BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/1/T2_752016007_BAB...

13
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman akan karakteristik manusia dan budayanya masing-masing merupakan bagian yang tidak terpisahkan yang harus dipahami secara komprehensif. Manusia dalam dunia ini memegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari banyak segi, namun tak dapat dipungkiri bahwa manusia satu dengan lainnya memiliki perbedaan yang sangat prinsip, salah satunya adalah budaya. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. 1 Kebudayaan mencakup pengertian sangat luas. Kebudayaan merupakan keseluruhan hasil kreatifitas manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang saling berhubungan, sehingga merupaan kesatuan yang berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan. Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan dan bentuk perilaku manusia. Masyarakat menunjukan pada sejumlah manusia sedangkan kebudayaan menunjukan pola-pola perilaku khas dari masyarakat tersebut. Dalam suatu kebudayaan tentunya memiliki nilai budaya yang dimiliki setiap masyarakat dimana menurut Koentjaraningrat 1 Tri Widiarto,Psikologi Lintas Budaya: Sifat Kebudayaan dan Jiwa Masyarakat, (Salatiga 2007), 30.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/1/T2_752016007_BAB...

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman akan karakteristik manusia dan budayanya masing-masing

merupakan bagian yang tidak terpisahkan yang harus dipahami secara

komprehensif. Manusia dalam dunia ini memegang peranan yang unik, dan dapat

dipandang dari banyak segi, namun tak dapat dipungkiri bahwa manusia satu

dengan lainnya memiliki perbedaan yang sangat prinsip, salah satunya adalah

budaya. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan

lain sebagainya.1

Kebudayaan mencakup pengertian sangat luas. Kebudayaan merupakan

keseluruhan hasil kreatifitas manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi

struktur-struktur yang saling berhubungan, sehingga merupaan kesatuan yang

berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan. Masyarakat dan kebudayaan

merupakan perwujudan dan bentuk perilaku manusia. Masyarakat menunjukan

pada sejumlah manusia sedangkan kebudayaan menunjukan pola-pola perilaku

khas dari masyarakat tersebut. Dalam suatu kebudayaan tentunya memiliki nilai

budaya yang dimiliki setiap masyarakat dimana menurut Koentjaraningrat

1 Tri Widiarto,Psikologi Lintas Budaya: Sifat Kebudayaan dan Jiwa Masyarakat,

(Salatiga 2007), 30.

3

mengatakan bahwa nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam

alam fikiran sebagaian besar warga masyarakat mengenail hal-hal yang mereka

anggap mulia.2

Memahami manusia secara universal mengandung suatu pengertian bahwa

nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat berlaku secara universal atau yang telah

berlaku dimana saja kita berada. Salah satu nilai yang sangat umum adalah

memberikan penghargaan pada hidupnya. Masyarakat sangat menghargai hidup

dan saling menghargai antara manusia satu dengan yang lainnya yang terlihat dari

kebersamaan yang bisa diambil sebagai bagian dari suatu persamaan dari budaya

dan tradisi tersebut. Hal ini bisa dilihat dari tarian pemersatu untuk membangun

budaya damai dalam kehidupan masyarakat setempat.

Tarian dalam masyarakat telah berakar kuat dalam sebuah hubungan

kerangka kerja tentang kehidupan kolektif sehingga menambah kekuatan

komunikasinya dan bahkan memperluas makna/nilainya. Fungsi tari dipandang

dari sudut masyarakat, golongan, usia jenis kelamin dan faktor-faktor lain seperti

struktur yang berhubungan dengan agama dan para penari pendukungnya. Tari

juga sebagai suatu bentuk penguat sosial dimana sebagai suatu cara

mengungkapkan kesetiaan dan kekuatan nasional atau suku dalam kehidupan

setempat. 3

2 Koentjaraningrat, Pengantar Imu Antropologi, (Jakarta 1987), 85.

3 Hadi Sumandiyo. Y, Tari Liturgi: Fungsi dan Nilai Tari Dalam Masyarakat,

(Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1994), 25

4

Realitasnya dalam proses pembicaraan adat dalam perkawinan akan ada

pertikaian yang bisa memicu untuk terjadinya konflik dan kekerasan antar kedua

belah pihak baik dari pihak laki-laki dan perempuan untuk penentuan jumlah belis

sehingga sehingga saat sudah menemukan solusi yang tepat dari proses

perdebatan yag panjang antar kedua belah pihak maka akan diadakan tarian sokhai

sebagai tarian perdamaian untuk kedua belah pihak keluarga. Seiring dengan

berjalannya waktu perkembangan keadaan menimbulkan banyak perubahan dalam

kehidupan masyarakat seperti perubahan dalam aspek sosial, sikap dan nilai-nilai

yang ada. Keadaan ini tentu saja akan mempengaruhi pola kehidupan seseorang

sebagai individu maupun masyarakat, yang berkaitan dengan hal ini maka pada

diri individu pun membutuhkan bantuan orang lain dalam usaha untuk mengatasi

tantangan atau tuntutan yang ditimbulkan oleh perkembangan dari zaman tersebut

sehingga membutuhkan bimbingan dan konseling yang hadir sebagai upaya

masyarakat untuk membangun suatu budaya damai.4

Melihat akan realitas seperti ini penulis memiliki ketertarikan untuk

mengangkat judul ini yang berkaitan dengan sokhai untuk menyelesaikan masalah

rumah tangga di Pulau Pantar. Sokhai adalah bentuk tarian tradisional yang masih

dipertahankan kearifan lokalnya oleh masyarakat setempat, tarian ini disimbolkan

dengan keikutsertaan banyak orang dalam sebuah lingkaran baik laki-laki dan

perempuan dengan saling berpegang tangan dan menari mengikuti musik yang

dibunyikan.

4 Walgito Bimo. Bimbingan dan Konseling Perkawinan, ( Yogyakarta: Penerbit Andi,

2000),9.

5

Proses penyelesaian perselisihan maka tiap daerah mempunyai ciri khas

tersendiri untuk mencari penyelesaian dari akar permasalahan yang ditimbulkan.

Ciri khas yang nampak di daerah Kabupaten Alor terkhususnya yang ada di pulau

Pantar adalah menjadikan tarian adat Sokhai (Lego-Lego ) sebagai alat untuk

menyelesaikan masalah dalam sebuah ikatan pernikahan antara pihak dari laki-

laki maupun pihak dari perempuan di Pulau Pantar. Permasalahan itu muncul saat

ada pembicaraan tentang harga dari sebuah moko, biasanya dalam pertemuan

pertama pihak laki-laki akan datang meminta izin untuk „masuk minta” dalam

pertemuan ini pihak perempuan akan menerima dan sekaligus menyampaikan

syarat-syarat kepada pihak dari laki-laki.

Pihak perempuan akan meminta harga moko pung dengan berisi 7 anak

panah yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki sehingga biasanya dalam

pembicaraan-pembicaraan ini bisa saja sampai bertikai dan bahkan sampai ada

makian yang keluar antara kedua belah pihak karena permasalahan jumlah dan

harga dari moko tersebut. Biasanya pihak laki-laki akan dipersilahkan pulang dulu

sementara waktu untuk berdiskusi kembali dengan rumpun keluarga guna untuk

mencari dan memberikan moko tersebut kepada pihak perempuan.5 Hal ini

menunjukan bahwa sokhai masih dijaga eksistensinya untuk digunakan sebagai

alat perdamaian untuk menyatukan dua pihak yang berseteru dalam pembahasan

adat pernikahan yakni pembahasan jumlah moko yang harus diberikan.

5 Montolalu Vn Ed, Sejarah dan Budaya Kepuluan Alor, (2012), 27.

6

Saat pertemuan kedua diadakan kembali dan pihak laki-laki masih belum

bisa memenuhi permintaan itu maka akan diberikan kesepakatan-kesepakatan

yakni biasanya dari pihak perempuan akan mengambil jalan tengah bersama dan

membuat kesepakatan bahwa pihak laki-laki jika belum bisa memenuhi harga

moko yang diminta akan diberikan kesempatan mencari moko dengan berisi 5

anak panah dengan sebutan “usaha siang” yaitu harus mengusahkan bagaimana

caranya harus mendapatkan moko itu.

Namun jika belum dapat juga akan diberikan kesempatan lagi dengan

sebutan “usaha malam” yaitu saat sudah masuk dalam proses perkawinan dan

perjalanan kehidupan berumah tangga dan mempunyai seorang anak dan anak

sulungya itu adalah perempuan maka dari kesepakatan yang ada pihak laki-laki

harus menyerahkan anak perempuan sulungnya nanti kepada pihak perempuan

dalam hal ini keluarga dari istrinya sebagai pengganti moko dari istrinya.6

Kesepakatan-kesepakatan ini akan terbentuk saat pihak laki-laki sudah

mengusahakan untuk mencari moko yang diminta dari pihak perempuan. Hasil

kesepakatan yang telah ada ini akan dilaksanakan dengan sebuah tradisi bersama

dikampung itu yakni “sokhai”.

Sokhai adalah sebuah tarian lego-lego yang masih menjadi sebuah

identitas masyarakat di Pulau Pantar yang dipegang untuk menyelesaikan

permasalahan dalam sebuah ikatan pernikahan. Filosofinya dalam pertunjukannya

tarian sokhai biasanya ada dalam bentuk dua lingkaran, lingkaran pertama adalah

perempuan dan lingkaran kedua disi oleh laki-laki. Mereka membentuk lingkaran

6 Montolalu Vn Ed, Sejarah dan Budaya Kepuluan Alor, (2012), 27.

7

mengelilingi “Yerget”(Mezbah). Berbentuk lingkaran karena Sokhai ini

dibaratkan sebagai sebuah cincin yang tak ada ujungnya dengan pengertian bahwa

siapapun bisa untuk masuk dalam tarian lego-lego itu. Dalam tarian ini perempuan

akan memakai gelang kaki yang terdiri dari enam gelang sedangkan laki-laki akan

memakai 6 giring-giring kecil berbentuk daun koli sebagai tali yang posisi

ikatannya hanya pada satu kaki dibagian betis. Dalam tarian ini posisi perempuan

akan di dalam dan laki-laki akan diluar. Posisi laki-laki biasanya ada satu orang

yang berdiri pada ujung lingkaran dengan memegang kelewang dengan tujuan

bahwa apapun yang terjadi perempuan akan selalu dijaga dan dilindungi oleh laki-

laki. 7

Saat dalam bentuk lingkaran akan dibunyikan alat musik berupa gong

tanda bahwa tarian akan segera dimulai maka mereka akan menari dengan saling

bergandengan tangan dan biasanya tarian ini akan dinyanyikan lagu-lagu adat

dalam bentuk pantun-pantun wejangan untuk perempuan dan laki-laki yang akan

memulai sebuah ikatan perkawinan yang dilantunkan oleh salah satu tua-tua adat.

Proses selama tarian ini ada salah satu penari yang bertugas untuk mengedarkan

sopi atau tuak dengan gelas yang sama kepada para penari dengan memiliki arti

bahwa apapun yang terjadi harus bisa menjaga kebersamaan dan bersama-sama

membangun kampung dan negeri.

Saat ditengah-tengah kampung sudah dibunyikan gong maka dengan

sendirinya semua masyarakat yang ada di kampung itu akan bergegas keluar dari

7 Hasil wawancara via telepon dengan bapak waang tanggal 12 maret 2017 pukul 18.00

wita.

8

rumahnya dan berada di tengah-tengah kampung itu dan melakukan tarian lego-

lego bersama-sama. Jika sudah ada tarian lego-lego ini maka semua permasalahan

dan pertikaian yang ada dalam ikatan pernikahan tersebut akan hilang karna

didamaikan oleh tarian lego-lego ini. Maka dari itu tarian sokhai ini adalah suatu

cara masyarakat mendamaikan kedua belah pihak yang berseteru ini. Hal ini akan

sesuai jika dikaji dengan menggunakan persepektif Indigenous Pshycology, yaitu

suatu pendekatan yang melihat pada konteks keluarga, sosial, budaya dan ekologi

yang memiliki sistem nilai, makna dan keyakinan.8

Indigenous Counseling Indonesia merupakan konseling yang berakar dan

lahir (native) dari kearifan lokal serta dirancang untuk masyarakat dan sosial

budaya bangsa Indonesia.9 Maka dengan demikian Indigenous Psychology

menganjurkan untuk bisa menelaah pengetahuan, keterampilan dan keyakinan

yang dimiliki setiap orang tentang bagaimana dirinya dan bagaimana mereka

dapat menjalankan fungsinya dalam konteks keluarga, sosial, kultural dan

ekologis mereka dengan baik.

Melihat akan situasi tersebut maka terkadang upaya damai itu sering

menunggu pihak luar sehingga kadang-kadang tidak permanen yang

mengakibatkan tidak langgengnya suatu perdamaian. Jika mau melihat dari segi

pengertian komunikasi konseling, komunikasi itu tidak hanya melihat pada

perjumpaan fisik dengan orang lain tetapi juga hubungan yang bisa saling

8 Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous and Cultural Psychology, Terjemahan

Helly Prajitno Soetjipto,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 7. 9 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer(Jakarta: Bpk Gunung Mulia,

2016), 15.

9

menerima, menghargai serta mengakui keunikan setiap individu atau kelompok

maupun memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.10

Sehingga

memiliki pemahaman bahwa sokhai ini sudah diciptakan oleh masyarakat sejak

dulu dalam upaya membangun budaya damai dalam sebuah ikatan pernikahan

yang ada ditempat itu. Upaya berdamai dalam bentuk tarian sokhai ini karena

adanya inisiatif dari masyarakat untuk berdamai dan bukan adanya paksaan atau

kepentingan diri sendiri.

Berdasarkan realita diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul: SOKHAI Untuk Menyelesaikan Masalah Rumah tangga

di Pulau Pantar

B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada titik permasalahan diatas maka rumusan masalah untuk

penelitian ini adalah bagaimana sokhai digunakan untuk menyelesaikan masalah

rumah tangga di Pulau Pantar. Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam

beberapa pertanyaan pokok penelitian yaitu : pertama, bagaimana pemaknaan dan

asal usul sokhai untuk menyelesaikan masalah rumah tangga di Pulau Pantar.

Kedua,bagaimana pelaksanaan sokhai untuk menyelesaikan masalah rumah

tangga di Pulau Pantar dikaji dari konseling pernikahan.

Rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah tertera

diatas dimaksudkan untuk mencapai tujuan penelitian. Dua pokok pertanyaan

10

J.D. Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral(Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 7.

10

penelitian yaitu pertama, mengkaji pemaknaan dan asal usul sokhai untuk

menyelesaikan masalah rumah tangga di Pulau Pantar. Kedua, mendeskripsikan

pelaksanaan sokhai untuk menyelesaikan masalah rumah tangga di Pulau Pantar

dikaji dari konseling pernikahan.

C. Manfaat Penelitian

Berdasarkan dengan hal ini dan tujuan penelitian diatas, maka manfaat

yang diharapkan dari penelitian ini adalah sekiranya dapat memberikan

sumbangsih bagi masyarakat Alor secara khususnya kepada masyarakat Pantar di

Desa Bouweli agar tetap menggunakan tarian sokhai sebagai tarian perdamaian

dan memberikan sumbangan untuk gereja agar dapat menerapkan tarian lego-lego

ini sebagai salah satu simbol perdamaian. Kemudian penelitian ini pun diharapkan

dapat memberikan sumbangsih bagi Program Studi Pascasarjana Sosiologi Agama

Universitas Kristen Satya Wacana agar bisa secara terus menerus meningkatkan

kualitasnya dengan lebih memperhatikan nilai-nilai yang ada sebagai sumber

kearifan lokal bagi pastoral masyarakat lewat budaya-budaya yang ada di daerah-

daerah.

11

D. Metode Penelitian

Mempertimbangkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang hendak

dicapai maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode Deskriptif

Analis, yaitu metode mengumpulkan data dan menyusun data. Kemudian

diusahakan adanya analisis dan interpretasi atau penafsiran data-data tersebut.11

Menurut Nazir, metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian ini adalah

untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang akan

diselidiki.12

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

yaitu pendekatan penelitian yang menyajikan data bentuk kata-kata, sehingga

tidak menekankan pada angka. Pendekatan kualitatif berusaha untuk menemukan

dan mendeskripsikan makna atau data data yang teramati,sehingga penelitian ini

menggunakan jenis penelitian kualitatif, yang digunakan sebagai serangkaian

kegiatan atau proses menjaring informasi, dari keadaan sewajarnya dalam

kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan suatu pemecahan masalah, baik dari

sudut pandang teoritis maupun praktiks.13

11

Winarno Surakhmad, Pengantar Penulis Ilmiah : Dasar metode Dan Teknik, (Bandung:

Tarsito,1985),139 12

Nazir Moh, Metode Penelitian,( Ghalia Indonesia,1985),63. 13

J.D.Engel, Metode Penelitian dan Teologi Kristen : Metode Penelitian Sosial dan

Teknik Pengumpulan Data, (Salatiga, 2005).

12

Tempat dan lokasi penelitian yang akan peneliti lakukan ada di daerah

Kabupaten Alor tepatnya di Pulau Pantar di desa Bouweli kelurahan Kabir,

kecamatan Pantar. Adapun penelitian yang akan peneliti lakukan dengan metode

observasi dan wawancara. Metode observasi dalam hal ini penulis akan berperan

sebagai partisipan yaitu menyamakan diri dengan orang atau masyarakat yang

akan diteliti.14

Dalam hal ini penulis bukan dari bagian wilayah tersebut tetapi

penulis akan mengamati kehidupan dari masyarakat disana. Penulis juga akan

menggunakan metode wawacara sebagai teknik untuk pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui adanya

permasalahan disana, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

responden yang lebih dalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.15

Dalam hal untuk pemilihan sampel penelitian, peneliti akan menggunakan

Snowball. Menurut, Sugiyono Snowball yaitu teknik yang menggunakan sampel

yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian akan membesar. Untuk pengambilan

data dipakai beberapa orang untuk menjadi sumber data atau informan tetapi kalau

merasa data yang diberikan belum lengkap maka bisa dicari data tambahan

melalui orang lain juga.16

Respondensi dalam penelitian ini yaitu tua-tua adat

atau orang-orang yang mengerti adat yang mengerti tentang pemahaman Sokhai

14

W. Gulo, Metodologi Penelitian,( Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,

2002,116. 15

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (2012), 127. 16

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi,(2012), 127.

13

ini yang berada di Pulau Pantar atau yang berada diluar Pulau Pantar. Diharapkan

pada nantinya pemahaman ini akan dan bahkan terus berkembang.

Ketika melakukan teknik Snowball maka dilanjutkan dengan teknik

Purposive. Menurut sugiyono Purposive adalah teknik pengambilan sampel

sumber data dengan pertimbangan tertentu.17

Dalam penelitian ini koresponden

adalah para tua-tua adat atau orang-orang yang mengerti akan pemahaman Sokhai

ini yang dapat membantu peneliti untuk memahami dan mengamat situasi sosial

yang akan diteliti. Dalam pengertian bahwa data tersebut dapat dikembangkan

dengan data yang didapatkan dari orang lain yang dianggap memahami tentang

Sokhai Untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga Di Pulau Pantar

E. Rencana Sistematika Penulisan.

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I,berisi

tentang pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, metode Penelitian, dan sistematika Penulisan. Untuk

itu dalam pendahuluan dapat dikemukan sebagai pengantar ke dalam suatu

kajian dari suatu penelitian. Bab II, tentang teori konflik, teori perdamaian,

dan konseling pernikahan yang meliputi pengertian tentang konflik,

pengertian tentang perdamaian, dan pengertian tentang konseling

pernikahan. Bab III, tentang temuan hasil penelitan yang meliputi: 1.Lokasi

17

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, kuantitatif dan R&D, (bandung: Alfabeta,

2013) ,218-219.

14

dan gambaran penelitian. 2.Deskripsi asal usul dan pemaknaan sokhai.

3.Deskripsi pelaksanaan sokhai. Bab IV,1.Sokhai dalam perspektif

konseling pernikahan. 2.Kajian pelaksanaan sokhai dari perspektif konseling

pernikahan. Bab V,tentang kesimpulan dan saran-saran dalam kesimpulan

tersebut merupakan hasil dari suatu penelitian yang dilakukan oleh penulis

serta saran-saran yang dapat memberikan kontribusi untuk penelitian.