BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/51/1/bab1.pdfyang menjalani masa pidana atau...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak-hak narapidana diatur dalam pasal 14 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasayarakatan, juga termasuk hak mendapatkan cuti mengunjungi keluaraga dan cuti menjelang bebas. Hak Narapidana sangat penting untuk dilindungi, karena seseorang telah terbukti melakukan kesalahan melalui putusan pengadilan namun tidak serta merta dia kehilangan haknya. Adapun hak- hak setiap narapidana tersebut sebgaimana ditegaskan di dalam pasal 14 Undang- Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah: 1 1) Narapidana berhak : a) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c) mendapatkan pendidikan dan pengajaran. d) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e) menyampaikan keluhan. f) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang. g) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan. h) menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya. i) mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). j) mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k) mendapatkan pembebasan bersyarat. l) mendapatkan cuti menjelang bebas. m) mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 1 Pasal 14 Undang-Undang no.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uir.ac.id/51/1/bab1.pdfyang menjalani masa pidana atau...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak-hak narapidana diatur dalam pasal 14 Undang-Undang No. 12 Tahun

1995 tentang Pemasayarakatan, juga termasuk hak mendapatkan cuti

mengunjungi keluaraga dan cuti menjelang bebas. Hak Narapidana sangat penting

untuk dilindungi, karena seseorang telah terbukti melakukan kesalahan melalui

putusan pengadilan namun tidak serta merta dia kehilangan haknya. Adapun hak-

hak setiap narapidana tersebut sebgaimana ditegaskan di dalam pasal 14 Undang-

Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah:1

1) Narapidana berhak :

a) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.

b) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.

c) mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

d) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

e) menyampaikan keluhan.

f) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya

yang tidak dilarang.

g) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

h) menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu

lainnya.

i) mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

j) mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga.

k) mendapatkan pembebasan bersyarat.

l) mendapatkan cuti menjelang bebas.

m) mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak

narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

1 Pasal 14 Undang-Undang no.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2

Diantara perincian hak-hak narapidana di atas, pada huruf l disebutkan hak

narapidana untuk mendapatkan cuti menjelang bebas, menurut Pasal 1 ayat (1)

Keputusan Mentri Kehakiman No. M.01. PK. 04-10 Tahun 2007, cuti menjelang

bebas adalah proses pembinaan diluar lembaga pemasyarakatan bagi narapidana

yang menjalani masa pidana atau sisa masa pidana yang pendek.2. Cuti menjelang

bebas, dilaksanakan diluar Lapas setelah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana

dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tidak kuarang dari 9 bulan.

Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling sedikit 9 (sembilan) bulan

terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana. Lamanya Cuti

Menjelang Bebas sebesar remsi terakhir, paling lama 6 (enam) bulan.3

Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat

dan Tata cara Pelaksanaan hak warga binaan Pemsyarakatan:

(1) Cuti menjelang bebas dapat diberikan kepada :

a) Narapidana dan Anak pidana yang telah menjalani 2/3 masa pidana

sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan berkelakuan baik dengan

lama cuti sama remisi terakhir yang diterimanya paling lama 6

(enam bulan).

b). Anak Negara yang pada saat mencapai usia 17 (Tujuh belas) tahun

6 (enam bulan), dan telai dinilai cukup baik.

(2). Cuti menjelang bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir:

a). Bagi narapidana dan Anak pidana, tepat pada saat bersamaan

dengan hari bebas yang sesungguh nya.

b.) bagi anak negara, pada usia 18 (delapan belas tahun)

(3). Izin cuti menjelang bebas sebagai mana dimaksut ayat (1) diberikan

oleh Kepala Kanwil Departemen Kehakiman setempat atas usul dari

Kepala LAPAS.4

2Id.m.Wikipedia.Org./wiki/Undang_undang_Nomor_12_Tahun_1995, di akses pada tanggal

23Maret 2017 jam 20:15 wib. 3Marlina, Hukum Penitensier,PT RefikaAditama,Bandung,2011,hlm.127.

4http://m.hukumonline.com/pusatdata/detail.13297/node/2peratutan-pemerintah-nomor-32-tahun-

1999.

3

Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.Pk.04.10.Tahun 2007

Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan bersyarat, Cuti

Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat harus bermanfaat bagi pribadi dan keluarga

Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan serta tidak bertentangan dengan

kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat. Narapidana atau Anak Didik

Pemasyarakatan dapat diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat,Cuti Menjelang

Bebas, dan Cuti Bersyarat, apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan

administratif. Adapun syarat substantif sebagaimana dimaksud dalam pasal pasal

5 harus dipenuhi oleh narapidana dan Anak pidana adalah:

1).Persyaratan Subtantif

a).Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang

menyebabkan dijatuhi pidana

b).Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif.

c).Berhasil mengikuti program kegiatan kegiatan pembinaan dengan tekun dan

bersemangat

d).Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana dan

Anak pidana yang bersangkutan

e).Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat

hukuman disiplin untuk:

1. Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir

2. Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-

kurangnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir

3. Cuti bersyrat sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan

terakhir.

f). Masa pidana yang telah dijalani untuk :

1. Asimilasi,1/2 (setengah) dari masa pidana

2. Pembebasan Bersyarat 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya, dengan

ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9

(sembilan) bulan

3. Cuti Menjelang Bebas, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan

jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 (enam)

bulan

4. Cuti bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan jangka

waktu cuti paling lama 3 (tiga) bulan dengan ketentuan apabila selama

menjalani cuti melakukan tindak pidana baru maka selama di luar

LAPAS tidak dihitung sebagai masa menjalani pidana.

4

Persyaratan substantif sebagaimanan dimaksud dalam pasal 5 harus dipenuhi

oleh Anak Negara adalah :

1. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas pelanggaran yang

dilakukan

2. Telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif

3. Berhasil mengikuti program pendidikan dan pelatihan dengan tekun

dan bersemangat

4. Masyarakat dapat menerima program pendidikan Anak Negara yang

bersangkutan

5. Berkelakuan baik

6. Masa pendidikan yang telah dijalani di LAPAS Anak untuk:

a. Asimilasi, sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan

b. Pembebasan bersyarat, sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

2). Persyratan Administratif

Persyaratan adminidtratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 harus

dipenuhi oleh Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

a. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis)

b. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing

kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan

Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dibuat oleh Wali

Pemasyarakatan

c. Surat pemberiatahuan ke kejaksaan Negeri tentang rencana

pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang

Bebas, dan Cuti Bersyarat terhadap Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan yang bersangkutan

d. Salinan registrasi F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata

tertib yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemsyarakatan

selama menjalani masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala

RUTAN.

e. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima

Nrapidana dan Anak Didik Pemasyakatan, seperti pihak keluarga,

sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh

Pemerintahan Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau

kepala desa.

f. Bagi narapidana atau Anak pidana warga negara asing diperlukan

syarat tambahan:

1. Surat jaminan dari kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing

yang bersangkutan bahwa Narapidana dan Anak Didik

Pemsyarakatan tidak melarikan diri atau mentaati syarat-syarat

selama menjalani Asimilasi, Pembebasan Bersyrat, Cuti

Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat.

2. Surat keterangan dari Kepala Kantor imigrasi setempat

mrngenai status keimigrasian yang bersangkutan.5

5 Peraturan Mentri Hukum dan Ham RI No. M. 01.pk.04-10 Tahun 2007 Tentang Syrat dan Tata

Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyrat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat

5

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti Di Lembaga

pemsayarakatan Kelas II A Pekanbaru ini, pada tahun 2016 terdapat 1.426

narapidana dengan berbagai jenis kejahatan, padahal kapasitas huniannya hanya

771 narapidana, dengan kelebihan kapasitas yang di alami lembaga

pemsyarakatan ini, maka diperlukan perhatian yang lebih besar dalam hal

pembinaan serta juga pemberian hak-hak narapidana, agar mereka tetap sebagai

manusia yang dihargai kehidupannya. Cuti menjelang bebas merupakan suatu

acara yang efefktif dalam hal pembinaan yang diberikan kepada narapidana untuk

mengurangi dampak kelebihan kapasitas yang dialami oleh Lapas. Pelaksanaan

pemberian hak-hak narapidana sangat penting, karena akan menentukan

keberhasilan lembaga ini dalam membina narapidana tersebut untuk dapat

diterima kembali terutama ditengah-tengah masyarakat. Tujuan mendapatkan Cuti

Menjelang Bebas membaurkan narapidana dengan masyarakat dan dan ingin

berkumpul dan berjumpa dengan keluarga.6

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, maka penulis telah

meneliti tentang bagaimana analisis terhadap hak untuk mendapatkan cuti

menjelang bebas bagi narapidana dilembaga pemasyarakatan kelas II A

pekanbaru, dan mendiskripsikannya dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul

penelitian:

“Analisis Terhadap Hak Untuk Mendapatkan Cuti Menjelang Bebas

Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekanbaru”.

6 Wawancara , Kasubsi Binkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru, Hari Rabu,

Tanggal 22 Maret 2017, bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru.

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas pada latar belakang diatas, maka pokok

permasyalahan yang di identifikasikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah mekanisme hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas bagi

narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru?

2. Apa yang menjadi hambatan bagi narapidana hak untuk mendapatkan cuti

menjelang Bebas di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme untuk mendapatkan cuti

menjelang bebas bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II A

Pekanbaru

2) Untuk mengetahui Apa yang menjadi Hambatan bagi narapidana untuk

mendapatkan cuti menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Klas II

A Pekanbaru.

2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, penulis

mengelompokkan menjadi 2 ( dua ) yaiu :

a) Manfaat Teoritis

7

1) Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang analisis terhadap hak

untuk mendapatkan cuti menjelang bebas bagi narapidana di Lemabaga

Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru

2) Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah yang sederhana bagi mahasiswa atau

akademika Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Khususnya dan

Mahasiswa Hukum Riau umumnya.

b) Manfaat Praktis

1) Berguna bagi penulis dibidang hukum pidana khususnya mengenai analisis

terhadap hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas bagi narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru

2) Berguna bagi praktisi dan aparat penegak hukum, mengetahui mengenai

analisis terhadap hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas bagi

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru.

D. Tinjauan Pustaka

Kehidupan manusia merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang

harus dijalani oleh stiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim

disebut norma. Norma adalah itilah yang sering digunakan untuk menyebut segala

sesuatu yang berifat mengatur kehidupan manusia bekerjanya sistem norma bagi

manusia adalah bagikan pakaian hidup yang mebuat manusia meras aman dan

nyaman dalam menjalani tugas hidupnya.7 Hak dan kewajiban sesuatu yang

melekat dan mengikat pada diri hukum. Namun dilihat dari sudut hukum, hak dan

7 Ilhami Bisri,sistem Hukum IndonesiaPrinsip-prinsip & Ipmlementasi di indonesia,PT, Grafindo

Persda,Jakarta,2012.hlm.1.

8

kewajibansecara individual berkonotsi dengan hak dan kewajiban individu

anggota masyrakat lainnya. Di samaping itu hukum tidak hanya mengatur

hubungan antar individu didalam pergaulan masyarakat, tetapi juga hubungan

individu dengan lingkungan masyarakat sebagai salah satu satu kesatuan

komunitas, maka hak asasi manusia sebagai kesatuan kesatuan komunitas.8

Berbicara tentang penegakan hukum pidana berarti juga membicarakan

usaha menanggulangi kejahatan didalam masyarakat. Usaha menanggulangi

kejahatan di dalam masyarakat idendik dengan pembicaraan pilitik kriminal atau “

Criminal Policy”. Politik Kriminal adalah usaha yang rasional dari

penguasa/masayrakat dalam menanggulangi kejahatan. Usaha menanggulangi

kejahatan dalam masyarakat secara operasional dapat dilakukan dengan

menggunakan hukum pidana (penal) dan non hukum pidana (non penal). Usaha

penal dan non penal saling melengkapi.9

Sebagai suatu negara yang berdasarkan pada hukum maka negara

indonesia harus menegakkan supremasi hukum, baik di dalam penyelenggaraan

pemerintahan maupun di tengah-tengah masyarkat. Hal ini di mungkinkan apabila

sistem hukum yang ada telah tertata dengan baik dan dapat di terapkan secara

maksimal. Hukum pada umumnya adalah keseluruhan kumpulan peraturan-

peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama keseluruhan

8Barda Nawawi Arief, Bung Ramapi Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan

Konsep KUHP Baru,Kencana,Jakarta,2008,hlm.57. 9 Erna Dewi, Firganefi,Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Graha Ilmu,Yogyakarta,2014.hlm.3.

9

tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersma, yang dapat

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.10

Pada umumnya, dalam lapangan ilmu pengetahuan hukum pidana dikenal

istilah Formeele Wederrectelijk dan Materieele Wederectelijk untuk membedakan

perbuatan melanggar hukum (kejahatan) secara formal dan perbuatan melanggar

hukum secara material. Perbuatan melanggar hukum secara formal adalah suatu

perbuatan yang dilakukan seseorang yang dengan sengaja atau tidak disengaja dan

secara tegas dirumuskan di dalam undang-undang sebagai suatu kejahatan.

Sedangkan suatu perbuatan melanggar hukum secara material adalah perbuatan-

perbuatan yang dilakukan secara seseorang yang menurut rasa kepatutan

masyarakat tertentu patut dianggap sebagai kejahatan walaupun tidak dirumuskan

di dalam undang-undang.Ukuran untuk menyatakan bahwa sesuatu itu

bertentangan dengan hukum secara material rada kepatutan dari masyarakat yang

bersangkutan. 11

Sistem peradilan negara terkait dengan proses penegakan hukum pidana.

Penegakan hukum, khususnya di bidang penegakan hukum pidana merupakan

tugas pokok negara. Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses

penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa, dan diakhiri dengan

pemasyarakatan terpidana. Kesatuan proses tersebut sering disebut sistem

peradilan pidana (criminal justice system).

Marjono mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan sistem peradilan

pidana adalah sistem pengendalian kejahatan (dalam kesempatan lain menyebut

10

Sudikno mertokusumo, Mengenal Hukum,suatu pengantangantar,Penerbit liberty, Yogyakarta,

2002, hlm.40. 11

C.Djisman Samosir,Penologi dan Pemasyarakatan,Nuansa Aulia,Bandung,2016,hlm.166.

10

sistem dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahatan) yang terdiri dari

lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan

terpidana.12

Adapun tujuan sistem peradilan pidana, menurut Mardjono adalah :

a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.

b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas

bahwa keadialan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.

c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatannya.13

Sistem pemidanaan (the sentencing system) merupakan aturan aturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan

(the statutory rules relating to penal sanctions and punishement). Sitem

pemidanaan dapat dilihat dari sudut fungsional dan dari sudut norma substansial.

dari sudut fungsional diartikan sebagai keseluruhan sistem yang mengatur

bagaimana hukum pidana ditegakkan secara konkrit sehingga seseorang dijatuhi

sanksi pidana. Sistem pemidanaan demikian identik dengan sistem penegakan

hukum pidana yang terdiri dari substansi hukum pelaksanaan pidana materiil,

substansi hukum pidana formal, dan substansi hukum pelaksanaan pidana.14

Orang-orang yang menjalankan pidana mereka di dalam lembaga

pemasyarakatan wajib mentaati segala peraturan yang dengan sengaja telah

diadakan untuk memelihara tata ketertiban di dalam dan untuk memelihara tata

12

Fitri Wahyuni, Konsep Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan, Jurnal

Mahkamah, vol.4 No.2, Uir Press, 2012, hlm. 243. 13

Fitri Wahhyuni, op.,Cit.hlm.244. 14

Nandang Sambas,Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta,

2010,hlm.1.

11

tertib kehidupan para terpidana di dalam lembaga pemsayarakatan. Direktur dari

lembaga pemasyarakatan berwenang untuk menghukum orang-orang terpidana

yang menjalankan pidana mereka di dalam lembaga pemasyarakatan. Apabila

mereka itu ternyata telah melakukan pelanggaran terhadap salah satu peraturan

yang telah diadakan untuk memelihara tata tertib kehidupan dari pada terpidana,

dari orang yang telah menympaikan laporan saksi-saksi.15

Berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di indonesia pada saat ini,

maka pidana perampasan kemerdekaan yang paling utama adalah pidana penjara.

Pidana ini dapat diterapkan seumur hidup atau untuk sementara. Untuk

memahami lebih lanjut tentang apa yang disebut pidana penjara, tidak dapat orang

harus meninjau sejarah perkembangan pidana perempasan kemerdekaan tersebut.

Sejarah asal mula pidana penjara ini tidak dapat dikaji dari keadaan yang terjadi di

indonesia, sebab pada zaman dahulu (antara lain pada zaman majapahit) pidana

perempasan kemerdekaan tidak dikenal.Yang dikenal adalah pidana pokok berupa

pidana mati, pidana potong anggota badan yang bersalah, denda dan ganti

kerugian.16

Pada zaman majapahit belum dikenal pidana pencabutan kemerdekaan,

yang dikenal adalah pidana pembuangan, pidana badan berupa pemotongan

anggota badan atau pencambukan, pidana mati, dan pidana denda. Tidak ada

penjara, hanya suatu tempat yang digunakan untuk melaksanakannya hukuman

mati atau pidana badan. Perkembangan selanjutnya rumah tahanan terjadi pada

zaman Hindia Belanda, dengan tiga macam, yaitu:17

15

P.A.F Laminating, dan Theo Laminating , op.cit., hlm.221. 16

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, P.T. Alumni, Bandung, 2008, hlm.90-91. 17

Evan,Privatisasi Penjara,Upaya Mengatasi Krisis Lembaga Pemasyarakatan di

Indonesia,Calpulis,Yogyakarta,hlm.49.

12

1. Bui, tempat dibatas pemerintahan kota

2. Ketingkwartier, merupakan tempat buat orang perantauan

3. Vrowentuchthuis, adalah tempat menampung orang perempuan

bangsa Belanda yang melanggar Kesusilaan.

Pada masa Rafles, tahun 1800-1816, ia memerintahkan agar di tiap-tiap

tempat yang ada pengadilannya agar didirikan Bui. Bui merupakan kamar kecil

seperti kandang binatang. Tahun 1819, pemerintahan kolonial Belanda

menerbitkan peraturan mengenai pembagian golongan yang dipidana kerja paksa,

yaitu:

1. Orang yang dipidana kerja paksa dengan menggunakan rantai

2. Orang yang dipidana kerja paksa yang tidak mendaptkan makan saja,

sedangkan untuk golongan Eropa jauh lebih terawat dari golongan

bumiputera.

Pada Tahun 1870, didirikan Departemen Justisi yang kemudian merancang

peraturan untuk penjara di Hindia Belanda, yang di muat dalam lembaran Negara

(staablad 1817 No. 78/ Tuchreglement van 1871) peraturan ini memerintahkan

supaya dipisah-pisahkan antara golongan indonesia dengan golongan Eropa,

permpuan dan laki-laki, terpidana berat dengan terpidana lainnya. Pada tahun

1905-1918 perubahan besar terjadi dalam urusan penjara. Beberapa penjara baru

mulai didirikan dengan bangunan yang luas dan sehat, dan mengangkat pegawai-

pegawai yang cakap. Didirikan penjara-penjara pusat yang berukuran besar, daya

13

tampung hingga mencapai 700 orang, dan merupakan bangunan gabungan Huis

van Bewaring (Rumah Penjara pidana berat)18

Pembinaan yang terbaik bagi keberhasilan narapidana dalam menjalani

pidana dan dapat kembali ke masyarakat serta tidak mengulangi lagi

perbuatannya, adalah pembinaan yang berasal dari dalam diri narapidana itu

sendiri. Dalam sistem kepenjaraan, peranan narapidana untuk membina dirinya

sendiri sama sekali tidak diperhatikan. narapidana juga tidak dibina, tetapi

dibiarkan, Tugas penjara pada waktu itu, tidak lebih dari mengawasi para

narapidana agar tidak membuat keributan dalam penjara dan tidak melarikan diri

dari penjara. Pendidikan dan pekerjaan yang diberikan kepada narapidana hanya

sebagai pengisi waktu atau sebagai suatu cara untuk mendapatkan hasil ekonomis.

Perhatiaan terhadap narapidana.kepentingan narapidana sama sekali diabaikan.

Teori pembalasan benar-benar dilaksanakan, seolah-olah narapidana adalah obyek

semata-mata. Obyek yang harus menerima perlakuan dan pembalasan atas

kesalahannya. jadi tidak hanya pidana hilang kemerdekaan saja yang diterimanya,

tetapi juga pidana badan. Pendapat bahwa dengan pidana badan narapidana akan

menjadi jera untuk melakukan tindak kejahatan setelah lepas dari penjara,

diterapkan secara disiplin dan keras19

Dalam pelaksanaan bimbingan dan pembinaan di lembaga pemasyarakatan

harus berdasarkan kepada prinsip-prinsip pokok tentang prilaku terhadap

narapidana dan anak didik yang ditetapkan dalam Konferensi Dinas Diktorat

18

Evan,Privatisasi Penjara,Upaya Mengatasi Krisis Lembaga Pemasyarakatan di

Indonesia,Calpulis,Yogyakarta,hlm.49. 19

Harsono,Sistem Baru Pembinaan Narapidana, PT. Penerbit Djambatan, Jakarta,1995,hlm.36.

14

Pemasyarakatan di Lembaga tanggal 27 April 1964. Adapun prinsip-prinsip

pokok yang di maksud adalah :

a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalani peranan

sebagai warga masyarakat yang baaik dan berguna.

b. Penjatuhan pidana bukan merupakan tidakan balas dendam oleh negara.ini

berarti bahwa tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak

didik, baik yang berupa tindakan,perlakuan,ucapan,cara perawatan,ataupun

penetapan. Satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak

didik hendaknya hanyalah dihilangkan kemerdekaannya untuk bergerak

dalam masyrakat bebas.

c. Berikan bimbingan,bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat. Berikan

kepada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan

kehidupan,dan sertakan mereka dalam kegitan-kegiatan sosial untuk

menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.

d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat dari

pada sebelum dijatuhi pidana, misalnya dengan mencampurbaurkan

narapidana dan anak didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan

yang ringan, dan sebagainya.

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik

harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

Antara lain kontak dengan masyarakat dapat terjelma dalam bentuk

kunjungan hiburan kedalam lembaga pemasyarakatan dari anggota-

anggota masyarakat bebas, dan kesempatan yang lebih banyak untuk

berkumpul bersama sahabat dan keluarga.

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh

bersifat hanya untuk mengisi waktu belaka, dan juga tidak boleh diberikan

pekerjaan untuk memenuhi keperluan jawatan (instansi) pada waktu

tertentu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan yang

terdapat di masyarakat dan dapat menunjang pembangunan, umpayanya

menunjang usaha meningkatkan produksi pangan.

g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila. Antara lain berarti

bahwa kepada mereka harus ditanamkan jiwa kegotong-royongan, jiwa

toleransi,jiwa kekeluargaan, disamping pendidikan kerohanian dan

kesempatan untuk menunaikan ibadah agar memperoleh kekuatan spritual.

h. Narapidana sebagai orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus

diperlakukan sebagai manusia juga. Martabat perasaannya sebagai

manusia harus dihormati.

i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

sebagai satu-satunya derita yang dapat dialaminya.

j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang mendukung fungsi

rehabilitatif, korektif, dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.20

20

Tolib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm.135-

136.

15

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, pembinaan dan

pembimbingan warga Binaan Pemasyarakatan dilaksanakan dengan tahapan

berikut:

1. tahap awal

2. tahap lanjutan

3. tahap akhir

Pembinaan tahap awal dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai

narapidana sampai dengan 1/3 (satu per tiga) dari masa pidana. Pembinaan

tahap awal meliputi:

1. masa pengamatan

2. pengenalan

3. penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan

4. perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian

5. pelaksanaan program pembinaan kepribadiaan dan kemandirian

6. penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal

Pembinaan tahap lanjutan dibagi dua yaitu:

1. pembinaan tahap lanjutan pertama, yaitu sejak berakhirnya pembinaan

tahap awal sampai ½ (satu per dua) dari masa pidana

2. tahap lanjutan kedua yaitu sejak berakhirnya tahap lnjutan pertama sampai

dengan 2/3 (dua pertiga) masa pidana

Pembinaan tahap lanjutan meliputi:

1. perencanaan program pembinaan lanutan

2. pelaksanaan prograg pembinaan lanjutan

3. pelaksanaan prograg asimilasi

Pembinaan tahap akahir meliputi:

1. perencanaan program

2. pelaksanaan program integrasi

3. pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akahir

Pentahapan pembinaan yang meliputi tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap

akhir ditetapkan melalui Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan. Pembinaan tahap

awal dan tahap lanjutan dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan. Sedangkan

tahap akhir dilakukan di Bapas (Balai Pemasyarakatan).

Tahap-tahap pembinaan narapidana dikemukakan diatas, merupakan sarana

bagi petugas lembaga pemsyarakatan untuk mengawasi tingkat perkembangan

kesadaran narapidana yang bersangkutan. Tingkat perkembangan kesadaran

16

narapidana tersebut merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan

model pembinaan bagi narapidana tersebut. Pembinaan narapidana harus

memperhatikan latar belakang narapidana, seperti tingkat pendidikan, kejahatan

yang dilakukan, dan tingkat sosial ekonomi, agar tujuan pembinaan dapat

diwujudkan dengan baik.21

Sebelum Cuti Menjelang Bebas diberikan, narapidana harus melewati tahap-

tahap pembinaan terhadapnya yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pertama

Tehadap setiap narapidana yang ditempatkan didalam lembaga pemasyarakatan

itu dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal tentang diri narapidana,

termasuk tentang apa sebabnya mereka telah pelanggaran, berikut segela

keterangan tentang diri mereka, dari bekas majikan atau atasan mereka, dari

teman sepekerjaan mereka, dari orang yang menjadi korban perbuatan mereka

dan dari petugas instansi lain yang menangani perkara mereka.

2. Tahap Kedua

Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung

selama-lamanya sepertiga dari masapidanya yang sebenarnya, dan menurut

pendapat dari Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah dicapai cukup

kemajuan, antara lain ia menunjukkan keinsafan, perbaikan, disiplin dan pada

peraturan-peraturan tata tertib yang berlaku dilembaga pemasyarakatan, maka

kedepannya diberikan lebih banyak kebebasan dengan memberlakukan tingkat

pengawasan medium security

3. Tahap Ketiga

Jika proses pembinan terhadap seorang narapidana telah berlangsung setengah

dari masa pidananya, dan menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah

dicapai cukup kemajuan-kemajuan baik secara fisik maupun mental dari segi

keterampilan,Maka wadah proses pembinaan diperluas dengan memperolehkan

narapidana yang bersangkutan mengadakan asimilasi dengan masyarakat diluar

lembaga pemasyarakatan antara lain, yakni ikut beribadah bersma-sama

dengan masyarakat luar, mengikuti pendidikan disekolah-sekolah umum,

bekerja diluar lembaga pemasyarakatan, tetapi dalam pelaksanaan tetap masih

dibawah pengawasan dan bimbingan dari petugas lembaga pemasyarakatan.

4. Tahap Keempat

Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana telah berlangsung 2/3

dari masa pidananya yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 (Sembilan

Bulan), kepada Narapidana tersebut, dapat diberikan Cuti Menjelang Bebas

21

Peraturan Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01.Pk.04-10 Tahun 2007 tentang

Syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi,Cuti Mengunjungi Keluarga,Pembebasan

Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat.

17

yang penetapan pengusulannyaa ditentukan oleh Dewan Pembinaan

Pemasyarakatan.22

Berdsarkan ketentuan pasal 6 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemsyarakatan Pembinaan Warga Binaan pemasyarakatan di lakukan di LAPAS

dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan di lakukan oleh BAPAS. Di

Lembaga Pemasyarakatan pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan

dengan secara intra manural (didalam Lapas) yaitu proses pembinaan warga

binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan

membaurkan mereka ke dalam kehidupan masyarakat. Dan pembinaan secara

ekstramural juga dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan yang disebut dengan

integrasi, yaitu proses pembimbingan warga binaan pemasyarakatan yang telah

yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali di

tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dn pengawasan BAPAS.23

22

P.A.F Laminating, dan Theo Laminating , op.cit.,hlm.175. 23

Fitri Wahyuni, op. cit.,hlm.246.

18

E. Konsep operasional

Untuk memberikan batasan terhadap istilah-istilah pada judul di atas,

dapat di uraikan sebagai berikut:

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu pristiwa untuk mengetahui

kedaan yang sebenarnya.24

Yang dimaksud dengan Hak adalah kekuasaan yang

benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.25

Yang dimaksud dengan Cuti

menjelang bebas adalah proses pembinaan narapidana dan anak pidana diluar

lembaga pemsyarakatan setelah menjalani 2/3 masa pidana sekurang-kurangnya 9

bulan terakhir.26

Yang dimaksud dengan cuti menjelang bebas disini adalah cuti

menjelang bebas yang diberikan oleh lembaga pemasyarakatan klas II A

Pekanbaru sebagai hak narapidana.Narapidana adalah orang hukuman (orang yang

sedang menjalani hukuman karena tindak pidana),terhukum.27

Lembaga

pemsayarakatan Kelas II A Pekanbaru merupakan tempat untuk melakukan

pembinaan tehadap narapidana dan anak didik.28

F. Metode Penelitian

Agar memperoleh data yang akurat dan relevan sehubungan dengan

penelitian ini, maka penulis menggunakan metode, sebagai berikut:

24

Dendy Sugono,Kamus Besar Bahasa indonesia, PT Gramedia Pustaka,Jakarta, 2008,hlm.220. 25

Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT Gramedia Pustaka,Jakarta,2008,hlm.78. 26

Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI. M.01.Pk.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata

Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat,Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat. 27

Dendy Sugono,Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT Gramedia Pustaka,Jakarta,2008,hlm. 187. 28

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Khususnya pasal 1 angka 3.

19

1. Jenis dan sifat penelitian

Dilihat dari jenisnya maka penelitian ini tergolong kedalam jenis

penelitian observational research dengan cara survey dan menggunakan alat

pengumpul data yang berupa wawancara dan kuesioner. Sedangkan apabila dilihat

dari sudut sifatnnya penelitian ini bersifat deskriptif, yakni suatu penelitian yang

bermaksud untuk memberikan gambaran dan uraian untuk menejelaskana

permasalahan yang teliti sehingga nanti ada pandangan yang jelas dan konkrit dari

obyek yang diteliti tersebut dan bagaimana mekanismenya.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang menjadi objek penelitan adalah dilaksanakan di

Lembaga pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru yaitu sebagai unit pelakasnaan

teknis pemasyarakatan yang dibawah naungan Kantor Wilayah Departement

Hukum Dan HAM. memilih lokasi ini karena ingin mengetahui bagaimana

pelaksanaan mekanisme hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru. dan alasan memilih lokasi

penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru adalah didasarkan

pertimbangan bahwa dilokasi tersebut penulis mendapatkan data yang diperlukan

sesuai dengan permasalahan diatas.

20

3. Populasi dan Responden

Dalam penetapan populasi dan respon disesuaikan dengan pokok masalah

yang diteliti. Dari pokok masalah tersebut dapat ditentukan siapa siapa yang dapat

dijadikan responden dalam peneliti,yaitu :29

a. Ka. Lapas kelas II A Pekanbaru

b. Ka. Subsi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pekanbaru

c. Narapidana yang mendpatkan Cuti Menjelang Bebas di Lembaga

Pemasyaraktan Klas II A Pekanbaru sebanyak 9 orang

Mengikuti kecilnya jumlah populasi dalam penelitian ini maka penulis memakai

metode sensus dengan menetapkan/ mengambil seluruh populasi menjadi

responden dalam penelitian. Untuk lebih jelasnya, populasi dan responden

penelitian ini dapat dilihat tabel berikut 30

.

Tabel 1.1

Polulasi dan Responden

NO Populasi Responden

1 Kepala Lembaga

Pemasyarakatan Klas II

A Pekanbaru

1 Orang

2 Ka.Subsi Bimkemaswat

Lembaga

apaemasyarakatan Klas II

A Pekanbaru

1 Orang

3

Narapidana yanag

mendapatkan Cuti

Menjelang Bebas Bagi

Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A

Pekanbaru

9 Orang

Jumlah 11 Orang

Sumber Data : Lembaga pemasayarakatan Klas II A Pekanbaru Tahun 20

29

Sugiono, Metode Penelitian Hukum Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung,

2013. 30

Syafrinaldi, Buku Panduan Penulisan Skripsi,Uir Press,Pekanbaru, 2017, hlm.18.

21

4. Sumber Data

a) Data Primer

Data primer adalah data yang penulis dapatkan/peroleh secara langsung

melalui responden dengan cara melakukan penelitian dilapangan

mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan masalah yang diteliti, yakni

Unit Lapas Pekanbaru mengenai mekanisme pasal 14 huruf (l) Undang-

undang Nomor 12 tahun 1995 tentang hak mendapatkan cuti menjelang

bebas.31

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah ada sebelumnya atau merupakan

data yang sudah jadi atau buku-buku. Penulis melakukan penelitian

berupa buku-buku kepustakaan mengenai mekanisme hak untuk

mendapatkan cuti menjelang beas di Lembaga pemasyarakatan yang

menyangkut hak-hak narapidina.

5. Teknik Pengumpulan Data

a) Wawancara ( Interview )

Wawancara adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab secara

langsung kepada para Responden berdasarkan pertanyaan yang telah

dipersiapkan. Wawancara ini bermaksud untuk memperoleh data tentang

anlisis terhadap hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekanbaru,dengan Responden

31

Ibid.,hlm.18.

22

Ketua Lembaga Pemasyarakatan Klas II A pekanbaru dan Pegawai

Bidang Lembaga Pemasyarakatan tersebut.

b). Kuesioner

Alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian membuat

daftar pertanyaan secara tertutup atau terbuka kepada Narapidana. Daftar

isi pertanyaan (kuesioner) harus disesuaikan dan mempunyai hubungan

eratdengan masalah yang dibahas.

6. Analisis Data

Menganalisa data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil

pengolahan data, yang dikemudian di tuangkan dalam bentuk laporan baik

perumusan-perumusan atau kesimpulan-kesimpulan.Setelah mengumpulkan data

yang diperlukan, lalu dikelompokkan menurut klafikasi dan frekuensinya. Data

yang diperoleh melalui data yang bersumber dari hasil wawancaradisajikan dalam

bentuk uraian kalimat sedangkan data yang diperoleh dari Kuesioner disajikan

dalam bentuk tabulasi.

Kemudian data tersebut dianalisia dengan cara membandingkan dengan

teori-teori hukum dan pendapat para ahli. Setelah dibandingkan anata teori dan

praktek atau kenyataan yang ditemukan maka, akan tampak persesuaian atau

pertentangan antara keduanya. selanjutnya penulis menjawab masalah pokok

dalam penelitian, yang pada akhirnya penulis menarik kesimpulan deangan cara

induktif, yaitu menyimpulkan dari hal yang bersifat umum ke keadaan yang

bersifat kh