BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/6486/1/SRI.pdf · yang ada...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/6486/1/SRI.pdf · yang ada...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari
sistem-sistem yang tengah berjalan. Ia memiliki akar dalam syariat yang
membentuk pandangan dunia sekaligus sarana-sarana dan strategi (maqashid
asy-syari’ah) yang berbeda dari sistem-sistem sekuler yang menguasai dunia
hari ini1. Islam sebagaimana yang kita ketahui merupakan agama yang kamil
dan mutakkamil, sudah barang tentu memiliki konsep kehidupan yang
sempurna dan paripurna. Islam mengatur hubungan manusia dengan tuhan-
Nya, manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan dirinya2.
Indonesia memiliki jumlah pendudukpada tahun 2010 adalah sebanyak
237 641 326 jiwa. Penduduk laki-laki Indonesia sebanyak 119 630 913 jiwa
dan perempuan sebanyak 118 010 413 jiwa. Pulau Sumatera yang luasnya 25,2
persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3 persen penduduk3.
Melihat besarnya jumlah penduduk Indonesia, maka Indonesia menjadi pangsa
pasar yang besar untuk pemenuhan kebutuhan. Islam telah mengatur dalam
1 Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm.
7. Sasaran yang dikehendaki oleh ekonomi Islam secara mendasar bukan materiil. Mereka
didasarkan atas konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan manusia (falah) dan
kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan
(ukhuwah), keadilan sosial ekonomi, dan pemenuhan-pemenuhan spiritual umat manusia.ini
disebabkan karena adanya kepercayaan bahwa umat manusia memiliki kedudukan yang sama
sebagai khalifah Allah di muka bumi. 2 Zulhelmy bin Mohd Hatta, Isu-isu Ontemporer Ekonomi dan Keuangan Islam,
(Bogor: Al Azhar, 2013), cetakan ke 1, hlm. 11 3 Berdasarkan data laporan bulanan data sosial ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia tahun 2016
2
urusan menggunakan dan mengkonsumsi produk yaitu harus memperhatikan
kehalalannya. Inovasi produk saat beraneka ragam demi memperolah
kepercayaan konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh produsen.
Namun, sering kali terjadi suatu masalah dengan adanya produsen yang
memproduksi produk tanpa memperhatikan dampak kesehatan apalagi adanya
jaminan halal terhadap produk tersebut.
Cukup banyak kasus yang terjadi diberbagai daerah, masih banyak
warga yang menggunakan produk illegal, berbahaya, dan tidak ada sertifikasi
halal. Mislanya berita yang diangkat redaksi Palpres awal tahun 2017 yang
terkait dengan keberadaan Mie instan Samyang yang sempat membuat heboh karena
masuk pasaran tanpa label halal4.
Data dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Medan dari 2.500 lebih restoran
yang ada di Kota Medan, baik restoran kecil, sedang dan besar, ternyata baru 5 persen
saja yang bersertifikat halal.Banyak produk berlabel halal palsu berkeliaran di tengah
masyarakat. Banyak rumah makan, restoran dan kafe atau produk makanan/minuman
mengklaim produknya halal tetapi tidak memiliki sertifikat halal. Banyak usaha kecil
menengah (UKM), restoran, dan pengusaha katering mencantumkan label halal
padahal tidak mengikuti prosedur memperoleh sertifikat halal dari LPPOM
MUI.“Produk tersebut hanya bertuliskan label halal tanpa ada sertifikat dari MUI.
Padahal, sertifikat halal asli hanya dikeluarkan MUI. Produk halal bodong juga
tersebar luas di kantin-kantin kampus. Bentuknya pun beragam, mulai roti, kue basah,
kue kering, minuman berwarna, kopi, hingga susu. Tapi, banyak orang yang tidak
4“Ditemukan produk tanpa label halal”, Redaksi Palpres, Jan 25, 2017, Headline
News, Palembang
3
sadar dan tidak memperhatikan keberadaan logo halal tersebut. Kasus label halal palsu
banyak ditemukan pada pelaku usaha kecil dan mikro tidak bisa menyebutkan angka
pasti produk yang menggunakan label halal palsu,” papar Direktur Lembaga Advokasi
dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Medan Farid Wajdi, kemarin. Dalam beberapa
kasus maraknya peredaran label halal palsu ini, lanjutnya, disebabkan kurangnya
pengetahuan dari pengusaha, meski tindakan tersebut salah. Selain itu, pengusaha
tidak siap untuk melalui tahapan memperoleh sertifikat halal, seperti kesiapan
dokumen hingga produksinya. Dampaknya, mereka tak lolos saat audit5.
Ada tanggapan dari Khairuddin Nasution, Wakil direktur Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-obtan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia
Kepri beliau mengatakan:
Banyak oknum tidak bertanggungjawab memalsukan label halal MUI
dengan cara menscanning label halal dari perusahaan lain. Umumnya
pemalsuan itu terdapat pada produk makanan olahan, catering dan
restaurant. “banyak ditemukan sertifikasi dan label halal tanpa audit dan
siding auditor dari tim fatwa. Mereka menscan sertifikasi perusahaan
lain, hanya merubah nomornya saja. Padahal 1 nomor berubah, sudah
berubah yang lainnya. Karena nomor itu menerangkan kode tahun,
provinsi, Negara dan laiinya. Khairuddin mengatakan bahwa pihaknya
sudah menemukan puluhan kasus pemalsuan kasus pemalsuan label halal
MUI sejak setahun lalu.6
Kasus diatas dapat dijelaskan bahwa sebenarnya sebagai seorang
muslim penting memperhatikan kehalalan apa yang akan dikonsumsi. Bukan
berarti produk yang tidak memiliki jaminan halal berarti haram untuk
dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan kehalalan yang merupakan masalah utama
dalam prinsip konsumsi dalam Islam. Tidak hanya pentingnya halal, salah satu
5Farid Wajdi, “lapk:banyak produk klaim halal tanpa sertifikat”,
faridwajdi.info, senin, 26januari 2015 6 “Warga diminta Hati-hati Pemalsuan Label Halal MUI “,Tribun Batam. Lihat
Juga: http://www.halalmui.org/
4
prinsip yang perlu diperhatikan dalam konsumsi adalah apa yang kita konsumsi
harus diperhatikan dampak baik atau buruknya bagi tubuh kita jika dikonsumsi.
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap prilaku manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya demikian pula dalam masalah konsumsi,
Islam mengatur sebagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan
konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya7.
Maka dari itu jelas bahwa sesuatu yang kita konsumsi haruslah memberikan
manfaat bagi tubuh, tidak hanya kebutuhan lahiriah tapi kebutuhan batiniyah.
Ini berarti bagi seorang konsumen Muslim sangat penting sekali untuk melihat
kehalalan dari sebuah produk sehingga memberikan tingkat kepuasan yang
lebih tinggi.
Konsumsi merupakan aktivitas penggunaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia8. Sedangkan definisi konsumsi menurut para
peneliti ekonomi Islam tidak berbeda dengan definisi tersebut9. Karena itu
tidak aneh, bila Islam mewajibkan manusia mengkonsumsi apa yang dapat
menghindarkan dari kerusakan dirinya, dan mampu melaksanakan kewajiban-
kewajiban yang dibebankan Allah Ta’ala kepadanya10.
7 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta, 2004), hlm. 161 8 Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih Ekonomi Umar bin Khathab, (Jakarta:
KHALIFA (Pustaka Al-Kautsar Grup), 2008), cetakan ke 2, hlm. 135. Lihat juga. Husen Umar,
Mausu’ah Al-Musthalahat Al-Iqtishadiyah, hlm.30. Syauqi Ahmad Dunya, Durus fi An-
Nazhariyah Al-IqtishadiyahminManzbia Islami, hlm.91. Zaid Muhammad Ar-Rahmani, Al
Mafahim Al-Istihlakiyahf Dhau’IAl-Qur’anAs-Sunnah AnNabwiyah(2:18-21) 9 Jaribah, Fiqih, hlm.135. lihat juga. Syauqi Ahmad Dunya, op.cit, hlm.91,
Muhammad Abdul Man’im ‘Afar, Al Iqtishad Al-Islami (3;101) dan Zaid Muhammad Ar-
Rummani, op.cit (2:23) 10 Jaribah, Fiqih, hlm.138. Para fuqaha’ menjadikan memakan hal-hal yang baik ke
dalam empat tingkatan: pertama, wajib; yaitu mengkonsumsi sesuatu yang menghindarkan dari
5
Konsumen Muslim khususnya membutuhkan keterangan bahwa produk
tersebut halal untuk dikonsumsi. Di Indonesia keterangan halal pada produk
berbentuk label halal yang di sertifikasi oleh Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) yang
bekerjasama dengan Departemen Kesehatan (Depkes) dan Departemen Agama
(Depag), untuk saat ini Departemen Agama disebut dengan kementerian
Agama. Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia
adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata
halal dalam sebuah lingkaran.11 Label halal yang terdapat pada kemasan
produk, akan mempermudah konsumen untuk mengidentifikasi suatu produk.12
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga yang kompeten untuk
melakukan penjaminan kehalalan produk. Dalam kerjanya peran MUI dibantu
oleh LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia). Kampanye halal juga dilakukan pula oleh LPPOM
MUI sebagai lembaga sertifikasi sekaligus mengemban tugas untuk
menyebarkan informasi kepada masyarakat mengenai produk bersertifikasi
halal.13
kebinasaan, dan tidak mengkonsumsi kadar ini-padahal mampu- berdampak dosa. Kedua,
Sunnah; yaitu mengkonsumsi yang lebih dari kadar yang menghindarkan dari kebinasaan, dan menjadikan seorang muslim mampu shalat dengan berdiri dan mudah berpuasa. Ketiga,
Mubah; yaitu sesuatu yang lebih dari sunnah sampai batas kenyang. Keempat, konsumsi yang
melebihi batas kenyang. Dalam hal ini terdapat dua pendapat, yang salah satunya menyatakan
makruh dan yang lain menyatakan haram. Lihat, Abdullah bin Muhammad Ath-Thariqi, Al-
Israf, hlm. 154-156, Ibnu Muflih, Al-Adab Asy-Syar’iyah (3:197-204) 11 Yudhoyono, 2007 dalam Soesilowati, makalah hasil penelitian tentang Perilaku
Konsumen Muslim Dalam Mengkonsumsi Makanan Halal, (Jakarta: LIPI, 2010 ) , hlm. 1 12 Akhyunul Jannah, Gelatin,,,hlm.242. Lihat Juga: Departemen Agama RI, Modul
Pelatihan Auditor Internal Halal, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 8-23 13 Rahma, Maulidia,”Regulasi dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen,” dalam
Justitia Islamica, (Vol. 10 No. 2 Juli-Desember, 2013), hlm. 360. Lihat juga dalam Nadirsyah
6
Untuk memenuhi keinginan konsumen agar tenang lahir batin dalam
mengkonsumsi produk, perusahaan harus memberitahukan manfaat produk dan
cara penggunaaanya. Khusus untuk produk pangan, obat-obatan dan kosmetik,
perusahaan (produsen) harus mencantumkan keterangan-keterangan yang
berhubungan dengan produk.14 Keterangan-keterangan tersebut dapat berupa
komposisi bahan campuran produk, masa berlaku produk, cara penggunaan
produk dan keterangan bahwa produk telah diperiksa oleh Badan Pengawas
Pangan, Obat dan Kosmetik (BPPOM). Mengingat Indonesia mayoritas
penduduknya adalah beragama Islam 15 tentu membutuhkan keterangan bahwa
produk tersebut halal untuk dikonsumsi. Keterangan halal itu terdapat pada
produk-produk yang beredar berbentuk label halal yang disertifikasi oleh
LPPOM MUI dan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama.
Tahun 2013, jumlah produk yang mendapat sertifikat halal dari LPPOM
yaitu 47545 yang terdiri dari 832 perusahaan. Sedangkan tahun 2014 ini
sebanyak 67369 produk yang terdiri dari 1436 perusahaan. tahun 2014 terdapat
10 top category product yang mendapat sertifikat halal. Untuk peringkat
Hosen, “Hilal dan Halal: How to Manage Islamic Pluralism in Indonesia?,” dalam Asian
Journal of Comparative Law, (Vol. 7:Iss. I, 2012), hlm. 11-12. (“Halal is a Quranic word
meaning lawful or permitted. In reference to food, it is the dietary standard, as prescribed in
the Qur’an, the Muslim scripture. The Holy Qur’an regulate Muslim on this matter with a very
beautiful phrase, “halalan thayyiban” (Qur’an Surah Al-Baqarah: 168). Halal means
permissible based on Islamic law. Thayyib meansgood, that refers togood quality, healthy, environmentally friendly and resfecting of human values. Halal and Thayyib together build the
harmony of life, the balance of the universe. Islam dictates that all foods are halal except
those that are specifically mentioned as haram (unlawful or prohibited). Not only are blood,
pork, and the meat of dead animals or those immolated to other than Allah strongly prohibited,
it is also required that the halal animals be those slaughtered while pronouncing the name of
Allah at the time of slaughter.”) 14 Akhyunul Jannah, Gelatin,,,hlm.242. Lihat juga: www.LPPOM-MUI home page
bulan Februari tanggal 15th 2013 tanggal 20 November 2015. Departemen Agama RI,
Modul,,,hlm.59 15 Berdasarkan data laporan bulanan data sosial ekonomi Badan Pusat Statistik
(BPS) Indonesia tahun 2014
7
pertama yaitu Flavor, Seasoning and Fragrance sebanyak 58320. Selanjutnya
Oil, Fat and Processed Products (Minyak, Lemak dan Produk Olahannya)
sebanyak 17676, Restaurant (Restoran) sebanyak 13058, Noodles, Pasta and
Processed Products (Mi, Pasta dan Produk Olahannya) Sebanyak 10268 dan
Snack (Makanan Ringan) sebanyak 958116.
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis
Ulama Indonesia (LPPOM MUI), merilis data produk bersertifikat halal yang
bererdar di Indonesia.Saat ini dari produk yang terdaftar di Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) sebanyak 175.157 produk, baru sekitar 103.382
produk (59,01 %) yang telah bersertifikat halal MUI.Selama lima tahun,
LPPOM MUI telah mengeluarkan sertifikat halal sebanyak 13.136 dari jumlah
produk 155.774 yang beredar di Indonesia17.
Populasi pasar untuk Islam yang mencapai sekitar 1,6 miliar orang,
yaitu terdiri dari 180 juta Muslim di Indonesia, 140 juta di India, 130 juta di
Pakistan, 200 juta di Timur Tengah, 300 juta di Afrika, 14 juta di Malaysia dan
lebih dari 8 juta di Amerika Utara.18
Di Hong Kong melihat kebutuhan masyarakat muslim akan makanan
halal, Negara ini menambah jumlah restoran halal. Dikatakan Beckey19, sampai
16 Esthi Maharani, Artikel: Jumlah Produk Yang Memperoleh Sertifikasi Halal MUI
Meningkat, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/17/nf6oac-jumlah-
produk-yang-memperoleh-sertifikasi-halal-mui-meningkat 17 Ibnu Syafaat, Artikel: MUI baru Keluarkan 13.136 Sertifikat Halal dari jumlah
155.774 Produk yang Beredar, Jumat, 28 Februari 2014,
http://www.hidayatullah.com/none/read/2014/03/01/17428/mui-baru-keluarkan-13-136-
sertifikat-halal-dari-jumlah-155-774-produk-yang-beredar.html 18 Yudhoyono, dalam Soesilowati, makalah hasil penelitian tentang Perilaku
Konsumen Muslim Dalam Mengkonsumsi Makanan Halal, (Jakarta: LIPI, 2010 ), hlm.1. 19 Becky Ip (Deputy Executive Director Hong Kong Tourism Board di Hotel
Pullman, Central Park Jakarta)
8
saat ini, Hong Kong sudah memiliki 61 restoran halal. Selain menambah
jumlah restoran halal, Hong Kong juga menyediakan berbagai fasilitas
beribadah, seperti masjid dan ruang beribadah di pusat kota dan beberapa
lokasi lain di seluruh Hong Kong20.
Melihat minat masyarakat terhadap produk halal yang terus
berkembang, maka secara langsung maupun tidak langsung, keadaan ini
menciptakanpeluang dan juga persaingan antar pengusaha dan perusahaan yang
bergerak dibidang produk halal, maka berbagai upaya, prediksi dan strategi
yang berorientasi pada market driven strategy dengan karakteristik
pengetahuan terhadap pelanggan, pesaing, dan pasar dapat digunakan untuk
mengantisipasi seluruh keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Mengerti tentang dinamika pasar produk halal secara menyeluruh yang
meliputi dinamika persaingan, product positioning, aliran distribusi, kekuatan
segmentasi yang berdasarkan pengertian yang jelas tentang pemakai akhir,
sangat dibutuhkan oleh manajer pemasaran di bisnis ini. Selain itu yang cukup
penting untuk dicermati juga adalah pengaruh sosial kultural seperti motivasi,
persepsi, pengetahuan, sikap, dan psikograpik. Berangkat dari kondisi tersebut
diatas, mengetahui tentang variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi
keputusan membeli masyarakat Palembang dalam menggunakan produk halal.
20Christina Andhika Astyanti, Artikel: Hong Kong Tetapkan Tujuan Jadi Destinasi
Wisata Ramah Muslim, http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150302173025-269-
36149/hong-kong-tetapkan-tujuan-jadi-destinasi-wisata-ramah-muslim/
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Masih banyak ditemukan produk ilegal yang beredar tanpa memiliki izin
resmi kehalalan produk dari Majelis Ulama Indonesia.
2. Banyak ditemukan konsumen membeli produk tanpa memperhatikan
keamanan produk.
3. Kurangnya pemahaman komprehensif dan integral sebagai muslim
mengenai hakikat pentingnya menggunakan produk halal dan terlihat
dengan kasat mata seorang muslim dewasa ini tidak mengetahui jaminan
produk halal merupakan standar yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan produk yang akan digunakan.
4. masih minimnya pemahaman masyarakat muslim khususnya tehadap
konsep konsumsi dalam Islam haruslah menjadi prioritas agar mampu
menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah swt.
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari lebarnya pembahasan, maka peneliti memberikan
batasan masalah penelitian yang akan dilakukan. Batasan masalah dalam
penelitian ini terletak pada hakikat seorang konsumen Muslim dalam kegiatan
mengkonsumsi suatu barang harus memperhatikan kehalalan produk yang
dikonsumsi sehingga mampu memenuhi kepuasaan yang bersifat lahiriah
bahkan kepuasan batiniah. Dengan adanya keputusan membeli produk dengan
10
memperhatikan kehalalan produk untuk memberikan manfaat yang baik kepada
seorang konsumen. Sehingga pada akhirnya akan mengetahui seberapa besar
pengaruh produk halal terhadap keputusan membeli konsumen.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, untuk mempermudah
pembahasan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana ada
pengaruh produk halal terhadap keputusan membeli masyarakat Palembang?
E. Tujuan Penelitian
Menganalisis seberapa besar nilai pengaruh produk halal terhadap
keputusan membeli masyarakat Palembang.
F. Kegunaan Penelitian
Dengan melihat tujuan di atas, maka hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara teoritis, penelitian ini memberikan kontribusi bagi perkembangan
khazanah pengetahuan keislaman di lingkungan institusi pendidikan tinggi
Islam, khusunya untuk mahasiswa dan mahasiswi Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang dan penelitian ini diharapkan ada pengembangan
keilmuan untuk teori Ekonomi Islam lebih khususnya mengenai pentingnya
produk halal untuk dikonsumsi oleh seorang Muslim.
2. Secara Praktis, kegunaan hasil penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi (M.E) pada Program Studi
Ekonomi Syari’ah di Program Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang
11
dan dapat dijadikan bahan rujukan atau acuan pedoman penelitian bagi
mahasiswa pasca sarjana program studi Ekonomi Syariah Universitas Islam
negeri Raden Fatah Palembang.
G. Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar acuan dalam rangka
penyusunan penelitian ini. Diantaranya ada bebebarapa penelitian yang telah
lebih dahulu dilakukan oleh beberapa para peneliti yang memiliki background
akademisi, praktisi atau sebagai dosen di sebuah Perguruan Tinggi Negeri atau
Swasta baik di Idonesia maupun di luar Negara Indonesia. Antara lain:
Tesis yang ditulis oleh Iwan Zainul Fuad berjudul “KesadaranHukum
Pengusaha Kecil Di Bidang Pangan Dalam Kemasan Di
KotaSemarangTerhadap Regulasi Sertifikasi Produk Halal”21. Penulis
melakukan penelitian terhadap masalahKesadaran Hukum Pengusaha Kecil di
Bidang Pangan dalam Kemasan di KotaSemarang terhadap Regulasi Sertifikasi
Produk Halal, berikut faktor-faktorpenyebabnya dan upaya-upaya peningkatan
kesadaran hukumnya.Penelitian ini menggunakan paradigma sociological
jurisprudence danbersifat kuantitatif-kualitatif. Oleh karena itu penelitian ini
menggunakan analisa deskriptifpreskriptifuntuk meneliti bahan-bahan (data-
data) primer dan sekunder.Hasil penelitian menunjukkanbahwa kesadaran
hukum mereka sangattinggi, namun dengan cara tidak melakukan proses
sertifikasi (halal). Langkahyang mereka tempuh tersebut disebabkan oleh
21 Iwan Zainul Fuad, Kesadaran Hukum Pengusaha Kecil Di Bidang Pangan Dalam
Kemasan Di Kota Semarang Terhadap Regulasi Sertifikasi Produk Halal, Tesis, (Semarang:
Universitas Diponegoro, 2010)
12
berbagai faktor, baik secaraekonomis (birokrasi biaya tinggi), yuridis
(ketakutan akan sanksi), hinggakepercayaan (ketidakpercayaan terhadap
sertifikasi halal dari MUI).Upaya peningkatan kesadaran hukumyang dilakukan
pihak MUI JawaTengah sangat minim. Upaya yang dilakukan hanya bersifat
preventif. Minimnyaupaya tersebut terlihat dari tidak adanya ketentuan
definitif menganai biayasertifikasi yang berlaku secara universal (untuk semua
level usaha), hinggaprofesionalitas MUIJawa Tengah dalam menangani proses
sertifikasi produk halal.
Tesis yang ditulis Farhana Ishak di Universiti Utara Malaysia “Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Gelagat Pembelian Pengguna Terhadap
Produk Halal22”. Penyelidikan ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor
yang mempengaruhi gelagat pembelian pengguna terhadap produk halal.
Penyelidikan ini menggunakan Theory of Planned Behavior yang terdiri
daripada sikap, norma subjektif dan kawalan terhadap kelakuan beserta
tambahan pembolehubah agama bagi mengkaji hubungan pembolehubah
tersebut dengan gelagat pembelian pengguna terhadap produk halal.
Penyelidikan ini juga bertujuan memberikan maklumat berkaitan gelagat
pembelian pengguna dan pengalaman mereka ketika membeli barangan atau
produk halal. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif
dan analisis kolerasi Pearson. Hasil dapatan penyelidikan mendapati bahawa
semua pembolehubah iaitu sikap, norma subjektif, kawalan terhadap kelakuan
22 Farhana Ishak, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gelagat Pembelian Pengguna
Terhadap Produk Halal, Tesis, (Malaysia: Universiti Utara)
13
dan agama mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan gelagat
pembelian pengguna terhadap produk halal.
Tesis yang ditulis Anak Agung Ayu Diah Indrawati,
programpascasarjanaUniversitas udayanaDenpasar“Perlindungan Hukum
KonsumenDalam Pelabelan Produk Pangan”23. Yang dikaji dalam tesis ini
adalah apakah pelabelan produk pangan sebagaimana diatur dalam PP No.
69Tahun 1999 telah memenuhi asas-asas perlindungan konsumendan apakah
akibathukum dari informasi tidak benar, jelas dan jujur dalam label.Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian
hukumnormatife, yaitu suatu penelitian yang menempatkan norma sebagai
obyekpenelitiandalam hal ini adalah PP No. 69 Tahun 1999. Jenis pendekatan
yangdigunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatife yaitu
penelitian yangmenekankan pada data sekunder yang terdiri dari sumber bahan
hukum primer,sekunder dan tersier. Analisa bahan hukumdalam penelitian ini
dilakukan secara kualitatif dan komprenhensif.Dari hasil penelitian
tersebutdiperoleh kesimpulan bahwaketentuan pelabelan produk pangan
sebagaimana diatur dalam PP No. 69 Tahun 1999belum memenuhi asas-asas
perlindungan konsumen, dan pelanggaran ketentuan labelpangan oleh pelaku
usaha dapat dikenakan tanggungjawab administratif, perdatamaupun pidana.
Tesis yang ditulis oleh Nadia Lutfi Masduki, di Universitas Indonesia
Jakarta yang berjudul “Agenda Media Dalam Membahas Isu-isu Produk
23 Anak Agung Ayu Diah Indrawati, Perlindungan Hukum Konsumen Dalam
Pelabelan Produk Pangan, tesis, (Denpasar: Universitas udayana, 2011)
14
Halal Studi Analisi Isi Tentang Pemberitaan Isu-isu Produk Halal Surat
Kabar Di Indonesia Tahun 1996-201124” dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa isu halal sebagai salah satu isu keagamaan hanya menjadi
wacana alternatif dalam media Indonesia, isu halal pun belum masuk ke dalam
agenda isu global yang sumber pemberitaannya hanya dipenuhi dari dalam
negeri. Terkait dengan isi pemberitaannya relatif objektif dan mendukung isu
pemberitaan terkait produk halal dan mendukung praktik halal sebagai hukum
positif yang harus ditegakkan di Indonesia.
Disertasi yang ditulis oleh Sopa di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah dengan judul “Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia:
Studi Atas Fatwa Halal MUI Terhadap Produk Makanan, Obat-obatan,
dan Kosmetik”25.Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa proses sertifikasi
halal yang dilakukan oleh MUI terhadap jenis produk makanan, obat-obatan,
dan kosmetik, cendrung tidak mengikuti kaidah kehalalan yang telah
dirumuskan oleh para madzhab tertentu, tetapi mengikuti pendapat-pendapat
madzhab yang dinilai rajih dan sesuai dengan kemashlahatan disamping
pendapatnya sendiri sehingga menghasilkan fiqih baru.
Dengan melakukan tinjauan pustaka sebagaimana telah diuraikan dari
berbagai Tesis dan Disertasi di atas penulis menganggap bahwa penelitian ini
24 Nadia Lutfi Masduki, Agenda Media Dalam Membahas Isu-isu Produk Halal
Studi Analisi Isi Tentang Pemberitaan Isu-isu Produk Halal Surat Kabar Di Indonesia Tahun
1996-2011, Tesis, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012) 25 Sopa, Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia: Studi Atas Fatwa Halal MUI
Terhadap Produk Makanan, Obat-obatan, dan Kosmetik, Disertasi, (Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2008)
15
mempunyai persamaan yaitu berkaitan dengan pembahasan halal, dapat kita
bedakan sebagai berikut:
Tabel 1.1. Perbedaan Tinjauan Pustaka
No Judul Tesis atau Disertasi Perbedaan
1 Tesis: KesadaranHukum
Pengusaha Kecil Di Bidang
Pangan Dalam Kemasan Di
KotaSemarangTerhadap
Regulasi Sertifikasi Produk
Halal
Penelitian ini menggunakan paradigma sociological
jurisprudence dan bersifat kuantitatif-kualitatif. Hasil
dari penelitian menunjukkan bahwa kesadaran
hukum mereka sangat tinggi, namun dengan cara
tidak melakukan proses sertifikasi (halal).
2 Tesis: Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Gelagat
Pembelian Pengguna Terhadap
Produk Halal
Penelitian ini menggunakan theory of planned
behavior yang terdiri dari sikap, norma subjektif, dan
kawalan terhadap kelakuan dan agama. Hasil dari
penelitian ini mendapati bahwa semua
pembolehubah iaitu sikapa, norma subjektif, kawalan
terhadap kelakuan dan agam mempunyai hubungan
yang positif dan signifikan dengan gelagat pembelian
pengguna terhadap produk halal.
3 Tesis: Perlindungan Hukum
KonsumenDalam Pelabelan
Produk Pangan
Penelitian ini menggunkan pendekatan yuridis
normatife yang menekankan pada data sekunder
(hukum primer, sekunder dan tersier). Hasil dari
penelitian disimpulkan bahwa ketentuan pelabelan
produk pangan sebagaimana diatur dalam PP No.69
tahun 1999 belum memenuhi asas-asas perlindungan
konsumen, dan pelanggaran ketentuan label pangan
oleh pelaku usaha dapat dikenakan tanggung jawab
administrative, perdata maupun pidana.
4 Tesis: Agenda Media Dalam
Membahas Isu-isu Produk Halal
Studi Analisi Isi Tentang
Pemberitaan Isu-isu Produk
Halal Surat Kabar Di Indonesia
Tahun 1996-2011
Penelitian ini disimpulkan bahwa isu halal sebagai
salah satu isu keagamaan hanya menjadi wacana
alternatife dalam media Indonesia, isu halal pun
belum masuk ke dalam agenda isu global yang
sumber pemberitaanya hanya dipenuhi dari dalam
negeri.
5 Disertasi: Sertifikasi Halal
Majelis Ulama Indonesia: Studi
Atas Fatwa Halal MUI
Terhadap Produk Makanan,
Obat-obatan, dan Kosmetik
Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses sertifikasi
halal yang dilakukan oleh MUI terhadap jenis produk
makanan, obat-obatan, dan kosmetik, cendrung tidak
mengikuti kaidah kehalalan yang telah dirumuskan
oleh para madzhab tertentu, tetapi mengikuti
pendapat-pendapat madzhab yang dinilai rajih dan
sesuai dengan kemashlahatan disamping
16
pendapatnya sendiri sehingga menghasilkan fiqih
baru.
6 Pengaruh Produk Halal
Terhadap Daya Saing Di Era
Market Economi ASEAN
Tesis ini menggunakan metode kuantitatif. Dimana
akan melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi
daya saing produk halal di era market ekonomi
ASEAN ini bisa berkembang. Penelitian ini berguna
untuk mengetahui teori faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku pembeli, sehingga para
produsen mengetahui apa yang dibutuhkan oleh
konsumen guna untuk menghadapi persaingan
produk pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
yang telah berlangsung sejak tahun akhir 2015.
H. Kerangka Teori
Pada penelitian ini, hendak memposisikan untuk memperkuat teori
yang sudah ada sebelumnya. Pertama, teori yang digunakan yaitu teori
konsumsi yang Islami dengan memperhatikan kehalalan suatu produk sebelum
dikonsumsi. Menurut Ghazali salah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi yaitu
makanan. Makanan yang dikonsumsi oleh manusia harus makanan yang halal
sehingga dapat menjamin eksistensi kehidupannya.26 Menurut Mannan prinsip
konsumsi dalam Islam harus menerapkan prinsip keadilan yaitu baik mengenai
cara mencari rezeki secara halal. Dalam soal makanan dan minuman tidak
boleh yang terlarang seperti darah, daging babi, dan daging hewan yang
disembelih tanpa menyebut nama Allah. Kemudia, prinsip kebersihan yaitu apa
yang dikonsumsi haruslah bersih dan bermanfaat bagi tubuh.27
26 Edyson Saifullah, Ekonomi Pembangunan Islam, (Bandung: Gunungdjati Press,
2012), hlm. 142 27 Muhammad Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syari’ah dalam Perspektif
Kewenangan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)
17
Menurut al-Haritsi prinsip konsumsi yang harus diperhatikan adalah
prinsip Syari’ah yaitu salah satunya prinsip amaliah. Prinsip amaliah sebagai
konsekuensi akidah dan ilmu yang telah deketahui tentang konsumsi Islami.
Seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan
mengkonsumsi hanya yang halal.28
Menurut Qaradhawi perkara halal dan haram juga sudah diatur dalam
semua aspek kehidupan termasuk tentang makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Dihalalkan bagi seorang Muslim mengkonsumsi yang baik bagi
tubuhnya, dan diharamkan mengkonsumsi yang menyebabkan mabuk, tidak
berdaya, dan semua yang merusak tubuh.29
Kedua, teori yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah teori
prilaku konsumen Danang Sunyoto. Perilaku konsumen (consumer behavior)
dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung
terlibat dalam medapatkan dan mempergunakan barang-barang/jasa termasuk
didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan
kegiatan-kegiatan tersebut.30
Kedua teori tersebut berimplikasi pada adanya suatu hubungan yang
terkait antara teori produk halal dan perilaku konsumen. Pada penelitian ini,
28 Ari Pujiono, Teori Konsumsi Islam, www. Slideshare.net/brajamas/faktor-yang-
mempengaruhi-tingkat-konsumsi, tanggal 14 Februari 2014. hlm. 196-201 29 Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk,
(Surabaya: Karya Utama, 2003), hlm. 69-85. Lihat Juga: Muhammad Umar Chand, Halal dan
Haram The Prohibited and The Permitted Foods dan Drinks, (Kuala Lumpur: Zafar Sdn. Bhd,
1995), hlm. 40-63. Yusuf Qaradhawi, The Lawful and The Prohibited in Islam, terj. Kamal el
Herbawy, dkk. (Malaysia: Zafar Sdn. Bhn, 2001), hlm. 39 30 Danang Sunyoto, Konsep Dasar Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen,
(Yogyakarta: CAPS, 2012), hlm.251
18
produk halal memberikan dampak pada keputusan konsumen untuk
menggunakan produk. Tentunya sebagai seorang yang beragama Islam
keputusan membeli haruslah memperhatikan kehalalan produk. Dalam teori
konsumsi tidak dijelaskan dengan rinci. Hanya saja, dalam teori konsumsi
Islam dapat diamaknai bahwa aktivitas konsumsi haruslah yang memberikan
manfaat bagi tubuh. Kehalalan produk mulai dari bahan baku, proses, hingga
hasilnya. Tujuan dalam mengkonnsumsi halal merupakan upaya memberikan
perlindungan dan solusi bagi konsumsi Muslim untuk mendapatkan kepuasan
jasadiayah dan rohaniyah dalam mengkonsumsi suatu produk.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Konsumsi dalam Islam
Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.
Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan
cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu
dalam bentuk perilaku, gaya hidup, selera, sikap-sikap terhadap sesama
manusia, sumber daya, dan ekologi. Keimanan sangat mempengaruhi sifat,
kuantitas, dan kualitas konsumen baik dalam bentuk kepuasan material maupun
spiritual. Inilah yang disebut sebagai bentuk upaya meningkatkan
keseimbangan antara orientasi duniawi dan ukhrawi. Keimanan memberikan
saringan moral dalam membelanjakan harta dan sekaligus juga memotivasi
pemanfaatan sumber daya (pendapatan) untuk hal-hal yang efektif. Saringan
moral bertujuan menjaga kepentingan diri tetap berada di dalam batas-batas
kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual semata menjadi
preferensi yang serasi anatara individual dan sosial, serta termasuk pula
saringan dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemanfaatan31.
31 Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 12
19
20
Menurut Ibnu Muflih kegiatan konsumsi seorang Muslim harus
memperhatikan kebaikan (kehalalan) sesuatu yang akan dikonsumsinya.32 Para
fuqaha’ menjadikan memakan hal-hal yang baik kedalam empat
tingkatan.33Pertama, wajib yaitu mengkonsumsi sesuatu yang dapat
menhindarkan diri dari kebinasaan dan jika tidak mengkonsumsi kadar ini
maka akan berdampak pada dosa. Kedua, sunnah yaitu mengkonsumsi yang
lebih dari kadar yang menghindarkan diri dari kebinasaan dan menjadikan
seorang Muslim mampu shalat dengan berdiri dan mudah berpuasa. Ketiga,
mubah yaitu sesuatu yang lebih dari yang sunnah sampai batas kenyang.
Keempat, konsumsi yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat
dua pendapat, ada yang mengatakan makruh yang satunya mengatakan haram.
Berdasarakan pendapat dari Ibnu Muflih konsumsi seseorang wajib
mengutamakan konsumsi yang halal. Dalam definisi ini, mengkonsumsi dari
beberapa produk kehalalan merupakan keharusan. Karena, dengan
mengkonsumsi produk halal memberikan kebaikan bagi yang mengkonsumsi
produk tersebut. Kebaikan yang didapat dalam mengkonsumsi produk halal
adalah kebaikan secara lahiriyah dan jasadiyah. Sehinggan akan membawa
kepada kebarakahan sehingga berbuah pada pahala.
Dalam mewujudkan rasionalitas dalam konsumsi Islam, salah satu
unsurnya adalah larangan berkonsumsi atas barang dan jasa yang
32 Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Manusia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 108-110. Lihat juga: Arif Pujiono,
“Teori,,.hlm.198-199 33 Arif Pujiono, “Teori,,.hlm.198-199
21
membahayakan. Syariat Islam mengharamkan konsumsi atas barang dan jasa
yang berdampak negatif bagi seorang yang mengkonsumsinya dan barang yang
dikonsumsi hendaknya thayyibah (baik lagi bermanfaat).34
Konsep konsumsi dalam Islam diatas sejalan dengan teori konsumsi
Islam menurut Nasution yaitu memasukkan nilai-nilai moral dan sosial seperti,
kesederhanaan, keadilan, dan mendahulukan orang lain.35 Setiapkeputusan
ekonomi manusia tidak terlepas dari nilai-nilai sosial dan agama karena setiap
kegiatan senantiasa dihubungkan kepada syariat. Nilai-nilai tersebut adalah
tidak boleh isyraf (berlebih-lebihan), diwajibkan membayar zakat,
mengkonsumsi yang halal dan Thayyib (baik).36
Batasan konsumsi dalam Syariah tidak hanya berlaku pada makanan
dan minuman saja, tetapi juga mencakup jenis-jenis komoditi lainnya. Dalam
hal ini Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsir al Misbah, bahwa komoditi
yang haram itu ada dua macam, yaitu yang haram karena zatnya, seperti babi,
bangkai, dan darah, dan yang haram karena sesuatu yang bukan dari zatnya,
seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau
digunakan, merugikan diri sendiri dan orang lain, dan dampak negatif lainnya.
Komoditi yang halal adalah yang bukan termasuk dalam dua macam ini.37
34 Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam ditengah Krisis Ekonomi Global, (Jakarta:
Zikrul Hakim, 2004), hlm. 67-72. Lihat juga: Nur Hamidah, Analisis Teori Utility dengan
Pendakatan Kurva Indefference dalam Perspektif Ekonomi Islam, Makalah disajikan pada
seminar kelas program Ekonomi Syariah pada Mata Kuliah Studi Kritis Ekonomi Mikro dan
Makro, Pasca Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 17 Oktober 2015 35 Musthafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksekutif Ekonomi Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 86 36 Musthafa Edwin Nasution, Pengenalan,,, hlm. 86-89 37 Muhammad Muflih, Perilaku. hlm.13
22
Pelarangan atau pengharaman konsumsi untuk suatu komoditi bukan
tanpa sebab. Pengharaman untuk komoditi karena zatnya, karena antara lain
berbahaya bagi tubuh, dan tentu berbahaya pula bagi jiwa. Sedangkan
pengharaman yang bukan karena zatnya, karena antara lain memiliki kaitan
langsung dalam membahayakan moral dan spiritual. Dalam syariah, terdapat
pengecualian atau kelonggaran bagi orang-orang yang terpaksa untuk
memakan makanan yang dikatagorikan haram tadi. Namun, hal ini hanya
berlaku untuk sementara saja, sekedar hal yang dianggap perlu untuk
kebutuhannya ketika itu saja.38
Perilaku konsumen secara Islami harus berdasarkan pada al Qur’an dan
Hadits. Karena al Qur’an dan Hadits merupakan pandangan hidup dan
kehidupan manusia yang menuntut kehidupan sesuai dengan fitrahnya menuju
ridha ilahi.39 Dalam Islam seorang dianjurkan untuk melakukan konsumsi guna
mempertahankan hidup, tetapi Islam memberi batasan dalam berkonsumsi,
yaitu barang yang dikonsumsi haruslah barang yang halal dan harus menjauhi
barang yang haram.40
38 Muhammad Muflih, Perilaku, hlm. 14-15 39 Ismail Nawawi, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Surabaya: PPM, 2010),
hlm.65 40 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),
hlm. 75-78
23
Landasan al-Qur’an tentang konsumsi. Pertama, konsumen Muslim
diperintahkan untuk memakan makanan yang halal dan baik. Terdapat dalam
Qur’an Surah al-Maidah: 4-541.
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”.
Katakanlah: “dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu
mengajarkannya menurut apa yang telah diajakan Allah kepadamu. Maka
makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas
binatang buas itu (waktu melepaskannya), dan bertawakallah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat cepat hisabNya.
Pada hari ini dihalakan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula)
bagi mereka. (dan dihalalkan mengawini) wanita yang menjaga kehormatan
diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila
kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum
Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamata termasuk orang-
orang merugi.
Ayat 4 menjelaskan bahwa “mereka bertanya kepadamu, apakah yang
dihalalkan bagi mereka? Katakanlah, dihalalkan bagimu yang baik-baik”. Ayat
ini seperti ayat yang terdapat dalam surat al-A’raf yang menceritakan sifat
41 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktoral Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Departemen Agama, Modul Pelatihan Auditor
Internal Halal, (Jakarta: Departemen Agama, 2003), hlm. 118
24
Muhammad saw bahwa dia menghalalkan bagi mereka makanan yang baik-
baik dan mengharamkan atas mereka yang buruk-buruk.42
Setelah Allah menuturkan diharamkannya perkara yang buruk-buruk
dan dihalalkannya perkara yang baik-baik kepada hamba-Nya yang beriman,
kemudian Dia berfirman “pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik.”.
kemudian Allah menuturkan sembelihan ahli kitab, yakni kaum Yahudi dan
Nasrani dengan firman-Nya, “makanan orang-orang yang telah diberi kitab
adalah halal bagimu” sebab mereka juga meyakini keharaman sembelihan
yang diperuntukkan bagi selain dari Allah.43 Dalam Qur’an Surah al-Maidah:
88 Allah berfirman44:
Artinya:
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.
Ayat ini juga memerintahkan agar kita makan makanan halal yaitu
makanan yang baik dan makanan tersebut merupakan anugerah dari Allah, dan
Allah memerintahkan agar bertaqwa pada-Nya dalam segala urusan, mencari
42 Lihat Penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, trj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 2, hlm. 29-36 43 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan,,,.hlm. 37-40 44 Akhyunul Jannah, Gelatin,,,hlm. 203. Lihat juga: Rozalinda, Ekonomi Islam,,,
hlm.109
25
keridhaan-Nya dan janganlah menyalahi dan mendurhakai-Nya.45 Firman Allah
swt dalam Qur’an Surah al-Baqarah: 172, yaitu:46
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
kepada-Nya kamu menyembah.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyuruh hamba-hambaNya yang
beriman memakan yang baik-baik dari rezeki yang telah dianugerahkan-Nya
kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya jika
mereka mengaku sebagai hamba-Nya. Memakan makanan halal merupakan
sarana untuk diterimanya doa dan ibadah.47
Allah berfirman dalam Qur’an Surah al-Mu’minun:51, berbunyi:48
Artinya:
Hai Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah
amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Sehubungan dengan firman Allah “Hai Rasul-rasul, makanlah dari
makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh,” Hasan Basri
berkata, “demi Allah, Dia tidak menyuruhmu memakan makanan yang
45 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan,,,.hlm. 29-142 46 Yusuf Qaradhawi, Halal Haram,,,. hlm.73 47 Lihat Penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, trj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 1,hlm.270 48 Ghazali, halal Haram, hlm.9
26
berwarna kuning, merah, yang manis, maupun yang masam namun Dia
berfirman ambillah makanan yang halal.49
Dalam Qur’an Surah al-Baqarah: 188 Allah berfirman:50
Artinya:
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara
kamu dengan jalan bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Ali bin Abi Thalib bercerita dari Ibnu Abbas mengenai seseorang yang
menguasai harta kekayaan namun tidak memiliki bukti kepemilikannya. Maka
dia memanipulasi harta itu dan mengadukannya kepada hakim, sedang dia
mengetahui harta itu bukan haknya dan diapun mengetahui bahwa diriya
berdosa lantaran memakan barang haram.51
Dari beberapa redaksi ayat diatas semuanya menyerukan kepada
seluruh manusia untuk memakan makanan yang baik lagi halal, begitu pula
dengan proses memperolehnya yaitu dengan cara yang halal dan baik pula.
Dalam sebagian ayat tersebut memberikan penjelasan bahwa begitu pentingnya
makan dari makanan yang halal dan keutamaan perkara yang halal dan celaan
terhadap perkara yang haram.
49 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syahabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 3, hlm.306 50 Ghazali, Halal Haram,,,hlm.9 51 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syahabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 1, hlm.304
27
Kedua, konsumen diperintahakn untuk tidak memakan bangkai, darah,
daging babi, dan binatang disembelih selain Allah. Allah berfirman dalam
Qur’an Surah al-Baqarah: 173 yang berbunyi:52
Artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selaian Allah,
tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah menyuruh hamba-hamba Nya yang beriman memakan yang baik-
baik dari rezeki yang teleh dianugerahkan-Nya kepada mereka. Oleh karena
itu, hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya jika meraka mengaku sebagai
hamba-hamba-Nya. Memakan makanan halal merupakan sarana untuk
diterimanya do’a dan ibadah. Sesungguhnya Allah menceritakan bahwa Dia
tidak mengharamkan kepada hamba-Nya kecuali bangkai, yaitu binatang yang
mati secara wajar, tanpa disembelih, baik binatang itu menjadi bangkai karena
tercekik, terjatuh, bertarung dengan temannya, atau diserang oleh binatang
buas, dari bangkai tersebut dikecualikan bangkai binatang air.53
52 Yusuf Qaradhawi, Halal Haram,,,hlm.73, lihat juga: Bagian Proyek Sarana dan
Prasarana Produk Halal Direktoral Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji Departemen Agama, Modul,,, hlm.92 53 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syahabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 1, hlm.270-271
28
Terdapat dalam Qur’an Surah al-Maidah: 3 Allah berfirman:54
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,
(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini
telah kusempurnakan untuk kamu agamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-Ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah melarang hamba-hamba-Nya mengkonsumsi binatang-binatang
yang mati sebagai bangkai, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya tanpa
disembelih atau diburu sebab di dalamnya terdapat darah beku yang
54 Akhyunul Jannah, Gelatin,, hlm.83. Lihat juga: Ghazali, Halal,,. hlm. 24. Yusuf
Qaradhawi, Halal,,, hlm.74. Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktoral
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Departemen Agama, Modul ,,,
hlm. 93
29
membahayakan agama dan tubuh. Dikecualikan dari bangkai itu ialah bangkai
ikan karena ikan itu halal, baik mati disembelih maupun karena hal lain.55
Firman Allah swt dalam Qur’an Surah al-An’am: 121 yang berbunyi:56
Artinya:
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu
adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-
kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka,
sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang musyrik.
Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa sembelihan
tidak halal jika tidak disebut nama Allah atasnya, meskipun si penyembelih
seorang Muslim. Dari pendapat ini ada dua pendapat, pertama: pendapat Malik
dan Ahmad yaitu mengatakan bahwa sembelihan itu tidak halal, baik tidak
membaca basmalahnya itu karena lupa maupun disengaja. Kedua, pendapat
Imam Syafi’I mensyaratkan pembacaan basmalah dna hanya menyunatkan.57
Allah menerangkan kembali dalam Qur’an Surah al-An’am:118:58
Artinya:
Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah
ketika menyembihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.
55 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syahabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 1, hlm.16 56 Ghazali, Halal,,, hlm. 24 57 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syahabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 2, hlm.274-475 58 Ghazali, Halal,,, hlm. 24
30
Allah membolehkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman
memakan sembelihan yang dibacakan nama Allah atasnya. Artinya, Dia
melarang memakan sembelihan yang tidak dibacakan nama Allah atasnya
seperti memakan bangkai yang dibolehkan kaum Quraisy dan binatang yang
disembelih bukan atas nama Allah.59
Makna ayat diatas secara keseluruhan menerangkan mengharamkan
memakan bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tanpa
nama Allah. Dikecualikan dari bangkai itu ialah bangkai ikan karena ikan itu
halal, baik mati disembelih maupun karena hal lain. Dari ayat tersebut juga
dapat dijelaskan bahwa dalam bahan baku setiap produk harus jelas dari mana
asal bahan, proses pembuatan sampai ke hasilnya. Semuan unsur-unsur yang
ada harus sesuai dangan aturan yang telah ditetapakan Syariat.
B. Produk Halal
Produk adalah segala sesuatu yang diterima oleh konsumen atau
pembeli atau pemakai industrial pada saat melakukakan pembelian atau
menggunakan produk.60 Produk juga mencakup lebih dari sekedar barang
berwujud (dapat dideteksi panca indra). Produk dapat berupa objek fisik, jasa
(tidak terdeteksi panca indera), orang, tempat, organisasi, dan ide.61
59 Lihat penjelasan Muhammad Nasib ar-Rifa, Kemudahan dari Allah Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syahabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Jilid 2, hlm.272-273 60 Henry Sinamora, Manajemen Pemasaran Internasional, (Jakarta: Salemba Empat,
2000), hlm. 440 61 Philip Kotler dan Gary Amstrong, Dasar-dasarPemasaran, (Jakarta: Prenhalindo,
1997), hlm. 274
31
Halal adalah sesuatu dengannya terurailah buhul yang
membahayakan, dan Allah memperbolehkan untuk dikerjakan62. Halal adalah
kata dari bahasa arab yang berarti sah atau diizinkan. Lawan dari halal adalah
haram, yang berarti melanggar hukum atau dilarang. Sehingga halal dan haram
adalah istilah universal yang berlaku untuk semua aspek kehidupan, baik
berupa makanan dan minuman, termasuk obat-obatan dan kosmetika,
perbuatan serta pemikiran.
Kata halal berasal dari bahasa Arab yang berkaitan dengan hukum halal
dan haram. Menurut Ibnu Manzhur, halal itu berasal dari kata al-hillu yang
berarti tidak terikat (al-thalq). Oleh karena itu secara etismologi, halal berarti
hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidka terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang melarangnya.63 Menurut al-Jurjani memberikan
definisi halal sebagai sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan
mendapat siksa.64 Menurut Qal’aji dan Qunaibi lafadz halal berasal dari halla
as-syay’I apabila sesuatu itu telah menjadi mubah. Oleh karena itu pengertian
halal identik dengan “mubah” yang terdapat dalam Ahkam al-
62 Yusuf Qaradhawi, Halal Haram dalam Islam, (Solo: Era Intermedia, 2000), cet
pertama, hlm. 31 63 KN Sofayan Hasan, “Kepastian,,. Hlm. 40. Lihat juga: Jamal al-Din Muhammad
bin Mukarram al-Anshari yang terkenal dengan sebutan Ibn Manzhur, lisan al-Arab, (t.t: Dar
al-Ma’arif, tth), juz XIII, hlm. 177 64 Muhammad ‘Abd al-Rauf al-Munawi, al-Taufiq ‘ala Muhimmat al-Tairif Mu’jam
Lughawi Mushthalahi, (Beirut: Dar al-Fikr Muashir, 1990), hlm. 292. Lihat juga: KN Sofyan
Hasan, “Kepastian,,,. hlm. 41
32
Khamsah.65Menurut Qaradhawi halal adalah apa yang diperbolehkan, dan
haram adalah apa yang dilarang.66
Sabda Nabi saw, “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas”. artinya
perkara yang halal itu zahir dan terbuka, zatnya tidak ada sifat-sifat yang
diharamkan dan kosong dari jalan (cara) yang kotor untuk sampai pada yang
haram. Menurut Imam Syafi’i, ”Halal adalah perkara yang tidak ada dalil yang
mengharamkannya. “Halal itu adalah perkara yang tidak dicegah oleh syara,
baik ada dalil yang menghalalkannya maupun tidak ada. Menurut Abu Hanifah,
“Halal adalah perkara yang terdapat dalil yang menghalakannya.” Pendapatnya
lebih khusus daripada pendapat Imam Syafi’i karena perkara yang tidak
mempunyai keterangan tidak termasuk perkara halal.67
Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang
memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan Syariat Islam.68Pertama, tidak
mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi. Kedua, tidak mengandung
bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ
manusia, darah, kotoran-kotoran, dan lain sebagainya. Ketiga, semua bahan
yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam.
Keempat, semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat
65 Al-Jurjani, al-Ta’rifat, (Mesir: Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Babi al-
Halabi wa Aluaduh, 1936), hlm. 82. Lihat juga: KN Sufyan Hasan, Kepastian,,,.hlm. 40 66 Muhammad, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), hlm.27.
lihat juga: Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk,
(Surabaya: Karya Utama, tt), hlm. 33 67 HIjazi al Fasyani, Al Majalisus Saniyyah Syarah Hadits Arba’in Nawawi,
(Jakarta: Trigenda Karya, 1995), cet pertama, hlm. 99 68 Burhanuddin, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikat Halal,
(Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm.140
33
pengolahan, dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah
digunakan untuk babi dan barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus
dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut Syariat Islam. Kelima, semua
makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
Untuk menjamin kehalalan suatu produk dapat kita pastikan produk
tersebut memiliki sertifikasi atau tidak. Sertifikasi halal terdiri dari dua kata
yaitu sertifikasi dan halal. Keta sertifikasi berasal dari bahasa inggris certificate
yang mempunyai tiga arti yaitu, akte, surat keterangan, diploma, atau ijazah.69
Kata certificate kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi
sertifikat yang merupakan kata benda. Dalam kamus besar Indonesia dijelaskan
bahwa sertifikat itu berarti tanda atau surat keterangan atau pernyataan tertulis
atau tercetak yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang yang digunakan
sebagai bukti. Sementara itu, sertifikat berarti kegiatan penyertifikatan atau
proses menjadikan sertifikat.70
Masyarakat secara umum menggunakan istilah halal dan haram hanya
dalam kaitannya dengan produk-produk makanan dan minuman saja. Kaitanya
dengan penggunaan istilah halal dan haram dalam penelitian ini, penulis akan
menggunakan istilah halal dan haram dalam persepsi sempit terersebut, yaitu
halal haram yang digunakan untuk menyebut sah (boleh tidaknya) makanan
untuk di konsumsi.
69 John M.Echols, Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1990), hlm. 105. Lihat juga: KN Sofyan Hasan, “Kepastian,,. hlm. 40 70 Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm.928. lihat juga: KN Sofayan Hasan,
“Kepastian,,.hlm. 40
34
C. Label Halal
Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum,
lebel minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan tambahan
komposisi, informasi gizi, tanggal kadaluawarsa, isi produk, dan keterangan
legalitas.71 Labeling juga berkaitan erat dengan pemasaran label yang berkaitan
erat dengan pengemasan suatu produk. Label merupakan bagian dari suatu
produk yang manyampaikan informasi mengenai produk dan penjual.72 Basu
Swastha mendefinisikan lebel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa
keterangan (kata-kata) tentang barang tersebut atau penjualannya.73
Menurut Stanton label ada tiga macam, yaitu:74pertama, brand label
yaitu nama merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada
kemasan. Kedua, descriptif label yaitu label yang memberikan informasi
objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian
dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan
dengan produk. Ketiga, grade label merupakan label yang mengidentifikasi
penilaian kualitas produk dengan suatu huruf, angka atau kata.
71 Anton Apriyantono dan Nurbowo, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal,
(Jakarta: Khairul Bayan, 2003), hlm. 68-69 72 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008), hlm. 107.
Lihat juga: Retno Sulistyowati, “Labelisasi Halal”, www.esqmagazine.com, diakses tanggal 15
Februari 2016 73 Basu Swastha, Azas-azas Marketing, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007),
hlm. 41 74 Fandy Tjiptono, Strategi,,,. hlm. 107. Lihat juga: Retno Sulistyowati,
“Labelisasi,,,. Henry Sinamora, Manajemen,,, hlm.502
35
Label mempunyai fungsi sebagai berikut:75pertama, identifies
(mengidentifikasi) yaitu label dapat menerangkan mengenai produk. Kedua,
grade (nilai/kelas) yaitu label dapat menunjukkan nilai/kelas dari produk.
Produk buah peach kalengan diberi nilai A, B, dan C menunjukkan tingkat
mutu. Ketiga, describe (memberikan keterangan) yaitu label menunjukkan
keterangan mengenai siapa produsen dari produk, dimana produk dibuat, kapan
produk dibuat, apa komposisi dari produk dan bagaimana cara penggunaan
produk secara aman. Keempat, promote (mempromosiskan) yaitu label
mempromosikan produk lewat gambar fan warna yang menarik.
Dengan adanya label memberikan jaminan kepada konsumen akan
kualitas suatu produk.76 Pemberian label (labeling) merupakan elemen produk
yang sangat penting yang patut memperoleh perhatian seksama dengan tujuan
untuk menarik para konsumen.77 Label biasanya terbuat dari kertas, laminasi
kertas atau film plastik dengan atau tanpa tambahan perekat (sensitive terhadap
tekanan), label dapat mencakup keseluruhan kemasan atau hanya setempat
saja, dapat dipotong dalam berbagai bentuk berbeda untuk melengkapi kontur
suatu bentuk kemasan.78
75 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan
Pengendalian, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 29 76 KN Sofyan Hasan, “Kepastian Hukum Sertifikasi dan Labelisasi Halal Produk
Pangan dalam Dinamika Hukum”, (Vol 14 no. 2 Mei 2014), hlm.42 77 Henry Sinamora, Manajemen Pemasaran Internasional, (Jakarta: Salemba Empat,
2000), hlm. 502 78 Sandra A Krasoves, dkk, Desain Kemasan: Perencanaan Merek Produk yang
Berhasil Mulai dari Konsep sampai Penjualan, terj. Bob. Sabran, (Jakarta: Erlangga, 2006),
hlm. 158
36
Berdasarkan dari beberapa definisi label diatas, label merupakan suatu
keterangan terletak pada kemasan produk yang akan memberikan beberapa
informasi dan penjelasan mengenai produk tersebut. Label biasanya direkatkan
pada kemasan produk.
Label halal merupakan kata atau tanda halal. Pemberian label tersebut
berisi juga bahan yang dipakai, komposisi setiap bahan, tanggal, bulan, dan
tahun kadaluarsa dan ketentuan lainnya. Pencantuman label halal menjamin
bahwa pangan dan minuman yang diproduksi dan diproses sesuai persyaratan
pangan halal.79 Berdasarkan dua keputusan Menteri Kesehatan sebagai
pelaksana lebih lanjut dari Undang-Undangan kesehatan yaitu keputusan RI
No. 82/MenKes/SK/I/1996 “Pencantuman Tulisan Halal pada Label Pangan”
dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.924/MenKes/SK/VIII/1996 tentang
“Perubahan Kemenkes RI No. 82/MenKes/SK/I/1996 dengan Peraturan
Pelaksanaanya”. Didalamnya diuraikan secara rinci mengenai beberapa hal
yang berkaitan dengan sertifikasi halal.80
Berdasarkan Peraturan Pemerintahan No.69 tahun 1990 tentang label
halal dan iklan pangan menyebutkan bahwa label adalah setiap keterangan
mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau
79 Lihat lebih jelas Undang-Undang Kesehatan No. 23/1992, Pasal 21 ayat 2, Lihat
juga: KN Sofyan Hasan, “Kepastian,,. hlm.53 80 Lihat lebih jelas Lampiran Keputusan RI No. 82/MenKes/SK/I/1996 tentang
“Pencantuman Label Halal pada Makanan”, Lihat juga: KN Sofyan Hasan, “Kepastian,,.
hlm.53
37
bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan
pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.81
Dengan demikian, penting untuk mencantumkan label halal pada suatu
produk. Dengan tujuan utuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan
pada konsumen serta untuk meningkatkan daya saing perusahaan agar produk
yang dihasilkan berkualitas dan terjamin kehalalan dan kebaikan bagi tubuh
untuk dikonsumsi.
Label halal merupakan pencantuman kata atau tanda halal. Pemberian
label tersebut berisi juga bahan yang dipakai, komposisi setiap bahan, tanggal,
bulan, dan tahun kadaluarsa dan ketentuan lainnya. Pencantuman label halal
menjamin bahwa pangan dan minuman yang diproduksi dan diproses sesuai
persyaratan pangan halal.82 Berdasarkan dua keputusan Menteri Kesehatan
sebagai pelaksana lebih lanjut dari Undang-undang Kesehatan yaitu Keputusan
RI No. 82/MenKes/SK/I/1996 “Pencantuman Tulisan Halal pada Label
Pangan” dan Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 924/MenKes/Sk/VIII/1996
tentang Perubahan Kemankes RI no. 82/MenKes/SK/I/1996 dengan peraturan
pelaksanaannya”. Didalam uraiannya secara rinci mengenai beberapa hal yang
berkaitan dengan sertifikasi halal.83
81 Lihat penjelasan pasal 11 ayat 1 Peraturan Pemerintahan No. 69/1999 tentang
Label Halal dan Iklan Pangan. Lihat juga: KN Sofyan Hasan, “Kepastian,,. hlm.54 82 Lihat lebih jelas Undang-undang Kesehatan No. 23/1992, Pasal 21 ayat 2. Lihat
juga: KN Sofyan Hasan, “Kepastian,,,.hlm. 53 83 Lihat jelas lampiran Keputusan RI No. 82/MenKes/Sk/I/1996 tentang
“Pencantuman Label Halal pada Makanan”. Lihat Juga: KN Sofyan Hasan, “Kepastian,,.
hlm.53
38
Selanjutnya, dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen (UU
No.8/1999) diatur juga persoalan halal yang senada dengan peraturan-peraturan
sebelumnya. Persoalan tersebut berkaitan erat dengan hak dan kewajiban
konsumen dan produsen. Konsumen berhak mendapatkan kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi pangan. Ia juga berhak
mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang pangan yang
dikonsumsinya.84
Berdasarkan landasan hukum tentang label halal yang telah diuraikan
diatas, maka setiap perusahaan yang ada di Indonesia seharusnya dalam setiap
produknya mencantumkan label halal. Termasuk dalam penelitian ini
perusahaan yang memproduksi seluruh produk yang akan diperjual belikan
harus mencantumkan label halal untuk menjamin keselamatan konsumen.
D. Perilaku Konsumen
1. Teori Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen yang loyal terhadap suatu produk tentu saja
menguntungkan bagi produsennya karena konsumen akan terus berusaha
mencari produk yang diinginkannya. Namun demikian jika konsumen
terus-menerus kesulitan mencari produk yang diinginkannya, maka lama-
lama konsumen akan mencoba merek lain. sementara itu perilaku
konsumen yang tidak loyal atau dengan kata lain membeli suatu produk
84 Lihat penjelasan pasal 4 UU No.8/1999 tentang,”Perlindungan Konsumen”, Lihat
juga: KN Sofyan Hasan, “Kepastian,,. hlm.54
39
hanya karena kebiasaanya saja, perlu memerhatikan aspek-aspek lain
secara serius.
Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan
sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
medapatkan dan mempergunakan barang-barang/jasa termasuk didalamnya
proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-
kegiatan tersebut. Ada dua elemen penting dari perilaku konsumen itu:
proses pengambilan keputusan, dan kegiatan fisik, yang semua ini
melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan
barang/jasa secara ekonomis85.
American Marketing Association mendefinisikan Perilaku
konsumen (consumer behavior) sebagai “interaksi dinamis antara pengaruh
dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita dimana manusia
melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka86.
Menurut Engel, perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat
untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.87
85 Danang Sunyoto, Konsep Dasar Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen,
(Yogyakarta: CAPS, 2012), hlm.251 86 Paul Peter, Consumer Behavior Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran,
(Jakarta: Erlangga, 2000), hlm. 6 87 James F. Engel & Roger D. Blackwell & Paul W. Miniard, Jilid I, Edisi 6,
Binarupa Aksara, 1994, hlm, 3. Dalam, Simamora. Bilson, Panduan Riset Perilaku Konsumen,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), 2004, hlm.2
40
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
Setiap individu dapat melihat hal yang sama, namun dalam
mengartikannya tentu akan berbeda. Sejumlah faktor beroperasi untuk
membentuk dan terkadang mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bisa
terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang
diartikan, atau dalam kontek situasi dimana persepsi tersebut dibuat. Ketika
individu melihat sebuah target dan berusaha untuk menginterpretasikan apa
yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik
pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif,
minat, dan pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang.88
Dalam sebuah keputusan, pembeli tentu ada faktor-faktor yang
akan mempengaruhi perilaku pembeli. Faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi perilaku pembeli, akan digambarkan dalam gambar 1.2.89
Kebudayaan Sosial Keperibadian Kejiwaan
Budaya
Sub Budaya
Kelas Sosial
Kelompok
acuan
Keluarga
Peranan dan status
Usia dan
tingkatan
kehidupan
Jabatan Gaya hidup
Keperibadian
dan konsep
diri
Motivasi
Persepsi
Pengetahuan
Kercayaan dan Sikap
PEMBELI
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Prilaku Konsumen90
88 Robbins.P.Stephen, Prilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta, 2004, hlm.175 89 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran di Indonesia buku 1, Salemba Empat,
Jakarta, 1999, hlm.223 90 Philip Kotler, Manajemen,,, hlm. 223
41
Pertama, faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan
paling dalam terhadap perilaku konsumen. Produsen harus memahami
peran yang dimainkan oleh kultur dan kelas sosial pembeli. Kedua, faktor
sosial terdiri dari adanya faktor kelompok kecil, keluarga, peran dan status
sosial konsumen. Ketiga, faktor pribadi merupakan pengaruh dari
karakteristik pribadi pembeli seperti, usia dan tahap daur
hidup,kepribadian dan konsep dari pembeli. Kebutuhan seseorang akan
barang dan jasa tentu saja akan berubah menyesuaikan dengan usia dan
tahapan daur hidupnya. Keempat, faktor psikologis yang berpengaruh
antara lain: motivasi, persepsi, pembelajaran, sikap dan integrasi.
Motivasi merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal motivasi, terdapat urutan
kepentingan yang dibutuhkan seseorang yaitu: kebutuhan psikologis,
keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri.
Persepsi adalah sebuah proses yang dengan proses itu orang-orang
memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasi informasi untuk
membentuk gambaran dunia yang penuh arti. Pembelajaran merupakan
proses yang menjelaskan perubahan-perubahan dalam perilaku individual
yang muncul dari pengalaman. Sikap menggambarkan tentang suatu
evaluasi, perasaan dan kecendrungan seseorang yang secara relatif
konsisten terhadap suatu objek atau gagasan, karena sikap yang dimiliki
seseorang tentang sesuatu.
42
Integrasi merupakan kesatuan antara sikap maupun tindakan dan
merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaaan suka akan
mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak akan
membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.
Menurut Ferdinand, minat beli beli dapat diidentifikasikan melalui
indikator-indikator sebagai berikut:91Pertama, minat transaksional yaitu
kecendrungan untuk membeli produk. Kedua, minat referensial yaitu
kecendrungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain.
Ketiga, minat preferensial yaitu minat yang menggambarkan perilaku
seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut.
Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk
preferensinya. Keempat, minat eksploratif yaitu minat yang
menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi
mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk
mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen,
yaitu:92pertama, faktor dorongan dari dalam artinya mengarah pada
kebutuhan-kebutuhan yang muncul dari dalam diri individu itu sendiri,
seperti misalnya dorongan untuk makan maka akan menimbulkan minat
untuk makan.
91 Augusty Ferdinand, Metode Penelitian Manajemen, (Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2006) 92 Abdul Rahman Shaleh dan Muhib Abdul Wahab, Psikolohi Suatu Pengantar
dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Prenada Media), hlm. 263-268
43
Kedua, faktor motif sosial artinya mengarah pada penyelesaian diri
dengan lingkungan agar dapat diterima dan diakui oleh lingkungannya,
seperti contohnya motif untuk mendapatkan status yang baik di
lingkungannya.
Ketiga, faktor emosional atau perasaan, merupakan suatu minat itu
ada karena erat hubungannya dengan perasaan atau emosi, keberhasilan
dalam beraktivitas yang didorong oleh minat tertentu akan membawa rasa
senang dan memperkuat minat tersebut, sebaliknya kegagalan akan
mengarungi minat individu.
E. Keputusan Membeli
1. Pengertian Keputusan Membeli
Robins menyatakan bahwa pengambilan keputusan terjadi sebagai
suatu reaksi terhadap masalah (problem).Masalah ini diartikan sebagai
suatu penyimpanan anatara keadaaan saat ini dengan keadaan yang
diinginkan oleh individu sehingga menuntut individu tersebut kea rah
tindakan alternatif dalam mengambil keputusan membeli.93 Dari
perspektrif ini, memandang konsumen sebagai pengambil keputusan.
Keputusan membeli merupakan hasil dimana konsumen merasa
mengalami masalah dan kemudia memulai proses rasional menyelesaikan
93 M. Taufiq Amir, Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), hlm. 17
44
masalah tersebut. Proses yang dilakukan melalui langkah-langkah tertentu
pada saat melakukan pembelian.94
Menurut Schiffman dan Kanuk, keputusan membeli merupakan
bagian perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka.95
Keputusan membeli juga akibat adanya kepercayaan konsumen
terhadap produk. Sehingga keputusan membeli yang dimaksud adalah
semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan
yang dibuat konsumen tentang obyek, atribut, dan manfaatnya. Obyek
dapat berupa produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana
seseorang memiliki kepercayaan atau sikap.96
Proses pengambilan keputusan ini masih bersifat luas sehingga
proses pengambilan keputusannya paling lengkap, bermula dari
pengenalan konsumen terhadap produk, kemudian ada proses evaluasi
produk atau merek akan mengarahkan konsumen kepada keputusan
pembelian beberapa produk.
94 John C Mowen, Michael Minor, Perilaku Konsumen, (Jakarta: Erlangga, 2002),
hlm. 11 95 Ujang Sumarwan, Perilauku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 4 96 John C Mowen, Michael Minor, Perilaku,,,.hlm.312
45
2. Tujuan Pengambilan Keputusan
Manusia adalah makhluk sosial, karena Islam merupakan sebuah
agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw, yang
mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dengan dirinya dan
dengan manusia sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq-nya
tercakup dalam perkara aqidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan
dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan
manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara mu’amalah dan
uqubat (sanksi).97
Dari segi kebutuhan dalam pandangan ekonomi merupakan
keinginan. Dalam kacamata kapitalis Barang yang memiliki kegunaan
(utility) adalah segala sesuatu yang diinginkan, baik yang bersifat primer
atau non primer, dan ada yang menyatakan dapat memenuhi kepuasan,
sedangkan sebagian lagi menyatakan membahayakan.
Manusia dalam beraktivitas tidak terlepas dari upaya pemenuhan
kebutuhan jasmani dan ruhani. Dalam berbuat manusia memunculkan atas
dasar dorongan naluri. Meskipun dorongan pemenuhan tersebut fitroh
manusia, tetapi motivasi bukan merupakan fitroh. Karena, motivasi bisa
berubah dan diubah. Motivasi adalah proses timbulnya dorongan sehingga
konsumen tergerak untuk membeli suatu produk.98 Menurut Jefrey, et al,
97 Taqyuddin. An Nabhani, Nidzom Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul ‘Izzah, 2003),
hlm. 99 98 Hafidz. Abdurrahman. Diskursus Islam Politik dan Spritua, (Bogor: Al Azhar
Press, 2012), hlm 92
46
proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan, keinginan dan harapan
yang tidak terpenuhi yang menyebabkan timbulnya ketegangan.99
Muhammad Ismail, menguraikan motivasi yang mendorong
seseorang untuk melakukan aktivitasnya, antara lain100:
1. Motivasi Materi atau kebendaan, meliputi tubuh manusia dan alat yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Motivasi materi dan
kebendaan adalah faktor yang akan mempengaruhi persepsi. Bentuk
motivasi atau kebendaan ini yang mampu mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan. Motivasi ini sangat lemah dan mudah
dipatahkan, serta mudah hilang. Jika perbuatan manusia dibangun atas
motivasi ini maka tidak akan pernah berhasil. Karena motivasi ini
tidak dapat dijadikan pondasi utama untuk membangun perbuatan yang
mantap dan shahih dalam diri seseorang. Motivasi ini merupakan
motivasi pemenuhan kebutuhan jasmani atau naluri namun, terkadang
orang tersebut tidak memenuhinya karena dia tidak memerlukannya,
atau karena dapat menahan dorongan nafsunya.
2. Motivasi emosional atau non materi, yang berupa kondisi kejiwaan
yang senantiasa dicari dan ingin dimiliki oleh seseorang. Pengaruh
motivasi emosional atau psikologis ini lebih kuat pengaruhnya
dibandingkan dengan motivasi materi atau kebendaan, meskipun sifat
motivasi ini juga tidak konstan dan tahan lama. Sebab, mafhum yang
dijadikan landasan untuk memenuhinya lebih tinggi dibandingkan
99 Suryani, Tatik. Prilaku Konsumen Implikasi pada Strategi Pemasaran,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), Edisi Pertama, hlm 27 100 Hafidz, Diskursus, hlm. 94
47
mafhum yang dijadikan landasan motivasi materi. Meskipun demikian,
motivasi emosional atau psikologi ini tetap tidak bisa dijadikan
landasan untuk membangun aktivitas manusia. Sebab, jika motivasi ini
digunakan untuk membangun aktivitas manusia, tentu juga tidak akan
berhasil, meskipun ada yang berhasil.
3. Motivasi spritual, yang berupa kesadaran seseorang bahwa dirinya
mempunyai hubungan dengan Allah Swt. Motivasi ini dibangun
berdasarkan prinsip perintah dan larangan Allah Swt. Motivasi yang
lahir dari kesadaran seseorang yang muncul dari pemahamannya
bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban atas semua
perbuatannya. Kesadaran ini yang mampu mendorongnya untuk
melakukan perbuatan apa saja, meskipun untuk melakukannya dia
harus mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya sekalipun. Motivasi ini
yang lebih kuat pengaruhnya dengan motivasi-motivasi sebelumnya.
Juga bersifat permanen, tidak temporal dan konstan.
3. Tahapan dalam Pengambilan Keputusan untuk Membeli
Tahapan yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan
membeli ada lima tahap: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan membeli, dan tingkah laku pasca pembelian.
Jelas proses pembelian dimulai jauh sebelum tindakan pembelian dan
berlanjut lama sesudahnya. Pemasar perlumemusatkan perhatian pada
48
proses pembelian secara keseluruhan bukannya hanya pada keputusan
membeli.101
Gambar 2.2 Proses Keputusan Pembeli
Seluruh proses tersebut tidak selalu dilakukan oleh konsumen dalam
pembeliaannya. Namun proses pembelian tersebut hanya di lakukan pada
situasi tertentu. Proses pengambilan keputusan untuk membeli tersebut
sebagai berikut:
1. Pengenalan Kebutuhan
Proses membeli dimulai dengan Pengenalan Kebutuhan, dimana
pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Konsumen yang
mengetahui adanya kebutuhan dan keinginan yang belum terpenuhi atau
terpuaskan tersebut akan segera memahami apakah kebutuhan tersebut
harus segera dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhanya.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang sudah tertarik mungkin mencari lebih
banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen
kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen
kemungkinan akan membelinya. Pencarian informasi tahap dari proses
keputusan pembeli, yang merangsang konsumen untuk mencari informasi
lebih banyak; konsumen hanya meningkatkan perhatian atau mungkin
101 Philip Kotler dan Gary amstrong, Dasar-dasar Pemasaran Principles of
Marketing 7e, (Jakarta: Prenhallindo, 1997), jilid 1, hlm. 162
Tingkah laku
pasca pembelian
Keputusan
membeli
Evaluasi
Alternatif
Pencarian
informasi
Pengenalan
kebutuhan
49
aktif mencari informasi. Informasi dapat diperoleh dari beberapa sumber
sebagai berikut:
a. Sumber Pribadi :keluarga, teman, tetangga, kenalan
b. Sumber Komersial : iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan
c. Sumber Publik : media massa, organisasi penilai konsumen
d. Sumber Pengalaman : penanganan, pemeriksaan, menggunakan
produk
3. Evaluasi Alternatif
Dalam Evaluasi Alternatif pemasar harus mengetahuinya artinya
bagaimana konsumen mengolah informasi sampai pada pemilihan merek.
Konsep menjelaskan proses evaluasi konsumen adalah sebagai berikut:
a. Kita menganggap bahwa ssetiap konsumen melihat produk sebagai
kumpulan atribut produk.
b. Konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap
atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-
masing.
c. Konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan
keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap
atribut
d. Harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada
tingkat atribut yang berbeda
e. Konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat
beberapa prosedur evaluasi.
50
4. Keputusan Membeli
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan
membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli
konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor
dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli.
Faktor pertama adalah sikap orang lain. Faktor kedua adalah faktor
situasi yang tidak diharapkan. Keputusan membeli tahap dari proses
keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk.
5. Tingkah Laku Pasca Pembelian
Tugas pasar tidak berakhir ketika produk telah dibeli. Setelah
membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas serta akan
terlibat dalam tingkah laku pasca pembelian yang menarik perhatian
pemasar. Tingkah laku pasca pembelian adalah tahap dari proses
keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen mengambil tindakan lebih
lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas.
51
BAB V
PENUTUP
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap konsumen produk halal, serta
membahas dan menelitinya pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini mayoritas responden memberikan pernyataan
yang beranekaragam mulai dari sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju
bahkan sampai pada jawaban sangat tidak setuju. Pada uji F hitung dengan
menggunakan nilai signifikan, diketahui bahwa nilai sig (0.000< 0.05) yang
artinya signifikan. Sedangkan, Fhitung sebesar 21.085 > FTabel, dengan tingkat
signifikan sebesar 5% dan df2 = 15 didapat nilai Ftabel = 3.94 karena Fhitung
(21.085) >Ftabel (3.94), maka dapat disimpulkan bahwa variabel produk halal
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel keputusan membeli
konsumen.
Pada uji koefisien determinasi, nilai koefisien korelasi (R) sebesar
0,549. Angka ini menunjukkan bahwa variabel produk halal terhadap
keputusan membeli mempunyai hubungan dengan korelasisedang. Koefisien
determinasi yang disesuaikan (R Square) sebesar 0.412 artinya 41%. Variabel
keputusan membeli (Y) dapat dijelakan oleh variabel produk halal. Sedangkan
sisanya sebesar 59% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diketahui dan
tidak termasuk dalam model. Dengan demikian selain label halal ada juga
95
52
faktor lain yang mempengaruhi minat beli konsumen. Pengaruh bisa dari
merek produk yang sudah dikenal masyarakat, promosi dan pelayanan yang
optimal dari perusahaan, dan harga yang memang sesuai dengan kualitas
produk. Pada uji t dengan menggunakan nilai signifikan, diketahui bahwa nilai
signifikan (0.000 < 0.05) yang artinya signifikan. Sedangkan, thitung sebesar
3.444> ttabel, dengan tingkat signifikan sebesar 5% dan df = 15 didapat nilai ttabel
= 1.98 karena thitung (3.444) > ttabel (1.98), maka dapat disimpulkan bahwa
variabel produk halal mempunyai hubungan yang signifikan terhadap variabel
keputusan membeli konsumen.
Dengan demikian bahwasanya produk halal di kota Palembang sudah
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan membeli dan
perusahaan sudah berkontribusi dalam menerapakan prinsip konsumsi yang
Islami bagi konsumen Muslim di Indonesia. Maka, kita sebagai masyarakat
Muslim memiliki peran besar untuk menjadikan produk halal sebagai pilihan
utama dalam menggunakan produk. Memilih produk bukan karena model,
trend, dikarenakan banyak orang yang menggunakannya, enak atau tidaknya
tetapi kita harus memperhatikan kesesuaiannya dengan yang sudah ditentukan
oleh syara’ mulai dari sertifikasi halal produk dan komposisi bahan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan diatas, maka dapat
diberikan beberapa saran untuk para peneliti, masyarakat dan pelaku usaha
sebagai berikut :
53
1. Bagi Para Peneliti
Apabila ingin melanjutkan penelitian tentang pengaruh produk halal
terhadap keputusan membeli dapat diberikan beberapa saran untuk
penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1) Penelitian ini dapat menjadi khazanah literatur ilmu pengetahuan di
bidang ekonomi syariah khususnya yang berkaitan dengan ilmu
ekonomi dibidang mikro ekonomi Islam yaitu konsep konsumsi
maupun produksi, manajemen pemasaran, komunikasi pemasaran
dalam kajian Islam.
2) Berani mengembangkan penelitian yang lebih di dasarkan pada nilai-
nilai dan tsaqofah Islam, dan tidak terpatok pada teori-teori dalam
manajemen konvensional.
2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat khususnya konsumen, pada dasarnya keyakinan
terhadap produk yang dikonsumsi hendaklah sesuai dengan Syariat dan
harus memahami makna kebutuhan. Kebutuhan diartikan sesuatu hal yang
sangat dibutuhkan dan tanpanya, aktivitas hidup kita akan terganggu bahkan
mungkin kita tidak dapat hidup, contoh: makan, pakaian, dan tempat
tinggal. Manusia tidak dapat hidup tanpa makanan. Manusia tidak punya
tempat tinggal, kehidupannya akan terganggu. Apabila kebutuhan
merupakan sesuatu yang harus dipenuhi, keinginan adalah suatu hal yang
54
kita ingin miliki dan jika tidak berhasil mendapatkannya maka
kelangsungan hidup kita sebagai manusia tidak akan terancam. Dengan
demikian dalam memilih produk hendaklah sesuai dengan kebutuhan yang
berstandarkan Syariat. Jadi, dalam memilih produk bukan karena model,
trend, enak atau tidaknya tetapi kita harus memperhatikan kesesuaiannya
dengan yang sudah ditentukan oleh syara’ yang telah dipertegas dari
beberapa ayat Qur’an, yaitu sebagai berikut:
“Wahai manusia, makanlah apa-apa saja yang ada dipermukaan bumi ini
yang halal lagi baik. Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan,
sesungguhnya syetan itu adalah musuh kamu yang nyata”. (QS al-Baqarah :
168)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah
rezekikan kepadamau, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepadanya”. (QS. Al-Maidah: 88)
3. Pelaku Usaha
Untuk semua perusahaan yang melakukan setiap produksi. Hendaklah,
tidak hanya memperhatikan merek saja. Namun selalu mempertahankan
dan menjaga kehalalan produk yang diproduksi. Karena itu berarti
perusahaan tersebut sudah menjalankan salah satu ketentuan produksi
Islami.
55
DAFTAR PUSTAKA
Buku
‘Abd al-Rauf al-Munawi. Muhammad, al-Taufiq ‘ala Muhimmat al-Tairif Mu’jam
Lughawi Mushthalahi, Beirut: Dar al-Fikr Muashir, 1990
A Karim. Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada
A Krasoves. Sandra, dkk, Desain Kemasan: Perencanaan Merek Produk yang
Berhasil Mulai dari Konsep sampai Penjualan, terj. Bob. Sabran,
Jakarta: Erlangga, 2006
Abdul Mannan. Muhammad, Hukum Ekonomi Syari’ah dalam Perspektif
Kewenangan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012
Abdurrahman. Hafidz. Diskursus Islam Politik dan Spritua, Bogor: Al Azhar
Press, 2012
Ahmad Al-Haritsi, bin,. Jaribah, Fiqih Ekonomi Umar bin Khathab, cetakan ke 2,
Jakarta: KHALIFA (Pustaka Al-Kautsar Grup), 2008
Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Mesir: Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Babi al-
Halabi wa Aluaduh, 1936
Amir. M. Taufiq, Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005
An Nabhani. Taqyuddin, Nidzom Islam, Bogor: Pustaka Thariqul ‘Izzah, 2003
Apriyantono. Anton dan Nurbowo, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal,
Jakarta: Khairul Bayan, 2003
Azwar. Saifuddin, Reabilitas dan Validitas, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004
Azwar. Siduddin, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
Bungin. Burhan, Metodelogi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik, serta ilmu-ilmu Sosial Laiinya, Jakarta: Kencana, 2008
Burhanuddin, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikat Halal,
Malang: UIN Maliki Press, 2011
56
C Mowen. John, Minor. Michael, Perilaku Konsumen, Jakarta: Erlangga, 2002
Chapra. Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani, 2000
Edwin Nasution. Musthafa, Pengenalan Eksekutif Ekonomi Islam, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012
Fasyani, al., HIjazi, Al Majalisus Saniyyah Syarah Hadits Arba’in Nawawi, cet
pertama, Jakarta: Trigenda Karya, 1995
Ferdinand. Augusty, Metode Penelitian Manajemen, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2006
Herihyanto. Nur, Tuti Gantini,Analisis Data Kuantitatif dengan Statistika
Deskriptif, Bandung: Yrama Widya, 2015
Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Mitra Pelajar, 2005
James F. Engel & Roger D. Blackwell & Paul W. Miniard, Jilid I, Edisi 6,
Binarupa Aksara, 1994
Jawa Bendi. R.Kristoforus, dkk. Modul Aplikasi Komputer II, Palembang: FSEI,
2011
Kotler. Philip dan Amstrong. Gary, Dasar-dasarPemasaran, Jakarta: Prenhalindo,
1997
Kotler. Philip, Amstrong. Gary, Dasar-dasar Pemasaran Principles of Marketing
7e, jilid 1, Jakarta: Prenhallindo, 1997
Kotler. Philip, Manajemen Pemasaran di Indonesia buku 1, Salemba Empat,
Jakarta, 1999
Kotler. Philip, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan
Pengendalian, Jakarta: Erlangga, 2003
M.Echols. John, Shadily. Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia,
1990
Mohd Hatta. bin., Zulhelmy, Isu-isu Ontemporer Ekonomi dan Keuangan Islam,
cetakan ke 1, Bogor: Al Azhar, 2013
Muflih. Muhammad, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
57
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta, 2004
Muhammad, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002
Mukarram al-Anshari, bin,. Muhammad. Jamal al-Din yang terkenal dengan
sebutan Ibn Manzhur, lisan al-Arab, (t.t: Dar al-Ma’arif, tth), juz XIII
Nasib ar-Rifa. Muhammad, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
trj. Syihabuddin, Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 2005
Nasib ar-Rifa. Muhammad, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
trj. Syihabuddin, Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 2005
Nasib ar-Rifa. Muhammad, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
trj. Syihabuddin, Jilid 1, Jakarta: Gema Insani, 2005
Nasib ar-Rifa. Muhammad, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
terj. Syahabuddin, Jilid 3, Jakarta: Gema Insani, 2005
Nawawi. Ismail, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Surabaya: PPM, 2010
P.Stephen. Robbins, Prilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta, 2004
Peter. Paul, Consumer Behavior Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran,
Jakarta: Erlangga, 2000
Qaradhawi. Yusuf, Halal dan Haram Dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk,
Surabaya: Karya Utama, 2003
Qaradhawi. Yusuf, Halal Haram dalam Islam, cet pertama, Solo: Era Intermedia,
2000
Qaradhawi. Yusuf, The Lawful and The Prohibited in Islam, terj. Kamal el
Herbawy, dkk. Malaysia: Zafar Sdn. Bhn, 2001
Rahman Shaleh. Abdul dan Abdul Wahab. Muhib, Psikolohi Suatu Pengantar
dalam Perspektif Islam, Jakarta: Prenada Media
Ridwan, Dasar-dasar Statistik, cet. 12, Jakarta: Alfabeta, 2014
Rohmad, Supriyanto, Pengantar Statistika: Panduan Praktis bagi Pengajar dan
Mahasiswa, Yogyakarta: Kalimedia, 2015
Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Manusia,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015
58
Sa’ad Marthon. Said, Ekonomi Islam ditengah Krisis Ekonomi Global, Jakarta:
Zikrul Hakim, 2004
Saifullah. Edyson, Ekonomi Pembangunan Islam, Bandung: Gunungdjati Press,
2012
Seefudin. Asep, Anwar. Khairil, dkk, Statistika Dasar, cet.2, Jakarta: Grasindo,
2013
Simamora. Bilson, Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2004
Sinamora. Henry, Manajemen Pemasaran Internasional, Jakarta: Salemba Empat,
2000
Sudjana, Metode Statistik, Bandung: Trasito, 2005
Sugiyono, MetodePenelitianBisnis, Bandung: Alfabeta, 1999
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, cet.ke-4, Bandung: Alfabeta, 2002
Sukestiyarno, StatistikDasar, Yogyakarta: Andi Offset, 2014
Sumarwan. Ujang, Perilauku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
Sunyoto. Danang, Konsep Dasar Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen,
Yogyakarta: CAPS, 2012
Sunyoto. Danang, Konsep Dasar Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen,
Yogyakarta: CAPS, 2012
Sunyoto. Danang, Metologi Penelitian untuk Ekonomi, Yogyakarta: CAPS, 2011
Suryani, Hendriyadi, Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi pada
Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam, Jakarta: Pramedia
Group, 2015
Suryani, Tatik. Prilaku Konsumen Implikasi pada Strategi Pemasaran,Edisi
Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008
Swastha. Basu, Azas-azas Marketing, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998
59
Tjiptono. Fandy, Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi Offset, 2008
Umar Chand. Muhammad, Halal dan Haram The Prohibited and The Permitted
Foods dan Drinks, Kuala Lumpur: Zafar Sdn. Bhd, 1995
Widoyoko. Eko Putra, Teknik Penyusunan Intrumen Penelitian, Jakarta: Pustaka
Pelajar, 2012
Tesis dan Disertasi:
Ayu Diah Indrawati. Anak Agung, Perlindungan Hukum Konsumen Dalam
Pelabelan Produk Pangan, tesis, Denpasar: Universitas udayana, 2011
Ishak. Farhana, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gelagat Pembelian
Pengguna Terhadap Produk Halal, Tesis, Malaysia: Universiti Utara
Lutfi Masduki. Nadia, Agenda Media Dalam Membahas Isu-isu Produk Halal
Studi Analisi Isi Tentang Pemberitaan Isu-isu Produk Halal Surat Kabar
Di Indonesia Tahun 1996-2011, Tesis, Jakarta: Universitas Indonesia,
2012
Sopa, Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia: Studi Atas Fatwa Halal MUI
Terhadap Produk Makanan, Obat-obatan, dan Kosmetik, Disertasi,
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008
Zainul Fuad. Iwan, Kesadaran Hukum Pengusaha Kecil Di Bidang Pangan
Dalam Kemasan Di Kota Semarang Terhadap Regulasi Sertifikasi
Produk Halal, Tesis, Semarang: Universitas Diponegoro, 2010
Makalah dan Artikel:
Ari Pujiono, Teori Konsumsi Islam, www. Slideshare.net/brajamas/faktor-yang-
mempengaruhi-tingkat-konsumsi
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2014
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2016
Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktoral Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Departemen Agama, Modul
Pelatihan Auditor Internal Halal, Jakarta: Departemen Agama, 2003
60
Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktoral Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Departemen Agama, Modul
Pelatihan Auditor Internal Halal, Jakarta: Departemen Agama, 2003
Becky Ip (Deputy Executive Director Hong Kong Tourism Board di Hotel
Pullman, Central Park Jakarta)
Christina Andhika Astyanti, Artikel: Hong Kong Tetapkan Tujuan Jadi Destinasi
Wisata Ramah Muslim, http://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20150302173025-269-36149/hong-kong-tetapkan-tujuan-jadi-
destinasi-wisata-ramah-muslim/
Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Auditor Internal Halal, Jakarta:
Departemen Agama RI, 2003
Esthi Maharani, Artikel: Jumlah Produk Yang Memperoleh Sertifikasi Halal MUI
Meningkat,
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/17/nf6oac-
jumlah-produk-yang-memperoleh-sertifikasi-halal-mui-meningkat
faridwajdi.info
http://www.halalmui.org/
Ibnu Syafaat, Artikel: MUI baru Keluarkan 13.136 Sertifikat Halal dari jumlah
155.774 Produk yang Beredar, Jumat, 28 Februari 2014,
http://www.hidayatullah.com/none/read/2014/03/01/17428/mui-baru-
keluarkan-13-136-sertifikat-halal-dari-jumlah-155-774-produk-yang-
beredar.html
Keputusan RI
Nadirsyah Hosen, “Hilal dan Halal: How to Manage Islamic Pluralism in
Indonesia?,” dalam Asian Journal of Comparative Law, Vol. 7:Iss. I,
2012
Rahma, Maulidia,”Regulasi dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen,” dalam
Justitia Islamica, Vol. 10 No. 2 Juli-Desember, 2013
Redaksi Palpres, Headline News, Palembang
Retno Sulistyowati, “Labelisasi Halal”, www.esqmagazine.com
Tribun Batam
Undang-Undang Kesehatan