereka. Apabila kejahatan itu meluas pada suatu golongan,

maka Allah akan menyebarkan bencana pada mereka. Taatilah

saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi

apabila saya melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya maka

gugurkanlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah shalat-

mu, Allah SWT akan merahmati kamu sekalian ( Syafiie, 1996:

432-433).

Pidato pelantikan Abu Bakar R.A menyiratkan sifat

demokratis, tegas, dan bijaksana untuk menjalankan ke-

pemimpinan yang telah diamanatkan kepadanya. Apabila kita

runtut maka ada beberapa hal yang patut dicatat dari isi

pidatonya, antara lain :

a. Ucapan kesediaan beliau untuk tidak diikuti apabila

melanggar perintah Allah dan Rasul, menunjukkan

kerelaan untuk disanggah umat (pendemokrasian)

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 38

b. Ucapan “ orang yang paling kuat ” dimaksudkan untuk

orang yang memiliki kekayaan adalah orang yang

lemah di mata Abu Bakar (artinya dalam hal membayar

pajak untuk kelangsungan negara), menunjukkan ke-

tegasan.

c. Ucapan yang sarat dengan makna filosofis, kebenaran

sebagai suatu kepercayaan dan dusta sebagai suatu

pengkhianatan, menunjukkan sikap kebijaksanaan

(Syafiie, 1996 : 433).

Sebagai Kepala Pemerintahan beliau berpesan kepada

para panglima-panglimanya sebagai berikut: Janganlah kamu

mengabaikan pasukanmu lalu mereka menjadi rusak, dan

jangan kamu mata-matai lalu mereka jahat, dan jangan kamu

membuka rahasia orang lain, dan cukuplah diperhatikan yang

kelihatan dari mereka.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip pengadilan yang

dipegang oleh hakim-hakim muslim, khalifah mengatakan:

sekiranya saya melihat seorang laki-laki melakukan perbuatan

yang harus diberi hukuman had, saya akan menghukumnya

sebelum ada seorang saksi lain yang menyaksikannya. Had

adalah hukuman karena menyamun (merampok), mencuri

(mencopet), berzina, meminum-minuman keras, dan lain-lain

(Syafiie, 1996: 434).

Penggunaan pajak pada masa kekhalifahan Abu Bakar

dikumpulkan dalam kas negara (Baitul Mal), dan diberikan

bagi yang berhak menerima dengan cara yang benar, misalnya

pajak diberikan pada fakir miskin, dan anak yatim. Baitul Mal

adalah amanat Allah SWT, dan masyarakat kaum muslimin.

Karena itu, mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu ke

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~39

dalamnya atau pengeluaran sesuatu darinya yang ber-

lawanan dengan apa yang telah ditetapkan dengan syariat.

Keteladanan Khalifah Abu Bakar R.A terhadap Baitul

Mal menjelang wafatnya dapat dilihat ketika beliau menyuruh

menghitung apa yang telah diterimanya dari Baitul Mal, lalu

dikembalikannya dengan hartanya, ia berkata kepada putri-

nya Aisyah R.A :

Apabila saya mati maka kembalikanlah kepada mereka

piring-piring mereka, hamba sahaya, unta, gilingan gandum,

selimut yang memeliharaku dari dingin dan alas tidur yang

memeliharaku dari kotoran tanah, serta isi alas tidur itu

terdiri dari daun kurma ( Syafiie, 1996 : 434).

Pola kepemimpinan Abu Bakar R.A berpedoman

kepada model kepemimpinan Muhammad SAW. Abu Bakar

R.A menjadikan kepemimpinan sebagai amanah berat yang

harus dijalankannya. Abu Bakar menunjukkan sikap seorang

pemimpin yang demokratis, siap dikritisi dan ditegur bila

beliau salah dalam memimpin. Kesederhanaan hidup juga

ditampilkan dalam kepemimpinan Abu Bakar R.A, hal itu bisa

diketahui dari keseharian hidupnya sebagai khalifah tidak

memiliki istana dan kemewahan, sebagaimana yang di-

perlihatkan oleh pemimpin-pemimpin zaman sekarang ini.

Abu Bakar R.A juga dikenal sangat jujur dan istiqamah dalam

memegang setiap amanah, dan ini menjadi bekal bagi

kesuksesan kepemimpinannya.

2. Khalifah Umar Ibnu Al Khattab R.A

Umar bin Khattab R.A lahir pada tahun 586 Masehi.

Kemudian menjadi pimpinan pemerintahan Islam (setingkat

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 40

presiden) yang berpusat di kota Madinah Al-Munawarah

selama 10 tahun, yaitu dari tahun 634 M sampai dengan tahun

644 Masehi. Beliau terpilih menggantikan Abu Bakar ber-

dasarkan suksesi dari pendahulunya ( Syafiie, 1996 : 435).

Umar R.A menjadi muslim karena menyaksikan ke-

benaran Islam itu sendiri berlandaskan logikanya, oleh karena

itulah beliau dikenal dengan gelar “Al Faruq” yang berarti

Sang Pembeda antara yang benar dan yang bathil. Tepatnya

beliau memulai perenungan Islam setelah mendengar adik

kandungnya membaca surat Thaha tentang ilmu pengetahuan.

Meskipun beliau pernah menyaksikan kebrutalan

budaya Arab Jahiliyah dengan menguburkan hidup-hidup

bayi-bayi perempuan, Umar R.A sendiri tidak pernah me-

lakukan hal tersebut, oleh sebab itu putrinya Hafsah selamat

terlindungi sampai berusia dewasa, yang kemudian menjadi

istri Rasulullah SAW ( Syafiie, 1996 : 435).

Sebagaimana hal Abu Bakar, Khalifah Umar r.a. pun

mempunyai pidato-pidato kenegaraan yang sangat terkenal

antara lain :

Pidato di depan Majelis Permusyawaratan waktu

beliau menyampaikan tentang politik kekhalifahan yaitu : Aku

tidak mengumpulkan kamu sekalian melainkan agar kamu

dapat bersama-sama memikul amanat yang dipikulkan kepada

aku dalam urusan kamu, sebab aku hanyalah orang seperti

salah seorang di antara kamu dan sekarang kamu dapat

memutuskan kebenaran, baik akan ditentang oleh siapa yang

menentangku atau disetujui oleh siapa yang menyetujuiku,

dan aku sekali-kali tidak mempunyai keinginan agar kamu

mengikuti hawa nafsuku dalam hal ini (Syafiie, 1996 : 435).

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~41

Tentang tunjangan bagi kepala pemerintahan yang

diperoleh dari kas negara Baitul Mal beliau mengatakan :

Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan

dua potong pakaian musim panas, dan sepotong pakaian

musim dingin, dan uang yang cukup untuk hidup sehari-hari

seorang di antara orang Quraisy yang biasa, dan setelah itu

aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin

lainnya.

Selanjutnya Khalifah Umar R.A mengatakan :

Harta ini tidaklah sah kecuali dengan tiga hal , yaitu

diambil dengan kebenaran, diberikan dengan kebenaran, dan

dicegah dari kebatilan. Sesungguhnya kedudukanku ber-

kenaan dengan hartaku ini bagai seorang wali anak yatim.

Kalau aku tidak mengambil sesuatu dari padanya, tapi bila aku

miskin, aku akan makan daripadanya secukupnya”.

Kepada orang yang wajib membayar pajak Umar R.A

mengatakan:

Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada suatu hak bagi

siapapun untuk ditaati dalam suatu perbuatan maksiat. Kamu

sekalian memiliki beberapa hak atas diriku yang akan kujalani

dan kupegang teguh. Aku berjanji tidak akan memungut pajak

atas hasil karunia yang kamu peroleh dari Allah kecuali

dengan jalan yang sebenarnya, dan kamu sekalian berhak

mencegah aku mengeluarkan sesuatu yang telah berada di

tanganku kecuali dengan haknya ( Syafiie, 1996 : 436).

Ketika Umar Ibnu Khatab R.A melantik para pejabat di

bawah kepemimpinannya beliau berpesan, aku tidak me-

ngangkat kamu sebagai petugas atas umat Muhammad SAW,

agar kamu dapat menguasai perasaan dan kepribadian

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 42

mereka tetapi aku mengangkatmu sebagai pejabat atas

mereka untuk mendirikan salat bersama mereka, mengadili

dengan kebenaran di antara mereka dan membagi dengan adil

untuk mereka.

Lebih lanjut Umar R.A mengingatkan, bertaqwalah

kamu kepada Allah dalam rahasia dirimu dan ucapan-ucapan-

mu, dan hendaklah kamu malu kepadanya, sebab Allah me-

lihatmu dan melihat perbuatanmu. Jadilah kamu di antara

orang-orang yang bekerja untuk akhirat mereka dan

tunjukkanlah segala tindakanmu demi mencari ridha Allah.

Jadilah kamu seorang ayah yang penuh kasih saya terhadap

semua orang yang berada di bawah kepemimpinanmu. Jangan

membuka rahasia mereka dan cukuplah dirimu dengan apa

yang mereka beberkan sendiri kepada manusia. Perbaikilah

dirimu, niscaya rakyatmu akan memperbaiki dirinya untuk-

mu.”

Untuk menentukan syarat-syarat bagi orang yang akan

menjabat sebagai gubernur / wali negeri dan petugas-petugas

yang diutus waktu itu, Khalifah Umar R.A melaksanakan

dengan cara sebagai berikut :

Khalifah Umar Ibnu Khatab R.A berkata : Tunjukkanlah

kepada saya seorang laki-laki yang akan saya angkat. Mereka

(sahabat-sahabatnya) balik bertanya : Apa syarat-syarat yang

harus dipunyai orang itu? Jawabannya : Apabila dia berada

dalam suatu kaum sedang dia bukan pemimpinnya maka

seolah-olah dia memperlihatkan sifat-sifat kepemimpinan

(penuh prakarsa dan loyalitas), dan apabila dia menjadi

pemimpin mereka maka dia seolah-olah salah seorang dari

mereka (terjun langsung ke lapangan) ( Syafiie, 1996 : 437).

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~43

Pada kesempatan yang lain Khalifah Umar R.A

menyampaikan : Aku tak ingin mengejutkan kalian, aku hanya

ingin agar kalian berpartisipasi di dalam amanatku, berkenaan

dengan urusan kalian yang aku pikul...., bagi kalian yang tidak

sependapat silakan membantuku dan bagi kalian yang

sependapat silahkan bersepakat denganku. Di sisi kalian ada

sebuah Kitab yang berbicara benar. Sekiranya aku ingin

berbicara sesuatu hal yang aku inginkan, sungguh aku tak

menginginkan kecuali kebenaran.

Mengkaji statemen Umar R.A dalam setiap pidato-

pidatonya, Muhammad Abdul Qadir Fars memilahkan pidato

tersebut pada empat unsur penting yaitu : keadilan,

persamaan, ketaatan, dan permusyawaratan.

Khalifah Umar R.A melakukan pengawasan terhadap

aparatur negara dalam bentuk sebagai berikut :

Pada suatu hari beliau berkata kepada orang-orang di

sekelilingnya: “bagaimana pendapatmu, apabila saya me-

ngangkat menjadi pemimpinmu orang yang terbaik menurut

pendapat saya, lalu saya menyuruhnya berlaku adil, apakah

dengan demikian saya telah menunaikan kewajiban saya?

mereka menjawab: sudah! Umar R.A berkata: Belum,

sehingga saya melihat kerjanya, apakah dia mengerjakan apa

yang saya perintahkan atau tidak?

Umar R.A merupakan figur pemimpin yang selalu ber-

musyawarah ketika hendak memutuskan sesuatu,

sebagaimana dikisahkan oleh Yusuf bin Majisyun, ketika Umar

R.A kewalahan menghadapi soal yang sulit, maka dia me-

manggil para pemuda untuk bermusyawarah, karena beliau

menganggap bahwa para pemuda itu akan berpikiran keras

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 44

dan tajam serta bergelora sesuai umurnya. Jadi Umar R.A

merupakan pemimpin yang memiliki seni mengambil

keputusan berdasarkan musyawarah dengan orang-orang

yang tepat, berpengalaman bahkan juga orang yang ber-

lawanan dengan perasaan dan pemikiran beliau ( Syafiie,

1996 : 438).

Al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam, mem-

berikan nasehat kepada pemimpin untuk tidak berpangku

tangan terhadap kezaliman. Seorang pemimpin dituntut untuk

mendidik para staf dan pegawainya, sebab pemimpin akan

diminta pertanggungjawaban atas perbuatan zalim yang

dilakukan bawahannya, sebagaimana pemimpin memper-

tanggung-jawabkan perbuatannya sendiri. Umar bin Khattab

r.a. mengirim sepucuk surat kepada Abu Musa al-Asy’ari.

Umar menuliskan sebaik-baik pemimpin adalah orang yang

mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, sedangkan

seburuk-buruk pemimpin adalah orang yang membuat

rakyatnya menderita. Untuk itu janganlah hidup mewah dan

boros. Sesungguhnya bawahanmu akan mengikuti langkahmu,

perumpamaan engkau seperti seekor kambing yang melihat

padang rumput hijau. Kambing tersebut akan makan se-

kenyang-kenyangnya sehingga bertambah gemuk dan ke-

gemukannya itu akan menyebabkan kehancuran. Disebutkan

pula dalam Taurat, bahwa seorang pemimpin yang melihat

kezaliman bawahannya tanpa memberikan respons apapun,

maka kezaliman tersebut akan disandarkan kepadanya dan

pemimpin tersebut akan disiksa ( al-Ghazali : 1967:163).

Secara garis besar, dapat dikemukakan di sini bahwa

seorang kepala negara yang memiliki keinginan dan obsesi

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~45

untuk menegakkan keadilan terlebih dahulu harus dimulai

dari dirinya sendiri, dengan selalu bersikap adil dan me-

melihara diri dari hal-hal yang batil, seperti menahan emosi

dan marah agar tidak mengalahkan rasionalitas dan agama-

nya. Sikap ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW

Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian mengatur dan me-

ngarahkan para staf untuk bersikap adil. Pemimpin juga

berkewajiban mengawasi dan memberikan kesejahteraan

berupa fasilitas hidup, seperti tempat tinggal kepada para

bawahannya (al-Ghazali, 1967 : 164).

Umar R.A merupakan sosok pemimpin yang selalu

berusaha memahami persoalan-persoalan masyarakat secara

dekat, untuk itu Umar R.A sering berjalan sendiri di malam

hari menelusuri wilayah kepemimpinannya. Sebagaimana

yang diceritakan oleh Zaid ibnu Aslam , Bahwa ketika Amirul

Mukminin Umar bin Khattab R.A menjabat khalifah, pada

suatu malam Umar R.A keluar dari kediamannya guna me-

ngadakan observasi langsung ke rumah-rumah penduduk

yang jauh dari tempat tinggalnya. Di kejauhan Umar R.A

melihat cahaya api, lalu Umar mendekati cahaya api, lalu Umar

mendekati cahaya tersebut dan melihat seorang wanita

dengan tiga anaknya yang sedang menangis sambil berkata:

Tuhanku, beri keadilan kepadaku dari Umar R.A dan beri

hakku darinya. Ia dapat tidur dengan perutnya yang kenyang

sedangkan aku dan ketiga anakku menderita kelaparan.

Mendengar keluhan wanita itu, Umar R.A mendekati dan

memberi salam kepadanya, lalu Umar R.A berkata Bolehkah

aku menghampirimu ?. Wanita itu menjawab, jika engkau ber-

maksud baik aku mengijinkan engkau masuk. Lalu wanita itu

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 46

berkata, Aku datang menghadap Umar R.A khalifah negeri,

namun karena hari sudah malam, aku terpaksa berteduh di-

sini karena aku dan anakku tidak sanggup lagi menahan lapar.

Lalu Umar R.A bertanya, apa yang sedang engkau masak?

wanita itu berkata, isinya hanya air, sengaja aku masak supaya

anak-anakku mengira jika aku sedang memasak nasi, sehingga

mereka tertidur dan tidak menangis lagi. Mendengar per-

nyataan wanita tersebut, Umar R.A beserta Zaid bin Aslam

bergegas pergi kembali ke Madinah dan singgah di sebuah

toko untuk membeli tepung dan daging. Kemudian belanjaan

tersebut dibawa Umar R.A menuju tempat wanita tersebut.

Zaid bin Aslam yang mendampingi perjalanan Umar, begitu

melihat beratnya beban yang dipikul oleh Umar R.A Zaid

meminta supaya sebagian beban dapat dipikul olehnya.

Permintaan tersebut dijawab Umar R.A jika aku merasa ke-

beratan dengan karung ini maka aku akan lebih berat lagi

memikul dosa, yang akan ditimpakan kepadaku disebabkan

doa seorang wanita yang sakit hati, karena kelalaianku dalam

memperhatikan hidupnya. Kata-kata itu diucapkan Umar R.A

sambil menangis. Sesampainya di tempat wanita tersebut,

Umar R.A menyerahkan tepung dan daging yang dibawanya,

sehingga wanita tersebut sangat berterima kasih atas ke-

baikan Umar R.A, Umar R.A kemudian mengambil sebagian

tepung itu, selanjutnya dimasukkan ke dalam periuk lalu

Umar R.A menyalakan api. Sewaktu nyala api mengecil dan

padam Umar R.A meniupnya keras-keras hingga abunya

beterbangan mengotori raut muka dan pakaian seorang

Khalifah. Setelah masakan itu matang Umar R.A memasuk-

kannya ke dalam piring besar lalu menghidangkan kepada

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~47

wanita itu dan anak-anaknya. Setelah itu Umar R.a berkata

kepada wanita tersebut, janganlah engkau mendoakan hal-hal

yang buruk kepada Umar karena Umar tidak mengetahui

keadaanmu dan ketiga anakmu (al-Ghazali : 1967: 143).

Kebesaran jiwa dan pengorbanan Umar R.A kepada

rakyatnya sungguh luar biasa, ketika seorang penduduknya

kelaparan, maka Umar R.A sangat menyesali kenapa hal itu

terjadi, dan dengan segera Umar R.A berusaha menggantikan

kesalahan dengan perbuatan yang sangat mulia dan me-

nyentuh hati nurani orang-orang yang mendengar kisah ini.

3. Khalifah Utsman bin Affan R.A

Utsman bin Affan R.A lahir pada tahun 573 M, beliau

menjadi khalifah pada usia 71 tahun, jabatan tersebut

didudukinya selama 12 tahun, tepatnya mulai tahun 644 - 656

M. Komitmen kekhalifahan Usman dapat diketahui dari pidato

pelantikan ketika beliau di bai’at : Amma ba’du, sesungguhnya

tugas ini telah dipikulkan kepadaku dan aku telah menerima-

nya, dan sesungguhnya aku adalah seorang muttabi’ (pengikut

Sunnah Rasul SAW) dan bukan seorang mubtadi’ (seorang

yang berbuat bid’ah). Ketahuilah bahwa kalian berhak me-

nuntutku mengenai selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya,

yaitu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang se-

belumku dalam hal-hal yang kamu sekalian telah bersepakat,

dan telah kamu jadikan sebagai kebiasaan, membuat ke-

biasaan baru yang layak bagi ahli kebajikan, dalam hal-hal

yang belum kamu jadikan sebagai kebiasaan, dan mencegah

diriku dari bertindak atas kamu, kecuali dalam hal-hal yang

kamu sendiri telah menyebabkannya ( Syafiie, 1996 : 439)

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 48

...”Lemparkanlah dunia di mana Allah melemparkan-

nya, dan carilah akhirat karena Allah telah membuat per-

umpamaan bagi dunia...( lalu Khalifah membaca firman Allah

SWT yang artinya) “ Dan berilah perumpamaan kepada

mereka (manusia) kehidupan dunia adalah sebagai air hujan

yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karena-

nya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-

tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.

Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan

dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih

baik pahalanya di sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk

menjadi harapan.

Dalam pidatonya yang lain Usman menyebutkan :

sesungguhnya Allah memberimu dunia untuk menuntut

akhirat dan dia tidak memberikannya kepadamu agar kamu

condong kepadanya. Sesungguhnya dunia itu rusak sedang

akhirat itu kekal. Maka utamakanlah apa yang kekal itu atas

apa yang rusak. Sesungguhnya dunia itu terputus dan kembali

itu hanyalah kepada Allah sendiri.

Sikap istiqamah Usman dapat juga dilihat dari jawaban

yang disampaikan ketika muncul kecaman dari pihak lawan,

jika kalian mendapatkan (dalil) dalam Kitabullah untuk

meletakkan kedua kakiku dibelenggu, maka letakkanlah

keduanya ( Syafiie, 1996 : 440).

Khalifah yang pada masa pemerintahannya Al Quran

dibukukan ini memang lebih memperhatikan pembinaan

mental, misalnya ketika beliau melihat Baitul Mal penuh, maka

beliau menambah pemberian (jatah) dan mengambilkan

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~49

untuk mesjid, yang disajikan dalam bentuk makanan yang

tetap, bagi orang-orang i’tikaf, beribadah dan ibnu sabil.

Pada masa kepemimpinan Usman R.A pula kota

Madinah menjadi sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan

Islam semakin dipercantik, bangunan dan gedung-gedung di

tambah, dimulai dengan mesjid Rasulullah SAW yang di-

luaskan dan dibangun dengan batu yang diukir serta tiangnya

dibuat dari batu yang dihiasi permata (Syafiie, 1996 : 441).

Usman R.A dalam kepemimpinannya memang dikenal

tidak sekeras Abubakar atau Umar, bahkan kritik yang kerap

ditujukan kepada Usman karena sikapnya yang selalu

cenderung memberikan jabatan kepada saudara-saudaranya.

Padahal secara sosio kultural masyarakat Arab dikenal sangat

keras dan susah diatur, sehingga Abu Bakar yang bijaksana

terpaksa mengubah sikap setelah menjadi Khalifah menjadi

tegas terhadap pihak-pihak yang membangkang. Profil Usman

bin Affan r.a. sebagaimana dicatat dalam sejarah memang

memiliki watak lembut dan pemalu, hal ini diakui sendiri oleh

Rasulullah SAW : umatku yang paling sayang adalah Abu

Bakar, yang paling kokoh dalam agama Allah adalah Umar,

dan yang paling pemalu adalah Utsman ( Syafiie, 1996 : 442).

Bahkan Rasul SAW memerlukan berpakaian rapi dan

duduk pada tempatnya bila berhadapan dengan Utsman, tidak

seperti menghadapi Abu Bakar dan Umar hingga ditegur oleh

Aisyah R.A dan Rasulullah menjawab : Utsman itu seorang

pemalu, seandainya aku mengizinkan masuk kepadanya,

padahal aku sedang berbaring, niscaya ia akan malu untuk

masuk dan ia akan kembali dimana aku tidak dapat memenuhi

keperluan yang karenanya ia datang. Hai Aisyah, tidakkah aku

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 50

malu kepada orang, yang mana malaikat malu kepadanya

(Syafiie, 1996 : 442).

Karakter Usman R.A yang lembut dan pemalu secara

tidak langsung berpengaruh pada pola kepemimpinan-nya,

sehingga dalam menanggulangi tuntutan masyarakat, dan

mengartikulasikan kepentingan, beliau lebih mengutamakan

responsiveness daripada effectiveness. Sehingga di masa

Khalifah Utsman partai-partai politik tumbuh dan ber-

kembang. Keadaan ini diakibatkan oleh kekuasaan Islam yang

semakin luas sampai ke seantero Jazirah Arab, Iraq, Syiria,

Mesir, Afrika lainnya, Armenia, Persia dan Kepulauan

Mediterania, yang pada masing-masing tempat tersebut

memiliki beraneka ragam ras. Kaliber umat Islam tidak lagi

seperti generasi pertama (Muhajirin dan Anshar) yang

ditandai dengan iman yang kuat, sehingga pada generasi-

generasi berikutnya ini perasaan perbedaan ras muncul.

Mereka mencari sistem politik ideal, dengan menggunakan

opini mereka sendiri yang kemudian berkembang menjadi

partai-partai politik (Syafiie, 1996 : 442).

Walaupun demikian sikap-sikap mulia Khalifah

Utsman bin Affan R.A dapat ditemukan di setiap aspek

perilakunya. Sebagai contoh sikap menghormati Usman

terhadap pembantunya, Utsman tidak tega membangunkan

salah seorang pelayannya di tengah malam untuk menyedia-

kan air wudhu ketika Utsman hendak melaksanakan shalat

malam. Meskipun kondisi fisik Utsman yang sudah uzur dan

lemah, namun Utsman mengambil sendiri air wudhunya.

Utsman beranggapan bahwa seorang pelayanpun berhak

menikmati tidur dan istirahatnya, tanpa terganggu. Bahkan

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~51

Utsman tidak ingin berlindung di belakang seseorang dalam

menghadapi tebasan pedang orang-orang yang ingin mem-

bunuhnya. Utsman tidak ingin nyawanya ditukar dengan

tetesan darah orang yang ingin melindungi dirinya (Khalid,

1985 : 311).

4. Khalifah Ali bin Abu Thalib R.A

Ali bin Abi Thalib R.A lahir pada tahun 601 M, dalam

usia 9 tahun beliau sudah masuk Islam. Ali R.A dilantik

menjadi Khalifah pada tanggal 23 Juni 656 M, dan jabatan

tersebut hanya beliau pangku selama 4 tahun 9 bulan (656-

661). Pidato pelantikan beliau berisikan kewajiban me-

negakkan keadilan sebagai syarat utama yang harus

dijalankan oleh seorang pemimpin. Ali R.A berkata : Berlaku

adillah terhadap manusia dan bersabarlah menghadapi

kebutuhan mereka, sebab mereka itu adalah perbendaharaan

rakyat ... janganlah kamu hambat seseorang dari memenuhi

kebutuhan dan janganlah kamu tolak mereka mengenai

permintaannya dan sekali-kali jangan engkau jual pakaian

musim dingin, pakaian musim panas dan hewan milik rakyat,

begitu pula hambanya, untuk menagih pajak (kharaj) dan

jangan sekali-kali kamu memukul seseorang hanya karena

satu dirham yang tidak dapat dilunasi (Syafiie, 1996 : 443)

Kepada petugas Dinas Pendapatan beliau mengatakan

sebagai berikut: Datangilah mereka dengan baik dan tenang,

hingga engkau berada di tengah-tengah mereka dan me-

nyalami mereka. Jangan engkau abaikan memberi salam,

kemudian engkau katakan “Hai hamba Allah, saya di utus oleh

wali Allah dan khalifah-Nya kepadamu untuk mengambil hak

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 52

Allah dalam hartamu yang kamu tunaikan kepada wali-Nya.”

Jika seseorang mengatakan “tidak” maka janganlah engkau

mengulangi pertanyaan kepadanya. Jika seseorang memberi

pemberian kepadamu maka hadapilah dia tanpa menakut-

nakutinya, mengancamnya, memberatkannya atau menekan-

nya. Terimalah apa yang diberikan kepadamu berupa emas

dan perak. Jika dia mempunyai kambing atau unta maka

janganlah memasuki kandangnya kecuali dengan izinnya,

karena kebanyakan hewan itu adalah miliknya. Bila engkau

mendatangi kandang, maka janganlah engkau memasuki

dengan keras dan kasar. Janganlah engkau sekali-kali

menakut-nakuti hewan dan janganlah sekali-kali menyakiti

pemiliknya. Bagilah harta itu ke dalam dua bagian, kemudian

suruhlah pemiliknya untuk memilih. Jika ia telah memilih,

maka janganlah sekali-kali mengambil apa yang telah dipilih-

nya. Engkau terus berbuat demikian sehingga tinggal padanya

sesuatu sebagai penunaian hak Allah pada hartanya. Maka

ambillah hak Allah itu (zakat) kemudian jika dia meminta

pembebasanmu, maka berikanlah (Syafiie, 1996 : 443-444)

Dalam pidato Ali R.A pada kesempatan yang lain beliau

berpesan: Wajib atas seorang imam untuk menetapkan

hukum sesuai dengan apa yang diturunkan kepada Allah dan

memenuhi amanat. Apabila dia berbuat yang demikian, wajib-

lah rakyat mendengarkan ucapannya dan taat kepada pe-

rintahnya, dan memenuhi apabila mereka dipanggil.

Dalam pidato yang lain Ali R.a berpesan: “Adalah wajib

atas kamu sekalian taat kepadaku, baik dalam urusan yang

kamu sukai ataupun yang kamu benci, selama aku me-

merintah kamu dalam hal ketaatan kepada Allah. Tetapi

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~53

apabila aku memerintah kepada kalian untuk bermaksiat

kepada Allah, maka tidak ada kewajiban taat atas seseorang di

dalam maksiat. Ketaatan hanya wajib dalam perbuatan ke-

baikan (Syafiie, 1996: 444).

Dalam hal pengangkatan dewan penasehat dalam suatu

pemerintahan, Ali R.A pernah memberikan nasehat kepada

salah seorang gubernurnya yang berkuasa di Mesir, Malik

Asytar. Dalam suratnya Ali R.A, mengingatkan Malik Asytar

untuk tidak meminta nasehat kepada orang kikir, karena sifat

kikir yang dimilikinya akan mengotorkan kemurahan hati

pemimpin dan menimbulkan rasa takut pemimpin akan ke-

miskinan. Jangan pula mengangkat seorang penasehat yang

pengecut, karena sifat pengecut akan menipumu dalam pe-

ngambilan keputusan. Seorang penasehat tidak boleh serakah,

karena sifat keserakahan yang dimilikinya, lambat laun akan

mempengaruhinya untuk cenderung bersikap serakah, yang

pada akhirnya membuat seorang pemimpin menjadi tiran.

Menurut Ali R.A, sifat kikir, pengecut, dan serakah meng-

halangi tumbuhnya rasa percaya seseorang kepada Allah SWT

(Azzam, 1979: 171).

Penasehat yang paling buruk adalah penasehat pe-

nguasa yang zalim yang sama-sama bertanggungjawab atas

kezalimannya. Selanjutnya Ali R.A menginginkan seorang pe-

mimpin mengangkat penasehat dari kelompok orang yang

berkepribadian luhur dan memiliki kecerdasan serta visionir.

membiarkan seorang pemimpin harus bergaul dengan orang-

orang yang adil dan taqwa, serta bersikap tegas terhadap

orang-orang yang merayu dan memuji kepemimpinannya

secara berlebihan. Sebab pujian dan rayuan yang tidak sehat

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 54

akan merangsang tumbuhnya rasa bangga dalam diri pe-

mimpin, sehingga menimbulkan sikap angkuh dan sombong

(Azzam, 1973: 172).

Khalifah Ali R.A biasa juga disebut imam, karena orang-

orang Syiah menganggap bahwa ayah Hasan dan Husain ini

merupakan pemimpin (imam) yang tepat, sesuai dengan

sabda Rasulullah SAW, bahkan juga Umar R.A pernah men-

delegasikan wewenang atau sebagai pejabat khalifah se-

mentara kepada Ali R.A di waktu Umar keluar kota, seperti

yang dilakukan Nabi SAW. Selain itu juga di belakang nama Ali

R.A juga sering dibubuhkan singkatan Karamullahu Wajah

(KW), karena muka yang mulia ini tak pernah menyembah

berhala dari kecil (Syafiie, 1996 : 444).

Kepemimpinannya sebagai khalifah menempati posisi

yang rumit, bukan saja pemberontakan belum reda seluruh-

nya, tetapi juga Mu’awiyah yang dari setapak ke setapak

memperoleh kekuasaan, semakin kuat di Utara dan Timur laut

Madinah, dan tidak berkenan menjadi subordinat atau pe-

merintah daerah dari pemerintahan Islam Madinah, tetapi

seakan-akan menjadikan daerahnya sebagai suatu state yang

merdeka dan berdiri sendiri.

Ali bin Abi Thalib R.A sangat menekankan pentingnya

seorang pemimpin memperdulikan nasib orang miskin. Ali

R.A berkata : ingat, takutlah kepada Allah ketika menghadapi

orang fakir miskin yang tidak memiliki pelindung, tipis

harapan, dan tanpa daya upaya. Demi Allah, lindungilah hak-

hak orang-orang yang miskin, karena di tangan pemimpinlah

letak tanggung jawab untuk memberi perlindungan. Berikan

kepada fakir miskin dari harta Baitul Mal (kas negara) guna

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~55

meningkatkan taraf hidupnya, baik mereka itu hidup dekat

dengan jangkauan penglihatanmu atau berada jauh darimu.

Jangan sampai kesibukanmu (pemimpin) melupakan mereka,

jangan jadikan kepentingan mereka sebagai sesuatu yang

kurang penting dibandingkan kepentingan dirimu. Pilihlah

pejabat pemerintahan orang-orang yang berhati lembut,

taqwa dan dapat memberikan informasi akurat tentang

keadaan rakyatmu. Penuhilah kebutuhan hidup orang-orang

miskin, agar engkau tidak perlu melakukan pembelaan diri di

hadapan Allah SWT pada hari akhirat kelak (Azam,1979:185).

Pola kepemimpinan Ali R.A berlandaskan pada sikap

adil dan sangat peduli kepada sesama. Ali R.A memiliki

kepekaan sosial yang sangat tinggi terutama pada hal-hal yang

berhubungan dengan kebutuhan rakyatnya. Dengan ber-

pedoman kepada al-Quran dan teladan Rasulullah SAW, ke-

pemimpinan Ali R.A merupakan citra pemimpin ideal yang

patut dicontoh oleh pemimpin di zaman sekarang ini.

@

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 56

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~57

BAB III KEPEMIMPINAN

DALAM KONTEKS PEMIKIRAN YUNANI

A. Perspektif Plato Tentang Pemimpin Ideal

Berbicara perkembangan ilmu politik, pemerintahan,

dan kepemimpinan, sebagian sarjana yang mencoba mengkaji

teori dan praktek politik serta ketatanegaraan tersebut,

biasanya tidak lupa melihat situasi yang terjadi di zaman

Yunani purba, sekitar abad 500-300 SM, yang sangat boleh

jadi merupakan cikal bakal kelahiran ilmu politik dan pe-

merintahan (Haricahyono, 1991: 1).

Sepanjang perjalanan sejarah filsafat, Plato tercatat

sebagai salah satu murid Socrates yang paling cemerlang.

Plato lahir di Athena, dari keluarga politisi yang berdarah

bangsawan pada tanggal 29 Mei 429 SM, saat berkecamuknya

perang Peloponnesian (Stumpf, 1975: 49-50). Socrates adalah

sosok yang dikagumi Plato, untuk kemudian menjadi gurunya

yang sangat disegani. Pada awalnya Plato bercita-cita menjadi

seorang politikus, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan

keluarganya sebagai keluarga politisi yang banyak memberi

input bagi pemimpin di negaranya, realitas tersebut membuat

Plato merasa bertanggung jawab terhadap kehidupan politik

di negerinya. Plato sangat menentang sistem demokrasi yang

diberlakukan di Athena, bahkan Plato melihat ketidak-

sanggupan demokrasi yang dijalankan di Athena untuk

menghasilkan pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 58

Keruntuhan demokrasi Athena berawal dengan di-

eksekusinya Socrates, seorang pemikir besar yang pe-

mikirannya diikuti Plato. Kenyataan tersebut membuat Plato

pesimis sehingga memadamkan ambisinya menjadi seorang

politikus, yang pada gilirannya memotivasi Plato mem-

formulasikan suatu konsep kepemimpinan negara yang di-

warnai oleh otoritas dan ilmu pengetahuan. Plato ber-

kesimpulan bahwa negara itu ibarat sebuah kapal, dimana se-

orang nahkoda memiliki kewenangan untuk melayari kapal

dengan ketrampilan dan ilmu pelayaran yang dimilikinya.

Demikian pula dengan negara, seorang pemimpin harus me-

miliki ilmu pemerintahan yang memadai, untuk membawa

rakyatnya kepada kehidupan yang lebih baik, adil dan

makmur.

Setelah kematian Socrates, Plato terpanggil untuk

meneruskan pemikiran-pemikiran Socrates, yang tidak

pernah ditulisnya menjadi sebuah karya tulis yang sistematis

dan menarik, sekaligus mewujudkan impiannya untuk me-

nuangkan idea tentang konsep negara dan hukum dalam

bukunya; Republic, Politeia (tentang negara), Politikus

(tentang abdi negara), dan Nomor (tentang undang-undang)

(Haricahyono, 1994: 44). Pada usia 40 tahun, Plato mencoba

merealisasikan cita-citanya tentang negara ideal dan penguasa

yang adil melalui kepemimpinan penguasa Dionysios I, ketika

berada di istana di kota Sirakus, Sisilia. Akan tetapi keinginan

Plato tersebut ditentang keras oleh raja Dionysios I, dan

hampir saja Plato dijual sebagai budak di pasar kota Aegina

akibat argumentasinya yang kontroversial dengan kebijakan

Istana. Saat transaksi terjadi, seorang teman Plato melihat

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~59

dan membatalkan transaksi tersebut. Setelah itu Plato kembali

ke Athena dan mendirikan sekolah ”akademia” dari uang

tebusan yang ditolak temannya. Akademi tersebut menjadi

sekolah pertama dan favorit tempat dimana Plato mengajar.

Meskipun Plato demikian sibuk di akademinya, Plato masih

menyempatkan diri kembali sebanyak dua kali ke Sisilia untuk

mencoba mempengaruhi para penguasa di sana, tetapi tidak

pernah berhasil. Akhirnya Plato menghabiskan sisa umurnya

mengabdi di Akademia hingga meninggal pada tahun 348 SM

(Suseno, 1997: 15).

Dalam kepustakaan filsafat, Plato sering kali disebut

sebagai pencetus ajaran alam cita (idea), sedangkan aliran

filsafat yang dikembangkannya sering disebut dengan

idealisme. Ajaran tersebut diilhami dari pergaulannya dengan

kaum sofis. Sebagaimana kaum Sophis, Plato juga ber-

anggapan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui pe-

ngamatan panca indera adalah relatif. Tiada kebajikan tanpa

pengetahuan, dan pengetahuan tidak hanya terbatas pada

pengamatan saja, sebab pengetahuan itu muncul dari alam

bukan benda. Ajaran pemikiran di atas telah menjadikan Plato

ahli pikir pertama yang menerima paham adanya alam yang

bukan benda. Pembahasan filsafat Plato mencapai klimaksnya

kita Plato berbicara tentang negara, latar belakang dari

uraiannya ini dilatar belakangi oleh pengalaman pahitnya

ketika mengamati politik yang dijalankan di Athena. Seluruh

aktivitas Plato hanya tertumpu pada perbaikan keadaan

negara dari yang dirasakan buruk. Baik pendirian akademia di

Athena maupun intervensinya dalam dinamika perpolitikan di

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 60

Sisilia, bertujuan untuk memasukkan ide negaranya (Bertens,

1979: 114).

Menurut Plato, negara itu muncul disebabkan oleh

kebutuhan dan keinginan masyarakat semata. Lebih lanjut

ditegaskan, bahwa kebutuhan dan keinginan manusia saling

berbeda dan saling bertentangan antara satu dengan lainnya,

maka mau tidak mau mereka harus bekerjasama agar ke-

butuhan yang saling berbeda-beda itu bisa diwujudkan. Dalam

kerjasama tersebut, masing-masing orang akan mempunyai

tugas dan fungsinya sendiri sesuai dengan kemampuannya.

Kalau yang demikian berjalan baik diperkirakan semua ke-

pentingan dan kebutuhan tiap-tiap orang akan bisa terpenuhi

secara lebih memuaskan. Adanya kebersamaan dan kesatuan

inilah nantinya yang akan membentuk masyarakat atau

negara. Masyarakat atau negara muncul karena keinginan dan

kesepakatan manusia untuk mempersatukan diri untuk

mencapai tujuan bersama (Haricahyono, 1991: 45).

Tujuan hidup manusia yang paling utama adalah

eudaimonia, “well-being” atau hidup yang lebih baik. Hidup

yang baik hanya dapat dicapai dalam kehidupan polis (negara

kota). Plato tetap memihak pada cita-cita Yunani paling klasik,

bahwa hidup manusia sebagai masyarakat adalah hidup dalam

polis. Ia menolak pendapat modern yang menyeleweng dari

tradisi Yunani, suatu argumentasi yang timbul dari kaum Sofis

yang beranggapan bahwa negara terbentuk karena nomos

(adat kebiasaan) dan bukan karena physis (kodrat). Plato

bersama muridnya Aristoteles tetap berpegang teguh pada

keyakinan dan argumentasinya, bahwa manusia secara

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~61

alamiah adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan

kehidupan bersama dalam suatu Negara (Bertens, 1975: 115).

Kebaikan tertinggi didapatkan oleh manusia dalam

negara ideal seperti yang dicontohkan Plato dalam bukunya

Politeia. Konsepsi Plato tentang negara ideal merupakan

implikasi filosofis dari doktrinnya tentang idea. Tujuan hidup

Plato dapat dilihat dari obsesinya tentang bentuk negara yang

teratur yang di dalamnya terdapat masyarakat yang ber-

pendidikan. Pandangan negara ideal ini dicetuskan oleh Plato

setelah melihat sistem pemerintahan Athena yang tidak stabil,

yakni bergantinya sistem aristokrasi, oligarkhi, dan demokrasi

yang cenderung mengabaikan kebahagiaan bagi masyarakat.

Plato lebih senang mendasarkan pemikiran negaranya ber-

dasarkan sistem pemerintahan pada idea yang tertinggi yaitu

idea kebaikan. Kemauan untuk melaksanakan idea kebaikan

tersebut tergantung pada akal budi. Tujuan pemerintahan

yang benar ialah mendidik warga negara mempunyai budi

yang hanya bersumber dari pengetahuan, dengan demikian,

ilmu harus berkuasa dalam suatu negara. Itulah sebabnya

Plato mengatakan bahwa “kesengsaraan dunia tidak akan

berakhir sebelum filosof menjadi raja atau raja menjadi

filosof”. Rakyat kata Plato tidak dapat mengharapkan negara

menjadi baik apabila orang-orang yang berkuasa tidak ber-

pendidikan dan berperilaku yang baik (Azhar, 1997: 24).

Kepemimpinan yang dikomandoi oleh orang yang

bodoh akan mengantarkan masyarakat pada kesengsaraan

dan ketidak-adilan. Maka yang berhak menjadi pemimpin

hanya-lah orang-orang yang berilmu, adil, dan bijaksana

seperti filosof, supaya rakyat mendapat pelindung yang

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 62

mampu membawa kebahagiaan dalam hidupnya. Oleh karena

itu keadilan menjadi sumber utama demi pencapaian hidup

yang sempurna menjadi tema paling spesifik dalam

pembahasan kenegaraan Plato, sebagaimana uraian yang

terdapat dalam bukunya “Republik”. Kisah yang dituliskan

Plato dalam bukunya tersebut adalah dialog yang panjang

antara Socrates dan Thrasymachus tentang keadilan. Negara

bagi Plato di-ciptakan untuk kebaikan rakyatnya, maka ke-

adilan sebagai kebaikan tertinggi harus diterapkan. Pe-

laksanaan keadilan adalah perintah yang harus dilaksanakan

oleh penguasa untuk mengantarkan rakyatnya kepada ke-

bahagiaan. Penting-nya keadilan ditegaskan secara radikal

oleh Plato, dengan mengatakan bahwa adanya negara men-

cerminkan awal lahirnya keadilan tanpa keadilan suatu

negara tidak akan pernah merasakan kesenangan yang hakiki.

Keadilan hanya mampu dipraktikkan oleh orang yang

bijaksana, mampu melakukan semua pekerjaan dengan baik,

dan sanggup menyelesaikan semua permasalahan yang di

bebankan kepadanya, sebaliknya ketidakadilan akan terlihat

dari sifat orang yang ceroboh, tidak mampu melaksanakan

tugas dengan memuaskan (Plato, 1935: 26,31)

Plato menjelaskan bahwa keadilan hanya mampu di-

terapkan dalam suatu negara ideal dengan membagi struktur

masyarakat menjadi tiga kelompok, yaitu: pertama, kelompok

filosof yang mendapat amanah untuk memerintah, karena

filosof mempunyai pemahaman “yang baik” sehingga akan

lebih arif dan bijaksana dalam memimpin negara. Kedua,

golongan kesatria atau prajurit, bertugas menjaga keamanan

negara dan mengawasi warga negara agar selalu tunduk pada

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~63

pemimpinnya. Para prajurit harus tinggal di asrama-asrama

dan selalu siap siaga menjalankan perintah negara. Ketiga,

golongan rakyat biasa yaitu para petani dan pekerja, yang

menopang hidup pada ekonomi rakyat (Azhar, 1997: 25).

Andaikata tiap-tiap golongan ini bisa menjalankan fungsi dan

wewenangnya secara teratur dan seimbang menurut tempat-

nya, maka keadilan dengan sendirinya akan tercipta (Hujbers,

1995: 23).

Menurut Plato negara melambangkan keadaan di alam

semesta yang memiliki keteraturan dan keseimbangan

(Zainuddin, 1992: 187). Kemudian Plato mengkonotasikan

antara negara dengan manusia yang mempunyai tiga

kemampuan yaitu : kehendak, akal pikiran, dan perasaan. Ke-

tiga hal tersebut disamakan dengan struktur sosial di atas

(golongan raja-filosof, prajurit, dan rakyat biasa) (Kusnardi,

1994: 16). Pentingnya negara ideal merupakan salah satu

warisan filsafat Plato yang mendambakan tegaknya hukum

dan keadilan dalam suatu negara. Keadilan menurut Plato

adalah keharmonisan dan keselarasan dengan sejumlah ke-

lompok sosial, keadilan juga berarti memberikan kepada

setiap orang akan haknya dan membiarkan setiap warga

negara melakukan tugasnya secara proporsional sesuai

dengan sifat alamiahnya. Para pembuat aturan negara harus

melihat situasi orang yang diberikan tugas negara sesuai

dengan kehidupannya. Pemikiran yang melandasi konsep

keadilan itu berpijak pada asumsi bahwa seorang individu

bukanlah sepotong jiwa yang terisolasi dan bebas melakukan

apa saja yang ia sukai, tetapi merupakan seorang anggota yang

terikat dalam tatanan universal yang harus menundukkan

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 64

keinginan dan kesukaan pribadinya pada kesatuan organik

secara kolektif (Muslehuddin, 1991: 34-35).

Bertitik tolak pada keharmonisan dan keadilan yang

dimiliki manusia, Plato mencoba membagi jiwa kepada tiga

fungsi yaitu ; keinginan (epithynia), energik (thymos), dan

rasional (logos). Bila keinginan dan energik berada di bawah

komando rasio, maka akan timbul manusia yang harmonis dan

adil. Berdasarkan analogi pembagian jiwa ini, Plato

menganggap negara sebagai manusia besar, sebagai

organisme yang terdiri dari tiga bagian atau golongan, yang

identik dengan pembagian jiwa manusia. Dalam konteks

negara, epithynia diistilahkan oleh Plato sebagai petani,

thymos sebagai prajurit, dan logos sebagai pemegang pucuk

pimpinan kekuasaan. Sebenarnya Plato tidak membicarakan

tentang golongan produktif, karena Plato sudah sangat puas

bila masing-masing golongan yang dibentuknya mampu mem-

praktikkan keutamaan pengendalian diri, dan menanggung

kesejahteraan para prajurit serta pemimpin. Konsepsi ini

benar-benar merefleksikan Plato sebagai seorang aristokrat

dan bukan rakyat biasa. Fokus perhatian Plato tertumpu pada

golongan kedua sebab dari golongan inilah pemimpin harus

direkrut. Golongan ini harus hidup dengan cara komunistis,

tanpa uang atau milik pribadi lainnya, tanpa isteri dan anak-

anak. Prajurit harus mengerahkan segala perhatiannya kepada

pertahanan negara, maka adanya hak milik pribadi dan

keluarga sendiri bisa menyebabkan konsentrasi prajurit untuk

mempertahankan negara akan terganggu. Siang malam

seorang prajurit harus tinggal di asrama dan mendapat

pendidikan yang ketat. Dalam pikiran prajurit harus

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~65

ditanamkan pentingnya keberanian sebagai cita-cita tertinggi

(Weij, 1988: 17).

Kandidat seorang pemimpin harus dididik dan di-

besarkan dalam panti asuhan negara, untuk dapat terpilih

mencapai jabatan yang terbaik dalam negara. Setiap anak diuji

bakat dan kemampuannya dalam sistem yang telah ditetap-

kan, yang kurang berani dan kurang energik serta tidak

memiliki wawasan yang luas, dia akan di tempatkan dalam

golongan produktif (menjadi petani atau pedagang). Bila lebih

gesit dan berani ditempatkan dalam golongan prajurit, se-

dangkan yang cerdas akan mendapatkan pendidikan khusus

filosofis di bidang ajaran idea, selama lima tahun, dari usia tiga

puluh sampai tiga puluh lima tahun. Sesudah lima belas tahun

mereka harus melakukan latihan lapangan dengan me-

ngemban tugas pemerintahan dan baru pada usia 50 tahun

diizinkan tampil sebagai pemimpin. Plato pernah menulis

kalimat termasyhur untuk hal ini “kesengsaraan negara-

negara bahkan umat manusia tidak akan berakhir… hingga

para filsuf menjadi penguasa di dunia ini atau penguasa yang

sekarang menjabat sebagai raja atau pemerintah mempelajari

filsafat dengan sungguh-sungguh sehingga kekuasaan politik

dan filsafat terdapat di tangannya”. Di tangan kepemimpinan

seperti itulah keadilan dan kebijaksanaan akan terealisasikan

(Weij, 1988: !8). Pemimpin yang berjiwa filsuf akan mampu

menegakkan keadilan dan kebenaran dengan kemampuan

rasionya, dan akan mampu memimpin dengan kebijaksanaan

karena sudah dapat mengontrol emosi tidak sehatnya.

Mengenai bentuk negara, Plato mencoba mengemuka-

kan bentuk-bentuk negara yang mungkin timbul sesuai

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 66

dengan sifat-sifat tertentu dari jiwa manusia. Bentuk negara

yang paling sesuai dan menempati tingkat terbaik pertama

adalah negara dengan sistem aristokrasi (kekuasaan berada di

tangan beberapa orang penting saja), di sinilah para cendekia-

wan ditempatkan sesuai dengan keahliannya. Namun

kemerosotan mungkin saja terjadi karena suatu bentuk

negara tidak ada yang kekal dalam pandangan Plato, selalu

berubah sesuai dengan perkembangan keinginan manusia.

Keruntuhan sistem aristokrasi melahirkan sistem timokrasi,

suatu bentuk pemerintahan yang ingin mencapai ke-

mansyhuran dan kehormatan semata, tanpa pernah memper-

dulikan masalah keadilan. Timokrasi pada akhirnya akan

memunculkan oligarkhi yang menyerahkan kekuasaan kepada

golongan hartawan. Semua kekayaan negara menjadi milik

hartawan yang kemudian memunculkan perlawanan dari

orang-orang miskin terhadap hartawan maka lahirlah

demokrasi, sebagai jawaban terbaik untuk mendamaikan

kelompok yang bertikai.

Demokrasi ternyata tidak mampu menjadi sistem

terbaik karena demokrasipun terperangkap dalam kesalahan

memaknai kemerdekaan yang berakhir pada kekacauan atau

anarkhi. Sistem pemerintahan anarkhi membutuhkan seorang

pemimpin yang keras, diktator, dan mampu mengatasi krisis

kemasyarakatan. Maka datanglah masa tirani, yaitu bentuk

pemerintahan yang paling jauh dari cita-cita keadilan, sebab

seorang tiran selalu mengorbankan rakyat untuk kepentingan

pribadinya. Dari dialektik bentuk negara ini, Plato ingin me-

negaskan bahwa aristokrasi merupakan bentuk pemerinta-

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~67

han terbaik yang mampu menerapkan keadilan secara me-

nyeluruh ( Schmid, 1988: 16-17)

Plato memandang aristokrasi merupakan satu-satu-

nya bentuk pemerintahan yang ideal, hal ini sangat di-

pengaruhi oleh latar belakang dirinya sebagai seorang

bangsawan sekaligus seorang aristokrat sejati, ditambah lagi

dengan kebenciannya terhadap praktek demokrasi yang di-

jalankan di Athena, yang hanya menguntungkan kelompok

penguasa tanpa memperdulikan kepentingan orang banyak

sehingga demokrasi menjadi sistem politik yang “berbahaya”

dan tidak praktis bagi Plato. Padahal aristokrasi juga memiliki

banyak kelemahan, apalagi akan sangat sulit mencari seorang

pemimpin seperti filosof yang memiliki kelebihan, ke-

utamaan, visi yang jauh ke depan, dan ilmu pengetahuan yang

sempurna. Faktor inilah yang memunculkan image bahwa

bentuk negara dalam persepsi Plato adalah sesuatu yang

utopis dan sangat tidak mungkin untuk diwujudkan (Azhar,

1997: 26)

Satu hal yang paling ironis dari pemikiran politik Plato

adalah penghapusan segala bentuk hak-milik atas nama

pribadi. Baik itu harta kekayaan maupun keluarga. Apalagi

untuk penjaga dan pembantu, keduanya tidak boleh ber-

ambisi untuk memiliki uang, dan harus menerima hidup ber-

sama dalam suatu komunitas dan anggaran belanja tahunan

yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Tidak ada

harta dan tidak ada keluarga, supaya tidak mengganggu tugas

negara yang diembannya. Bagi pemikir-pemikir politik se-

sudah Plato, konsep ini menimbulkan kontradiksi yang ber-

kepanjangan. Plato seakan tidak menyadari, bahwa dalam

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 68

struktur negara yang ditawarkannya mengandung pelecehan

dan penindasan terhadap hak-hak asasi manusia secara

alamiah. Tidak mungkin seseorang dapat hidup tanpa

memikirkan kebahagiaan pribadinya sendiri. Namun Plato

tetap berpegang teguh bahwa susunan negara yang diusulkan-

nya dalam Politeia, merupakan bentuk negara paling ideal,

seperti yang dikatakannya, ”suatu contoh yang terdapat di

langit, supaya setiap orang dapat melihat dan membentuknya

dalam hatinya sendiri”. Pemikiran Plato ini sangat sulit

diwujudkan mungkin Plato sendiri juga sadar, bahwa masih

ada banyak persoalan yang harus diperhitungkan, namun ia

mencoba memberikan suatu alternatif yang terbaik bagi

negara dengan tidak mengabaikan faktor-faktor lainnya

(Bertens, 1979: 119)

Penegasan yang sangat konkrit diberikan oleh Plato

bahwa pemimpin suatu masyarakat atau pemerintahan harus-

lah orang-orang yang berilmu dan memiliki kemampuan

untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat-

nya. Kriteria pemimpin ideal bagi Plato harus datang dari

kalangan filsuf, mereka telah dididik dan dinyatakan secara

intelektual mampu menjadi pemimpin. Sebab jika pemimpin

adalah orang yang bodoh lalu, dengan cara apa pemimpin

tersebut akan mengajak rakyatnya menuju pada kehidupan

yang lebih baik.

2. Kepemimpinan ideal Menurut Aristoteles

Menelusuri perkembangan ilmu politik, pemerintahan

dan kepemimpinan, seseorang biasanya menoleh kepada pe-

mikiran Plato dan Aristoteles. Plato sering disebut sebagai

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~69

bapak filsafat politik, sementara Aristoteles di tempatkan se-

bagai bapak ilmu politik, paling tidak begitulah diskursus

yang berkembang di negara-negara Barat (Haricahyono,

1991: 1).

Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stageira, tepat-

nya di Semenanjung Chalcidese wilayah Mecedenia se-belah

Utara Yunani. Walaupun orang tuanya bertempat tinggal di

Mecedonia, namun keluarga Aristoteles berasal dari Yunani.

Aristoteles dilahirkan dari keluarga menengah, dan bukan

seperti halnya Plato yang lahir dari keluarga bangsawan.

Ayahnya bernama Nichomackus, sahabat dan dokter keluarga

Amyntas II, Raja Mecedonia (Rapar, 1993: 1). Pada usia 18

tahun Aristoteles masuk ke Akademia Plato, ia belajar dan

tinggal di Akademia tersebut sampai Plato meninggal dunia

pada tahun 347 SM (Siswanto, 1998: 7). Di Akademia Plato,

Aristoteles mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu

Politik, Filsafat, Matematika, dan Etika. Aristoteles tergolong

murid yang senang membaca dan memiliki kegemaran me-

ngumpulkan buku-buku, sehingga dalam waktu relatif singkat

rumahnya telah menjadi perpustakaan, dan tidak meng-

herankan apabila Plato, sang guru yang lebih tua menyebut

Aristoteles sebagai “rumah si tukang baca”. Aristoteles adalah

salah seorang murid di antara sekian banyak murid Plato,

namun Aristoteles lebih cepat dikenal karena ia tidak sekedar

bernaung di bawah keagungan dan kemasyhuran sang guru,

Aristoteles lebih mengembangkan cara berpikirnya jauh

melampaui apa yang didapatkan dari Plato (Rapar, 1993: 3).

Tepat pada 342 SM, Aristoteles diundang oleh raja

Philippos dari Macedonia untuk mendidik putra mahkota,

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 70

Alexander yang berusia 13 tahun. Kesempatan dan ke-

hormatan ini tidak disia-siakan oleh Aristoteles, ia memenuhi

undangan tersebut dan segera menuju Mecedonia. Alexander

diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya pada usia 19

tahun. Bersamaan dengan itu pula, tugas Aristoteles sebagai

guru Alexander pun berakhir di istana Pella tersebut. Akhir-

nya Aristoteles kembali ke kota asalnya, Stageira untuk

kemudian menulis sebuah karangan yang diperuntukkan

kepada Alexander perihal Monarchi dan tentang Pendirian

Perantauan. Pemikiran Aristoteles yang sudah demikian ber-

kembang, menyebabkan ia tidak lagi kembali ke Akademia,

namun ia mendirikan sekolah sendiri yang diberi nama

Lykeion.

Setelah kematian Alexander Agung pada 323 SM, ter-

jadilah gerakan anti Mecedonia yang bertujuan melepaskan

Athena dari kerajaan Mecedonia. Dalam ketakutan yang amat

sangat karena dianggap sebagai aktor intelektual di balik

pergerakan tersebut, Aristoteles segera melarikan diri dari

Athena. Peristiwa ini mendorong Aristoteles menyerahkan

pimpinan Lykeion ke tangan muridnya, Theophrastos, dan

Aristoteles melarikan diri ke Khalkis, tempat asal ibunya.

Menurut rumor Yunani kuno, Aristoteles melarikan diri

dengan alasan “ia tidak akan membiarkan Athena berdosa

terhadap filsafat untuk kedua kali” (sebagaimana tragedi

menimpa Socrates). Pada tahun berikutnya, tepatnya pada

322 SM, ia jatuh sakit dan meninggal dunia di tempat

pelariannya dalam usia 62 tahun (Bertens, 1979: 126-127).

Dalam kesempatan lain, Aristoteles juga disebut

sebagai bapak empirisme dalam bidang politik, sebab

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~71

klasifikasi negara yang diformulasikannya disandarkan atas

pengumpulan fakta yang ada tentang negara. Dalam

pandangan Aristoteles, ilmu politik dikatakan sebagai ilmu pe-

ngetahuan praktis yang dibedakan dari ilmu teoritis dan

produktif. Ketika penyusunan buku Politika berlangsung,

Aristoteles mengadakan penyelidikan terlebih dahulu ter-

hadap 158 konstitusi-konstitusi yang berlaku dalam polis-

polis (negara kota) di Yunani, dengan memakai metode

induktif (empiris). Politika adalah sebuah karya Aristoteles

yang memperbincangkan ilmu politik secara terperinci dan

lebih sistematis bila dibandingkan dengan buku Republik

karya Plato (Azhar,1997: 26-27)

Mendiskusikan tentang adanya negara, Aristoteles se-

pendapat dengan Socrates dan Plato untuk menolak pendirian

kaum sofis, bahwa negara didasarkan pada adat kebiasaan,

bukan suatu kondrat alamiah yang telah dimiliki manusia

sebagai makhluk sosial sebagaimana pemahaman politik

Aristoteles yang mengungkapkan, bahwa manusia secara

natural adalah Zoon Politikon, makhluk yang hidup dalam

polis, demikian pula dengan negara, terbentuk secara alamiah

(Bertens,1979: 163). Manusia tidak dapat hidup sendiri,

terasing tanpa interaksi dengan orang lain. Manusia tidak

memiliki kemampuan yang cukup untuk menyelesaikan dan

mempersiapkan semua kebutuhan hidupnya sendiri, semua

permasalahan yang dihadapi sudah tentu membutuhkan

intervensi orang lain, agar masalah yang dihadapi tersebut

dapat terselesaikan. Itulah kenyataan yang tidak dapat di-

pungkiri oleh manusia manapun. Ikrar dari keinginan untuk

bersatu dalam wadah yang lebih besar, diwujudkan dengan

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 72

membentuk negara. Aristoteles secara tegas menjelaskan,

bahwa eksistensi suatu negara diperuntukkan demi pe-

menuhan hasrat moral dan intelektual manusia. Negara di-

tegakkan untuk menciptakan kehidupan yang baik bukan

demi kehidupan semata. Negara yang merupakan kesatuan

terbesar dari kumpulan keluarga dan sekelompok masyarakat

(desa) diharapkan mampu mencukupi kebutuhan hidup

dengan sempurna dan juga memberikan kebahagiaan dan ke-

muliaan dalam hidup (Stumpf, 1975: 109)

Sebagai organisasi terbesar, negara mempunyai misi

dan tujuan mulia, yaitu kebaikan yang tertinggi (the highest)

bagi manusia dan bukan sekedar kebaikan semata. Hal ini

mendorong negara untuk senantiasa memberi jaminan

kebaikan, ketentraman, serta dapat membentengi warganya

dari ancaman dan serangan, baik yang datangnya dari dalam

maupun dari luar sebagai akibat ketidakadilan. Sehingga ter-

wujud kesejahteraan bersama yang sebesar-besarnya, karena

hanya di dalam kesejahteraan bersama itu (kesejahteraan

umum), kesejahteraan individual dapat diperoleh, yang pada

gilirannya tercipta kenikmatan hidup bagi seluruh rakyatnya

baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan demikian jelas,

bahwa tujuan utama negara ialah menjamin terciptanya ke-

bahagiaan lahir batin dan manusia merupakan objek ke-

sejahteraan dari tujuan negara tersebut. Dalam kehidupan

bernegara, penguasa tidak boleh memperhatikan individu

atau sekelompok masyarakat tertentu, akan tetapi penguasa

negara harus menunjukkan perhatiannya kepada seluruh

warga negara baik terhadap elit politik pemerintah, golongan

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~73

menengah maupun terhadap masyarakat di tingkat akar

rumput.

Menurut Aristoteles negara ideal ialah negara yang

sanggup memanusiakan manusia mencapai tingkat kebaikan

tertinggi yang diikuti oleh moralitas terpuji yang mem-

bedakan manusia dengan makhluk lain. Aristoteles me-

nambahkan, bahwa negara tidak semata-mata dijadikan

tempat menetap dan mempertemukan manusia dengan se-

sama untuk menjalin persahabatan, akan tetapi negara me-

miliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan

bagi rakyatnya, menegakkan supremasi hukum yang di-

imbangi dengan nilai-nilai keadilan, dan memberikan tempat

yang sama di mata hukum terhadap warga negara serta ter-

jamin hak dan kewajibannya. Namun Aristoteles masih me-

ragukan, bahwa semua negara mampu memberikan hal ter-

baik untuk rakyatnya. Kegagalan, ketidaksanggupan seorang

penguasa sering dijadikan alasan utama tidak terwujudnya ke-

sejahteraan umum (bonum commune atau common welfare).

Aristoteles berasumsi bahwa kegagalan dan ketidak-

sanggupan seorang pemimpin membawa rakyatnya ke arah

kebaikan disebabkan oleh penyimpangan dan ketidakcocokan

sistem negara yang diterapkan. Oleh karena itu Aristoteles

menawarkan tiga bentuk pemerintahan yang baik dan buruk

dalam suatu komparasi yaitu; Monarkhi (kekuasaan yang ber-

ada di tangan satu orang), Aristokrasi (kekuasaan yang di

pegang oleh sekelompok orang atau kaum bangsawan), dan

politeia (kekuasaan yang berada dalam genggaman banyak

orang). Sedangkan bentuk negara tidak baik ialah: Tirani se-

bagai penyimpangan Monarkhi, dimana kekuasaan tertinggi

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 74

yang berada di tangan satu orang digunakan untuk

kepentingan penguasa secara absolut. Oligarkhi bentuk pe-

nyimpangan dari Aristokrasi, yaitu menjadikan kekuasaan se-

bagai alat untuk memperkaya diri, meningkatkan popularitas

dan melanggengkan kekuasaan dengan rakyat sebagai objek

pemerasan. Demokrasi adalah bentuk penyimpangan dari

politeia yaitu, bentuk kekuasaan yang berada di tangan

banyak orang terutama rakyat miskin, ditakutkan kekuasaan

akan dipergunakan untuk kepentingan rakyat miskin tersebut

karena kemiskinannya.

Berpijak pada bentuk negara dalam komparasi sebagai-

mana tersebut di atas, maka bentuk negara ideal menurut

Aristoteles adalah negara berbentuk Monarkhi, yaitu ke-

kuasaan berada di tangan satu orang filsuf-raja, sebab ke-

pemimpinan merekalah yang mampu mengantarkan negara

kepada kesempurnaan. Ideal dalam persepsi Aristoteles ber-

sifat realistis bukan hanya berada di alam ide atau gagasan

seperti yang dikemukakan oleh Plato.

Bentuk lain dari menifestasi negara ideal adalah ter-

singkapnya keadilan dan kebenaran di tengah-tengah ke-

hidupan masyarakat. Keadilan yang diinginkan Aristotels

adalah keadilan yang bermanfaat bagi masyarakat secara ke-

seluruhan, dalam arti memberikan hak yang sama atas pem-

bagian harta benda yang ada di dunia secara merata dan pe-

laksanaannya dikontrol oleh hukum. Keadilan juga dipahami

Aristoteles sebagai bentuk ketaatan terhadap undang-undang,

sebab segala sesuatu yang ditetapkan undang-undang adalah

adil dan sesuai dengan hukum, sedangkan ketidakadilan di-

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~75

tandai dengan pelanggaran terhadap undang-undang itu

sendiri.

Aristoteles membedakan dua bentuk keadilan yaitu

keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan yang per-

tama, ditentukan oleh pembuat undang-undang, yang

distribusinya memuat jasa, hak dan kebaikan bagi anggota-

anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional,

sedangkan keadilan yang kedua menjamin, mengawasi, dan

memelihara distribusi dan melawan serangan-serangan

illegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh

hakim dan menstabliskan kembali status Quo dengan cara me-

ngembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan

cara mengganti rugi miliknya yang hilang.

Dalam persoalan harta, secara pribadi Aristoteles

sangat mengakui adanya kepemilikan harta pribadi masing-

masing individu tanpa adanya perampasan, penghapusan hak

milik oleh negara. Sebab demi kebahagiaan rakyat, maka

negara harus memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk

menikmati kesenangan hidup salah satunya melalui ke-

pemilikan harta pribadi. Pelarangan terhadap kepemilikan

harta pribadi sama artinya mengangkangi janji negara untuk

memberikan kebebasan kepada rakyatnya. Aristoteles me-

ngecam sikap Sokrates dan Plato yang merumuskan undang-

undang penghapusan milik pribadi. Dalam pandangan

Aristoteles, tindakan Plato dan Sokrates tersebut merupakan

suatu kekeliruan besar karena telah mengesampingkan hak

rakyat demi tujuan negara semata. (Stumpf, 1975: 109)

Sebagai organisasi terbesar, negara mempunyai misi

dan tujuan mulia, yaitu kebaikan yang tertinggi (the highest)

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 76

bagi manusia dan bukan sekedar kebaikan semata. Hal ini

mendorong negara untuk senantiasa memberi jaminan ke-

baikan, ketentraman, serta dapat membentengi warganya dari

ancaman dan serangan, baik yang datangnya dari dalam mau-

pun dari luar sebagai akibat ketidakadilan, sehingga terwujud

kesejahteraan bersama yang sebesar-besarnya, karena hanya

di dalam kesejahteraan bersama itu (kesejahteraan umum),

ke-sejahteraan individual dapat diperoleh, yang pada

gilirannya tercipta kenikmatan hidup bagi seluruh rakyatnya

baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan demikian jelas,

bahwa tujuan utama negara ialah menjamin terciptanya

kebahagiaan lahir dan batin dan manusia merupakan objek

kesejahteraan dari tujuan negara tersebut. Dalam kehidupan

bernegara, penguasa tidak boleh memperhatikan individu

atau sekelompok masyarakat tertentu, akan tetapi penguasa

negara harus menunjukkan perhatiannya kepada seluruh

warga negara baik terhadap elit politik pemerintah, golongan

menengah maupun terhadap masyarakat di tingkat akar

rumput.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~77

BAB IV

CATATAN PENTING FILSUF ISLAM

UNTUK CALON PEMIMPIN

A. Versi al-Farabi

Berbeda dengan kebiasaan filsuf muslim lainnya, al-

Farabi tidak mempublikasikan secara transparan tentang

riwayat hidupnya, dan tidak seorangpun di antara

pengikutnya yang menulis tentang silsilah kehidupannya

seperti yang dilakukan oleh al Juzjani untuk gurunya Ibnu

Sina. Biografi yang agak panjang tentang dirinya hanya

didapatkan dalam Wafayat al-A’yan-nya Ibn Khilikan, akan

tetapi terdapat banyak kelemahan dan diragukan

keasliannya (Syarif, 1996: 56). Publik secara umum mengenal

al-Farabi dengan nama lengkap Abu Nashar bin Mohammad

bin Mohammad bin Tarkhan bin Unzalagh. Sebutan al Farabi

dinisbahkan kepadanya sesuai dengan nama kota tempat

tinggal semasa ia masih kecil. Dalam teks-teks Latin abad per-

tenggakan ia dikenal dengan nama Alfarabius atau Avennasar

(Arsyad, 1995: 98).

Al-Farabi dilahirkan di kota kecil bernama Wasij,

wilayah Farab, termasuk wilayah Turkistan, pada tahun 257

H atau 870 M, dari ayah berkebangsaan Persia dan ibu

berkebangsaan Turki. Al-Farabi meninggal dunia pada tahun

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 78

339 H bertepatan dengan tahun 950 M (Sjadzali, 1990: 49).

Kepribadian dan kecerdasan al-Farabi mulai terlihat se-

menjak ia kecil. Dalam olah kata, tutur bahasa ia mempunyai

kecakapan yang luar biasa. Al Farabi menguasai bahasa Arab,

Iran, Turkistan dan Kurdistan dengan sangat fasih (Mustafa,

1997: 126). Ibn Khilikan mencatat bahwa al-Farabi mampu

berbicara dalam tujuh puluh bahasa (Sharif, 1995: 450). Mula-

mula ia belajar di Farab dan Bukhara, kemudian tinggal di

Baghdad selama 42 tahun (Ahmad, 1984: 230) Dia tidak saja

menguasai dengan baik ilmu agama dan linguistik, tetapi juga

mendalami ilmu hukum, hadits dan tafsir. Al-Farabi juga

belajar Matematika, Filsafat bahkan Ilmu Kedokteran (Sharif,

1995: 450).

Selama ia tinggal di Baghdad yang dikenal sebagai

pusat ilmu pengetahuan, al-Farabi tidak menyia-nyiakan

kesempatan, ia belajar pada Abu Bisyir Matta bin Yunus

seorang ilmuan Kristen Nastura terkenal dan banyak men-

terjemahkan karya tulis Plato serta pemikir-pemikir Yunani

lainnya. Belum puas dengan apa yang didapatkan dari

gurunya tersebut, al-Farabi kembali belajar dengan ilmuan

Kristen lainnya di Harran, Yuhana bin Heilan, pada zaman

Khalifah Abbasiyah Muqtadir (Syadzali,1990: 49). Dalam

waktu yang relatif singkat, al-Farabi meninggalkan Harran dan

kembali ke kota Baghdad untuk memperdalam ilmu falsafah.

Di sini Farabi menghabiskan waktu lebih kurang tiga puluh

tahun untuk menulis dan membuat ulasan terhadap buku-

buku filsafat Yunani. Karena kepandaian dalam meng-

interpretasikan pemikiran Plato dan Aristoteles, ia dijuluki

Magister Secundus (Guru Kedua) yang menghidupkan kembali

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~79

ajaran Aristoteles yang rasional sekaligus menjadi tokoh

utama dalam bidang logika (Rakhmat, 1996: 15)

Semasa hidupnya al-Farabi menghabiskan waktunya

untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, sehingga ia tidak me-

miliki kesempatan mengenal dengan dekat para penguasa

Abbasiyah ketika itu. Al-Farabi seorang penulis yang sangat

produktif, dalam daftar yang disusun Kifti dan Ibn Abi Saibah,

karangannya mencakup 17 komentar, 15 risalah dan 600

ratus buku dalam berbagai disiplin ilmu (Ahmad, 1994: 231).

Dalam bidang filsafat, etika dan kemasyarakatan terdapat

delapan belas buku yang telah ditulisnya, tiga di antaranya

tentang teori politik, yaitu :

1. Ara-Ahl Al-Madinah Al-Fadhilah (Pandangan-pandangan

Para Penghuni Negara yang Utama)

2. Tahshil al-Sa’adah ( Jalan mencapai kebahagiaan) ; dan

3. Al-siyasah al Madaniah (Politik Kenegaraan) (Sjazdali,

1990; 49)

Al-Farabi hidup pada zaman kekuasaan Abbasiyah di-

guncang oleh berbagai gejolak, kerusuhan dan pertentangan.

Farabi lahir pada masa pemerintahan Khalifah Mu’tamid dan

meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Muti’, suatu

periode yang paling kacau dan tidak ada stabilitas politik sama

sekali. Ketika itu timbul berbagai macam rongrongan bahkan

pemberontakan terhadap kekuasaan Abbasiyah dengan ber-

bagai motif: agama, suku dan kebendaan. Banyak anak-anak

raja terdahulu dan penguasa lama berusaha mengambil alih

kembali wilayah, dan harta kekayaan yang mereka klaim

sebagai harta nenek moyang mereka, khususnya orang-orang

Persia dan Turki. Mereka mencoba melakukan teror terhadap

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 80

khalifah yang sah dengan bantuan kelompok Syi’ah keturunan

Ali bin Abi Thalib, yang beranggapan bahwa pucuk pimpinan

pemerintahan Islam hanya berhak di pegang oleh keturunan

Abbas, paman Nabi SAW. Situasi politik menjadi lebih kalut

lagi dengan menghilangnya Imam Muhammad Mahdi (Imam

XII dari Syi’ah Imamiyah), pada usia lima tahun.

Mungkin karena situasi politik yang demikian, dan juga

karena perkenalannya dengan karya tulis filsuf Yunani seperti

Plato dan Aristoteles, membuat Farabi lebih senang ber-

khalwat, menyendiri dan merenung, merasa terpanggil untuk

mencari pola kehidupan bernegara dan bentuk negara yang

ideal. Kenyataan bahwa Farabi dalam hidupnya tidak dekat

dengan penguasa dan tidak menduduki jabatan penting dalam

pemerintahan, memberikan keuntungan dan kerugian bagi

dirinya. Keuntungan karena ia tidak dekat dengan penguasa

maka ia memiliki kebebasan dalam berpikir tanpa harus ber-

usaha menyesuaikan gagasannya dengan pola politik yang

ada. Kerugiannya dengan tidak menduduki suatu jabatan

penting dalam pemerintahan, Farabi tidak punya peluang

untuk belajar dari pengalaman dalam pengelolaan urusan ke-

negaraan, dan juga untuk menguji kebenaran teorinya dengan

kenyataan politik yang terjadi di tengah kehidupan bernegara

pada zamannya (Sjadzali, 1990: 50).

Pemikiran politik Farabi dapat dikatakan tidak ber-

dasarkan fakta melainkan objektif sesuai dengan idealisme-

nya. Filsafat kenabian yang dikemukakan erat hubungannya

dengan teori politiknya. Dalam pemikiran Farabi, politik

menduduki tempat yang terpenting karena semua bagian

filsafatnya mempunyai tujuan politik, namun politik bukanlah

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~81

tujuan, tetapi sebagai sarana untuk mendapatkan tujuan akhir

manusia, yaitu kebahagiaan (Daudy, 1985: 49)

Oleh karena itu pendirian politik Farabi didasarkan

atas konsepsi usaha bersama dari manusia untuk mencapai

kebahagiaan tertinggi dalam masyarakat. Untuk itu masing-

masing pribadi harus menyadari kekurangannya dengan

saling bekerjasama untuk mencapai kesempurnaan (Ahmad,

1968, 38). Sejalan dengan Plato, Aristoteles dan Ibnu Abi

Rabi’, Farabi berpendapat bahwa manusia adalah makhluk

sosial yang mempunyai kecenderungan alamiah untuk ber-

masyarakat karena keterbatasannya untuk memenuhi segala

kebutuhan hidup, tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang

lain (Azhar, 1977: 77).

Adanya kerjasama akan menghasilkan tujuan untuk

tercapainya kebahagiaan material dan spirituil dunia dan

akhirat, itulah harapan yang dimiliki oleh setiap manusia.

Hasrat untuk bergaul menjadi pendorong utama adanya

masyarakat yang menjadi bibit awal lahirnya negara. Negara

yang didasarkan atas persetujuan bersama dari anggota

masyarakat yang berbeda latar belakang intelektual, berjanji

untuk saling memberi demi tercapainya masyarakat adil dan

makmur penuh dengan kebahagiaan. Pendapat Farabi ini di-

kenal dengan Theory of the Compact for Mutual Renunciation

of Rights, yang berarti semua warga negara secara ikhlas dan

sukarela bersedia untuk tidak mendahulukan hak-hak pribadi

dan menjunjung tinggi cita-cita bersama (Ahmad,1968:51)

Kebahagiaan hidup yang diidamkan dalam suatu

negara tidak akan pernah tercapai apabila masing-masing

individu tidak mau menyamakan persepsi dan visi bersama,

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 82

bahkan cenderung untuk memaksakan kehendak, untuk mem-

peroleh apa yang diinginkan oleh segelintir orang dengan me-

ngorbankan masyarakat banyak. Perasaan senasib dan sepe-

nanggungan harus ditanamkan dalam diri masing-masing

individu, sehingga ia mampu hidup dengan selalu melihat ke

arah penderitaan orang lain. Keinginan seperti ini muncul

dalam pemahaman hakekat negara bagi Farabi, yang me-

ngatakan bahwa negara ibarat satu tubuh yang hidup. Se-

bagaimana tubuh manusia (The body politics as the body

physical) yang menyusun suatu kesatuan dan segenap bagian-

nya saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Jika tubuh

mempunyai jantung (heart) sebagai organ tertinggi dalam

tubuh manusia yang mengatur jalannya darah ke seluruh sel-

sel, begitu juga dengan negara yang membutuhkan seorang

kepala negara yang dinamakan “Rais Awwal” (Supreme Head),

yang memiliki wewenang untuk mengatur kekuasaannya dan

membagikan kepada seluruh masyarakat sampai ke daerah

terpencil sekalipun.

Di sinilah pentingnya memilih seorang penguasa yang

mampu melaksanakan kewajibannya secara adil dan bijak-

sana. Kebersamaan tersebut akhirnya membuahkan perasaan

yang sama antara penguasa dan rakyat, bila pemimpin me-

rasakan kenikmatan maka rakyatnyapun harus merasakan hal

yang sama, sebaliknya bila pemimpin menderita maka se-

yogyanyalah rakyat ikut merasakan. Inilah interpretasi dari

satu tubuh, andaikan kepala yang sakit anggota tubuh lainnya

pun dengan sendirinya merasakan hal yang sama. Deskripsi

yang diberikan oleh Farabi tentang kehidupan bersama ini

sangat identik dengan konsep hidup dalam ajaran Islam yang

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~83

dikenal dengan istilah “persaudaraan Islam” (Islamic Brother-

hood), yang pertama sekali dicetuskan pada saat Nabi

Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah. Kaum

Ashar (penduduk asli Madinah) menyambut kaum Muhajirin

(penduduk Makkah) dengan suka cita dan penuh keakraban,

memberi bantuan dalam bentuk apapun dari harta benda

sampai dengan tenaga tanpa mengharapkan pamrih. Sifat ini

dinamakan iestar yang kemudian menjadi cikal bakal

munculnya inspirasi Farabi untuk mengemukakan ide ber-

negara atas dasar” berjanji meniadakan hak masing-masing”

(Ahmad. 1969: 56)

Meniadakan hak masing-masing bukanlah berarti se-

orang individu tidak memiliki wewenang penuh terhadap

harta benda yang menjadi miliknya, tetapi sikap sosial dari se-

seorang yang perlu dipertajam, sehingga kehidupan bersama

dapat diterjemahkan sebagai bentuk kehidupan yang saling

memberi, menerima, tolong menolong dan tenggang rasa

antara sesama. Sikap hidup seperti ini jauh dari rasa egois

dan individualis, seperti kehidupan di zaman modern se-

karang ini.

Keinginan untuk menciptakan kebersamaan yang

hakiki, memang tidak mudah, dan Farabi sangat menyadari

hal itu, apalagi ia merupakan pemikir pertama yang ber-

pendapat bahwa manusia tidak sama antara satu dengan yang

lain. Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor iklim,

lingkungan dan makanan yang dikonsumsi. Menurut Farabi

faktor-faktor tersebut memegang peranan penting dalam

pembentukan watak, pola pikir, perilaku, wawasan, dan adat

istiadat setiap individu, sehingga pribadi seseorang akan jauh

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 84

berbeda dengan yang lainnya. Dalam memahami perbedaan

tersebut Farabi lebih realistis dibandingkan Plato yang

cenderung memahami kebersamaan sebagai keharusan

mutlak yang dimiliki oleh manusia, Farabi memberikan

wewenang penuh pada masyarakat untuk mengwujudkan per-

samaan, kesatuan, dan keseragaman di antara umat manusia

berdasarkan karakter dan kemauan masyarakat itu sendiri

(Sjazdali,1990: 51)

Mengawali perbincangan tentang masyarakat, Farabi

mencoba memahami masyarakat dengan tiga klasifikasi,

yaitu: masyarakat yang sempurna dan masyarakat yang tidak

sempurna. Masyarakat sempurna terbagi lagi menjadi tiga,

masyarakat sempurna besar, masyarakat sempurna sedang

dan masyarakat sempurna kecil. Masyarakat sempurna besar

adalah masyarakat yang mempunyai komitmen bersama

untuk bersatu, saling membantu, dan bekerja sama.

Masyarakat sempurna sedang adalah masyarakat yang terdiri

dari satu bangsa dan menetap di suatu wilayah tertentu,

sedangkan masyarakat sempurna kecil adalah masyarakat

yang tinggal dalam satu kota, dikenal juga dengan istilah

negara kota. Bagi Farabi bentuk masyarakat yang sempurna

hanya terdapat dalam negara kota. Adapun masyarakat yang

tidak sempurna adalah potret penghidupan sosial di tingkat

desa, kampung, lorong dan keluarga. Keluarga merupakan

tipe masyarakat yang paling tidak sempurna dibandingkan

dengan yang lain. Keluarga adalah bagian dari masyarakat,

masyarakat adalah bagian dari negara kota, kehadiran

keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk melayani

kepentingan negara kota. Akan tetapi Farabi tidak bisa

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~85

menyebut unit sosial dari masyarakat ini sebagai bentuk

masyarakat sempurna, karena tidak dapat berswasembada

dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya,

baik kebutuhan ekonomi, sosial budaya dan spiritual

(Sjazdali,1990: 52)

Mengikuti alur pemikiran Farabi tentang bentuk

masyarakat sempurna, maka masyarakat sempurna kecil atau

negara kota (negara) sebagai kesatuan politik yang terbaik

menjadi fokus observasi Farabi yang kemudian berkembang

lagi menjadi bentuk-bentuk negara. Negara yang paling baik

disebutnya sebagai negara utama, sedangkan kebalikannya

adalah negara yang bodoh, negara yang rusak, negara yang

merosot. Negara utama atau bahagia ibarat tubuh manusia

yang sempurna dan sehat, semua aktivitas berjalan dengan

baik dan terkoordinasi dengan rapi. Semua warga negara

mampu menempatkan dirinya dengan baik pada setiap

proporsinya tanpa melenceng jauh dari ketentuan yang telah

disepakati. Di peringkat pertama terdapat seorang pimpinan

dan sejumlah warga yang kredibilitasnya mengimbangi sang

pimpinan dan masing-masing memiliki bakat dan keahlian

untuk melaksanakan tugas-tugas, untuk mendukung

kebijakan atasan, Di bawah mereka terdapat sekelompok

warga yang bertugas mengerjakan dan membantu tugas

seorang kepala beserta stafnya. Kemudian di bawah mereka

terdapat kelompok lain yang bertugas membantu rekan-rekan

yang di atasnya, dan seterusnya sampai pada kelas terakhir

dan terendah yang terdiri dari warga-warga, yang bertugas

melayani kelas-kelas yang lain sampai pada tingkatan orang-

orang yang tidak dilayani oleh siapapun (Sjazdali,1990:54).

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 86

Sebuah negara yang hanya mampu menciptakan

penderitaan berkepanjangan bagi rakyatnya, sehingga rakyat

tidak pernah mengetahui apa itu kebahagiaan, Farabi me-

nyebut negara tersebut sebagai negara bodoh, rusak dan

sesat. Bentuk negara ini adalah kebalikan dari negara utama.

Negara yang bodoh itu ada bermacam-macam. Ada negara

yang sangat primitif yang hanya mencukupi kebutuhan

rakyatnya secara terbatas, seperti makanan, minuman,

pakaian, tempat tinggal, perkawinan dan bekerja sama untuk

mewujudkan keperluan tersebut. Dari negara yang primitif

meningkat ke yang lebih maju, yaitu negara yang mendorong

rakyatnya untuk meningkatkan kehidupan materi dan pe-

numpukan kekayaan.

Dalam negara yang bodoh, penguasa memberikan

anjuran pada rakyatnya terbatas hanya untuk menikmati ke-

hidupan dengan makanan, minuman, seks dan hiburan. Ada

yang cuma menginginkan ketenaran semata, melakukan

ekspansi dan penaklukan negara-negara lain, untuk ke-

sombongan, dan ada negara dalam kualifikasi negara bodoh

yang masing-masing dari rakyatnya menikmati kebebasan

melakukan apa yang diinginkan yang pada akhirnya me-

nimbulkan anarkhi (Sjadzali, 1990: 57).

Bentuk negara bodoh menyiratkan kehidupan yang

semata-mata mengunggulkan kepentingan duniawi dengan

pemenuhan hasrat biologis yang sangat mencolok. Kehidupan

dalam negara bodoh tidak pernah mempertimbangkan hal-

hal yang immaterial, karena rakyat hanya diperkenalkan pada

kebahagiaan yang semu. Padahal kebahagiaan yang di-

dambakan oleh setiap manusia adalah kebahagiaan abadi,

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~87

kemakmuran dan keadilan yang menyeluruh dalam suatu

negara yang menghargai rakyatnya dengan baik, bukan

negara yang mendahulukan ambisi dengan menjadikan

rakyat sebagai tumbal yang tidak berdosa.

Menciptakan negara utama (ideal) bukanlah tugas yang

mudah. Suatu negara yang menghimpun beragam corak

individu tidak gampang menerima perintah dan dijalankan

dengan sebaik-baiknya. Banyak yang justru menyimpang dan

melakukan tindakan sendiri, walaupun bertentangan dengan

kesepakatan bersama. Untuk menciptakan masyarakat yang

ideal dibutuhkan intervensi dan tangan bijaksana seorang

pemimpin yang mampu mengayomi rakyatnya dengan penuh

perhatian. Tentu saja tidak setiap individu mampu me-

lakukannya. Dibutuhkan seseorang yang benar-benar

sanggup menjalankan tugas ini, bukan hanya dia sebagai

tokoh kharismatik dan didukung oleh banyak rakyat, se-

hingga dia dapat dipilih menjadi pemimpin tanpa mem-

pertimbangkan kualitas diri yang dimilikinya. Bagi Farabi

sebagaimana dikutip oleh Ahmad (1968: 141), memberikan

kriteria yang sangat berat untuk seorang pemimpin, yaitu:

seorang kepala negara utama adalah anggota masyarakat

atau manusia yang paling sempurna, dari kelas yang tertinggi

serta dibantu oleh orang-orang yang selevel dengannya. Me-

miliki dua belas kualitas luhur dari sisi moralitas, dan yang

sebagian telah melekat dalam dirinya yang di bawa sewaktu

lahir sebagai watak yang alami dan fitri, namun sebagian

yang lain harus ditumbuhkan melalui pendidikan, pengajaran

serta pelatihan yang terus menerus, terarah dan disiplin.

Oleh karenanya pembinaan dan pembentukan pribadi calon

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 88

pemimpin dilakukan di bawah pengawasan yang ketat.

Menurut Farabi pemimpin ideal adalah Nabi, sebab Nabi

adalah manusia pilihan yang telah teruji integritasnya, serta

mendapatkan kebenaran langsung dari Allah SWT melalui

Jibril. Namun untuk zaman sekarang dan seterusnya, ketika

Nabi sudah tidak ada lagi, maka pemimpin ideal dan terbaik

hanyalah para filsuf atau imam (penguasa tertinggi yang di-

kenal dengan sebutan imam yang adil).

Adapun dua belas kualitas luhur yang ditetapkan

Farabi untuk calon pemimpin adalah; (1) lengkap anggota

badannya; (2) baik daya pemahamannya; (3) tinggi

intelektualitasnya, (4) pandai mengemukakan pendapatnya

dan mudah dimengerti uraiannya; (5) pencinta pendidikan

dan gemar mengajar; (6) tidak loba atau rakus dalam hal

makanan, minuman dan wanita; (7) pencinta kejujuran dan

pembenci kebohongan; (8) berjiwa besar dan berbudi luhur;

(9) tidak memandang penting kekayaan dan kesenangan-

kesenangan duniawi yang lain; (10) pencinta keadilan dan

pembenci perbuatan zalim; (11) tanggap dan tidak sukar

diajak menegakkan keadilan bahkan sebaliknya sulit untuk

melakukan atau menyetujui tindakan keji dan kotor; dan (12)

kuat pendirian terhadap hal-hal yang menurutnya harus

dikerjakan, penuh keberanian, tinggi antusiasmenya, bukan

penakut dan tidak berjiwa lemah atau kerdil (Ahmad, 1968:

141)

Dua belas sikap terpuji yang disyaratkan Farabi untuk

calon pemimpin memang agak sulit didapatkan dari se-

seorang. Sikap tersebut menjadi semakin utopis lagi me-

ngingat banyaknya individu yang setelah menduduki pucuk

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~89

pimpinan semakin terobsesi untuk mempertahankan kepe-

mimpinan dengan berbagai cara. Sikap adil sebagai salah satu

syarat utama pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat sering dilupakan karena kerakusan dan itu men-

jadi awal kehancuran suatu negara. Sulitnya mencari tipe pe-

mimpin yang ditawarkan Farabi, bukan berarti seorang pe-

mimpin boleh sembarangan saja, seleksi harus tetap di-

laksanakan, setidaknya orang yang berilmu dan beriman, se-

hingga kebijakan-kebijakan yang bernafaskan kezaliman

dapat lebih dieliminasi. Kebahagiaan sejati hanya didapatkan

dengan tindakan-tindakan yang mulia, kebajikan yang utama

dan kepemimpinan yang benar-benar ditegakkan atas niat

yang tulus.

2. Versi Ibnu Sina

Abu Ali al-Husein ibn Abdillah ibn Hasan ibn Ali ibn

Sina adalah nama panjang seorang filsuf ternama dalam dunia

Islam dan mendapat gelar kehormatan sebagai Syaikh ar-Ra’is.

Akan tetapi dia lebih dikenal dengan panggilan nama akhir-

nya saja yaitu Ibnu sina. Dilahirkan di desa Efsyanah

(kawasan Bukhara) pada tahun 370 H./1980 M, dari keluarga

yang bermazhab Syi’ah (Daudy, 1986: 66). Ayahnya bernama

Abdullah berasal dari Balkah, pernah menjadi Gubernur di

wilayah Bukhara yang diangkat oleh penguasa Samaniyah,

Nuh II bin Mansur. Ibunya bernama Astarah, berasal dari desa

Afshanah, Persi, yang sekarang lebih dikenal dengan

Afghanistan (Ahmad, 1974: 28). Ibn Sina dibesarkan di daerah

kelahirannya, Bukhara, dan di sanalah Ibn Sina mempelajari

berbagai disiplin ilmu, seperti : filsafat, kedokteran, politik dan

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 90

ilmu-ilmu agama lainnya, sampai dia mampu menghafal al-

Quran dengan sangat sempurna (Daudy, 1986: 66).

Ibnu Sina meninggalkan Bukhara pada usia 22 tahun,

setelah ayahnya meninggal dunia dan ia pergi ke Jurjan. Di

Jurjan ia mulai mengajar dan mengarang. Tetapi karena

kondisi yang tidak kondusif di Jurjan, Ibnu Sina sering ber-

pindah dari satu tempat ke tempat lain sampai akhirnya ia

tiba di Hamadah, dan menghabiskan sisa hidupnya di sana

(Mustofa, 1997: 189) Ibnu Sina adalah sosok manusia karier

yang hidup penuh dengan perjuangan, di tengah dunia muslim

mengalami perubahan pesat dan kegelisahan jiwanya tidak

dapat memberikan kemerdekaan, serta kedamaian yang di-

perlukan oleh kesibukannya sebagai seorang intelektual

besar. Dalam kondisi pikirannya yang kacau, Ibnu Sina masih

sanggup menyelesaikan sejumlah karya monumental di ber-

bagai disiplin ilmu pengetahuan. Kesibukannya menulis dan

keasyikannya menekuni bidang politik membuat kondisi ke-

sehatannya menurun, akibatnya Ibnu Sina menderita sakit

perut yang luar biasa, dan akhirnya Ibnu Sina meninggal

dunia pada tahun 428H./1037 M, dalam usia 57 tahun (Jamil,

1984: 141-142).

Diskursus tentang pemikiran pemerintahan dan ke-

pemimpinan dalam Islam kurang lengkap terasa, tanpa meng-

hadirkan pemikiran brilian dari Ibnu Sina yang juga dijuluki

dokter, politikus, dan negarawan. Satu-satunya tokoh yang

mampu menyatukan profesi yang bertolak belakang antara

satu dengan lainnya. Akan tetapi nama Ibnu Sina sering di-

lupakan dalam pembahasan ilmu politik, bukan saja oleh

kalangan pemikir politik dunia Islam, bahkan dunia Barat

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~91

sekalipun sangat jarang mengambil Ibnu Sina sebagai salah

satu tokoh penggagas ilmu pemerintahan. Padahal Ibnu Sina

juga memiliki konsep pemerintahan yang tidak kalah unggul-

nya dengan teori-teori kenegaraan lainnya.

Keingin-tahuannya tentang dunia politik sudah diawali

semenjak dia remaja, ayahnya yang merupakan salah seorang

tokoh terkemuka dari aliran Isma’iliyah kelompok yang

menjadi bagian integral dari partai Syi’ah, selalu melibatkan

Ibnu Sina dalam perbincangan mengenai berbagai persoalan

aktual yang terjadi, juga ketika pelebaran sayap kekuasaan

aliran ismailiyah sampai ke Bukhara, di bawah pimpinan pe-

merintahan Fatimiyah yang berpusat di Mesir (Ahmad,

1974:41) Pengalaman yang diberikan oleh orang tuanya

secara tidak langsung tersebut telah mengantarkan Ibnu Sina

menjadi administrator di Samaniyah, menteri pertama di

Hamadan, dan untuk kedua kalinya dipercayakan menjadi

perdana menteri di tempat yang sama, dan terakhir sebagai

penasehat agung di Isfahan (Ahmad, 1974: 83).

Keterlibatannya langsung dalam kancah politik men-

jadikan Ibnu Sina melihat secara jelas semua peristiwa yang

terjadi di masyarakat. Seringnya ia mengadakan lawatan ke

daerah-daerah tempat dimana ia dipercaya untuk menjabat

tugas pemerintahan, membuka wawasan Ibn Sina tentang apa

yang seharusnya dilakukan oleh penguasa terhadap rakyatnya

dan apa keinginan yang paling utama yang didambakan

rakyat. Dalam perjalanan karier politiknya Ibnu Sina juga

mengalami kegetiran yang luar biasa, akibat dari mem-

perjuangkan cita-cita politik yang dianutnya, ia pernah

menjadi buronan yang di kejar-kejar sampai beberapa kali

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 92

masuk penjara. Ibnu Sina dikenal sangat konsisten dengan

pendiriannya dan sangat gigih dalam memperjuangkan nasib

rakyat. Dia selalu memihak pada kepentingan rakyat dengan

segala konsekwensinya, daripada menundukkan wajah ter-

hadap kezaliman. Untuk rakyat, Ibnu Sina pernah meletakkan

jabatannya sebagai menteri pertama (Ahmad, 1974: 230).

Oleh karena itu ide tentang negara dalam konsepsi Ibn

Sina lebih mengarah pada kehidupan realistis, jauh lebih

transparan bila dibandingkan dengan pemikiran Farabi yang

hanya mencita-citakan sebuah negara ideal tanpa pernah

terlibat langsung dalam pemerintahan di masa kehidupannya.

Keterlibatannya di bidang politik, tidak membuat Ibnu

Sina melupakan tugasnya dalam bidang ilmu pengetahuan.

Dia juga seorang dokter istana yang sangat dihormati karena

kepintarannya. Dia juga banyak mengarang buku-buku

tentang filsafat umum, metafisika, psikologi, logika, sastra,

theologi, tafsir dan buku tentang tasawuf. Kebiasaan hidupnya

yang selalu bergaul dengan orang-orang istana membuat ia

lebih berani dan siap menduduki jabatan politis.

Ibnu Sina berpendapat bahwa politik tidak bisa di-

lepaskan dari agama karena hampir semua pembahasan dari

ilmu-ilmu Islam berkaitan dengan politik, seperti masalah

terjadinya dan berakhirnya dunia, fiqh, dan ibadah. Adapun

yang paling mendominasi bidang politik antara ilmu-ilmu ter-

sebut antara lain; 1) ilmu akhlak 2) ilmu mengatur rumah

tangga 3) ilmu tata negara, dan 4) ilmu nubuwwah (kenabian)

(Ahmad, 1974: 186). Meskipun diakui buku-buku politik Ibnu

Sina sangat sedikit jumlahnya, akan tetapi uraian yang di-

berikannya sangat padat, sehingga dapat tersusun menjadi

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~93

suatu teori dalam ilmu politik. Buku-buku politik Ibnu Sina

yang telah diterbitkan antara lain :

1. As Syifaa’, bab (maqalah) ke 10 dari ilmu metafisika.

Bab ke 10 ini dibaginya kepada 5 pasal : 1. Tentang awal

dan akhir dunia (mabda’ wal ma’ad); 2. Menetapkan

nubuwah dan cara-cara dakwah yang dijalankan Nabi; 3.

Ibadah dan faedahnya untuk dunia dan akhirat; 4. Pem-

bentukan negara dan rumah tangga dengan segala aturan-

nya secara umum; dan 5. Khalifah dan imam serta wajib

taat kepadanya, juga penegasan tentang politik, mua’malat

(ekonomi dan sosial), dan akhlak.

2 Risaalah as-Siyaasah (Book on Politics), berisikan tentang

ilmu politik. Risalah ini diperoleh dalam kumpulan tiga

belas buah risalah yang masih ditulis tangan di per-

pustakaan Leiden Nederland. Buku tersebut telah dijual ke-

pada Muhammad bin Ahmad pada tahun 408 Hijrah, ditulis

Ibnu Sina 20 tahun sebelum kematiannya. Dipublikasikan

pertama sekali oleh Majalah al- Masyriq yang pimpin oleh

Abu Luis Makluf dari Yesuit pada tahun 1906. Dalam buku

as-Siyasah sebagaimana dikutip Dr. Muhammad Yusuf

Musa isinya menguraikan tentang keluarga dan susunan

rumah tangga, serta pendidikan. Ibnu Sina telah berusaha

menghimpun ketiga unsur tersebut menjadi bagian integral

negara yang tidak bisa dipisahkan. Membicarakan negara

berarti mempersoalkan politik, berarti juga membicarakan

keluarga dan rumah tangga, juga membicarakan pen-

didikan. Secara ringkas pendapat Ibnu Sina adalah sebagai

berikut:

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 94

a. Negara adalah suatu badan politik

b. Rumah tangga adalah sumber utama dari negara dan

sumber inspirasi, dan

c. Pendidikan adalah jalan yang paling esensial untuk

negara (Ahmad,1974:187)

3. Fi aqsam al ‘ulum al ‘aqliyah ( On the division of the Rational

Sciences) Klasifikasi Ilmu-ilmu Akal

Buku ini memunculkan ide-ide Ibnu Sina tentang ilmu-ilmu

rasional yang dimulai dengan ilmu filsafat dan cabang-

cabangnya, kemudian bagian ilmu yang teoritis ilmiyah dan

ilmu yang praktis. Dalam bukunya tersebut Ibnu Sina me-

masukkan ilmu alam, matematika, metafisika, dan logika.

Ilmu metafisika tercakup di dalamnya wahyu Tuhan dan

kenabian. Walaupun karangannya ini tidak secara spesifik

menjelaskan politik, tetapi di dalamnya terdapat uraian

politik, ekonomi bahkan moral secara jelas juga hubungan

antara ketiga ilmu tersebut dalam suatu negara, sebagai-

mana halnya hubungan antara negara, rumah tangga dan

individu (Ahmad, 1974: 190)

4. Fi Itsbat an Nubuwat (On the Ptoof of Prophecies)

menetapkan adanya kenabian. Karangannya ini mem-

perjelas kedekatan hubungan pemikiran politik Ibnu Sina

dengan ajaran Islam. Bagi Ibnu Sina Nabi Muhammad SAW

adalah sosok pemimpin yang paling ideal dan sistem pe-

merintahan yang dipraktikkan Nabi Muhammad SAW

adalah model politik yang patuh dicontoh (Ahmad, 1974:

192)

5. Al Arzaaq (On Economics) tentang pembahagian rezeki.

Dalam buku ini Ibnu Sina menyusun secara rapi

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~95

perbincangan tentang ekonomi mulai dari ekonomi rumah

tangga sampai ekonomi rakyat dan negara. Dijelaskan juga

tentang prinsip-prinsip ekonomi dan praktiknya yang ber-

kaitan erat dengan neraca anggaran yang harus dilakukan

mencakup pengeluaran dan pemasukan. Ibnu Sina ber-

keyakinan bahwa ekonomi memegang peranan penting

dalam membentuk suatu negara (Ahmad,1974:194)

6. Tadaabier ul manaazil ‘an as siyaasah al Ilaahiyah

(penyusunan kekeluargaan dan politik Ketuhanan). Buku

tersebut menggambarkan karakter dari politik yang ber-

dasarkan ketuhanan yang diinginkan oleh Ibnu Sina yaitu

sifat kekeluargaan.

7. Tadbier ul junud wal mamaaliek wal ‘asaakir wa arzaaqihim

wa kharaj al mamaaliek (Book on the army and finance)

tentang pertahanan dan angkatan bersenjata, gaji dan

keuangan negara (Ahmad, 1974: 195)

Judul panjang dari buku tersebut menggambarkan dengan

jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan keuangan

dalam negara. Keuangan negara digunakan sebesar-besar-

nya untuk keperluan pertahanan sampai ke gaji angkatan

bersenjata adalah uang yang berasal dari rakyat dan sudah

seharusnya politik pertahanan adalah politik kerakyatan.

Keseluruhan karangan Ibnu Sina tentang politik telah

disusun oleh Zainal Abidin Ahmad dalam sebuah buku yang

diberi judul Negara Adil dan Makmur menurut Ibnu Sina. Ibnu

Sina menjadi orang pertama yang mencetuskan ide tentang

negara adil dan makmur. Walaupun tidak dapat dipungkiri

bahwa inspirasinya muncul dengan bantuan pemikiran politik

Plato, Aristoteles, dan juga gurunya Farabi. Ibnu Sina telah

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 96

berusaha menyusun pemikiran tersebut secara sistematis,

dengan memasukkan ajaran Islam sebagai landasan prinsip-

nya, dan garis tegas untuk idenya. Ditambah lagi dengan pe-

ngalaman pribadi dan lawatan yang dilakukan ke berbagai

daerah ketika dia menjabat sebagai Perdana Menteri. Ke-

nyataan tersebut telah membuat Ibn Sina mampu secara

konsisten untuk menyusun ide kenegaraannya.

Teori adil dan makmur dalam pemahaman Ibnu Sina

dimulai dari faktor ekonomi. Belajar dari sejarah Islam, Ibnu

Sina mempunyai keyakinan bahwa soal ekonomi menjadi

sumber revolusi sosial yang sangat signifikan. Dia menyadari

bahwa pembentukan masyarakat Islam pertama dimulai oleh

Nabi Muhammad SAW, dengan menyusun perekonomian

umat Islam. Kaum anshar yang memiliki banyak harta ke-

kayaan menyumbangkan hak miliknya kepada kaum

muhajirin yang tidak memiliki apapun, sehingga terbentuk ke-

harmonisan antara yang kaya dengan miskin (Ahmad, 1974:

11).

Sebagaimana pandangan Plato dan Aristoteles tentang

manusia sebagai makhluk sosial yang cenderung hidup

bersama, sampai munculnya keinginan untuk membentuk

negara, berpengaruh pada alam pikir Ibnu Sina, ia sependapat

bahwa manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan

yang lain. Namun Ibnu Sina mendukung adanya milik pribadi

setiap manusia. Dia menolak paham milik bersama Plato, yang

tidak mengakui milik pribadi. Walaupun pada bukunya Nomoi

Plato akhirnya menerima akan keharusan adanya hak milik

perseorangan. Ibnu Sina berpegang teguh pada prinsipnya

tentang hak milik pribadi yang bersumber pada ajaran Islam.

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~97

Ibnu Sina juga sangat menekankan bahwa negara harus

bertanggung jawab pada terwujudnya kesejahteraan rakyat,

dan atas penghidupan yang layak bagi seluruh rakyat di

bawah kekuasaannya. Seorang pemimpin tidak boleh menyia-

nyiakan rakyatnya dalam penderitaan, yang membuat mereka

menjadi budak dalam negaranya sendiri.

Pembicaraan kenegaraan Ibnu Sina lebih banyak me-

libatkan rakyat sebagai subjek, dan Ibnu Sina sangat sedikit

membicarakan tentang kepala negara sebagaimana yang di-

lakukan Farabi. Ibn Sina melihat kepala negara bukanlah

sumber kekuasaan dari negara, tetapi lebih merupakan akibat

dari kekuasaan yang berada di tangan rakyat. Maka per-

bincangan tentang rakyat lebih ditempatkan sebagai yang

utama, baik rakyat secara pribadi maupun dalam keluarga.

Corak pemikiran Ibnu Sina ini lebih berorientasi dari

bawah ke atas (buttom up) bukan dari atas ke bawah (top

down). Ibnu Sina tidak mengesampingkan kehadiran rakyat

sebagai pribadi yang sangat memegang peranan penting

dalam pembentukan negara. Dari pribadi (individu), muncul

keluarga yang kemudian berkembang dalam organisasi yang

lebih besar. Setiap pribadi manusia harus diberikan pen-

didikan yang cukup, sehingga ia mampu menjadi warga

negara yang baik. Pendidikan pribadinya direalisasikan untuk

keluarga yang berakibat positif bagi eksistensi negara. Secara

tegas, Ibnu Sina mengatakan adanya kepala keluarga akan

memunculkan kepala pemerintahan yang memiliki sifat ke-

bapakan, bagian dari rakyat yang mampu memimpin keluarga

besar yang bernama negara. Dari sini Ibnu Sina sudah mulai

menanamkan prinsip kerakyatan. Dengan prinsip ini Ibnu Sina

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 98

mulai menyusun politik kerakyatan, dan ekonomi kerakyatan

(Ahmad, 1974: 21)

Berbeda dengan gurunya al-Farabi yang menulis secara

khusus teorinya tentang negara Al Madinah Al Fadhilah

(Negara Utama). Ibnu Sina tidak memberikan judul khusus

tentang negara, hanya saja dalam bukunya As Syifa’ bab ke 10

ia menyebutkan 3 nama tentang ide negara yang dicita-

citakannya:

a. Al Madinah Al Fadhilah (negara Colectivis) yang bercorak

kemasyarakatan. Meskipun judul yang digunakannya

sama dengan al-Farabi, tetapi penerjemahannya lebih di-

orientasikan kepada sifat yang tepat dan idenya yang

hakiki,

b. Al Madinah al ‘Adilah (negara adil) yaitu negara yang

berpegang teguh pada hukum dan menjunjung tinggi ke-

adilan. Keadilan yang diinginkan Ibnu Sina meliputi se-

luruh aspek ekonomi dengan pembagian yang adil dan

merata,

c. Al Madinah al Hasanah al Siyrah (negara moral) yaitu

negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Tidak

hanya warga secara pribadi yang harus bersikap dan ber-

tindak dengan akhlak yang utama, tetapi negara dan

masyarakat haruslah tunduk kepada hukum moral yang

tidak tertulis (Ahmad, 1974: 160).

Interpretasi yang dikemukakan Ibnu Sina tentang

pentingnya hidup bernegara jauh lebih mendalam dari filsuf

Yunani ataupun al-Farabi. Ibnu Sina tidak memberikan tempat

pada masyarakat yang tidak bernegara, seperti halnya yang

diberikan oleh al-Farabi dengan nama masyarakat yang belum

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~99

sempurna. Nama yang demikian tidak ada dalam konsepsi

Ibnu Sina. Syarat utama bagi suatu negara ialah adanya hukum

dan keadilan, ada pemimpin yang membuat dan melaksana-

kan hukum tersebut, dan melindungi keadilan. Sebagaimana

dikatakan Ibnu Sina manakala kebenaran sudah nyata, maka

pastilah hidupnya manusia berkumpul bersama manusia lain,

dan berkumpul ini tidaklah sempurna tanpa adanya

masyarakat yang dengan segala sebab-sebab yang harus di-

lakukannya. Masyarakat tersebut memerlukan adanya hukum

dan keadilan. Adanya hukum dan keadilan memerlukan ada-

nya pembuat hukum dan pelaksana keadilan. Pembuat hukum

dan pelaksana keadilan harus sanggup berbicara dengan

rakyat dalam bahasa yang mudah dimengerti, dan mampu

menjadikan rakyat taat atas hukum tersebut. Pembuat hukum

dan pelaksanaan keadilan haruslah dari rakyat. Tidaklah

boleh manusia mengikuti pemikirannya masing-masing, se-

hingga terjadinya perselisihan dan beranggapan bahwa pen-

dapatnya yang benar dan adil, semua yang bertentangan

dengan dia adalah salah dan zalim. Maka adanya pembuat

hukum dan pelaksana keadilan sangat diperlukan untuk me-

melihara kehidupan manusia, melebihi perlunya bulu mata

dengan alis matanya, begitu juga adanya tulang-tulang pada

lutut kakinya, dan segala kepentingan lain yang sangat di-

butuhkan. Bahkan manfaat yang paling banyak untuk ke-

pentingan hidup dan terciptanya manusia yang baik di dunia

ialah dengan membuat hukum dan keadilan sebagaimana

yang telah diterangkan oleh Ibnu Sina.

Tidaklah mungkin inayah Tuhan Yang Maha Esa meng-

hendaki adanya berbagai manfaat bagi manusia dengan tidak

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 100

menghendaki adanya hukum, dan keadilan yang menjadi

sendi kebutuhan itu. Tidak mungkin Tuhan sebagai First

Principle dan malaikat yang mengetahui segala kebutuhan

manusia tidak mengetahui perlunya hukum dan keadilan,

sebagaimana tidak mungkin bahwa Dia yang mengetahui

segala peraturan yang diadakan dan yang dibutuhkan untuk

mengatur segala jalan kebaikan, tetapi tidak diadakannya.

Bagaimana dapat diterima akal bahwa segala sesuatu yang

ter-gantung pada hukum dan keadilan itu sudah terjadi,

sedang hukum dan keadilan itu sendiri tidak diperoleh

(Ahmad, 1974: 215).

Penjelasan yang diberikan Ibnu Sina mempunyai arti

bahwa tidak mungkin berdirinya suatu negara tanpa adanya

hukum yang ditaati oleh rakyatnya, dan hukum tersebut di-

laksanakan dengan keadilan. Jika manusia membutuhkan

negara sebagai suatu persekutuan hidup yang sah dan resmi

maka syarat yang terpenting untuk negara adalah hukum dan

keadilan. Secara ringkas dapat dikualifikasikan bahwa negara

yang diinginkan oleh Ibnu Sina adalah; 1) negara memerlukan

adanya hukum, 2) hukum haruslah berisikan keadilan, 3)

hukum dan keadilan memerlukan adanya pembuat hukum

dan pelaksana keadilan yaitu pemerintah, 4) pembuat hukum

dan pelaksana keadilan haruslah manusia yang mampu ber-

komunikasi langsung dengan rakyat, 5) hukum dan keadilan

adalah untuk mengatur kebutuhan hidup rakyatnya.

Supremasi hukum dan keadilan menjadi target utama

yang harus dijalankan dalam suatu negara. Tanpa hukum dan

keadilan suatu negara tidak akan terbentuk. Ibn Sina me-

nuntut lebih baik tidak ada kesempurnaan tubuh asalkan

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~101

dalam suatu negara ada hukum dan keadilan. Mungkin ini ber-

lebihan, namun Ibnu Sina ingin memperlihatkan betapa

pentingnya keadilan dan hukum demi tegaknya negara dan

terwujudnya sistem kemasyarakatan yang baik. Keadilan bagi

Ibnu Sina mencakup seluruh lini kehidupan, dimulai dari ke-

adilan di bidang pemerataan ekonomi sampai kepada pe-

netapan hukuman bagi orang yang melakukan pelanggaran

harus sesuai dengan perbuatan jahat yang dilakukan.

Negara dalam perspektif Ibnu Sina harus berlandaskan

pada musyawarah untuk mencapai mufakat, tidak ada tempat

bagi diktator dan otoritas individu. Negara juga berdasarkan

pada azas gotong royong, saling tolong-menolong, berjiwa

kolektif yang disebut oleh Ibnu Sina Madilah al Fadhillah

(Negara Kolletif). Semua permasalahan yang menyangkut

rakyat dan negara harus diatur oleh undang-undang, dan

undang-undang tersebut harus dijalankan dan dipatuhi.

Undang-undang yang dibuat harus bersandarkan kepada al

Quran dan hadits nabi, sebab Allah SWT, telah mengutus nabi

–nabi untuk memimpin manusia dan membimbing manusia ke

jalan yang suci dan benar. Oleh karena itu manusia harus

senantiasa mentaati peraturan yang sejalan dengan ajaran

agama Islam (Ahmad, 1974: 217). Memang pemikiran Ibnu

Sina terpengaruh dengan ajaran agama yang dianutnya, yaitu

agama Islam.

Menurut Ibnu Sina tugas menjadi pemimpin me-

rupakan tugas yang sangat berat, oleh karena itu Ibnu Sina

menetapkan beberapa syarat seorang pemimpin antara lain :

(1) mempunyai kecerdasan akal yang mendalam (2) memiliki

akhlak mulia (3) memiliki keberanian (4) memiliki visi dan

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 102

misi yang jelas (5) dan mengerti hukum syari’ah secara baik

yang termanifestasi dari pemikirannya, serta disetujui secara

umum .

Berbeda dengan al-Farabi, Ibnu Sina tidak me-

masukkan syarat filosof yang bersifat nabi sebagai syarat lain

dari seorang pemimpin. Hanya yang paling penting seorang

pemimpin bagi Ibnu Sina harus cerdas, berakhlak mulia, dan

mengetahui secara mendalam tentang syariah Islam sebagai

landasan utama pelaksanaan suatu pemerintahan. Secara jelas

memang hampir tidak ada pembahasan yang terperinci

mengenai bentuk atau tipe seorang pemimpin menurut Ibnu

Sina. Akan tetapi apabila dikaji dari pernyataan Ibnu Sina

berikut ini, ”manakala kebenaran ini sudah nyata, maka pasti-

lah hidup manusia berkumpul bersama manusia lainnya, dan

berkumpul ini tidaklah sempurna tanpa adanya masyarakat,

hidup dengan segala sebab-sebab yang harus dilakukannya.

Masyarakat memerlukan hukum sunnah dan keadilan. Adanya

hukum dan keadilan memerlukan adanya pembuat hukum

dan pelaksanaan keadilan. Pembuat hukum dan pelaksana

keadilan harus mampu berbicara dengan rakyat (dalam

bahasa yang dimengerti), dan sanggup menjadikan mereka

mentaati segala peraturan hukum itu. Pembuat hukum dan

pelaksana keadilan itu haruslah manusia (dari rakyat)”.

Statemen Ibnu Sina itu menyiratkan bahwa kepemimpinan

yang dinginkan oleh Ibnu Sina harus bersandarkan pada

hukum Islam.

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~103

Page 104: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 104

BAB V

KONSEPSI KEPEMIMPINAN

MENURUT MUJADDIN ISLAM

A. Ibnu Taimiyah

Nama lengkapnya Taqi al-Din Abul-Abbas Ibnu Abdul

Halim Ibnu Abdus-Salam Ibnu Taimiyah. Ia lahir pada 22

Januari 1262 M/ 661 H di Harran, dekat Damaskus Syria

(Azhar, 1997: 92). Lima tahun setelah jatuhnya Baghdad ke

tangan bangsa Tatar, yang berarti berakhirnya dinasti

Abbasyiah. Pada usia 6 tahun ia mengikuti ayahnya pindah ke

Damaskus untuk menghindari kekejaman bangsa Tatar.

Ayahnya, Abu al-Mahasin Abdu al-Halima bin Abdullah adalah

seorang ahli fiqh Hanbaly juga ahli tafsir dan hadits yang

sekaligus menjadi guru pertama bagi Ibnu Taimiyah, sebelum

dia belajar pada guru lain seperti Ali Zain al-Din al-

Muqaddasi, Najm al-Din bin Asakir, Zainab binti Maki dan be-

berapa guru lainnya. Di usia 20 tahun ketika ayahnya me-

ninggal dunia, Taimiyah mulai menunjukkan perhatian besar

untuk mempelajari fiqh Hanbali, di samping mendalami ilmu-

ilmu al-Qur’an, hadits, dan teologi (Sjazali, 1990: 79). Ibnu

Taimiyah segera menduduki jabatan-jabatan yang pernah di-

percayakan kepada ayahnya untuk menjadi guru, hakim, dan

menjadi khatib di mesjid-mesjid. Disitulah awal kariernya

yang kontroversial dimulai sampai ia menjadi seorang pemikir

Page 105: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~105

yang sangat bebas dengan didukung oleh ketajaman intuisi,

setia pada kebenaran, piawai dalam berpidato, penuh ke-

beranian dan sangat tekun.

Ibnu Taimiyah mempunyai semua persyaratan yang

dapat mengantarkannya menjadi pribadi yang luar biasa.

Namun sangat disesalkan cara berpikirnya yang bebas, justru

menimbulkan permusuhan dengan pengikut-pengikut mazhab

Syafi’i sehingga jabatan itu dilepas dari tangannya (Jindan,

1995: 21). Akan tetapi namanya terlanjur terkenal di dunia

Islam dan Taimiyah ditugaskan untuk berkhutbah jihad me-

lawan suku Mongol yang menyerbu Suriah, serta me-

naklukkan Damaskus. Khutbahnya menggembleng rakyat dan

menggugah Sultan Mesir, al-Nasir untuk mengangkat senjata

melawan orang-orang Mongol. Pada perang dahsyat di Marj-

as-Shafar 1902 M, Ibnu Taimiyah berjuang dengan gagah

berani menjatuhkan pasukan Mongol sehingga pasukan itu

terusir dan menderita kerugian besar. Sejak saat itu hingga

akhir hidupnya, Taimiyah memulai hidupnya dengan keras

dan sengsara. Pandangan bebasnya seolah-olah menjadi

kutukan bagi hidupnya. Taimiyah menyarankan oposisi di ber-

bagai daerah yang menimbulkan amarah para pemuka pe-

merintahan. Pada tahun 1307 M, Taimiyah bersama saudara-

nya dipenjara selama 4 tahun karena dituduh mempertalikan

sifat manusia dengan sifat Tuhan.

Setelah dibebaskan Taimiyah dijadikan guru besar di

sekolah yang di dirikan oleh Sultan Mesir. Tujuh tahun setelah

pengabdiannya, Taimiyah diizinkan pulang ke Damaskus

untuk diangkat menjadi guru besar, tetapi sengketa besar

dengan Sultan membawa Taimiyah kembali ke penjara

Page 106: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 106

beberapa bulan (Ahmad, 1984: 102). Ibnu Taimiyah adalah

penganut keunggulan hati nurani individual yang memiliki

corak berpikir bebas, yang memunculkan kontroversi muslim

ortodoks dan konvensional. Kutukannya yang mematikan

terhadap praktek-praktek pemujaaan orang suci dan pe-

nganutnya menimbulkan dendam di hati Sultan, dan terpaksa

mengurung Taimiyah di benteng Damaskus pada 1326 M. Di

tempat tersebut Taimiyah tekun menulis al-Quran dan surat

selebaran lainnya tentang persoalan yang kontroversial.

Taimiyah wafat di penjara pada 1327 M, kabar kematiannya

membuat suram kota Damaskus (Ahmad, 1984: 103).

Ibnu Taimiyah dikenal sebagai pemikir yang memiliki

intuisi yang tajam, setia kepada kebenaran, piawai dalam

berpidato, dan lebih dari itu Taimiyah memiliki keberanian

dan ketekunan. Ia memiliki semua persyaratan yang me-

ngantarkannya kepada pribadi yang luar biasa (Jindan, 1995:

21).

Ibnu Taimiyah hidup pada masa dunia Islam

mengalami puncak disintegrasi politik, dislokasi sosial dan

dekadensi akhlak serta moral. Kekuasaan pemerintah tidak

lagi berada di tangan khalifah yang bertahta di Baghdad, me-

lainkan pada penguasa-penguasa wilayah atau daerah yang

bergelar sultan, raja atau amir. Tetapi wilayah kekuasaan

akhirnya dipersempit atau bahkan direbut oleh penguasa-pe-

nguasa dari timur atau oleh Krusades dari barat. Jatuhnya

Baghdad ke tangan Tatar, yang berarti berakhirnya dinasti

Abbasyiah merupakan puncak proses disintegrasi tersebut.

Seiring runtuhnya dinasti Abbasyiah menjadikan tiap pe-

nguasa wilayah bebas menggunakan gelar khalifah. Dari

Page 107: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~107

sekian banyak sultan yang ada pada waktu itu hanya dinasti

baru Mamalik di Mesir yang mendapatkan legitimasi ke-

agamaan bagi kekuasaannya dengan mengangkat pangeran

Abu al-Kasim Ahmad bin Amir al-Mukminin, paman khalifah

Musta’sim yang dibunuh bangsa Tatar di Baghdad. Dengan

gelar al-Munstashir bi-Allah, sedangkan Ibnu Taimiyah sendiri

yang berada di Damaskus berada di bawah kekuasaan

Mamalik. Masyarakat di mana Ibnu Taimiyah hidup khususnya

di seluruh wilayah kekuasaan Mamalik sangat heterogen

dalam hal kebangsaan, status sosial, agama, aliran, budaya dan

hukum. Akibatnya sering terjadi perang dan mobilitas pen-

duduk dari berbagai bangsa. Kerawanan-kerawanan dan ke-

rusuhan sangat mudah terjadi dalam kehidupan bernegara,

sehingga stabilitas politik dan keserasian sosial sangat sukar

diciptakan. Yang lebih parah lagi, masalah yang muncul tidak

hanya pada perbedaan agama, tetapi banyaknya mazhab ter-

masuk mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Ibnu

Taimiyah sering keluar masuk penjara bukan karena me-

musuhi penguasa semata, sebagai tokoh dari mazhab Hanbali

tidak jarang Taimiyah dipenjara karena ketajaman kritiknya

terhadap kebiasaan memuja para Nabi dan para wali (Sjazali,

1990: 81).

Dampak dari kemerosotan politik dan agama yang

dialami Taimiyah selama perjalanan hidupnya, membuat jiwa

Ibnu Taimiyah dipenuhi rasa keyakinan dan keimanan akan

keagungan dan ketinggian Islam. Ibnu Taimiyah mulai me-

nyusun sasaran perjuangan yang cukup bervariasi, dari per-

juangan membalas serangan yang dilancarkan musuh-musuh

Islam dengan kekuatan-kekuatan senjata, sampai perjuangan

Page 108: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 108

untuk mengembalikan kaum muslimin pada ‘aqidah Salafiyah,

‘aqidah firqah Najiyah (golongan yang selamat) yaitu ‘aqidah

tauhid dalam hakikat yang tinggi. Setiap denyut nadi

kehidupannya senantiasa diwarnai jihad yang berke-

sinambungan baik dengan senjata maupun pena hingga

mengantarnya ke penjara Damaskus. Di tempat yang sama

Taimiyah menghembuskan nafas terakhirnya bertepatan pada

Minggu malam (malam Senin) 20 Dzulqaidah 728 H. men-

jelang detik-detik terakhir kehidupannya Ibnu Taimiyah selalu

mengulang-ulang ayat Allah “Sesungguhnya kaum muttaqin

itu berada di Syurga dan sungai yang mengalir, di tempat yang

disenangi di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa”.

Karya tulis Ibnu Taimiyah dalam bidang politik yang

paling penting tertuang dalam bukunya yang berjudul Al-

Siyasah al-Syar’iyah fi Islah al-Ra’i wa al-Ra’iyah (Politik ber-

dasarkan Syari’ah bagi perbaikan penggembala dan gembala).

Dari judulnya saja sudah tersirat maksud Ibnu Taimiyah untuk

memperbaiki situasi masyarakat dan mengikis habis segala

kebobrokan baik moral maupun sosial sebagai akibat dari

malapetaka yang menimpa umat Islam karena perang dengan

Krusades yang tidak kunjung reda serta serbuan bangsa Tatar.

Ibnu Taimiyah beranggapan, kehancuran suatu umat disebab-

kan oleh buruknya para pemimpin dan kurang tepatnya

aparatur negara yang dipilih baik di tingkat pemerintahan

pusat maupun daerah (Sjazali, 1990: 82). “

Jika pemimpin rusak maka, rusaklah rakyat yang di-

pimpinnya. Demikianlah fenomena menyedihkan yang selalu

menghantui pikiran Ibnu Taimiyah. fenomena ini menjadi

sebab utama kerusakan kaum muslimin, terampasnya negara

Page 109: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~109

dan kehormatan, serta mendorong musuh-musuh Islam me-

nyerang kaum muslimin. Lebih lanjut dikatakan Ibnu

Taimiyah gejala ini merupakan virus utama dari segala jenis

penyakit yang diderita kaum muslimin pada waktu itu

(Taimiyah, 1995: viii).

Kondisi di atas mendorong Ibnu Taimiyah untuk mem-

formulasikan suatu rumusan pemerintahan Islam ber-

dasarkan keyakinan bahwa umat Islam hanya dapat mungkin

diatur oleh pemerintahan yang baik. Orientasi pemikiran

politik Taimiyah yang bersendikan agama didasarkan atas

firman Allah dalam al-Quran surat an Nisa’ ayat 58 dan 59

yang artinya: ”Sesungguhnya Allah Menyuruh kamu me-

nyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan

menyuruh kamu ketika menetapkan hukum di antara manusia

supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya

Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada

kamu, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha

Melihat. Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan

Rasul-Nya dan pemimpin-pemimpin di antara kamu, jika

kamu berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalikan hal

tersebut kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar per-

caya kepada Allah dan hari kiamat, sikap demikian itu lebih

utama bagimu dan akan lebih baik kesudahannya”.

Menurut Taimiyah makna ayat 58 surat An-Nisa’ di

atas diperuntukkan bagi para pemimpin negara. Demi ter-

ciptanya kehidupan bernegara yang serasi sudah seharusnya

seorang pemimpin menyampaikan amanah kepada pihak yang

berhak menerimanya, dan bertindak adil dalam mengambil

keputusan atas sengketa sesama masyarakat, sedangkan ayat

Page 110: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 110

59, ditujukan kepada rakyat. Rakyat diperintahkan supaya

taat kepada Allah dan Rasul, juga kepada pemimpin dengan

melaksanakan segala perintahnya selama tidak bertentangan

dengan agama. Apabila terjadi perbedaan pendapat di antara

sesama manusia, maka solusinya adalah kembali kepada Allah

(al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnah).

Ibnu Taimiyah sangat menekankan kewajiban para

pemimpin negara untuk menyampaikan amanah kepada pihak

yang berhak dan berlaku adil, dalam memutuskan sengketa

supaya terjadi perpaduan kebijaksanaan politik yang adil dan

pemerintahan yang baik (Sjazali, 1990: 83). Perkataan

amanah yang harus disampaikan oleh seorang pemimpin

mempunyai dua manifestasi: pertama, dalam penunjukan

pejabat-pejabat negara; kedua, dalam pengelolaan kekayaan

negara dan pengurusan serta perlindungan atas harta benda

yang merupakan hak milik rakyat. Pengangkatan aparatur

pemerintahan harus dilakukan oleh seorang pemimpin

dengan cara yang objektif tanpa terpengaruh oleh nepotisme,

dan petugas tersebut memiliki kecakapan dan kemampuan

untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Keharusan me-

nyelenggarakan seleksi menurut Taimiyah tidak hanya ter-

batas pada jabatan pejabat tinggi tetapi kepada jabatan-

jabatan kemasyarakatan, seperti iman mesjid, muadzin, guru,

kepala pasar, dan kepala desa.

Apabila seorang pemimpin mengangkat wakil-wakil

atau pembantunya dari orang yang kurang mampu untuk

menduduki suatu jabatan, sedangkan masih terdapat orang

yang lebih cakap untuk jabatan itu, menurut Taimiyah

pemimpin tersebut telah melakukan pengkhianatan terhadap

Page 111: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~111

Allah SWT, rasul, dan umat Islam. Interpretasi ini didasarkan

kepada sabda Nabi Muhammad SAW, yaitu :

1. Sabda nabi kepada Abu Dzat, bahwa kepemimpinan itu

suatu amanah, yang pada hari kiamat nanti menjadi

sumber kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang

melaksanakannya dengan benar dan mempercayakannya

kepada yang berhak.

2. Sabda nabi, jika amanah sudah hilang, maka tunggulah

kehancuran, dan amanah itu akan hilang kalau ke-

pemimpinan diserahkan kepada orang yang bukan

ahlinya (yang tidak memiliki kecakapan dan kemampuan

untuk menduduki jabatan tersebut).

Masalah yang paling menyibukkan Ibnu Taimiyah me-

ngenai kekuasaan adalah bagaimana kemaslahatan masyarakat

dapat lebih dulu direalisasikan dari masalah lain. Untuk itu

dibutuhkan bantuan dari orang yang mampu untuk me-

wujudkan kemaslahatan tersebut. Tentu saja dengan ber-

pegang teguh pada unsur kepribadiannya. Faktor yang paling

penting terciptanya kemaslahatan harus lebih kuat daripada

faktor yang bisa menimbulkan kerusakan (Huwaidi, 1982:

183).

Statement di atas dimaksudkan Ibnu Taimiyah bahwa

seorang pemimpin haruslah orang kuat dan bukan orang yang

lemah supaya mampu melindungi rakyatnya. Titik tolak Ibnu

Taimiyah dalam hal ini didasarkan pada do’a Umar bin

Khattab yang mengadu kepada Allah tentang kekuatan orang

zalim dan kelemahan orang yang dapat dipercaya. Maka yang

harus dilakukan dalam setiap kekuasaan adalah mengambil

yang bermanfaat. Apabila ada dua orang pemimpin, yang satu

Page 112: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 112

lebih dapat dipercaya dan yang satu lagi lebih banyak me-

miliki kekuatan, maka harus diprioritaskan yang lebih ber-

manfaat dan yang sedikit mudharatnya, seperti komandan

perang harus diserahkan kepada orang yang lebih kuat dan

pemberani walaupun ia memiliki sifat yang kurang baik, dari

pada orang yang lemah meskipun ia sangat amanah. Per-

nyataan Ibnu Taimiyah ini diperkuat dengan riwayat Imam

Ahmad yang pernah ditanya tentang dua orang yang harus

dipilih menjadi komandan perang, yang satu kuat namun ia

zalim dan satunya lagi shaleh tapi lemah. Menjawab per-

tanyaan tersebut Imam Ahmad menetapkan pemimpin perang

diserahkan kepada orang yang kuat meskipun zalim, karena

kekuatan yang dimilikinya akan sangat bermanfaat untuk

kejayaan umat muslim, sedangkan kezalimannya akan ter-

pulang untuk dirinya sendiri.

Nabi SAW juga pernah mengangkat Khalid bin Walid

sebagai komandan perang setelah ia menyatakan keislaman-

nya, padahal sebelumnya Khalid pernah melakukan per-

buatan yang sangat tidak direstui Nabi SAW, sementara itu

ada seorang bernama Abu Dzar dengan sikapnya yang sangat

lurus apabila dibandingkan Khalid namun tidak diserahkan

tampuk kepemimpinan, disebabkan Abu Dzar orang yang

lemah (Taimiyah, 1995: 14-15).

Ibnu Taimiyah sangat mengakui sulitnya mencari se-

orang pemimpin yang memiliki kekuatan dan juga amanah

sekaligus. Kebanyakan dari manusia hanya memiliki satu sifat

di antara dua sifat yang menjadi syarat kepemimpinan. Hal ini

mengharuskan seorang rakyat untuk lebih mengutamakan

penempatan seseorang sesuai dengan proporsinya. Bila

Page 113: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~113

pemimpinnya seorang yang sangat amanah dan memiliki

kemampuan yang luar biasa, ia dapat dijadikan pemimpin

tetapi ia harus memilih wakilnya yang memiliki kekuatan

untuk dapat melindungi dirinya dan rakyat yang dipimpinnya,

sehingga akan terwujud suatu konfigurasi yang sesuai dan

penuh keseimbangan demi terwujudnya masyarakat yang

sejahtera lahir dan batin.

Ibnu Taimiyah tidak memfokuskan pemikirannya pada

perbincangan bentuk pemerintahan Islam tetapi ia lebih

banyak menampilkan bahasan mengenai urgensi kekuasaan

dalam menerapkan syariat dan kewajiban umat untuk me-

matuhinya. Paradigma Ibnu Taimiyah tentang Syariat Islam

menjadi sumber kekuasaan final dan sandaran mutlak bagi

segala bentuk kekuasaan, dan kekuatan yang bertujuan untuk

mengalihkan gerakan Islam dari pengaruh theokrasi, yaitu

suatu bentuk pemerintahan yang berada dalam cengkeraman

Tuhan, sedangkan Ibnu Taimiyah lebih mengarahkan pe-

mikirannya ke sistem pemerintahan yang nomokrasi yaitu

sistem pemerintahan yang didasarkan pada hukum atau

undang-undang resmi (al- Quran dan Hadits). Metodologi yang

diterapkan Ibnu Taimiyah untuk mengalihkan perhatian dari

lambang khalifah kepada urgensi atau kewajiban umat Islam

untuk memiliki kekuasaan politik adalah dengan menerapkan

sistem syariat melalui berbagai upaya kerja sama antara

umara dan ulama. Suatu negara Islam tidak wajib mempunyai

seorang khalifah sebagai penguasa tunggal yang menjadi ciri

umum masyarakat yang islami. Suatu bentuk pemerintahan

yang menetapkan syariat sebagai penguasa tertinggi adalah

gambaran dari pemerintahan Islam yang memenuhi syarat.

Page 114: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 114

Disamping itu syarat pokok yang mendasari kekuasaan negara

Islam adalah dengan mendasari perilaku masyarakatnya pada

ajaran-ajaran Islam sebagai basis dan norma utama tegaknya

negara Islam.

Taimiyah tidak melupakan status individu yang me-

rupakan bagian dari konsepsinya tentang negara. Ia menyebut

istilah negara, dengan wilayah (susuan atau rancangan ke-

percayaan), mencerminkan penekanannya pada fungsi ke-

percayaan negara. Taimiyah memandang pegawai (abdi)

negara sebagai wakil-wakil Allah yang ditunjuk untuk me-

merintah rakyat sekaligus orang-orang kepercayaan (wukala’)

rakyat itu sendiri, yang berkewajiban melindungi berbagai

kepentingan mereka. Hadis yang digunakan untuk melandasi

pendapatnya adalah: ”Ketahuilah bahwa tanggung jawab

pemerintahan itu hanyalah suatu kepercayaan ; pada hari

pembalasan tanggung jawab itu justru akan memukul balik

pemegangnya, kecuali bila ia melaksanakan tugas dengan adil

dan memenuhi segenap kewajiban yang berkaitan dengan

pemerintahan itu”. Sabda Nabi ini disampaikan kepada

sahabat yang ditugaskan untuk memimpin pemerintahan di

salah satu provinsi Islam. Hadis lain yang dikutip Ibnu

Taimiyah menyebutkan bahwa: “Tidak ada pemerintahan

kepercayaan Allah yang berhak masuk surga jika pe-

merintahannya dilaksanakan dengan mengibuli masyarakat”.

Dari kedua hadis tersebut yang paling masyhur tentang sisi

penting tanggung jawab sosial dan individu yang paling sering

dikutip Ibnu Taimiyah dalam al-Siyasah al-Shar’iyyah adalah :”

semua orang di kalangan kamu sekalian adalah pemimpin dan

Page 115: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~115

kamu semua akan diminta pertanggungjawaban atas ke-

pemimpinannya”.

Hadis-hadis tersebut menyiratkan klaim individu ter-

hadap negara, bukan hukum alam, bukan hukum positif,

namun hukum syariat yang mengharuskan para abdi negara

untuk melihat diri sendiri sebagai orang kepercayaan dan

perantara yang dipercayai Allah untuk memimpin masyarakat

(rakyat) ke jalan yang lurus. Kepemimpinannya nanti akan di-

mintai penjelasan secara terperinci di Mahkamah Allah pada

hari pembalasan nanti. Bila seorang abdi negara melakukan

tugasnya dengan baik, maka ia akan memperoleh balasan

kenikmatan yang setimpal, demikian juga andaikan seorang

abdi negara melakukan perbuatan yang menyimpang bahkan

menyakiti hati rakyat, Allah SWT akan membalas per-

buatannya dengan hukuman secara setimpal. Melihat ke-

nyataan ini sudah seharusnya pemimpin yang Islam merasa

gemetaran dan berhati-hati dengan jabatan yang dipercaya-

kan kepadanya.

Pelaksanaan pemerintahan Islam harus bertanggung

jawab penuh kepada Allah dan masyarakat serta kepada

segenap anggotanya secara individual. Oleh karena itu pe-

merintah berkewajiban untuk melaksanakan nilai-nilai moral

keadilan, persamaan, dan kebebasan. Khusus masalah ke-

adilan Taimiyah melihatnya sebagai syarat pokok bagi semua

bentuk pemerintahan yang sah, baik pemerintahan Islam

maupun yang non Islam. Alasan yang dikemukakan adalah :

keadilan merupakan ciri alamiah segala sesuatu. Jika keadilan

menjadi basis pemerintahan, maka kesuksesan akan sangat

mudah untuk diraih, siapapun yang mengendalikan pe-

Page 116: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 116

merintahan. Sebaliknya suatu pemerintahan yang zalim akan

mudah terjerumus dalam kehidupan tanpa arti meskipun

terbungkus dengan bermacam kewajiban pemerintahan. Nilai

keadilan dianggap begitu penting dalam pemikiran politik

Ibnu Taimiyah sehingga tempatnya berada di atas keimanan

bila dikaitkan dengan masalah pemerintahan. Menurut pen-

dapatnya,” Allah mendukung negara yang adil meski bercorak

atheistik, namun Dia tidak akan memberikan dukungan pada

negara yang tidak adil kendati di jalankan atas dasar

keimanan (Jindan,1995: 100).

Ucapan Ibnu Taimiyah ini memang terkesan sangat

ekstrem, dan sepertinya telah melanggar ketentuan umum

dengan menempatkan keadilan di atas keimanan, tetapi

karena Ibnu Taimiyah sangat terobsesi dengan suatu negara

yang benar-benar menegakkan keadilan sebagai landasan

utama kekokohan dan kemakmuran sebuah negara, per-

nyataan tersebut terluncur secara sempurna dari pikirannya.

Taimiyah sangat mendambakan negara yang benar-benar baik

dan sesuai dengan tuttutan agama Islam, tidak seperti model

kekuasaan yang dipraktikkan di masa kehidupannya.

Negara yang menjadikan hukum Allah sebagai pe-

doman pemerintahan, tidak boleh mengesampingkan unsur

keadilan dalam pelaksanaan sistem pemerintahannya. Prinsip

keadilan merupakan bagian dari hukum Allah itu sendiri

seperti ditegaskan dalam berbagai ayat al-Quran dan hadits

yang dijadikan sandaran Ibnu Taimiyah. Salah satu hadits

tersebut berasal dari Musnad Ibnu Hanbal menyebutkan:

makhluk yang paling dicintai Allah adalah pemimpin yang adil

Page 117: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~117

sedang makhluk yang paling dibenci adalah pemimpin yang

zalim (Taimiyah, 1995: 22).

Lebih dari itu ketika menafsirkan ayat al-Quran (al-

Baqarah : 24), Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa kandungan

Firman Allah itu penegasan yang menyatakan keadilan me-

rupakan syarat paling penting bagi seorang pemimpin yang

sah. Dengan demikian pemimpin yang zalim tidak patut ditaati

karena kezaliman yang dilakukan telah memupus fungsi ke-

pemimpinannya. Konsekuensi penekanan pada keadilan pe-

merintahan yang sah memberi arti bahwa individu dan pe-

merintahan Islam mempunyai hak dan kewajiban untuk me-

nuntut keadilan dari pemegang kekuasaan politik (Jindan,

1995: 100).

Ibnu Taimiyah juga menekankan persamaan (equality)

sebagai nilai moral lain yang tercantum dalam syari’at dan

mempunyai pengaruh nyata pada kedudukan individu dalam

masyarakat Islam. Taimiyah mengaitkan persamaan dan

keadilan seraya mengajukan alasan bahwa semua manusia

mempunyai asal usul yang sama. Oleh karena itu, sungguh

tidak adil jika beberapa di antara manusia memandang diri

lebih tinggi dari orang lain. Keadilan menuntut agar semua

orang diperlakukan atas dasar persamaan. Taimiyah juga me-

nyadari bahwa persamaan dan esensi tidak akan menghapus

munculnya ketidaksamaan dalam fungsi, baik akal maupun

wahyu, maka Taimiyah mengakui keberagaman atau

differensiasi fungsi, sebagaimana dicontohkan tubuh manusia

dengan organ–organ yang beraneka ragam. Argumentasinya

ini berpijak pada ayat al-Quran yang menjelaskan adanya per-

bedaan di antara manusia sebagai bagian dari rencana Allah :

Page 118: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 118

“Kami akan mengujimu dengan berbagai anugerah yang telah

Kami berikan kepadamu” (Q.S. 6: 165).

Lebih lanjut Ibnu Taimiyah menafsirkan syariat dengan

cara yang sanggup untuk menjamin kebebasan yang luas

terhadap individu khususnya dalam bidang ekonomi. Untuk

mempertahankan kekayaan perorangan dari cengkeraman ke-

kuasaan masyarakat, bahwa semua kebaikan di dunia telah

diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan hanya

Allah saja yang membagikan kekayaan di kalangan individu

yang beraneka ragam. Negara tidak berhak mengambil alih

kekayaan pribadi karena perilaku itu akan merusak rancangan

segala sesuatu yang berasal dari Allah. Ibnu Taimiyah juga

mengharapkan adanya keseimbangan agar orang-orang kaya

agar dapat hidup berdampingan secara damai dengan orang

miskin. Dengan kata lain, prinsip kompetisi harus diganti

dengan azas koperasi atau kerja sama dan saling tolong

menolong (Jindan, 1995: 101).

Banyaknya persoalan yang harus diselesaikan dalam

kehidupan manusia menjadi awal yang tidak bisa dinafikan

untuk terbentuknya negara dan pemerintahan yang berfungsi

untuk mengelola urusan umat. Di samping itu berdirinya

suatu negara juga dilandasi oleh adanya perintah agama yang

paling agung karena agama tidak mungkin tegak tanpa ada

pemerintahan. Umat manusia tidak mungkin memenuhi ke-

butuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan pihak lain dalam

suatu masyarakat, dan masyarakat membutuhkan seorang pe-

mimpin untuk mengatur dan mengelola semua kepentingan

masyarakat yang tidak mungkin diselesaikan sendiri. Pe-

mimpin yang dipilih mestilah orang yang benar-benar mampu

Page 119: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~119

menegakkan keadilan, mengajak kepada kebaikan, dan me-

larang apa-apa yang telah dilarang oleh Allah SWT (Sjazali,

1990: 89) Pemimpin dengan kewenangan dan kekuasaan

pemerintahan yang telah dipercayakan kepadanya sebagai

amanah, yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh rakyat

juga Allah SWT, sebagai pencipta dirinya dan mempercayai dia

menjadi pemimpin, tidak boleh mengkhianati amanah dengan

melakukan hal-hal yang menyakiti hati rakyatnya. Seorang

pemimpin harus berjalan atas ketentuan hukum Islam se-

bagaimana yang tertuang dalam al-Quran dan hadits. Tidak

ada alasan bagi pemimpin yang islami untuk memper-

tahankan kekuasaan dengan melakukan tindakan yang me-

langgar perintah agama. Bila perbuatan tersebut dilakukan

maka rakyat berkewajiban untuk mencabut kembali ke-

percayaan yang telah diberikan kepadanya, dan diserahkan

kepada orang lain yang memang mampu untuk menjalankan

amanah berat tersebut

Secara singkat dapat dirumuskan, Ibnu Taimiyah me-

netapkan dua syarat utama bagi seorang pemimpin, yaitu :

a. Syarat In’qad (syarat sah pengangkatan seorang pe-

mimpin), dalam kategori enam syarat antara lain : muslim,

laki-laki, baligh, berakal, adil, dan mampu melaksanakan

amanah.

b. Syarat afdhaliyah (syarat keutamaan), syarat ini bisa di-

tetapkan jika di dukung oleh nash yang sahih atau ter-

masuk kategori hukum yang ditetapkan dengan nash yang

sahih pula (An-Nabani, 1998: 66-70).

Page 120: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 120

B. Murthadha Muthahhari

Murthadha Muthahhari lahir pada 2 Februari 1919

dari keluarga saleh, di Khurasan. Ayahnya, Muhammad Husein

Muthahhari, seorang Hujjatul Islam terkenal dan sangat di-

hormati. Muthahhari dibesarkan dalam didikan ayahnya yang

sangat bijak, hingga mencapai usia 12 tahun. Pada Ramadhan

1356 H, ia hijrah ke Qum dan belajar di bawah bimbingan

gurunya, Ayatullah Khomeini dan Boroujerdi. Minat besar

Muthahhari dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan sudah

tampak semenjak ia menduduki bangku kuliah. Di antara

karya-karya filsuf kenamaan yang telah telaahnya adalah

karya; Aristoteles, Will Durant, Sartre, Freud, Bertran Russel,

Einstein, Erich Fromm, Alexis Carrel, dan sejumlah pemikir

Barat lainnya. Salah satu guru utamanya di bidang filsafat

adalah: Allamah Thabathaba’i, seorang ulama besar yang telah

menghasilkan berbagai karya filsafat dan penyusun tafsir al-

Qur’an terkenal, al-Mizan.

Dalam usia 36 tahun, Muthahhari sudah mengajar ilmu

logika, filsafat dan fiqh di Fakultas Teologia Universitas

Taheran. Selama mengajar, Muthahhari juga pernah di-

percayakan sebagai ketua jurusan filsafat pada fakultas yang

sama. Kecemerlangan pemikiran dan keluasan ilmunya, dapat

diamati pada sejumlah mata kuliah yang diasuhnya, antara

lain; fiqh, al-Ushul, Ilmu Kalam, al-Irfan (tasawuf), logika dan

filsafat. Pada tanggal 2 Mei 1979, tepatnya dalam usia 60

tahun, Muthahhari meninggal dunia di Iran, setelah di-

berondong oleh sejumlah pemuda dari kelompok Furqan

Page 121: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~121

akibat perjuangannya yang menentang penyelewengan

(Muthahhari, 1993: 4).

Memahami pemikiran politik Muthahhari, tidak dapat

dilepaskan dari pemikiran wilayah faqih (pemerintahan faqih)

yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : Allah adalah

pencipta, hakim mutlak yang mengatur alam semesta dan

segala isinya. Allah memilih manusia sebagai khalifah di bumi.

Untuk keselamatan manusia di bumi, Allah memilih di antara

manusia orang-orang yang memilih unsur-unsur kepribadian

yang luhur, merekalah yang berhak memimpin umat. Pe-

merintahan nabi, para imam, sudah berlalu, sekarang umat

berada dalam kepemimpinan fuqaha. Sebagai pemimpin umat,

fuqaha harus memenuhi 3 persyaratan, yaitu : pertama fuqaha

(mujtahid mutlak yang mampu menetapkan kesimpulan

tentang hukum-hukum syara’ dari sumber-sumbernya); kedua

‘Adalah (tetap teguh menjalankan syari’at Islam dan memiliki

pribadi yang bersih, saleh dan taqwa); tiga Kifaah (memiliki

kecerdasan dan pengetahuan yang luas sehingga terampil me-

ngurus kehidupan umat. Inilah tiga hal esensial yang mutlak

harus ada pada ulama (Muthahhari, 1992: 13).

Pemahaman Muthahhari tentang pemimpin yang me-

negakkan keadilan berkaitan erat dengan aliran Syiah yang

dipegangnya dan beranggapan bahwa keadilan adalah bagian

daripada tauhid yang menyangkut empat persoalan yakni ;

keadilan, akal, kebebasan dan kebijakan. Kelompok Syiah juga

disebut sebagai kaum ‘adaliyah (mengakui keadilan Allah).

Pemikiran Syiah ini hampir sama dengan Mu’tazilah namun

Syiah berbeda dalam membahas persoalan kebebasan, di

mana Syiah tidak menafsirkan adanya pelimpahan kebebasan

Page 122: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 122

secara mutlak kepada manusia sebagaimana yang dipahami

oleh Mu’tazilah karena paham Syiah menghindari pemberian

kebebasan mutlak kepada manusia, yang akan menafikan

kebebasan yang Maha Benar dan dianggap sebagai bentuk

penuhanan manusia dan penyekutuan tugas-tugas Tuhan.

Syiah mendukung prinsip keadilan dengan konsepnya yang

komprehensif, tanpa harus mengorbankan tauhid fi’li atau

tauhid zati. Keadilan telah memperoleh posisinya yang benar

di samping tauhid. Keadilan dan Tauhid adalah dua sifat yang

‘alawi, sedangkan jabr dan tasbih adalah dua hal yang bersifat

umawi. Syiah telah menegaskan prinsip keadilan, kehormatan

akal, dan kebebasan memilih pada manusia serta penetapan

hukum yang bijak di dunia ini tanpa harus menodai tauhid zati

atau tauhid fi’li. Mazhab Syiah juga menetapkan kebebasan

manusia tanpa harus menjadikannya mitra di dalam kerajaan

Tuhan dan tanpa menjadikan kehendak Tuhan terpaksa dan

terkalahkan oleh kehendak manusia. Syiah mengakui qadha

dan taqdir Tuhan tanpa harus mengubah manusia menjadi

sekedar alat yang dijalankan menuju qadha dan taqdir Tuhan

tersebut.

Dalam mazhab Teologi Syiah persoalan-persoalan yang

berkaitan dengan tauhid telah dipecahkan dalam bentuk yang

benar-benar memanifestasikan Tauhid. Manifestasi dari ke-

adilan Ilahi sangat berpengaruh dalam pembentukan dan

penetapan syariat terhadap ilmu-ilmu keislaman sejak abad

pertama hijriah. Prinsip keadilan mendapat prioritas khusus

dari dalam pembahasan kaum Syiah sehingga Syiah disebut

kelompok “adaliyah”. Keadilan juga menjadi prinsip teologis

yang membedakan Syiah dengan kelompok-kelompok lain.

Page 123: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~123

Muthahhari sebagai bagian dari pengikut Syiah menempatkan

keadilan sebagai salah satu rukun iman dalam mazhabnya.

Persoalan-persoalan keadilan juga menjadi bagian dari

lapangan sosial yang sudah diperbincangkan sejak awal Islam

dan tingkat aplikasi keadilan di kalangan masyarakat umum.

Pemikiran-pemikiran yang menyangkut keadilan

menjadi sangat krusial bagi seorang muslim termasuk seorang

imam atau pemimpin itu harus berlaku adil. Demikian juga

dengan qadhi (hakim), saksi di pengadilan, saksi thalaq atau

ruju’, imam Shalat Jumát, masing-masing disyaratkan satu

orang yang adil seiring dengan sabda Rasulullah SAW,

“Seutama-utama jihad adalah menyatakan yang benar kepada

penguasa tirani”. Statement nabi tersebut harus menjadi

ucapan seseorang dan perlu diketahui bahwa kalimat pendek

tersebut telah mendorong keberanian dan memberi andil

yang besar terhadap pembentukan barisan kaum muslim.

Sejarah keadilan dari segi aplikasinya dan pengguncangannya

terhadap masyarakat Islam, merupakan persoalan yang

sangat luas, serta akan terus diperdebatkan seiring per-

putaran zaman. Muthahhari memunculkan pertanyaan

tentang sejarah keadilan secara ilmiah atau amaliah, mengapa

teologi Islam di urutan pertama sebelum persoalan lain, dan

mengapa kata-kata keadilan begitu melekat pada telinga

politik Islam, hal ini tentu memiliki sumber rahasia yang

sangat khas.

Menjawab pertanyaan tersebut, Muthahhari memulai

argumentasinya dengan uraian, bahwa benang hijau yang

menghubungkan munculnya keadilan dalam masyarakat

Islam, secara ilmiah atau amaliah, sumber pertama yang harus

Page 124: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 124

dikaji adalah pesan-pesan yang terdapat dalam al-Qur’an al-

Karim. Kitab agung ini benar-benar menjadi kitab yang me-

naburi benih-benih pemikiran keadilan pada sanubari dan

jiwa manusia, kemudian menyirami dan menumbuhkannya

dalam bentuk pemikiran dan filosofis, praktis dan sosial. Al-

Qur’an secara tegas memunculkan keadilan dan kezaliman

dari fenomena yang berbeda-beda, antara lain: keadilan pe-

rekayasaan, keadilan tasyri’iy, keadilan moral, dan keadilan

sosial. Al-Qur’an menjelaskan bahwa bentuk keadilan tersebut

didasarkan pada landasan keseimbangan dan pemerataan

pada pemilikan hak dan kemampuan. Titik tolak yang diambil

Muthahhari untuk menjelaskan tentang keadilan, sebagai-

mana firman Allah dalam Qur’an surat 3 (18) “ Allah me-

nyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, yang menegakkan

keadilan. Para Malaikat dan juga orang-orang yang berilmu

menyatakan yang demikian…; atau bahwa keadilan me-

rupakan tolak ukur bagi Allah SWT dalam penciptaan: dan

Allah telah meninggikan langit, dan Dia meletakkan neraca

(keadilan) (Q.S, 55: 7). Rasulullah SAW menjelaskan ayat

tersebut dengan sabdanya :”dengan keadilan tegaklah langit

dan bumi”.

Keadilan tasyri’iy, Muthahhari mencoba membahasnya

dengan penjelasan bahwa al-Qur’an memberikan perhatian

yang sangat istimewa untuk masalah ini, yaitu terpeliharanya

prinsip keadilan di dalam hukum yang relatif dan dalam

perundang-undangan hukum (tasyri’iy qanuny). Al-Quran se-

bagai mu’jizat bagi umat muslim menjelaskan bahwa tujuan

diutusnya para Nabi adalah untuk menegakkan sistem ke-

manusiaan dan memimpin kehidupan manusia atas dasar

Page 125: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~125

keadilan. Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul

Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata yang telah

kami turunkan bersama mereka al-Kitab neraca (keadilan)

supaya mereka tegak dengan keadilan. Firman Allah tersebut

adalah perintah yang secara tegas diperuntukkan pada

manusia untuk menegakkan supremasi hukum dan me-

melihara prinsip keadilan dalam penetapan hukum, sehingga

manusia mendapat bimbingan ke arah kehidupan yang ber-

perikeadilan dan berperikemanusiaan. Rasul sebagai pe-

mimpin yang dipercaya mampu mengantarkan umatnya ke

arah penghidupan yang lebih baik, telah diutus oleh Allah juga

dengan misi untuk menegakkan keadilan, karena dengan

tegaknya keadilan maka langit dan bumipun akan tegak ber-

diri dengan kokoh.

Pembentukan sistem sosial atas dasar keadilan, per-

tama sekali didasarkan pada hukum tasy’riiy dan qanuny yang

adil, baru kemudian direalisasikan. Dalam perspektif al-Quran

al-karim kepemimpinan (imamah atau qiyadah) sebagai per-

janjian Ilahi (ahdan ilahiyah) yang darinya akan lahir per-

juangan menentang kezaliman dan menciptakan kebahagiaan

dengan bantuan keadilan. Nabi-nabi yang bertugas sebagai

pembawa amanah tentang kebenaran dari Allah SWT kepada

manusia, sekaligus menjadi pemimpin bagi umatnya dalam

menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. Para nabi di-

berikan kelebihan yang luar biasa dengan diawasi langsung

oleh Allah SWT melalui malaikat, sehingga memungkinkan

bagi nabi untuk menjalankan tugasnya dengan baik . Hal ini di-

buktikan dengan terpilihnya nabi Ibrahim sebagai imamah. Al-

Quran menjelaskan “ Dan ingatlah ketika Ibrahim di uji oleh

Page 126: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 126

Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan).

Lalu Ibrahim menunaikannya, Allah berfirman: Sesungguhnya

Aku akan menjadikanmu pemimpin untuk seluruh manusia.

”Ibrahim berkata: “Dan (saya) memohon juga termasuk dari

keturunan ku. “Allah berfirman : Perjanjian ini tidak akan

diterima oleh orang-orang yang zalim (Q.S, 2 : 124). Ketika

Allah SWT menetapkan Nabi Ibrahim sebagai pemimpin, Nabi

Ibrahim mengharapkan keturunan-keturunannnya juga men-

jadi pemimpin. Kepemimpinan merupakan perjanjian Tuhan

yang tidak boleh dipegang oleh orang-orang yang zalim dan

tidak bertanggung jawab. Al-Quran al- Karim di beberapa ayat

menyebutkan bahwa manusia yang mempunyai moral berarti

menjadi pemilik keadilan, dan ketika berbicara tentang per-

selisihan, penetapan hukum dan orang yang patut di pegang

pendapatnya, al-Quran menunjuk orang yang mempunyai

keadilan.

Keadilan dalam pemikiran Islam berada dalam

lingkaran Qur’ani yang dimulai dari Tauhid hingga Maad (hari

akhirat), dari Nubuwwah (kenabian) hingga imamah dan ke-

pemimpinan : dari cita –cita individual hingga tujuan sosial.

Dengan demikian keadilan menjadi pendamping bagi tauhid

untuk mencapai kesempurnaan bagi seseorang dan tanda ke-

sejahteraan masyarakat, ketika keadilan dihubungkan dengan

tauhid dan maad, keadilan mempunyai makna terhadap

pandangan manusia tentang wujud dan alam. Ini berarti, pada

dasarnya keadilan itu menjadi pandangan dunia (world view).

Keadilan dalam kaitannya dengan nubuwwah dan perundang-

undangan menjadi tolak ukur dan standar untuk mengetahui

hukum, di samping memberi keleluasaan bagi akal untuk

Page 127: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~127

berijtihad setelah mendapatkan ketentuan yang ada dalam al-

Quran dan sunnah. Keadilan dalam perbincangan ke-

pemimpinan dipandang sebagai kelayakan dan cita-cita

manusia, dan untuk masalah sosial dinamakan tanggung

jawab.

Muthahhari berpendapat bahwa apabila kita melihat

seseorang tidak mempunyai sikap jelek terhadap orang lain,

tidak melanggar hak-hak di antara mereka, tidak

membedakan sebagian orang dari sebagian yang lain, ia

bekerja pada suatu daerah dan bertanggung jawab terhadap

negara, memperlakukan masyarakat secara sama dan tidak

mengenal pilih kasih, apabila terjadi perbedaan pendapat

yang dibelanya adalah orang teraniaya dan ditentangnya

orang yang menganiaya, maka dapatlah dipandang orang

tersebut memiliki kesempurnaan. Sikap hidup seperti itu

menunjukkan sikap baik sehingga orang tersebut dapat

disebut orang adil.

Page 128: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 128

BAB VI

MEWUJUDKAN PEMIMPIN IDEAL

DALAM APLIKASI

Perjuangan mewujudkan pemerintahan yang adil

dengan seorang pemimpin yang ideal harus terus di-

kumandangkan seiring dengan perkembangan manusia dalam

bernegara. Tidak seorangpun menyetujui bila negara yang

dibangun atas keyakinan bersama untuk memberikan ke-

sejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat – dalam istilah Plato

disebut Common Bonum dan Common Welfare- kemudian ber-

ubah menjadi pemerintahan tirani yang penuh kezaliman.

Masing-masing individu dalam kehidupan bermasyarakat

berhak menuntut diperlakukan secara adil dan berkewajiban

melawan segala bentuk penindasan. Sikap ini dipandang

rasional dan manusiawi mengingat pentingnya pemimpin me-

negakkan keadilan dan memprioritaskan kepentingan rakyat

di atas kepentingan pribadinya.

Pemimpin Islam adalah orang yang paling bertanggung

jawab terhadap kehidupan rakyat jelata. Mata, telinga, dan

pikiran harus mampu menjangkau ke setiap sudut wilayah

kekuasaannya, agar setiap air mata rakyat yang mengalir

dapat diketahui oleh pemimpinnya. Sebagai negarawan

Page 129: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~129

muslim, tanggung jawab yang luar biasa telah ditunjukkan

dalam kepemimpinan Rasulullah SAW, yang rela me-

ngorbankan harta dan jiwanya bagi keselamatan umatnya.

Sikap ini kemudian mewarnai kepemimpinan para sahabat

sepeninggal beliau, setidaknya seperti terlihat dari kritik

tajam seorang wanita miskin yang ditujukan kepada Umar R.A,

yang membuat Umar ketakutan dan sedih akibat kelalaiannya

menjalankan amanat sebagai pemimpin. Umar ibnu Khattab

R.A memohon wanita miskin tersebut memaafkan dirinya.

Suatu sikap yang sangat utopis dilakukan oleh pemimpin

dewasa ini, yang selalu berkata bahwa dia sudah banyak

berbuat untuk kesejahteraan rakyatnya, padahal kita tahu

bahwa kebiasaan pemimpin sekarang sangat kurang peduli

pada rakyatnya. Sikap kepemimpinan Umar juga diikuti oleh

Abu Bakar R.A, Usman R.A, dan Ali R.A sebagai pemimpin ideal

yang telah teruji dan mendapat jaminan surga.

Ilustrasi dari kepedulian seorang pemimpin kepada

rakyatnya ditunjukkan oleh Rasulullah yang sering tidak

makan sampai berhari-hari, dan hanya tidur di pelepah kurma

demi membantu umatnya. Rasulullah SAW sebagai seorang

pemimpin senantiasa setia berada di barisan depan dalam

setiap pertempuran, bahkan beliau ikut serta mengangkat

pangki ketika membangun mesjid. Sikap yang sama juga di-

tunjukkan oleh Umar bin Khathab R.A yang suatu ketika

pernah ditemukan tidur di lapangan terbuka saat seseorang

mencari khalifah yang disangkanya berada di dalam istana

yang megah. Kesederhanaan hidup Nabi SAW dan para

sahabatnya membuktikan bahwa kekuasaan bagi seorang

muslim bukanlah segala-galanya, dan bukan sarana untuk

Page 130: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 130

mendapatkan fasilitas hidup yang berlebihan. Memang sudah

sepantasnya seorang pemimpin harus di layani dengan baik

dan bersahaja oleh rakyatnya, namun tidak dengan cara ber-

lebihan, karena hal tersebut akan memicu ke arah gaya ke-

hidupan yang hanya mau dilayani dan tidak mau melayani.

Kondisi bangsa Indonesia yang saat ini telah semakin

terpuruk akibat krisis ekonomi, krisis kepercayaan, tingginya

hutang dengan negara-negara maju, munculnya berbagai

penyakit, terjadinya bencana alam, maraknya korupsi, terasa

belum terlambat bagi pemimpin, aparatur negara dan rakyat

untuk bersama-sama membangun negeri ini menuju

kehidupan adil dan makmur. Optimisme harus dibangun ber-

samaan dengan dibangunnya kesadaran, bahwa ketidakadilan

dan kezaliman merupakan perbuatan tidak terpuji yang akan

mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi kehidupan berbangsa

dan bernegara. Langkah ke depan untuk membangun puing-

puing reruntuhan menuju kesejahteraan adalah kewajiban

setiap komponen bangsa. Semua pihak harus menyadari dan

menyesali semua tindakan kezaliman, dan sebagai bangsa

yang beragama memohon ampun serta petunjuk kepada Allah

SWT adalah sikap terpuji yang patut dibanggakan.

Untuk mengembalikan citra kepemimpinan pada

hakekat yang sebenarnya, maka seorang pemimpin harus

mampu mengorbankan kepentingan pribadinya demi ke-

pentingan rakyat banyak. Jangan berjuang untuk mem-

perkaya diri sendiri, tapi berjuanglah untuk mensejahterakan

rakyat. Pola hidup sederhana sebagaimana yang dipraktikkan

oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, perlu diaplikasikan

kembali oleh para pemimpin di zaman sekarang ini, karena

Page 131: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~131

pola hidup sederhana akan mengantarkan pribadi seorang

pemimpin menjadi tawadhu’ dan tidak memiliki ambisi dalam

bidang materi. Kepuasan telah diperolehnya secara bathiniah

dan bukan secara fisik. Kebahagiaan fisik merupakan refleksi

dari kebahagiaan semu yang tidak tetap, dan selalu tidak puas

dengan apa yang sudah dimiliki, akan tetapi kebahagiaan

bathiniah, merupakan kebahagiaan hakiki yang didapatkan

sejalan dengan suara hati.

Ari Ginanjar Agustian (2003:3), mengutip contoh-

contoh pemimpin perusahaan yang menempati urutan orang

terkaya di dunia, sebagai figur orang-orang yang hidup dalam

kesederhanaan. Soichiro, pendiri Honda Motor adalah pe-

mimpin dari 43 perusahaan yang berada di 28 negara. Ke-

hidupan Soichiro jauh dari predikatnya sebagai pemimpin

perusahaan besar, ia tidak memiliki harta pribadi dan tinggal

di rumah yang sederhana. Satu-satunya hobi yang amat di-

sukainya adalah melukis di atas kain sutera. Bahkan ia tidak

memberikan warisan kepada anak-anaknya, kecuali me-

ngajarkan kepada mereka agar sanggup berusaha sendiri dan

hidup mandiri.

Perusahaan lainnya di Jepang, Kyoto Ceramics, yang

bergerak di bidang semi-konduktor mampu mencapai omzet

400 juta US Dollar dalam setahun. Keuntungan bersihnya

setelah di potong pajak adalah 12%. Akan tetapi cara hidup

pemimpinnya, amatlah sederhana yaitu “memandang rendah

kemewahan” (Agustian, 2003 : 3).

Pastinya kita bertanya, kekuatan apa yang ada di balik

kepribadian mereka, sehingga mereka mampu menciptakan

imperium bisnis raksasa kelas dunia, padahal mereka bukan-

Page 132: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 132

lah pengejar harta. Hal ini terbukti dari cara hidup mereka

yang sangat sederhana, juga dari filosofis bisnisnya, yang

bukan berorientasi pada pemuasan dan memperoleh uang

yang banyak (Agustian, 2003 : 4).

Sikap hidup seperti ini telah beberapa abad yang lalu

dijalani oleh rasulullah dan para sahabatnya. Sebagaimana

yang dicontohnya oleh Umar R.A yang mendapat julukan al-

Faruq dari Rasulullah SAW. Umar yang 13 tahun lebih muda

dari rasul Allah itu, lahir dari seorang bangsawan Quraisy

yang kaya raya. Meski demikian, khalifah kedua yang pada

zamannya telah membentangkan kejayaan Islam dari Mesir,

Syam, Iraq, dan kerajaan Persia, selalu hidup penuh ke-

sederhanaan. Bahkan Umar R.A sering ditemui tidur di alam

terbuka dengan pakaian sederhana yang jauh dari ke-

mewahan, sebagaimana kebiasaan penguasa Romawi yang

hidup dalam kesenangan dan kemewahan.

Pemimpin-pemimpin besar seperti Rasulullah SAW dan

para sahabat, juga pemimpin-pemimpin sekarang yang dapat

menjalankan amanahnya secara baik, di dalam diri mereka

terdapat kekuatan luhur dari nilai-nilai spiritual yang ter-

pancar dari sikap dan perbuatannya. Nilai-nilai spiritualisme

itu mampu menghasilkan lima hal yaitu: integritas atau

kejujuran, energi atau semangat, inspirasi atau ide dan

inisiatif, wisdom atau kebijaksanaan, dan keberanian dalam

mengambil keputusan (Agustian, 2003: 5)

Spritualisme terbukti mampu membawa seseorang

menuju tangga kesuksesan dan berperan besar dalam men-

ciptakan seseorang menjadi powerful leader. Sikap inipun

dapat mengantarkan seorang pemimpin menjadi pemimpin

Page 133: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~133

ideal dan dicintai, karena tidak seorangpun di dunia ini yang

tidak menyukai pemimpin yang jujur, adil dan bertanggung

jawab. Apabila seorang pemimpin menginginkan dirinya

menjadi sukses maka dia perlu menunjukkan sifat-sifat yang

baik, seperti: jujur, berpikiran maju, kompeten, dapat

memberi inspirasi, cerdas, adil, berpandangan luas, suka

mendukung, terus terang, bisa diandalkan, suka bekerja sama,

tegas, berdaya imajinasi, berambisi, berani, penuh perhatian,

matang/ dewasa dalam berpikir dan bertindak, loyal, mampu

menguasai diri, dan mandiri (Agustian,2003: 5-6)

Karakter jujur menduduki posisi teratas yang

menjadikan seorang pemimpin berhasil dalam kepemim-

pinannya. Jujur merupakan modal awal untuk membangun

kepercayaan rakyat untuk pemimpin. Apabila kejujuran tidak

ada lagi, maka kepercayaan rakyat hilang, dan seorang

pemimpin akan salah arah dalam kepemimpinannya. Di-

samping itu sikap adil sangat diperlukan untuk menciptakan

keharmonisan dan kesetaraan hidup masyarakat yang di-

pimpinnya.

Page 134: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 134

BAB VII

PENUTUP

Saat ini bangsa Indonesia hidup dalam kondisi yang

multi krisis, terutama krisis kepercayaan rakyat terhadap pe-

mimpin. Banyaknya kasus yang terungkap tentang kisah

nyata pemimpin dari tingkat tinggi maupun rendah, me-

lakukan korupsi dan bertindak tidak jujur terhadap amanah

rakyat, telah membuat luka hati dan rasa tidak percaya rakyat

kepada pemimpinnya. Kondisi ini sangat menakutkan, karena

apabila pemimpin tidak lagi menjadi panutan maka rakyat

akan bertindak brutal dan kehilangan kendali dalam ber-

tindak. Seharusnya pemimpin menjadi contoh bagi rakyat

untuk melakukan perbuatan mulia, yang bertujuan men-

ciptakan kenyamanan dan kesejahteraan bagi rakyat. Negara

Indonesia sekarang ini kehilangan kepercayaan rakyat untuk

para pemimpin, padahal kepercayaan merupakan modal

utama pelaksanaan pembangunan ke arah yang lebih baik.

Kondisi seperti ini tidak seharusnya berlanjut, kita

masih memiliki kesempatan memperbaiki diri menjadi lebih

baik dari sebelumnya. Mari kita kembali belajar dari pe-

mimpin-pemimpin besar dunia Islam, yang dapat menjadi

pemimpin yang dicintai, berpengaruh, bahkan eksistensinya

abadi sampai dengan sekarang ini. Mereka adalah pemimpin

yang memimpin berdasarkan al-Quran dan sunnah, serta

Page 135: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~135

selalu mendengar suara hati terdalam, yang senantiasa

membisikkan kebaikan dan kemuliaan. Menjalani hidup penuh

kesederhanaan, jujur, adil, berkata benar dan bertanggung

jawab terhadap komitmen yang telah dibuatnya.

Pemimpin-pemimpin Indonesia saat ini baik di tingkat

presiden, gubernur, bupati, camat, dan pemimpin lainnya,

dapat belajar dari kesuksesan kepemimpinan nabi dan para

sahabat. Walaupun itu terasa sulit, tetapi bila diniatkan untuk

bekal di hari akhirat, maka hal itu akan terasa ringan. Begitu

juga dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para pemikir

Islam tentang pemimpin ideal, selayaknya dibaca dan di-

jalankan agar seorang pemimpin mendapatkan tempat di hati

rakyat dan mendapatkan surga di sisi Allah SWT.

Hendaknya seorang pemimpin mengikis habis obsesi

dirinya menjadi pemimpin untuk memperkaya diri dan kroni-

kroninya, dengan mengkhianati amanah yang telah dipercaya-

kan kepadanya. Sungguh perbuatan tersebut akan di balas

oleh Allah SWT, dengan siksaan yang amat pedih. Sejatinya

pemimpin sekarang, memulai hidup sederhana dan men-

jauhkan kemewahan agar ambisi terhadap harta benda dapat

tereliminasi. Apabila pemimpin kita terus merujuk dirinya

pada gaya hidup materialistis, dengan menjadikan harta

sebagai tujuan terakhir, maka dapat dipastikan kepemim-

pinannya tidak berhasil, akibat dibutakan oleh kepentingan

pribadi yang pada ujungnya dapat menghancurkan kehidupan

rakyat banyak

Kepada Allah SWT kita memohon petunjuk dan

hidayah, agar godaan dunia yang melenakan kita kepada harta

benda dan kekuasaan, dapat kita lawan dengan bantuan Allah

Page 136: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 136

SWT. Untuk semua rakyat Indonesia kita harapkan dapat

memilih pemimpin-pemimpin yang hatinya berlandaskan

iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Janganlah memilih

pemimpin karena uangnya, tapi pilihlah pemimpin yang

memang dia memiliki sifat dan kriteria seorang pemimpin.

Page 137: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~137

Page 138: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 138

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahnya, 1989, PT. Al Ma'arif, Bandung

Al-Farabi, Abu Nashr, 1959, Kitab Ara’ahl al-Madinah al-

Fadhilah, dalam Zainal Abidin Ahmad, Negara Utama,

Bulan Bintang, Jakarta

Al-Ghazali, 1967, Al-Tibbr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk, terj,

Ahmadi Thaha, Nasihat Bagi Penguasa, Mizan, Bandung

Agustian, Ari Ginanjar, 2001, E S Q Emotional Spritual

Quotient, Penerbit arga, Jakarta

------------, 2003, E S Q Power, Penerbit Arga, Jakarta

Al-Maududi, Abul A'la, 1940, Manhaj Ingilabi Islam, alih

bahasa: M. Thalib, "Proses Terbentuknya Negara Islam",

LSI, Yogyakarta

---------, 1987, Syari’at dan Hak-Hak Azasi Manusia, dalam

Harun Nasution dan Bachtiar Effendi (penyunting), Hak

Azasi Manusia dalam Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta

Ahmad, Mumtaz, ed, 1986, State Politics and Islam, America

Trust Publications, Washington

Ahmad, Zainal Abidin, 1973, Piagam Nabi Muhammad SAW,

Bulan Bintang, Jakarta

Page 139: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~139

---------, 1974, Negara Adil dan Makmur Menurut Ibnu Sina,

Bulan Bintang, Jakarta

---------, 1974, Ibnu Siena (Avicenna) Sarjana dan filosof Besar

Dunia, Bulan Bintang, Jakarta

Anoraga, Pandji, 1990, Psikologi Kepemimpinan, Rineka Cipta,

Jakarta.

Aristotle,1962, The Politics, Penguin Books Inc, Ambasador

Road, Baltimore, Maryland, U.S.A

Azhar, Muhammad, 1997, Filsafat Politik, Perbandingan antara

Islam dan Barat, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Azhari, Muhammad Tahir, 1992, Negara Hukum: Suatu Studi

tentang Prinsip-Prinsipnya dilihat dari segi Hukum

Islam, Implimentasinya Pada Periode Negara Madinah

dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta

Azzam, Salim, 1974, Concept of Islamic State, terj, Malikul

Awwal, Beberapa Pandangan tentang Pemerintahan

Islam, Mizan, Bandung

Bertens, K., 1979, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta

Daudy, Ahmad, 1986, Kuliah Filsafat Islam, Bulan Bintang,

Jakarta

Djaelani, Abdul Kadir, 1994, Sekitar Pemikiran Politik Islam,

Media Da'wah, Jakarta

----------, 1995, Negara Ideal menurut Konsepsi Islam, Bina

Ilmu, Surabaya

Page 140: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 140

Effendi, Djohan. ed., 1986, Iqbal, Pemikiran Sosial dan Sajak-

Sajaknya, PT Pantja Simpati, Jakarta

Esposito, John. L, 1984, Islam and Politics, Syracuse University

Press, New York

Faris, Muhammad Abdul Qadir, 1987, An-Nidamu al-Siyasi fi

al-Islam, terj, Noer Ali, Hakikat Sistem Politik Islam,

PLP2M, Yogyakarta

Firdaus. A.N 2000, Detik-Detik Terakhir kehidupan Rasulullah,

Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta

Fowler. H.W., Fowler, F.G., 1964, The Concise Oxford

Dictionary of Current English, Oxford University

London

Haikal, Hussain Muhammad, 1995, Hayat Muhammad, terj, Ali

Audah, Intermasa, Jakarta

Haricahyono, Cheppy, 1991, Ilmu Politik dan Perspektifnya,

Tiara Wacana Yogyakarta

Hart, Michael, 1985, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam

Sejarah, P.T. Midas Surya Grafindo, Jakarta

Huijbers, Theo, 1995, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta

Jamil, Ahmad, 1984, Hundred Great Muslim, Ferozsons, Ltd,

Lahore, Pakistan

Jindan, Ibrahim Khalid, 1979, The Islamic Theory of

Government according to Ibn Taimiyah, Georgetown

University, Washington D.C.

Page 141: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~141

Kartono, Kartini,1998, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Khadduri, Majid, 1984, The Islamics Conceptions of Justice, Terj,

Mochtar Zoerni, Teologi Keadilan, Risalah Gusti,

Surabaya

Khalid, Muhammad Khalid, 1985, Mengenal Pola

Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Peri Hidup

Khalifah Rasulullah, C.V Diponegoro, Bandung

Kusnardi, M., Saragih, Bintan R, 1994, Ilmu Negara, Gaya

Media Pratama, Jakarta

--------, 1990, Nidhamul Hukmi fil Islam, terj, M. Thalib, Politik

dan Negara dalam Islam, Al Ikhlas, Surabaya

Mustofa, H. A, 1997, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung

Muslehuddin, Muhammad, 1991, Philosophy of Islamic Law,

alih bahasa : Yudian Wahyuni Asmin, "Filsafat Hukum

Islam dan Pemikiran Orientalis",Cet.I, Tiara Wacana,

Yogyakarta

Muthahhari,Murthadha, 1981, Al-'Adl al-Ilahy, alih bahasa:

Agus Effendi, "Keadilan Ilahi", 1992, Mizan, Bandung

----------,1985, Society and History, The council for Ten Day

Daws Celebration, Taheran

---------,1990, Man and Universe, terj, Satrio Pandito, Imamah

dan Khalifah, Pustaka Firdaus Jakarta

---------, 1992, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama,

Mizan, Bandung

Page 142: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Pemimpin Ideal dalam Wacana dan Aplikasi

~ 142

Nasution, Harun, 1994, Islam Rasional: Gagasan dan

Pemikiran, Mizan, Bandung

Ndara, Talizidulu, 2003, Kybernologi (Ilmu Pemerinatahan

baru), Rineka Cipta, Jakarta

Plato, 1958, The Republics, Translated and Introduction by

A.D. Lindsay, London J. M. Dent & Sons Ltd

Qara'ati, Muchsin, 1991, Lesson From Qur'an, alih bahasa :

Yudi Kurniawan, "Al Quran Menjawab Dilema Keadilan",

Cet. I, CV. Firdaus, Jakarta

Rapar, J.H., 1988, Filsafat Politik Aristoteles, P.T Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Salim, Abd.Muin,1994, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam al-

Quran, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Schmid, Von, J. J, 1988, Grote Denkers Over Staat En Recht (Van

Plato to Kant), alih bahasa, Wiratno. R, "Ahli-Ahli Pikir

Besar Tentang Negara dan Hukum", Cet. VI,

Pembangunan, Jakarta

Sharif, M. M. ed., 1995, History of Muslim Philosophy, Low

price Publications, Delhi

Siswanto, Joko, 1998, Sistem-Sistem Metafisika Barat dari

Aristoteles sampai Derrida, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Sjadzali, Munawir, 1991, Islam and Governmental System:

teachings, history and reflections, INIS, Jakarta

Stumpf, Samuel Enoch, 1975, A History of Philosophy Socrates

to Sartre, MC, Graw Hill Book Company, Vanderbilt

University, New York

Page 143: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

Ernita Dewi, M.Hum

~143

Suseno, Franz Magnis, 1997, 13 Tokoh Etika, Sejak Zaman

Yunani sampai abad ke 16, Kanisius, Yogyakarta

----------, 1998, Jika Rakyat Berkuasa, Upaya Membangun

Masyarakat Madani Dalam Kultur Feodal, ed., Tim

Maula, Pustaka Hidayah, Bandung

Syafi’ie, Inu Kencana, 1995, Ilmu Pemerintahan dan al-Quran,

Bumi Aksara, Jakarta

---------, 2000, Al Quran dan Ilmu Administrasi, Rineka Cipta,

Jakarta

---------, 1996, Al Quran dan ilmu Politik, Rineka Cipta, Jakarta

Taimiyah, Ibnu, 1951, As Siyasah Asy Syar’iyah fii Islahir Raa’i

war Ra’iyyah, Terj, Munawar Rufi, Siyasah Syar’iyah

Etika Politik Islam, Risalah Gusti, Surabaya

----------, 1951, As Siyasah Asy Syar’iyah fii Islahir Raa’i war

Ra’iyyah, Terj, Muh Munawwir az Zahidi,

Kebijaksaanaan Politik Nabi SAW, Dunia Ilmu, Surabaya

Weij, P. A. Van Der, 1998, Filsuf-Filsuf Besar tentang Manusia,

Gramedia, Jakarta

~~

Page 144: BAB I PENDAHULUAN A. Pemimpin dan Kepemimpinanal-muashirah.com/wp-content/uploads/2015/02/Isi-Buku-Pemimpin... · butuhkan seorang pemimpin yang mampu mengakomodasi ... melalui dirinya

144