BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya...

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 1979:1). Faruk (2010:40) menyatakan bahwa karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang. Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nyata atau hanya berupa pikiran atau ide dari pengarang. Atar Semi (1993:8-13) berpendapat bahwa sastra adalah suatu bentuk hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Karya-karya ini sering menceritakan sebuah kisah, baik dalam orang pertama atau orang ketiga, dengan plot dan melalui penggunaan berbagai perangkat sastra yang terkait dengan waktu mereka (Semi, 1993:8-13). Karya sastra dibagi menjadi dua yang terdiri dari karya satra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite, dan lain-lain; sedangkan karya sastra tulis, misalnya cerkak, cerbung, novel, naskah drama, dan sebagainya. Terdapat sebuah simpul yang sangat erat antara sastra daerah terutama sastra lisan dengan folklor. Hal ini dikarenakan sastra daerah merupakan bagian dari folklor. Menurut Danandjaja (Didipu, 2010:30) folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan

dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 1979:1). Faruk (2010:40) menyatakan

bahwa karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang. Karya sastra

berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nyata atau hanya

berupa pikiran atau ide dari pengarang. Atar Semi (1993:8-13) berpendapat bahwa

sastra adalah suatu bentuk hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah

manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Karya-karya ini sering menceritakan sebuah kisah, baik dalam orang

pertama atau orang ketiga, dengan plot dan melalui penggunaan berbagai

perangkat sastra yang terkait dengan waktu mereka (Semi, 1993:8-13). Karya

sastra dibagi menjadi dua yang terdiri dari karya satra lisan dan karya sastra tulis.

Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite, dan lain-lain; sedangkan

karya sastra tulis, misalnya cerkak, cerbung, novel, naskah drama, dan

sebagainya.

Terdapat sebuah simpul yang sangat erat antara sastra daerah terutama

sastra lisan dengan folklor. Hal ini dikarenakan sastra daerah merupakan bagian

dari folklor. Menurut Danandjaja (Didipu, 2010:30) folklor adalah sebagian

kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara

kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam

bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

2

Karya sastra dapat mempunyai persepsi berbeda. Persepsi atau perspektif

merupakan 1) Cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar

sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan

tinggi); 2) Sudut pandang atau pandangan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012).

Simpulan dari arti perspektif di atas yaitu suatu pandangan tentang sesuatu hal.

Cerita rakyat Kyai Ageng Pengging ini mempunyai sisi lain yang dapat dilihat

yaitu adanya hegemoni kekuasaan. Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani

kuno yaitu „eugemonia’. Sebagaimana yang sudah dikemukakan encylclopedia

Britanica dalam prakteknya di Yunani, diterapkan untuk menunjukkan dominasi

posisi yang diklaim oleh negara-negara kota (polism atau citystates) secara

individual misalnya yang dilakukan oleh negara Athena dan Sparta terhadap

negara-negara lain yang sejajar (Hendarto, 1993:73). Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2012), hegemoni merupakan pengaruh kepemimpinan,

dominasi, kekuasaan, dan sebagainya dari suatu negara atas negara lain (negara

bagian).

Pencetus teori hegemoni bernama Antonio Gramsci, dia lahir pada tahun

1981. Gramsci dapat mencetuskan teori ini karena ia terkesan dengan gerakan

kaum buruh di kota Turin, suatu minat yang kemudian mendorongnya untuk

bergabung dengan Partai Sosialis Italia (PSI) tahun 1913. Penjelasan Gramsci

tentang hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai

kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya

berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana

kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya. Kelompok yang

didominasi tidak merasa ditindas oleh penguasa.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

Hegemoni ini tak dapat luput dari sebuah kekuasaan, dan kepemimpinan.

Kekuasaan sendiri menurut Max Weber (Thoha, 2005) merupakan suatu

kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada

dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang

menghilangkan halangan. Kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau

kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan

yang diberikan, kewengangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang

diperoleh. Hegemoni kekuasaan ini merupakan dominasi atas nilai-nilai

kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya

berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana

kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya dengan tidak

melebihi kewenangan yang sudah diperoleh oleh suatu kelompok yang

mendominasi. Hegemoni kekuasaan ini dapat dikaitkan dengan cerita rakyat

seperti pada cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono,

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Menurut James Danandjaja (1984:4), cerita rakyat merupakan suatu karya

sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan

dalam bentuk relatif tetap, atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif

tertentu dalam waktu yang lama. Salah satu contoh cerita rakyat ini adalah cerita

rakyat Kyai Ageng Pengging. Cerita rakyat Kyai Ageng Pengging dapat

digolongkan sebagai jenis folklor yang merupakan cerita prosa rakyat atau lebih

dikenal cerita rakyat. Folklor merupakan istilah serapan dari bahasa Inggris yaitu

folk dan lore. Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik,

sosial dan kebudayaan; sedangkan lore yaitu sebagian kebudayaan yang

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

4

diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak

isyarat. Folklor dapat diartikan sebagai suatu kebudayaan yang diwariskan dan

disebarluaskan secara turun temurun secara tradisional baik lisan maupun melaui

contoh dan perilaku.

Cerita rakyat “Kyai Ageng Pengging” ini sangatlah menarik untuk diteliti

karena cerita rakyat ini banyak mengandung nilai-nilai budaya dan nilai magis

yang masih kental. Cerita rakyat ini masih eksis dan banyak orang yang

mengunjungi makam Kyai Ageng Pengging. Alasan lain yang melatarbelakangi

peneliti mengambil objek penelitian ini karena tertarik dengan adat dan tradisi

yang dilakukan masyarakat sekitar makam Kyai Ageng Pengging dalam merawat

serta melestarikan makam ini dan tetap dijaga kebersihannya pula. Makam Kyai

Ageng Pengging ini juga dapat menarik perhatian baik masyarakat sekitar maupun

peziarah yang datang dari luar kota untuk sekedar berdoa meminta berkah di

tempat itu. Mereka berdoa menurut agama dan kepercayaan mereka masing-

masing, tidak ada aturan atau alat-alat khusus yang harus dibawa pada saat berdoa

atau berziarah.

Beranjak dari beberapa latar belakang tersebut, tiga alasan utama yang

menjadi pendorong dilaksanakannya penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui bentuk dan struktur

cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono,

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Bagian ini penting untuk diketahui

sebagai cara untuk mengetahui cerita rakyat yang baik.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

2. Penelitian ini diupayakan untuk menggali bentuk hegemoni kekuasaan

dalam isi cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di Kecamatan

Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

3. Penelitian ini didasari adanya persepsi masyarakat terhadap bentuk

hegemoni dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging bagi masyarakat

Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa

Tengah.

Berdasarkan dari penelitian lain yang sejenis yang terdapat di jurnal antara

lain:

1. Skripsi oleh Monica Arti Wijaya dari Fakultas Ilmu Budaya UNS tahun

2015, yang mengkaji tentang cerita rakyat Onggoloco dengan judul

”Aspek Kultural dan Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat

Onggoloco di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten

Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (sebuah tinjauan

folklor)”. Hasil penelitian ini adalah, profil masyarakat dusun Duren,

Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, sebagai

masyarakat pemilik cerita rakyat Onggoloco; bentuk cerita cerita rakyat

ini dapat dikategorikan sebagai cerita prosa rakyat dengan golongan

Mite; aspek-aspek kultural yang ada di dalam cerita yaitu mengenai

peranan Onggoloco di dalam pertanian dan perhutanan, serta kreatifitas

masyarakat dusun Duren untuk menciptakan kesenian tradisional untuk

mengenang tokoh Onggoloco ini; dan unsur mitos yang tersebar di

dalam masyarakat berupa gugon tuhon seperti, apabila merusak hutan

Wonosadi maka akan mendapatkan ganjaran seperti mengalami sakit

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

6

yang berkepanjangan, kerasukan, sampai kematian, selain itu upacara

sadranan harus dilakukan setiap tahun sekali guna memperingati tokoh

Onggoloco sebagai orang yang pernah berpengaruh di desa tersebut,

apabila tidak dilakukan sadranan akan mengalami paceklik

berkepanjangan;

2. Cerita Rakyat dan Upacara Adat Tradisional Dhugderan di Kota

Semarang (Tinjauan Folklor) yang diteliti serta ditulis oleh Betha

Ericka Ayu dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS pada tahun 2011.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu asal mula munculnya Cerita rakyat

Dhugdheran berawal dari ketika Islam masuk ke tanah Jawa, keramaian

rakyat tak dapat lepas dari peran Walisanga yaitu Sunan Kalijaga dalam

menyadarkan Ki Ageng Pandanaran II hingga membunyikan bedhug di

Semarang; cerita Rakyat Dhugdheran masuk ke dalam golongan folklor

sebagian lisan. Upacara Adat Tradisional Dhugdheran dilaksanakan

sebagai penentu awal jatuhnya bulan Ramadan; di dalam Cerita Rakyat

dan pelaksanaan Upacara Adat Tradisional Dhugdheran terdapat

beberapa perlengkapan yang digunakan sebagai perlambang untuk

menggambarkan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk, serta

bermakna sebagai pengungkapan rasa syukur karena; nilai guna dari

adanya Cerita Rakyat Dhugdheran mampu memberikan hal-hal yang

bermanfaat bagi masyarakat, yaitu sebagai sistem proyeksi, alat

pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan anak,

serta sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya; dan pelestarian sebuah

kebudayaan tradisi Dhugdheran sangat penting untuk dilakukan.;

3. Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian yang akan

dilaksanakan ialah jurnal yang berjudul Gramsei Good Sense and

Critical Folklore Studies yang ditulis oleh Stephen Olbrys Gencarella

(2010). Penelitian ini membahas kekosongan ilmiah kontribusi Antonio

Gramsci untuk studi cerita rakyat di dunia yang berbahasa Inggris.

Menurutnya kritik Gramsci, cerita rakyat telah sering disalahpahami

karena belum dibaca bersama-sama dan diberi komentar pada bahasa

yang menggunakan akal sehat dan agama, dan juga belum ada konteks

diskusi perbedaan diantara cerita rakyat, filasafat, dan ilmu

pengetahuan. Penelitian ini juga menarik perbandingan singkat dengan

karya Hans George Gadamer dalam rangka untuk mengatasi ide-ide

untuk penelitian kontemporer dan merebut kembali legimitasi politik

cerita rakyat kritis yang terang-terangan akan menjadi dilema politik

dan penderitaan manusia.

4. Skripsi Shanti Dyah Puspa Ratri Fakultas Sastra dan Seni Rupa tahun

2010 dengan judul “Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang

Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara

Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor)”. Kesimpulan dari penelitian

ini yaitu, kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan

Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara;

cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua

orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong; akibat adanya

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

8

peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan

landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan

dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor; dalam

pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji

yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai

tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki

makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai

pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa; dan nilai

guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai

cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata

dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.

5. Rhian Ardila Maretin Lanua (2014), Sastra Daerah Fakultas Ilmu

Budaya dengan judul “Hegemoni Kekuasaan Dalam Naskah Ketoprak

Lurah Ganjur Karya Trisno Santosa (Sebuah Tinjauan Strukturalisme)”.

Penelitian ini mempunyai simpulan yaitu (1) Struktur drama dalam

naskah ketoprak Lurah Ganjur karya Trisno Santosa merupakan

perpaduan antar unsur struktur satu dengan yang lain dan saling

berhubungan. (2) Bentuk serta proses hegemoni yang terdapat dalam

naskah ketoprak adalah hegemoni persuasif dan represif. (3) Pengarang

memandang bahwa hegemoni yang terdapat dalam naskah ketoprak

sangat relevan dengan dunia nyata.

Menurut peneliti, cerita rakyat Kyai Ageng Pengging ini mampu

memberikan tauladan yang dapat diambil dari ceritanya yang sangat

menginspiratif sehingga cerita rakyat tidak akan hilang ditelan oleh waktu karena

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

keberadaannya yang lama-kelamaan terkikis oleh jaman. Penelitian terhadap

makam Kyai Ageng Pengging dengan kajian folklor belum pernah dilakukan.

Berdasarkan dari penelitian terdahulu yang sudah diteliti, maka peneliti meneliti

cerita rakyat dengan judul “Hegemoni Kekuasaan dalam Cerita Rakyat Kyai

Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah

(Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra)”.

Penelitian ini menceritakan tokoh Kyai Ageng Pengging yang merupakan

tokoh penguasa di daerah Pengging (sekarang pusatnya berada di desa

Jembungan, Kecamatan Banyudono, Boyolali) yang dihukum mati oleh kerajaan

Demak pada masa pemerintahan Raden Patah karena dia dituduh memberontak.

Dia seorang pemimpin yang memimpin padepokan yang ia bangun sendiri. Nama

aslinya adalah Raden Kebo Kenongo. Kematian Kyai Ageng Pengging

disebabkan karena penolakannya terhadap pemerintahan Demak karena tidak mau

membayar pajak yang kemudian dianggap memberontak kerajaan Demak. Ia adalah

murid terbaik Syekh Siti Jenar, yaitu seorang wali yang mengajarkan

kesederajatan manusia dan menolak basa-basi duniawi.

Cerita rakyat ini cukup populer di kalangan masyarakat sekitarnya, tidak

dipungkiri juga banyak sekali peziarah yang datang untuk berziarah dengan

maksud dan tujuan tertentu. Peziarah yang datang bukan hanya peziarah dari

sekitar makam saja melainkan dari berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai ke

negeri sebelah yaitu Malaysia, sempat ada peziarah asal sana datang untuk

berziarah ke makam ini. Menurut penjelasan sebelumnya, penulis merasa tertarik

untuk menjadikan cerita rakyat ini sebagai sebuah karya ilmiah. Bukan tidak

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

10

mungkin dengan dilakukan penelitian ini, cerita rakyat Kyai Ageng Pengging bisa

lebih bertahan lebih lama lagi.

Tinjauan yang digunakan dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging ini

adalah menggunakan suatu tinjauan folklor. Terlepas dari permasalahan tersebut,

dengan pertimbangan bahwa dalam cerita ini terdapat unsur hegemoni kekuasaan,

yaitu Kyai Ageng Pengging berani mempertahankan keyakinannya untuk tidak

tunduk pada pemerintahan Demak. Skripsi ini berjudul “HEGEMONI

KEKUASAAN DALAM CERITA RAKYAT KYAI AGENG PENGGING DI

KECAMATAN BANYUDONO, KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

(Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra)”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah ini berasal dari Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging

dengan melihat hegemoni kekuasaannya. Masalah-masalah yang ada dirumuskan

sebagai masalah yang akan dibahas secara detail. Perumusan masalah ini

bertujuan agar penelitian yang dilakukan terfokus pada masalah yang akan diteliti

dan tidak meluas pada masalah-masalah di luar penelitian. Perumusan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk dan struktur cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di

Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah?

2. Bagaimanakah bentuk hegemoni kekuasaan dalam isi cerita Kyai Ageng

Pengging di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

3. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap bentuk hegemoni dalam

cerita Kyai Ageng Pengging bagi masyarakat Desa Pengging, Kecamatan

Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terhadap Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging dapat

diperoleh dari perumusan masalah yang ditulis di atas, maka tujuan penelitiannya

adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bagaimanakah bentuk dan struktur cerita rakyat Kyai

Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa

Tengah.

2. Mendeskripsikan bentuk hegemoni kekuasaan dalam isi cerita Kyai Ageng

Pengging di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

3. Menemukan persepsi masyarakat terhadap bentuk hegemoni dalam cerita

Kyai Ageng Pengging bagi masyarakat Desa Pengging, Kecamatan

Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

D. Batasan Masalah

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka

permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada usaha mendeskripsikan bentuk

dan struktur cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono,

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Bentuk hegemoni kekuasaan dalam Cerita

Rakyat Kyai Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali,

Jawa Tengah dengan analisis sosiologi sastra; serta persepsi masyarakat terhadap

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

12

bentuk hegemoni dalam Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging di Kecamatan

Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dengan analisis sosiologi sastra.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dihasilkan dari analisis masalah sosiologi yang

dilakukan dengan mendeskripsikan cerita rakyat Kyai Ageng Pengging dengan

analisis sosiologi sastra. Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari manfaat teoretis

dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat untuk menambah

wawasan tentang teori sastra dan tentang folklor, khususnya cerita rakyat

Kyai Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali,

Propinsi Jawa Tengah. Penelitian diharapkan dapat mengungkapkan nilai-

nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di

Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah sastra melalui

penelitian sosiologi sastra ini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

keberadaan makam Kyai Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono,

Kabupaten Boyolali dan dapat menambah wawasan tentang fungsi bagi

masyarakat. Penelitian ini dapat merupakan suatu data yang dapat dijadikan

bahan untuk penelitian sejenis selanjutnya. Data ini diharapkan dapat menjadi

tambahan dokumen perpustakaan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

F. Landasan Teori

Karya sastra adalah fenomena yang kompleks dan dalam (Endraswara,

2011:8). Karya sastra semakin digali semakin banyak makna dan problem yang

terkandung di dalamnya. Maka dari itu sebagai parameternya sebuah karya sastra

membutuhkan suatu teori. Teori yang mampu menganalisis dan mengungkapkan

masalah yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Cerita rakyat Kyai Ageng

Pengging membutuhkan teori yang digunakan terkait dengan masalah yang akan

dibahas. Teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengertian Folklor

Karya sastra lisan berupa folklor, yaitu suatu adat-istiadat tradisional

dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak

dibukukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012). Folklor telah

berkembang sejak zaman dahulu kala sebelum nenek moyang kita mengenal

tulisan. mereka menurunkannya secaraturun temurun dari mulut ke mulut

kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyampaian tersebut berupa

kebiasaan, perilaku, larangan, cerita pengalaman, pepatah dan tahayul. Dalam

penyampaiannya folklor diibaratkan seperti orang yang di amanatkan untuk

menyampaikan pesan atau berita secara lisan kepada orang lain, pasti saja

ada kata atau kalimat yang kurang atau lebih ketika disampaikan kepada

orang yang bersangkutan, sehingga tidak sepenuhnya kalimat yang

disampaikan oleh orang yang diberi amanat tersebut sama dengan apa yang

diucapkan oleh si pemberi amanat (Danandjaja, 1986:1)

Secara etimologis, folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga

memiliki

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

14

pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran

kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Sementara untuk lore adalah tradisi

dari folk, yaitu sebagai kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-

temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak

isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device) (Danandjaja,

1986:1).

Menurut Brunvard (1968:5) dalam Danandjaja (1986:2), folklor

adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan

turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam

versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

Sehingga dapat dikatakan bahwa sastra lisan merupakan begian dari folklor

itu sendiri. Pendapat mengenai folklor ini juga dikemukakan oleh Albert B.

Lord, dia berpendapat bahwa setiap folklor memiliki formula tertentu,

misalnya struktur kepala, badan, dan kaki. Struktur kepala biasanya

berhubungan dengan pembukaan. Struktur badan berhubungan dengan inti

cerita dan struktur kaki biasanya berupa penutup.

Masyarakat modern sekarang ini banyak mengabaikan budaya-

budaya Indonesia bahkan dapat dikatakan hampir punah, sebagai salah satu

contohnya adalah folklor. Zaman sekarang sangat berbeda dengan zaman

dahulu, semuanya serba teknologi canggih. Contohnya seperti masa kecil

anak zaman sekarang, dulu anak-anak senang bermain permainan tradisional

seperti kelereng dan petak umpet, namun sekarang anak-anak lebih senang

bermain playstation maupun bermain gadget daripada permainan tradisional

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

tersebut. Berawal dari hal yang kecil tersebut secara perlahan-lahan budaya

yang terdahulu akan terkikis dan lenyap. Peneliti mengambil judul ini karena

mengingat masalah di atas yang perlu dilestarikan supaya kebudayaan-

kebudayaan tersebut tidak punah.

2. Bentuk Folklor

Menurut Jan Harold Brunvard (1968:2-3), seorang ahli folklor dari

Amerika Serikat (AS), folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok

besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan dan bukan lisan.

a. Folklor Lisan (verbal folklore)

Folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuknya

(genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain:

1) Bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat

tradisional dan titel kebangsawanan;

2) Ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pameo;

3) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki;

4) Puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair;

5) Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda dan dongeng; dan

6) Nyanyian rakyat.

b. Folklor Sebagian Lisan (partly verbal folklore)

Folklor yang sebagian bentuknya merupakan campuran unsur lisan

dan bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor yang termasuk kelompok besar

selain kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, tarian rakyat, adat

istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

16

c. Folklor Bukan Lisan (non verbal folklore)

Folklor yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya

disampaikan secara lisan. Kelompok ini dibagi menjadi yang material

dan yang bukan material. Bentuk yang material antara lain: arsitektur

rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya);

kerajinan tangan rakyat; pakaian dan perhiasan tubuh adat; makanan dan

minuman; serta obat-obatan tradisional. Termasuk bukan material adalah

gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat

(kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim

berita seperti yang dilakukan masyarakat Afrika) dan musik rakyat

(Danandjaja, 1984:21-22).

3. Ciri-Ciri Folklor

Cerita lisan dapat dikategorikan dalam ragam sastra lisan. Sastra lisan

adalah karya sastra yang diwariskan turun-temurun secara lisan, salah

satunya adalah cerita rakyat atau folklore. Folklor merupakan suatu karya

sastra prosa lisan yang berasal dari warisan leluhur dan harus dilestarikan.

Folklor dan kebudayaan lainnya dapat dibedakan dengan cara mengetahui

ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Bersifat anonim;

b) Berkembang secara lisan dari generasi ke generasi;

c) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai

dengan logika umum;

d) Menjadi milik bersama pada masyarakat setempat;

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

e) Pada umumnya lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya terlalu

kasar atau terlalu sopan (sentra-edukasi, 2012);

f) Berkembang dalam versi yang berbeda beda namun pada dasarnya sama

saja.

4. Tahap-Tahap Penelitian Folklor

Macam pengumpulan dengan tujuan pengarsipan atau

pendokumentasian ini bersifat penelitian ditempat (field work). Ada tiga

tahapan yang harus dilalui oleh seorang peneliti ditempat :

a. Tahap Pra-penelitian di tempat

Rencana penelitian harus mengandung beberapa pokok seperti:

bentuk folklor apa yang hendak kita kumpulkan, bagaimana kita

memperoleh pengetahuan itu. Selain itu di dalam rencana penelitian

sudah harus pula ditentukan dengan teliti daerah kediaman kolektif yang

bentuk folklornya hendak diteliti dan berapa lama penelitian itu akan

berlangsung.

b. Tahap penelitian di tempat yang sesungguhnya

Penelitian secepat mungkin harus mengusahakan hubungan

rapport, hubungan harmoni saling mempercayai kolektif yang hendak

diteliti atau paling sedikit dengan para informan. Memperoleh hubungan

akrab itu kita harus bersifat jujur, rendah hati, tidak sok tahu

pada informan. Tujuan kita kesana untuk belajar bukan untuk mengajar.

Cara untuk memperoleh bahan folklor di tempat adalah wawancara

dengan informan dan pengamatan.

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

18

1) Wawancara dalam penelitian folklor dua macam saja yakni

wawancara yang terarah (directed) dan yang tidak terarah (non

directed). Wawancara tidak terarah adalah wawancara yang bersifat

bebas, santai, dan memberi kesempatan yang besar-besaran untuk

memberi pertanyaan yang ditanyakan. Wawancara yang terarah

adalah pertanyaan yang akan kita ajukan sudah tersusun dalam suatu

bentuk daftar tertulis. Jawaban yang diharapkan dibatasi yang

relevan saja dan diusahakan informan tidak melantur kemana-mana.

2) Pengujian pengajaran data wawancara, caranya ada banyak antara

lain mengecek kepada informan lain dengan daftar pertanyaan yang

sama. Cara lain adalah dengan melihat kenyataan berdasarkan

pengamatan kita sendiri dalam menguji kebenaran keterangan itu

harus bersifat taktis dan berhati-hati melakukannya, jangan

sampaimemberi kesan kepada informan pertama bahwa kita tidak

percaya kepada keterangan yang telah ia berikan sebelumnya.

3) Pengamatan adalah cara melihat suatu kejadian dari luar sampai

kedalam dan melukis secara tepat seperti apa yang kita liat. Khusus

untuk peneliti tarian rakyat digunakan cara pengamatan yang disebut

pengamatan terlihat (participant observation) yaitu mengamati suatu

pertunjukan folklor sebagai lisan seperti tarian rakyat, bukan sebagai

tarian luar, melainkan dari dalam dan terlibat dalam proses

pertunjukan.

Hal-hal yang harus kita amati dalam penelitian antara lain:

1. Lingkungan fisik suatu bentuk folklor yan dipertunjukkan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

2. Lingkungan sosial suatu bentuk folklor

3. Interaksi para peserta suatu pertunjukan bentuk folklor

4. Pertunjukan bentuk folklor itu sendiri

5. Masa pertunjukkan

c. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan

Sebelum membahas naskah bagi kearsipan maka harus dipastikan bahwa

folklor tersebut diakui dan dipercaya oleh masyarakat. Cerita rakyat Kyai

Ageng Pengging ini diakui keberadaannya dan dipercaya oleh masyarakat

sekitar. Folklor adalah sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun

temurun dan jika folklor itu belum diakui atau dipercaya oleh masyarakat,

maka bukan termasuk cerita rakyat.

Masyarakat Desa Pengging sebagai pemilik cerita tersebut masih

melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang timbul

karena adanya cerita tersebut. Menurut Danandjaja (1984), setiap naskah

koleksi folklor harus mengandung tiga bahan teks bentuk folklor yang

dikumpulkan, konteks teks yang bersangkutan, pendekatan dan penilaian

informasi serta pengumpulan folklor.

5. Hegemoni Antonio Gramci

Hegemoni berasal dari kata Hegisthai (Yunani), berarti memimpin,

kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang lain (Ratna,

2010:175). Teori hegemoni merupakan sebuah teori politik paling penting abad

XX. Teori ini dikemukakan oleh Antonio Gramci (1891-1937). Menurut

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

20

Gramci, bahwa supremasi suatu kelompok sosial menyatakan dirinya dalam

dua cara, yaitu sebagai dominasi dan sebagai kepemimpinan moral intelektual.

Suatu kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok antagonistik yang

cenderung ia hancurkan, atau bahkan taklukkan dengan kekerasan (Faruk,

1999:69). Titik awal konsep Gramci tentang hegemoni, bahwa suatu kelas dan

anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan

dua cara, yaitu kekerasan dan persuasi.

Cara kekerasan (represif/dominasi) yang dilakukan kelas atas terhadap

kelas bawah disebut dengan tindakan dominasi, dengan maksud untuk

menguasai guna melanggengkan dominasi. Perantara tindak dominasi ini

dilakukan oleh para aparatur negara seperti polisi, tentara, dan hakim. Menurut

Gramsci, faktor terpenting sebagai pendoron terjadinya hegemoni adalah faktor

ideologi dan politik yang diciptakan penguasa dalam mempengaruhi,

mengarahkan, dan membentuk pola pikir masyarakat. Faktor lainnya adalah

pertama paksaan yang dialami masyarakat, sanksi yang diterapkan penguasa,

hukuman yang menakutkan, kedua kebiasaan masyarakat dalam mengikuti

suatu hal yang baru dan ketiga kesadaran dan persetujuan dengan unsur-unsur

dalam masyarakat (Gramsci dalam Patria, 2009:133).

Analisis Gramsci di atas berusaha memberikan pennjelasan bahwa

sebenarnya semua kelas sosial di masyarakat memiliki kecenderungan untuk

menghegemoni, ketika memiliki kemampuan untuk mendominasi. Dominasi

adalah kunci awal dalam proses hegemoni. Antara sekian potensi dominasi,

negara adalah institusi yang paling subur dalam hal dominasi, sehingga wajar

apabila negara memiliki kecenderungan tinggi untuk menghegemoni

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

masyarakatnya (Gramsci dalam Hendarto, 1993:82-83). Pemikiran Gramsci

tidak boleh dilepaskan dari manusia. Manusia merupakan pusat revolusi. Inilah

sumbangan penting Gramsci atas pemikiran Marxis (Hendarto, 1993:71).

Bukan basis ekonomi menentukan superstruktur, tetapi basis ekonomi memberi

batasan bagi bentuk-bentuk kesadaran yang mungkin atas manusia.

Konsep-konsep yang harus diketahui, yaitu hegemoni ideologi,

intelektual organik, dan intelektual tradisional (Salamini, 1981:60-65).

Aktivitas superstruktur dan proses promosi blog historis yang baru, konsep

hegemoni ideologi amatlah penting. Erosi ideologi dari kelas yang berkuasa

harus diikuti oleh penciptaan suatu ideologi baru, suatu sistem gagasan baru,

sistem kepercayaan dan nilai-nilai baru. Intelektual berfungsi mengelaorasi

kelompok ideologi dominan, memberikan kesadaran akan ideologi ini dan

mentransformasikannya menjadi suatu konsep ideologi yang kemudian harus

disebarkan kepada seluruh masyarakat. Intelektual model itu disebut intelektual

organik, karena mereka membentuk suatu hubungan organik antara suatu kelas

sosial dengan superstruktur. Intelektual organik beroposisi dengan intelektual

tradisional. Setiap kelompok yang mencoba meraih kekuasaan harus menyerap

intelektual-intelektual tradisional untuk menyerang intelektual organik (Patria

dalam Arif, 2003:15).

6. Pendekatan Sosiologi Sastra

Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra

ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being,

makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

22

masyarakatnya. Sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam

jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Kesadaran muncul pemahaman

bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan

masyarakatnya, dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra

dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993).

Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh

Plato dan Aristoteles yang mengajukan istilah „mimesis‟, yang menyinggung

hubungan antara sastra dan masyarakat sebagai „cermin‟. Pengertian mimesis

(Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-

teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-

322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teori mengenai seni dan

sastra di Eropa (Luxemburg, 1986:15).

Timbulnya sosiologi, semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada

dewasa ini pernah menjadi bagian dari filsafat yang dianggap sebagian induk

dari segala ilmu pengetahuan (Mater scientiarum). Filsafat mencakup segala

usaha pemikiran mengenai masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman

dan peradaban manusia, pelbagai ilmu yang semula tergabung dalam filsafat

memisahkan diri. Baru pada abad ke-19 ilmu tentang sosiologi (ilmu yang

mempelajari masyarakat) dikenal oleh masyarakat (Soerjono, 2010:3).

Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat.

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah

memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan (Soerjono, 2010:13).

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.

Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah

kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi

pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu

mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2003:77). Kehadiran sosiologi

sastra, meskipun masih tergolong baru namun sudah menghasilkan banyak

penelitian. Bahkan, sosiologi sastra telah berdiri sebagai mata kuliah. Tentu

saja dengan lingkup kajian yang lebih beragam. Itulah sebabnya memang

beralasan jika penelitian sosiologi sastra lebih banyak memperbincangkan

hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Baik aspek bentuk

maupun isi karya sastra akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan

sosial suatu periode tertentu. Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul

penuh kedalam karya sastra (Endraswara, 2003:78)

Cerita Rakyat Ki Ageng Pengging yang diwariskan turun temurun

oleh masyarakat secara lisan. Dengan demikian cerita rakyat memilki

hubungan erat dengan masyarakat, sebagai suatu kelompok sosial pemilik

warisan adat-istiadat tersebut. Sapardi Djoko Damono (1984:42) berpendapat

bahwa sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra yang

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan.

Pendekatan sosiologi sastra menekankan pada tiga komponen. Tiga

komponen itu adalah : sosiologi pengarang yang mencerminkan keadaan sosial

pengarang yang mencakup aspek-aspek antara lain status sosial, pendidikan

sosial budaya, ekonomi, politik serta aspek religius sebagai komponen pertama.

Kedua, sosiologi karya yang menekankan kajian isi maupun tujuan karya sastra

itu sendiri, yang mencakup pembicaraan tentang proses kelahiran dan pengaruh

23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

24

sosial budaya yang yang melingkupinya.dalam arti apa yang tertuang atau

dijelaskan dalam suatu karya merupakan proyeksi diri kondisi masyarakat yang

melatarbelakanginya. Ketiga, sosiologi pembaca yang menekankan

pembahasan terhadap suatu karya sastra. Hal ini menyangkut sejauh mana

karya sastra berpengaruh dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat didalam memberikan penilaian dan tanggapan terhadap suatu karya

sastra juga dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda dengan penghayatan

masyarakat pada umumnya.

Sosiologi sastra adalah hubungan serta pengaruh timbal balik antara

karya sastra dengan masyarakatnya. Dalam sosiologi sastra terdapat tiga

komponen yaitu, karya sastra, pengarang dan masyarakat penikmat. Dalam

penelitian ini akan menelaah dua komponen sosiologi sastra yaitu komponen

karya sastra itu dan masyarakat penikmatnya. Karena ini bersifat anonim maka

aspek sosiologi pengarang tidak tampilkan dan tidak diteliti. Dengan demikian

sosiologi sastra dapat mengungkap komponen sosiologi sastra dari kepercayaan

masyarakat pada Cerita Rakyat Ki Ageng Pengging yaitu komponen karya

sastra itu dan komponen penikmat. Tetapi menurut Sangidu (2004:26)

sosiologi sastra menentukan jenis masyarakat yang melahirkan sastra sehingga

dapat diketahui sifat-sifat masyarakat yang melahirkan sastra tersebut. Dalam

penelitian sosiologi sastra ini juga terdapat dua corak (Junus, 1986:2) dalam

Sangidu (2004: 27) yaitu corak yang pertama disebut pendekatan sociology of

literature (sosiologi sastra). Pendekatan ini bergerak dan melihat faktor sosial

yang menghasilkan karya sastra pada masa tertentu, dan corak yang kedua

adalah disebut dengan literary sociology (sosiologi sastra) pendekatan ini

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

bergerak dari faktor-faktor sosial yang terdapat di dalam karya sastra dan

selanjutnya digunakan untuk memahami fenomena sosial yang ada diluar teks

sastra.

Sapardi (1978) mengemukakan beberapa pendekatan mengenai aneka

ragam pendekatan terhadap karya sastra seperti dikemukakan Wolff di atas.

Dari Wellek dan Warren ia menemukan setidaknya tiga jenis pendekatan yang

berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu sosiologi pengarang yang

mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang

menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra itu sendiri, dan sosiologi

sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra (Faruk,

1999: 4).

7. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah bentuk karya sastra lisan yang lahir dan

berkembang dalam masyarakat tradisional, dan disebarkan dalam bentuk relatif

tetap atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam

waktu yang cukup lama (Danandjaja, 1984:50). Cerita rakyat adalah salah satu

bentuk tradisi lisan yang memakai media bahasa. Pengertian ini akan kabur bila

mana diperhadapkan dengan bentuk sastra lisan yang juga memakai media

bahasa seperti teka-teki dan ungkapan (Gaffar, 1990:3).

Djamaris (1993:15), juga mengungkapkan pengertian cerita rakyat

yaitu sebagai golongan cerita yang hidup dan berkembang secara turun

temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Cerita rakyat biasanya

merupakan fragmen kisah yang menceritakan perjalanan kehidupan seorang

25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

26

yang dianggap mengesankan atau paling tidak mempunyai peran vital dan

dipuja oleh si empunya cerita. Masyarakat tradisional merupakan masyarakat

yang awam dan mereka merasa bahwa cerita rakyat yang ada merupakan

warisan yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya (Damono 1984:42).

Cerita rakyat itu juga dapat memberikan sumbangannya. Demikian pula

dialektologi, lebih-lebih mengingat kemungkinan cerita rakyat mengandung

bahan yang khas di suatu daerah, dan mengandung bahan peninggalan masa

lalu. Cerita rakyat di dalamnya akan kita dapatkan nama bagian tubuh sejak

dalam kandungan, nama musim, pembagian waktu, nama bilangan, frase yang

menyangkut masalah fonetik, morfologi, sintaksis, kata seru, kehidupan desa

dan masyarakatnya, penguburan, kepercayaan, nama bagian-bagian bangunan,

nama makanan, nama tumbuhan, nama benda langit, alat tenun, kehidupan

seksual, magis, pergeserean makna, permainan, pernyataan penghormatan,

logam, penyakit, alat pertanian, alat pertukangan, pakaian dan lain-lain yaitu

hal yang biasa ditanyakan pada waktu pengumpulan data.

Perhatian studi sastra terhadap cerita rakyat tampak dari perhatian apa

yang disebut comparative literature yang melakukan penelitian tentang tema,

penyebaran, dan kapan cerita rakyat meningkat menjadi sastra yang “lebih

tinggi”, dan sastra “artistik”. Dari segi studi sastra terdapat pandangan bahwa

studi cerita rakyat adalah bagian yang integral dari penyelidikan sastra, karena

cerita rakyat itu tak dapat diceraikan dari studi tentang sastra tulis, dan terjadi

saling pengaruh antara keduanya. Studi tentang cerita rakyat itu adalah suatu

hal yang penting bagi para ahli sastra yang ingin memahami proses

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

perkembangan sastra, asal mula dan timbulnya genre sastra, serta

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi (Wellek dan Warren, 1956:46).

8. Ciri-ciri Cerita Rakyat

Cerita rakyat merupakan genre dari folklor yang hidup tersebar dalam

bentuk lisan dan kisahnya bersifat anonim yang tidak terikat pada ruang dan

waktu serta nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. Oleh karena itu,

cerita rakyat yang merupakan bagian dari folklor menurut Danandjaya

(2007:3), memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni

tutur kata yang disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau

dengan suatu contoh yang disertai gerakan isyarat dan alat pembantu

pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun, kini

penyebaran folklor dapat kita temukan dengan bantuan mesin cetak

dan elektronik.

b. Bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau

dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam

waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda,

karena cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya

bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri

manusia atau proses interpolasi (interpolation) muncul varian-varian

tersebut.

d. Bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.

27

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

28

e. Biasanya mempunyai bentuk berumus dan berpola.

f. Mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu

kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat

pendidikan, pelipur lara, protes sosial dan proyeksi keinginan

terpendam.

g. Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai

dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi floklor

lisan dan sebagian lisan.

h. Menjadi milik lisan bersama (collective) dari kolektif tertentu.

i. Pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatanya

kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat

bahwa banyak folklor merupakan proyeksi manusia yang paling jujur

manifestasinya.

Berdasarkan ciri-ciri folklor tersebut, ada sebagian orang yang

berpandangan bahwa cerita rakyat atau dongeng tidak berarti apa-apa, atau

dongeng hanyalah sebuah sarana untuk menidurkan anak saja. Hal ini

menurut penulis tidak dapat dibenarkan begitu saja sekaligus juga tidak

dapat disalahkan begitu saja. Jika mencermati ciri folklor yang ke tujuh

yang disampaikan Dananjaja di atas, yaitu bahwa ciri folklor lisan dan

sebagian lisan adalah bersifat pralogis maka anggapan masyarakat tersebut

dapat dibenarkan. Namun demikian jika melihat ciri yang ke enam yaitu

folklor juga berguna atau memiliki fungsi maka anggapan ini tidak dapat

dikatakan benar.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

9. Fungsi Cerita Rakyat

Secara umum fungsi sastra termasuk cerita rakyat, hampir sama

dengan karya sastra lainnya. Kosasih (2003:222) menyatakan bahwa fungsi

sastra dapat digolongkan dalam lima kelompok besar, yaitu: (1) fungsi

rekreatif, yaitu memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur, (2) fungsi

didaktif, yaitu mendidik para pembaca karena nilai-nilai kebenaran dan

kebaikan yang ada di dalamnya, (3) fungsi estetis, yaitu memberikan nilai-

nilai keindahan, (4) fungsi moralitas, yaitu mengandung nilai moral yang

tinggi sehingga para pembaca dapat mengetahui moral yang baik dan buruk,

(5) fungsi religiuditas, yaitu mengandung ajaran yang dapat dijadikan teladan

bagi para pembacanya.

Selain fungsi secara umum yang hampir sama dengan fungsi karya

sastra di atas, Bascom, menyampaikan fungsi cerita rakyat yang lebih

spesifik. Menurut Bascom (Danandjaya, 2007:19), folklor termasuk juga di

dalamnya cerita rakyat memiliki empat fungsi, yakni: (1) sebagai sistem

proyeksi, yaitu sebagai alat pencermin angan-angan kolektif, (2) sebagai alat

pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai

alat pendidik anak, (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma

masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

10. Bentuk Cerita Rakyat

Cerita prosa rakyat dapat dilihat dari bentuknya, dibagi menjadi beberapa

menurut William R. Bascom (dalam Danandjaja, 1997:50), yaitu:

29

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

30

a) Mite (myth)

Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar

terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita, mengandung

tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa. Tempat terjadinya di tempat

lain dan masa terjadinya jauh di masa purba. Mite pada umumnya

mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, dan

terjadinya maut. Mitos yaitu cerita-cerita suci yang mendukung sistem

kepercayaan atau agama (religi).

Pengertian mitos dalam kamus Bahasa Indonesia dibedakan dari

mite. Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan

jaman dulu, yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta

alam, manusia dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti

mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. Mite adalah cerita

yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercaya oleh masyarakat

sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak

mengandung hal-hal ajaib, umumnya ditokohi oleh dewa. Sudjiman

(Lantini,1996:224) mengartikan kata mitos dalam dua pengertian,

yaitu (1) cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh

makhluk yang luar biasa dan mengisahkan peristiwa-peristiwa yang

tidak dijelaskan secara rasional, seperti terjadinya sesuatu; (2)

kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi diterima

mentah-mentah.

Sejalan dengan pendapat di atas yang menyatakan bahwa

dongeng mite adalah cerita tradisional yang pelakunya makhluk

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

supranatural dengan latar suci dan waktu masa purba. Mitos

merupakan salah satu genre cerita rakyat yang dianggap suci dan

diyakini betul-betul terjadi oleh masyarakat pendukungnya, bersifat

religius karena memberi rasio pada kepercayaan. Selain itu, mitos

berfungsi untuk menyatakan, memperteguh dan mengkondifikasi

kepercayaan, melindungi dan melaksanakan moralitas, dan sebagai

alat pemaksa berlakunya norma-norma serta pengendali masyarakat.

Mite menceritakan tentang cerita- cerita yang berbau supranatural dan

ditokohi oleh makhluk-makhluk dunia lain.

b) Legenda (legend)

Ciri-ciri legenda yaitu dianggap benar–benar terjadi , tidak

dianggap suci oleh empunya cerita, tokoh manusia kadang dengan

sifat luar biasa, setting di dunia, dan waktu belum terlalu

lama.Legenda sendiri berarti cerita–cerita yang oleh masyarakat yang

mempunyai cerita tersebut dianggap sebagai peristiwa–peristiwa

sejarah. Ciri-ciri dari legenda ini hampir sama dengan mite, namun

legenda bersifat sekuler. Terjadi pada masa yang belum begitu

lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal. Tokoh dalam

legenda tidak disakralkan oleh pendukungnya. Tokoh merupakan

manusia biasa yang mempunyai kekuatan-kekuatan gaib, tempat

terjadinya di dunia kita.

Legenda merupakan salah satu genre cerita rakyat yang

mencangkup hal-hal luar biasa dan terjadi dalam dunia nyata. Legenda

dipandang sebagai sejarah masyarakat sehingga diyakini

31

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

32

kebenarannya. Legenda berfungsi mendidik dan membekali manusia

agar terhindar dari ancaman marabahaya.

Legenda tidak setua mite. Legenda menceritakan terjadinya

tempat, seperti: pulau, gunung, daerah/desa, danau/sungai, dan

sebagainya. Itulah sebabnya ada orang yang mengatakan bahwa

legenda adalah sejarah rakyat. Salah satu contoh legenda adalah cerita

rakyat Kyai Ageng Pengging yang terletak di Kecamatan Banyudono,

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

c) Dongeng (folktale)

Dongeng yaitu cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi

dan tidak terkait oleh ketentuan tentang pelaku, waktu serta tempat.

Dongeng hanyalah sebuah cerita khayalan belaka.

Bagi orang awam, dongeng seringkali dianggap meliputi seluruh

cerita rakyat yang disebutkan di atas (legenda dan mite). Tetapi,

menurut beberapa ahli, dongeng adalah cerita yang khusus yaitu

mengenai manusia atau binatang. Penulis menganggap bahwa

pembedaan-pembedaan antara konsep-konsep cerita rakyat, mitos,

legenda dan dongeng tidak terlalu penting untuk diperhatikan dalam

penelitian ini, dan untuk selanjutnya istilah mitos, legenda dan

dongeng dapat dipakai secara bergantian.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, penulis mengambil

kesimpulan bahwa baik mite, legenda maupun dongeng pada intinya

merupakan hasil dari imajinasi-imajinasi manusia berdasarkan apa

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

yang mereka lihat dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari yang

kemudian tertuang dalam sebuah karya sastra lisan.

11. Struktur Cerita Rakyat

Secara etimologis struktur berasal dari kata structure, bahasa Latin

yang berarti bentuk atau bangunan. Nurgiyantoro (2005:37-38) menyatakan

struktur cerita diartikan susunan, penegasan, dan gambaran dari semua bahan

dan bagian yang menjadikan komponennya secara bersama membentuk suatu

kebulatan. Struktur cerita karya sastra juga mengacu pada pengertian

hubungan antar unsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan,

saling mempengaruhi dan secara bersama-sama membentuk kesatuan yang

utuh. Karya sastra besar merupakan produk strukturilisasi dari subjek

kolektif. Oleh karena itu karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan

padat.

Cerita rakyat sebagai sebuah karya sastra bisa disebut bernilai apabila

masing-masing unsur pembentuknya tercermin dalam strukturnya, seperti

tema, karakter, plot, setting dan bahasa yang merupakan satu kesatuan utuh

(Fananie, 2001:76).

Dalam suatu struktur terdapat satuan-satuan unsur pembentuk dan

aturan susunannya. Struktur dapat diterangkan sebagai hubungan antara

unsur-unsur pembentuk itu dalam suatu susunan keseluruhan. Hubungan itu

misalnya hubungan waktu, logika, dan dramatik (Rusyana, 1975:52).

33

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

34

a. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang

melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Sastra merupakan refleksi

kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya

sastra bisa sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral,

etika, agama, sosial budaya, perjuangan, teknologi, tradisi yang

berkaitan erat dengan masalah kehidupan (Fananie, 2001:84).

Senada dengan pernyataan di atas, Nurgiyantoro (2005:70)

menyatakan tema merupakan ide, gagasan, pandangan hidup yang

melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan

refeleksi kehidupan masyarakat, tema yang diungkapkan dalam

karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral,

etika, sosial budaya, agama, teknologi, dan tradisi yang terkait erat

dengan masalah kehidupan. Tema dapat juga berupa pandangan

pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul. Tema dapat

dipandang sebagai dasar cerita dan gagasan dasar umum tersebut

digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema menjadi dasar

pengembangan seluruh cerita dan menjiwai seluruh bagian cerita

tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disintesiskan

bahwa tema merupakan gagasan, pandangan hidup, pengalaman

pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra dan

merefleksikan kehidupan masyarakat.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

b. Plot/Alur Cerita

Cerita rakyat terdapat alur yang terdiri dari bagian-bagian

yang berhubungan secara sebab akibat dan hubungan pelaku. Tiap

bagian terdiri dari term dan fungsi, yaitu pelaku dan peranannya

(Rusyana,1975:52).

Suatu cerita rakyat terdapat alur yang terdiri dari bagian-

bagian yang berhubungan secara sebab akibat dan hubungan

pelaku. Tahapan plot atau alur cerita meliputi: (1) paparan awal

cerita (expotition) yaitu tahap pelukisan dan pengenalan situasi

latar serta tokoh-tokoh cerita yang. berfungsi sebagai landasan

cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya; (2) masuk problem

(inciting moment) yaitu tahap memunculkan masalah-masalah dan

peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik dan akan

dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya; (3)

penanjakan konflik (rising action) yaitu tahap pemunculan konflik

yang semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.

Konflik-konflik yang terjadi mulai mengarah ke klimaks dan

semakin tak terhindarkan; (4) tahap penyampaian konflik atau

puncak ketegangan yang terjadi pada diri atau antartokoh cerita

mencapai titik intensitas puncak; (5) menurunnya konflik (falling

action) yaitu tahap klimaks mulai menurun atau sudah mulai

kendor. Konflik sudah hampir berakhir dan sudah mulai ada titik

temu; (6) penyelesaian (denouement) yaitu tahap pemberian solusi

35

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

36

atau jalan keluar yang kemudian cerita diakhiri (Waluyo,

2002:147).

Lebih lanjut Stanton (2012:26) menyatakan alur merupakan

rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Berdasarkan

beberapa pendapat di atas, dapat disintesiskan bahwa alur

merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam cerita yang

kejadiannya dihubungkan dengan sebab akibat, peristiwa yang satu

disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

c. Pelaku dan Peranannya

Yus Rusyana menjelaskan pelaku (terem) cerita terdiri dari

manusia, manusia dan binatang dan tumbuhan, manusia dengan

jadi-jadian, manusia dengan siluman, manusia dengan kekuatan

alam, manusia dengan benda.

Pelaku manusia diberi ciri dengan jenis kelamin, umur,

kedudukan, kesaktian dan sifat-sifatnya Pelaku binatang terdiri dari

dua macam yaitu binatang biasa dan yang kedua adalah binatang

jadi-jadian. Dedemit atau siluman yang menjadi pelaku dalam cerita

dilukiskan keadaannya yang mengerikan (Rusyana,1975:53).

Tokoh mengacu kepada orang atau pelaku cerita, misal

pelaku utama, atau tokoh pemeran protagonis, antagonis, dan

sebagainya. Karakter merupakan watak atau perwatakan

menunjukkan sifat dan sikap para tokoh yang ditafsirkan oleh

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

pembaca atau lebih pada kualitas pribadi seorang tokoh

(Nurgiyantoro, 2005:165).

d. Latar/Setting

Latar cerita terlihat dengan disebutkan nama-nama tempat

yang secara nyata memang terdapat cerita-cerita itu

membayangkan pula suasana zaman yang dilukiskannya

(Rusyana,1975:55-56).

Latar/ setting adalah keseluruhan lingkungan cerita meliputi

adat istiadat, kebiasaan, dan pandangan hidup tokohnya yang

berkaitan dengan waktu, tempat penceritaan, tempat kejadiannya

cerita, misalnya siang, malam atau pagi, hari, bulan, atau tahun, di

desa, kota atau wilayah tertentu, di pantai, gunung, danau, sungai

atau lingkungan masyarakat tertentu, dan sebagainya (Hudson

dalam Waluyo, 2002:198).

e. Amanat

Berasal dari alur cerita, dapat diketahui amanat cerita.

Misalnya dalam alur yang bagian akhirnya merupakan kemenangan

fungsi yang sebaliknya dari fungsi pada bagian awal, memberikan

amanat bahwa agar sesuatu fungsi menang maka fungsi tersebut

harus lebih kuat dari fungsi yang dikalahkan (Rusyana,1975:56).

Menurut Nurgiyantoro (2005:322), amanat merupakan pesan

atau sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

37

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

38

Folklor tersebut dapat diambil suatu pesan atau kesan yang disebut

amanat, dalam amanat dapat dilihat pandangan pengarang

mengenai kehidupan yang terdapat dalam karya sastranya.

Simpulan dari berbagai definisi mengenai amanat yaitu

bahwa amanat merupakan pesan yang disampaikan oleh pengarang

kepada pembaca sebagai bentuk perenungan dan refleksi atas apa

yang terjadi dalam sebuah cerita.

Cerita rakyat memiliki struktur yang membangunnya menjadi

sebuah cerita yang kompleks. Struktur dalam sebuah cerita rakyat

terdiri dari alur, pelaku dan peranannya, latar serta amanat.

G. Sumber Data dan Data

1. Sumber data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, diperoleh

melalui informasi lisan dari para narasumber selanjutnya ditranskripkan ke

dalam cerita secara tertulis. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis

datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis dan foto.

Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data

sekunder.

a) Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan yaitu juru

kunci, tokoh-tokoh masyarakat, maupun masyarakat yang mengetahui

tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging. Penelitian ini dilakukan

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

dengan mengamati secara langsung tradisi yang dilakukan masyarakat

sekitar maupun peziarah dalam mencari berkah serta melakukan

wawancara di tempat. Hasil dari pengamatan dan wawancara tersebut

berupa catatan dan rekaman.

b) Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang penelitian yang

dalam hal ini adalah alat perekam, kamera, data monografi, peta wilayah,

serta referensi yang relevan dengan penelitian ini berupa contoh skripsi

dari Monica Arti Wijaya; Betha Ericka Ayu; Stephen Olbrys Gencarella;

Shanti Dyah Puspa Ratri; dan Rhian Ardila Maretin Lanua yang semuanya

berasal dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret.

2. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Cerita Rakyat Kyai Ageng

Pengging hasil wawancara dengan informan, berupa struktur cerita rakyat,

bentuk hegemoni kekuasaan dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging. Data

sekunder berupa keterangan atau data yang terambil dari catatan artikel tentang

Kyai Ageng Pengging. Narasumber disini adalah juru kunci dan warga sekitar

yang mengetahui cerita rakyat ini.

3. Validitas Data

Penelitian terhadap karya sastra yang telah dilakukan,data-data yang telah

dikumpulkan diusahakan kemantapannya, dalam arti harus diupayakan

peningkatan validitas data yang diperoleh. Data penelitian ini digunakan

39

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

40

triangulasi data. Menurut Moleong (2007:178), triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

yaitu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu.

Teknik validasi data penelitian yang digunakan yaitu (1) triangulasi data

atau sumber data sejenis dari berbagai sumber data yang berbeda. Jelasnya

triangulasi data/sumber dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau

data yang diperoleh dari informan yang satu dengan informan yag lain, (2)

triangulasi metode yakni menggali data yang sama dengan menggunakan

metode berbeda, (3) review informan yaitu data yang sudah diperoleh mulai

disusun, kemudian dikomunikasikan dengan informan khususnya informan

pokok.

Penetapan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik pemeriksaan melalui prinsip cross check. Penggunaan

prinsip cross check ini dilakukan melalui beberapa teknik, yaitu teknik

triangulasi; pengecekan sejawat; kecukupan referensi; kajian kasus negatif; dan

pengecekan anggota.

H. Metode dan Teknik Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Penelitian menggunakan sebuah metode dikarenakan agar penelitian

dapat menemukan suatu cara, langkah kerja dan rumusan yang benar dalam

memberikan langkah setiap permasalahan, sehingga dapat menghasilkan suatu

penelitian yang diinginkan dari awal hingga tujuan dan sasarannya.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu

penelitian yang berguna untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-

lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah (Moleong, 2007:6).

Menurut Moleong (2007:11), penelitian deskriptif kualitatif adalah

pengumpulan data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data

yang dimaksud memberikan gambaran penyajian laporan, data berasal dari

naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, tape, catatan atau memo,

buku-buku penunjang dan dokumen resmi lainnya. Tujuan dari penelitian

deskriptif kualitatif yaitu memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai

kualitas dari objek kajian yang berbentuk cerita rakyat atau folklor.

Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan tujuan memperoleh gambaran

atau deskripsi dari objek yang dikaji. Karena dalam wawancara nantinya akan

terdapat rekaman-rekaman, foto-foto lokasi, dan lain-lain. Selain itu, dengan

penelitian deskriptif kualitatif ini akan memperoleh berbagai informasi

kualitatif dengan deskripsi yang penuh nuansa yang lebih berharga dari sekedar

angka atau jumlah dalam bentuk angka (Sutopo, 1988:9).

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono,

Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Alasan peneliti mengambil lokasi

Desa Jembungan dengan pertimbangan bahwa Desa Jembungan ini merupakan

41

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

42

sumber informasi tempat makam Kyai Ageng Pengging. Selain di Desa

Jembungan, penelitian ini juga dilakukan di Desa Bendan dan Desa Dukuh.

Penelitian dilakukan di dua desa tersebut karena disana terdapat makam dan

cerita yang masih berkesinambungan dengan cerita rakyat Kyai Ageng

Pengging. Akan tetapi, fokus penelitian ini tetap berada di Desa Jembungan

dimana letak makam Kyai Ageng Pengging berada. Data yang akan diteliti

berupa hegemoni kekuasaan yang terjadi di dalam cerita rakyat Kyai Ageng

Pengging di Desa Jembungan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah :

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan langsung terhadap aktivitas seseorang

di lapangan yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian diketahui

oleh informan dan sebaliknya para informan dengan sukarela

memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa

yang terjadi. Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif,

pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti yang dikemukan oleh

Guba dan Lincoln (1981:191-193) adalah (a) Teknik pengamatan ini

didasarkan atas pengalaman secara langsung, (b) Teknik pengamatan

juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat

perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan

sebenarnya, (c) Pemanfaatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun

pengetahuan yang diperoleh dari data, (d) Sering terjadi ada keraguan

pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru

atau bias, (e) Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu

memahami situasi-situasi yang rumit, (f) Dalam kasus-kasus tertentu di

mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat

menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Penggunaan teknik observasi dalam penelitian ini untuk

mendapatkan keterangan yang lebih kompleks dan mendalam tentang

Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging. Peneliti melakukan observasi atau

melakukan pengamatan secara langsung di Desa Jembungan, Kecamatan

Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kegiatan penelitian ini

bertujuan untuk mendapatkan informasi dan mengenal lebih dalam

tentang cerita rakyat Kyai Ageng Pengging. Mengamati semua keadaan

dan kegiatan, mendengarkan apa yang kita dikatakan partisipan dan

berinteraksi dengan partisipan sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik

observasi (pengamatan) digunakan untuk mengetahui data yang

berhubungan dengan cerita rakyat Kyai Ageng Pengging, sikap

masyarakat dan perilaku interaksi sosial antar anggota masyarakat. Selain

teknik observasi, digunakan teknik pencatatan. Teknik pencatatan

digunakan untuk menyusun data dan informasi yang diperoleh dari hasil

pengamatan mengenai cerita rakyat Kyai Ageng Pengging.

43

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

44

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data untuk

mendapatkan data primer yang dilakukan dengan narasumber seperti juru

kunci dan responden (masyarakat) dengan menggunakan panduan atau

kerangka dan garis-garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan dalam

wawancara berupa percakapan.

Tujuan dari wawancara ini adalah membiarkan orang–orang yang

diteliti berbicara tentang interest mereka dengan menggunakan bahasa

dan istilah mereka sendiri. Demikian akan diperoleh pemahaman tentang

bagaimana mereka menginterpretasikan suatu situasi atau gejala.

Informan yang dipilih adalah yang dianggap menguasai dan dapat

dipercaya untuk menjadi sumber data yang jelas. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Adapun informan yang di

anggap menguasai dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data antara

lain juru kunci, modin (pemuka agama), perangkat desa, pemuda-

pemudi, warga (umur 30-80 tahun), peziarah atau pengunjung (yang

sudah sukses maupun yang belum sukses), dan pedagang di sekitar

makam Kyai Ageng Pengging yaitu dimana letak cerita rakyat tersebut

berasal.

Menggunakan metode ini diharapkan mendapatkan informasi yang

mendalam dan menyentuh pada persoalan penelitian. Peneliti akan

mewawancarai juru kunci, penduduk sekitar, tokoh masyarakat,

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

pengunjung, peziarah, dan pedagang. Langkah-langkah yang digunakan

dalam teknik wawancara antara lain:

1. Menentukan lokasi;

2. Menentukan informasi yang akan dijadikan sebagai sumber

informasi;

3. Menentukan waktu wawancara;

4. Membuat daftar pertanyaan wawancara. Memilih informan yang

dianggap menguasai dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber

data yang jelas. Informan yang dipilih adalah juru kunci, modin,

sesepuh desa, warga yang berumur sekitar 30-80 tahun karena

secara umum mereka yang mengetahui secara pasti tentang folklor

cerita rakyat Kyai Ageng Pengging.

c. Teknik cuplikan (sampling)

Teknik cuplikan (sampling) yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik pengambilan sampel penelitian secara purposive (purposive

sampling). Informan yang dipilih adalah orang yang diyakini mengetahui

informasi dan permasalahan secara mendalam sehingga dapat dipercaya

menjadi sumber data yang mantap. Masalah yang dikaji dalam penelitian

ini adalah cerita rakyat Kabupaten Blora, maka informan yang ditetapkan

adalah juru kunci di tiap-tiap tempat penelitian. Kefleksibelan dalam

penelitian diartikan bahwa dalam pengumpulan data, pilihan informan

dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantaban paneliti

dalam memperoleh data.

45

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

46

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan baik tertulis maupun dalam bentuk

gambar lainnya yang dapat digunakan untuk memperkuat data yang ada.

Alat-alat yang digunakan untuk memperoleh dokumen dalam penelitian

ini adalah kamera, tape recorder dan buku catatan. Alat-alat dokumentasi

diharapkan mampu mempertajam pengamatan dan pencatatan peneliti.

Foto merupakan hasil dokumentasi yang dapat melukiskan fragmentasi

fenomena yang terjadi di lapangan.

e. Analisis Isi (Content Analysis)

Teknik analisis isi (content analysis) merupakan metodologi

penelitian yang memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang

sahih dari sebuah buku atau dokumen (Moleong, 2010:163). Melalui

analisis isi (content analysis) data yang diperoleh secara cermat untuk

dapat diambil kesimpulan mengenai data yang dapat digunakan data

penelitian ini serta hal-hal penting yang menjadi pokok persoalan

penelitian. Pengumpulan data perlu mencantumkan data hasil wawancara

berupa struktur cerita rakyat dan hegemoni kekuasaan yang terdapat

dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging terhadap narasumber karena

untuk mendapatkan perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam hasil

wawancara untuk diambil data yang paling akurat.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

4. Teknik Analisis Data

Moleong (2010:280) berpendapat bahwa, teknik analisis data bertujuan

untuk mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti

yang disarankan oleh data. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan

dan bahan–bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

data secara kualitatif dengan menggunakan model analisa data interaktif,

menurut H.B Sutopo (2002:91-93) teknik tersebut meliputi :

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses seleksi, membuat fokus,

menyederhanakan dan membuang hal-hal yang tidak penting dan

mengatur data sedemikian rupa. Proses ini berlangsung terus sepanjang

pelaksanaan riset, yang dimulai dari sebelum pengumpulan data

dilakukan. Hasil observasi bersifat kasar. Analisis data dimulai setelah

mengumpulkan data-data dari Cerita Rakyat Kyai Ageng Pengging yang

menggunakan teori Moleong (2007:6), yang meliputi perspektif

masyarakat terhadap hegemoni kekuasaan.

b. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data merupakan kegiatan merakit data yang sudah

direduksi, maka dapat diketahui segala sesuatu yang terjadi sehingga

47

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

48

berguna dalam analisa nanti, kemudian dilanjutkan dengan mereduksi

hasil penyajian data.

c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Data)

Berawal dari pengumpulan data peneliti harus sudah mulai

mengerti apa arti hal-hal yang ditemui. Dari data yang diperoleh di

lapangan maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai hasil akhir dari

proses penelitian tersebut.

Tahap terakhir dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan

yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal,

dari berbagai hal yang akan ditemui dalam pengumpulan data mengenai

cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di Kecamatan Banyudono,

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Peneliti kemudian akan melakukan

pencatatan pola–pola, pernyataan-pernyataan, alur sebab akibat dan

berbagai proposisi. Hal ini kemudian diverifikasi dengan temuan-temuan

data selanjutnya dan akhirnya sampai pada penarikan kesimpulan akhir,

kesimpulan diverifikasi oleh penulis selama penelitian berlangsung.

Verifikasi dan kesimpulan adalah mengecek kembali pada catatan yang

telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya membuat kesimpulan

sementara (Sangidu, 2004:178). Kesimpulan diperoleh secara siklus,

adapun bentuknya:

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

(Milles Huberman dalam H. B. Sutopo 2002:96)

I. Sistematika Penulisan

Agar diperoleh suatu pembahasan yang jelas, maka di bawah ini

disampaikan sistematika penulisan yang akan dilakukan, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Batasan Masalah

E. Manfaat Penelitian

F. Landasan Teori

G. Sumber Data

H. Metode dan Teknik

I. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Bentuk dan struktur cerita Kyai Ageng Pengging

Penyajian data Pengumpulan data

Kesimpulan Reduksi data

49

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112017_bab1.pdf · Karya sastra lisan yaitu cerita rakyat, legenda, mite ... cerbung, novel, naskah drama,

50

B. Bentuk Hegemoni Kekuasaan dalam Cerita Rakyat Kyai Ageng

Pengging

C. Persepsi Masyarakat terhadap bentuk hegemoni dalam cerita Kyai

Ageng Pengging

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN