BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang dicirikan dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang dapat menimbulkan kematian bila penyebarannya tidak terkendali. Salah satu jenis penyakit kanker dengan tingkat prevalensi tinggi adalah kanker payudara. Kanker payudara termasuk dalam kategori lima besar penyakit paling mematikan di dunia. Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita dengan perkiraan kejadian sebanyak 1,38 juta kasus baru per tahun (Eccles et al., 2013). Di Indonesia, tingkat kematian akibat kanker payudara adalah 20,25% per 100.000 penduduk dengan menduduki peringkat ke 45 dunia (WHO, 2014). Pada kasus kanker payudara, salah satu penyebab pertumbuhan sel payudara yang tak terkendali adalah terjadinya abnormalitas pada ekspresi protein Human Epidermal Receptor 2 (HER2) dan dapat dibedakan menjadi kanker payudara HER2 positif (terjadi overekspresi protein HER2) dan kanker payudara HER2 negatif (protein HER2 tidak overekspresi). Penderita kanker payudara yang disertai ekspresi HER2 lebih tinggi diketahui lebih responsif terhadap pengobatan dibanding yang HER-2 negatif. Sekitar 15-20% kasus penyakit kanker payudara merupakan jenis HER2 positif (Perou et al., 2006). HER2 merupakan anggota dari epidermal growth factor receptor (EGFR). Dalam kondisi yang normal, protein HER2 berfungsi sebagai regulator proliferasi dan pertumbuhan sel-sel payudara. Namun, ketika mengalami mutasi, HER2

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit yang dicirikan dengan pertumbuhan dan

penyebaran sel abnormal yang dapat menimbulkan kematian bila penyebarannya

tidak terkendali. Salah satu jenis penyakit kanker dengan tingkat prevalensi tinggi

adalah kanker payudara. Kanker payudara termasuk dalam kategori lima besar

penyakit paling mematikan di dunia. Kanker payudara merupakan kanker yang

paling sering terjadi pada wanita dengan perkiraan kejadian sebanyak 1,38 juta

kasus baru per tahun (Eccles et al., 2013). Di Indonesia, tingkat kematian akibat

kanker payudara adalah 20,25% per 100.000 penduduk dengan menduduki

peringkat ke 45 dunia (WHO, 2014). Pada kasus kanker payudara, salah satu

penyebab pertumbuhan sel payudara yang tak terkendali adalah terjadinya

abnormalitas pada ekspresi protein Human Epidermal Receptor 2 (HER2) dan

dapat dibedakan menjadi kanker payudara HER2 positif (terjadi overekspresi

protein HER2) dan kanker payudara HER2 negatif (protein HER2 tidak

overekspresi). Penderita kanker payudara yang disertai ekspresi HER2 lebih tinggi

diketahui lebih responsif terhadap pengobatan dibanding yang HER-2 negatif.

Sekitar 15-20% kasus penyakit kanker payudara merupakan jenis HER2 positif

(Perou et al., 2006).

HER2 merupakan anggota dari epidermal growth factor receptor (EGFR).

Dalam kondisi yang normal, protein HER2 berfungsi sebagai regulator proliferasi

dan pertumbuhan sel-sel payudara. Namun, ketika mengalami mutasi, HER2

2

mampu mempengaruhi proliferasi sel tumor secara terus menerus (Laskin and

Sandler, 2004). Protein HER2 yang berlebih terbukti menjadi salah satu onkogen

atau stimulator pertumbuhan sel kanker yang potensial. Ekspresi berlebih reseptor

HER2 menyebabkan terjadinya peningkatan reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan

survivin sehingga terjadi inaktivasi caspase dan induktor apoptosis sehingga

memicu proliferasi sel kanker payudara terus-menerus (Siddiqa et al., 2008). Hasil

penelitian sebelumnya melaporkan bahwa aktivasi reseptor-reseptor yang

berperan dalam migrasi dan invasi sel kanker dapat terjadi akibat ekspresi berlebih

HER2 (Wolf-Yadlin et al., 2006). Overekspresi HER2 mampu menginduksi

dimerisasi secara spontan dan terjadi autofosforilasi dan memicu terjadinya

aktivasi focal adhesion kinase (FAK) sehingga mampu menginduksi terjadinya

proses migrasi dan metastasis sel kanker (Johnson et al., 2010).

Terapi pengobatan yang banyak digunakan dalam penanganan kasus

kanker payudara yang tertarget pada HER2 adalah dengan memanfaatkan agen

kemoterapi berupa obat sintesis seperti lapatinib dan monoclonal antibody seperti

trastuzumab dan pertuzumab. Lapatinib memiliki mekanisme sebagai inhibitor

tyrosine kinase (TKI) pada reseptor HER2 (Wood et al., 2004) sedangkan

trastuzumab dan pertuzumab memiliki mekanisme aksi dengan menghambat

dimerisasi pada reseptor HER2 dengan target epitop yang berbeda (Franklin et al.,

2004). Namun, saat ini lapatinib dan trastuzumab telah resisten terhadap

penanganan kasus kanker payudara HER2 positif (Kute et al., 2004; Mitra et al.,

2009). Hal ini terjadi karena mekanisme escaping pada interaksi HER2 dengan

reseptor lain yang tidak memiliki reseptor tirosin kinase sehingga mampu

meningkatkan progresi sel tumor dan resistensinya terhadap agen kemoterapi

3

(Nahta, 2012). Oleh karena itu, penghambatan terhadap ekspresi HER2 pada sel

kanker payudara menjadi sangat penting.

Salah satu tanaman yang telah diteliti terkait potensinya sebagai agen

sitotoksik pada beberapa sel kanker adalah rumput mutiara (Hedyotis corymbosa

[L.] Lamk). Secara empiris, rumput mutiara digunakan untuk terapi apendisitis

dan peritonitis di Cina, kemudian sekarang dikembangkan sebagai antikanker.

Tanaman rumput mutiara diketahui mengandung senyawa asam ursolat, asam

oleat, asperulosid, asam oleanolat, hentriacontane, stigmasterol, α-sitosterol, β-

sitosterol, asam p-kumarat, benzoil skandosid metil ester, dan glikosida flavonoid

(Sivapraksam et al., 2014). Menurut Chen et al. (2005), rumput mutiara

mengandung asam ursolat dalam jumlah sekitar 0,4 % dari bahan simplisia.

Ekstrak rumput mutiara diketahui memiliki aktivitas sebagai agen

antikanker dan kemoprevensi (Sivapraksam et al., 2014). Rumput mutiara telah

diteliti memiliki aktivitas antikanker pada beberapa cell line seperti HepG2, HT-

29, MCF-7, T47D, dan WiDr. Ekstrak etanolik rumput mutiara memiliki aktivitas

sitotoksik pada sel MCF-7 dengan nilai IC50 sebesar 77 µg/ml (Haryanti et al.,

2009), sel T47D dengan nilai IC50 sebesar 62 µg/ml (Andriyani et al., 2011) dan

pada sel WiDr dengan nilai IC50 sebesar 80 µg/ml (Meiftasari, 2014).

Namun, pengamatan aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik rumput mutiara

(Hedyotis corymbosa L.) pada sel kanker payudara yang overekspresi HER2

belum pernah diteliti. Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat

menjadi dasar dalam pengembangan ekstrak rumput mutiara (ERM) pada sel

kanker payudara bertarget molekuler pada HER2 menggunakan model sel kanker

payudara MCF-7 yang mengekspresikan protein HER2 berlebih (MCF-7/HER2).

4

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak rumput mutiara (ERM) memiliki aktivitas sitotoksik pada sel

kanker payudara MCF-7/HER2?

2. Apakah ekstrak rumput mutiara (ERM) mampu menghambat ekspresi protein

HER2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER2?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri potensi ekstrak etanolik rumput

mutiara sebagai agen sitotoksik bertarget molekuler pada HER2.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui aktivitas sitotoksik ERM terhadap sel kanker payudara MCF-

7/HER2 serta nilai IC50-nya.

b. Mengkaji pengaruh ERM terhadap penghambatan ekspresi reseptor HER2

pada sel kanker payudara MCF-7/HER2.

D. Urgensi Penelitian

Penelitian ini menjadi sangat penting bagi mahasiswa, institusi, ilmu

pengetahuan, dan masyarakat. Bagi mahasiswa dan institusi penelitian ini dapat

menjadi salah satu sarana peningkatan kualitas penelitian dan menjadi bahan

publikasi pada jurnal ilmiah sehingga dapat menambah kekayaan informasi dan

menjadi acuan data untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Bagi ilmu

pengetahuan, penelitian ini menjadi penting karena menjadi sumber informasi dan

sumber data yang valid dalam pengembangan ekstrak etanolik rumput mutiara

5

(Hedyotis corymbosa L.) sebagai agen sitotoksik pada sel kanker payudara yang

overekspresi HER2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi tambahan

sumber informasi bagi masyarakat Indonesia mengenai tanaman yang memiliki

aktivitas sebagai antikanker.

E. Tinjauan Pustaka

1. Kanker Payudara dan Sel MCF-7/HER2

Kanker merupakan golongan penyakit mematikan yang disebabkan

proliferasi sel yang abnormal dan tidak terkendali. Pemicu terjadinya kanker

dapat disebabkan baik oleh faktor internal (mutasi genetik, hormon, sistem

imun dan mutasi pada sistem metabolisme) maupun faktor eksternal (asap

rokok, zat kimia, radiasi dan organisme penginfeksi). Sel kanker tumbuh

secara tidak beraturan dan menjadi berbeda dengan sel normal (Gonzalez,

2005). Adanya mutasi gen-gen regulator yang berfungsi untuk mengatur

homeostasis normal seluler turut dapat menyebabkan penyakit kanker.

Regulator terbagi menjadi regulator positif (oncogene) dan negatif (tumor

suppressor gene). Regulator positif yang dapat termutasi dan mengalami

peningkatan ekspresi, sehingga dapat memicu proliferasi sel. Begitu pula pada

gen regulator negatif yang dapat mengalami mutasi sehingga reseptor

fungsionalnya menjadi inaktif, sehinga sel kehilangan kontrol untuk

menghentikan aktivasi proliferasi sel yang abnormal, contohnya mutasi gen

p53 (DeVita et al., 2011).

Kanker payudara merupakan jenis kanker akibat terjadi penyerangan

pada membran mukosa dan kelenjar payudara terutama pada ductus (saluran

yang menyalurkan susu) sebanyak 86% dan lobus (kelenjar susu tempat

6

produksi susu) sebanyak 14%. Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada

payudara tumbuh tidak terkendali dan mampu menginvasi jaringan tubuh yang

lain (Keitel and Kopala, 2002). Penyakit ini termasuk penyakit yang sangat

kompleks baik secara klinis, morfologi, maupun secara molekuler (Eroles et

al., 2009) karena terjadi akibat mutasi pada onkogen c-myc, ERBB2 dan Ras,

maupun mutasi pada gen BRCA1 (breast cancer type 1), BRCA2 (breast

cancer type 2) dan gen p53, atau inaktivasi gen p53 yang mengakibatkan

terjadinya kanker payudara karena hilangnya fungsi sebagai gen tumor

supresor (Ruddon, 2007). Proses proliferasi sel kanker payudara diinisiasi oleh

adanya ekspresi berlebih beberapa reseptor seperti EERB (HER2), estrogen

reseptor (ER), dan progesteron reseptor (PR) yang merupakan reseptor

predisposisi kanker payudara (Eccles, 2001).

Salah satu jenis pemodelan sel kanker payudara yaitu sel kanker

payudara MCF-7 yang merupakan jenis continuous cell line yang diisolasi dari

pleural effusion breast adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian

berumur 69 tahun, golongan darah O, dengan Rh positif. Sel ini dapat tumbuh

dalam media pertumbuhan DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium)

dengan penambahan 10% FBS (Fetal Bovine Serum) dan Penicilin-

Streptomycin 1% (ATCC, 2014). Sel ini bersifat adherent (melekat), memiliki

reseptor ER-α (Zampieri et al., 2002), memiliki eskpresi berlebih P-

glycoprotein (Davis et al., 2003) dan B cell lymphoma (Bcl)-2 (Amundson et

al., 2000), serta tidak mengekspresikan caspase-3 sehingga mampu melakukan

proliferasi sel (Simstein et al., 2010).

7

Sel kanker payudara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sel

kanker payudara MCF-7 ekspresi berlebih HER2 (MCF-7/HER2). Sel kultur

MCF-7/HER-2 dibuat dengan cara mentransfeksikan gen pcDNA5/TO-HER-2

yang telah terkonjugasi dengan gen resisten antibiotik hygromicin dan ditanam

didalam media yang mengandung antibiotik hygromicin (Zhao et al., 2012).

Konjugasi gen resisten antibiotik hygromicin bertujuan untuk memastikan

bahwa sel yang hidup merupakan sel MCF-7 yang telah tertransfeksi gen

HER2 (Yang et al., 2006). Berdasarkan uji western blot, terjadi peningkatan

ekspresi protein HER2 pada sel MCF-7/HER2 hingga 3 kali lipat

dibandingkan dengan sel MCF-7 wild type (Zhao et al., 2012).

2. Human Epidermal Receptor 2 (HER2)

Human Epidermal Receptor 2 (HER2 atau HER2/neu) merupakan

salah satu anggota dari erbB/epidermal growth factor receptor

(EGFR)/reseptor tirosin kinase kelas I. Gen HER2 menyandi 185 kDa reseptor

sehingga HER2 juga dikenal sebagai p185HER2. Protein HER2 mempunyai

karakteristik struktur yang terdiri dari ligan ekstraseluler (extracellular ligand-

binding domain), suatu transmembran, tyrosine kinase domain, dan ujung

karboksil terminal. HER2 adalah salah satu dari empat anggota keluarga HER

dari reseptor tirosin kinase transmembran. Jalur transduksi sinyal HER2

melalui dimerisasi dan autofosforilisasi dengan reseptor lain dari anggota HER

(HER1 atau EGFR, HER3, HER4). ReseptorHER2 diketahui memiliki

pengaruh dalam proliferasi sel tumor, survival, dan kemampuan menginvasi

jaringan dan angiogenesis (Laskin and Sandler, 2004).

8

Protein HER2 memiliki peran dalam peningkatan reseptor

antiapoptosis Bcl-2 dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase dan PI3K-

Akt. Jalur MAP kinase memiliki kemampuan dalam memfosforilisasi IĸB

sehingga terbentuk kompleks IĸB dengan NFĸB sehingga NFĸB lepas dan

menjadi faktor transkripsi dan masuk ke dalam nukleus sehingga terjadi

proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008).

Gambar 1. Jalur Sinyal pada HER2. Aktivasi HER2 melalui dimerisasi (heterodimer atau homodimer) akan mengaktivasi protein downstream sehingga mempengaruhi proliferasi

(Kruser and Wheeler, 2010) Katalisis transfer fosfat dari ATP ke gugus –OH tirosis pada reseptor

target merupakan mekanisme kerja dari anggota reseptor kinase, yaitu suatu

reseptor transmembran. Aktivasi reseptor tirosin kinase (RTK) terjadi apabila

berada dalam konformasi dimer. Dimerisasi RTK menyebabkan terjadinya

autofosforilisasi pada residu asam amino. Adanya proses automerisasi mampu

memicu aktivasi jalur RAS/RAF/MAPK (Konkimalla et al., 2009). Faktor

transkripsi NFĸB dari jalur MAP kinase mampu mempengaruhi peningkatan

9

ekspresi Bcl-2 dan survivin, suatu reseptor antiapoptosis. Jalur PI3K/Akt

mampu mengaktivasi IKK. IKK akan mendegradasi IĸB, sehingga faktor

transkripsi NFĸB bebas dan terjadi proses seperti sebelumnya sehingga sel

akan terus membelah dan dibutuhkan konsentrasi agen kemoterapi yang lebih

tinggi untuk dapat menghambat proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008). Oleh

karena itu, penghambatan aktivasi HER2 pada ATP binding site menjadi target

pengembangan dalam penemuan obat yang bertarget molekuler pada sel

kanker payudara (Vora et al., 2009).

Contoh obat yang memiliki aktivitas penghambatan tertarget pada

reseptor HER2 yaitu lapatinib dan trastuzumab. Lapatinib merupakan suatu

small molecule, yang memiliki BM 581,06 g/mol dengan rumus molekul

C29H26ClFN4O4S. Lapatinib bertindak sebagai inhibitor tyrosine kinase (TKI)

pada HER1 (EGFR) dan HER2. Lapatinib beraksi pada ATP binding site

HER1 (EGFR) dan HER2 sehingga menghambat terjadinya proses

fosforilisasi dan jalur downstream yang mengatur proliferasi sel seperti

ERK1-2 dan PI3K-Akt (Medina and Goodin, 2008). Namun yang menjadi

kendala saat ini, pengobatan kanker payudara HER2 positif menggunakan

lapatinib telah mengalami resitensi. Beberapa mekanisme yang menyebabkan

terjadinya resistensi yaitu karena inaktivasi obat oleh enzim pemetabolisme,

pengeluaran obat oleh Pgp, adanya mutasi target obat, serta adanya ekspresi

berlebih reseptor HER2, serta jalur pengalihan sinyal HER2 dengan interaksi

dengan HER3 (Davis et al., 2003; Sergina et al., 2007). Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu alternatif dalam pengobatan kanker payudara dengan target

pada protein HER2.

10

3. Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa L.)

Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa L.) merupakan anggota suku

rubiaceae. Rumput mutiara tumbuh rindang berserak pada tanah lembab ditepi

jalan, pinggir selokan, atau di tanah telantar. Terna dengan dengan tinggi 15-

50 cm ini memiliki daun yang terletak berhadapan bersilangan, helai daun

bentuk lanset dan berwarna hijau muda. Bunga majemuk 2-5, keluar dari

ketiak daun, berbentuk payung warna putih. Buah bulat dengan ujung pecah-

pecah (Wijayakusuma et al., 1992).

Gambar 2. Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa L.) (Sivapraksam et al., 2014)

Klasifikasi rumput mutiara adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Hedyotis/ Oldenlandia

Spesies : Hedyotis corymbosa Linn.

Sinonim : Oldenlandia corymbosa L.

(United States Department of Agriculture, 2000)

Berdasarkan studi fitokimia yang dilakukan, rumput mutiara

mengandung senyawa asam ursolat, asam oleat, asperulosid, asam oleanolat,

11

hentriacontane, stigmasterol, α-sitosterol, β-sitosterol, asam p-kumarat,

benzoilskandosidmetilester, dan glikosida flavonoid. Asam ursolat ini yang

dipercaya memperantarai aktivitas antikanker dari rumput mutiara

(Sivapraksam et al., 2014).

Gambar 3. Struktur asam ursolat (Liu et al., 1995)

Senyawa asam ursolat (3β-Hydroxyl-12-ursen-28-ic acid) merupakan

triterpen pentasiklik dengan jumlah yang cukup banyak terkandung dalam

rumput mutiara. Senyawa asam ursolat memiliki kemampuan menginduksi

apoptosis melalui penghambatan aktivasi NF-κB dengan menekan jalur IκBa

kinase dan fosforilasi p65/RelA (Shisodia et al., 2003), menurunkan regulasi

dari cell survival (Bcl-xL, Bcl-2, cFLIP, dan survivin) (Prasad et al., 2012),

serta menghambat proliferasi sel kanker melalui beberapa jalur, seperti Cyclin

D1, Cyclin E, EGFR, dan HER2 (Shanmugam et al., 2013).

Gambar 4. Target molekuler senyawa asam ursolat. Secara umum, asam ursolat memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi, anti proliferasi, dan efek pro apoptosis pada berbagai jenis sel

kanker melalui modulasi beberapa sinyal onkogen, seperti NF-κB, STAT3, dan TRAIL (Shanmugam et al., 2013)

12

Asam ursolat diketahui dapat menghambat fosforilasi IκB kinase

sehingga tidak mampu mengaktivasi NF-κB (Shisodia et al., 2003). Kompleks

protein NF-κB yang tidak teraktivasi menyebabkan penurunan ekspresi

protein survivin dan protein anti apoptosis (Heer and Mehan, 2013) sehingga

dapat menginduksi terjadinya apoptosis. Pada jalur HER2, sinyal pada HER2

dapat memicu stimulasi jalur NF-κB, yang menyebabkan obat anti-HER2

mampu menghambat aktivasi NF-κB dengan menghambat jalur kompleks

IKK, menguatkan dugaan bahwa terdapat hubungan yang erat antara HER2

dan NF-κB (Bailey et al., 2014). Pada sel kanker payudara MCF-7, asam

ursolat dapat menghambat FoxM1 yang berperan dalam proliferasi sel (Wang

et al., 2012), menghambat migrasi dan invasi melalui penghambatan dengan

memodulasi c-Jun N-terminal kinase dan PI3K/Akt (Yeh et al., 2010).

Gambar 5. Jalur yang dimodulasi oleh asam ursolat. Beberapa faktor transkripsi, protein kinase, dan jalur biomolekuler yang terlibat dalam sel tumor seperti proliferasi, angiogenesis, metastasis, survival, dan apoptosis dapat dipengaruhi oleh asam ursolat

(Shanmugam et al., 2013).

Penelitian Chen et al., (2005) menunjukkan bahwa asam ursolat

memiliki aktivitas sitotoksik yang sangat baik pada sel MDA-MB-231, dan

MCF-7 dengan IC50 berturut-turut 1,49 µg/ml, dan 4,7 µg/ml. Kombinasi

senyawa asam ursolat dengan doxorubicin memiliki efek yang sinergis pada

sel kanker payudara MCF-7 serta memperlihatkan pemhambatan siklus sel

13

pada fase G1 yang mengindikasikan terjadinya apoptosis (Haryanti et al.,

2009). Berdasarkan hasil penelitian Hsu (1998), senyawa aktif yang terdapat

dalam rumput mutiara adalah asam ursolat dan asam oleanolat yang dapat

menghambat pertumbuhan sel Hep-2B. Pada beberapa penelitian sebelumnya,

ekstrak etanolik rumput mutiara memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker

kolon WiDr dengan nilai IC50 sebesar 80 µg/ml serta meningkatkan

sensitivitas sel kanker kolon WiDr terhadap sitotoksisitas 5-fluorourasil (5-

FU) secara sinergis (Meiftasari, 2014) dan bersifat sitotoksik pada sel kanker

payudara T47D dengan nilai IC50 sebesar 62 µg/ml (Andriyani et al., 2011),

sel kanker payudara MCF-7 dengan nilai IC50 sebesar 77 µg/ml serta mampu

meningkatkan efek sitotoksik agen kemoterapi doxorubicin pada sel MCF-7

(Haryanti et al., 2009).

F. Landasan Teori

Salah satu penyebab kanker payudara adalah overekspresi HER2.

Adanya mutasi pada HER2 dapat menyebabkan proliferasi sel yang bersifat

abnormal. Oleh karena itu, terjadinya overekspresi protein HER2 mampu

menyebabkan proliferasi sel kanker payudara secara terus menerus dan tidak

terkendali. Untuk itu, diperlukan suatu bahan alam yang potensial untuk

menghambat overekspresi HER2. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai

agen antikanker adalah rumput mutiara (Hedyotis corymbosa L.). Kandungan

asam ursolat dalam rumput mutiara memiliki aktivitas menekan pertumbuhan

tumor, menginhibisi promosi tumor, menekan angiogenesis, dan menginhibisi

proliferasi sel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol

14

rumput mutiara (ERM) memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker kolon

WiDr, sel kanker payudara MCF-7 dan T47D serta bersifat sinergis dengan

agen kemoterapi 5-Fluorourasil dan Doxorubicin. Sehingga, diprediksi

Ekstrak Rumput Mutiara (ERM) bersifat sitotoksik pada sel kanker payudara

MCF-7 overekspresi protein HER2.

Protein HER2 memiliki peran dalam memicu downstream jalur RTK

yakni jalur RAS, MAPK dan PI3K serta memiliki peran dalam peningkatan

reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase

dan PI3K-Akt. Jalur MAP kinase memiliki kemampuan dalam

memfosforilisasi IĸB sehingga terbentuk kompleks IĸB dengan NFĸB

sehingga NFĸB lepas dan menjadi faktor transkripsi dan masuk ke dalam

nukleus sehingga terjadi proliferasi sel abnormal apabila terjadi mutasi pada

HER2. Asam ursolat yang terkandung dalam rumput mutiara diketahui dapat

menghambat fosforilasi IκB kinase sehingga tidak mampu mengaktivasi NF-

κB kemudian memicu penurunan ekspresi protein survivin dan protein anti

apoptosis, serta memodulasi jalur PI3K/Akt sehingga dapat menginduksi

terjadinya apoptosis pada sel. Oleh karena itu, pemberian ERM diprediksi

dapat menghambat pertumbuhan sel kanker serta menghambat jalur

downstream HER2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER2.

G. Hipotesis

1. Ekstrak etanolik rumput mutiara (ERM) memiliki aktivitas sitotoksik terhadap

sel kanker payudara MCF-7/HER2.

15

2. Ekstrak etanolik rumput mutiara mampu menghambat ekspresi reseptor HER2

pada sel kanker payudara MCF-7/HER2.