BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/57262/1/BAB I.pdf · 2019. 11. 27. · BAB I...

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan menimbulkan dampak terhadap aktifitas suatu perusahaan. Dalam menjalankan aktifitasnya, perusahaan membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu sarana untuk mengembangkan usaha suatu perusahaan. Modal yang dibutuhkan perusahaan dapat berupa barang-barang maupun berupa uang, yang dapat berasal dari kekayaan perusahaan itu sendiri maupun pinjaman dari pihak lainnya. Pinjaman tersebut diperoleh, setelah perusahaan (debitur) melakukan perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang dengan pihak lain (kreditur). Pinjaman yang diperoleh debitur dari kreditur dapat berupa, kredit dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang perorangan (pribadi). Dana kredit tersebut kemudian digunakan oleh debitur untuk menjalankan kegiatan usahanya. Namun, keadaan yang sering terjadi, setelah dana kredit diperoleh yang digunakan untuk tujuan usaha, ternyata usaha yang dijalankan oleh debitur mengalami kerugian yang berakibat pada masalah keuangan, sehingga kemungkinan besar debitur berhenti membayar utang-utangnya. Ketidakmampuan debitur dalam membayar utang-utangnya (insolven), dapat mengakibatkan debitur terancam pailit yang berdampak pada dilikuidasinya harta kekayaan debitur.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/57262/1/BAB I.pdf · 2019. 11. 27. · BAB I...

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Perkembangan perekonomian dan perdagangan menimbulkan dampak

    terhadap aktifitas suatu perusahaan. Dalam menjalankan aktifitasnya, perusahaan

    membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu

    sarana untuk mengembangkan usaha suatu perusahaan. Modal yang dibutuhkan

    perusahaan dapat berupa barang-barang maupun berupa uang, yang dapat berasal

    dari kekayaan perusahaan itu sendiri maupun pinjaman dari pihak lainnya.

    Pinjaman tersebut diperoleh, setelah perusahaan (debitur) melakukan perjanjian

    utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang dengan pihak lain (kreditur).

    Pinjaman yang diperoleh debitur dari kreditur dapat berupa, kredit dari bank,

    kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang perorangan (pribadi).

    Dana kredit tersebut kemudian digunakan oleh debitur untuk menjalankan kegiatan

    usahanya. Namun, keadaan yang sering terjadi, setelah dana kredit diperoleh yang

    digunakan untuk tujuan usaha, ternyata usaha yang dijalankan oleh debitur

    mengalami kerugian yang berakibat pada masalah keuangan, sehingga

    kemungkinan besar debitur berhenti membayar utang-utangnya. Ketidakmampuan

    debitur dalam membayar utang-utangnya (insolven), dapat mengakibatkan debitur

    terancam pailit yang berdampak pada dilikuidasinya harta kekayaan debitur.

  • 2

    Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan tersebut untuk memenuhi

    kewajiban finansialnya tersebut, tidak jarang memberikan dampak dengan

    banyaknya gugatan terhadap debitor yang wanprestasi, ada pula yang dimohonkan

    PKPU atau bahkan pailit dan dinyatakannya pailit oleh pengadilan niaga

    berdasarkan permohonan para kreditornya. Proses kepailitan tersebut, akan

    ditindaklanjuti dengan proses pemberesan harta pailit (harta kekayaan termohon

    pailit akan dilikuidasi).

    Likuidasi terhadap harta kekayaan Termohon Pailit tersebut, tidak

    selamanya merupakan pilihan terbaik. Kepailitan dapat dihindari dengan cara

    mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Hal ini dapat

    dilakukan oleh debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat

    melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

    Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur pada Bab I dalam

    Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

    Kewajiban Pembayaran Utang I, yang merupakan prosedur hokum yang

    memberikan hak kepada setiap debitur yang tidak dapat melanjutkan utang-

    utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan

    kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana

    perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang

  • 3

    kepada kreditur konkuren.1 PKPU adalah wahana Juridis Ekonomis yang

    disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat

    melanjutkan kehidupannya. Sesungguhnya PKPU adalah suatau cara untuk

    menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara pada likuidasi harta kekayaan

    debitur. Bagi perusahaan, PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan

    kemampuan laba. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PKPU bertujuan

    menjaga jangan sampai debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak

    likuid dan sulit mendapat kredit dinyatakan pailit, sedangkan kalau debitur

    tersebut diberi waktu dan kesempatan, besar harapan debitur tersebut akan dapat

    membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan tersebut di atas akan berakibat

    pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan para kreditur. PKPU bukan

    dimaksudkan untuk kepentingan debitur semata, juga untuk kepentingan para

    krediturnya khususnya kreditur konkuren. Dengan diberikannya waktu dan

    kesempatan, debitur melalui reorganisasi usahanya dan atau restrukturisasi utang-

    utangnya dapat melenjutkan usahanya.2

    Pada prinsipnya, terdapat dua pola PKPU. Pola pertama adalah PKPU

    yang merupakan tangkisan bagi debitor terhadap permohonan kepailitan yang

    diajukan oleh kreditornya dan pola kedua adalah PKPU yang diajukan oleh

    1 Ellyana S, Proses/Cara Mengajukan dan Penyelesaian Rencana Perdamaian pada Penundaan

    Kewajiban Pembayaran, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Undang-Undang Kepailitan, Jakarta,

    3-143 Agustus 1998.hal.21 2 Ibid.

  • 4

    kreditor.3 Namun, pada beberapa kasus Permohonan PKPU di Indonesia, dalam

    permohonannya juga melibatkan Personal Guarantor yang menjadi penanggung

    atas perikatan yang menimbulkan utang yang dilakukan oleh debitor sebagai

    termohon PKPU. Pengertian penanggungan atau Personal Guarantor berdasarkan

    Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:

    Penanggungan ialah suatu persetujuan dimana pihak ketiga (Personal

    Guarantor) demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi

    perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. Hubungan

    hukum penanggungan antara penanggung dan kreditur akan menimbulkan hak-

    hak dan kewajiban baik bagi kreditur maupun penanggung.

    Sekalipun perjanjian penanggungan kelihatannya hanya membebankan

    kewajiban-kewajiban bagi penanggung karena penanggung mengikatkan diri

    untuk memenuhi prestasi/utang untuk kepentingan kreditur, namun dalam

    hubungan hukum tersebut juga menimbulkan hak-hak bagi penanggung.4 Hak-hak

    demikian oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan kepada

    penanggung sebagai wujud perlindungan bagi penanggung terhadap

    perlakukan/tindakan kreditur yang memberatkan penanggung.5 Hak – hak yang

    dimiliki oleh seorang Personal Guarantor sebagaimana telah ditentukan oleh

    3 M. Hadi Shuban, 2008, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Kencana

    Prenada Media Group, Jakarta, hlm 147. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan (1980), Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jmainan

    dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta. h.91 5 Ibid

  • 5

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata biasanya disebut sebagai hak – hak

    istimewa. Hak – hak istimewa tersebut terdiri dari: hak untuk menuntut lebih

    dahulu (voorecht van uitwinning), hak untuk membagi hutang (voorecht van

    schuldsplitsing), hak untuk mengajukan tangkisan gugatan (Pasal 1849, 1850

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan hak untuk diberhentikan dari

    penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan kesalahan

    kreditur.6

    Hak istimewa Personal Guarantor yang berupa hak untuk menuntut lebih

    dahulu sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata yang berbunyi sebagai berikut;

    “Penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali debitur lalai

    membayar utangnya, dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita

    dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya.”

    Ketentuan pasal tersebut berarti bahwa penanggung baru berkewajiban

    untuk membayarkan hutang debitor kepada kreditor setelah debitor lalai untuk

    memenuhi prestasinya sendiri, sehingga Personal Guarantor memiliki hak untuk

    menuntut agar harta benda yang dimiliki debitor disita dan dijual terlebih dahulu

    untuk melunasi utang debitor kepada kreditor. Jadi Personal Guarantor hanya

    berkewajiban membayarkan sisa utang debitor yang belum terbayar setelah semua

    harta dan benda debitor disita dan dijual. Menjadi suatu pertanyaan ketika

    6 Ibid.

  • 6

    Personal Guarantor melepaskan hak istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal

    1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut lantas apakah Personal

    Guarantor menjadi tidak dapat menuntut agar harta benda debitor disita dan

    dijual terlebih dahulu untuk pelunasan hutangnya, dengan kata lain harta benda

    miliki Personal Guarantor dapat langsung digunakan bersamaan dengan harta

    benda debitor untuk pelunasan utang debitor atau bahkan harta benda milik

    Personal Guarantor dapat langsung digunakan untuk melunasi utang debitor

    tanpa harus menyita dan menjual harta benda milik debitor.

    Apabila dikaitkan dengan penarikan Personal Guarantor yang sebagai

    termohon PKPU, bahwa tidak jarang Personal guarantor dimasukkan sebagai

    termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

    Padahal guarantor berdasarkan Pasal 254 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

    tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU) yang

    berbunyi sebagai berikut, “Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku

    bagi keuntungan sesama Debitor dan penanggung.”

    Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut berarti Personal Guarantor memang

    tak diperkenankan untuk masuk sebagai termohon PKPU. Karena dalam PKPU

    belum terjadi penyitaan harta kekayaan debitor. Namun pada kenyataanya ada

    banyak kasus PKPU lebih dari satu termohon yang ditolak majelis, dengan alasan

    tak memenuhi asas sederhana dan atau yang melibatkan personal guarantee dan

    https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/20144/node/19/undangundang-nomor-37-tahun-2004

  • 7

    sebagainya. Sebaliknya, ada juga PKPU terhadap lebih dari satu termohon dan

    atau yang melibatkan Personal Guarantor yang dikabulkan majelis.

    Penulisan hukum ini bertujuan untuk membahas sejauh mana sebenarnya

    Personal Guarantor dapat dituntut pertanggungjawabannya apabila ia

    melepaskan hak-hak istimewanya dalam hal terjadi PKPU dan mengapa personal

    guarantor dapat dimohonkan PKPU bersamaan dengan debitor sebagai termohon

    PKPU serta bagaimana tanggung jawab personal guarantor dalam hutang debitor

    setelah permohonan PKPU dikabulkan.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

    permasalahan sebagai berikut:

    1. Bagaimana kedudukan yuridis Personal Guarantor yang telah melepaskan

    Hak Istimewa sebagai termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban

    Pembayaran Utang (PKPU) ?

    2. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang

    telah melepaskan hak istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran

    Utang (PKPU) ?

  • 8

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

    1) Tujuan Subjektif

    Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data sekaligus menjawab

    persoalan yang sedang diteliti oleh peneliti dan kemudian akan dituangkan

    dalam bentuk penulisan hukum yang merupakan salah satu syarat kelulusan

    sehingga peneliti dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas

    Muhammadiyah Malang.

    2) Tujuan Objektif Sedangkan tujuan objektif dari penelitian ini adalah:

    a. Untuk mengetahui apakah seorang personal guarantor dapat dimohonkan

    PKPU bersamaan dengan debitur utama termohon PKPU.

    b. Untuk mengetahui Bagaimana tanggungjawab personal guarantor dalam

    hutang debitor setelah permohonan PKPU dikabulkan

    D. Manfaat Penelitian

    Dengan dilakukannya penelitian ini, manfaat yang akan diperoleh antara lain:

    1. Manfaat Teoritis

    Peneliti berharap penelitian ini nantinya dapat memperkaya khasanah

    dibidang ilmu pengetahuan hukum khususnya pengetahuan hukum yang

    berkaitan dengan hukum kepailitan dan PKPU dan hukum jaminan

  • 9

    perorangan. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

    menambah literatur penelitian yang berkaitan dengan PKPU. Peneliti berharap

    nantinya penelitian ini dapat menjadi pedoman dan bahan referensi bagi

    penelitian-penelitian selanjutnya.

    2. Manfaat Praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak,

    tidak hanya bagi penulis itu saja. Manfaat praktis yang diharapkan dari adanya

    penelitian ini antara lain:

    a. Manfaat bagi Peneliti

    Bagi peneliti, penelitian ini memiliki manfaat karena menambah wawasan

    pengetahuan dan referensi peneliti dalam bidang hukum khususnya terkait

    PKPU. Penelitian ini selain bermanfaat dalam memperoleh gelar sarjana

    dan memberikan manfaat bagi peneliti karena mengasah kemampuan

    penalaran masalah, analisis hukum dan melatih peneliti agar dapat berpikir

    kritis dan sistematis.

    b. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi siapa saja

    yang membacanya dan menjadi tambahan literatur dalam bidang hukum

    privat khususnya yang berkaitan dengan hukum kepailitan dan PKPU serta

    hukum jaminan perorangan.

    c. Manfaat bagi Pelaku Usaha

  • 10

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada

    pelaku usaha khususnya bagi para pelaku usaha yang sering mengadakan

    perjanjian utang-piutang akan manfaat dan pentingnya penggunaan

    jaminan berupa Personal Guarantor.

    d. Manfaat bagi Penegak Hukum

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penegak

    hukum, khususnya penegak hukum yang menangani kasus permohonan

    PKPU dalam menjatuhkan putusan permohonan PKPU kepada Personal

    Guarantor.

    E. Kegunaan Penelitian

    Penelitian ini berguna untuk dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa

    dalam bidang hukum privat dan mengembangkan wawasan mahasiswa dalam hal

    mengenai PKPU khususnya terkait Personal Guarantor. Disamping itu diharapkan

    penelitian ini mampu berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum di

    Indonesia, khususnya ilmu hukum di bidang keperdataan, dengan menyerap bahan

    pembentukan hukum dari aspek sosial.

    F. Metode Penelitian

    Penulisan karya ilmiah ini akan dibuat dalam bentuk penelitian yang juga

    membutuhkan beberapa terapan ilmu demi memudahkan tercapainya penelitian

    yang ilmiah dan dapat menjadi sumber data dan sumber ilmu yang akurat.

  • 11

    Penelitian dalam ilmu hukum adalah keseluruhan aktivitas berdasarkan disiplin

    ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis dan

    menginterpretasi fakta serta hubungan di lapangan hukum yang relevan bagi

    kehidupan hukum, dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapat

    dikebangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah untuk

    menanggapi berbagai fakta dan hubungan tesebut.7

    1. Metode Pendekatan

    Berdasarkan ruang lingkup serta identifikasi masalah sebagaimana telah

    diuraikan, untuk mengkaji secara komprehensif dan holistik pokok

    permasalahan, akan ditelusuri dengan menggunakan tipe penelitian yuridis

    normatif (normatif legal research) yaitu penelitian hukum yang dilakukan

    dengan cara meneliti bahan perundang-undangan, dan didukung dengan

    literatur yang ada mengenai pokok permasalahan yang dibahas.

    Adapun metode pendekatan yang digunakan yakni Pendekatan Undang-

    undang dan pendekatan konseptual.

    a. Pendekatan undang-undang

    Pendekataan Undang-undang dilakukan dengan menelaah semua

    undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

    sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian

    7Zainudin Ali, 2013. Metode Penelitian Hukum (cetakan keempat). Jakarta. Sinar Grafika.

    Hlm.18

  • 12

    hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun

    akademis.8

    b. Pendekatan konseptual

    Pendekatan Konseptual, beranjak dari pandangan-pandangan dan

    doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. dengan

    mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu

    hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-

    pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan

    dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan

    doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam

    membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang

    dihadapi. 9

    2. Bahan Hukum

    Dalam proses penyunan penelitian ini penulis menggunakan 3 (tiga)

    jenis bahan hukum10 yaitu :

    a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif

    artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau

    8 Marzuki, Peter Mahmud.2011, Penelitian Hukum, cetakan ke-11, Jakarta:Kencana.

    9 Ibid. 10Dalam penelitian ini tidak digunakan istilah “data”, tapi istilah “bahan hukum”, karena dalam

    penelitian normatif tidak memerlukan data, yang diperlukan adalah analisis ilmiah terhadap bahan

    hukum. Dalam Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

    Bayumedia, halaman 268-269.

  • 13

    kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk itu.11

    Bahan-bahan hukum primer ini terdiri dari perundang-undangan. Bahan

    hukum primer meliputi Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

    Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan peraturan perundang-

    undangan terkait, Serta Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran

    Utang (PKPU) yang menjadi bahan penelitian.

    b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang diperoleh dari

    buku/tekstual, artikel ilmiah internet, jurnal-jurnal, doktrin, atau sumber-

    sumber lain baik cetak maupun online yang berhubungan dengan

    kedudukan Personal Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa

    sebagai termohon serta bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal

    Guarantor yang telah melepaskan hak istimewa dalam Penundaan

    Kewajiban Pembayaran Utang

    c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang dapat memberikan

    penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan

    hukum sekunder. Bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedia

    hukum dan lain-lain yang berkaitan dengan kedudukan yuridis Personal

    Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon

    11Mukti Fajar dan Yulianto Achnmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

    Empiris. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Hlm.157

  • 14

    dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta

    Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah

    melepaskan hak istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran

    Utang (PKPU).

    3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

    a. Study Kepustakaan

    Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model studi

    kepustakaan (library research). Yaitu pengkajian informasi tertulis

    mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan

    secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif,12 yakni

    penulisan yang didasari pada data-data yang dijadikan obyek penulisan

    kemudian dikaji dan disusun secara komprehensif.

    b. Penelusuran Internet

    Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model studi

    Penelusuran Internet. Yaitu pencarian informasi tertulis mengenai hukum

    yang berasal dari berbagai sumber yang berasal dari berbagai macam

    website yang terdapat dalam internet. Salah satu yang dilakukan adalah

    Teknik pengumpulan bahan hukum tertulis berupa putusan-putusan yang

    akan menjadi bahan penelitian penulis yang berasal dari sumber atau

    12Jhony Ibrahim, 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang.

    Bayumedia. Hlm.392

  • 15

    alamat website yang spesifik yaitu Direktori Mahkamah Agung yang

    terdapat dalam internet.

    4. Teknik Analisis Bahan Hukum

    Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada sebelumnya bahwa

    penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris yang sifatnya deskriptif, oleh

    sebab itu penelitian dengan teknik analisis kualitatif yang akan penulis

    gunakan dalam pengolahan dan analisis data didalam penelitian skripsi ini.

    Bahan-bahan hukum yang dianalisis secara kualitatif isi (content

    analysis) akan dikemukan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan

    menjelaskan hubungan antar bahan hukum yang digunakan. Selanjutnya

    semua bahan hukum tersebut diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara

    deskriptif untuk mencari kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik-

    karakteristik khusus dari suatu konsep tersebut, sehingga nantinya dapat

    mencapai tujuan dari pemecahan terhadap permasalahan yang dimaksud.

    G. Sistematika Penulisan

    Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi dalam 4 bab dan

    masing-masing bab terdiri atas sub yang bertujuan agar mempermudah

    pemahamannya. Adapaun sistematika penulisannya sebagai berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Dalam penelitian ini Penulis membagi pendahuluan dalam beberapa sub

    bab diantaranya terdiri dari latar belakang sebagai penjelasan dan pengantar dalam

  • 16

    permasalahan yang diangkat oleh Penulis. Rumusan masalah dibagi menjadi dua

    permasalahan yang diataranya adalah bagaimana kedudukan yuridis Personal

    Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon dalam

    permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Serta bagaimana

    Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah melepaskan hak

    istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang akan

    menjadi fokus permasalahan dalam penulisan ini. Tujuan penulisan, merupakan

    penyampaian yang akan dilakukan oleh Penulis dalam membuat penulisan hukum

    ini. Manfaat penulisan terdiri dari aspek teoritis dan aspek praktis yang menjadi

    suatu penjelasan mengenai siapa saja dan apa saja yang akan mendapatkan

    manfaat dari penulisan ini, serta kegunaan penulisan bagi Penulis, masyarakat,

    kalangan praktisi hukum dan akademisi. Metode Penulisan yang digunakan oleh

    Penulis ialah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif.

    BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

    Tinjauan Pustaka merupakan penggunaan beberapa terminologi yang akan

    digunakan Penulis guna memfokuskan permasalahan yang akan dibahas. Dalam

    tinjauan pustaka, maka batasan yang dibuat oleh Penulis dengan menggunakan

    beberapa terminologi, akan dijabarkan sesuai dengan kajian pustaka yang ada

    berserta pendapat ahli yang akan didapatkan oleh Penulis dalam penelitian

    kepustakaan yang berkaitan dengan Kedudukan yuridis Personal Guarantor yang

  • 17

    telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon dalam permohonan Penundaan

    Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), serta Bentuk Perlindungan Hukum bagi

    Personal Guarantor yang telah melepaskan hak istimewa dalam Penundaan

    Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ?

    BAB III : PEMBAHASAN

    Bab ini adalah inti dari penulisan hukum yang dibuat oleh Penulis. Dalam

    bab ini akan diuraikan tengtang gambaran mengenai pembahasan terkait

    Kedudukan yuridis Personal Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa

    sebagai termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    (PKPU) sertya Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah

    melepaskan hak istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    (PKPU) yang merupakan rumusan masalah yang diangkat oleh Penulis, penulisan

    tersebut sesuai dengan sumber yang didapatkan oleh Penulis.

    BAB IV : PENUTUP

    Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana berisi

    kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya serta berisikan saran penulis dalam

    menanggapi permasalahan yang menjadi fokus kajian yaitu kedudukan yuridis

    Personal Guarantor yang telah melepaskan Hak Istimewa sebagai termohon

    dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta

    Bentuk Perlindungan Hukum bagi Personal Guarantor yang telah melepaskan hak

    istimewa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Selain itu bab

  • 18

    ini akan berisikan saran dan rekomendasi penulis sehingga diharapkan menjadi

    masukan yang bermanfaat bagi semua pihak.

    H. Penelitian Terdahulu

    Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan

    penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam

    mengkaji penelitian yang dilakukan. Masalah yang diteliti penulis ini

    sepengetahuan penulis belum pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Serta,

    dari penelitian-penelitian terdahulu, penulis mengangkat beberapa penelitian

    sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut

    merupakan penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengan penelitian

    yang dilakukan penulis.

    Tabel. 1

    Penelitian Terdahulu

    Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

    Anisa Yulinar Diani

    Kedudukan Penjamin

    Perorangan Sebagai

    Termohon Dalam

    Penundaan

    Kewajiban

    Pembayaran Utanng

    (PKPU)

    Kedudukan penjamin

    perorangan sebagai termohon

    dalam penundaan kewajiban

    pembayaran utang (PKPU)

    tidaklah tepat karena penjamin

    bukan merupakan debitor

    utama. Penjamin dapat

    dimohonkan sebagai termohon

    dalam PKPU apabila

    kemudian dalam perjanjiannya

    penjamin menyatakan akan

  • 19

    melunasi utang debitor utama

    secara tanggungmenanggung.

    Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Riris F Panjaitan yang membahas terkait

    apakah penjamin perorangan dapat diajukan sebagai termohon dalam Permohonan

    PKPU, meskipun memiliki permasalahan yang sama namun disini penulis

    membahasnya lebih spesifik dengan menggunakan studi kasus putusan serta juga

    membahas terkait bagaimana perlindungan hukum terhadap personal guarantor

    dalam hal ia menjadi termohon dalam PKPU.

    Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

    Riris F Panjaitan,

    Universitas Sumatra

    Utara, 2018

    Kedudukan Hak

    Istimewa Personal

    Guarantor

    (Penjamin Pribadi)

    Dalam Perkara

    Kepailitan Perseroan

    Terbatas

    Kedudukan hak istimewa

    Personal Guarantor (Penjamin

    Pribadi) dalam perkara

    kepailitan Perseroan Terbatas

    adalah seorang penjamin atau

    penanggung adalah sama-sama

    seorang debitor. Penjamin atau

    penanggung adalah juga

    seorang debitor yang

    berkewajiban melunasi utang

    debitor kepada kreditor atau

    para kreditornya apabila tidak

    membayar utang yang telah

    jatuh waktu dan atau dapat

    ditagih. Oleh karena penjamin

    atau penanggung adalah

    debitor, maka penjamin atau

    penanggung dapat dinyatakan

    pailit berdasarkan UU

    Kepailitan.

    Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Riris F Panjaitan yang membahas terkait

    Bagaimana status Kedudukan Personal Guarantor dalam hal perkara Perseroan

    Terbatas, sedangkan penulis disini membahas terkait kedudukan Personal

    Guarantor yang telah melepas hakk istiewanya dalam hal permohonan PKPU.

  • 20

    Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

    Lenny Nadriana dan Isis

    Ikhwansyah,

    Pagaruyuang Law Jurnal

    Volume 1 No. 2, Januari

    2018

    Implementasi

    Hukum Personal

    Guarantee dalam

    Praktik Kepailitan

    Personal Guarantee yang

    dijadikan debitor pailit sama

    dengan debitor utama

    dikarenakan pada saat

    pelaksanaan pembuatan akta

    penanggungan telah bersedia

    melepaskan segala hak

    istimewannya tanpa menunggu

    debitor utama wanprestasi dan

    hartannya dijual. Jika debitor

    utama tersebut tidak

    membayar utang yang telah

    jatuh waktu dan atau yang

    telah dapat ditagih, pemohon

    dalam hal ini kreditor dapat

    mengajukan pailit terhadap

    penjamin dalam hal ini

    Personal Guarantee atau

    Corporate Guarantee

    sebagaimana debitor pailit di

    dalam Undang–Undang

    Kepailitan.

    Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Lenny Nadriana dan Isis Ikhwansyah dengan

    membahas terkait Implementasi Hukum terkait Personal Guarantor dalam

    Kepailitan, namun yang dibahas penulis adalah Implementasi Hukum Personal

    Guarantor dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

  • 21

    Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

    Krisna Natalia

    Nababan, Universitas

    Sumatra Utara, 2018

    Akibat Hukum

    Terhadap

    Penanggung Utang

    Sebagai Jaminan

    Perusahaan Yang

    Dinyatakan Pailit

    Atas Kreditur

    Menurut Peraturan

    Kepailitan (Studi

    Kasus PT.Jaya

    Lestari)

    Pengaturan dalam KUH

    Perdata maupun Undang-

    Undang Nomor 37 Tahun

    2004 memungkinkan bagi

    Guarantor yang telah

    melepaskan hakhak

    istimewanya, untuk dinyatakan

    pailit tanpa terdapat

    pernyataan pailit maupun

    pemberesan aset atas Debitur-

    utama terlebih dahulu. Melalui

    perkara kepailitan PT. Jaya

    Lestari, terlihat bahwa

    sebenarnya pada kasuskasus

    kepailitan Guarantor,

    terkadang tidak terdapat

    urgensi bagi Guarantor untuk

    dipailitkan.

    Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Krisna Natalia Nababan yang membahas

    terkait apakah memungkinkan untuk personal guarantor yang telah

    melepaskan hak-hak istimewanya dapat dinyatakan pailit, sedangkan penulis

    membahas terkait apakah personal guarantor yang telah melepaskan hak-hak

    istimewanya dapat menjadi termohon dalam permohonan PKPU.

    Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

    Ratna Nindya

    Hastaning Pertiwi,

    Universitas Sebelas

    Maret, PRIVAT

    LAW VOL: 6 NO:

    1, 2018

    Perlindungan

    Hukum Penanggug

    Perorangan Dalam

    Perjanjian Kredit di

    PT.Bank Rakyat

    Indonesia

    (PERSERO)

    TBk.Cabang Wates

    PT.Bank Rakyat Indonesia

    (Persero) Tbk. Cabang Wates

    telah menerapkan

    perlindungan yang diberikan

    kepada penanggung

    perorangan dalam praktek

    perjanjian kredit dengan

    jaminan penanggungan.

    Bentuk perlindungan hukum

    tersebut antara lain

  • 22

    penanggung dapat meminta

    kembali dari debitur berupa

    penggantian segala kerugian

    yang mungkin diderita oleh si

    penanggung akibat dari tidak

    dilaksanakannya kewajiban

    oleh debitur; penanggung

    hanya berkedudukan sebagai

    pendamping debitur, dalam

    arti selama debitur lancar tidak

    ada permasalahan dalam

    angsuran pinjaman sampai

    lunas; dan adanya upayaupaya

    penyelamatan kredit atau

    restrukturisasi kredit sebelum

    dilakukannya eksekusi benda

    jaminan khusus milik

    debitur maupun jaminan milik

    penanggung.

    A. B. Perbedaan : Penelitian ini dilakukan Ratna Nindya Hastaning Pertiwi yang

    membahas terkait Perlindungann Hukum yang diberikan terhadap Personal

    Guarantor dalam studi kasus PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

    Cabang Wates, sedangkan penulis membahas terkait Perlindungan Hukum

    yang diberikan kepada Personal Guarantor yang telah melepaskan hak

    istimewanga dalam studi kasus putusan Nomor 74/Pdt.Sus-

    PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST. dan Nomor 05/ PKPU/2015/PN.

    Niaga.SBY.

    C.

    Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Anisa Yulinar Diani dari

    Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada Tahun 2018 dengan judul penelitian

    Kedudukan Penjamin Perorangan Sebagai Termohon Dalam Penundaan Kewajiban

    Pembayaran Utanng (PKPU).

  • 23

    Bahwa Permasalahan yang diangkat dala penelitian ini adalah yang pertama

    Bagaimana akibat hukum pelepasan hak istimewa terhadap tanggung jawab penjamin

    perorangan dalam sebuah perjanjian kredit. Dan yang kedua adalah Bagaimana

    kedudukan penjamin perorangan yang telah melepaskan hak istimewanya sebagai

    termohon dalam penundaan kewajiban pembayaran utang.

    Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut, bahwa kibat hukum dari

    pelepasan hak istimewa terhadap tanggung jawab penjamin perorangan dalam sebuah

    perjanjian kredit yakni penjamin perorangan bertanggung jawab secara penuh dengan

    tetap berpegang teguh pada prinsip jaminan perorangan yang merupakan prinsip

    penagihan sekunder. Penjamin perorangan adalah pihak bertanggung jawab atas

    utang-utang debitor seketika apabila debitor melakukan wanprestasi. Hal itu

    menyebabkan penjamin kedudukannya seolah-olah dia adalah debitornya, sehingga

    tanggung jawab penjamin atas perjanjian kredit sebanding dengan debitor utama.

    Serta Kedudukan penjamin perorangan sebagai termohon dalam penundaan

    kewajiban pembayaran utang (PKPU) tidaklah tepat karena penjamin bukan

    merupakan debitor utama. Penjamin dapat dimohonkan sebagai termohon dalam

    PKPU apabila kemudian dalam perjanjiannya penjamin menyatakan akan melunasi

    utang debitor utama secara tanggungmenanggung. Prinsip dalam jaminan perorangan

    adalah prinsip penagihan sekunder yang mana peran dan tanggung jawab penjamin

    perorangan muncul manakala debitor melakukan wanprestasi. Sedangkan, PKPU

    merupakan suatu bentuk dari usaha debitor dalam melunasi utang-utangnya. Melalui

  • 24

    rencana perdamaian, debitor mengajukan kepada kreditor dengan restrukturisasi

    ataupun cara-cara pembayaran utangnya sehingga dapat dikatakan debitor tidak

    melakukan wanprestasi.

    Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah dalam penelitian terdahulu

    tersebut hanya membahas secara umu terkait apa akibat dari pelepasan hak-hak

    istimewa dari personal guarantor serta kedudukannya sebagai termohon dalam

    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sedangkan dalam penelitian penulis ini,

    penulis mengangkat dua studi kasus putusan yaitu Putusan Nomor74/Pdt.Sus-

    PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST dan Putusan Nomor 05/PKPU /2015 / PN

    .NIAGA.SBY.

    Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Riris F Panjaitan dari Universitas

    Sumatra Utara pada tahun 2018 dengan judul Kedudukan Hak Istimewa Personal

    Guarantor (Penjamin Pribadi) Dalam Perkara Kepailitan Perseroan Terbatas

    Bahwa Permasalahan yang diangkat dala penelitian ini adalah yang pertama

    Bagaimana pengaturan mengenai Personal Guarantor (Penjamin Pribadi) di

    Indonesia. kedua, apa saja Hak istimewa yang dimiliki oleh Personal Guarantor

    (Penjamin Pribadi), serta bagaimana kedudukan Hak istimewa Personal Guarantor

    apabila terjadi Kepailitan Perseroan terbatas.

    Hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut, yang pertama adalah

    Pentingnya keberadaan Personal Guarantor (penjamin pribadi) dalam perkara

  • 25

    kepailitan merupakan upaya guna memperkecil risiko apabila debitur wanprestasi

    atau cidera janji. Jaminan merupakan sarana perlindungan bagi keamanan kreditor

    yaitu kepastian hukum akan pelunasan utang debitor atau pelaksanaan suatu prestasi

    oleh debitor atau oleh Personal Guarantor (penjamin pribadi) tersebut. Pengaturan

    mengenai Personal Guarantor (penjamin pribadi) dapat dilihat pada pasal 1820

    sampai pasal 1850 KUHPerdata. Serta Pada Undang-Undang Kepailitan dan

    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Pasal 141, Pasal 164, dan pasal 165.

    Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan

    dengan mana seorang pihak ketiga (penjamin) guna kepentingan si berpiutang,

    mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini

    sendiri tidak memenuhinya. Demikianlah defenisi yang diberikan oleh pasal 1820

    KUHPerdata tentang penanggungan utang. Apabila diperhatikan defenisi tersebut,

    maka jelaslah bahwa ada 3 pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang,

    yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur disini berkedudukan sebagai

    pemberi kredit atau orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang

    yang mendapat pinjaman uang atau kredit atau kreditur. Pihak ketiga adalah orang

    yang akan menjadi penanggung utang debitur kepada kreditur manakala debitur tidak

    memenuhi prestasinya. Pasal 1821 ayat 1 KUHPerdata menunjukkan sifat assesoir

    dari penanggungan, karena disitu dengan tegas dinyatakan, bahwa tidak mungkin ada

    penanggungan jika tidak ada perjanjian pokok yang sah. Kedua, Hak-Hak istimewa

    yang dimiliki oleh Personal Guarantor (penjamin pribadi), yaitu Hak agar kreditur

  • 26

    menuntut terlebih dahulu, sebagaimana dimuat dalam pasal 1831 KUHPerdata, Hak

    untuk meminta pemecahan utang , sebagaimana dimuat dalam pasal 1837

    KUHPerdata. Hak untuk dibebaskan dari penjaminan bilamana karena salahnya

    kreditor, sipenjamin tidak dapat mmenggantikan hak-haknya hipotik/Hak Universitas

    Sumatera Utara tanggungan dan hak-hak istimewa yang dimiliki kreditor (pasal 1848

    dan 1849 KUHPerdata). Dan yang terakhir adalah Kedudukan hak istimewa Personal

    Guarantor (Penjamin Pribadi) dalam perkara kepailitan Perseroan Terbatas adalah

    seorang penjamin atau penanggung adalah sama-sama seorang debitor. Penjamin atau

    penanggung adalah juga seorang debitor yang berkewajiban melunasi utang debitor

    kepada kreditor atau para kreditornya apabila tidak membayar utang yang telah jatuh

    waktu dan atau dapat ditagih. Oleh karena penjamin atau penanggung adalah debitor,

    maka penjamin atau penanggung dapat dinyatakan pailit berdasarkan UU Kepailitan.

    Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah penelitian tersebut memang

    juga membahas terkait bagaimana pengaturan mengenai Personal Guarantor

    (Penjamin Pribadi) di Indonesia, apa saja Hak istimewa yang dimiliki oleh Personal

    Guarantor , serta bagaimana kedudukan personal guarantor setelah pelepasan hakk-

    hak istimewanya. Namun dalam penelitian tersebut pembahasan yang dilakukan

    adalah dalam konteks personal guarantor dimohonkan sebagai termohon pailit,

    sedangkan penelitian penulis disini membahas terkait kedudukan personal guarantor

    dalam PKPU.

  • 27

    Ketiga, penelitan yang dilakukan oleh Lenny Nadriana dan Isis Ikhwansyah

    dalam jurnal Pagaruyuang Law Jurnal Volume 1 No. 2, Januari 2018 dengan judul

    Implementasi Hukum Personal Guarantee dalam Praktik Kepailitan.

    Bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah

    bagaimana Kedudukan Penjamin dalam hal ini Personal Guarantee yang dijadikan

    sebagai Debitor Pailit. Serta, hasil dari penelitiann tersebut adalah sebagai berikut,

    bahwa Personal Guarantee yang dijadikan debitor pailit sama dengan debitor utama

    dikarenakan pada saat pelaksanaan pembuatan akta penanggungan telah bersedia

    melepaskan segala hak istimewannya tanpa menunggu debitor utama wanprestasi dan

    hartannya dijual. Jika debitor utama tersebut tidak membayar utang yang telah jatuh

    waktu dan atau yang telah dapat ditagih, pemohon dalam hal ini kreditor dapat

    mengajukan pailit terhadap penjamin dalam hal ini Personal Guarantee atau

    Corporate Guarantee sebagaimana debitor pailit di dalam Undang–Undang

    Kepailitan.

    Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah sebagai berikut, dalam

    penelitian tersebut memang juga membahas terkait kedudukan personal guarantor

    setelah pelepasan hakk-hak istimewanya dengan juga menggunakan studi kasus

    Putusan yaitu putusan No 72/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Namun dalam

    penelitian tersebut pembahasan yang dilakukan adalah dalam konteks personal

    guarantor dimohonkan sebagai termohon pailit, sedangkan penelitian penulis disini

    membahas terkait kedudukan personal guarantor dalam PKPU.

  • 28

    Keempat, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Krisna Natalia Nababan dari

    Universitas Sumatra Utara pada 2018 dengan judul penelitian Akibat Hukum

    Terhadap Penanggung Utang Sebagai Jaminan Perusahaan Yang Dinyatakan Pailit

    Atas Kreditur Menurut Peraturan Kepailitan (Studi Kasus PT.Jaya Lestari).

    Bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian terdahulu tersebut adalah

    bagaimana akibat hukum terhadap penanggung utang sebagai jaminan perusahaan

    yang dinyatakan pailit atas kreditur menurut peraturan kepailitan (StudiKasus PT.

    Jaya Lestari). Serta, hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut, bahwa

    Undang-undang memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua kreditur dan

    mengenai semua harta benda debitur, PengaturanKepailitan Dalam Sistem Hukum di

    Indonesia diaturoleh Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. Rabobank Indonesia mengajukan

    permohonan pailitterhadap PT. Jaya Lestari yang berkedudukansebagai Corporate

    Guarantor dari PT. Golden Harvestindo, yang merupakandebiturdari PT Rabobank

    Indonesia, Pengaturan dalam KUH Perdata maupun Undang-Undang Nomor 37

    Tahun 2004 memungkinkan bagi Guarantor yang telah melepaskan hakhak

    istimewanya, untuk dinyatakan pailit tanpa terdapat pernyataan pailit maupun

    pemberesan aset atas Debitur-utama terlebih dahulu. Melalui perkara kepailitan PT.

    Jaya Lestari, terlihat bahwa sebenarnya pada kasuskasus kepailitan Guarantor,

    terkadang tidak terdapat urgensi bagi Guarantor untuk dipailitkan.

  • 29

    Perbedaanya denga penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut,

    bahwa dalam penelitian terdahulu tersebut membahas terkait akibat hukum terhadap

    penanggung utang sebagai jaminan perusahaan yang dinyatakan pailit atas kreditur

    menurut peraturan kepailitan dengan spesifik membahas sebuah studi kasus yaitu

    studi kasus pailitnya PT. Jaya Lestari. Sedangkan penulis tidak membahas terkait

    kedudukan personal guarantor dalam Pailit melainkan dalam PKPU.

    Kelima, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ratna Nindya Hastaning Pertiwi

    dari Universitas Sebelas Maret dalam jurnal PRIVAT LAW VOL: 6 NO: 1, 2018

    dengan judul Perlindungan Hukum Penanggug Perorangan Dalam Perjanjian Kredit

    di PT.Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) TBk.Cabang Wates.

    Bahwa dalam penelitian terdahulu tersebut mengangkat rumusan masalah

    sebagai berikut, yaitu bagaiman perlindungan hukum terhadap penanggung

    perorangan dalam perjanjian kredit khususnya pada studi kasus peneliti di PT. Bank

    Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Wates.

    Hasil penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut, bahwa berdasarkan

    pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa PT.Bank Rakyat Indonesia

    (Persero) Tbk. Cabang Wates telah menerapkan perlindungan yang diberikan kepada

    penanggung perorangan dalam praktek perjanjian kredit dengan jaminan

    penanggungan. Bentuk perlindungan hukum tersebut antara lain penanggung dapat

    meminta kembali dari debitur berupa penggantian segala kerugian yang mungkin

    diderita oleh si penanggung akibat dari tidak dilaksanakannya kewajiban oleh debitur;

  • 30

    penanggung hanya berkedudukan sebagai pendamping debitur, dalam arti selama

    debitur lancar tidak ada permasalahan dalam angsuran pinjaman sampai lunas; dan

    adanya upayaupaya penyelamatan kredit atau restrukturisasi kredit sebelum

    dilakukannya eksekusi benda jaminan khusus milik debitur maupun jaminan milik

    penanggung.

    Perbedaan penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian penulis adalah,

    bahwa penelitian terdahulu tersebut memang juga membahas terkait perlindungan

    hukum terhadap penanggung perorangan atau personal guarantor namun dalam

    penelitian terdahulu tersebut membahas terkait perlindungan guarantor dalam hal

    perjanjian kredit khususnya pada studi kasus peneliti di PT. Bank Rakyat Indonesia

    (Persero) Tbk. Cabang Wates. Sedangkan, penulis membahas terkait perlindungan

    personal guarantor dalam hal ia telah melepaskan hak-hak istimewanya dan

    dimohonkan sebagai termohon dalam PKPU.