BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/178/3/3_bab1sd4.pdf3 pendidikan yang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/178/3/3_bab1sd4.pdf3 pendidikan yang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebutan Kyai sangat beragam, antara lain: Ajengan, eyang di Jawa Barat;
tuan guru, tuan syaikh di Sumatra. Kyai adalah tokoh kharismatik yang diyakini
memiliki pengetahuan luas sebagai pemimpin dan pemilik pesantren. Pengaruh
Kyai bukan hanya dikalangan santri dan masyarakat pesantren, tetapi di seluruh
pelosok Nusantara. Mereka juga mempunyai stratifikasi sebagai bagian elit
Nasional. Dalam penyelenggaraan pendidikan di pesantren, Kyai merupakan figur
sentral yang memiliki otoritas untuk merencanakan, menyelenggarakan dan
mengandalkan seluruh pelaksanaan pendidikan. Ziemek menggambarkan bahwa
profil Kyai adalah sosok yang kuat kecepatan dan pancaran kepribadiannya yang
menentukan kedudukan dan kaliber suatu pesantren. otoritas Kyai tidak
didasarkan atas asas legalitas melainkan bersumber pada kharisma yang dimiliki.
Kharisma tersebut muncul dari konsistensi Kyai dalam melaksanakan ilmu yang
dimiliki dalam kehidupan sehari-hari, keikhlasan, dan dedikasi dalam
mengembangkan pendidikan Islam.
Secara etimologi, pesantren berasal dari kata “Santri” yang mendapat
awalan „pe‟ dan „an‟ yang berarti tempat tinggal Santri1. Ensiklopedi Islam
memeberikan pengertian yang berbeda, yakni bahwa Pesantren itu berasal dari
bahasa Tamil yang artinya guru mengaji atau dari bahasa India “Shastri” dan kata
1Zamakhsyari Dhofier,” Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai”, LP3ES, Jakarta,
1982, hln.18
2
“Shastra” yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang
pengetahuan2.
Secara terminologis banyak batasan yang diberikan oleh para ahli. M.
Arifin , misalnya mendefinisikan pesantren sebagai sebuah pendidikan agama
Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar3. Amin Abdullah
mendeskripsikan bahwa dalam berbagai pengalaman dan sekaligus penyebaran
ilmu-ilmu keIslaman4. Sementara itu, Mastuhu mendefinisikan Pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami, mendalami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya
moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari5. Tradisional tidak identik
dengan sifat terbelakang, kolot dan tidak terbuka terhadap perkembangan zaman
seperti kesan yang selama ini ada, tetapi sebuah lembaga yang secara konsisten
mempertahankan dan mengembangkan tradisi khazanah keilmuan Islam dan telah
menyejarah dalam kehidupan umat Islam Indonesia. Disamping itu, eksistensinya
sudah cukup lama dan mapan sebagai model pendidikan Islam6.
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang sistemik. Di dalamnya memuat
tujuan, nilai dan berbagai unsur yang bekerja secara terpadu satu sama lain dan
tak terpisahkan. Dengan demikian, sistem pendidikan yang bekerjasama secara
terpadu dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan
2 Hasan Shadily, “Ensiklopedi Islam”, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1993, hln.99
3 M. Arifin, “Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum”, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hln.240
4 Amin Abdullah, “Falsafah Kalam di Era Postmodernisme”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995,
hln.3 5 Mastuhu, “Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren”, INIS, Jakarta, 1994, hln.32
6 Ahmad Muthohar,”Ideologi Pendidikan Pesantren”, Pustaka Rizki PUTRA, Semarang, 2007,
hln.13
3
pendidikan yang dicita-citakan7. Dan lembaga adalah badan atau organisasi yang
mempunyai tujuan yang jelas terutama dalam bidang keilmuan.8
Adapun pendidikan, menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip dari
bukunya Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara Beliau mengatakan
bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Sedangkan menurut
Soegarda Poerbakawaca pendidikan mencakup segala usaha dan perbuatan dari
generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama sebaik-baiknya.9
Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya
proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan.10
Adapun
fungsi pesantren adalah sebagai lembaga keagamaan (Tafaquh Fii Addin), sebagai
lembaga pendidikan, pusat perubahan masyarakat, sebagai pusat mencerdaskan
Bangsa, Sebagai pusat pemecahan masalah di masyarakat, sebagai lembaga
pembenaran penyimpangan di masyarakat, sebagai lembaga pendidikan dan
dakwah dan sebagai agen pengembangan masyarakat.
Begitu pun peran kyai Muchtar Adam dalam mengembangkan Pondok
Pesantren Al-Qur‟an Babussalam yang terletak di Desa Ciburial Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung, yang didirikan pada tanggal 12 Rabiul Awal 1401
7 Mastuhu, Op. cit., hlm.6
8 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Prima Pena:Gita Media Press hal:490
9 Suwito,”Perkembangan Pendidikan Islam Di Nusantara”, Cet.i. Jakarta:Angkasa,2004 hal.4
10 Hasbullah,”Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan”, Cet.3, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1999 hal.144
4
H atau pada tanggal 18 Januari 1981.11
Adapun kondisi Ciburial pada waktu itu
akses jalan masih merupakan jalan setapak dan listrik belum ada. Dan tingkat
kesejahteraan penduduk yang sebagian kecil menganut Agama Karuhun yakni
Agama Permai, dan Desa Ciburial pada waktu itu menjadi pusat kegiatan
keagamaan Karuhun bagi penganut-penganutnya di Desa sekitarnya.12
Pada awal didirikannya Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam dengan
ukuran 5x7 meter13
, Dan tujuan didirikan Pesantren yaitu untuk mewujudkan
tempat pendidikan yang berintelektual, berspiritual dan berakhlaqul karimah.
Adapun tujuan yang lain yaitu untuk membina kesadaran dan rasa tanggungjawab
umat terhadap ajaran Islam melalui kesejahteraan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia seutuhnya.
Pada akhirnya pondok pesantren Al-Qur‟an Babussalam dapat
mewujudkan generasi Qur‟ani yang unggul serta mengukuhkan Syi‟ar Islam.
Sekaligus mewaspadai gerakan kristenisasi yang pada saat itu sudah memasuki
wilayah sekitar Desa Ciburial.
Dibawah kepemimpinan Muchtar Adam, Babussalam berkembang dari
tahun ke tahun. Dari satu kelas berkembang terus menjadi Awaliyah, Kuliatul
Muballigh dan Korps Mubaligh. Setelah itu Madrasah Tsanawiyah lalu
11
Koswara, “Akte Notaris No.9”, Tanggal 6 Juli 1981. 12
Wawancara dengan H. Acep Rahmat, 9 November 2008 di Kp. Lebaksiuh No.124 Rt 05/01 Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan 13
Koswara, tanggal 16 Januari 1984.
5
Ibtidaiyah, Aliyah dan taman kanak-kanak. Luas tanah pun berkembang dari 500
meter persegi menjadi sekitar 4,5 ha14
.
Pesantren Diniyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah ini kemudian
berganti nama menjadi SD Plus, SMP Plus dan SMA Plus dan berada di bawah
Departemen Pendidikan Nasional, padahal sebelumnya berada di bawah
Departemen Agama. Ini disebabkan adanya kebijakan Pemerintah yang melarang
adanya 2 Madrasah Aliyah dalam satu Kabupaten. Tapi ini sesuai dengan
keinginan Muchtar Adam untuk mendirikan tempat pendidikan yang memberikan
tempat pendidikan 100% ilmu umum dan 100% ilmu agama15
.
Pada saat ini Babussalam telah memiliki cabang yang berdiri di beberapa
daerah diantaranya:
1. Cabang Selayar Sulawesi Selatan didirikan pada tahun 1993
2. Cabang Wakatobi Sulawesi Tenggara didirikan pada tahun 2005
3. Cabang Alor didirikan pada tahun 2005
4. Cabang Aceh Besar (Montasik) didirikan pada tahun 2005
5. Cabang Aceh Barat (Meulaboh) didirikan pada tahun 2006
6. Cabang Nias Selatan didirikan pada tahun 200716
Dalam konteks perkembangan inilah, penulis akan memfokuskan untuk
meneliti Peran KH. Drs Muchtar Adam dalam mengembangkan Pondok Pesantren
Al-Qur‟an Babussalam sebagai objek penelitian. Yang pertama, letak Pondok
14
Muchtar Adam,”Meretas Jalan Menuju Ma’rifatullah”, Makrifat, Bandung, 2007, hlm.58 15
Ibid. 59 16
Ibid.60-61
6
Pesantren al-Quran Babussalam tidak jauh dari tempat tinggal penulis. Kedua,
perkembangan Pondok Pesantren tidak hanya di desa Ciburial Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung tetapi perkembangannya pun sampai ke pulau-
pulau terpencil di Indonesia, dengan dibukanya cabang-cabang.
Agar permasalahan tidak terlalu luas dan fokusnya terarah, maka
penguraian pembatasan masalah hanya menyangkut Peranan KH. Drs. Muchtar
Adam Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam baik
dari segi lembaga pendidikan, keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Adapun
angka tahun (1981-2007), tahun 1981 merupakan awal berdirinya Pondok
pesantren al-Quran Babussalam oleh KH. Drs. Muchtar Adam, sampai tahun 2007
merupakan batas waktu untuk mengetahui peranan KH.Drs.Muchtar Adam dalam
mengembangkan pondok pesantren al-Quran Babussaalam di Desa Ciburial
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
pondok pesantren al-Quran Babussalam dijadikan sebagai objek penelitian
karena secara fakta pesantren yang telah dipimpin oleh KH. Drs Muchtar Adam
telah berperan aktif dalam mengembangkan pendidikan keagamaan di masyarakat,
khususnya warga masyarakat desa Ciburial. Dengan adanya sosialisasi pesantren
dengan masyarakat yang peduli dengan keberadaan pondok pesantren di
lingkungannya dan terdapatnya nilai-nilai positif yang perlu dipertahankan dan
dikembangkan keberadaannya.
Eksistensi KH. Muchtar Adam dalam mengembangkan Pondok Pesantren
al-Quran Babussalam banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sehingga
7
banyak santri yang masuk ke Babussalam mulai dari daerah sekitar hingga dari
berbagai pelosok daerah. Pondok pesantren pun, dapat membantu masyarakat
untuk lebih memeperdalam Tahsin al-Quran, Kitabah (khat kaligrafi), Tahfidz,
Tarjim, Tafsir, Tafhim dan pengamalannya, serta ajaran Agama Islam.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengangkat persoalan tersebut ke dalam sebuah penelitian lapangan yang diberi
judul: PERAN KH. Drs. MUCHTAR ADAM DALAM MENGEMBANGKAN
PONDOK PESANTREN ALQUR‟AN BABUSSALAM DI DESA CIBURIAL
KECAMATAN CIMENYAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN (1981-2007)
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan-pembahasan selanjutnya, maka akan
diangkat beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur‟an
Babussalam?
2. Bagaimana peran KH. Drs. Muchtar Adam dalam mengembangkan
Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam tahun 1981-2007?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur‟an
Babussalam.
8
2. Untuk mengetahui peran KH. Drs Muchtar Adam dalam mengembangkan
Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam (1981-2007).
D. Langkah- penelitian
Dalam mendeskripsikan Peran KH. Drs. Muchtar Adam dalam
mengembangkan Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam di desa Ciburial
Kecamatan Cimenyan Bandung (1981-2007), maka akan ditempuh langkah-
langkah penelitian dengan menggunakan metode sejarah17
yang terbagi kedalam
empat tahapan, yaitu:
1. Tahap Heuristik18
Pada tahap ini peneliti melakukan pencarian data di perpustakaan dan
lokasi penelitian dari bulan Maret sampai Januari 2009. Pada awal penelitian,
peneliti mencari buku-buku yang berkenaan dengan tema penelitian.
Alhamdulillah berhasil diperoleh beberapa buku tentang:
a. Muchtar Adam, 2007, “Meretas Jalan Menuju Ma‟rifatullah”, Makrifat
b. Profil Babussalam, 2007.
Adapun sumber lisan yang ada kaitannya dengan penelitian ini diantaranya
dengan melakukan wawancara terhadap:
a. Bpk. H. Acep Rahmat (70 tahun) adalah teman seperjuangan Kyai H. Drs.
Muchtar Adam dan termasuk sumber primer yang sekarang mempunyai
17
Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Louis Gottschalk:1975:32) 18
Tahapan Heuristik yaitu tahapan atau kegiatan menemukan dan menghimpun sumber, informasi, jejak masa lampau (E. Kosim:1984:36)
9
aktivitas sebagai tokoh masyarkat di Kp. Lebaksiuh Desa Ciburial
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung
b. Bpk. H. Fajruddin Muchtar, Lc (33 Tahun) adalah anak ke-4 Kyai H. Drs.
Muchtar Adam, dan aktivitas sekarang sebagai Ketua 1 Yayasan
Babussalam
c. Hj. Siti Sukaesih (68 Tahun) adalah Istri Kyai H. Drs Muchtar Adam dan
termasuk sumber primer.
d. Bpk. Muhammad Eko Slamet Riyadi (50 Tahun) adalah Menantu Kyai H.
Drs Muchtar Adam dan aktivitasnya sekarang sebagai Ketua Bidang
Cabang-cabang Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam
Adapun sumber arsip diantaranya sebagai berikut:
a. Koswara,”Akte Notaris”, No. 9, 16 Juli 1981
b. Dinas Pendidikan, “Surat Izin Operasional Cabang Montasik Aceh Besar”,
No. 421/2007
c. Dinas Pendidikan, “Surat Izin Operasional Cabang Solok Selatan”, No.
425/2006
d. R. Suydiman, “Akte Notaris”, No. 25, 20 November 1995
e. Direktorat Jendral Pajak, 1 April 1996
f. Departemen Agama Kabupaten Bandung, “Piagam Pondok Pesantren”, 1
Juni 2006.
g. Daftar Nama-nama Asatidz/dan Asatidzah, tahun 1981-2004
h. SK, “Badan Pengurus Yayasan Babussalam”, No. 158/1997
i. Struktur Yayasan Babussalam Bandung, 2005
10
j. AD. ART Yayasan Babussalam, 2005
Adapun sumber visual , diantaranya:
a. Foto KH. Drs Muchtar Adam
b. Foto-foto aktifitas di Pesantren Al-Qur‟an Babussalam
Adapun sumber media yaitu:
a. Pikiran Rakyat, 5 Maret 2006, Bandung
b. Metro, 2004, “Nur Insani dari Bukit Uhud Dago”,Jum‟at, 4 Juni 2004,
hlm.4.
c. Republika, 2004, “Pesantren Al-Qur’an Babussalam Punya Banyak
Usaha” jum‟at 4 Juni 2004, hlm.5.
2. Tahap Kritik
Pada tahap kritik ini penulis melakukan kritik terhadap fakta yang
diperoleh dari hasil wawancara. Dalam melakukan kritik ini penulis membagi ke
dalam dua bagian, yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern digunakan
untuk mengetahui dan menyeleksi tentang keotentikan sumber data, sedangkan
kritik ekstern digunakan untuk menyeleksi tentang kredibelitas data.19
Dalam kritik intern harus dilakukan suatu kritik untuk menguji otentisitas
atau keaslian sumber yang telah terkumpul kemudian diajukan beberapa
pertanyaan untuk menguji otentisitas sumber tersbut. Dalam penelitian, kritik
19
Dudung Abdurrahman,”Metode Penelitian Sejarah”, Jakarta:PT.Logos Wacana Ilmu, 1995, hlm.58-59
11
yang digunakan adalah kritik intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern digunakan
untuk mengkritik sumber-sumber yang tertulis atau berupa bahan cetakan.
Pada kritik intern, sumber-sumber yang telah terkumpul harus diuji
kebenarannya tentang kredibelitas isi sumber atau sumber yang bisa
dipertanggungjawabkan untuk mengkritik sumber-sumber yang telah terkumpul
dari hasil wawancara dan tulisan, penulis harus mengkritik hasil wawancara
dengan cara menelaah informasi dari segi arti dan nilai isinya apakah benar-benar
mengandung nilai sejarah atau tidak, membuktikan adanya kesaksian yang
diberikan oleh sumber data dan membandingkan hasil wawancara dari kesaksian-
kesaksian beberapa sumber dengan hasil wawancara yang lainnya. Sehingga dapat
diketahui mana saksi-saksi yang berhubungan dengan pokok permasalahan.
Tujuan mengkritik sumber-sumber tersebut, yaitu untuk memperoleh sumber-
sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
dan keasliannya.
3. Tahap Interpretasi
Pada tahap ini yang pertama-tama dilakukan oleh penulis adalah
menentukan jenis pendekatan yang digunakan. Adapun pendekatan yang dipilih
adalah pendekatan sejarah sosial dengan model sistematis yang menghasilkan
sebuah sejarah institusional model yang dikembangkan oleh Thomas C. Cochran,
yang menekankan lebih banyak pada perubahan dalam perilaku yang terkondisi
secara signifikan daripada uraian sejarah yang melukiskan kejadian politik, orang-
orang besar, dan kejadian-kejadian yang menarik. Adapun hasil yang lain yaitu
12
untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial. Oleh
karena itu maksud dari model ini yaitu untuk meningkatkan keterampilan
sejarawan dalam menentukan strategi penulisan yang paling tepat sesuai dengan
kondisi objektif.20
Periode awal dimulai tahun 1981-1998, karena pada tahun tersebut
merupakan awal perintisan didirikannya Pondok Pesantren Al-Qur‟an
Babussalam. Pada saat itu lembaga pendidikan yang baru dibangun oleh Pesantren
masih berupa Madrasah Diniyah yang terbagi menjadi tiga kelas yaitu Madrasah
Awaliyah, Madrasah Wustho, dan Madrasah Uula. Dengan ukuran gedung 5x7
meter. Meski demikian tidak pernah mengurungkan niat para santri untuk
menuntut ilmu agama di Pesantren Al-Quran Babussalam. Adapun santri-santri
yang datang untuk menuntut ilmu agama berasal dari Kampung-kampung yang
ada di wilayah desa Ciburial.21
Adapun lembaga pendidikan yang pertama kali didirikan yaitu Madrasah
Tsanawiyah, yang didirikan sekitar tahun 1982. Kenapa tidak dimulai dari
Madrasah Ibtidaiyah dulu? Semua itu karena melihat kebutuhan masyarakat desa
Ciburial yang menghendaki didirikannya sekolah formal untuk melanjutkan ke
Sekolah Dasar (SD), yang jaraknya tidak jauh dari tempat penduduk. Melihat
sarana dan prasarana transfortasi masih minim, yaitu jalan yang menghubungkan
dari desa Ciburial ke kota masih berupa jalan setapak dan belum ada kendaraan
umum. Oleh karena itu semakin banyak lulusan SD yang tidak bisa melanjutkan
20
Kuntowijoyo,”Metode Sejarah”, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1993, hlm.48-49. 21
Wawancara dengan Bp. H. Muhammad Eko Slamet Riyadi, 31 Januari 2009
13
ke SMP (Sekolah Menengah Pertama). Dan tidak lama setelah didirikannya
Madrasah Tsanawiyah, maka didirikan juga Madrasah Ibtidaiyah.22
Pada tahun 1991, Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam sudah mulai
mengalami perkembangan yakni dengan didirikannya Madrasah Aliyah pada
tahun 1991. Dengan angkatan pertamanya 5 orang santri, meski demikian tidak
pernah melemahkan semangat belajar mereka, itu ditandai dengan nilai yang
memuaskan ketika Ujian Akhir Nasional pada tahun 1993 yang dilakukan di SMA
Mekar Arum Cileunyi Bandung. Pada tahun ini pun Madrasah Ibtidaiyah,
Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah berganti nama menjadi SD, SMP,
dan SMA Plus Babussalam berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional.
Padahal sebelumnya berada di bawah Departemen Agama. Ini disebabkan adanya
kebijakan pemerintah yang melarang adanya 2 Madrasah Aliyah dalam satu
Kabupaten. Tapi ini sesuai dengan keinginan Kyai H. Drs Muchtar Adam untuk
mendirikan tempat pendidikan yang memberikan 100% ilmu umum dan 100%
ilmu agama23
. Penambahan kata plus menurut M. Eko Slamet Riyadi
“dikarenakan ada penambahan pelajaran selain yang diberikan sekolah biasa’’.
Alih fungsi ini membuat pesantren tersebut berubah menjadi SD Plus, SMP Plus,
dan SMA Plus24
.
Pada tahun 1993 pun, didirikan Pondok Pesantren Al-Quran cabang
Selayar (Sulawesi Selatan) oleh KH. Abdul Kadir Kasim peletakan batu pertama
pembangunan pesantren. Dan dihadiri oleh kurang lebih dua puluh orang
22
Ibid 23
Muchtar Adam, “Meretas Jalan Menuju Ma’rifatullah”, Makrifat, Bandung, 2007, hlm. 58-59. 24
Republika, Jum’at 4 Juni 2004, hlm. 5
14
diantaranya H. Alawiah, H. Ali, H. Anwar, Daeng Sara, H. Mahmuddin Kebo,
beserta beberapa Pembina lainnya25
. Dari awal sampai saat ini sekolah yang di
bangun di Cabang Selayar yaitu SD, SMP, dan SMA Plus Babussalam.
Tahap kedua tahun 1998-2007 merupakan masa keemasan Pondok
Pesantren al-Quran Babussalam. Pada tahun 1998 KH. Drs Muchtar Adam
membuka diri untuk berpartai dengan PAN (Partai Amanat Nasional) di bawah
pimpinan Amien Rais. Pada tahun 1999 KH. Drs. Muchtar Adam menjadi anggota
DPR/MPR RI komisi VI yang semula membidangi Pendidikan Agama,
Ketatanegaraan, Wisata, Arsip Nasional, dan Perpustakaan Nasional.26
Dengan
aktifnya KH. Drs Muchtar Adam di parlemen membuat Pondok Pesantren Al-
Quran Babussalam mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Di tandai
dengan bertambahnya program-program diantaranya, program Al-Qur‟an yaitu
Tahsin, Khitabah (Khat Kaligrafi) Tahfidz, Tarjim, Tafhim,Tafsir dan
pengamalannya. Kemudian kajian sains dan religius, kajian lintas Mazhab,
Bahasa arab dan Inggris, Multimedia, life Skill yang meliputi hafalan al-Quran,
dakwah, seni lukis Kaligrafi, komputer, Seni baca Al-Quran Shalawat, Nasyid,
Olahraga dan sistem kehidupan Asrama27
.
Kemudian ditandai dengan bertambahnya jumlah santri tahun 2000 jumlah
santri 240. Kemudian tahun 2002-2003 ada penurunan jumlah santri yaitu sekitar
238. Tahun 2003-2004 jumlah santri mencapai 250. Dari tahun 2003-2007
mengalami perkembangan hingga jumlah santri mencapai 300 orang. Dan jumlah
25
Muchtar Adam, “Meretas Jalan Menuju Makrifatullah”, Makrifat, 2007, hlm. 66 26
Ibid. 74-75 27
Metro, 2004,” Nur Islam dari Bukit Uhud Dago”, Jum’at, 4 Juni 2004, hlm.4
15
tenaga kerja pun bertambah . Babussalam pun mendirikan Cabang- cabang di
pelosok nusantara diantaranya Babussalam Cabang selayar tahun 1993,
babussalam Cabang wakatobi Sulawesi tenggara tahun 2004, Babussalam cabang
aceh Besar (Montasik) dan tahun 2005 Babussalam Cabang Aceh Barat
(Meulaboh), Babussalam cabang Nias Selatan Sumatera Utara tahun 2007.
2. Tahapan Historiografi28
Dalam langkah terakhir dari penelitian ini adalah membuat tulisan atau
historiografi. Adapun sistematika penulisannya dapat diurut sebagai berikut:
BAB I Merupakan Bab Pendahuluan yang di dalamnya mencakup: Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian
Langkah-langkah Penelitian meliputi Heuristik, Kritik, Interpretasi,
dan Historiografi.
BAB II Merupakan Bab yang membahas tentang Gambaran Umum Desa
Ciburial dan Pesantren Al-Qur‟an Babussalam di dalamnya
mencakup: Sejarah Singkat Desa Ciburial, Letak Geografis Desa
Ciburial, dan Keadaan Ekonomi, Sosial Budaya dan Agama Desa.
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam, Latar
Balakang Pendirian, Maksud dan Tujuan, Visi dan Misi, Tokoh-
tokoh Yang Terlibat, Struktur Pengurus Yayasan Babussalam, dan
Program Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam
28
Tahapan Historiografi yaitu tahapan kegiatan menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi, imajinatif daripada masa lampau itu sesuai dengan jejak-jejaknya, dengan perkataan lain, tahapan historiografi itu ialah tahapan kegiatan penulisan. Hasil penafsiran atas fakta-fakta itu kita tuliskan menjadi suatu kisah sejarah yang selaras (E. Kosim, 1984:36)
16
BAB III Merupakan Bab yang membahas tentang Peran KH. Drs. Muchtar
Adam dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al-Quran
Babussalam yang di dalamnya mencakup: Unsur-unsur Pesantren,
Muchtar Adam Sebagai Tokoh Sentral Babussalam meliputi:
Riwayat Hidup KH. Drs. Muchtar Adam, Riwayat Pendidikan dan
Karya-karya KH. Drs. Muchtar Adam, Peran-peran Keagamaan,
Peran-peran di Pesantren. Selanjutnya mencakup Tahap-tahap
Perkembangan Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam (1981-
2007), Faktor-faktor Perkembangan, Karakteristik, dan Cabang-
cabang Babussalam.
BAB IV Merupakan Bab yang berisi tentang Kesimpulan
17
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA CIBURIAL DAN
PONDOK PESANTREN AL-QUR’AN BABUSSALAM
A. Sejarah Singkat Desa Ciburial
Desa Ciburial terletak di Kecamatan Cimenyan berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 198729
, karena sebelumnya Desa Ciburial
termasuk pada wilayah Kecamatan Cicadas. Adapun mengenai asal-usul nama
Ciburial tidak ada yang megetahui dengan jelas, dan tidak ada sejarah yang
mengikat tentang sejarah berdirinya Ciburial.
Akan tetapi masyarakat sendiri mengartikan Ciburial berasal dari dua kata
yaitu Ci artinya air dan Burial artinya sumber mata air. Jadi Ciburial adalah
sebuah desa yang terletak di wilayah yang banyak sumber mata air yang terdapat
ditiap-tiap RW dan RT, sehingga masyarakat yang menetap disitu tidak akan
kekurangan air. Akan tetapi saat ini kondisinya berbeda, seiring dengan
meningkatnya mobilitas sosial di Desa Ciburial masyarakat kekurangan air.
Faktor penyebabnya yaitu banyak tumbuhnya pohon-pohon beton. Dengan
didirikannya Vila-vila dan Kafe-kafe yang menghiasi kesunyian Desa Ciburial
1. Letak Geografis desa Ciburial
29
Wawancara dengan Bp. Oom Soma,20 Januari 2009
18
Desa Ciburial mempunyai Luas tanah 599,216 hektar, tanah seluas itu di
gunakan untuk pemukiman, perladangan, perkantoran, dll. Untuk lebih
lengkapnya lihatlah tabel di bawah ini:
Tabel I
Luas Desa Ciburial
NO JENIS LAHAN LUAS (Ha)
1. Luas Sawah dan Ladang 263,5 Ha
2. Luas Pemukiman 69,720 Ha
3. Luas Jalur Hijau 2 Ha
4. Luas Pekuburan 0,4 Ha
5. Luas Perkantoran 0,07 Ha
6. Luas Tempat Rekreasi 2,5 Ha
7. Luas Perladangan 221,3 Ha
8. Luas lain-lain 39,726 Ha
Total Luas 599,126 Ha
Sumber: Profil Desa Ciburial Tahun 2005
Adapun batas desa Ciburial di sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan
Lembang, sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Cigadung kecamatan
Coblong, sebelah Barat berbatasan dengan desa Mekarsaluyu.suhu udara rata-rata
0,25 C, dan pada topografi berada pada wilayah berbukit-bukit. Desa Ciburial
berada di kecamatan Cimenyan dengan Jarak 12 KM, jarak dari Ibu kota
kabupaten Bandung 35 Km, jarak dari ibu kota profinsi 8 km dan jarak dari Ibu
Kota Negara 180 Km.
19
Meski letak geografis desa Ciburial cukup jauh dari kecamatan, akan tetapi
tidak menghambat mobilitas kehidupan masyarakat Ciburial. Hal ini di dukung
dengan memadainya akses jalan dan jarak ke kota Bandung yang cukup dekat.
Kemudian didukung juga dengan sarana pendidikan yang cukup memadai
sehingga pola berfikir masyarakat semakin maju dan sebagian besar telah
mengenyam pendidikan, bahkan banyak diantara mereka melanjutkan ke
Perguruan Tinggi.
2. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa Ciburial
Kehidupan ekonomi masyarakat Desa Ciburial pada tahun 1980-an masih
relatif rendah tidak seperti sekarang yang mengalami kemajuan30
. Adapun faktor
penghambat pada waktu itu yaitu minimya sarana mobilitas yakni akses jalan
yang menghubungkan desa Ciburial dengan Kota Bandung Utara, masih berupa
jalan setapak dan listrik belum tersedia.31
Adapun sebagian besar mata pencaharian penduduk desa Ciburial pada
umumnya yaitu bercocok tanam, karena kondisi alam sangat memungkinkan
untuk bercocok tanam. Khususnya sayur-sayuran, buah-buahan, dan umbi-
umbian, contohnya kol, tomat, bawang merah, kentang, ubi jalar, ketela pohon,
pisang, kacang tanah, cengkeh, dll.
Pada saat ini mata pencaharian masyarakat desa Ciburial mulai mengalami
perkembangan. Semua itu didukung dengan adanya akses jalan yang cukup
30
Wawancara dengan Bp. H. Acep Rahmat, 9 November 2008 31
Muchtar Adam, “Meretas Jalan Menuju Ma’rifatullah”, Makrifat, Bandung, 2007, hal. 56.
20
memadai. Mata pencaharian masyarakat desa Ciburial pada umumnya adalah
pedagang, petani, Pegawai Negeri Sipil, ABRI, Swasta, dll. Untuk lebih lengkap
dapat dilihat tabel di bawah ini:
Tabel II
Jumlah Penduduk Menurut Mata pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 726
2. Swasta 579
3. Pedagang/ Wiraswasta 573
4. Pegawai Negeri 390
5. Buruh Tani 339
6. Pertukangan 228
7. Jasa 198
8. Pensiunan 90
9. ABRI 3
Sumber: Profil Desa Ciburiall Tahun 2005
Untuk memenuhi kebutuhan perekonomian masyarakat di desa Ciburial
telah berdiri sarana-sarana ekonomi yang dapat menunjang perekonomian wilayah
tersebut. Sarana-sarana tersebut berupa toko, warung dan mini market. Tabel
dibawah ini menggambarkan sarana-sarana perekonomian tersebut:
21
Tabel III
Sarana Perekonomian Masyarakat Ciburial
No Sarana Perekonomian Jumlah
1. Toko 12
2. Warung 212
3. Mini Market 2
Sumber: Profil Desa Ciburial 2005
Dari tabel di atas terlihat jelas adanya hubungan yang kuat antara Pondok
Pesantren al-Quran Babussalam dengan masyarakat desa Ciburial, khususnya
dalam bidang ekonomi yang semakin maju. Sehingga terciptalah tingkat
kesejahteraan yang cukup baik.
3. Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat
Masyarakat desa Ciburial merupakan Masyarakat yang selalu menjaga
jiwa kekeluargaan seperti gotong royong dan tolong menolong. Kedua hal tersebut
sudah menjadi karakter sosial di pedesaan yang sudah mengakar pada kehidupan
sehari-hari sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto 32
, bahwa warga sebuah
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam
dibanding hubungan mereka dengan masyarakat lainnya.
Adapun kehidupan sosial yang berdasarkan atas kekeluargaan itu bisa
terlihat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Misalnya melakukan kerja bakti,
gotong royong, dan membantu mensukseskan resepsi pernikahan tetangga dengan
32
Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, ED. Baru. Cet.38. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal.176
22
berkumpulnya saudara dan tetangga. Sehingga terciptalah kehidupan yang rukun,
selaras dan seimbang di desa Ciburial. Semua itu tidak lepas dari peranan Podok
Pesantren al-Quran Babussalam dalam bidang sosial yaitu dengan membagi-
bagikan sembako (Sembilan bahan pokok), khitanan masal, pengobatan Cuma-
Cuma, pembangunan rumah sehat, mengadakan pasar murah, pemberian bantuan
pada orang jompo, beasiswa untuk siswa TK,SD,SMP,SMA, dan Perguruan
Tinggi, pengiriman beasiswa ke luar negri, distribusi zakat dan daging hewan
qurban, dan perbaikan fasilitas umum.
4. Kehidupan keagamaaan Masyarakat Ciburial
Masyarakat desa Ciburial mayoritas beragama Islam . hal ini terlihat
didalam Potensi masyarakat yang mengaku beragama Islam sebanyak 10.190 dari
10.237 jiwa penduduk desa Ciburial. Dan 47 rang agama Kristen. Untuk lebih
jelas lihat tabel dibawah ini:
Tabel IV
Agama dan Jumlah Penganutnya
No Agama Jumlah Penganutnya
1 Islam 10.190
2. Kristen 47
3. Katholik -
4. Hindu -
5 Budha -
Sumber: Profil Desa Ciburial Tahun 2005
23
Agama dan kepercayaan dalam pandangan masyarakat desa Ciburial
menempati ruang sentral, magis dan terhormat yang terhubung dengan
kepercayaan yang datang turun-temurun dari leluhur. Perpaduan Agama dengan
sistem kepercayaan lokal dan budaya mereka. Sehingga keberadaan seorang Kyai
atau Ustad ditengah masyarakat tergolong dihormati karena dianggap memiliki
kharisma tertentu.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia selalu dibayang-bayangi agama,
bahkan dalam kehidupan sekarang pun dengan kemajuan teknologi yang modern
manusia tidak luput dari agama. Agama memeberikan makna bagi kehidupan
individu dan kelompok, agama juga memberikan kehidupan tentang kelanggengan
hidup sesudah mati, agama bisa menjadi sarana manusia untuk mengangkat diri
dari kehidupan yang fana sehingga agama memeperkuat norma-norma
kelompok.33
Adapun kehidupan keagamaan masyarakat desa Ciburial cukup baik,
maksudnya belum pernah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena di desa
Ciburial ini terdapat suatu pengawasan-pengawasan dalam bentuk pengajian-
pengajian. Pengajian tersebut terdiri dari pengajian ibu-ibu dan umum (ibu-ibu,
Bapak-bapak, dan Remaja) yang diselenggarakan disetiap RW, dengan jadwal
disesuaikan dengan kesepakatan peserta pengajian setempat. Pengajian Ibu-ibu
biasanya dilaksanakan pada sore hari yaitu dari mulai pukul 16.00-17.00 WIB,
ada juga yang dimulai pada pukul 09.00-12.00 WIB, dan ada juga pengajian yang
dilaksanakan ba‟da maghrib sampai menjelang waktu isya. Adapun tempat yang
33
Dadang Kahmad, “Sosiologi Agama”, Bandung: Rineka Cipta, 2000, hal.19
24
biasa digunakan untuk pengajian adalah mesjid yang ada dilingkungan sekitar
desa Ciburial. Diantara mesjid tersebut adalah:
Tabel
Mesjid-mesjid Binaan Babussalam
No Mesjid Kampung
1. Al-Hikmah Kordon Atas
2. Uswatun Hasanah Pakar Barat
3. Subulussalam Sekejolang
4 Darussalam Cikahuripan
5. Al-Bayan Pakar Utara
6. Husnul Khotimah Cikurutug
7. Al-Akbar Ciharalang Desa
8. Nurul Huda Pasanggrahan
9. Al-Barokah Barutunggul
10. Al-Hidayah Pasirpogor
11. Al-Hidayah Sekereundeu
12. Hikmatul Hidayah Ciharalang Bawah 1
13. At-taufiq Ciharalang Bawah 2
14. Nururrahman Ligar Melati
15. At-taubah Pakar Timur
Profil Dakwah Babussalam Tahun 2005
25
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana ibadah umat Islam semakin
banyak dan berkembang. Berbeda ketika sebelum berdirinya Podok Pesantren al-
Quran Babussalam sedikit sekali mesjid-mesjid yang ada di desa Ciburial.
Sehingga kesadaran beragama masih sedikit dan berkembangnya agama Karuhun
yakni agama Permai. Oleh karena itu KH. Muchtar Adam bersama Babussalam
hadir untuk memberantas buta huruf al-Quran khususnya di wilayah desa Ciburial
umumnya wilayah Jawa Barat. Adapun firman Allah SWT:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”
Dan juga yang mendasari didirikannya pesanttren al-Quran Babussalam
yaitu firman allah dalam Surat An-Nisa ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.
Kesadaran beragama masyarakat Ciburial erat kaitannya dengan psiko-
sosial yang terkandung didalam ritus-ritus keagamaan memiliki signifikasi makna
26
dengan sIstem sosial keutuhan masyarakat. Tradisi sawer dalam upacara
pernikahan disamping mengandung muatan keagamaan secara simbolik juga
sebagai makna perekatan sosial. Begitupun halnya dalam upacara-upacara hajat
seperti khitanan. Peringatan Hari-hari besar Islam (Muludan, Isra Mi’raj) dan satu
Syura atau Muharam sering dilakukan oleh masyarakat desa Ciburial di tiap RW
atau mesjid-mesjid.
Tabel VI
Sarana Keagamaan dan Jumlahnya
No Jenis Sarana Ibadah Jumlah
1. Mesjid 15
2. Mushola 28
Sumber Profil Desa Ciburial 2005
Adapun mayoritas masyarakat desa Ciburial dalam memahami
keyakinannya masih secara tradisional, seperti pengertian Ahlussunah Wal
Jamaah yang diorientasikan ke Nahdlatul Ulama (NU) dan ada pula yang
bercorak modernis dengan orientasi Muhammadiyah.
B. Sejarah Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam
1. Latar Belakang Pendirian
Pada tahun 1971-1973 M KH. Drs Muctar Adam meninggalkan kota
Bandung dan rela berpisah jauh dari keluarganya. Sekembalinya dari Pulau Buru
beliau dinilai berhasil dalam menjalankan tugasnya, sehingga diangkat menjadi
Kepala Penerangan Agama Islam pada Kantor Departemen Agama Kodya
27
Bandung. Karirnya meningkat dari karyawan biasa kemudian menjadi Kepala
Penerangan Seksie Agama Islam yang membawahi Ulama dan guru Agama,
tugasnya pun semakin meluas.34
Menjelang pemilu, KH. Drs Muctar Adam ditugaskan memimpin MDI
(Majelis Dakwah Islam) yaitu sayap Islam dari partai Golkar. Otomatis beliau
diharuskan aktif di partai berlambang pohon beringin ini. Tapi cukup sekali
mengikuti rapat di Golkar. Banyak hal yang bertentangan dengan nurani sebagai
seorang Muslim sehingga beliau berani untuk menyatakan diri tidak ingin aktif di
partai Golkar yang notabene pada saat itu semua pegawai negeri diharuskan
menjadi anggota Golkar (mono loyalitas).35
Konsekwensi dari pilihannya itu menyebabkannya harus dicopot dari
jabatan dan dipindahkan ke Kanwil Departemen Agama Jawa Barat tanpa ada
kursi jabatan. Pangkat PNS-nya pun mandeg digolongan 2A selama 11 Tahun.
Menurutnya hal tersebut masih dibilang beruntung karena kakaknya di Sulawesi
yang melakukan pilihan yang sama untuk tidak aktif di Golkar bahkan harus
dipecat dari pekerjaannya sebagai guru.
Bagi KH. Drs Muctar Adam hal ini tidak menjadi masalah, yang dia kejar
bukanlah kedudukan ataupun pangkat. Tapi dia ingin terus berdakwah kepada
umat. Ia pun aktif menjadi dosen agama di berbagai tempat diantaranya Fakultas
Publisistik (sekarang FIKOM) UNPAD, Fakultas Psikologi UNPAD, dan Fakultas
MIPA UNPAD. Kemudian Ia membawahi LPTQ (Lembaga Pendidikan Tilawatil
34
Muchtar Adam, op. cit. hlm.54 3535
Ibid.
28
Qur‟an), sebuah organisasi dibawah Departemen Agama yang membina Qori dan
Qori’ah untuk MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an). Kyai H. Drs Muchtar Adam
pun kemudian menerbitkan buletin Tafsir al-Quran36
.
Tak seperti pesantren pada umumnya, pesantren al-Quran Babussalam
terkesan sempit, saling berhimpit, dan padat. Mungkin, karena berada ditanah
yang berbukit dan curam, dikawasan Bandung Utara tepatnya di desa Ciburial,
kecamatan Cimenyan.
Dakwah ke daerah-daerah masih sering dilakukan. Bahkan kawan
lamanya, H. Acep sering diajak untuk menemaninya dalam berdakwah ke daerah
Tasikmalaya, Subang, ataupun Karawang. Menurutnya dakwah adalah aqidah.
Baginya berdakwah di hadapan ribuan jamaah atau satu jama‟ah adalah sama-
sama investasi. Karena satu jama‟ah pun bisa menjadi saluran pemikiran-
pemikirannya mengenai dunia Islam.37
Perhatiannya terhadap pengembangan al-Quran dan pemberantasan buta
huruf al-Quran. Tapi ide luhurnya itu tidak diakomodir seluruhnya oleh tempatnya
bekerja. Oleh karena itu Kyai H.Drs Muchtar Adam lebih memilih untuk menjadi
guru. Padahal menjadi guru Diniyah adalah pangkat yang paling rendah di
lingkungan Departemen Agama. Demi mewujudkan keinginannya itu, beliau tidak
pernah gengsi walau sebagian orang menafsirkan kepindahannya ini sebagai
bentuk hukuman karena dia tidak aktif di Golkar. Semua hal itu menjadi mata
rantai mengantarkannya untuk membuat sebuah pesantren al-Quran.
36
Muchtar Adam.,op. cit, hlm.55 37
Ibid
29
Kepindahannya menjadi guru diniyah membuatnya harus berpindah pada
tahun 1981 dari Cisitu ke Ciburial, kawasan dimana pesantren Babussalam akan
didirikan. Ciburial pada saat itu masih sama dengan kondisi pada saat pertama kali
beliau datang pada tahun 1964 38
, dimana akses jalan masih merupakan jalan
setapak dan listrik belum tersedia. Tingkat kesejahteraan penduduk yang sebagian
kecil menganut agama Karuhun yakni agama Permai masih relatif rendah, dan
desa Ciburial menjadi pusat kegitan kegamaan Karuhun bagi penganut-
penganutnya yang ada di desa sekitarnya.
Untuk membina aqidah masyarakat setempat, maka KH. Drs Muchtar
Adam bersama beberapa rekannya mempunyai pandangan yang sama untuk
membangun sebuah Yayasan Islam bernama Babussalam.
Dengan dibantu oleh penduduk sekitar, termasuk H. Acep pemuda
setempat, KH. Drs Muchtar Adam membangun gedung berukuran 5x7 meter
sebagai cikal bakal membangun pesantren al-Quran Babussalam. Bahan bangunan
yang dipergunakan seperti batako bahkan dibuat secara bersama-sama. Dari
kebersamaan itu pada tanggal 12 Rabiul Awal 1401 atau pada tanggal 18 januari
1981 Pondok Pesantren al-Quran Babussalam resmi berdiri39
.
2. Maksud dan Tujuan
Tujuan didirikannya Babussalam adalah untuk mewujudkan tempat
pendidikan yang berintelektual, berspiritual, dan berakhlakul karimah.
38
Wawancara dengan Bp. H. Acep Rahmat, 9 November 2008. 39
Koswara, Akta Notaris, Tahun 1981
30
Babussalam dibangun untuk membina kesadaran dan rasa tanggung jawab umat
terhadap ajaran Islam melalui kesejahteraan dan lingkungan hidup, dalam rangka
pembangunan manusia seutuhnya. Pada akhirnya Babussalam dapat mewujudkan
generasi Quran yang unggul serta mengukuhkan syiar Islam, sekaligus
mewaspadai gerakan Kristenisasi yang pada saat itu sudah memasuki wilayah
sekitar40
. Bersama para pengurus Babussalam generasi pertama dan penggerak
lahirnya Yayasan yang disahkan oleh Akte Notaris Koswara pada tanggal 16 Juli
1981.
3. Visi dan Misi
Adapun visi Pondok Pesantren al-Quran Babussalam adalah unggul dalam
pendidikan yang terintegrasi al-Quran dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi) melalui Lintas Mazhab.
Sedangkan misi Pondok Pesantren al-Quran Babussalam yaitu:
a. Mewujudkan Pendidikan Akademik yang terintegrasi al-Quran dan IPTEK
b. Mewujudkan pemahaman keagamaan yang berbasis Lintas Madzhab
c. Mewujudkan Sumber daya manusia professional yang memiliki skill yang
handal dan berakhlakul karimah
d. Mewujudkan lingkungan pesantren yang bersih sehat dan nyaman
40
Wawancara dengan H. Fajruddin Muchtar, 13 November 2008.
31
e. Mewujudkan lulusan yang menguasai al-Quran41
4. Tokoh-tokoh Yang Terlibat
Adapun tokoh-tokoh yang terlibat pada awal didirikannya yayasan
Babussalam yaitu:
a. H. Ishak Buchari
b. KH. Drs. Muchtar Adam
c. H. Rahmat Moedjo Soewarso
d. Sofwandi
e. Endang Suryadi
f. Achmad Umar
g. Dede Suharna
h. Muhammad Saleh
i. Sofyan Muhammad Gaos
j. Muhammad Noor Danubrata
k. H. Mustafa Kamil42
Tokoh-tokoh tersebut merupakan jama‟ah KH. Drs. Muchtar Adam, yang aktif
mengikuti pengajian pak kyai.
5. Struktur Pengurus Yayasan Babussalam
Dalam suatu organisasi tidak akan lepas dari yang namanya struktur
kepengurusan. Hal tersebut dimaksudkan untuk tercapainya atau terarahnya suatu
41
Profil Babussalam Tahun 2006 42
Koswara, Akta Notaris, 16 Januari 1984
32
visi yang akan diemban. Sebagaimana yang disebutkan Schein (1982) bahwa
organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk
mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui
hierarki otoritas dan tanggungjawab. Kohler (1976) mengatakan bahwa Organisasi
adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu
kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dan Wright (1977) bahwa
Organisasi adalah suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi
oleh dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama.43
Yayasan Pondok Pesantren al-Quran Babussalam mempunyai struktur
kepengurusan yang terdiri dari Dewan Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Adapun tugas dan wewenang Pembina, Pengurus, dan Pengawas adalah
sebagai berikut:
1. Pembina
a. Pembina berwenang bertindak untuk dan atas nama Pembina.
b. Kewenangan Pembina meliputi:
1. Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar.
2. Pengangkatan dan pemberhatian anggota pengurus dan anggota
pengawas.
3. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar
yayasan.
4. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan dan,
43
Arni Muhammad. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 23-24
33
5. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
6. Pengesahan laporan tahunan.
7. Penunjukan likuidator dalam hal yayasan dibubarkan.
c. Dalam hal hanya ada seorang anggota Pembina, maka segala tugas dan
wewenang yang diberikan kepada ketua Pembina atau anggota Pembina
berlaku pula baginya.
2. Pengurus
a. Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk
kepentingan yayasan.
b. Pengurus wajib menyusun program kerja dan rancangan anggaran tahunan
yayasan untuk disahkan Pembina.
c. Pengurus wajib memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan
oleh pengawas.
d. Setiap anggota pengurus wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugasnya dengan mengindahkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Pengurus berhak mewakili yayasan di dalam dan diluar pengadilan tentang
segala hal dan dalam segala hal dan dalam segala kejadian, dengan
pembatasan terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Meminjam atau meminjamkan uang atas nama yayasan (tidak termasuk
mengambil uang yayasan di Bank.
2. Mendirikan suatu usaha baru atau melakukan penyertaan dalam berbagai
bentuk usaha baik di dalam maupun di luar negeri.
34
3. Memberi atau menerima pengalihan atas harta tetap.
4. Membeli atau dengan cara lain mendapatkan/memperoleh harta tetap atas
nama yayasan.
5. Menjual atau dengan cara lain melepaskan kekayaan yayasan serta
menggunakan/membebani yayasan.
6. Mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafilisasi dengan
yayasan, Pembina, yang perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapai
maksud dan tujuan yayasan.
3. Pengawas
a. Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tangggung jawab
menjalankan tugas pengawas untuk kepentingan yayasan.
b. Ketua anggota pengawas dan satu anggota pengawas berwenang untuk dan
atas nama pengawas.
c. Pengawas berwenang:
1. Memasuki bangunan, halaman atau tempat lain yang di gunakan
yayasan.
2. Memeriksa dokumen.
3. Memeriksa pembukuan dan mencocokannya dengan uang kas; atau
4. Mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh pengurus.
5. Member peringatan kepada pengurus.
d. Pengawas dapat memberhentikan untuk sementara 1 (satu) orang atau
lebih pengurus, apabila pengurus tersebut bertentangan dengan anggaran
dasar atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
35
e. Pemberhentian sementara itu harus diberitahukan secara tertulis kepada
yang bersangkutan disertai alasannya.
f. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian
sementara itu pengawas diwajibkan untuk melaporkan secara tertulis
kepada Pembina,
g. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima
oleh Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), maka Pembina wajib
memanggil anggota pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan
membela diri.
h. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), Pembina dengan keputusan rapat
Pembina wajib:
1. Mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau
2. Memberhentikan anggota pengurus yang bersangkutan.
i. Dalam hal Pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7) dan ayat (8) maka pemberhentian sementara batal demi
hokum, dan yang bersangkutan menjabat kembali jabatannya semula.
j. Dalam hal seluruh pengurus diberhentikan sementara maka untuk
sementara pengawas diwajibkan mengurus yayasan.44
Adapun susunan pengurus Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam yaitu:
Susunan Pengurus Yayasan Babussalam Pusat Tahun 1981
44
AD ART,Babussalam,2007
36
Ketua Umum : H. Iskak Buchori
Ketua I : K.H. Drs Muchtar Adam
Ketua II : H. Rachmat Mudjo Soewarsono
Ketua III : H. S. Rukmaya
Sekretaris : Sofwandi
Bendahara : Endang Suryadi
Pembantu Umum : H. Achmad Umar
H. Muhammad Dede Suhana
Muhammad Saleh
Sofyan Muhammad Gaos
Muhammad Noor Danubrata
Susunan Pengurus Yayasan Babussalam Pusat Tahun 1989-1994
Ketua : K.H. Drs. Muchtar Adam
Wakil Ketua : Ir. Muhammad Haitami
Sekretaris : Agus Karna
Wakil Sekretaris : Eko Slamet Riyadi
Bendahara : Ir. Jeje Slamet Raharjo
Wakil Bendhara : Ir. Dani Septiadi
37
Badan Pengawas Yayasan Babussalam:
Ketua : H. Ishak Buchori
Anggota : H. Rachmat Moejo Soewarso
H. Endang Suryadi
Susunan Pengurus Yayasan Babussalam Pusat Tahun 1994-1999
Badan Pengawas
Ketua : Prof. Dr. H. Sri Soemantri M, SH
Anggota : Prof. Dr.H. Ahmad Amiruddin
Dr. H. Achmad Sulaeman
Badan Pertimbangan:
Ketua : Prof. Dr. Ir. H. Soegandar S.
Anggota : Drs. H. Zulfikar Saibun
Ir. H. Deddy Tjahyadi A, Dipl. HE
Badan Pemeriksa Keungan:
Ketua : Dr. H. Sjamsuri Sulaeman A.
Anggota : Drs. Dasli Noerdin, M.Sc
Ir. H. Amir Abdullah
38
Badan Pengurus Harian:
Ketua : Drs. KH. Muchtar Adam
Wakil Ketua I : Dr. H. Soemanto Imam khasani
Wakil Ketua II : Drs. H. Hamid Balfas
Sekretaris : H. A. Razak Latang
Wakil Sekretaris : Ir. Iwan Mulyawan
Bendahara : H. Syahir Karim
Wakil Bendahara : Ir. H. Ahmad Badawi R.
Pembantu Umum : Ir. H. Sajiboen Soedarja
H. Deddy Hamzah Daradjat
Drs. Munawir Rifaldi
H. Encep Soerjadi
H. Ishak Buchori
Susunan Pengurus Yayasan Babussalam Pusat Tahun 2003-2007
Susunan Pembina
Ketua : KH.Drs. Muchtar Adam
Anggota : 1. Prof. Dr. H. Sri Soemantri, SH
2. Drs. H. Zulfikar Saibun, Telecomm Engineer
39
3. Ir. H. Deddy Tjahyadi A., Dipl.HE
4. Dr. H. Sumantho Imam Khasani
5. Dr. H.Wawang Suratno. MS.
6. Prof. Drs. H.Taher Djide
7. H.R Bagus Kusmana Thahir
8. H.A. Razak Latang
9. Ir. H.Achmad Badawi Rifai
Susunan Pengawas
Ketua : H.Iwan Abdurahim, MBA
Anggota : 1. Drs. H.Ishak Sukma raharja
2. H. Fauji Bajri
SUSUNAN PENGURUS HARIAN
Ketua : Prof. Dr. H. Iim Wasliman, M,Pd, M.Si
I. H.Fajruddin Muchtar
II. Ir.H.Rahmat basuki
III. Drs.A. munawir Rifadhi
Sekretaris : H. Endang Atmadirja,M.sc
I. Dra. Hj. Intan Rosmadewi
40
II. Ir. H. Hadi Nursarya,M.Sc
III. H. Sofwan Azhar S, SE, M.Sc
Bendahara : H. Eep Subakti
I. Hj.Alit Sajariah
II. Dra. Hj.Sumarni Mien R, M.Sn
III. Lien Nuriani
Pembantu Umum
1. Ir. H Keulman Mas eman
2. Dr. H. Slameto Wiryo Lukito
3. Ir. Sajiboen Soedirdja
4. H. Surahman
6. Program Pondok Pesantren al-Quran Babussalam
a. Bidang Pendidikan
Pendidikan adalah proses semua kemampuan manusia (bakat dan
kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan,
disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara
artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya
sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik.45
Program
Babussalam dalam bidang pendidikan meliputi:
45
M. Arifin,”Filsafat Pendidikan Islam”, Jakarta: Bina Aksara, 1994, hlm.12
41
1. Pengkajian dan penerapan kurikulum pesantren terpadu untuk semua
jenjang pendidikan pada TK, SD Plus, SLTP Plus dan SMA Plus.
2. Peningkatan kualitas SDM di semua jenjang pendidikan.
3. Rekrutmen guru professional yang dipandang perlu dalam mendukung
operasional sekolah di semua jenjang pendidikan.
4. Membangun laboratorium bahasa, Laboratorium Komputer dan
laboratorium IPA.
5. Membangun gedung Taman kanak-kanak (TK) Babussalam.
6. Mengoftimalkan Asrama Santri dan guru yang telah ada dan merenovasi
asrama agar tercipta suasana kondusif dalam belajar
7. Studi perbandingan kesekolah-sekolah unggulan.
Adapun waktu belajar Santri di Pondok Pesantren al-Quran Babussalam
diatur menurut jadwal yang telah ditentukan. Waktu belajar para santri terdiri dari
tiga sesi, yaitu:
1. Pukul 07.00-15.00
2. Pukul 18.00-20.00
3. Pukul 04.30-05.4546
a. Bidang Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa dakwah artinya panggilan, seruan atau ajakan.
Sedangkan dari segi istilah Syaikh Ali Makhfuz memberikan definisi dakwah
sebagai berikut: “Mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut
46
Wawancara dengan H. Fajrudin Muchtar Lc
42
petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan
munkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.47
Pada dasarnya dakwah merupakan kewajiban setiap manusia muslim
dimanapun ia berada sebatas kemampuannya. Sebagaimana Firman Allah dalam
surat Ali Imran Ayat 104:
“Dan hendaklah di antaramu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung”.
Adapun program bidang dakwah diantaranya sebagai berikut:
1. Pengorganisasian KMB (Korp Muballigh Babussalam) agar misi dakwah
Babussalam lebih terarah dan tercapai sasarannya
2. Pembinaan kader dakwah secara intensif dan berkelanjutan guna
menciptakan regenerai ganda dai dari tiap level.
3. Penyusunan strategi dakwah dan taktik operasi dakwah dengan berbagai
kelompok sas ran.
4. Menyusun paket kurikulum untuk wisata rohani dan melaksanakannya
secara terkoordinasi sehingga tercapai “Customer Statisfaction”
47
Abd. Rosyad Shaleh, “Manajemen Dakwah Islam”, Cet 3, Jakarta: Bulan Bintang, 1993,hlm. 7-10
43
5. Melakukan survey guna menyusun peta dakwah untuk Bandung dan di
luar Bandung
6. Pengembangan perpustakaan dengan sistematika modern sehingga pada
masa yang akan datang menjadi pusat informasi dan kajian al-Quran.
7. Melanjutkan program riyadloh (Seni Bela Diri Dua Dimensi) agar tercipta
suatu keseimbangan mental para santri yang pada gilirannya akan
menghasilkan santri bermental baja.
b. Bidang Sosial
Dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT, manusia yang takwa
meninggalkan pengaruh atau jasa yang dimanfaatkan oleh masyarakat, karena
manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya.
Sebagai makhluk sosial, secara naluriah manusia cenderung untuk hidup
bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat setiap individu memikul beban
kewajiban terhadap individu-individu lain, artinya mempunyai relasi fungsional
yang didasarkan atas kemanusiaan dan kekeluargaan. al-Quran menegaskan agar
manusia saling tolong-menolong dan bekerjasama dalam kebaikan. Firman Allah
SWT surat Al-Maidah Ayat 2:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-
Maidah:2)”
44
Saling tolong-menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa merupakan
unsur dasar relasi fungsional manusia dalam hidup bermasyrakat.48
Sebagaimana Pondok Pesantren al-Quran Babussalam, dalam hal ini
Pondok Pesantren al-Quran Babussalam mempunyai fungsi member contoh,
tuntunan, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat bagaimana mereka harus
berlaku, berbuat dan bersikap terhadap lingkungan khususnya di Desa Ciburial
umumnya kota Bandung. Adapun program-program bidang sosial yaitu:
1. Santunan selama setahun kepada orang jompo penduduk sekitar Pesantren
al-Quran Babussalam
2. Pengobatan murah dan gratis
3. Melaksanakan Khitanan Masal
4. Hibah rumah sehat bagi penduduk sekitar yang memiliki rumah tidak
layak huni
5. Beasiswa dan anak asuh bagi santri yang berprestasi dan tidak mampu
6. Mendistribusikan titipan hewan qurban dan zakat fitrah
d. Bidang Usaha
1. Peningkatan kemampuan kapasitas percetakan
2. Mengoptimalkan pemasaran wisata rohani
3. Melakukan rekrutmen dan peningkatan kualitas SDM
48
Muh. Syamsuddin, “Manusia Dalam Pandangan K.H. Ahmad Azhar Basyir”, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997, hlm. 88-89
45
4. Mengoptimalkan pengelolaan pengobatan suntik lebah
e. Bidang Baitul Maal
1. Melakukan pemetaan kekuatan kekuatan dan menggali potensi umat dalam
melaksanakan kewajiban mengeluarkan zakat, infaq dan shodaqah yang
disalurkan melalui yayasan Babussalam
2. Mengembangkan sistem penarikan dana dari umat sehingga lebih berhasil
guna dan terkoordinasi dengan baik.
f. Bidang Administrasi dan Personalia
1. Penyempurnaan sistem administrasi di lingkungan Babussalam
2. Peningkatan SDM melalui kursus manajemen perkantoran
3. Meningkatkan pembinaan organisasi dan pengelolaan Yayasan
Babussalam Cabang –cabang dalam aspek manajemen perkantoran dan
keuangan
4. Penyempurnaan Pola Karir dan Sistem Penggajian
g. Bidang Umrah dan Haji
Bidang umrah dan haji meliputi:
1. Menyelesaikan akreditasi Lembaga Penyelenggaraan Haji atas nama
Yayasan Babussalam
2. Melaksanakan manasik haji lintas mazhab
3. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan bimbingan haji dan umrah
46
4. Menjalin kerja sama dengan travel yang professional
h. Bidang Humas
Adapun bidang humas meliputi:
1. Penyebaran Profil Babussalam dengan Misi Visinya
2. Publikasi informasi segala kegiatannya ke berbagai Media massa dan
elektronik lainnya.
47
BAB III
PERANAN KH. MUCHTAR ADAM PADA PENGEMBANGAN
PONDOK PESANTREN AL-QURAN BABUSSALAM
(1981-2007)
A. Unsur- unsur Pesantren
Adapun untuk mengetahui perkembangan pesantren sebaiknya kita kenali
dulu unsur- unsur pesantren yaitu:
a. Kyai dan Ustad
Kyai adalah tokoh kharismatik yang diyakini memiliki pengetahuan agama
yang luas sebagai pemimpin dan pemilik pesantren.49
Otoritas didasarkan atas
asas legalitas melainkan bersumber pada kharisma yang dimiliki. Kharisma
tersebut muncul dari konsisten kyai dalam melaksanakan ilmu yang dimiliki
dalam kehidupan sehari-hari, keikhlasan, dan dedikasi dalam mengembangkan
pendidikan Islam.50
Oleh karenanya, kyai dan keluarganya menjadi tauladan bagi
santri dan masyarakat sekitarnya. Kyai yang berwawasan luas dan shaleh adalah
hampir menjadi cita-cita santri dan masyarakat sekitarnya. Namun demikian,
seiring dengan perkembangan zaman, kyai menghadapi beberapa krisis antara lain
dalam, kedudukan sebagai sumber tunggal mencari ilmu, moral, ekonomi,
kelembagaan, dan kepemimpinan.51
49
Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.LP3ES, Jakarta, 1982, hlm. 55-57 50
Ahmad Muthohar, op. cit., hlm. 32 51
Mastuhu, op. cit., hlm. 133-134
48
Sedangkan pengertian ustadz yaitu santri kyai yang dipercayai untuk
mengajar agama kepada para santri dan dibimbing atau disupervisi oleh
kyai.52
Begitu halnya dengan kyai, guru menempati peran strategis dalam
pendidikan pesantren. Guru selain sebagai penjaga moral setelah kyai, guru juga
dituntut secara intelektual dan terampil dalam mendidik siswa.53
b. Santri
Santri merupakan elemen penting dalam pesantren. Jika didasarkan pada
konsep manusia menurut Islam yaitu fitrah, maka pendidikan pesantren dalam
memandang santri tetap dipandang mempunyai daya kelebihan dan Kelemahan
yang perlu diperbaiki
dalam pendidikan, yang dalam hal ini adalah pendidikan pesantren. Kalaupun ada
perbedaan kecenderungan pandangan antar ideolog, hal ini lebih disebabkan cara
pandang yang berbeda.54
Namun, jika santri dilihat dari kesamaan dan perbedaannya antar individu,
maka santri masuk dalam kategori konservatif. Hal ini dikarenakan dalam
pendidikan pesantren berprinsip kolektif, bukan perbedaan antar individu, masuk
dalam kategori liberal karena di dalam pesantren, santri bebas menentukan
nasibnya dan mengembangkan kemandirian yang merupakan tuntutan liberalisme.
52
Ibid. 126 53
Ahmad Muthohar, op. cit. hlm. 106 54
Ibid.
49
c. Sumber Belajar
Sumber belajar atau kitab-kitab merupakan unsur anorganik55
pesantren
atau sarana perangkat lunak di pesantren.56
Sumber materi pelajaran yang cukup
memebedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa pada
pesantren diajarkan kitab- kitab klasik atau sering disebut “kitab kuning”57
yang
dikarang para ulama terdahulu mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan
agama Islam dan bahasa Arab. Pelajaran dimulai dengan kitab- kitab yang
sederhana kemudian dilanjutkan dengan kitab berbagai ilmu yang mendalam.
Kitab kuning memang merupakan referensi yang utama bagi penyelenggaraan
pendidikan pesantren. Bahkan kitab kuning dijadikan sebagai dasar untuk
menentukan jenjang pendidikan di pesantren, dan sebagai tolak ukur dalam
mengevaluasi keberhasilan belajar santri dalam memahami ajaran Islam.
Kitab kuning sebagai referensi ilmiah bagi pesantren, harusnya lebih
merupakan garis mendasar yang memberikan konsep-konsep pendekatan terhadap
masalah- masalah ritual maupun sosial. Dalam hal ini peningkatan kajian kitab
kuning sebagai sumber pendekatan masalah dapat diupayakan dengan metode
munaazharah yang tidak hanya sekedar mencari jawaban atas suatu masalah
global yang sering tidak dipertimbangkan implikasinya dengan aspek- aspek lain
55
Ibid. 24 56
Mastuhu, op. cit. hlm. 25 57
Dhofier, op. cit. hlm. 50
50
yang berkaitan, seperti yang sering terjadi pada bahtsul masaail di beberapa
pesantren.58
d. Pola Pembelajaran
Pola pembelajaran atau metode belajar mengajar santri di pesantren.
Secara metodik, pendidikan dan pengajaran dalam pesantren diberikan dalam
bentuk: sorogan, bandongan, halaqah,59
dan hafalan. Sorogan artinya belajar
secara individual di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru untuk
mempelajari suatu materi pelajaran, sehingga terjadi interaksi langsung dan saling
mengenal diantara keduanya.
Metode sorogan merupakan bagian yang paling sulit dari seluruh sistem
pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan,
ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Namun, menurut Zamakhsyari Dhofier,
sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai tahap pertama bagi seorang
murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini memungkinkan seorang
guru mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang
murid dalam menguasai bahasa Arab.60
Istilah metode bandongan adalah model pengajian yang dilakukan seperti
kuliah terbuka yang diikuti oleh kelompok santri sejumlah 100-500 orang lebih.
Sang kyai membaca, menterjemahkan, menerangkan, dan mengulas kitab-kitab
58
ChalibThoha,”Resposisi Materi Pendidikan Pondok Pesantren sebagai Proses Internasionalisasi”, dalam Majalah Edukasi No. 17/TH.XIV, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Senarang, 1998, hlm. 43. 59
Mastuhu, op. cit. hlm. 61. 60
Dhofier, op. cit. hlm. 29.
51
salaf berbahasa Arab yang menjadi acuannya. Sedangkan para santri
mendengarkan dan memperhatikan kitabnya sambil menulis arti dan keterangan
tentang kata-kata atau pemikiran yang sukar.61
Lain halnya dengan Zamakhsyari
Dhofier yang mengatakan dalam kelompok itu bias juga antara 5-500 murid.62
Kemudian halaqah adalah model pengajian yang umumnya dilakukan dengan
cara mengitari gurunya. Para santri duduk melingkar untuk memepelajari atau
mendiskusikan suatu masalah tertentu di bawah bimbingan seorang guru.
e. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yaitu mesjid, rumah kyai, rumah dan asrama ustaz,
pondok asrama santri, gedung sekolah atau madrasah, tanah untuk: olah raga,
pertanian atau peternakan, empang, makam, dan sebagainya.63
B. Muchtar Adam Sebagai Tokoh Sentral Babussalam
1. Riwayat Hidup K.H. Drs. Muchtar Adam
Muchtar Adam lahir pada tanggal 10 September 1939 di Selayar Sulawesi
Selatan. Ia menjadi satu-satunya laki-laki, putera ketiga dari tiga bersaudara
keluarga Adam dan Ibu Syamintan. Nama Muchtar Adam muncul dari sahabat
karib juga teman seperjuangan Tuan Adam yaitu Dr. Muchtar Lutf, seorang
intelektual, dan juga pejuang Sumatera Barat. Dr. Muchtar Lutf memberikan nama
61
Wahjoetmo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alterntif Masa Depan, Jakarta, Gema Insani Press, 1987, hlm. 83 62
Dhofier, op. cit. hlm. 28 63
Mstuhu, op. cit. hlm. 25
52
depannya (Muchtar) kepada putra sahabat karibnya ini, sedang Adam diambil dari
nama ayahnya. Jadilah Muchtar Adam.64
Pada tahun 1959, Muchtar Adam menikah dengan Siti Sukaesih asal
Bandung. Setelah lulus Muchtar Adam dan Istri mengajar di SMI
Muhammadiyah. Istrinya mengajar Bahasa Inggris dan Ilmu Bumi, sedang
Muchtar Adam mengajar Bahasa Arab, Tafsir, Sejarah Nasional dan Sejarah
Dunia. Ia mengajar selama 2 tahun yaitu dari tahun 1961-1963. Muctar Adam
selalu teringat pesan ayahnya bahwa “Jika kamu datang berdakwah ke suatu
tempat dan selama dua tahun belum ada fitnah, maka tinggalkan tempat itu,
tetapi sebaliknya jika fitnah sebelum dua tahun banyak fitnah mendera maka
bertahanlah dan teruskan dakwahmu”.
Pada tanggal 12 Agustus 1963 beliau bersama istri dan anaknya hijrah ke
Bandung dengan menggunakan perahu Penisi (Perahu layar khas Sulawesi
Selatan) menuju Gresik, selama 6 hari 6 malam. Meski perjalanan sangat jauh,
tapi dilaluinya dengan penuh kesabaran. 65
Kota Bandung betul-betul menjadi saksi bagaimana Muchtar Adam
berjuang dari nol. Pada awal-awal usaha untuk mewujudkan cita-citanya tersebut,
ia tinggal di rumah mertuanya di daerah Cisitu, karena saat itu untuk menyewa
rumah bagi keluarganya, ia belum sanggup. Saat-saat sulit dirasakan, termasuk
sulitnya usaha untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Muchtar Adam
tidak segan untuk berjualan terasi, batik, kain atau jadi laden tukang tembok.
64
. Muchtar Adam, “Meretas jalan menuju Makrifatullah”. Bandung :Makrifat. 2007.hlm. 8-10 65
. Ibid hlm.26
53
Semua ia lakukan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keluarga kecilnya.
Pengalaman masa kecilnya dalam menghadapi kesulitan betul-betul membuatnya
tangguh menghadapi situasi ini, sehingga ia menjadi orang yang tidak gampang
berkeluh kesah. Sebelum datang ke Ciburial ia terlebih dulu memulai dakwah di
kawasan rumah mertuanya di Cisitu. Ia datang ke rumah-rumah untuk
bersilaturahim dan mengadakan pengajian-pengajian. Kemudian ia ke daerah
Coblong, membuat pengajian di tiap Kampung karena saat itu sedang kuat-
kuatnya PKI maka ia berpikir harus ada lembaga yang bisa menandinginya.66
Pada tahun 1964 Muctar Adam mulai berdakwah ke Ciburial. Seperti
dikatakan oleh kawan semasa mudanya, H. Acep, pada tahun 1964 tepat setahun
dari kedatanggannya di kota Bandung, Muchtar Adam mulai menyambangi
kawasan Ciburial, Dago atas. Tujuannya adalah untuk berdakwah pada
masyarakat di kawasan Ciburial. Di sana ia menemui H. Rukmaya (alm), yang
kemudian menjadi salah satu pengurus Yayasan Babussalam. Saat itu beliau
merupakan salah satu tokoh di daerah Ciburial dan sudah memiliki santri.
Ciburial pada waktu itu tidak mudah untuk dijangkau seperti saat ini.
Jalanan kearah sana masih jalan setapak yang belum tersentuh aspal dan listrik
belum ada. Meski demikian tidak pernah menyurutkan semangat Muchtar Adam
dalam berdakwah.
Kegiatan mencari nafkah diintegrasikan dengan tujuannya berdakwah.
Muchtar Adam muda tak malu berjualan batik dan kain kepada masyarakat
66
Ibid. 27
54
Ciburial dengan cara kredit, sehingga ia mempunyai kesempatan untuk sering
bertemu dengan penduduk Ciburial dan menyampaikan dakwah. Beliau sering
mondar-mandir di wilayah Ciburial dan sekitarnya. Tak heran, karena aktivitasnya
tersebut, Muchtar Adam menjadi sangat dikenal oleh penduduk setempat.
Muchtar Adam tidak hanya bergaul dengan Muhammadiyah saja, tapi ia
pun bergaul dengan dunia Internasional yang lebih terbuka diantaranya:
a. Kujungan Internasional: catatan perjalanan Muktamar Islam se-Dunia VII
untuk kesatuan Dunia Islam di Iran. Pada tanggal 12 Agustus
1994.membahas tentang Al-taqrib baina al-madza-hib al Islamiyah
(Pendekatan Mazhab-mazhab Islam se-Dunia)
b. Menyaksikan pameran Tamaddun Islam di Kualalumpur dan pameran antar
bangsa.
c. Muktamar Internasional Kurdistan di Sanandaj, pada tanggal 23 Agustus
1994. Membahas tentang pendekatan antara Mazhab-mazhab Islam.
2. Riwayat Pendidikan dan Karya-karya K.H. Drs. Muhtar Adam
Pada tahun 1947, Muchtar Adam memasuki SRN (Sekolah Rakyat Negeri
atau Sekolah Dasar) di kota Benteng Selayar Sulawesi Selatan. Masa SRN ini
dilalui dengan stabil, dalam arti dia tidak pernah diperingkat pertama tetapi tidak
55
juga pandokki (Selayar) atau butitina (Sunda) yang berarti urutan paling akhir.
Rata-rata nilai antara 60%-80%, yakni antara 6, 7 dan 8.67
Penghormatan dan penghargaannya yang begitu besar terhadap guru patut
dicontoh. Hingga kini beliau masih mengingat Bapak dan Ibu guru di masa SRN
seperti Bapak Sanusi, Ibu Mari Onggang, Bapak Onggang, Bapak Soleng, Bapak
A. Baki dan beberapa guru lainnya.
Muchtar Adam juga mengikuti kegiatan kepanduan Hizbul Wathan tingkat
Athfal (kanak-kanak) yang memberinya bekal keterampilan sosial kemasyarakatan
yang berlanjut sampai tingkat SMI Muhammadiyah (Sekolah Menengah
Islam/Sekolah Menengah Pertama saat ini). Keterampilan-keterampilan yang
diajarkan diantaranya tentang PPPK, sandi smapoore, sandi morse, membangun
menara, membangun jembatan, tali temali, mencari jejak dan kegiatan kepanduan
lainnya.
Lulus Sekolah Rakyat, Muchtar Adam melanjutkan ke SMI
Muhammadiyah, setingkat SLTP saat ini. SMI Muhammadiyah dipimpin oleh
KH. Abdul Kadir Kasim. Berbeda dengan SLTP pada umumnya, di SMI
Muhammadiyah kurikulum terdiri dari 100% pelajaran umum dan 100% muatan
agama Islam. Jenjang yang harus ditempuh pada tingkat ini pun lebih lama
dibandingkan dengan Sekolah Menengah biasa yakni selama 4 (empat) tahun,
skarena muatan kurikulumnya menjadi begitu padat. 68
67
. Ibid. hlm. 13 68
. Ibid. hlm.15
56
Guru-guru sangat berdisiplin dalam memberikan pelajaran, di samping
keikhlasan yang memancar dari jiwa mereka. Inilah faktor utama yang
menjadikan kunci suksesnya SMI Muhammadiyah mencetak alumni-alumninya
menjadi pemimpin baik ditingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi maupun
tingkat Nasional.
Di samping mengikuti pendidikan SMI Muhammadiyah, Muchtar Adam
mengikuti organisasi IPPIIS (Ikatan Pemuda Pelajar Islam Indonesia Selayar) dan
Muchtar Adam duduk sebagai Ketua Bidang Tabligh yang bertugas melatih
siswa-siswa untuk berpidato dan juga praktek memberikan tabligh di Kampung-
kampung. Selain itu ada bidang yang diberi nama “Debatings Club” yang melatih
siswa-siswa untuk mampu berdebat, berdiskusi dan menguasai materi-materi
keislaman yang mendalam. Organisasi ini pun melatih para siswa mengenai
kepemimpinan, kedisiplinan, manajemen dan bagaimana mewujudkan satu cita-
cita dalam kehidupan nyata.
Selain IPPIIS Muchtar Adam juga aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII).
PII cabang Selayar didirikan oleh Pabo Hamma yang juga mengajar di SMI
Muhammadiyah pada tahun 1955. Ketika pemilihan pengurus, Muchtar Adam
dipercaya untuk menduduki posisi sebagai: Ketua Seksi Penerangan di Cabang
Selayar. Berbeda dengan IPIIS kenggotaan PII lebih luas karena organisasi ini
juga memiliki anggota dari sekolah-sekolah lain selain SMI Muhammadiyah.69
69
. Ibid. hlm. 16
57
Pada tahun 1957 Muchtar Adam mendapat beasiswa Baitul Maal untuk
melanjutkan sekolahnya di Jogjakarta, yaitu melanjutkan sekolah di MMT
(Madrasah Menengah Tinggi) yang bertempat di Kauman Jogjakarta yang
dipimpin oleh KH. Basyir. Disini ia mendapat pelajaran Ilmu Tafsir, Ilmu Tauhid,
Ilmu Hadits, Ilmu Falaq, dan Ilmu Fiqh. Selain itu ia pun mendapat pelajaran
bahasa Arab, bahasa Jerman, bahasa Perancis, Kawi (Jawa), dan bahasa Inggris.
Muchtar Adam menyelesaikan MMT pada tahun 1961, kemudian
mengikuti kuliah Akademi Tabligh Muhammadiyah. Di Akademi Tabligh ini Ia
memperoleh kuliah Sosiologi, Ekonomi Islam, Tarikh Al-Hadharah Al-Islamiyah
(Sejarah Perkembangan Islam) langsung oleh Prof. Dr. Ahmad Salaf juga kuliah
keMuhammadiyahan, kuliah Filsafat Akhlak oleh Prof. Farid Ma‟ruf dan paling
beruntung mendapatkan bimbingan Tafsir dari Prof. Kahar Mudzakar yaitu Tafsir
Al-Kassyaf, The Preaching of Islam by Thomas Arnold, dan pelajaran Hadits.70
Pada tahun 1967, Muchtar adam melanjutkan pendidikannya di IKIP
Bandung mengambil program Sastra Arab, dan Beliau mendapatkan sarjana Muda
pada tahun 1970.
Pada Tahun 1981 beliau melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata satu
mengambil program yang sama, dan menyelesaikannya pada tahun 1983.
Adapun karya tulis Muchtar Adam sebagai berikut:71
1. Muchtar Adam. “Cara Mudah Belajar Al-Qur’an Metode 9 Jam”. Bandung.
70
Muchtar Adam, op. cit. hlm. 21 71
. Profil Mukhtar Adam, 2007
58
2. Muchtar Adam. “Klasifikasi Ayat-ayat Al-Qur’an Telah Berdasarkan Sistem
Nilai Islam”. Bandung: Babussalam, 1986.
3. Muchtar Adam. “Ijtihad: Antara Teks dan Konteks”. Bandung: Mizan, 1988
4. Muchtar Adam.”Tafsir Istiadzah”. Banda Aceh: Guha Hira, 1991.
5. Muchtar Adam. “Al-Adzkar Do’a Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah”.
Bandung: Babussalam, 1992.
6. Muchtar Adam dan Abdul Kadir Kasim. “Ayatul Hirz (Ayat-ayat Penangkal)”.
Bandung: Babussalam, 1992
7. Muchtar Adam. “Tafsir Ayat-ayat Haji Telaah Intensif dari Pelbagai
Madzhab”. Bandung; Mizan, 1993.
8. Muchtar Adam. “Al-Hushun Al-Mani’ah (Benteng Diri)”. Bandung:
Babussalam, 1993.
9. Muchtar Adam. “Do’a Ibadah Haji dan Umrah”. Bandung: Babussalam, 1994.
10. Muchtar Adam. “Asma-u Al- Husna 99 Nama- nama Allah”. Bandung:
Babussalam, 1995.
11. Muchtar Adam. “Cara Mudah Naik Haji: Buku Panduan Untuk Naik Calon
Haji dan Umrah”. Cet. V. Bandung: Mizan, 1995.
12. Muchtar Adam. “Shalat Shafar (Terjemahan)”. Bandung: Babussalam, 1995.
13. Muchtar Adam. “Tafsir Ayat-ayat Jenazah”. Bandung: Babussalam, 1996.
14. Muchtar Adam. “Tafsir Ayat Al-Tajhiz: Persiapan Menghadapi Musibah”.
Bandung: Babussalam, 1996.
15. Muchtar Adam. “Do’a Stroke”. Bandung: Babussalam, 1997.
59
16. Muchtar Adam. “Al-Ahraj Ahlul Bayt Do’a Penangkal Sihir”. Bandung:
Babussalam, 1997.
17. Muchtar Adam. “Khuruj (Mengunjungi Tempat Bersejarah Umat Islam di
Mesir, Sudan, Suriah dan Iran)”. Bandung: Babussalam, 1997.
18. Muchtar Adam. “Rahasia Adab Makan: Wujud Nyata Ma’rifatullah dalam
buku Hidup Penuh Berkah Melalui Ibadah Yang Paling Mudah”. Jakarta:
IIMan, 2001.
19. Muchtar Adam. “Meraih Shalat Khusyu: Persfektif Sufi”. Bandung: Rosda
Karya, 2001
20. Muchtar Adam. “Sekali Lagi Al-Qur’an: Belajar Mudah Ulum Al-Qur’an”.
Jakarta; Lentera, 2002
21. Muchtar Adam. “Al-Masih Al-Dajjal dan Kebangkitan Dunia Islam”.
Bandung: Babussalam, 2002.
22. Muchtar Adam. “Perbandingan Madzhab Dalam Islam”. Bandung:
Babussalam, 2003.
23. LP3I. “Profil Tokoh dan Pengusaha Indonesia”. Bandung: Novinda Printing,
2003.
24. Muchtar Adam. “Ijtihad Antara Tekstual dan Kontekstual” . Bandung:
Penerbit Babussalam, 2004
25. Muchtar Adam. “At-Ta’qibat Doa-doa Harian dan Ba’da Shalat”. Bandung:
Penerbit Babussalam, 2005
26. Muchtar Adam. “ Tafsir Ayat-ayat Qunut Menggapai Hakikat Penghambaan”
Bandung: CV. Makrifat,2006
60
27. Muchtar Adam, Ujang Tatang wahyudin dan Fajrudin . “Marhaban Ya
Ramadhan (Persiapan Bathiniah Menjemput Bulan Ramadhan)” Bandung:
CV. Makrifat.2006
28. Muchtar Adam.”Membuka Tujuh Pintu Syurga dan Menutup Tujuh Pintu
Neraka”. Bandung: Makrifat 2006
29. Muchtar Adam dan Fadhlullah Muh. Said.”Makrifatullah” Bandung:
Penerbit Oase Mata Air makna. Cet. III,2007
30. Muchtar Adam. “Istighasah Menyingkap Ruang-ruang Spiritual”. Bandung:
Makrifat,2007
31. Muchrtar Adam. “Makrifaturrasul”. Bandung: CV. Makrifat ,2007
32. Muchtar Adam.” Makrifatul Malaikat Bersahabat dengan Malaikat”.
Bandung: Penerbit Makrifat,2008
33. Muchtar Adam. “Kehancuran Suatu Bangsa”. Bandung: Makrifat,2008
34. Muchtar Adam dan Fitri ER. “Mengais Hikmah”. Bandung :Makrifat,2008
35. Muchtar Adam. “Samudera Cahaya Mengungkap Hizb Al-Bahr Imam Abu al-
hasan al-Syadily”. Bandung: Penerbit makrifat.2008
36. Neni Rosliani (editor). “Meretas Jalan Menuju Makrifatullah (Biografi KH.
Drs. Muchtar Adam). Bandung: Penerbit Makrifat,2007
37. Muchtar Adam. “Ulum Al-Qur’an Studi Perkembangan Ilmu-ilmu Al-
Qur’an”. Bandung : Makrifat,2008
3. Peran-peran Keagamaan
61
Adapun peranan kegamaan yaitu Muchtar Adam bersama kawan-
kawannya membuat forum mubaligh di tiap-tiap Kampung. Dakwah di Kampung-
kampung ini dilakukan setiap malam Ahad. Karena waktu itu belum ada masjid,
maka dakwah dilakukan di rumah-rumah Rukun Tetangga setempat.72
Hingga
kemudian membangun masjid di daerah Cikahuripan, sebelumnya bernama
kampung Elos. Bukan berarti perjalanan dakwahnya mulus, banyak hal pernah dia
alami, mulai dilempari oleh penduduk, juga isyu-isyu yang dilontarkan padanya.
Namun ia tetap tak bergeming. Karena selalu mengingat pesan ayahnya. Ia sendiri
mengatakan bahwa saat ini ia sudah merasakan kenikmatan difitnah, bahkan
merasa ada yang kurang jika tidak ada suara sumbang dari luar.
Selain terus membuka jalur dakwah, Muchtar Adam aktif mengajar di SD
Muslimin Cisitu, kemudian menjadi guru Agama di SMP Muslimin di jalan
Ambon. Walaupun honornya kecil akan tetapi hal itu memberikan kegiatan
sekaligus memperluas pergaulan dan memperbanyak sahabat dan teman yang satu
visi dengannya. Kemudian Muchtar Adam bergabung dengan Departemen Agama
di Seksie Pendidikan Agama, bahkan beliau sempat mengajar sebagai guru
Agama di SD Merdeka Bandung.Pada tahun 1966, Muchtar Adam mengambil
kuliah di IKIP Bandung dengan mengambil gelar Sarjana Muda pada tahun 1970.
Pada tahun yang sama, Muchtar Adam mendirikan organisasi
Muhammadiyah cabang Cisitu. Setelah itu membangun Muhammadiyah Cabang
Coblong, Ranting Cihaur Bangbayang, Ranting Bengkok, Ranting Ciburial dan
Ranting Pancuh. Setelah semuanya itu terbentuk, baru dibentuk Muhammadiyah
72
Muchtar Adam, op. cit. hlm. 30
62
Cabang Bandung Utara. Pada saat itu di Bandung yang ada hanya
Muhammadiyah Cabang Kota yang berpusat di Jalan Banteng, dan Cabang
Bandung Timur yang berpusat di Lantai Mas Cicadas atau Jalan Ahmad Yani.73
Disamping membangun organisasi Muhammadiyah, ia juga aktif
membentuk dan membangun Pemuda Muhammadiyah. Terlebih karena
mahasiswa ITB dari luar Kota Bandung cukup banyak yang bertempat tinggal di
daerah Bandung Utara. Secara teknis tentu lebih mudah untuk menggerakkan dan
menumbuhkan jihadnya, terutama untuk menghadapi gerakan PKI dengan
underbow-nya. Bagi Muchtar Adam, pendirian organisasi Muhammadiyah ini
adalah untuk memperluas dakwah Islamiyah sekaligus benteng terhadap arus
gerakan PKI.74
Di tengah kesibukan berdakwah dan berorganisasi, Muchtar Adam
mengikuti PTDI (Pendidikan Tinggi Dakwah Islam). Tujuannya adalah untuk
memperluas wawasan, silaturahim serta pergaulannya dengan tokoh-tokoh Islam
dan aktivis-aktivis dakwah, seperti H.A. Sobandi, Rusyad Nurdin, Mayjen
Sudirman.
Namun seiring dengan makin meningkatnya aktivitas dakwah, tantangan
pun semakin besar. Di Kota Bandung, ia termasuk pelopor yang giat mengajarkan
ajaran kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
73
Ibid. 31 74
Ibid.32
63
Sejak meledaknya peristiwa G 30 S PKI, rakyat dan pemerintah seperti
disadarkan bahwa PKI betul-betul partai yang harus dilarang untuk berdiri. Oleh
karena itu Pemerintah dan rakyat bergerak melakukan pembubaran PKI. Di daerah
Ciburial terdapat 70 orang yang terlibat dengan PKI, dan ke 70 orang itu pun
mendapatkan pembinaan oleh Muchtar Adam. Untuk menghindari tindakan yang
semena-mena, maka pemerintah mengklasifikasikan tahanan PKI sebagai berikut:
1. Golongan A, adalah orang-orang yang terlibat langsung dengan mengangkat
senjata.
2. Golongan B, adalah aktor-aktor intelektual baik tokoh PKI, HIS (Himpunan
Sarjana Indonesia), LEKRA (Lembaga Kesenian Rakyat Indonesia), PR
(Pemuda Rakyat), Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), BTI (Barisan Tani
Indonesia).
3. Golongan C, adalah anggota biasa, mereka tidak ditahan tetapi diawasi,
menjalani wajib lapor dan pada kartu penduduknya diberi tanda eks PKI.75
Oleh karena itu Muchtar Adam berdakwah di Rumah Tahanan Kebon
Waru tahun 1968-1971 M. Untuk para tahanan aktifis laki-laki PKI, tepatnya di
Jalan Jakarta Bandung. Jumlah tahanan kurang lebih 200 orang tahun 1967.
Pelaksanaan pembinaan ini atas kerjasama Departemen Agama dengan KODAM
VI Siliwangi. Adapun materi pembinaan yang diberikan yaitu pelajaran Dirasah
Islamiyah yang isinya: Aqidah Islamiyah, Ibadah, Sosialisme Islam dan Akhlak
Islam.
75
Ibid. 40
64
Selain itu Muchtar Adam direkomendasikan lagi untuk masuk dalam tim
dakwah ke Pulau Buru bulan Desember 1971, tepatnya di Tefaat Buru Namlea.
Dan terdapat 15.000 tahanan dan 95% adalah suku Jawa dan Sunda. Di Pulau
Buru Muchtar Adam bertemu dengan Pramodeya Ananta Toer, yang saat itu
menjadi tahanan politik. Pramodeya menempati unit 3 dari 17 unit yang ada. Unit
3 merupakan tempat para tahanan politik PKI Sarjana.76
4. Peran- peran di Pesantren
Di tengah-tengah meningkatnya pembangunan ekonomi, para kyai telah
dianggap sebagai salah satu kelompok pimpinan yang menonjol dalam memenuhi
kebutuhan akan kepemimpinan moral bagi bangsa Indonesia.
Walaupun para pemimpin Indonesia moderen dewasa ini tidak
menyatakan Indonesia sebagai suatu negara Islam, namun mereka juga tidak mau
mengikuti pola ideologi negara-negara Barat yang bersifat liberalistis, humanistis
dan sekuler.77
Sesungguhnya, mereka telah berhasil memperbaharui penafsiran
mereka terhadap islam tradisional untuk disesuaikan dengan dimensi kehidupan
yang baru. Demikian pula dalam lapangan sosial dan politik; para kyai dan anak
cucu mereka telah menjadi bagian dari kehidupan politik nasional, tidak kalah
moderen dibandingkan dengan kelompok-kelompok sosial politik yang lain.
Dalam periode kemerdekaan, para kyai sebagai suatu kelompok telah terwakili
secara baik dalam badan-badan legislatif, baik pusat maupun daerah. Dengan
demikian, sebagai suatu kelompok besar dalam kehidupan politik Indonesia
76
Ibid. 41-49. 77
Zamakhsyari Dhofier,” Tradisi Pesantren”, LP3ES, Jakarta, 1994, hlm.171
65
mereka telah memberikan sumbangan yang sangat berarti kepada usaha-usaha
pemerintah untuk memelihara stabilitas sosial dan politik.
Kebanyakan penulis tentang Islam tradisional telah keliru dalam
menyimpulkan bahwa modernisasi telah menyebabkan peranan kyai tidak
diperlukan lagi. Bahkan ada yang menyimpulkan bahwa para kyai telah menjadi
penghambat bagi lajunya proses modernisasi tersebut. Kekeliruan ini disebabkan
oleh dua hal, yaitu: (1) mereka mengira bahwa nilai-nilai spiritual yang dipegang
dan dianjurkan oleh para kyai tidak relevan dengan kehidupan moderen: dan (2)
mereka mengira bahwa para kyai tidak mampu menerjemahkan nilai-nilai spiritual
tradisional tersebut bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan kehidupan moderen.
Padahal kenyataan di sekeliling kita menunjukan, bahwa di tengah-tengah
gejolaknya pembangunan ekonomi di Indonesia dewasa ini, para kyai tetap
merupakan sekelompok orang-orang yang bersedia membangun kesejahteraan
spiritual bangsanya.
Memang betul bahwa lembaga-lembaga pesantren terikat kuat dengan
formulasi eksplisit dari pada Islam tradisional. Tetapi para kyai yang menjadi
penghubung antara Islam tradisional dengan dunia nyata ini juga merupakan
bagian dari pada kehidupan dunia. Kedudukan ganda kyai ini memang unik, dan
menjadi inti dari kualitetnya yang menonjol. Memang benar, kedudukan ganda ini
pula yang seringkali menjadi sumber tragedi yang sering dialami oleh para kyai;
tetapi justru pada kedudukan ganda ini pula terletak keagungan mereka. Kita
boleh saja menyimpulkan bahwa kedudukan ganda ini menyulitkan kyai sebagai
pimpinan pesantren; tetapi kita bisa juga menyimpulkan bahwa para kyai tersebut
66
adalah pemimpin-pemimpin yang kreatif yang selalu berhasil mengembangkan
pesantren dalam dimensi-dimensi yang baru; dan panorama yang berwajah sangat
majemuk dari kehidupan pesantren sekarang ini, adalah merupakan petunjuk
adanya kreasi yang jenius dari para kyai.
Adapun peranan K.H. Drs. Muchtar Adam di pesantren yaitu pertama,
mengajar para santri mempelajari Ilmu Tafsir yang dilakukan sepekan sekali.
Metode yang digunakan yaitu metode bandongan. Maksudnya santri menyimak
pembahasan materi yang diberikan oleh kyai maupun ustad pada setiap
pembelajaran.78
Kedua, K.H. Drs. Muchtar Adam melakukan pembinaan dibidang
pendidikan dan keagamaan kepada para guru/ustad. Pertemuannya dilakukan
perpekan dan periodik setahun dua kali. Yang perpekan diisi pengajian rutin, dan
ini menjadi media silaturahim dan juga pembinaan guru yang mengacu dengan
hal-hal yang dihadapi oleh sekolah maupun asrama. Yang periodik berisi
pelatihan-pelatihan atau training terhadap guru Babussalam, baik training Al-
Qur‟an dan training tentang belajar mengajar.79
Ketiga, mengadakan pengajian rutin setiap hari Ahad dan Jum‟at di
Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam yang dihadiri oleh jama‟ah khususnya
penduduk desa Ciburial, umumnya jama‟ah yang ada di Kota Bandung. Keempat
mengadakan pelatihan da‟i yang dihadiri oleh ustad dan asatid dari berbagai
78
Mahmud,”Model-model Pembelajaran di Pesantren”, Media Nusantara, Tangerang, 2006, hlm. 60 79
Wawancara dengan H. Fajriudin Muchtar Lc, Tanggal 13 November 2008.
67
pelosok, khususnya nias, selayar, wakatobi, dan lain-lain. Pelatihan ini
diselenggarakan dengan tujuan mencetak generasi da‟i yang berintelektual,
spiritual, dan akhlaqul karimah.
Kelima mengadakan tebar qurban yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali
pada bulan zulhijah. Tebar hewan qurban diberikan kepada masyarakat desa
Ciburial khususnya dan umumnya kepada masyarakat kecamatan Cimenyan.
Keenam, mengadakan acara buka puasa 1000 dhu‟afa dan pembagian paket
lebaran buat panti jompo. Kegiatan ini dilakukan satu tahun sekali pada bulan
ramadhan.
C. Tahap-Tahap Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam
Berbicara tentang pesantren, tidak lepas dari unsur- unsur pesantren yaitu
kyai/ustad, santri, kitab/sumber belajar, sarana dan prasarana, dan pola
pembelajaran.
Perkembangan pondok pesantren yang melalui renggang waktu yang
sangat panjang, memperlihatkan jumlah yang sangat besar dan mengalami corak
aneka ragam, sehingga terjadi generalisasi tentang lembaga-lembaga tersebut.
Namun demikian terdapat karakteristik masing-masing. Pesantren sekurang-
kurangnya ditandai dengan lima elemen pendukung yaitu, pondok, mesjid, Santri,
pengajian-pengajian kitab-kitab kuning klasik dan kyai sebagai elemen yang
penting esensial dari pesantren 80
.
80
Zamakshari Dhofier,.op.cit,hlm.55
68
Lembaga-lembaga itulah yang paling menentukan watak keislaman dari
kerajaan-kerajaan Islam dan yang memegang peranan yang paling penting bagi
penyebaran Islam sampai ke pelosok. Dari lembaga-lembaga pesantren itulah
asal-usul sejumlah manuskrif tentang ajaran Islam di Asia Tenggara, yang tersedia
secara terbatas yang dikumpulkan oleh pengembara-pengembara pertama dari
perusahaan-perusahaan dagang Belanda dan Inggris sejak akhir abad ke-16. Untuk
dapat betul-betul memahami sejarah Islamisasi di wilayah ini kita harus mulai
mempelajari lembaga-lembaga pesantren tersebut. Karena lembaga-lembaga
inilah yang menyamai anak panah pelaku penyebaran islam di wilayah ini 81
.
Begitu halnya dengan pesantren sabagai suatu lembaga pendidikan Islam
Indonesia yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam (tafaqquh fi al-din)
dengan menekankan pentingnya moral dan pengalaman ajaran Islam dalam hidup
bermasyarakat, 82
maka harus ada sinkronisasi antara beberapa unsur pesantren.
Ini dilakukan dalam rangka mewujudkan nilai-nilai luhur yang mendasari,
menjiwai, menggerakkan dan mengarahkan kerja sama antar unsur yang ada di
dalam pesantren.
Sinkronisasi unsur-unsur dan nilai-nilai dalam sistem pendidikan
pesantren merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dari
yang lain. Sistem pendidikan pesantren didasari, digerakkan, dan diarahkan sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada dasar Islam yang membentuk
pandangan hidup. Pandangan hidup yang secara kontekstual berkembang sesuai
81
Ibid. 19 82
Haidar Putra Daulay,”Historitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah”, Tiara Wacana, Yogyakarta,2000,hlm.9
69
dengan relitas sosial inilah yang dijadikan acuan dalam menetapkan tujuan
pendidikan. Dengan demikian, sistem pendidikan pesantren didasarkan atas
dialektika antara kepercayaan terhadap ajaran agama yang diyakini memiliki nilai
kebenaran mutlak dan realitas sosial yang memiliki kebenaran relatif.83
Adapun tahap-tahap perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur‟an
Babussalam terbagi menjadi dua. Pertama diawali dari tahun 1981-1998. Tahun
1981 merupakan awal berdirinya pondok pesantren Al-Qur‟an Babussalam di
Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Pada awal berdirinya
pondok pesantren, lembaga pendidikan yang pertama didirikan yaitu Madrasah
Diniyah, yang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tingkat Awaliyah, tingkat
Wustho dan tingkat Uula. Dengan ukuran gedung 5x7 meter84
. Adapun santriwan
dan santriwati yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam
berasal dari Kampung-kampung yang ada disekitar Desa Ciburial. Khususnya
tingkat Awaliyah santrinya seusia TK, karena melihat usianya masih kecil-kecil,
maka ada pemikiran dari Pak Kyai untuk membuka atau mendirikan mesjid-
mesjid di sekitar Kampung yang ada di wilayah Desa Ciburial, salah satunya yaitu
dengan didirikannya mesjid Husnul Khotimah di Kampung Cikurutug, Al-Jihad di
Kampung Ciburial, Al-furqon di Kampung Lebaksiuh, dll. Jadi ditiap-tiap mesjid
itulah Madrasah Awaliyah itu dipindahkan tujuannya untuk memudahkan anak-
83
Mastuhu.op.cit.,hlm.26 84
Koswara, “Akta Notaris”, 1981
70
anak belajar ilmu Agama di mesjid-mesjid yang ada di lingkungannya, dan tidak
perlu jauh-jauh ke Pesantren. Terkecuali tingkat Wustho dan Uula.85
Pesantren yang mempunyai luas 4 Ha ini, dalam perkembangannya mulai
mendapat perhatian dari masyarakat sekitar. Bila sebelumnya di daerah ini tidak
memiliki masjid, maka warga mulai terketuk untuk membangunnya. Sekarang di
daerah Ciburial sudah berdiri 20 masjid kecil hasil sumbangan dari pesantren,
masyarakat sekitar dan para donatur.
Pada tahun 1982 dibukalah Madrasah Tsanawiyah, kenapa tidak diawali
dari Madrasah Ibtidaiyah, karena berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa
Ciburial pada waktu itu sangat membutuhkan Madrasah Tsanawiyah yang
jaraknya tidak jauh dari Kampungnya, dan tingkat kelulusan SD sudah sangat
banyak. Sementara pada waktu itu untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama harus ditempuhnya ke kota. Jadi faktor jarak yang jauh itulah, akhirnya
Pesantren membuka sekolah formal. Kemudian pihak pesantren pun membuka
Madrasah Ibtidaiyah. Meskipun pada waktu itu SD sudah ada di wilayah Desa
Ciburial yaitu SDN Ciburial. Tapi ada beberapa jemaah yang mendorong untuk
didirikannya Madrasah Ibtidaiyah. Kemudian menyusul didirikannya Madrasah
Aliyah yaitu pada tahun 199186
. Pada tahun 1993 Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah berganti nama menjadi SD, SMP, dan SMA
Plus Babussalam berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Padahal
sebelumnya berada di bawah Departemen Agama. Ini disebabkan adanya
85
Wawancara dengan Bp.H. M Eko Slamet Riyadi, 31 Januari 2009 86
SK. Depatemen Agama Propinsi Jawa Barat, 22 Agustus 1991
71
kebijakan pemerintah yang melarang adanya 2 Madrasah Aliyah dalam satu
Kabupaten. Tapi ini sesuai dengan keinginan Kyai H. Drs Muchtar Adam untuk
mendirikan tempat pendidikan yang memberikan 100% ilmu umum dan 100%
ilmu agama87
.
Adapun jumlah santri di Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam yaitu
ada santri mukim dan non mukim (santri kalong). Santri mukim adalah murid-
murid yang berasal dari daerah yang jauh yang menetap dalam kelompok
pesantren. Sedangkan santri kalong adalah murid-murid yang berasal dari desa-
desa sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Mereka
hanya belajar di pesantren dan setelah selsai waktunya mereka pulang ke rumah
masing-masing.88
Dan untuk mengetahui jumlah santri dari tahun 1981-1998
lihatlah tabel di bawah ini:
Tabel VII
Jumlah Santri Tahun 1981-1998
No. Tahun Jumlah
1. 1997 145 orang
2. 1998 132 orang
Sumber: Buku Induk SD, SMP, SMA Plus Babussalam tahun 1998
Adapun jumlah guru atau Asatidz di Babussalam ada pegawai tetap dan
tidak tetap. Jumlah ustad pada tahun 1981-1998 yaitu:
Tabel VIII
87
Muchtar Adam, “Meretas Jalan Menuju Ma’rifatullah”, Makrifat, Bandung, 2007, hlm. 58-59. 88
Dhofier, op. cit. hlm. 51-52
72
Jumlah Ustad Tahun 1981-1998
No. Tahun Jumlah
1. 1982 8 orang
2. 1984 6 orang
3. 1985 11 orang
4. 1986 10 orang
5. 1993 12 orang
6. 1994 15 orang
7. 1998 20 orang
Sumber: Data Ustad dan Ustadzah Babussalam tahun 1998
Adapun kitab yang digunakan yaitu Tafsir Ibnu Abbas, Fiqih
Perbandingan Lintas Mazhab, Tajwid Fathul Aqfal dan Nahwu sorof dan
Jurumiah, Muyassar, Sorof Kailani, dan Aqidah Ma’rifatullah. Kemudian pola
pembelajaran yang digunakan yaitu metode sorogan dan bandungan. Sarana dan
prasarana pada tahun 1981-1998 masih minim yaitu mesjid masih ikut dengan
masyarakat desa ciburial RW 01/01, asrama putri jumlahnya 7 ruangan, asrama
putra jumlahnya 5 ruangan, lab bahasa, perpustakaan, ruangan kelas jumlahnya 13
ruangan, dan WC atau kamar mandi jumlahnya 14 ruangan.
Tahap kedua yaitu dimulai tahun 1998-2007, pada tahun 1998 pimpinan
Pondok Pesantren al-Quran Babussalam yaitu K.H. Drs Muchtar Adam mulai
aktif di salah satu partai yakni Partai Amanat Nasional (PAN). Pada saat itu pula
Babussalam mulai mengalami perkembangan yang cukup signifikan mulai dari
73
bertambahnya jumlah santri, guru, sarana dan prasarana. Untuk mengetahui
jumlah santri dari tahun 1998-2007 lihatlah tabel berikut ini:
Tabel IX
Jumlah Santri Tahun 1999-2007
No Tahun Jumlah
1. 1999 139
2. 2000 134
3. 2001 116
4. 2002 110
6. 2003 141
7. 2004 162
Sumber: Buku Induk SD, SMP, SMA Plus Babussalam tahun 2007
Adapun jumlah guru di Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam tahun
1998-2007. Lihatlah tabel di bawah ini:
Tabel X
Jumlah Guru Tahun 1999-2007
No Tahun Jumlah
1. 1999 24 Orang
2. 2000 17 Orang
3. 2001 22 Orang
4. 2002 24 Orang
5. 2003 28 Orang
74
6. 2004 32 Orang
7. 2005 35 Orang
8. 2006 37 Orang
9. 2007 40 Orang
Sumber: Data Guru Tahun 2007
Sarana dan prasarana bertambah diantaranya ruangan kelas jumlahnya
menjadi 15 ruangan, Lab Komputer, Lab Ipa, Majlis Ta,lim, Kamar Mandi
jumlahnya menjadi 19 ruangan,Kantor Asrama, Klinik Thibunnabawi dan Asrama
putra jumlahnya 7 ruangan dan jumlah asrama putri yaitu 8 ruangan. Dan juga
bertambahnya program-program diantaranya, program Al-Qur‟an yaitu Tahsin,
Kitabah (Khat Kaligrafi) Tahfidz, Tarjim, Tafhim,Tafsir dan pengamalannya.
Kemudian kajian sains dan religious, kajian lintas Mazhab, Bahasa arab dan
Inggris, Multimedia, life Skill yang meliputi hafalan al-Qur‟an, dakwah, seni lukis
Kaligrafi, computer, Seni baca al-Quran dan Sholawat, Nasyid, Olahraga dan
sistem kehidupan Asrama89
.
89
Metro, 2004,” Nur Islam dari Bukit Uhud Dago”, Jum’at, 4 Juni 2004, hlm.4
75
D.Faktor-faktor Perkembangan
Adapun faktor pendukung berkembangnya lembaga pendidikan di Pondok
Pesantren al-Quran Babussalam yaitu:
1. Kyai merupakan pengasuh pesantren yang menjaga nilai agama sebagaimana
dibahas dalam unsure-unsur sebelumnya 90
. Adapun pengertian Kyai menurut
Ahmad Muthohar, Kyai yaitu tokoh kharismatik yang diyakini memiliki
pengetahuan agama yang luas sebagai pemimpin sekaligus pemilik91
. Kyai
yang mumpuni atau berintelektual tinggi di dalam keilmuan, maksudnya istilah
intelektual dalam bahasa ideology pendidikan adalah pengetahuan agama
dalam pesantren. Sehingga terciptalah perkembangan yang cukup signifikan.
2. Ustadz atau Sumber Daya Manusia baik dari dalam maupun Luar Negeri
(Mesir, Sudan, Iran, dan Syria). Staf pengajar dari sudut ilmu penunjang yang
90
Mastuhu.op.cit.,hlm 126 91
Ahmad Muthohar.op.cit.,hlm.105
76
lain yaitu lingkungan yang bagus dan kondusif untuk pembelajaran. Begitu
halnya dengan Kyai, guru menempati peran strategis dalam pendidikan
pesantren. Guru selain sebagai penjaga moral setelah Kyai, guru juga dituntut
secara intelektual dan terampil dalam mendidik siswa92
.
3. Jema‟ah, maksudnya jema‟ah sangat membantu dari aspek dana. Karena dari
tahun 1981 sampai sekarang, sekolah baik pusat maupun cabang masih defisit.
Sehingga setiap bulan yayasan selalu melakukan subsidi ke cabang-cabang,
dan dana tersebut dari jema‟ah Babussalam melalui BMT (Baitul Mal). Dana
tersebut dialokasikan untuk pembangunan pesantren, membeli peralatan
contohnya bangku, computer, dan peralatan kantor, kemudian menutup
kekurangan biaya pendidikan dalam penggajian guru.
Adapun faktor penghambat yaitu:
1. Sumber Daya Manusia yang masih kurang memadai, hal itu karena
Babussalam menggunakan kurikulum integral yaitu memadukan kurikulum
kepesantrenan dengan kurikulum Diknas. Oleh karena itu Babussalam
kesulitan dalam melakukan perekkrutan tenaga kerja, karena seorang guru
dituntut bias mengajarkan Tafsir al-Quran yang ada relevansinya dengan
pelajaran tiap-tiap guru. Dan disini guru belum mampu memadukan hal itu.93
2. Santri, karena pada awalnya pesantren diselenggarakan untuk mendidik santri-
santri agar menjadi orang yang taat dalam menjalankan agamanya dan
berakhlak mulia; dan orangtua mengirimkan anaknya dengan keinginan agar
92
Ibid.106 93
Wawancara dengan Bp. H. M. Eko Slamet Riyadi, Tanggal 31 Januari 2009
77
anaknya menjadi orang baik, yaitu mengerti dan taat menjalankan perintah
agama dalam hidup keseharian. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya,
santri dituntut memiliki kejelasan profesi. Sedang selama belajar di pesantren
mereka baru mempelajari ilmu-ilmu agama yang sifatnya dasar dan umum,
yang akan membekali mereka landasan moral dalam kehidupan bersama94
.
Pesantren tidak pernah mengkhususkan tujuan pendidikannya,
sebagaimana sekolah-sekolah kejuruan, atau merencanakan pendidikannya
seperti sekolah-sekolah umum yang memeberikan ilmu-ilmu dasar yang dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi berbagai profesi atau spesialisasi bidang
studi melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya pesantren hanya
menyiapkan landasan moral agama, sedang mengenai bentuk kehidupan atau
nasib selanjutnya terserah pada perjuangan hidup di masyarakat nanti95
. Karena
santri-santri yang masuk ke Babussalam tidak melalui tes. Jadi santri terdapat
keaneka ragaman baik dari segi ilmu pengetahuan, akhlak, dan latar belakang
maksudnya kebanyakan santri yang masuk itu terpaksa karena dipaksa oleh
orangtuanya. Sehingga lahirlah sikap belajar yang asal-asalan. Sehingga
perkembangan dalam bidang pendidikan berlangsung secara lamban.
3. Fasilitas yang kurang menunjang dalam melangsungkan proses belajar
mengajar
94
Mastuhu.op.cit.,hlm.136 95
Ibid
78
4. Tata organisasi yang belum mapan, maksudnya organisasi masih mencari
bentuk penyesuaian sambil berjalan dan ini masih dicari solusi terbaik untuk
memecahkan hal tersebut.
E. Karakteristik
Adapun yang menjadi karakteristik Pondok Pesantren Al-Qur‟an
Babussalam diantaranya:
1. Pesantren al-Quran Babussalam menggunakan kurikulum integritid yakni
memadukan ilmu umum dan ilmu Agama, salah satu contoh seorang guru
fisika harus bisa menjelaskan ayat-ayat tentang fisika didalam al-Quran.
2. Pesantren al-Quran Babussalam mempunyai program unggulan terutama
program al-Quran yang meliputi: Tahsin yaitu tingkatan bagi pemula yang
ingin menghafal al-Quran, Kitabah (khat kaligrafi) yaitu qo‟idah menulis
yang benar, Tahfidz yaitu program menghafal al-Quran mulai dari tingkatan
santri TK sampai santri SMA, Tarjim yaitu program penerjemahan baik
secara tekstual maupun kontekstual, Tafsir yaitu pemahaman Al-quran
secara Integral berdasarkan lintas Madzhab dan Tafhim yaitu pemahaman
yang lebih kepada pengamalannya.
3. Adanya kajian sains dan religius, Fiqih yang berdasarkan lintas madzhab
maksudnya para guru harus mampu mengajarkan Fiqih ditinjau dari
berbagai Madzhab, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris kedua bahasa tersebut
di pelajari baik di sekolah maupun di Asrama, multimedia, life skill
(kecakapan hidup) adalah tempat pengembangan bakat bagi para santri yang
79
meliputi: Seni baca al-Quran,Tahfidz Quran, dakwah, seni lukis dan
kaligrafi, komputer, nasyid, olahraga, dan sistem kehidupan Asrama96
.
Seorang Santri sedang berpidato Bahasa Arab dan Inggris pada kegiatan Muhadhoroh pada tahun
2007 di Babussalam pusat.
Salah satu santri sedang mengikuti tes Tahfidz pada program Munaqasyah Syafahi
di Babussalam pada tahun 2007
96
Metro. Jum’at, 4 Juni 2004, hlm.4
80
Santri sedang mengikuti pengarahan system kehidupan di Asrama oleh Ustadz
pada tahun 2007 di Pesantren al-Quran Babussalam pusat.
F. Cabang-cabang Babussalam
Babussalam pun mendirikan Cabang- cabang di pelosok nusantara
diantaranya:
a. Babussalam Cabang selayar tahun 2004.
1. Awal perintisan sampai dengan Tahun 1997
“Hijraturrasul” dari Mekkah ke Madinah adalah inspirasi awal berdirinya
lembaga pendidikan Islam Babussalam di kabupaten Selayar . Hijrah Rasulullah
SAW. Ke Madinah ditengarai oleh sebagian ahli sejarah adalah sebuah strategi
untuk membangun kekuatan di Mekkah Al-mukaramah. Hal tersebut terbukti
dengan terjadinya “Fathu Makkah” pada tahun 13 Hijriah .Hal inilah yang
mengilhami Muchtar Adam sehingga beliau berkenan kembali ke Kabupaten
Selayar yang kemudian merintis sebuah lembaga pendidikan Islam yang bernama
pesantren al-Quran Babussalam.
81
Masjid Nurul Hidayah Muhamadiyah yang terletak di Bua-Bua kecamatan
Benteng adalah saksi bisu tentang ide-ide itu. Setelah tiga kali memberikan
pengajian di Masjid Nurul Hidayah Muhammadiyah, beliau pun mengungkapkan
ide untuk mendirikan lembaga Pendidikan Islam di Kabupaten Selayar sebagai
bentuk kepedulian terhadap pendidikan di tanah kelahirannya. Gayung pun
bersambut. H.Mahmudin Kebo sebagai salah seorang tokoh masyarakat dan tokoh
pendidikan di Kabupaten Selayar menyambut dengan sangat antusias ide itu.
Maka setelah kuliah Subuh di Masjid Nurul Hidayah Muhammadiyah,
H.Mahmuddin Kebo mengajak Muchtar Adam untuk membicarakan ide itu serius.
Setelah berbincnag-bincang beberapa saat, kendala yang muncul adalah masalah
tanah. H.Gossang yang berganti nama menjadi H. Ali setelah masuk Islam yang
ketika itu dikenal sebagai sosok dermawan dan memiliki banyak tanah disepakati
untuk membantu menuntaskan masalah ini. Dipagi menjelang siang, Muchtar
Adam Gossang yang berganti nama menjadi H. Mahmuddin Kebo datang
bersilaturahim kerumah H. Ali dan mengungkapkan rencana pendirian pesantren
itu. Pada pertemuan itu di ungkapkan oleh Muchtar adam bahwa kendala yang
dihadapi saat itu adalah masalah tanah H. Ali ketika mengetahui bahwa yang jadi
masalah tanah, beliaupun menyanggupi untuk menghibahkan sebagian tanah
yang dimilikinya. Pada hari itu juga, H. Ali, H. Mahmuddin Kebo, dan Muchtar
adam bersama dengan seorang supir ber angkat ke mata lalang untuk meninjau
lokasi tanah persiapan pendirian pesantren.Ada tiga tempat yang ditawarkan oleh
H.Ali pada saat itu .lokasi pertama adalah pasanderang seluas 4 ha, pesantren
Babussalam saat ini, kedua adalah tanah yang berlokasi di sebelah selatan jalan
82
masuk ke palemba seluas 30 ha, dan lokasi ketiga adalah tanah sebelah barat jalan
masuk ke palemba seluas sangat besar sebab di tanah ini terdapat sumber air yang
sangat melimpah97
.
Di tahun 1993, diadakanlah rapat di SMI Muhammadiyah untuk
membicarakan langkah-langkah selanjutnya untuk mewujudkan cita-cita itu.
Rapat di hadiri oleh kurang lebih 10 orang tokoh Masyarakat kab. Selayar yang
diantaranya adalah Bapak H.Rahim patta ,Bapak ridwan, H. Baso Rumma,
H.Mahmuddin kebo, dan tokoh-tokoh lainnya. Diskusi begitu alot antara Pro dan
kontra. Di sebagian kalangan muncul rumor bahwa Muchtar adam bukan lagi
kader Muhammadiyah. Bahkan oleh pihak tertentu dituduh berfaham syi‟ah ,
salah satu faham yang oleh MUI telah di fatwakan haram berkembang di
Indonesia. Akhirnya walaupun alot namun rapat tidak menghasilkan kesimpulan
yang jelas98
.
Untuk mencari tahu, apakah isu negatif yang terlontarkan di forum rafat itu
benar atau tidak, H. Mahmuddin kebo berangkat kebandung untuk
mengklarifikasikan berita miring itu. Di luar dugaan dan hal itu memang telah
menjadi rekayasa Allah , ketika H.Mahmuddin Kebo tiba di bandung, pada malam
harinya muchtar Adam memberikan Tausyiah yang pada saat itu di hadiri tokoh-
tokoh Muhammadiyah bahkan oleh pimpinan Wilayah Muhammadiyah jawa
97
Muchtar Adam.op.cit.,hlm.65 98
Ibid
83
Barat. Pupuslah sudah dan terkisahlah habis perasaan negative yang selama ini
sempat terbetik di benak H.Mahmuddin kebo99
.
Pada Tahun yang sama di bentuklah formasi pengurus yayasan Babussalam
Cabang Selayar dengan formasi ketua (H.Ali), Sekretaris (H.Mahmuddin Kebo),
dan Bendahara (H.Anwar). Dalam upaya mempercepat proses kaderisasi yang
nantinya menjadi tulang punggung pesantren al-Quran Babussalam , pada tahun
1991 diutus 10 orng kader untuk menimba ilmu di pesantren al-Quran
Babussalam pusat. Mereka diantaranya H.Kamarudin, Drs.Mappa Bangka, Drs
Daeng malewa, Drs. Ibrahim, Drs.Nur Alim, Drs.Topan Adil, dan beberapa
Pembina lainnya. Setelah setahun menimba ilmu di Babussalam pusat para kader
kembali di tahun 1992. Setelah kemabli di tahun 1992, ibu Marwiah (Salah
seorang kader) mendirikan Tk Babussalam di kecamatan Benteng.
Di tahun 1993, dengan mengucapkan lafadz Basmalah, peletakan batu
pertama pembangunan pesantren pun dimulai sambil membenahi jalan masuk ke
lokasi pembangunan yang ketika itu tidak dapat di lalui oleh kendaraan roda
empat, walau tidak dihadiri oleh bayak orang. Namun peletakan batu per tama
yang dilakukan oleh KH. Abdul Kadir Kasim ketika itu sungguh membawa
berkah.100
Di tahun 1995, diadakanlah rapat kedua dalam rangka pembentukan
pengurus baru yayasan Babussalam cabang selayar di Hotel Berlian pada rapat itu
terpilih Bapak kamarudin (Almarhum) dan KH. Abdul Kadir Kasim sebagai
99
Ibid.66 100
Ibid
84
direktur Pesantren al-Quran Babussalam. Dan pada tahun yang sama tepatnya
tanggal 17 juli 1995 di bukalah pendaftaran untuk jenjang pendidikan SMP dan
SMA. Pada saat itu hanya ada satu gedung dengan jumlah local 4 ruangan:
1.ruangan untuk kantor, 1 ruangan asrama, satu ruangan kelas SMA bergabung
dengan koperasi, dan 1 ruangan kelas SMP bergabung dengan Mushola. Adapun
SD baru di buka pada tahun 1997.101
Salah satu ide awal dan pemotivasi perintis pesantren al-Quran Babussalam
cabang selayar adalah menjadikan pesantren ini wadah pengkaderan Ulama.
Mengelola pesantren sangat berbeda dengan lembaga pendidikan
umum.karena itu, manajemennya pun harus lain. Memegang amanah selaku ketua
yayasan yang bergerak di bidang pendidikan ala pondok membutuhkan semangat
“pantang menyerah“, karena model pendidikan ini tidak hanya memikirkan
bagaimana memperlancar proses Belajar-Mengajar, melainkan juga, fasilitas
ibadah, pemondokan,dapur ,tenaga Pembina (bukan sekedar mengajar), MCK,
keamanan, kemandirian, dan juga kesejahteraanpembina maupun santri
.Menyadari beratnya tantangan yang bakal dihadapinya, maka pengurus yayasan
dan pengelola pesantren menerapkan 3 prinsip102
yaitu:
1. Prinsip kerja
Kerja keras yang mengandalkan tenaga, jasmani dan fisik
Kerja cerdas dengan mengandalkan akal, otak dan fikiran
Kerja Ikhlas dengan mengandalkan hati yang tulus
101
Ibid.67 102
Ibid.67-68
85
2. Prinsip interaksi
Segala kelebihan agar disebar keluar sehingga menjadi contoh dan juga
publikasi atau promosi, agar menjadi daya tarik bagi pihak lain.
Segala kekurangan dan Kelemahan, dikomunikasikan kedalam agar dapat
segera di benahi dan diperbaiki sehingga tidak merusak citra.
Membangun citra yang baik sangat susah, tetapi lebih susah lagi
mempertahankannya.
3. Prinsip Transparansi, adanya laporan keuangan kepada publik setiap tiga
bulan.
Pesantren al-Quran Babussalam Cabang Selayar terletak di Passanderang
Km 5 Matalang. Bonto Bangun Kecamatan Bontoharu PO BOX 102 Telp/Fax
(0414) 22199 Kabupaten Selayar 92812 Sulawesi Selatan. Selain cabang selayar
ada cabang-cabang yang terletak di daerah terpencil diantaranya:
a. Babussalam cabang Wakatobi Sulawesi tenggara. Tepatnya di Jl. Merdeka
No. 85 Wangiwangi Utara. Cabang Wakatobi didirikan pada tahun 2005,
dan sekolah yang baru dibuka yaitu SMA. Dan semua itu dilihat akan
kebutuhan masyakat setempat.
b. Pada tahun 2006 didirikanlah Babussalam Cabang Solok Selatan di Jl.
Kiambang Raya No. 103 Jorong Kp. Non Limo Kota Baru Sumatrera
Barat. Dan didirikan pula Babussalam Cabang Aceh Besar di Jl. Taman
Makam Pahlawan No. 84 Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh
Nangroe Aceh Darussalam. Dan sekolah yang didirikan disini yaitu SMA
dan SMK.
86
c. Pada tahun 2007 didirikanlah Babussalam cabang Nias, disini belum
didikan sekolah baru mesjid Agung Babussalam yang di dalamnya terdapat
pengajian-pengajian anak-anak (madrasah) dan pengajian Bapak-bapak/Ibu-
ibu. Belum didirikannya sekolah formal karena sulit mendapat ijin dari
pihak setempat yang Islamnya hanya 5 persen 103
Gambar di atas adalah gedung sekolah, asrama dan lahan Cabang Babussalam Selayar
Sulawesi Selatan. Yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai, dapat
terlihat dari bangunan yang sudah permanen. Meskipun berada di pulau terpencil.
asrama
Asrama Santri di Babussalam Cabang Selayar Sulawesi Selatan masih minim.
103
Wawancara dengan H. M. Eko Slamet Riyadi, 31 Januari 2009
87
Gedung Sekolah
Gambar di atas merupakan gedung Sekolah,kegiatan belajar mengajar siswa/siswi SMA
dan sedang menggali mata air di Babussalam Cabang Wakatobi Sulawesi Tenggara.
Peresmian dan peletakan
batu pertama
Peresmian dan peletakan Batu Pertama di Babussalam cabang Wakatobi Sulawesi
Tenggara yang dilakukan oleh KH. Drs Muchtar Adam dengan pejabat setempat.
Peletakan batu pertama
Peletakan batu pertama oleh PJ. Gubernur NAD, Drs. Azwar Abu Bakar,
didampingi H. Syafik Umar, Pemimpin Umum Harian PIkiran Rakyat Bandung, dan KH. Drs. Muchtar Adam, Ketua Yayasan Babussalam Pusat,
Bandung
88
Pembangunan Tahap III
Bangunan Sekolah yang cukup megah, terdiri dari tiga tingkat dan beberapa ruangan di
Aceh Besar
oLahan 25 Ha
oSMA Pertanian
Lahan yang di persiapkan untuk Bangunan Babussalam Cabang Meulaboh (Aceh)
Perencanaan pembangunan di Meulaboh yang dihadiri oleh KH. Drs Muchtar Adam,
Ketua Harian Pikiran Rakyat H. Syafik Umar dan beberapa tokoh masyarakat di
Meulaboh Aceh.
89
Nampak jelas bangunan mesjid Nias Selatan yang sangat megah yang dibangun atas kerja
sama Babussalam dengan Harian Umum Pikiran Rakyat untuk daerah pasca gempa
Tsunami tahun 2005 di Sumatra Utara.
Iedul Adha Pertama
Suasana di dalam mesjid setelah melaksanakan Shalat Iedul Adlha pertama setelah selesai
pembangunan mesjid tahun 2007.
Ada beberapa alasan mengapa Kyai Muchtar Adam bergerak untuk
membangun sekolah terpadu di daerah pulau terpencil, salah satu alasannya yaitu:
Pertama, ia melihat bahwa di pulau-pulau terpencil itu untuk pendidikan jauh
tertinggal dengan yang ada di Jabar atau Jawa secara umum. Diceritakan ketika
dirinya duduk di Komisi VI DPR-RI (periode 1999-2004). Saat melakukan
kunjungan kerja ke daerah-daerah luar Jawa, terutama pulau terpencil sangat
terasa sekali ketimpangan pendidikan tersebut. Masih banyak anak usia sekolah
90
tidak bias sekolah karena sulit dan kurangnya sarana pendidikan didaerah
terpencil. “itu sangat menyedihkan sekali. Sehingga, saya ingin sekali berjuang
untuk membangun sekolah di daerah terpencil. Saya menjalin kerja sama dengan
berbagai pihak untuk membantu pendanaannya.
Tak jarang di daerah-daerah terpencil itu, diantara mereka kalau ingin
melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP ke SMA, harus pindah pulau atau dating
ke kota lainnya, yang jaraknya sangat jauh. Jelas secara financial akan memakan
biaya besar, sementara sisi perekonomian keluarga di daerah terpencil itu, sangat
kurang.
“Saya banyak terenyuh kalau sudah demikian, karena kesempatan anak-
anak di pulau-pulau kecil itu, tidak biasa seperti kita yang ada di Pulau
Jawa. Makanya, saya bertekad untuk mengembangkan sekolah di daerah itu.
Kita menjalin kerja sama dengan Departemen Pendidikan Kelautan dan
Perikanan, untuk membantu pengenbangan sekolah yang dirintis ini”,
paparnya.
Kedua, agar kemajuan warga di pulau itu berkembang. Serta masalah lain, agar
pulau itu tidak dicaplok oleh Negara lain. Beberapa pulau kecil yang berbatasan
dengan Filipina atau Malaysia, jangan sampai ditinggal oleh warga hanya karena
alas an anak mudanya tidak bias sekolah. Jika nanti generasi mudanya pergi,
pulau itu kosong, jelas khawatir pulau itu akan diisi oleh orang luar. Salah satu
cara untuk mencegah hal itu terjadi, harus dibangun sekolah di daerah itu.
Ketiga, untuk berdakwah. Karena untuk dating ke pulau-pulau terpencil itu
jelasnya, membutuhkan waktu serta dana besar. Pergi ke Pulau Wakatobi,
misalnya, mesti berjam-jam di kapal kecil di tengah lautan yang mesti dilalui.
91
“Bahkan, ada yang 19 jam mesti kita tempuh dengan perahu untuk sampai ke
sekolah itu”, ungkap ayah tujuh anak ini.104
Tetapi, karena semua itu ikhlas untuk berjuang dalam dakwah Islam, maka
dilakukannya dengan penuh semangat. Ia tak mengenal lelah atau putus asa, untuk
terus berjuang dating ke satu pulau kecil hingga pulau lainnya, untuk mendirikan
sekolah berikut pesantrennya. Termasuk kerja sama dengan Harian Umum (HU)
Pikiran Rakyat untuk membangun sekolah terpadu di Aceh Besar dan
Meulaboh.105
104
Pikiran Rakyat, Minggu 5 Maret 2006 105
Ibid.
92
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian mengenai Peranan K.H. Muchtar Adam Pada
Pengembangan Pondok Pesantren Al-qur‟an Babussalam tahun 1981-2007, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pondok pesantren al-Quran Babussalam didirikan pada tanggal 12 Rabiul Awal
1401 H atau pada tanggal 18 Januari 1981, oleh KH. Drs Muchtar Adam. Dan
tujuannya didirikannya Pesantren yaitu untuk mewujudkan tempat pendidikan
yang berintelektual, berspiritual, dan berakhlaqul karimah. Adapun tujuan yang
lain yaitu untuk membina kesadaran dan rasa tanggungjawab umat terhadap
ajaran Islam melalui kesejahteraan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia seutuhnya. Adapun Visi Babussalam yaitu sebagai
pelopor dan pusat pendidikaan al-Quran secara terpadu melalui Lintas
Madzhab. Dan adapun Misi Babussalam yaitu menjadi salah satu wadah untuk
mewujudkan Ukhuwah Islamiah dan Wahdatul Ummah dengan menggalang
kerjasama berlandaskan kejujuran watak untuk berbakti kepada Agama, Nusa
dan Negara Republik Indonesia.
2. Peranan KH. Drs Muchtar Adam dalam mengembangkan Pondok Pesantren
Al-qur‟an Babussalam sangat besar sekali. Salah satu diantaranya yaitu Kyai
memiliki peran sentral dalam mengembangkan pesantren membina IMTAQ
khususnya santri dan jema‟ah pada umumnya. Selain itu, kyai pun mempunyai
peranan yang penting dalam pencarian dana sehingga tercipta sarana dan
93
prasarana yang cukup memadai seperti saat ini. Perkembangan Pesantren Al-
Qur‟an Babussalam terbagi kedalam dua tahap yaitu: Tahap pertama, dimulai
pada tahun 1981-1998 merupakan awal perintisan, jadi belum ada sarana
prasarana yang cukup memadai seperti sekarang ini. Pada saat ini Lembaga
pendidikan berupa Madrasah Tsanawiyah dan selanjutnya Madrasah
Ibtidaiyyah. Tahap kedua , pada tahun 1998-2007 merupakan perkembangan
Babussalam, diawali dengan diangkatnya KH. Drs Muchtar Adam menjadi
anggota DPR MPR komisi VI bidang pendidikan Agama. Perkembangan dapat
dilihat dengan adanya pergantian Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah
dan Madrasah Aliyah menjadi SD Plus, SMP Plus dan SMA Plus Babussalam
kemudian ditambah program-program pendidikan Al-Qur‟an jadi
bertambahnya jumlah Santri, jumlah tenaga pengajar serta sarana dan prasarana
pun mulai mengalami peningkatan. Disamping itu, Pesantren al-qur‟an
Babussalam pun memiliki peranan penting bagi Masyarakat Desa Ciburial
yaitu dalam aspek pendidikan kepesantrenan , dakwah, pengobatan dan sosial
kemasyarakatan. Dan yang terakhir didirikan Cabang-cabang Babussalam di
pulau-pulau terpencil, diantaranya: Babusalam cabang Selayar (Sulawesi
Selatan), Babussalam Cabang Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Babusalam
cabang Aceh Besar (Montasik), Babusalam cabang Meulaboh (Aceh Barat) dan
Cabang Nias Selatan (Sumatera Utara).
94
LAMPIRAN-LAMPIRAN
95