BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/57262/1/BAB I.pdf · 2019. 11. 27. · BAB I...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/57262/1/BAB I.pdf · 2019. 11. 27. · BAB I...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dan perdagangan menimbulkan dampak
terhadap aktifitas suatu perusahaan. Dalam menjalankan aktifitasnya, perusahaan
membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu
sarana untuk mengembangkan usaha suatu perusahaan. Modal yang dibutuhkan
perusahaan dapat berupa barang-barang maupun berupa uang, yang dapat berasal
dari kekayaan perusahaan itu sendiri maupun pinjaman dari pihak lainnya.
Pinjaman tersebut diperoleh, setelah perusahaan (debitur) melakukan perjanjian
utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang dengan pihak lain (kreditur).
Pinjaman yang diperoleh debitur dari kreditur dapat berupa, kredit dari bank,
kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang perorangan (pribadi).
Dana kredit tersebut kemudian digunakan oleh debitur untuk menjalankan kegiatan
usahanya. Namun, keadaan yang sering terjadi, setelah dana kredit diperoleh yang
digunakan untuk tujuan usaha, ternyata usaha yang dijalankan oleh debitur
mengalami kerugian yang berakibat pada masalah keuangan, sehingga
kemungkinan besar debitur berhenti membayar utang-utangnya. Ketidakmampuan
debitur dalam membayar utang-utangnya (insolven), dapat mengakibatkan debitur
terancam pailit yang berdampak pada dilikuidasinya harta kekayaan debitur.
-
2
Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan tersebut untuk memenuhi
kewajiban finansialnya tersebut, tidak jarang memberikan dampak dengan
banyaknya gugatan terhadap debitor yang wanprestasi, ada pula yang dimohonkan
PKPU atau bahkan pailit dan dinyatakannya pailit oleh pengadilan niaga
berdasarkan permohonan para kreditornya. Proses kepailitan tersebut, akan
ditindaklanjuti dengan proses pemberesan harta pailit (harta kekayaan termohon
pailit akan dilikuidasi).
Likuidasi terhadap harta kekayaan Termohon Pailit tersebut, tidak
selamanya merupakan pilihan terbaik. Kepailitan dapat dihindari dengan cara
mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Hal ini dapat
dilakukan oleh debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur pada Bab I dalam
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang I, yang merupakan prosedur hokum yang
memberikan hak kepada setiap debitur yang tidak dapat melanjutkan utang-
utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan
kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang
-
3
kepada kreditur konkuren.1 PKPU adalah wahana Juridis Ekonomis yang
disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat
melanjutkan kehidupannya. Sesungguhnya PKPU adalah suatau cara untuk
menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara pada likuidasi harta kekayaan
debitur. Bagi perusahaan, PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan
kemampuan laba. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PKPU bertujuan
menjaga jangan sampai debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak
likuid dan sulit mendapat kredit dinyatakan pailit, sedangkan kalau debitur
tersebut diberi waktu dan kesempatan, besar harapan debitur tersebut akan dapat
membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan tersebut di atas akan berakibat
pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan para kreditur. PKPU bukan
dimaksudkan untuk kepentingan debitur semata, juga untuk kepentingan para
krediturnya khususnya kreditur konkuren. Dengan diberikannya waktu dan
kesempatan, debitur melalui reorganisasi usahanya dan atau restrukturisasi utang-
utangnya dapat melenjutkan usahanya.2
Pada prinsipnya, terdapat dua pola PKPU. Pola pertama adalah PKPU
yang merupakan tangkisan bagi debitor terhadap permohonan kepailitan yang
diajukan oleh kreditornya dan pola kedua adalah PKPU yang diajukan oleh
1 Ellyana S, Proses/Cara Mengajukan dan Penyelesaian Rencana Perdamaian pada Penundaan
Kewajiban Pembayaran, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Undang-Undang Kepailitan, Jakarta,
3-143 Agustus 1998.hal.21 2 Ibid.
-
4
kreditor.3 Namun, pada beberapa kasus Permohonan PKPU di Indonesia, dalam
permohonannya juga melibatkan Personal Guarantor yang menjadi penanggung
atas perikatan yang menimbulkan utang yang dilakukan oleh debitor sebagai
termohon PKPU. Pengertian penanggungan atau Personal Guarantor berdasarkan
Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:
Penanggungan ialah suatu persetujuan dimana pihak ketiga (Personal
Guarantor) demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. Hubungan
hukum penanggungan antara penanggung dan kreditur akan menimbulkan hak-
hak dan kewajiban baik bagi kreditur maupun penanggung.
Sekalipun perjanjian penanggungan kelihatannya hanya membebankan
kewajiban-kewajiban bagi penanggung karena penanggung mengikatkan diri
untuk memenuhi prestasi/utang untuk kepentingan kreditur, namun dalam
hubungan hukum tersebut juga menimbulkan hak-hak bagi penanggung.4 Hak-hak
demikian oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan kepada
penanggung sebagai wujud perlindungan bagi penanggung terhadap
perlakukan/tindakan kreditur yang memberatkan penanggung.5 Hak – hak yang
dimiliki oleh seorang Personal Guarantor sebagaimana telah ditentukan oleh
3 M. Hadi Shuban, 2008, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, hlm 147. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan (1980), Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jmainan
dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta. h.91 5 Ibid
-
5
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata biasanya disebut sebagai hak – hak
istimewa. Hak – hak istimewa tersebut terdiri dari: hak untuk menuntut lebih
dahulu (voorecht van uitwinning), hak untuk membagi hutang (voorecht van
schuldsplitsing), hak untuk mengajukan tangkisan gugatan (Pasal 1849, 1850
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan hak untuk diberhentikan dari
penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan kesalahan
kreditur.6
Hak istimewa Personal Guarantor yang berupa hak untuk menuntut lebih
dahulu sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi sebagai berikut;
“Penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali debitur lalai
membayar utangnya, dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita
dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya.”
Ketentuan pasal tersebut berarti bahwa penanggung baru berkewajiban
untuk membayarkan hutang debitor kepada kreditor setelah debitor lalai untuk
memenuhi prestasinya sendiri, sehingga Personal Guarantor memiliki hak untuk
menuntut agar harta benda yang dimiliki debitor disita dan dijual terlebih dahulu
untuk melunasi utang debitor kepada kreditor. Jadi Personal Guarantor hanya
berkewajiban membayarkan sisa utang debitor yang belum terbayar setelah semua
harta dan benda debitor disita dan dijual. Menjadi suatu pertanyaan ketika
6 Ibid.
-
6
Personal Guarantor melepaskan hak istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal
1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut lantas apakah Personal
Guarantor menjadi tidak dapat menuntut agar harta benda debitor disita dan
dijual terlebih dahulu untuk pelunasan hutangnya, dengan kata lain harta benda
miliki Personal Guarantor dapat langsung digunakan bersamaan dengan harta
benda debitor untuk pelunasan utang debitor atau bahkan harta benda milik
Personal Guarantor dapat langsung digunakan untuk melunasi utang debitor
tanpa harus menyita dan menjual harta benda milik debitor.
Apabila dikaitkan dengan penarikan Personal Guarantor yang sebagai
termohon PKPU, bahwa tidak jarang Personal guarantor dimasukkan sebagai
termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Padahal guarantor berdasarkan Pasal 254 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU) yang
berbunyi sebagai berikut, “Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku
bagi keuntungan sesama Debitor dan penanggung.”
Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut berarti Personal Guarantor memang
tak diperkenankan untuk masuk sebagai termohon PKPU. Karena dalam PKPU
belum terjadi penyitaan harta kekayaan debitor. Namun pada kenyataanya ada
banyak kasus PKPU lebih dari satu termohon yang ditolak majelis, dengan alasan
tak memenuhi asas sederhana dan atau yang melibatkan personal guarantee dan
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/20144/node/19/undangundang-nomor-37-tahun-2004
-
7
sebagainya. Sebaliknya, ada juga PKPU terhadap lebih dari satu termohon dan
atau yang melibatkan Personal Guarantor yang dikabulkan majelis.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk membahas sejauh mana sebenarnya
Personal Guarantor dapat dituntut pertanggungjawabannya apabila ia
melepaskan hak-hak istimewanya dalam hal terjadi PKPU dan mengapa personal
guarantor dapat dimohonkan PKPU bersamaan dengan debitor sebagai termohon
PKPU serta bagaimana tanggung jawab personal guarantor dalam hutang debitor
setelah permohonan PKPU dikabulkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan yuridis Personal Guarantor yang telah melepaskan
Hak Istimewa sebagai termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) ?
2. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang
telah melepaskan hak istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) ?
-
8
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
1) Tujuan Subjektif
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data sekaligus menjawab
persoalan yang sedang diteliti oleh peneliti dan kemudian akan dituangkan
dalam bentuk penulisan hukum yang merupakan salah satu syarat kelulusan
sehingga peneliti dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas
Muhammadiyah Malang.
2) Tujuan Objektif Sedangkan tujuan objektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah seorang personal guarantor dapat dimohonkan
PKPU bersamaan dengan debitur utama termohon PKPU.
b. Untuk mengetahui Bagaimana tanggungjawab personal guarantor dalam
hutang debitor setelah permohonan PKPU dikabulkan
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, manfaat yang akan diperoleh antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Peneliti berharap penelitian ini nantinya dapat memperkaya khasanah
dibidang ilmu pengetahuan hukum khususnya pengetahuan hukum yang
berkaitan dengan hukum kepailitan dan PKPU dan hukum jaminan
-
9
perorangan. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menambah literatur penelitian yang berkaitan dengan PKPU. Peneliti berharap
nantinya penelitian ini dapat menjadi pedoman dan bahan referensi bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak,
tidak hanya bagi penulis itu saja. Manfaat praktis yang diharapkan dari adanya
penelitian ini antara lain:
a. Manfaat bagi Peneliti
Bagi peneliti, penelitian ini memiliki manfaat karena menambah wawasan
pengetahuan dan referensi peneliti dalam bidang hukum khususnya terkait
PKPU. Penelitian ini selain bermanfaat dalam memperoleh gelar sarjana
dan memberikan manfaat bagi peneliti karena mengasah kemampuan
penalaran masalah, analisis hukum dan melatih peneliti agar dapat berpikir
kritis dan sistematis.
b. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi siapa saja
yang membacanya dan menjadi tambahan literatur dalam bidang hukum
privat khususnya yang berkaitan dengan hukum kepailitan dan PKPU serta
hukum jaminan perorangan.
c. Manfaat bagi Pelaku Usaha
-
10
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada
pelaku usaha khususnya bagi para pelaku usaha yang sering mengadakan
perjanjian utang-piutang akan manfaat dan pentingnya penggunaan
jaminan berupa Personal Guarantor.
d. Manfaat bagi Penegak Hukum
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penegak
hukum, khususnya penegak hukum yang menangani kasus permohonan
PKPU dalam menjatuhkan putusan permohonan PKPU kepada Personal
Guarantor.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa
dalam bidang hukum privat dan mengembangkan wawasan mahasiswa dalam hal
mengenai PKPU khususnya terkait Personal Guarantor. Disamping itu diharapkan
penelitian ini mampu berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum di
Indonesia, khususnya ilmu hukum di bidang keperdataan, dengan menyerap bahan
pembentukan hukum dari aspek sosial.
F. Metode Penelitian
Penulisan karya ilmiah ini akan dibuat dalam bentuk penelitian yang juga
membutuhkan beberapa terapan ilmu demi memudahkan tercapainya penelitian
yang ilmiah dan dapat menjadi sumber data dan sumber ilmu yang akurat.
-
11
Penelitian dalam ilmu hukum adalah keseluruhan aktivitas berdasarkan disiplin
ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis dan
menginterpretasi fakta serta hubungan di lapangan hukum yang relevan bagi
kehidupan hukum, dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapat
dikebangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah untuk
menanggapi berbagai fakta dan hubungan tesebut.7
1. Metode Pendekatan
Berdasarkan ruang lingkup serta identifikasi masalah sebagaimana telah
diuraikan, untuk mengkaji secara komprehensif dan holistik pokok
permasalahan, akan ditelusuri dengan menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif (normatif legal research) yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan perundang-undangan, dan didukung dengan
literatur yang ada mengenai pokok permasalahan yang dibahas.
Adapun metode pendekatan yang digunakan yakni Pendekatan Undang-
undang dan pendekatan konseptual.
a. Pendekatan undang-undang
Pendekataan Undang-undang dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian
7Zainudin Ali, 2013. Metode Penelitian Hukum (cetakan keempat). Jakarta. Sinar Grafika.
Hlm.18
-
12
hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun
akademis.8
b. Pendekatan konseptual
Pendekatan Konseptual, beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. dengan
mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-
pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan
dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam
membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang
dihadapi. 9
2. Bahan Hukum
Dalam proses penyunan penelitian ini penulis menggunakan 3 (tiga)
jenis bahan hukum10 yaitu :
a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau
8 Marzuki, Peter Mahmud.2011, Penelitian Hukum, cetakan ke-11, Jakarta:Kencana.
9 Ibid. 10Dalam penelitian ini tidak digunakan istilah “data”, tapi istilah “bahan hukum”, karena dalam
penelitian normatif tidak memerlukan data, yang diperlukan adalah analisis ilmiah terhadap bahan
hukum. Dalam Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:
Bayumedia, halaman 268-269.
-
13
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk itu.11
Bahan-bahan hukum primer ini terdiri dari perundang-undangan. Bahan
hukum primer meliputi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan peraturan perundang-
undangan terkait, Serta Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) yang menjadi bahan penelitian.
b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang diperoleh dari
buku/tekstual, artikel ilmiah internet, jurnal-jurnal, doktrin, atau sumber-
sumber lain baik cetak maupun online yang berhubungan dengan
kedudukan Personal Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa
sebagai termohon serta bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal
Guarantor yang telah melepaskan hak istimewa dalam Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder. Bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedia
hukum dan lain-lain yang berkaitan dengan kedudukan yuridis Personal
Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon
11Mukti Fajar dan Yulianto Achnmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Hlm.157
-
14
dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta
Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah
melepaskan hak istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU).
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
a. Study Kepustakaan
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model studi
kepustakaan (library research). Yaitu pengkajian informasi tertulis
mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan
secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif,12 yakni
penulisan yang didasari pada data-data yang dijadikan obyek penulisan
kemudian dikaji dan disusun secara komprehensif.
b. Penelusuran Internet
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model studi
Penelusuran Internet. Yaitu pencarian informasi tertulis mengenai hukum
yang berasal dari berbagai sumber yang berasal dari berbagai macam
website yang terdapat dalam internet. Salah satu yang dilakukan adalah
Teknik pengumpulan bahan hukum tertulis berupa putusan-putusan yang
akan menjadi bahan penelitian penulis yang berasal dari sumber atau
12Jhony Ibrahim, 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang.
Bayumedia. Hlm.392
-
15
alamat website yang spesifik yaitu Direktori Mahkamah Agung yang
terdapat dalam internet.
4. Teknik Analisis Bahan Hukum
Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada sebelumnya bahwa
penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris yang sifatnya deskriptif, oleh
sebab itu penelitian dengan teknik analisis kualitatif yang akan penulis
gunakan dalam pengolahan dan analisis data didalam penelitian skripsi ini.
Bahan-bahan hukum yang dianalisis secara kualitatif isi (content
analysis) akan dikemukan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan
menjelaskan hubungan antar bahan hukum yang digunakan. Selanjutnya
semua bahan hukum tersebut diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara
deskriptif untuk mencari kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik-
karakteristik khusus dari suatu konsep tersebut, sehingga nantinya dapat
mencapai tujuan dari pemecahan terhadap permasalahan yang dimaksud.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi dalam 4 bab dan
masing-masing bab terdiri atas sub yang bertujuan agar mempermudah
pemahamannya. Adapaun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam penelitian ini Penulis membagi pendahuluan dalam beberapa sub
bab diantaranya terdiri dari latar belakang sebagai penjelasan dan pengantar dalam
-
16
permasalahan yang diangkat oleh Penulis. Rumusan masalah dibagi menjadi dua
permasalahan yang diataranya adalah bagaimana kedudukan yuridis Personal
Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon dalam
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Serta bagaimana
Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah melepaskan hak
istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang akan
menjadi fokus permasalahan dalam penulisan ini. Tujuan penulisan, merupakan
penyampaian yang akan dilakukan oleh Penulis dalam membuat penulisan hukum
ini. Manfaat penulisan terdiri dari aspek teoritis dan aspek praktis yang menjadi
suatu penjelasan mengenai siapa saja dan apa saja yang akan mendapatkan
manfaat dari penulisan ini, serta kegunaan penulisan bagi Penulis, masyarakat,
kalangan praktisi hukum dan akademisi. Metode Penulisan yang digunakan oleh
Penulis ialah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka merupakan penggunaan beberapa terminologi yang akan
digunakan Penulis guna memfokuskan permasalahan yang akan dibahas. Dalam
tinjauan pustaka, maka batasan yang dibuat oleh Penulis dengan menggunakan
beberapa terminologi, akan dijabarkan sesuai dengan kajian pustaka yang ada
berserta pendapat ahli yang akan didapatkan oleh Penulis dalam penelitian
kepustakaan yang berkaitan dengan Kedudukan yuridis Personal Guarantor yang
-
17
telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon dalam permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), serta Bentuk Perlindungan Hukum bagi
Personal Guarantor yang telah melepaskan hak istimewa dalam Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ?
BAB III : PEMBAHASAN
Bab ini adalah inti dari penulisan hukum yang dibuat oleh Penulis. Dalam
bab ini akan diuraikan tengtang gambaran mengenai pembahasan terkait
Kedudukan yuridis Personal Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa
sebagai termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) sertya Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah
melepaskan hak istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) yang merupakan rumusan masalah yang diangkat oleh Penulis, penulisan
tersebut sesuai dengan sumber yang didapatkan oleh Penulis.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana berisi
kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya serta berisikan saran penulis dalam
menanggapi permasalahan yang menjadi fokus kajian yaitu kedudukan yuridis
Personal Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon
dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta
Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah melepaskan hak
istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Selain itu bab
-
18
ini akan berisikan saran dan rekomendasi penulis sehingga diharapkan menjadi
masukan yang bermanfaat bagi semua pihak.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Masalah yang diteliti penulis ini
sepengetahuan penulis belum pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Serta,
dari penelitian-penelitian terdahulu, penulis mengangkat beberapa penelitian
sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut
merupakan penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengan penelitian
yang dilakukan penulis.
Tabel. 1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Anisa Yulinar Diani
Kedudukan Penjamin
Perorangan Sebagai
Termohon Dalam
Penundaan
Kewajiban
Pembayaran Utanng
(PKPU)
Kedudukan penjamin
perorangan sebagai termohon
dalam penundaan kewajiban
pembayaran utang (PKPU)
tidaklah tepat karena penjamin
bukan merupakan debitor
utama. Penjamin dapat
dimohonkan sebagai termohon
dalam PKPU apabila
kemudian dalam perjanjiannya
penjamin menyatakan akan
-
19
melunasi utang debitor utama
secara tanggungmenanggung.
Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Riris F Panjaitan yang membahas terkait
apakah penjamin perorangan dapat diajukan sebagai termohon dalam Permohonan
PKPU, meskipun memiliki permasalahan yang sama namun disini penulis
membahasnya lebih spesifik dengan menggunakan studi kasus putusan serta juga
membahas terkait bagaimana perlindungan hukum terhadap personal guarantor
dalam hal ia menjadi termohon dalam PKPU.
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Riris F Panjaitan,
Universitas Sumatra
Utara, 2018
Kedudukan Hak
Istimewa Personal
Guarantor
(Penjamin Pribadi)
Dalam Perkara
Kepailitan Perseroan
Terbatas
Kedudukan hak istimewa
Personal Guarantor (Penjamin
Pribadi) dalam perkara
kepailitan Perseroan Terbatas
adalah seorang penjamin atau
penanggung adalah sama-sama
seorang debitor. Penjamin atau
penanggung adalah juga
seorang debitor yang
berkewajiban melunasi utang
debitor kepada kreditor atau
para kreditornya apabila tidak
membayar utang yang telah
jatuh waktu dan atau dapat
ditagih. Oleh karena penjamin
atau penanggung adalah
debitor, maka penjamin atau
penanggung dapat dinyatakan
pailit berdasarkan UU
Kepailitan.
Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Riris F Panjaitan yang membahas terkait
Bagaimana status Kedudukan Personal Guarantor dalam hal perkara Perseroan
Terbatas, sedangkan penulis disini membahas terkait kedudukan Personal
Guarantor yang telah melepas hakk istiewanya dalam hal permohonan PKPU.
-
20
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Lenny Nadriana dan Isis
Ikhwansyah,
Pagaruyuang Law Jurnal
Volume 1 No. 2, Januari
2018
Implementasi
Hukum Personal
Guarantee dalam
Praktik Kepailitan
Personal Guarantee yang
dijadikan debitor pailit sama
dengan debitor utama
dikarenakan pada saat
pelaksanaan pembuatan akta
penanggungan telah bersedia
melepaskan segala hak
istimewannya tanpa menunggu
debitor utama wanprestasi dan
hartannya dijual. Jika debitor
utama tersebut tidak
membayar utang yang telah
jatuh waktu dan atau yang
telah dapat ditagih, pemohon
dalam hal ini kreditor dapat
mengajukan pailit terhadap
penjamin dalam hal ini
Personal Guarantee atau
Corporate Guarantee
sebagaimana debitor pailit di
dalam Undang–Undang
Kepailitan.
Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Lenny Nadriana dan Isis Ikhwansyah dengan
membahas terkait Implementasi Hukum terkait Personal Guarantor dalam
Kepailitan, namun yang dibahas penulis adalah Implementasi Hukum Personal
Guarantor dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
-
21
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Krisna Natalia
Nababan, Universitas
Sumatra Utara, 2018
Akibat Hukum
Terhadap
Penanggung Utang
Sebagai Jaminan
Perusahaan Yang
Dinyatakan Pailit
Atas Kreditur
Menurut Peraturan
Kepailitan (Studi
Kasus PT.Jaya
Lestari)
Pengaturan dalam KUH
Perdata maupun Undang-
Undang Nomor 37 Tahun
2004 memungkinkan bagi
Guarantor yang telah
melepaskan hakhak
istimewanya, untuk dinyatakan
pailit tanpa terdapat
pernyataan pailit maupun
pemberesan aset atas Debitur-
utama terlebih dahulu. Melalui
perkara kepailitan PT. Jaya
Lestari, terlihat bahwa
sebenarnya pada kasuskasus
kepailitan Guarantor,
terkadang tidak terdapat
urgensi bagi Guarantor untuk
dipailitkan.
Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Krisna Natalia Nababan yang membahas
terkait apakah memungkinkan untuk personal guarantor yang telah
melepaskan hak-hak istimewanya dapat dinyatakan pailit, sedangkan penulis
membahas terkait apakah personal guarantor yang telah melepaskan hak-hak
istimewanya dapat menjadi termohon dalam permohonan PKPU.
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Ratna Nindya
Hastaning Pertiwi,
Universitas Sebelas
Maret, PRIVAT
LAW VOL: 6 NO:
1, 2018
Perlindungan
Hukum Penanggug
Perorangan Dalam
Perjanjian Kredit di
PT.Bank Rakyat
Indonesia
(PERSERO)
TBk.Cabang Wates
PT.Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Cabang Wates
telah menerapkan
perlindungan yang diberikan
kepada penanggung
perorangan dalam praktek
perjanjian kredit dengan
jaminan penanggungan.
Bentuk perlindungan hukum
tersebut antara lain
-
22
penanggung dapat meminta
kembali dari debitur berupa
penggantian segala kerugian
yang mungkin diderita oleh si
penanggung akibat dari tidak
dilaksanakannya kewajiban
oleh debitur; penanggung
hanya berkedudukan sebagai
pendamping debitur, dalam
arti selama debitur lancar tidak
ada permasalahan dalam
angsuran pinjaman sampai
lunas; dan adanya upayaupaya
penyelamatan kredit atau
restrukturisasi kredit sebelum
dilakukannya eksekusi benda
jaminan khusus milik
debitur maupun jaminan milik
penanggung.
A. B. Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Ratna Nindya Hastaning Pertiwi yang
membahas terkait Perlindungann Hukum yang diberikan terhadap Personal
Guarantor dalam studi kasus PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Cabang Wates, sedangkan penulis membahas terkait Perlindungan Hukum
yang diberikan kepada Personal Guarantor yang telah melepaskan hak
istimewanga dalam studi kasus putusan Nomor 74/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST. dan Nomor 05/ PKPU/2015/PN.
Niaga.SBY.
C.
Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Anisa Yulinar Diani dari
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada Tahun 2018 dengan judul penelitian
Kedudukan Penjamin Perorangan Sebagai Termohon Dalam Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utanng (PKPU).
-
23
Bahwa Permasalahan yang diangkat dala penelitian ini adalah yang pertama
Bagaimana akibat hukum pelepasan hak istimewa terhadap tanggung jawab penjamin
perorangan dalam sebuah perjanjian kredit. Dan yang kedua adalah Bagaimana
kedudukan penjamin perorangan yang telah melepaskan hak istimewanya sebagai
termohon dalam penundaan kewajiban pembayaran utang.
Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut, bahwa kibat hukum dari
pelepasan hak istimewa terhadap tanggung jawab penjamin perorangan dalam sebuah
perjanjian kredit yakni penjamin perorangan bertanggung jawab secara penuh dengan
tetap berpegang teguh pada prinsip jaminan perorangan yang merupakan prinsip
penagihan sekunder. Penjamin perorangan adalah pihak bertanggung jawab atas
utang-utang debitor seketika apabila debitor melakukan wanprestasi. Hal itu
menyebabkan penjamin kedudukannya seolah-olah dia adalah debitornya, sehingga
tanggung jawab penjamin atas perjanjian kredit sebanding dengan debitor utama.
Serta Kedudukan penjamin perorangan sebagai termohon dalam penundaan
kewajiban pembayaran utang (PKPU) tidaklah tepat karena penjamin bukan
merupakan debitor utama. Penjamin dapat dimohonkan sebagai termohon dalam
PKPU apabila kemudian dalam perjanjiannya penjamin menyatakan akan melunasi
utang debitor utama secara tanggungmenanggung. Prinsip dalam jaminan perorangan
adalah prinsip penagihan sekunder yang mana peran dan tanggung jawab penjamin
perorangan muncul manakala debitor melakukan wanprestasi. Sedangkan, PKPU
merupakan suatu bentuk dari usaha debitor dalam melunasi utang-utangnya. Melalui
-
24
rencana perdamaian, debitor mengajukan kepada kreditor dengan restrukturisasi
ataupun cara-cara pembayaran utangnya sehingga dapat dikatakan debitor tidak
melakukan wanprestasi.
Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah dalam penelitian terdahulu
tersebut hanya membahas secara umu terkait apa akibat dari pelepasan hak-hak
istimewa dari personal guarantor serta kedudukannya sebagai termohon dalam
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sedangkan dalam penelitian penulis ini,
penulis mengangkat dua studi kasus putusan yaitu Putusan Nomor74/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST dan Putusan Nomor 05/PKPU /2015 / PN
.NIAGA.SBY.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Riris F Panjaitan dari Universitas
Sumatra Utara pada tahun 2018 dengan judul Kedudukan Hak Istimewa Personal
Guarantor (Penjamin Pribadi) Dalam Perkara Kepailitan Perseroan Terbatas
Bahwa Permasalahan yang diangkat dala penelitian ini adalah yang pertama
Bagaimana pengaturan mengenai Personal Guarantor (Penjamin Pribadi) di
Indonesia. kedua, apa saja Hak istimewa yang dimiliki oleh Personal Guarantor
(Penjamin Pribadi), serta bagaimana kedudukan Hak istimewa Personal Guarantor
apabila terjadi Kepailitan Perseroan terbatas.
Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut, yang pertama adalah
Pentingnya keberadaan Personal Guarantor (penjamin pribadi) dalam perkara
-
25
kepailitan merupakan upaya guna memperkecil risiko apabila debitur wanprestasi
atau cidera janji. Jaminan merupakan sarana perlindungan bagi keamanan kreditor
yaitu kepastian hukum akan pelunasan utang debitor atau pelaksanaan suatu prestasi
oleh debitor atau oleh Personal Guarantor (penjamin pribadi) tersebut. Pengaturan
mengenai Personal Guarantor (penjamin pribadi) dapat dilihat pada pasal 1820
sampai pasal 1850 KUHPerdata. Serta Pada Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Pasal 141, Pasal 164, dan pasal 165.
Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan
dengan mana seorang pihak ketiga (penjamin) guna kepentingan si berpiutang,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini
sendiri tidak memenuhinya. Demikianlah defenisi yang diberikan oleh pasal 1820
KUHPerdata tentang penanggungan utang. Apabila diperhatikan defenisi tersebut,
maka jelaslah bahwa ada 3 pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang,
yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur disini berkedudukan sebagai
pemberi kredit atau orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang
yang mendapat pinjaman uang atau kredit atau kreditur. Pihak ketiga adalah orang
yang akan menjadi penanggung utang debitur kepada kreditur manakala debitur tidak
memenuhi prestasinya. Pasal 1821 ayat 1 KUHPerdata menunjukkan sifat assesoir
dari penanggungan, karena disitu dengan tegas dinyatakan, bahwa tidak mungkin ada
penanggungan jika tidak ada perjanjian pokok yang sah. Kedua, Hak-Hak istimewa
yang dimiliki oleh Personal Guarantor (penjamin pribadi), yaitu Hak agar kreditur
-
26
menuntut terlebih dahulu, sebagaimana dimuat dalam pasal 1831 KUHPerdata, Hak
untuk meminta pemecahan utang , sebagaimana dimuat dalam pasal 1837
KUHPerdata. Hak untuk dibebaskan dari penjaminan bilamana karena salahnya
kreditor, sipenjamin tidak dapat mmenggantikan hak-haknya hipotik/Hak Universitas
Sumatera Utara tanggungan dan hak-hak istimewa yang dimiliki kreditor (pasal 1848
dan 1849 KUHPerdata). Dan yang terakhir adalah Kedudukan hak istimewa Personal
Guarantor (Penjamin Pribadi) dalam perkara kepailitan Perseroan Terbatas adalah
seorang penjamin atau penanggung adalah sama-sama seorang debitor. Penjamin atau
penanggung adalah juga seorang debitor yang berkewajiban melunasi utang debitor
kepada kreditor atau para kreditornya apabila tidak membayar utang yang telah jatuh
waktu dan atau dapat ditagih. Oleh karena penjamin atau penanggung adalah debitor,
maka penjamin atau penanggung dapat dinyatakan pailit berdasarkan UU Kepailitan.
Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah penelitian tersebut memang
juga membahas terkait bagaimana pengaturan mengenai Personal Guarantor
(Penjamin Pribadi) di Indonesia, apa saja Hak istimewa yang dimiliki oleh Personal
Guarantor , serta bagaimana kedudukan personal guarantor setelah pelepasan hakk-
hak istimewanya. Namun dalam penelitian tersebut pembahasan yang dilakukan
adalah dalam konteks personal guarantor dimohonkan sebagai termohon pailit,
sedangkan penelitian penulis disini membahas terkait kedudukan personal guarantor
dalam PKPU.
-
27
Ketiga, penelitan yang dilakukan oleh Lenny Nadriana dan Isis Ikhwansyah
dalam jurnal Pagaruyuang Law Jurnal Volume 1 No. 2, Januari 2018 dengan judul
Implementasi Hukum Personal Guarantee dalam Praktik Kepailitan.
Bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah
bagaimana Kedudukan Penjamin dalam hal ini Personal Guarantee yang dijadikan
sebagai Debitor Pailit. Serta, hasil dari penelitiann tersebut adalah sebagai berikut,
bahwa Personal Guarantee yang dijadikan debitor pailit sama dengan debitor utama
dikarenakan pada saat pelaksanaan pembuatan akta penanggungan telah bersedia
melepaskan segala hak istimewannya tanpa menunggu debitor utama wanprestasi dan
hartannya dijual. Jika debitor utama tersebut tidak membayar utang yang telah jatuh
waktu dan atau yang telah dapat ditagih, pemohon dalam hal ini kreditor dapat
mengajukan pailit terhadap penjamin dalam hal ini Personal Guarantee atau
Corporate Guarantee sebagaimana debitor pailit di dalam Undang–Undang
Kepailitan.
Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah sebagai berikut, dalam
penelitian tersebut memang juga membahas terkait kedudukan personal guarantor
setelah pelepasan hakk-hak istimewanya dengan juga menggunakan studi kasus
Putusan yaitu putusan No 72/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Namun dalam
penelitian tersebut pembahasan yang dilakukan adalah dalam konteks personal
guarantor dimohonkan sebagai termohon pailit, sedangkan penelitian penulis disini
membahas terkait kedudukan personal guarantor dalam PKPU.
-
28
Keempat, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Krisna Natalia Nababan dari
Universitas Sumatra Utara pada 2018 dengan judul penelitian Akibat Hukum
Terhadap Penanggung Utang Sebagai Jaminan Perusahaan Yang Dinyatakan Pailit
Atas Kreditur Menurut Peraturan Kepailitan (Studi Kasus PT.Jaya Lestari).
Bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian terdahulu tersebut adalah
bagaimana akibat hukum terhadap penanggung utang sebagai jaminan perusahaan
yang dinyatakan pailit atas kreditur menurut peraturan kepailitan (StudiKasus PT.
Jaya Lestari). Serta, hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut, bahwa
Undang-undang memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua kreditur dan
mengenai semua harta benda debitur, PengaturanKepailitan Dalam Sistem Hukum di
Indonesia diaturoleh Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. Rabobank Indonesia mengajukan
permohonan pailitterhadap PT. Jaya Lestari yang berkedudukansebagai Corporate
Guarantor dari PT. Golden Harvestindo, yang merupakandebiturdari PT Rabobank
Indonesia, Pengaturan dalam KUH Perdata maupun Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 memungkinkan bagi Guarantor yang telah melepaskan hakhak
istimewanya, untuk dinyatakan pailit tanpa terdapat pernyataan pailit maupun
pemberesan aset atas Debitur-utama terlebih dahulu. Melalui perkara kepailitan PT.
Jaya Lestari, terlihat bahwa sebenarnya pada kasuskasus kepailitan Guarantor,
terkadang tidak terdapat urgensi bagi Guarantor untuk dipailitkan.
-
29
Perbedaanya denga penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut,
bahwa dalam penelitian terdahulu tersebut membahas terkait akibat hukum terhadap
penanggung utang sebagai jaminan perusahaan yang dinyatakan pailit atas kreditur
menurut peraturan kepailitan dengan spesifik membahas sebuah studi kasus yaitu
studi kasus pailitnya PT. Jaya Lestari. Sedangkan penulis tidak membahas terkait
kedudukan personal guarantor dalam Pailit melainkan dalam PKPU.
Kelima, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ratna Nindya Hastaning Pertiwi
dari Universitas Sebelas Maret dalam jurnal PRIVAT LAW VOL: 6 NO: 1, 2018
dengan judul Perlindungan Hukum Penanggug Perorangan Dalam Perjanjian Kredit
di PT.Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) TBk.Cabang Wates.
Bahwa dalam penelitian terdahulu tersebut mengangkat rumusan masalah
sebagai berikut, yaitu bagaiman perlindungan hukum terhadap penanggung
perorangan dalam perjanjian kredit khususnya pada studi kasus peneliti di PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Wates.
Hasil penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut, bahwa berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa PT.Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Cabang Wates telah menerapkan perlindungan yang diberikan kepada
penanggung perorangan dalam praktek perjanjian kredit dengan jaminan
penanggungan. Bentuk perlindungan hukum tersebut antara lain penanggung dapat
meminta kembali dari debitur berupa penggantian segala kerugian yang mungkin
diderita oleh si penanggung akibat dari tidak dilaksanakannya kewajiban oleh debitur;
-
30
penanggung hanya berkedudukan sebagai pendamping debitur, dalam arti selama
debitur lancar tidak ada permasalahan dalam angsuran pinjaman sampai lunas; dan
adanya upayaupaya penyelamatan kredit atau restrukturisasi kredit sebelum
dilakukannya eksekusi benda jaminan khusus milik debitur maupun jaminan milik
penanggung.
Perbedaan penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian penulis adalah,
bahwa penelitian terdahulu tersebut memang juga membahas terkait perlindungan
hukum terhadap penanggung perorangan atau personal guarantor namun dalam
penelitian terdahulu tersebut membahas terkait perlindungan guarantor dalam hal
perjanjian kredit khususnya pada studi kasus peneliti di PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Cabang Wates. Sedangkan, penulis membahas terkait perlindungan
personal guarantor dalam hal ia telah melepaskan hak-hak istimewanya dan
dimohonkan sebagai termohon dalam PKPU.