BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

33
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beladiri pada awal kemunculannya sangat berkaitan dengan pertahanan diri manusia terhadap alam. Keterkaitan tersebut dapat diidentifikasi sejak zaman prasejarah, manusia selalu berupaya untuk mempertahankan diri dari serangan lawan baik itu alam, binatang, atau sesama manusia yang dianggap mengancam integritasnya. 1 Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak zaman prasejarah, manusia sudah membekali diri dengan beladiri, dengan tujuan sebagai pertahanan untuk menjaga diri. Kekuatan fisik yang kuat dapat menjamin seseorang mempertahankan diri dari musuh, sehingga kemampuan beladiri menjadi sangat penting bagi manusia. Seperti ketika zaman kerajaan, prajurit atau elit-elit kerajaan membekali diri dengan ilmu beladiri. 2 Ilmu beladiri yang dikembangkan tidak hanya berhubungan dengan fisik semata tetapi juga berkaitan dengan ilmu kanuragan yang erat kaitannya dengan kepercayaan (rohani). Tidak hanya berhenti pada zaman prasejarah yang berlaku hukum rimba atau zaman kerajaan saja, 1 Desmond Morris, “Manwatching: A Field Guide to Human Behavior”, (New York: Harry N. Abrams, Inc., Publishers, 1977), 136. 2 Suryo Diyono, Beladiri Pencak Silat dalam Pembentukan Konsep Diri Manuisa Jawa:: Kajian Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate, (Yogyakarta: Disertasi Jurusan Filsafat Universitas Gadjah Mada), 2005.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beladiri pada awal kemunculannya sangat berkaitan

dengan pertahanan diri manusia terhadap alam. Keterkaitan

tersebut dapat diidentifikasi sejak zaman prasejarah, manusia

selalu berupaya untuk mempertahankan diri dari serangan lawan

baik itu alam, binatang, atau sesama manusia yang dianggap

mengancam integritasnya.1 Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak

zaman prasejarah, manusia sudah membekali diri dengan

beladiri, dengan tujuan sebagai pertahanan untuk menjaga diri.

Kekuatan fisik yang kuat dapat menjamin seseorang

mempertahankan diri dari musuh, sehingga kemampuan beladiri

menjadi sangat penting bagi manusia.

Seperti ketika zaman kerajaan, prajurit atau elit-elit

kerajaan membekali diri dengan ilmu beladiri.2 Ilmu beladiri yang

dikembangkan tidak hanya berhubungan dengan fisik semata

tetapi juga berkaitan dengan ilmu kanuragan yang erat kaitannya

dengan kepercayaan (rohani). Tidak hanya berhenti pada zaman

prasejarah yang berlaku hukum rimba atau zaman kerajaan saja,

1 Desmond Morris, “Manwatching: A Field Guide to Human Behavior”,

(New York: Harry N. Abrams, Inc., Publishers, 1977), 136. 2 Suryo Diyono, Beladiri Pencak Silat dalam Pembentukan Konsep Diri

Manuisa Jawa:: Kajian Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate,

(Yogyakarta: Disertasi Jurusan Filsafat Universitas Gadjah Mada), 2005.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

2

tetapi pencak silat terus bergulir berkembang menjadi bentuk

perlawanan terhadap kolonial. Pencak silat digunakan dalam

melawan kolonial Belanda ataupun kolonial Jepang, hingga pada

zaman kemerdekaan pencak silat dijadikan budaya nasional oleh

presiden Soekarno.3

Dalam hal ini perkembangan pencak silat tidak lagi hanya

sebagai pertahanan diri, tetapi juga sebagai olahraga, prestasi,

dan sebagai budaya yang masih terus berkembang. Notosoejitno

menjelaskan bahwa di dalam pencak silat, terdapat beberapa

aspek yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek-aspek tersebut di antaranya adalah pencak silat sebagai

aspek olahraga, pencak silat sebagai beladiri, pencak silat

sebagai budaya dan pencak silat sebagai prestasi.4 Dalam pencak

silat juga tidak dapat terpisah dari unsur seni, yang membuat

pencak silat sebagai beladiri sangat mungkin dikembangkan

dalam bentuk lain.

Kata pencak silat muncul di berbagai daerah setelah

gagasan tentang pembentukan identitas bangsa yang

berlandaskan budaya lokal. Penyebutan beladiri, yang dapat

tergolong ke dalam pencak silat, berbeda-beda dan menjadi ciri

tersendiri untuk masing-masing daerah. Tidak hanya dalam hal

3 O‟ong Maryono, “Pencak Silat Merentang Waktu”, (Yogyakarta: Galang

Press), 2000, 99. 4 Notosoejitno, “Khasanah Pencak Silat”, (Jakarta: CV Sagung Seto),

1996, 13-15.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

3

peristilahan saja yang mungkin dilakukan untuk

menggeneralisasi kesenian sejenis agar lebih mudah dipahami.

Akan tetapi perkembangan kemudian berlanjut pada „teks‟ dan

„konteks‟ beladiri tersebut. Perkembangan persilatan Indonesia

terbagi menjadi beberapa periode, yaitu masa sebelum

penjajahan atau pada zaman kerajaan, zaman penjajahan

Belanda, zaman penjajahan Jepang, dan zaman kemerdekaan.5

Sebenarnya zaman kemerdekaan pun masih dibagi lagi menjadi

beberapa periode yakni periode orde lama, orde baru, reformasi,

dan demokrasi. Pada masa pemerintahan Soekarno yakni pada

awal tahun 1950-an, Indonesia mulai merintis usaha untuk

membangun identitas baru, seperti yang telah disebutkan di atas.

Identitas tersebut bersifat nasional dan berbasis kebudayaan.

Pencak silat kemudian berkembang di berbagai daerah di seluruh

nusantara.

Di Lampung pencak silat dikenal dengan nama Kuttau.6

Penyebutan naman kuttau ini selain telah diadopsi menjadi

bahasa Lampung, tetapi juga dimaksudkan untuk memberikan

ciri khas dengan nama yang berbeda, untuk membedakan

dengan pencak silat dari daerah lain. Kuttau Lampung terdiri dari

5 Dany Rosanty, Sejarah dan Dinamika Konflik antara Perguruan Pencak

Silat Setia Hati Terate dan Setia Hati Winongo di Kabupaten Madiun, Yogyakarta: Tesis UGM, 2011.

6 Kuttau adalah bahasa Lampung yang menurut narasumber diadopsi

dari bahasa Cina takni kuntau yang memiliki arti yang sama yakni pencak

silat.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

4

beberapa jurus yang berjenjang.7 Berdasarkan observasi dan

wawancara awal yang telah dilakukan, semula Kuttau Lampung

lahir dari rasa ketidakadilan yang dialami oleh Usman (Jayo

Truno) ketika adiknya diambil paksa oleh Pengiran Puccak.8

Ketidakadilan yang dialami Usman ini membuat dia pergi dari

Sukadana ke Gunung Pesagi, untuk berguru beladiri kepada

seseorang yang bernama Tali. Apa yang dilakukan oleh Usman

tidak hanya berhenti sebagai bentuk rasa ketidakadilan,

terhadap orang yang telah mengambil paksa adiknya. Beladiri

yang didapat kemudian berubah menjadi bentuk perlawanan

terhadap kolonial Belanda. Hal ini ditunjukkan dengan

didirikannya kuttau untuk pertama kali di Sukadana sekitar

tahun 1935-an.9 Latihan Kuttau dilakukan secara sembunyi-

sembunyi di hutan, agar tidak diketahui oleh kolonial Belanda.

Kuttau berkamuflase menjadi kesenian yang ditampilkan pada

Hari Raya Idul Fitri.

Seiring waktu, Kuttau juga menjadi bagian dari upacara

pernikahan adat Lampung yang cenderung tampil pada saat

7 Kuttau terdiri dari jurus-jurus yang berjenjang, mulai dari tangan

kosong sampai menggunakan dua pedang atau jurus kuttau. 8 Usman adalah pendiri Kuttau di desa Sukadana Lampung Timur. Dia

adalah seorang warga masyarakat Sukadana Lampung Timur yang mengalami

ketidakadilan, karena adiknya diambil paksa oleh orang yang lebih kuat dan

berkuasa. Hal tersebut membuat Usman pergi dari Desa Sukadana ke Gunung Pesagi untuk mempelajari ilmu beladiri, yang dikenal dengan Kuttau. Jayo

Truno adalah gelar Usman di dalam adat Lampung. 9 Wawancara Nardewan, di Bandar Lampung pada tanggal 6 Februari

2014.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

5

arak-arakan. Jurus-jurus Kuttau yang ditampilkan pada saat

upacara pernikahan adat Lampung tersebut, sudah mengalami

perubahan bentuk, karena yang ditampilkan adalah unsur seni.

Salah satu jurus yang menarik dan sering muncul dalam upacara

pernikahan adat Lampung adalah jurus kuttau.10 Ketika

dipentaskan jurus kuttau diasumsikan telah bertransformasi ke

dalam bentuk lain yakni menjadi Tari Pedang.

Tari Pedang adalah tarian yang menyerupai gerakan-

gerakan Pencak Silat. Gerakan yang digunakan menunjukkan

tanda-tanda bahwa tarian tersebut merupakan bentuk lain dari

jurus-jurus Kuttau. Jurus yang paling sering dipentaskan adalah

jurus Kuttau dengan menggunakan pedang tunggal maupun

ganda. Tari Pedang juga sering digunakan pada acara-acara lain,

seperti acara penyambutan tamu atau sesuai dengan permintaan

penikmat. Tari ini berkembang di Desa Labuhan Ratu Kabupaten

Lampung Timur, yaitu masyarakat Lampung yang beradat

istiadat Pepadun11 Abung Siwo Mego.12

10 Jurus pisuk duo adalah jurus andalan dalam seni beladiri Kuttau

Lampung, sehingga jurus ini yang sering muncul dalam berbagai kesempatan

pentas (wawancara Darwis, Februari 2014). 11 Pepadun adalah bagian dari etnis Lampung yang terbagi dalam

sembilan kelompok lagi salah satunya adalah Abung Siwo Mego. Etnis

Lampung adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa dan adat

istiadat Lampung. Secara tradisi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok adat istiadat Pepadun dan kelompok adat istiadat Saibatin,

kemudian kedua kelompok adat istiadat ini terbagi-bagi lagi ke dalam

kelompok-kelompok yang lebih kecil. 12 Anonim, “Sejarah Daerah Lampung”. (Lampung: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan), 1998.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

6

Pada kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa Kuttau

Lampung tidak terlepas dari perkembangan faktor-faktor sosial

budaya, yang terjadi di Lampung khususnya di Kabupaten

Lampung Timur. Berbagai kebijakan pemerintah dalam

menyikapi permasalahan seni budaya, secara tidak langsung

telah menempatkan jurus kuttau pada posisi yang berubah dari

sebelumnya. Kemunculan berbagai kebutuhan industrial,

pariwisata, dan berbagai ruang komersial lainnya, telah

menciptakan lingkup tersendiri. Dengan kenyataan seperti itu,

Kuttau Lampung berada pada posisi ambivalen. Hal demikian

menunjukkan ada transformasi pada „teks‟ dan „konteks‟ dalam

Kuttau Lampung.

Perkembangan beladiri yang kemudian menjadi pencak silat

hingga menjadi Tari Pedang, menunjukkan adanya perubahan

bentuk. Perkembangan ini mungkin membuat ada sesuatu yang

berubah atau usaha-usaha untuk „melahirkan‟ bentuk-bentuk

baru di dalam pencak silat itu sendiri. Aspek yang berkembang

dalam kuttau dianalisis dengan melihat apakah aspek tersebut

merupakan bagian dari „tubuh‟ kuttau atau bentukan baru.

Analisis yang dilakukan untuk melihat apakah perkembangan

mengakibatkan perubahan bentuk, makna, dan fungsi dalam

kuttau.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

7

Nardewan seorang pendekar Kuttau Lampung menjelaskan

tentang sejarah pembentukan hingga „kelahiran‟ Tari Pedang

sebagai bentuk lain jurus kuttau. Dalam penjelasannya,

Nardewan juga menyampaikan tentang tujuan pendirian Kuttau.

Menurutnya didirikan Kuttau merupakan upaya mempersatukan

masyarakat Kabupaten Lampung Timur, khususnya Sukadana

dalam melawan kolonial Belanda. Telah disebutkan di awal

bahwa beladiri merupakan bentuk perlawanan untuk

mempertahankan diri. Hal ini menunjukkan bahwa Kuttau

semula merupakan murni bentuk beladiri untuk

mempertahankan diri.

Semua indikasi yang ada pada Kuttau Lampung di atas baru

merupakan asumsi dan dugaan awal. Sebuah studi yang lebih

mendalam tentang Kuttau Lampung dirasakan perlu dan

mendesak untuk segera dilakukan guna membuktikan asumsi-

asumsi tersebut. Tidak hanya untuk memahami alasan yang

membuat Kuttau dapat tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat Lampung di Kabupaten Lampung Timur. Akan tetapi,

bagaimana bentuk transformasi dan perubahan sosial-budaya,

mempengaruhi jurus kuttau menjadi satu kesatuan beladiri yang

utuh, serta Tari Pedang sebagai seni pertunjukkan, dengan

polanya masing-masing.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

8

B. Rumusan Masalah

Kuttau dalam masyarakat Lampung semula merupakan

beladiri murni. Beladiri yang terbentuk dari kaum inferior,

sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi yang diterima.

Dalam perkembangan saat ini jurus-jurus kuttau yang muncul

dalam pementasan lebih mengutama unsur seninya, dengan

tidak menghilangkan unsur gerak silatnya. Gerak silat dalam

jurus-jurus kuttau ketika ditampilkan, sudah tidak ada unsur

beladiri dalam arti pertahanan diri. Kuttau dengan dua pedang

sebagai jurus andalan dalam kuttau, merupakan jurus yang

paling sering dipentaskan yang lebih dikenal dengan Tari Pedang.

Tari Pedang inilah yang kemudian menjadi bentuk lain dari

jurus kuttau sebagai seni pertunjukan. Bagaimana bentuk

transformasi yang terjadi dalam jurus kuttau sebagai seni

beladiri? Bagaimana bentuk Tari Pedang sebagai sebuah seni

pertunjukan? apakah yang mempengaruhi terjadinya

transformasi dalam jurus kuttau Lampung? Apakah perubahan

sosial-budaya mempengaruhi perubahan teks dan konteks jurus

kuttau Lampung? Sesuai dengan fenomena yang terdapat dalam

latar belakang dan masalah-masalah yang dimunculkan dapat

diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana bentuk kuttau Lampung sebagai beladiri dan

sebagai seni pertunjukan?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

9

2. Mengapa transformasi dalam Kuttau Lampung menjadi Tari

Pedang dapat terjadi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan antara lain sebegai berikut.

1. Mengidentifikasi lokasi dan eksistensi beladiri kuttau di

Kabupaten Lampung Timur;

2. Menganalisis bentuk kuttau yang ada di Desa Sukadana

Ratu Lampung Timur dalam konteks beladiri;

3. Menganalisis bentuk Tari Pedang sebagai sebuah seni

pertunjukan;

4. Menunjukkan bentuk transformasi dan nilai beladiri

Kuttau menjadi seni pertunjukan Tari Pedang;

5. Menganalisis perubahan sosial-budaya yang

mempengaruhi terjadi transformasi dalam beladiri

Kuttau Lampung, khususnya di Desa Sukadana

Lampung Timur;

6. Mengidentifikasi faktor-faktor dan proses transformasi

dalam jurus kuttau menjadi Tari Pedang.

Seluruh pertanyaan yang dimunculkan dalam

penelitian ini, utamanya ditujukan untuk membuktikan

mekanisme transformasi. Transformasi yang terjadi

disebabkan oleh perubahan yang menjadi konstruksi secara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

10

khas di balik pertunjukan Tari Pedang. Pembuktian yang

akan didapat melalui penelitian, sehingga dapat

dikorelasikan dengan elemen-elemen teks dan konteks di

dalamnya. Penelitian ini menggunakan perspektif yang

berbeda dengan perspektif yang telah dibahas pada

penelitian sebelumnya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat penelitian adalah sebai berikut.

1. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian akan sangat

berguna untuk menambah pengetahuan seni tradisi

yang berhubungan dengan beladiri Kuttau. Khususnya

tentang bentuk transformasi jurus kuttau sebagai

beladiri menjadi Tari Pedang sebagai seni pertunjukan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi

tersebut, serta bagaimana pengaruh perubahan sosial-

budaya bermain di dalamnya. Dampak yang

ditimbulkan oleh campur tangan pemerintah tentang

wacana identitas nasional terhadap Kuttau Lampung,

hingga pada transformasi Jurus Kuttau menjadi Tari

Pedang;

2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai acuan untuk meneliti objek sejenis, sehingga

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

11

dapat menambah wawasan tentang beladiri Kuttau yang

ada di Lampung khususnya Kuttau atau Tari Pedang.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian atau acuan awal

suatu tahap penelitian sebelum melangkah ke penulisan. Hal ini

berkaitan erat dengan pertanggungjawaban, keabsahan masalah

penelitian. Masalah penelitian yang dikaji sebaiknya mempunyai

ketentuan dalam hal pertanggungjawaban kebaruan suatu

masalah. Masalah kebaruan objek penelitian harus dapat

dipertanggungjawabkan dengan pembuktian karya ilmiah

ataupun penelitian ilmiah sebelumnya. Hasil dari tinjauan

pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut.

Maizarti dalam buku yang berjudul “Tari Randai Salapan Di

Nagari Gunung Kota Padangpanjang Kontinuitas dan

perubahannya” (2013), mengungkapkan tentang kontinuitas dan

perubahan Tari Randai Salapan di Nagari Gunung Kota Padang

Panjang. Tari Randai Salapan, yang dijadikan objek penelitian

merupakan bentuk seni pertunjukan yang tumbuh di kawasan

pedesaan Sumatra Barat. Seiring perkembangan zaman Tari

Randai ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya,

sehingga Tarian ini mengalami revitalisasi. Revitalisasi tersebut

menuntut adanya perubahan namun juga memerlukan

kontinuitas. Tari Randai Salapan ini gerak dasarnya adalah gerak

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

12

beladiri, sehingga dilihat dari jenis objek penelitian, tesis ini

membantu untuk mengungkap bagaimana penyajian kesenian

yang berakar dari beladiri, kemudian menjadi sebuah tarian.

Dalam buku Pentjak Silat The Indonesian Fighting Art yang

ditulis oleh Alexander (1968), dijelaskan tentang beladiri yang ada

di Indonesia. Buku ini meneliti beladiri yang ada di Indonesia,

mulai dari pulau Sumatera hingga ke pulau Bali. Terdapat enam

puluh beladiri yang tidak muncul ke permukaan, namun dari

sekian banyak beladiri tersebut Alexander dan kawan-kawan

menyeleksi sepuluh beladiri yang dapat mewakili masing-masing

daerah. Ketika membaca buku ini, maka akan sangat terlihat,

bahwa setiap beladiri yang dipilih, memiliki tekniknya masing-

masing. Sepuluh beladiri yang dijelaskan dalam buku ini tidak

menyebutkan tentang Kuttau Lampung. Hasil penelitian baru

menjelaskan sepuluh teknik beladiri yang ada di Indonesia

dengan dipilih dari seluruh beladiri yang ada di Indonesia.

Dalam buku karangan Margaret Kartomi (2011) yang

berjudul “Traditional and Modern Form of Pencak Silat Indonesia:

The Suku Mamak in Riau”, adalah sebuah riset tentang bentuk

pencak silat tradisional dan modern. Dalam bukunya Kartomi

menyampaikan bahwa pencak adalah sebuah pertunjukan

dengan kata lain kaitan antara beladiri dan seni. Silat adalah self

defence atau pertahanan diri dalam beladiri. Kartomi juga

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

13

membahas tentang musik dan alat musik yang digunakan untuk

mengiringi pencak silat di suku Mamak Riau. Selain itu dibahas

juga tentang perkembangan dari pencak silat di Riau. Penelitian

Kartomi ini sangat membantu sebagai pembanding dan acuan

dalam penelitian pencak silat Kuttau di Lampung.

Bart Barendregt dalam artikelnya yang berjudul “Written by

The Hand of Allah; Pencak Silat of Minangkabau, West Sumatra”

pada (1995), memaparkan tentang pencak silat yang ada di

Minangkabau Sumatra Barat. Bart menganalisis bahwa silat,

beladiri, merupakan komponen pendidikan pada masyarakat

Minangkabau tradisional di Sumatera Barat. Melalui belajar silat

Minangkabau, seseorang bisa menjadi anggota masyarakat yang

seutuhnya atau 'full-grown member of society'. Bart juga

berpandangan bahwa, silat sekaligus representasi dari budaya

Minangkabau dan sarana transmisi itu. Para peserta

merefleksikan masyarakat, dan hubungan antara mikrokosmos,

tubuh mereka sendiri, dan makrokosmos. Dalam artikel ini

seperangkat gerak dasar silat dianalisis, sehingga memberikan

wawasan ke dalam budaya Minangkabau. Disampaikan juga

bahwa, para peserta berbicara tentang silat berhubungan dengan

ide-ide Sufi dan konsep sosial-politik yang membentuk hukum

adat. Minangkabau menganggap gerakan silat hanya bermakna

jika gerakan tersebut sesuai dengan kehendak Allah. Artikel ini

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

14

membantu sebagai acuan untuk menganalisis gerak dalam seni

beladiri Kuttau Lampung.

Buku Pencak Silat Merentang Waktu (2000), yang diterbitkan

oleh Galang Press, Yogyakarta, karya O‟ong Maryono,

menerangkan tentang sejarah pencak silat di Indonesia secara

umum. Sejarah pencak silat yang dipaparkan dalam buku ini,

dengan melihat dari berbagai aspek, yang secara global

berkembang di Indonesia. Buku ini membantu dalam

menganalisis perkembangan pencak silat di Indonesia yang

kemudian dikaitkan dengan pencak silat Kuttau Lampung.

Penelitian terdahulu berupa tesis dan disertasi, telah

meneliti tentang pencak silat, baik secara umum ataupun pencak

silat di daerah-daerah. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan

tersebut, sangat membantu guna menemukan masalah yang

lebih detil yang berkaitan dengan pencak silat di Indonesia. Hasil

dari tinjauan pustaka yang telah dilakukan sangat bermanfaat,

guna menemukan informasi yang berkaitan dengan pencak silat

secara umum maupun secara khusus tentang kuttau Lampung.

Selain untuk melacak penelitian-penelitian sejenis, tinjauan

pustaka juga diperlukan untuk memastikan kebaruan penelitian.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, belum ada

yang meneliti tentang beladiri yang ada di Lampung yakni Kuttau.

Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan dari beberapa sumber

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

15

pustaka yang berupa buku dan penelitian yang telah diuraikan di

atas, menunjukkan belum ada penelitian tentang beladiri Kuttau

di Lampung khususnya dengan topik “Transformasi Kuttau

Lampung dari beladiri menjadi Seni Pertunjukan”.

F. Landasan Teori

Penelitian tentang Transformasi Beladiri Kuttau Lampung

menjadi Seni Pertunjukan Tari Pedang Kembar, dianalisis

menggunakan kajian tari teks dan konteks13 pada teori

adaptation and appropriation14 dengan pendekatan performance

studies.15 Kajian tekstual dilakukan untuk mengungkap jurus

Kuttau sebagai teks yang dapat ditelaah dan dianalisis sebagai

beladiri yang bertransformasi menjadi Tari Pedang. Kajian

kontekstual dilakukan untuk menganalisis bagian tak tentu

(immanent) dan integral dari dinamika sosial-budaya masyarakat,

dalam transformasi yang terjadi pada Kuttau. Faktor-faktor dan

proses yang mempengaruhi perubahan tersebut ditelaah sebagai

bagian dari teori appropriation. Adapun paparan teori-teori yang

dipinjam sebagai „pisau analisis‟ untuk membedah pokok

bahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

13 Y. Sumandiyo Hadi, “Kajian Tari Teks dan Konteks”, (Yogyakarta:

Pustaka Book Publisher), 2007. 14 Julie Sanders, “Adaptation and Appropriation”, (New York: Routledge),

2006. 15 Richard Schechner, “Performance Studies An Introduction”, (London:

Routledge), 2002.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

16

1. Teori Bentuk

Hadi dalam bukunya tentang „kajian tari teks dan konteks‟

merumuskan bentuk sebagai wujud yang diartikan hasil dari

berbagai elemen tari yaitu gerak, ruang dan waktu. Elemen-

elemen itu bersama-sama bersatu mencapai vitalitas estetis.

Proses penyatuan itu mendapatkan bentuk yang disebut sebagai

komposisi tari atau koreografi.16 Dengan teori koreografi

diungkapkan bentuk gerak, teknik gerak, dan gaya gerak pada

kuttau sebagai beladiri menjadi Tari Pedang sebagai seni

pertunjukan.

Pemahaman bentuk gerak meliputi kesatuan, variasi, repetisi,

transisi, rangkaian, perbandingan, dan klimaks, kaitannya

dengan gerak kuttau dan Tari Pedang. Teknik gerak dipahami

sebagai cara mengerjakan seluruh proses, baik fisik maupun

mental, dalam mewujudkan pengalaman estetis sebuah

komposisi tari. Gaya gerak lebih mengarah pada konteks ciri

khas atau corak yang terdapat pada bentuk dan teknik gerak.

Gaya gerak tersebut, menyangkut pembawaan pribadi maupun

ciri sosial-budaya yang melatarbelakangi bentuk dan teknik

dalam kuttau dan Tari Pedang.

Analisis bentuk dikenal juga sebagai telaah struktural yang

memandang fenomena gerak atau tari sebagai fenomena bahasa.

16 Y. Sumandiyo Hadi, 2007, 24.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

17

Tari pada dasarnya adalah ekspresi, perwujudan yang berupa

simbol-simbol dari perasaan manusia yang ingin

dikomunikasikan kepada orang lain. Begitu pula dengan analisis

bentuk pada kuttau sebagai beladiri, tentu berbeda ketika

dipertunjukkan sebagai Tari Pedang. Ekspresi, perwujudan yang

disampaikan pada lawan atau penonton juga berbeda.

Memandang seni secara tekstual juga dikenal dengan

analisis simbolik, yang menganggap fenomena atau pertunjukan

seni dalam hal ini kuttau dan Tari Pedang. Sebagai sebuah teks

kuttau dan Tari Pedang yang bebas dibaca dan kemudian perlu

ditafsirkan layaknya seorang penonton dan pengamat seni yang

dengan bebas menafsirkan. Hal ini senada dengan pandangan

Suka Harjana, bahwa kritik seni disampaikan secara subjektif

bukan objektif.17

Tari merupakan subjektivitas seniman pembuatnya,

sehingga perlu dipahami tentang sistem dan aturan yang

berlaku. Hal tersebut perlu dilakukan pada beberapa simbol

dalam gerak tari agar dapat ditangkap arti dan maknanya.

Pemahaman tentang simbol ini perlu dilakukan, agar diketahui

perbandingan antara kuttau sebagai beladiri dan sebagai seni

pertunjukan.

17 Suka Harjana, “Seminar Kritik Seni Pertunjukan di Indonesi Kritik

dalam Konteks, Ruang, dan waktu”, (Yogyakarta: Pusat Studi & Orientasi

Musik), 2014.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

18

2. Teori Adaptation dan Appropriation

Kebudayaan dipahami sebagai semua hasil karya, rasa, dan

cipta masyarakat.18 Artinya mencakup segala cara atau pola

berpikir, merasakan, dan bertindak. Geertz yang dikutip

Abdullah mengatakan bahwa kebudayaan “merupakan

pengertian-pengertian atau makna-makna yang terjalin secara

menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditransmisikan secara

historis”.19 Pada bagian selanjutnya Geertz mengatakan bahwa

kebudayaan adalah:

“Merupakan sistem mengenai konsep-konsep yang diwariskan dalam bentuk simbolis, yang dengan cara ini

manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap

kehidupan.20 Pendapat Geertz tentang kebudayaan ini lebih

menitikberatkan pada simbol, yakni bagaimana manusia

menyikapi kehidupan berdasarkan simbol-simbol yang

diwariskan. Rumusan Geertz di atas memperlihatkan bahwa

setiap kebudayaan pasti mengalami perubahan. Sanders

mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan seni yang

menciptakan seni, salah satunya adalah bagian dari proses

adaptasi dan apropriasi dari karya seni sebelumnya.

18 Soejono Soekanto, 2010, 74. 19 Irwan Abdullah, “Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan”, Cet. IV.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2010, 1. 20 Abdullah, Irwan, 2010, 60.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

19

“Any exploration of intertextuality, and its specific manifestation in the forms of adaptation and appropriation, is inevitably interested in how art creates art”21 Setiap eksplorasi intertekstualitas, dan manifestasi spesifiknya dalam bentuk adaptasi dan apropriasi,

adalah pasti tertarik pada bagaimana seni menciptakan seni.

Proses adaptasi dan apropriasi dapat sangat bervariasi

dalam menyatakan tujuan intertextual mereka. Dalam esai Julia

Kristeva “The Bounded Text” yang dikutip oleh Sanders

digambarkan proses dimana teks adalah permutasi dari teks-teks

lainnya, sebuah intertekstualitas.22 Dengan didorong oleh

semiotika, Kristeva tertarik pada bagaimana teks-teks yang

diserap oleh tanda-tanda, penanda, dan penuturan-penuturan

budaya di mana mereka berpartisipasi dan dari mana mereka

berasal. Kristeva melihat seni, musik, drama, tari, dan sastra

sebagai mosaik hidup, yaitu persimpangan dinamis dari

permukaan-permukaan tekstual.

Dalam apropriasi, hubungan intertekstualnya kurang

eksplisit dan lebih tertanam. Kenyataan yang sering muncul

dalam apropriasi adalah keputusan dari pelaku yang terlibat

dalam menafsirkan teks dan menciptakan teks baru dibentuk

oleh kesepakatan politik dan etika.23 Adaptasi dan apropriasi

21 Julie Sanders, 2006, 1. 22 Julie Sanders, 2006, 2-3. 23 Julie Sanders, 2006, 2 & 32.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

20

seringkali menimbulkan kritik yang mempertanyakan properti

intelektual dan pengakuan yang tepat terhadap karya seni yang

menjadi sumbernya. Akan tetapi, sebenarnya hal itu merupakan

proses kreatif dan berpengaruh, sebagai dorongan untuk memicu

pemikiran baru dalam sebuah karya seni.

Tari pedang sebagai sebuah karya seni yang muncul di

kalangan masyarakat Lampung khususnya Lampung Timur

mengindikasikan adanya proses adaptasi dan apropriasi dari

kuttau. Kajian mengenai proses tersebut menjadi tujuan dalam

penelitian ini, untuk menelaah transformasi teks dan konteks

kuttau menjadi Tari Pedang.

3. Konstruk Teoretis untuk Mendekati Permasalahan

Inti permasalahan penelitian ini adalah transformasi beladiri

kuttau Lampung menjadi Tari Pedang. Ada dua hal yang perlu

dipertegas maknanya dalam pembuatan konstruk teoretis yang

dipergunakan untuk mendekati permasahan yang diteliti, yaitu

(1) bentuk kuttau Lampung sebagai sebuah beladiri, (2) bentuk

kuttau yang bertransformasi menjadi Tari Pedang sebagai sebuah

seni pertunjukan.

a. Bentuk Kuttau Lampung Sebagai Beladiri

Bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini, yakni dipahami

sebagai wujud yang diartikan hasil dari berbagai elemen yaitu

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

21

gerak, ruang, dan waktu. Bentuk pada kuttau sebagai beladiri,

dipahami sebagai bentuk gerak, ruang, dan waktu dalam

penggunaan dan proses latihan. Bentuk kuttau dianalisis dengan

menggunakan teori bentuk berdasarkan tiga hal tersebut.

Dengan menggunakan teori bentuk, dianalisis bagaimana

bentuk kuttau sebagai beladiri yang tentunya berbeda dengan

bentuknya sebagai seni pertunjukan. Gerak kuttau sebagai

beladiri dilihat sebagai jurus-jurus yang dilakukan dengan

berurutan. Selain itu dianalisis juga bagaimana bentuk kuttau

ketika melakukan perkelahian yang sebenarnya. Ruang kuttau

yang juga dianalisis dengan teori bentuk yakni kuttau yang

berada di Desa Sukadana Lampung Timur. Kuttau memiliki

kekhasan dari daerah-daerah lainnya, sedang waktu yang

dianalisis yakni pada tahun 2013-2015.

b. Transformasi Kuttau Menjadi Tari Pedang Sebagai Sebuah

Seni Pertunjukan.

Istilah “transformasi” sangat erat dengan “perubahan”, yakni

perubahan terhadap suatu hal atau keadaan. Dalam sebuah teks

karya seni selalu mengalami perubahan sebesar atau sekecil apa

pun itu, seperti yang telah disebut di atas bahwa makna kunci

dari transformasi adalah perubahan. Sebuah karya tari yang

dipertunjukkan pada satu bentuk24, kemudian kembali

24 Y. Sumandiyo Hadi, “Koreografi (Bentuk-Teknik-Isi)”, (Yogyakarta:

Pustaka Book Publisher), 2014, 24.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

22

dipertunjukkan dengan bentuk yang sama, tentu akan

mengalami perubahan.25 Artinya meskipun dalam bentuk yang

sama, namun jika dipertunjukkan pada waktu yang berbeda

akan terjadi perubahan.

Dalam hal teks Kuttau Lampung, dengan bentuk yang sama

yakni dalam wadah beladiri, kemudian mungkin sebagai upaya

eksistensi diri mengalami perubahan bentuk. Perubahan yang

terjadi mungkin dipengaruhi oleh lingkungan sosial, yang

merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Dalam

masyarakat suatu proses perubahan terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan tersebut terjadi. Perubahan kuttau

menjadi Tari Pedang dipengaruhi oleh perubahan sosial yang

berkaitan juga dengan perubahan budaya, khususnya

keberadaan kuttau, yang kemudian beradaptasi menjadi Tari

Pedang.

Untuk mengetahui bagaimana penciptaan Tari Pedang yang

diasumsikan berasal dari unsur beladiri, bisa dilihat dari unsur

manusia, suasana lingkungan, dan kebutuhan hidup manusia.

Mohamad Saleh berpendapat bahwa pencak silat dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan lain, yaitu kebutuhan

25 Suka Harjana, “Seminar Kritik Seni Pertunjukan di Indonesia, Kritik

dalam Konteks, Ruang, dan waktu”, (Yogyakarta: Pusat Studi & Orientasi

Musik), 2014.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

23

estetika, sakral maupun hiburan.26 Terkait dengan perubahan

kuttau sebagai beladiri menjadi Tari Pedang, transformasi

diartikan sebagai perubahan bentuk (teks) dan konteks

dipandang dari segi adaptasi dan apropriasi. Perubahan bentuk

(teks) yang terjadi akan dianalisis dengan telaah adaptasi bentuk

gerak, teknik gerak, dan gaya gerak. Di lain pihak perubahan

konteks ditelaah dengan memahami proses apropriasi dalam

komitmen politik dan pariwisata.

G. Metode Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan,

penelitian ini menggunakan metode penelitian yang akan

membedah dua pertanyaan pokok tersebut. Pendekatan

performance studies digunakan sebagai „wadah‟ yang mencakup

kuttau sebagai beladiri dan Tari Pedang sebagai seni

pertunjukan. Hasil penelitian akhir nantinya berupa paparan

bersifat kualitatif dengan melakukan multi perspektif.

Penelitian ini mendeskripsikan transformasi dalam Kuttau

Lampung, terkait sebagai sumber adaptasi dan apropriasi

pertunjukan Tari Pedang di Desa Labuhan Ratu Lampung Timur,

Lampung.

26 Mohamad Saleh, dalam Yedi Haryadi, “Pencak Silat Gaya Cianjur:

Studi Tentang Perubahan dalam konteks pentunjukan Ibing Penca”, (Yogyakarta: Tesis Universitas Gadjah Mada), 2004.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

24

1. Lokasi

Lokasi penelitian terdapat di wilayah Kabupaten Lampung

Timur, tepatnya di desa Labuhan Ratu. Penelitian terkait dengan

kegiatan berkesenian dalam mengkaji seni pertunjukan Kuttau

Lampung khususnya mengakaji “Transformasi Kuttau Lampung

Dari Beladiri Menjadi Seni Pertunjukan Tari Pedang”. Penelitian

menggunakan sampel yang dapat mewakili generalisasi terhadap

populasi. Seni pertunjukan Tari Pedang sebagai objek penelitian,

memilih sampel seni di Desa Labuhan Ratu Lampung Timur.

2. Penentuan Informan

Informan yang dituju adalah orang yang terlibat langsung

dalam kegiatan berkesenian Kuttau. Seseorang yang mampu

menarikan Tari Pedang berarti telah menguasai atau lulus dalam

ujian Kuttau. Akan tetapi apabila ada seseorang yang ingin

mempelajari Tari Pedang tanpa mempelajari kuttau terlebih dulu

mungkin bisa, namun harus menggunakan skenario. Selama ini

belum ada yang menggunakan gerak kuttau sebagai gerak dasar

dalam tarian, selain yang dilakukan peneliti pada tahun 2010

untuk tugas komposisi koreografi. Dengan demikian diharapkan

penelitian ini dapat membuka dan memberikan referensi gerak

dasar Tari Lampung selain gerak-gerak tari yang sudah ada.

Selain itu dapat merekonstruksi Tari Pedang, sehingga dapat

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

25

dipelajari tanpa mempelajari kuttau dengan waktu yang lama.

Informan yang dituju adalah orang-orang yang telibat langsung

dalam kegiatan beladiri Kuttau di Kabupaten Lampung Timur.

Informan yang dilibatkan dalam penelitian ini di antaranya

sebagai berikut.

1. Nardewan, Pendekar Pencak Silat Kuttau Lampung.

2. Zainal Abidin, Ketua Persatuan Pencak Silat Kuttau

cabang Sukadana.

3. Darwis, Pelatih kuttau dan penari pedang di Desa

Labuhan Ratu Lampung Timur.

4. Najib, Pelatih dan penari pedang di Desa Sukadana

Lampung Timur.

5. Angga Misdarda, Pelatih dan penari pedang di Desa

Labuhan Ratu.

6. Nain, Pelatih dan penari pedang di Sukadana Lampung

Timur.

7. Hengki, Penari pedang di Desa Sukadana Lampung Timur.

8. Obi, Penari pedang di Desa Sukadana Lampung Timur.

3. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini bermacam-macam bentuknya, mulai dari materi, bahasa dan

tindakan yang berkaitan dengan Kuttau Lampung. Materi yang

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

26

dimaksudkan adalah sesuatu yang berwujud tulisan tentang

Kuttau. Bahasa atau kata-kata dan tindakan merupakan sumber

data utama yang bersifat pengamatan dan wawancara berupa

melihat, mendengar, bertanya kepada pendekar, pelatih, dan

anggota Kuttau. Sumber data ini dapat dicatat melalui catatan

tertulis atau melalui pengambilan foto, rekaman suara, dan video

visual recorder saat pementasan dan latihan. Ada bermacam-

macam materi berupa sumber data kualitatif yang digunakan

yaitu:

3.1 Observasi

Usaha pengumpulan data secara observasi dilakukan di

wilayah Kabupaten Lampung Timur, khususnya yang sering

menggunakan kesenian Tari Pedang dalam acara adat. Pencarian

data kesenian Tari Pedang di Desa Labuhan Ratu dilakukan

sesering mungkin untuk mendapat data yang lebih objektif. Data-

data kesenian Tari Pedang periode tahun 2012 hingga kini,

dilakukan dengan cara observasi secara langsung.

3.2 Wawancara

Data-data yang diperoleh dari narasumber, penting untuk

dicatat dan dikaji secara mendalam. Penelusuran data kesenian

Tari Pedang dari awal terbentuknya hingga yang berkembang

saat ini, lebih banyak menggunakan teknik wawancara. Teknik

wawancara yang digunakan teknik wawancara tidak terstruktur,

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

27

yaitu peneliti berpedoman pada garis besar permasalahan yang

akan ditanyakan.27 Pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih

dahulu, tetapi pertanyaan akan disesuaikan dengan keadaan dan

ciri unik responden.28 Narasumber yang dipilih adalah yang

mengetahui secara pasti dan terlibat langsung dalam kegiatan,

serta wawancara dengan beberapa narasumber yang dianggap

penting dalam kajian ini. Hasil yang diperoleh data informasi

tentang Tari Pedang sesuai dengan apa yang ditanyakan,

dokumentasi gambar, rekaman hasil wawancara, dan data

pendukung lainnya.

3.3 Studi Pustaka

Buku-buku yang dapat dipergunakan sebagai data adalah

buku-buku koleksi pribadi yang terkait dengan penelitian, di

antaranya buku “Ketika Tari Adat Ditantang Revitalisasi” karya

Maizart, “Pentjak Silat The Indonesian Fighting Art” yang ditulis

Alexander dkk, “Traditional and Modern Form of Pencak Silat

Indonesia: The Suku Mamak in Riau” oleh Margaret Kartomi, dan

“Written by The Hand of Allah; Pencak Silat of Minangkabau, West

Sumatra” oleh Bart Barendregt, “Adaptation and Appropriation”

oleh Julia Sanders, serta beberapa buku yang menunjang untuk

27 Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”,

(Bandung: Alfabeta, 2011), 8. 28 Lexy J. Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi”, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2007), 6.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

28

penelitian ini. Selain itu dilakukan juga tinjauan pustaka melalui

penelitian berupa tesis, disertasi dan publikasi ilmiah lainnya.

3.4 Dokumentasi

Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan foto-

foto dan rekaman audio visual. Data-data tersebut dipergunakan

untuk memperkuat bahwa proses penelitian benar-benar telah

dilakukan. Selain itu data dokumentasi juga berupa data hasil

wawancara yang berupa catatan dan rekaman, serta foto-foto dan

gambar yang berkaitan dengan Tari Pedang Kembar dan jurus

Kuttau.

H. Metode Analisis Data

Analisis pada setiap tahapan akan menampilkan kategori

sebagai bahan mentah, untuk pengembangan teori-teori

sementara, yang akan semakin mantap pada tahapan

selanjutnya. Dengan demikian peneliti yang tidak segera

melakukan analisis sedini mungkin akan memperoleh apa yang

oleh Glasser disebut theoretical sensitivity, yakni kepekaan

teoritis terhadap data yang dikumpulkan. Data itu hanyalah

tumpukan angka atau kata-kata bisu, sampai membuatnya

berteriak teori.29 Teknik analisis data yang digunakan dalam

29 A. Chaedar Alwasilah, “Pokoknya Kualitatif; Dasar-Dasar Merancang

dan Melakukan Penelitian Kualitatif”, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2011),

114.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

29

penelitian “Transformasi Kuttau Lampung Dari Beladiri Menjadi

Seni Pertunjukan Tari Pedang” adalah analisis sebelum datang ke

lapangan, dan analisis secara bersamaan dengan pengumpulan

data di lapangan.

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Sebelum datang ke lapangan perlu dilakukan analisis

terhadap data hasil dari studi pendahuluan, atau yang disebut

dengan data yang digunakan untuk menentukan fokus

penelitian.30 Fokus penelitian ini masih bersifat sementara,

penelitian akan terus perkembang selama proses pengumpulan

data berlangsung dan selama proses penelitian berlangsung di

lapangan fokus penelitian akan mengerucut hingga terfokus,

yang akhirnya akan menjadi penelitian yang diharapkan.

2. Analisis Data di Lapangan

Analisis data penelitian kualitatif dilakukan secara

interaktif, berlangsung terus menerus hingga tuntas dan data

telah jenuh.31 Catatan yang menghasilkan catatan lapangan,

dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat

ditelusuri. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan,

kemudian menyintesiskan data hasil pengumpulan data.

Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu

30 Sugiyono, 2011, 245. 31 Sugiyono, 2011, 246.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

30

mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan

hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan baru.

Dalam menganalisis data kualitatif data-data yang

diperlukan dikumpulkan kemudian diseleksi sesuai dengan

kebutuhan penelitian. Setelah penyeleksian dilakukan, data-data

tersebut diuraikan secara kritis. Semua tahapan yang dilakukan

untuk mendapatkan informasi yang diperlukan guna analisis

penelitian. Apabila keseluruhan tahapan telah dilakukan,

selanjutnya menulis laporan penelitiannya.

Pada tahap ini proses dimulai dengan menganalisis setiap

gerak silat yang telah didapat, yang terdapat di Desa Labuhan

Ratu Lampung Timur, dari berbagai rekaman dan foto-foto

sebelumnya kemudian dikonfirmasikan dengan data berupa

catatan tetulis awal, yang telah didapat ketika di lapangan. Pada

proses ini sebenarnya awal pengamatan sudah terjadi, akan

tetapi analisis belum bisa matang sampai data terkumpul,

selesai, dan lengkap.

Tahap selanjutnya adalah menganalisis hasil observasi

yang didapat dari berbagai gerak yang telah terekam dari

berbagai pertunjukan yang didapat. Ditemukan dua data rincian

dari pengamatan dan wawancara. Data ini kemudian diolah dan

diklasifikasikan sesuai dengan urutan rumusan masalah yang

ada. Untuk bahan kajian seni utamanya harus menggunakan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

31

pendekatan seni juga. Selanjutnya masih berkisar analisis

perbandingan antara gerak silat yang berkaitan dengan gerak

yang digunakan dalam gerak Tari Pedang.

Hasil wawancara dengan guru yakni pendekar Kuttau,

pelatih-pelatih, dan juga para murid akan dibandingkan dengan

hasil pengolahan data terakhir dengan keterkaitan faktor-faktor

yang mempengaruhi perubahan dan menjadi inspirasi untuk

pertunjuakan Tari Pedang. Data terakhir inilah yang kemudian

menjadi titik awal pemecahan rumusan utama penelitian.

I. Sistematika Penelitian

Dalam sub-bab ini dijelaskan secara umum mengenai

beladiri Kuttau, serta kaitannya dengan kuttau dan juga Tari

Pedang. Sub-bab ini mengeksplanasi tranformasi yang terjadi

dalam „tubuh‟ beladiri Kuttau Lampung. Selain itu

dideskripsikan, dianalisis dan dielaborasi tentang bentuk serta

dampak transformasi yang terjadi dan melihat kaitannya dengan

kebijakan pemerintah. Deskripsi bentuk pertunjukan kuttau

dalam konteks beladiri, deskripsi bentuk Tari Pedang dalam

konteks seni pertunjukan, yang memisahkannya dari unsur

beladiri.

Bab ini dilengkapi dengan foto peraga gerak Kuttau sebagai

inspirasi Tari Pedang dan manifestari beladiri Kuttau Lampung.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

32

Foto pertunjukan Tari Pedang pada acara ngarak meghiyan32,

saat latihan pencak silat dan nabuh33. Sub-bab ini

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi beladiri

Kuttau hingga terjadi transformasi. Mengidentifikasi bagaimana

Tari Pedang masih dapat berkembang hingga saat ini berikut

dampak dari perubahan yang terjadi. Sistematika akan

dijabarkan secara terinci yaitu sebagai berikut.

Bab I merupakan pengantar yang berkenaan dengan latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab II berisi tentang latar belakang beladiri kuttau

Lampung mengenai lokasi dan persebaran kuttau, sejarah

beladiri Indonesia, asal-usul kuttau Lampung, dan aspek-aspek

yang terdapat pada kuttau.

Bab III berisi tentang bentu kuttau dalam konteks beladiri

di Lampung, yang meliputi gerak, iringan, pelaku, tempat

berlatih, dan waktu berlatih. Untuk gerak kuttau dalam konteks

beladiri dilihat berbeda dari bentuknya sebagai seni pertunjukan

Tari Pedang. Dalam konteks beladiri gerak kuttau dianalisis

dengan melihatnya sebagai jurus dan teknik-teknik beladiri.

32 Ngarak meghiyan adalah acara arak-arakan pengantin laki-laki ketika

akan melakukan akad nikah. 33 Nabuh adalah memainkan alat musik tradisional Lampung yakni Talo

Balak.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88096/potongan/S2-2015... · pustaka sampai sejauh ini antara lain sebagai berikut. ... yang berakar dari

33

Selain itu dianalisis juga posisi kuttau dalam kehidupan sosio-

kultural masyarakat Lampung khususnya Lampung Pepadun

Abung Siwo Migo di Desa Sukadana Kabupaten Lampung Timur.

Bab IV analisis transformasi kuttau Lampung menjadi

seni pertunjukan Tari Pedang. Dianalisis bentuk transformasi

kuttau yang meliputi transformasi bentuk kuttau menjadi Tari

Pedang, Transformasi kontekstual Tari Pedang, dan perubahan

estetika. Selain itu dianalisis juga dinamika perjalanan Tari

Pedang di Desa Sukadana.

Bab V merupakan bab terakhir berupa kesimpulan yang

merupakan jawaban dari masalah penelitian dan saran.