BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Musik sebagai suatu aktivitas budaya merupakan produk
jenis perilaku manusia yang bermaksud memuaskan rangkaian
sejumlah kehidupan untuk kebutuhan naluriakan keindahan,1 yang
khusus secara imajinatif membantu manusia menerangkan,
memahami dan menikmati hidup dengan menggunakan kemampuan
estetisnya. Musik memiliki fungsi yakni sebagai pengungkapan
emosional, kepuasaan estetis, hiburan, sarana komunikasi,
persembahan simbolis, respon fisik sebagai keserasian norma
masyarakat, pengukuran institusional dan agama, sarana
kelangsungan dan stabilitas kebudayaan serta integritas
masyarakat.2
Musik tradisi biasanya berasal dari makna luapan ekspresi
masyarakat, sejarah, dan kehidupan masyarakat yang terdiri dari
fungsi, bentuk, sejarah dan ciri khas dari wilayah tersebut.3Musik
1Malinowski. 1987.“Teori Fungsional dan Struktural”,dalam
Koentjaraningrat. Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 171. 2Allan P. Merriam. 1964.“The Anthropology of Musics”.Bloomington:
Northwestern University Press. Hal. 219-226. 3Philip V. Bohlman. 1988.“The Study of Folk Music in the Modern
World”.Indiana University Press. Hal.16.
2
tradisional adalah musik yang repertoarnya (kumpulan komposisi
siap pakai), struktur, idiom, instrumentasi serta gaya maupun
elemen-elemen dasar komposisi ritme, melodi, modus atau tangga
nada tidak diambil dari repertoar atau sistem musikal yang berasal
dari luar kebudayaan masyarakat pemilik musik dimaksud. Dengan
kata lain, musik tradisional adalah musik yang berakar pada tradisi
salah satu atau beberapa suku di suatu wilayah tertentu.
Musik kemudian berkembang sebagai ritual yang sering
diadakan. Misalnya dalam pesta adat atau upacara ritual yang lain,
masyarakat Batak Toba selalu membutuhkan iringan musik dari
seorang pargonsi4dalam berjalannya pesta adat tersebut. Musik
Batak yang digunakan untuk upacara-upacara ritual seperti
gondang.5Gondang sebagai budaya musik yang hidup ditengah-
tengah masyarakat suku Batak memiliki peran dalam ritual
kepercayaan masyarakat Batak Toba. Pengertian gondang sebagai
seperangkat alat musik Batak sebagai kumpulan alat-alat musik
tradisional Batak Toba terbagi menjadi dua bagian yaitu;
Gondang Sabangunan terdiri dari ogung yang terdiri atas ogung oloan,
ogung ihutan, ogung doal, ogung panggora sebagai pembawa ritme
4Pargonsi(dibaca pargosi atau pargoci) merupakan kelompok musik
tradisional dalam suku Batak Toba. 5Gondangmenurut istilah Batak untuk menyebut suatu lagu Batak Toba
baik vokal maupun instrumental dan juga ditujukan untuk alat musik atau ensambel/orkes tertentu yang biasa dipakai untuk mengiringi tari-tarian (Tor-tor).
3
konstan, hesek (plat logam atau botol kosong) sebagai pembawa ritme
konstan, gordang (single head drum) sebagai pembawa ritme variabel,
odap (double head drum) sebagai pembawa ritme variabel, taganing
sebagai ritme variabel dan melodi variabel dan sarune bolon6 sebagai
pembawa melodi dan gondang hasapi yang terdiri dari sarune etek,
sulim, garantung, hasapi, odap dan hesek.
Interaksi dengan agama dan nilai-nilai Barat
menggoncangkan kebudayaan tradisi Batak Toba sampai ke akarnya.
Sebelum masuknya agama Kristen dan Belanda di tanah Batak
melalui revolusi masyarakat Batak Toba bersifat konservatif (kolot).
Masyarakat Batak Toba hanya ingin memelihara unsur-unsur tradisi
dan diberi tempat oleh kosmologi tradisional.7 Abad ke-19 suku
Batak Toba masih hidup terisolasi (splendid isolation) di sekitar
daerah Danau Toba Tapanuli Utara di Sumatera Utara dan masih
memegang teguh kepercayaan tondi (batin) dan begu (setan/roh
halus), yakni yang berhubungan dengan roh-roh orang yang sudah
meninggal.
Budaya-budaya asing masuk dan membuka cakrawala baru
bagi kebudayaan ke arah modernisasi terutama bidang kepercayaan
6Sarune bolon termasuk jenis alat musik tiup double reedyang berasal dari
Batak Toba yang menghasilkan bunyi akibat getaran udara (aerophone). 7Philip L. Tobing, The Structure of Batak Belief in The High God, (Amsterdam:
Jacob Van Campen, 1959), 19.
4
dan pendidikan serta aspek lainnya, yakni aspek sosial, ekonomi dan
budaya. Menurut gereja Kristen, musik gondang berhubungan
dengan kesurupan, pemujaan roh nenek moyang dan agama Batak
asli (Parmalim) yang terlalu bahaya untuk dimainkan lagi. Sewaktu
misionaris Ludwig Ingwer Nommensen membawa agama Kristen dan
pendidikan ke Tanah Batak Toba, orang Batak Toba mulai
bersentuhan dengan dunia modern. Agama Kristen masuk
bersamaan dengan pendidikan Barat yang membawa perubahan dan
melahirkan golongan berpikiran maju. Jumlah orang yang berpikiran
maju ini makin lama bertambah besar seiring dengan didirikannya
lembaga-lembaga pendidikan oleh para misionaris.8
Penyebaran Kristen mendapat dukungan dari penguasa
setempat, seperti Pontas Lumbantobing seorang Batak Toba yang
pertama dibaptis di Tanah Batak Toba. Masuknya penguasa lokal
mendorong banyak penduduk yang mengikuti jejaknya memeluk
agama Kristen. Setelah membaptis penguasa ini, Nommensen
memindahkan tempat kediamannya ke sebelah Utara pantai Danau
Toba dan merencanakan memimpin sendiri pekerjaan penyebaran
Kristen. Pada tahun 1885, pendeta pertama ditahbiskan dan sampai
tahun 1901 sebanyak 48.000 orang Batak Toba telah dibaptis. Agama
8 Lothar Scheiner,Adat dan Injil: Perjumpaan Adat Dengan Iman Kristen di
Tanah Batak Toba,(Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 8.
5
Kristen cepat berkembang karena orang Batak Toba membuka diri
terhadap amanat Kristen dan pemerintah kolonial. Mereka mulai
menjalani dunia baru sebagai lingkungan hidup mereka, baik dari
sudut keagamaan maupun dari sudut pemerintahan. Oleh karena
itu, mereka melepaskan agamanya sendiri yaitu Parmalim, sehingga
menjadi Kristen dan menjadi Batak Toba telah dianggap sama.
Kombinasi agama Kristen dan pendidikan ditambah lagi
adanya kebijakan pemerintah kolonial yang menguntungkan mereka
mendorong orang Batak Toba melakukan migrasi mencari kekayaan
dan kekuasaan di luar daerah asalnya. Pada masa prakolonial, Tanah
Batak Toba merupakan wilayah yang tertutup dan komunikasi
dengan dunia luar sangat terbatas karena letaknya di pedalaman dan
bergunung membuat wilayahnya sukar ditembus orang luar.9
Akibatnya, wilayah ini jarang dikunjungi orang dan penduduknya
hidup terpencil di pedalaman. Penduduk tinggal di dusun-dusun
kecil, yang diikat kuat oleh adat budayanya. Pertengkaran,
persaingan dan konflik tertutup maupun terbuka, termasuk konflik
antar-marga selalu terjadi diantara orang Batak Toba.10
9 Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status dan Kekuasaan Orang
Batak,(Yogyakarta: Jendela,2002). 10Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak
Toba Hingga 1945,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), 47-56.
6
Misionaris-misionaris yang pernah memasuki daerah ini,
yang menjadi pelopor keterbukaan dan pembuka akses kemajuan
bagi orang Batak Toba ke dunia luar adalah Ludwig Ingwer
Nommensen. Penginjil yang paling berpengaruh ini adalah seorang
misionaris gelombang kedua yang memasuki Tanah Batak Toba dari
serentetan pengutusan misionaris Rheinische Missions Gesellschaft
(RMG), Jerman.11Rheinische Missions Gesellchaft (RMG) berdiri di
Barmen, Jerman, 23 September 1828 sebagai gabungan beberapa
zending. RMG adalah produk semangat dan aliran Pietisme yang
bergabung dengan semangat dan gerakan kebangunan rohani dan
kebangunan pekabaran Injil di Inggris. Selain itu, mempengaruhi dan
mewarnai wawasan tokoh-tokoh RMG ini termasuk wawasan
pendidikan.12
Pada tahun 1862, kedatangan Ludwig Nommensen ke Tanah
Batak Toba merupakan masa dimulainya pengkristenan di wilayah
ini.13Pada awal abad ke-20, Nommensen meminta pemerintah
kolonial Belanda melarang permainan musik gondang. Pada tahun
1938, larangan ini bertahan hampir empat puluh tahun dan menjadi
11Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak
Toba,(Jakarta: Gunung Mulia, 1998),83. 12Lothar Scheiner, Nommensen in His Context- Aspects of A New Approach,
Reiner Carle (ed.) Cultures and Societies of North Sumatra, (Hamburg: Reiner, 1987),
179-187. 13 J. R. Hutauruk, Ludwig Nommensen Sebagai Tokoh Penginjil Di Tanah
Batak TobaImmanuel: Surat Parsaoran ni HKBP No. 9 Tahun 1999, 17.
7
suatu ancaman bagi tradisi Batak Toba dan musik gondang. Pada
tahun 1910, terjadi migrasi ke kota terhadap masyarakat Batak Toba.
Pada tahun 1950-an, setelah Indonesia merdeka, migrasi terus
bertambah banyak dan mengakibatkan sebagian orang Batak
meninggalkan banyak aspek bahasa, kebudayaan, dan tradisinya.
Misalnya zaman sekarang dalam upacara pernikahan, hanya
menggunakan musik pengiring yaitu keyboard tunggal. Kebanyakan
dalam upacara pernikahan Batak Toba yang modern menganggap
penggunaan musik keyboard atau musik tiup (brass band)
merupakan instrumen yang lengkap dalammemainkan lagu-lagu pop
Batak atau pop Barat dan sebaliknyapenggunaan ansambel musik
gondang dianggap konservatif (kolot).14Instrumen tradisional Batak
Toba, misalnya gondanghampir jarang ditemui dalam suatu
pertunjukkan musik, selain upacara adat, kematian, kelahiran dan
ucapan syukur.
Menurut Kamus Collins English Dictionary yang diterbitkan
oleh Harper Collins Publishers,definisi world music berarti popular
music of various ethic origins and styles outside the tradition of
Western pop and rock music(musik populer yang berasal dari etnis,
14Lihat Toba Pardede‟s Blog Budaya dan Sejarah. 2013. Sumber: http:
togapardede.wordpress.com. page 14 diakses pada tanggal 03 Maret 2014 jam
10.30 WIB.
8
dengan gaya dan jenis diluar tradisi pop Barat dan musik rock).
Secara harfiah, world music bisa diartikan sebagai musik dunia.
Percepatan pembangunan sistem nilai modern bersifat mengadaptasi
dan pengadopsi budaya barat melalui impor karya fisik yang gencar
melalui globalisasi.
Dampak modernisasi dari teknologi media barat seperti MTV
telah menghilangkansebagian rasa memiliki akan budaya dan
kearifan lokal yang kaya akan makna luhur. World music dapat
diartikan sebagai musik yang nyata menggunakantangga nada etnik.
Secara musikalitas terjadi suatu perubahan dan tidak selalu
ditampilkan langsung dengan alat musik tradisional seperti Gondang
Sabangunan (Batak Toba). Ada beberapa pertentangan tentang
definisi world music. Sebagian pengamat musik berpendapat world
music merupakan semua musik yang ada didunia. Terminologi lain
mengatakan world music sebagai klasifikasi musik yang
menggabungkan gaya musik populer Barat dengan banyak aliran dari
non-Barat yang pada masa sebelumnya disebut dengan Folk Music
atau musik etnik.
Musik etnik merupakan musik yang lahir dan berkembang
pada kebudayaan bangsa- bangsa seperti Asia, Afrika, India, Amerika
Latin, Timur Tengah. Dengan kata lain, musik etnik merupakan
9
suatu tradisi musik yang diluar tradisi musik klasik Eropa seperti
yangdikenal selama ini. Dari segi modus tangga nada musik etnik
sangat berbeda dengan tradisimusik Eropa yang menggunakan
tangga nada diatonis sedangkan musik etnik menggunakan tangga
nada pentatonis. Musik etnik menggunakan alat musik etnis dari
bangsa-bangsa diluar Eropa, yang sebagian masyarakat Eropa sangat
unik dan menjadi bahan penelitian bagi para etnomusikologi. Musik
etnik dan alat musik etnik memiliki nilai sakral dalam setiap
pertunjukan upacara. Misalnya musik tradisi gondang sabangunan
yang tidak sembarangan dimainkan (sakral).
Lahirnya World Music
Sejak akhir Perang Dunia II, musik pop Amerika dan Inggris
mendominasi dunia. Lahirlah nama besar seperti Elvis Presley, The
Beatles,Ruben Stoddard dan The Jet. Aliran yang mendominasi
industri musik dunia pun hanya berkisar padablues, country &
western, jazz,rock, soul, disko, hip hop, rap. Industri musik dunia
mulai mengalami kejenuhan dengan musik populer yang sepertinya
kehabisan ide untuk menggali berbagai jenis aliran musik yang akan
dijual.
World music sebagai sebuah genre untuk mengkategorikan
musik yang berada diluar pengaruh dari musik barat dan dikaitkan
10
dengan musik etnis dan musik lokal dari suatu daerah world music
berhubungan dengan berbagai tempat berbeda di dunia dan masa
modern dengan gaya musik pop saat ini. World music merupakan
suatu genre dimana budaya tradisi tidak terlepas dari proses
pendinamisan budaya yang harus dipahami sebagai suatu upaya
untuk mendorong terjadinyadinamika peradaban khususnya dalam
musik tradisional. Fenomena kontinuitas dan perubahan dilihat dari
keberadaan yang mulai berkembang. Dimana kontinuitas terjadi
karena adanya pelestarian dari para musisi yang melakukan cross-
cultural sehingga terjadi apa yang disebut sebagai cross-over music.
Ketika musisi dapat dengan mudah melakukan rekaman musik dan
pertunjukan musik dan menciptakan pembauran gaya musik.
Beberapa media elektronik seperti televisi memanfaatkan
fenomena world music seperti acara Horas (Indosiar), Dua Warna
(RCTI). Ketika minat generasi muda hilang akan budaya lokal,
sehingga lahir usaha untuk mempopulerkan dan memberdayakan
musik tradisional dengan menggabungkan aliran musik yang sudah
tidak asing di industri musik dunia seperti Pop, Rock, Jazz, R&B.
Beberapa seniman world music di Indonesia seperti Krakatau, Djaduk
Ferianto dan Viky Sianipar.
11
Namun, saat ini gondang keluar dari keterkungkungannya.
Gondang sudah berhasil merebut hati para pecinta musik dalam
negeri dan luar negeri, tanpa harus menghilangkan esensinya sebagai
bagian dari budaya bangsa Batak. Persoalan ini menarik untuk dikaji
baik dari sisi tekstual maupun kontekstual. Secara tekstual,
bagaimana perjalanan karier Viky Sianipar sebagai musisi Batak
Toba dan mengetahui unsur-unsur musikal Gondang Sabangunan
dihadirkan Viky Sianipar dalam lagu Palti Raja dimaksudkan untuk
mengkaji hal yang berkaitan tentang karya musik dari seorang musisi
yaitu Viky Sianipar. Secara kontekstualnya, mengkaji relevansi karya
musik Viky Sianipar dalam pelestarian musik tradisi Batak Toba.
Dari berbagai permasalahan di atas, penulis tertarik untuk
meneliti lebih lanjut kontinuitas dan perubahan gondang
sabangunan melalui lagu Palti Raja gubahan Viky Sianipar sebagai
upaya pelestarian musik Batak Toba. Viky Sianipar adalah seorang
musisi berdarah Batak kelahiran Jakarta, 26 Juli 1976. Viky memilih
untuk berkarir sebagai musisi yang menekuni aliran World Music.
World Music merupakan perpaduan antara musik etnik tradisional
dan musik modern.15
15Lihat Ensiklopedi Tokoh Indonesia Journalistic Biography tentang
Viky Sianipar. Sumber:http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/347-
12
B.Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, fenomena dari perubahan
dan kontinuitas gondang sabangunan melalui lagu Palti Raja
gubahan Viky Sianipar sebagai upaya pelestarian musik Batak Toba
bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai
faktor pendukung serta memiliki dampak sosial, budaya dan
ekonomi. Viky Sianipar pernah disebut sebagai “perusak” karena
menggubah musik tradisional Batak ke dalam format musik baru.
Viky menjadikan sebuah kritikan sebagai motivasi untuk
menciptakan dan menggali sebuah garapan musik. Menurut Viky,
musik adalah panggilan jiwa dan Batak adalah roh.
Berdasarkan penjelasan yang sudah diutarakan di atas, bisa
ditarik rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana perjalanan karier Viky Sianipar sebagai musisi Batak
Toba?
2.Bagaimana eksistensi gondang sabangunan pada masyarakat Batak
Toba dalam komposisi Palti Raja?
3. Bagaimana unsur-unsur musikal Gondang Sabangunan Viky
Sianipar dalam komposisi Palti Raja?
selebriti/2735populerkan-musik-tradisional diakses pada tanggal 03 Maret 2014 jam 10.35 WIB.
13
3. Apa relevansi karya musik Viky Sianipar dalam pelestarian musik
tradisi Batak Toba?
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
penelitian ini memiliki target tujuan dan manfaat penelitian. Selain
untuk menjawab dari rumusan masalah, penelitian ini bertujuan
untuk menambah wawasan khususnya mengenai sejarah gondang
khususnya gondang sabangunan dalam adat-istiadat di Batak Toba
dan kontinuitas dan perubahan gondang sabangunan melalui lagu
Palti Raja yang digubah oleh Viky Sianipar sebagai upaya pelestarian
musik Batak Toba. Misalnya dalam garapan musiknya yang
menggunakan alat-alat tradisional Batak Toba seperti sulim
(seruling), seperangkat gondang (gendang), ogung (gong) dan sarune
bolon (serunai).
D.Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk menghindari agar tidak
terjadi tumpang tindih terhadap topik dan permasalahan serta judul
yang sama dengan peneliti terdahulu. Diharapkan penelitian ini bisa
memecahkan masalah-masalah yang selama ini belum mendapat
perhatian dari peneliti terdahulu. Di sisi lain, keutamaan tinjauan
14
kepustakaan ini berfungsi untuk menemukan kerangka teori dan
konsepsi sebagai dasar pijakan dalam rangka memantapkan
pemecahan masalah-masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini.
Telaah dan kajian pustaka yang dapat membantu pengkajian
perubahan dan kontinuitas gondang sabangunan melalui lagu Palti
Raja gubahan Viky Sianipar sebagai upaya pelestarian musik Batak
Toba dapat diperoleh dari buku-buku dan hasil penelitian.
Ada beberapa penelitian yang langsung mempersoalkan isu
perubahan dan kontinuitas dalam dunia seni pertunjukan dan
merupakan bacaan awal yang mendukung dan memberi inspirasi
dalam menentukan topik penelitian ini. Salah satunya adalah buku
yang ditulis oleh Bruno Nettl yang berjudul “The Study of
Ethnomusicology: Thirty-one Issues and Concepts” tentang
Kontinuitas dan Perubahan Musik terjemahan (2005). Masalah yang
diangkat dalam buku ini adalah permasalahan tentang berbagai
perspektif mengenai perubahan dan kontinuitas musik. Bahwa
perubahan merupakan sesuatu yang terus menerus dan
membandingkan musik pada berbagai titik sejarahnya, melacak asal
usul serta hubungan-hubungan terdahulu dan temporal diantara
repertoar-repertoar, bagian-bagian, komposer-komposer, serta
berbagai aliran musisi. Etnomusikologi mengkaji budaya musik
15
sebuah masyarakat melalui pengamatan saat ini. Dunia terus-
menerus pasti berubah, permasalahan yang muncul adalah
memperoleh sebuah pengertian terkait keteraturan dari kepingan-
kepingan dalam sebuah sistem musik yang mengalami perubahan.
Kita dapat terus menggunakan berbagai konsep isi (content) dan gaya
(style). Intinya sebuah bagian musik sama seperti dengan sebuah
lagu atau rangkian nada kemungkinan berubah.
Kajian tentang perubahan musikal pernah ditulis oleh Tesis
dari Lamasi Margaretha Silalahi untuk mencapai derajat Sarjana S-2
di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2002), dengan judul
Perubahan Musikal Masyarakat Batak Toba di Kotamadya Medan:
Penggunaan Dari Musik Gondang Sabangunan Ke Brass Band
(Instrumen Tiup Barat), menjelaskan tentang perubahan mencakup
perubahan pengertian, fungsi dan peranannya yang mempengaruhi
eksistensinya dalam budaya Batak dengan kehadiran musik brass
band dalam mengiringi tortor dan vokal. Proses modernisasi
mengakibatkan terjadinya perubahan teknologi, kebudayaan materil
dan kesempatan di bidang pendidikan yang bersifat Barat.
Perubahan tersebut berdampak pada simbol-simbol yang digunakan
dalam budaya khususnya dalam upacara adat. Adat sebagai sumber
identitas seorang Batak Toba merupakan suatu sistem dan tata nilai
16
yang dapat mengatur hidup mereka berdasarkan sistem sosial yang
disebut Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga) yakni: Dongan Sabutuha
atau Dongan tubu adalah keluarga dari satu garis keturunan baik
anak laki-laki maupun anak perempuan berdasarkan sistem garis
keturunan ayah (patrilineal), Hula-hula adalah keluarga istri dari
anak laki-laki dan Boru adalah keluarga suami dari anak perempuan.
Gondang sabangunan sebagai salah satu simbol budaya Batak Toba
bagian penting dari upacara adat mengiringi tari tortor diganti oleh
musik brass band (kelompok musik tiup logam) saat ini mulai
dikolaborasi dengan gondang sabangunan sehingga berdampak pada
perubahan musikalnya.
Selanjutnya, kajian tentang perubahan musik tradisi pernah
ditulis oleh Mauly Purba ditulis untuk kebutuhan Disertasi
Univeristas Monash Melbourne mengenai gondang sabangunan yang
berjudul Musical and Functional Change in The Gondang Sabangunan
Traditional of The Protestant Toba Batak 1860s-1990s with Articular
Reference to the 1980s-1990s (1998), yang berhasil meneliti
perubahan dalam fungsi, pengertian dan gaya musikal serta
dinamika dalam pertunjukan musik gondang sabangunan sebagai
instrumen musik yang digunakan pada upacara-upacara ritual
masyarakat Batak Toba dalam konteks pertunjukan dalam
17
komunitas kepercayaan animisme dan komunitas gereja Kristen
Protestan.
Tesis yang diselesaikan Andre Indrawan untuk mencapai
derajat Sarjana S-2 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1994),
berjudul “Kecapi Batak dan Musiknya Sebagai Salah Satu Ekspresi
Kultural Suku Batak”, dengan hasil penelitiannya yang membahas
instrumen kecapi sebagai salah satu instrumen yang digunakan
dalam ansambel gondang Batak Toba yang terdapat pada kelima sub
suku Batak. Instrumen kecapi ini tidak digunakan pada ansambel
gondang sabangunan tetapi yang memberikan salah satu perbedaan
instrumen yang digunakan pada ansambel gondang sabangunan.
Namun, kedua ansambel ini baik ansambel gondang sabangunan dan
ansambel gondang hasapi kedua-duanya memiliki fungsi yang sama
dalam kegiatan upacara ritual dan upacara adat baik sebagai musik
sekuler maupun musik tradisi (sakral).
Referensi bukuyang ditulis oleh Dosen Fakultas Seni
Pertunjukan Jurusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta ini berjudul Opera Batak Tilhang Serindo: Pengikat
Budaya Masyarakat Batak Toba di Jakarta (2000).16Buku acuan ini
merupakan tulisan yang berisi tentang sejarah dan perkembangan
16Krismus Purba, Opera Batak Tilhang Serindo: Pengikat Budaya
Masyarakat Batak Toba di Jakarta, (Yogyakarta: Kalika, 2002).
18
musik tradisional Batak Toba khususnya Opera Batak17 Tilhang
Serindo (Seni Ragam Indonesia) dan suatu kelompok musik
tradisional Batak Toba yang berusaha melestarikan dan
mengembangkan budayanya melalui pementasan cerita rakyat yang
dibawakan dan disesuaikan dengan sistem kepercayaan agama
Kristen khususnya dengan menyertakan musik gondang dan tari
tortor.Krismus Purba menulis buku ini untuk melacak sejarah
keberadaan Opera Batak klasik, yakni grup Opera Batak Tilhang
Serindo (Seni Ragam Indonesia). Penelitian yang dilakukan mulai dari
September 1999 hingga September 2000 ini, bertujuan untuk
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi grup Opera
Batak Tilhang Serindo, dengan menganalisis pertunjukan secara
total, baik aktivitas di atas panggung maupun diluar panggung, serta
konsep perkembangan kreativitas seniman baik secara kelompok
maupun individu. Namun, yang menjadi inti permasalahan dalam
tulisan Krismus Purba adalah orang Batak Toba yang tinggal di
metropolitan Jakarta mensuplai keseniannya. Religi tradisional yang
kuat, intensitas tantangan hidup yang tinggi, keharusan berpegang
teguh kepada adat, ulet mempertahankan kesukuan, menghadapi
17 Opera Batak merupakan seni pertunjukan masyarakat Batak Toba
yang melibatkan/menggabungkan seni teater, musik, tari dan nyanyian (vokal).
19
tantangan kehidupan, adalah hal yang membentuk kepribadian
orang Batak.
Selanjutnya, buku acuan yang ditulis oleh Batara Sangti yang
berjudul “Sejarah Batak”(1977). Buku ini berisi tentang pengenalan
instrumen tradisional Batak Toba khususnya Gondang Batak
Toba.18Sangti menjelaskan bahwa Gondang Batak Toba terdiri dari
lima buah gendang (taganing), empat buah gong (ogung sabangunan)
dan sebuah alat tiup berlubang lima yang disebut dengan Sarune,
namun ensambel tersebut baru bisa dikatakan lengkap apabila
disertai dengan hesek.19
Achim Sibeth, The Batak: People of the Island of Sumatra. (New
York: United States of America, 1991). Buku ini berisi sejarah
masyarakat Batak di Sumatera Utara meliputi Batak Toba, Karo,
Pakpak, Simalungun, dan Angkola. Buku ini menjelaskan tentang
pengenalan kehidupan masyarakat Batak dalam sistem ekonomi
kehidupan, kepercayaan pertama, literatur dan peninggalan Batak
meliputi kesenian, bangunan dan kerajinan.
Sejauh ini pengangkatan pada tesis yang hampir serupa tidak
ditemukan. Beberapa buku dan tesis yang telah dijelaskan di atas,
18 Batara Sangti, Sejarah Batak,(Balige: Karl Sianipar Company, 1977). 19Hesekmerupakan alat musik yang berasal dari botol minuman yang
dipukul-pukul dengan sendok atau potongan besi berfungsi sebagai pemberi tanda ketukan.
20
menjadi pijakan awal dan menjadi rujukan untuk permasalahan
penelitian. Selain itu dari beberapa buku dan tesis tersebut, tidak
ditemukan pembahasan yang serupa dengan pembahasan yang akan
dibahas oleh peneliti. Tulisan-tulisan Lamasi Margaretha Silalahi,
Mauly Purba dan Andre Indrawan hanya membahas tentang sejarah,
fungsi dan perubahan musikal dari Gondang Sabangunan Batak
Toba. Sedangkan Krismus Purba hanya membahas mengenai
peranan Opera Batak Tilhang Serindo sebagai pengikat budaya
masyarakat Batak Toba di Jakarta, tetapi tidak ditemukan kajian
yang mengangkat permasalahan seperti dalam tesis ini.Kajian
kontinuitas dan perubahan musik gondang sabangunan Batak Toba
dalam gubahan lagu Palti Raja oleh Viky Sianipar merupakan
penelitian yang orisinal dan belum pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya.
E. Landasan Teori
Landasan teori merupakan suatu perangkat untuk melakukan
penelitian dalam menyelidiki masalah yang diteliti, menyusun bahan
yang diperoleh, analisis sumber dan analisis hasil temuan di
lapangan.20Teori juga dapat berarti sebagai suatu analisa terhadap
suatu hal yang sudah terbukti dan teruji kebenarannya. Teori juga
20Lexy J. Moleng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), 14.
21
merupakan landasan untuk berfikir secara ilmiah untuk menguji,
membandingkan atau menerapkan untuk objek penelitian.Untuk
mengupas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, tidak
hanya memakai prinsip dari satu disiplin ilmu, namun memerlukan
ilmu bantu yang sesuai. Seperti yang dikemukakan sebelumnya,
penelitian iniakan mempermasalahkan kenyataan kontinuitas dan
perubahan musik Gondang Sabangunan Batak Toba. Untuk
kebutuhan penjelasan gejala tersebut akan dipaparkan teori sosial
yang dipandang relevan untuk membantu menjelaskannya. Teori
yang akan dipakai dalam tulisan ini adalah teori etnomusikologi dari
buku The Study of Ethnomusicology: Thirty-one Issues and Concepts
yang dipaparkan oleh Bruno Nettl.
Etnomusikologi adalah kajian teori yang bersifat interdisiplin
terdiri dari musikologi, antropologi, sosiologi dan disiplin ilmu lainnya
di dunia musik. Etnomusikologi mencoba untuk memahami sebuah
fenomena budaya musik atau sebuah fenomena dimana musik
sebagai bunyi, dan musik sebagai budaya. Literatur etnomusikologis
memfokuskan kepada fakta atas terjadinya hal-hal apa yang terjadi
berimplikasi pada proses dan perubahan. Para etnomusikolog
dihadapkan dengan berbagai peristiwa di masa lalu atau perubahan-
perubahan masa kini berupaya untuk menginterpretasikan hal ini
22
dalam kaitan dengan perbandingan lintas budaya atau dalam
konteks beberapawilayah (domain) kebudayaan, mencari regularitas
atau norma-norma sertamengembangkan berbagai teori tentang “apa
yang terjadi, atau apa yang mungkinterjadi atau apa” yang terjadi”
dalam keadaan-keadaan tertentu.21Para etnomusikolog membuat
perbandingan sinkronik dengan melihatmusik sebagai sesuatu yang
tidak berubah atau perubahan dianggap sebagaisesuatu yang tidak
penting, menggangu, sesuatu yang dikecualikan dan sesuatu yang
mengotori. Kesemuanya mengesampingkan keyakinan yang
berkembangluas dalam etnomusikologi sebagai sebuah bidang yang
mempertahankan berbagaitradisi yang menghilang dan akhirnya
mengungkap asal usul berbagai musik.
Dunia yang terus menerus berubah memperoleh sebuah
pengertian terkait keteraturan dari kepingan-kepingan dalam sebuah
sistem musik yang mengalami perubahan. Akan tetapi, biasanya
perubahan dalam konseptulisasi dan perilaku musik dalam berbagai
kegunaan dan fungsi musik, tanpa diikuti oleh perubahan-
perubahan dalam bunyi musik. Intinya bahwa perubahan musik,
21 Bruno Nettl, “The Study of Ethnomusicology: Thirty-one Issues and
Concepts”tentang Kontinuitas dan Perubahan Musik, (Urbana dan Chicago:
University of Illinois Press, 2005),275.
23
dilihat secara luas merupakan sebuah fenomena yang cukup
kompleks.22
Beberapa tipe perubahan mengasumsikan bahwa kontinuitas
dalam sejumlah elemen budaya musik, berlawanan dengan elemen-
elemen lain yang berubah sehingga dapat diukur. Pertama, jenis
perubahan dalam masyarakat (population) yang memiliki dan
melestarikan sebuah sistem musik meninggalkan sistem musik
untuk beralih ke sistem musik yang lain. Kedua, perubahan radikal
dalam sebuah sistem musik, dimana bentuk baru jelas dapat dilacak
melalui sejumlah cara terkait bentuknya yang terdahulu dan mudah
untuk diilustrasikan. Ketiga, ketika penyejajaran “kontinuitas” dan
“perubahan” masih belum pasti, bahwa sistem musik apapun
mungkin mengandung dan membutuhkan sejumlah perubahan
sebagai bagian dari karakter yang mendasar. Keempat, untuk
berbagai artefak musik seperti lagu atau kelompok-kelompok,
repertoar-repertoar, sejumlah variasi individual tertentu tidak
dianggap sebagai suatu perubahan. Sebuah lagu rakyat mungkin
dinyanyikan berbeda-beda oleh seorang penyanyi dalam kesempatan
yang berbeda-beda, tiap pertunjukan menunjukkan perubahan dari
22Bruno Nettl , Op.cit, 276.
24
pertunjukan yang sebelumnya, akan tetapi artefaknya tetap
merupakan sebuah unit pemikiran musikal yang tidak berubah.23
Sebuah sistem musik melakukan perubahan, tetapisebuah
masyarakat jarang menggantikan sebuah sistem musik dengan
sistem musik yang lainnya secara total. Bagaimanapun kita
cenderung menanyakan mengapa terjadi perubahan musik tetapi
ketika perubahan merupakan sebuah norma dalam kebudayaan
dandalam musik, kita seharusnya melontarkan pertanyaan yang
berlawanan, yakni mengambil semua kemungkinan, apakah ada
kondisi-kondisi budaya atau sosial dimana musik tidak berubah atau
dimana perubahan radikal atau bahkan perubahan yang bertahap
dihindari.
Literatur etnomusikologi tidak banyak menggeneralisasikan
terkait pertanyaan ini, tetapi ada sejumlah kemungkinan: (1)
perubahan musik merupakan pantangan atau berjalan lebih lambat
dalam masyarakat dengan teknologi yang minim, (2) perubahan
musik dapat berlangsung lambat dalam masyarakat yang sistem
musiknya melalui perubahan-perubahan terdahulu telah diadaptasi
dengan sistem sosial dengan kadar penyempurnaan dan
membutuhkan adaptasi dan diasumsikan bahwa perubahan musik
23Bruno Nettl , Op.cit,277-278.
25
merupakan strategi adaptatif terhadap konteks budaya yang relatif
tidak berubah, (3) kemungkinan bahwa sistem-sistem musik
mengalami penurunan dimana musik dianggap berubah dan (4)
sebuah musik kemungkinan menentang perubahan yang
diasosiasikan secara eksklusif dengan domain-domain kebudayaan
yang berubah.Misalnya agama merupakan contoh yang paling jelas
dan musik religius dalam berbagai masyarakat mengalami perubahan
lebih sedikit daripada musik-musik sekuler.24
Perubahan fungsi yang terjadi pada gondang sabangunan dari
masa lalu hingga sekarang, dilihat dengan menggunakan teori
perubahan dari Alvin Boskoff yaitu adanya perubahan eksternal dan
perubahan internal. Perubahan eksternal memandang bahwa inti
terjadinya perubahan budaya disebabkan oleh adanya kontak antar
budaya yang berbeda, sedangkan perubahan internal disebabkan
oleh adanya dorongan perubahan dari pemain gondang sabangunan
itu sendiri.25
Teori perubahan dari Barnett juga dapat membantu dalam
pembahasan penelitian ini. Pada dasarnya, teori ini menyatakan
bahwa perubahan juga disebut inovasi yaitu perubahan yang terjadi
24Bruno Nettl , Op.cit, 279. 25 Alvin Boskoff, Recent Theories of Social Change, dalam Werner J.
Cahnman dan Alvin Boskoff, ed. Sociology and History, (London: The Free Press of
Glencoe, 1964), 143-147.
26
sebagai ide baru dan disajikan kepada masyarakat yang kemudian
diterima oleh masyarakatnya.26
Menurut R.M. Soedarsono dalam buku Metodologi Penelitian
Seni dan Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, seni pertunjukan dibagi
atas dua kelompok utama, yaitu fungsi primer dan sekunder dari
seni pertunjukan. Terbagi atas 3 fungsi yaitu: (1) Sebagai sarana
ritual. Penikmatnya adalah kekuatan-kekuatan yang tak kasat mata;
(2) Sebagai sarana hiburan pribadi. Penikmatnya adalah pribadi yang
melibatkan diri dalam pertunjukan; dan (3) Sebagai presentasi estetis
yang pertunjukannya harus dipresentasikan atau disajikan kepada
penonton.27
Keberadaan musik Gondang Sabangunan bagi masyarakat
Batak Toba memiliki fungsi dan peranan dalam konteks budaya.
Untuk mengkaji hal tersebut, diperlukan teori Alan P. Merriam yang
menjelaskan 10 fungsi musik yaitu: (1) pengungkapan emosional; (2)
kepuasan estetis; (3) hiburan; (4) sarana komunikasi; (5)
persembahan simbolis; (6) respon fisik; (7) keserasian norma
masyarakat; (8) pengukuhan institusional dan upacara agama; (9)
26 Barnett, Change and Continuity, dalam John E. Kaemar, Music in Human
Life“Anthropological Perpectives on Music”, (Amerika: University of Texas Press,
1993), 173. 27 R.M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,
(Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001), 170.
27
sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaan; serta (10) fungsi
integritas masyarakat.28
F.Metode Penelitian
Berdasarkan topik permasalahan dan tujuan penelitian tentang
seni pertunjukkan yang kontekstual, maka penelitian ini lebih
bersifat menerangkan atas pengujian hipotesis dari berbagai variabel
yang memberikan tekanan pada aspek kualitatif. Penelitian kualitatif
dikatakan sebagai penelitian yang menggunakan pendekatan
diakronis dan sinkronis, atau disebut dengan pendekatan multi
disiplin.29 Oleh sebab itu, pendekatan multi disiplin diperlukan
dalam penulisan ini yakni untuk melihat elemen-elemen yang
terkandung dalam ansambel gondang sabangunan Batak Toba dan
elemen-elemen yang mendukung keberadaan / eksistensi ansambel
gondang sabangunan.
Metode yang digunakan adalah metode sejarah diakronis.
Sejarah adalah proses, sejarah adalah perkembangan.30Menurut
John Galtung dalam buku Theory and Method of Social Research,
sejarah merupakan ilmu diakronis (diachronic menurut bahasa Latin
28 Alan P. Merriam, The Anthropology of Music, (North Western: University
Press, 1987), 219-226. 29R. M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,
(Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 1999), 82. 30 Periksa Kuntowijoyo,Pengenalan Sejarah, Kutipan dari: Dilthey, Pattern &
Meaning, 51, General Introduction oleh H. P. Richman, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2008), 5.
28
adalah melalui dan chronics adalah waktu. Sejarah disebut ilmu
diakronis, sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang
dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas.31
Peneliti menggunakan pendekatan studi kasus yang memiliki
kesamaan dengan studi tokoh dalam batas-batas tertentu.
Pendekatan studi kasus yang digunakan umumnya berupa studi
tokoh, terutama apabila peneliti berhadapan dengan seorang
informan yang tidak memiliki karya yang berbentuk dokumen
sehingga data yang lebih banyak diperoleh berasal dari hasil
wawancara. Studi kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan data
melalui wawancara dengan seseorang sebenarnya identik dengan
studi tokoh.
Studi kasus dan studi tokoh yang dilakukan peneliti adalah
penggalian informasi tentang seseorang yang bersifat mendalam dan
terfokus pada persoalan yang berkaitan dengan suatu bidang
keilmuan tertentu.32 Persoalan memerlukan suatu pendekatan
sebagai perspektif untuk melihat permasalahan secara mendalam
dan terfokus. Tesis ini menggunakan pendekatan etnomusikologi
sebagai perspektif untuk melihat persoalan yang terjadi pada musik
31John Galtung, Theory and Method of Social Research, (New York: Columbia
University, 1969),Chapter 1. 32 H. Arief Furchon dan H. Agus Maimun, Studi Tokoh Metode Penelitian
Mengenai Tokoh, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 33-34.
29
tradisi Batak Toba khususnya Gondang Sabangunan melalui karya
musik dari Viky Sianipar.
Sejarah naratif (narrative history) peneliti gunakan untuk
menjelaskan sejarah mengenai awal mula musik Batak Toba. Sejarah
naratif juga peneliti gunakan untuk mengetahui perjalanan musik
dari seorang musisi yang bernama Viky Sianipar. Selanjutnya peneliti
menggunakan „struktur sejarah‟ untuk mengkonstruksi fungsi
Gondang Sabangunan dengan fungsi dari musik gubahan Viky
Sianipar dalam lagu Palti Raja.
Menurut J. Lumban Tobing dalam Tradisi dan Modernisasi
Batak33, penyebab perubahan-perubahan yang telah dan sedang
terjadi pada masyarakat Batak yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan karena pengaruh kebebasan dan kemerdekaan.
2. Perubahan karena pengaruh pemerintahan/kebutuhan
yang menyangkut/menimbulkan pertanyaan mengenai
nilai-nilai dan norma sosial dalam masyarakat.
3. Perubahan karena keinginan mencapai status lebih tinggi.
4. Perubahan dalam pergaulan.
5. Perubahan dalam keluarga.
6. Perubahan dalam alat komunikasi.
33J. Lumban Tobing, Tradisi dan Modernisasi Batak, (Pematang Siantar:
Lembaga Penelitian Studi Universitas HKBP Nommensen, 1973), 15.
30
7. Perubahan mencari identitas.
Perubahan seni di sini dapat dilihat dalam beberapa bentuk
yaitu perubahan dalam penampilan seni; perubahan dalam fungsi
seni; perubahan dalam pemilik seni dan perubahan pada konsumen
seni. Dalam prosesnya perubahan ini dapat dikategorikan atas dua
kategori besar yaitu „perubahan yang alamiah‟ serta perubahan yang
direkacipta‟. Pereka ciptaan dapat dilakukan oleh pihak luar ataupun
oleh pendukung kebudayaan.Perubahan yang direkacipta juga dapat
mengandung dua warna, yaitu perubahan yang hanya dimaksudkan
merubah seni dan perubahan yang dilakukan untuk mencapai satu
tujuan di luar seni.34
Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalahperubahan
dan kontinuitas gondang sabangunan melalui lagu Palti Raja
gubahan Viky Sianipar meliputi dari sejarah, fungsi dan
perkembangannya.
Penelitian ini menggunakan beberapa tahapan antara lain:
1. Metode/Cara Perolehan Data
a. Studi pustaka
34Periksa Y. Z. Shahab, Barongsai Sasingaan: Kesenian Tradisi dan Kesenian
Rekacipta, Pemahaman Pluralisme Budaya Melalui Seni Pertunjukan, (Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, PMB-LIPI Jakarta, 2002).
31
Studi pustaka diperlukan untuk mendapatkan data tertulis
mengenai topik penelitian, landasan teori, dan data-data pendukung
lainnya melalui buku-buku terbitan, jurnal, artikel dan situs internet
sehingga diperoleh data yang valid.35 Jenis-jenis data yang
diperlukan antara lain: data materi berupa tulisan-tulisan yang
terkait dengan topik penelitian, dokumen berupa video, kepustakaan
dan literatur-literatur terkait dengan penelitian.Jenis-jenis data yang
diperlukan antara lain: data materi berupa dokumen, video,
kepustakaan dan literatur-literatur terkait topik penelitian terutama
mengenai perjalanan hidup dan karier Viky Sianipar sebagai musisi
Batak Toba, kontinuitas dan perubahan dari Gondang Sabangunan
Batak Toba.
Literatur pendukung lainnya dapat diperoleh di Medan, yang
merupakan pusat pemerintahan Sumatera Utara. Data dapat
diperoleh dari perpustakan daerah provinsi Sumatera Utara,
Perpustakan Fakultas Ilmu Budaya (USU) Universitas Sumatera
Utara. Literatur pendukung lainnya diperoleh di Perpustakaan
Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan Perpustakaan Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
35Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001), 125-126.
32
b. Observasi
Observasi merupakan metode mengumpulkan data dengan
mengamati langsung di lapangan. Proses ini berlangsung dengan
pengamatan yang meliputi melihat, merekam, menghitung,
mengukur, dan mencatat kejadian. Observasi bisa dikatakan
merupakan kegiatan yang meliputi pencatatan secara sistematik
kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain
yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang
dilakukan. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menelitikontinuitas dan perubahan gondang sabangunan melalui
lagu Palti Raja gubahan Viky Sianipar sebagai upaya pelestarian
musik Batak Toba.
c. Wawancara
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif digunakan karena
kebutuhan data dengan kualitas yang baik untuk mendukung
penelitian. Dalam penelitian kualitatif, dilakukan beberapa hal dalam
memperkuat data dengan cara, wawancara. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan guideline yang menghasilkan wawancara
terstruktur dan tidak terstruktur/ tidak menggunakan acuan.
33
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data secara
langsung yang diperoleh dari informan untuk memperoleh data
primer mengenai objek penelitian.36Menurut Mardalis dalam bukunya
Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal menjelaskan bahwa
wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan pada peneliti.37Model wawancara yang akan
dilakukan adalah melalui wawancara dengan mempersiapkan
terlebih dahulu daftar pertanyaan atau disebut dengan wawancara
terstruktur, maupun wawancara terbuka tanpa persiapan pertanyaan
disebut dengan wawancara tidak terstruktur.38
d. Chat
Chat adalah suatu program dalam Internet untuk
berkomunikasi langsung sesama pemakai Internet yang sedang
online. Komunikasi dapat berupa teks (text chat) atau suara (voice
chat). Cara untuk memperoleh data, peneliti gunakan program chat
untuk berkomunikasi kepada Viky Sianipar. Alasan peneliti
36Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat Edisi Ketiga,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 30. 37Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2007), 20. 38James Danandjaja, Antropologi Psikologi, Teori, Metode dan Sejarah
Perkembangannya, (Jakarta: Rajawali, 1998), 102.
34
menggunakan program chat karena Viky Sianipar memiliki waktu
terbatas untuk dapat wawancara langsung. Adapun kemudahan dan
hambatan dalam cara perolehan data menggunakan chat yaitu
Kemudahan: dapat menambah data yang diperlukan dengan cepat
tanpa terlebih dahulu mengatur jadwal untuk bertemu dengan Viky
Sianipar dan Hambatannya adalah peneliti hanya mendapatkan data
informasi secara terbatas dan tidak dapat berbicara secara bebas
seperti wawancara langsung.
e. Diskografi
Diskografi adalah cara mengumpulkan data dokumentasi
dengan alat media elektronik, seperti kamera, handphone, handycam,
atau rekaman audio dan visual pendukung lainnya.
1. Tahap Analisis
Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan
pemilahan data. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan validitas
data (triangulasi) yang telah terkumpul. Cara menentukan validitas
informasi dalam penelitian ini. Pertama, dengan cara mendapatkan
informasi dari Viky Sianipar dengan mewawancarai langsung, setelah
itu peneliti membandingkan data informasi yang diperoleh dari Viky
Sianipar ke artikel-artikel tentang Viky Sianipar, blog pribadi Viky
Sianipar dan selanjutnya untuk menambah informasi, peneliti juga
35
meminta informasi dari Bapak Krismus Purba sebagai Dosen ISI
Yogyakarta Jurusan Etnomusikologi dan kalangan mahasiswa musik
yang berada di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Tahap-tahap analisis bentuk dan tekstual yang dilakukan
yaitu, (1) menemukan elemen-elemen musikal Gondang Sabangunan
dalam lagu Palti Raja. Untuk menemukan elemen musikal Gondang
Sabangunan dengan cara studi pustaka dan melihat karya tulisan
dari Mauly Purba, selanjutnya untuk menemukan elemen musikal
dalam lagu Palti Raja dengan membuat transkrip tertulis dalam
penulisan Sibelius 6.
2. Tahap Evaluasi
Data yang telah dianalisis, kemudian dievaluasi dan dilakukan
sinkronisasi antara permasalahan dengan teori dan pendekatan yang
digunakan. Setelah itu, tahap selanjutnya adalah menarik
kesimpulan dari data-data yang sudah dipilah, dianalisis dan
dievaluasi sehingga dapat diperoleh hasil akhir dari masalah
penelitian ini.
G.Sistematika Penulisan
Seluruh hasil penelitian tentang “ Kontinuitas dan Perubahan
Musik Gondang Sabangunan Batak Toba” melalui Viky Sianipar akan
36
dijabarkan melalui pembahasan yang ditandai dalam beberapa bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini akan menjelaskan alasan
peneliti mengkaji permasalahan pada tesis. Bagian ini akan dibagi
kedalam Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II Sejarah, Fungsi dari Musik Gondang Sabangunan Batak
Toba. Dalam bab ini akan dikaji bagaimana sejarah asal mula
Gondang Sabangunan dan singkat menjelaskan tentang organologi
dari Musik Gondang Sabangunan di Batak Toba. Dalam bab iniditulis
secara Narrative History atau penjelasan sejarah bercerita.
Perkembangan dari musik Gondang Sabangunan sampai sekarang
ini, meliputi kontinuitas dan perubahan yang dapat dilihat dari
fungsi dan cara penyajiannya.
BAB III Viky Sianipar; Perjalanan hidup seorang musisi Batak.
Pada bab ini akan dikaji bagaimana Life History seorang Viky
Sianipar dengan memandang sang tokoh dalam perjalanan karir
musiknya.
BAB IV Pembahasan musik gondang sabangunan komposisi
Palti Raja meliputi analisis secara tekstual dan kontekstual dan
37
relevansi karya musik Viky Sianipar dalam upaya pelestarian musik
tradisi Batak Toba.
BAB V Penutup. Bab terakhir ini berisikan tentang ringkasan
musik Gondang Sabangunan yang pada sekarang ini mengalami
perubahan yang berawal dari suatu kreativitas dari seorang musisi
Batak yang bernama Viky Sianipar. Viky Sianipar membuat suatu
bentuk upaya pelestarian musik Batak Toba khususnya Gondang
Sabangunan dalam komposisi Palti Raja dan menjelaskan bagaimana
cara melestarikan warisan budaya di Indonesia. Ada tiga proses
dalam pelestarian warisan budaya meliputi pemanfaatan,
pengembangan dan perlindungan.