BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ......

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting dalam masyarakat yakni sebagai sarana komunikasi. Bisa dikatakan bahwa tanpa adanya bahasa, suatu komunikasi itu tidak dapat terjadi. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984 : 1). Masyarakat erat kaitannya dengan bahasa, begitupun sebaliknya bahasa melekat pada masyarakat. Interaksi sosial dalam masyarakat terjadi dapat berupa lisan maupun tulis. Bahasa yang alami adalah bahasa yang merupakan akibat dari suatu proses yang terjadi di dalam bahasa itu sendiri, tanpa pengarahan apapun yang sifatnya disengaja(Suwito, 1983: 137). Bahasa itu sendiri juga memiliki fungsi untuk berinteraksi atau komunikasi, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan juga perasaan. Setiap orang memiliki ciri khas tersendiri dalam berbahasa (berbicara atau menulis). Kekhasan ini dapat mengenai volume suara, pilihan kata, penataan sintaksis, dan penggunaan unsur-unsur bahasa lainnya (Chaer dan Agustina, 2004: 34). Berbicara lebih sering digunakan orang dibandingkan dengan cara berbahasa yang lain. Kepandaian dalam berbicara merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang disukai bahkan disegani oleh orang lain. Berbicara kepada orang lain merupakan peristiwa yang wajar dilakukan orang setiap harinya. Namun tingkat kepandaian berbicara seorang dengan orang lain tentulah berbeda. Kemampuan bicara bisa merupakan bakat, tetapi

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ......

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa memiliki peranan penting dalam masyarakat yakni sebagai sarana

komunikasi. Bisa dikatakan bahwa tanpa adanya bahasa, suatu komunikasi itu

tidak dapat terjadi. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat

berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984 : 1).

Masyarakat erat kaitannya dengan bahasa, begitupun sebaliknya bahasa melekat

pada masyarakat. Interaksi sosial dalam masyarakat terjadi dapat berupa lisan

maupun tulis. Bahasa yang alami adalah bahasa yang merupakan akibat dari

suatu proses yang terjadi di dalam bahasa itu sendiri, tanpa pengarahan apapun

yang sifatnya disengaja(Suwito, 1983: 137). Bahasa itu sendiri juga memiliki

fungsi untuk berinteraksi atau komunikasi, alat untuk menyampaikan pikiran,

gagasan dan juga perasaan.

Setiap orang memiliki ciri khas tersendiri dalam berbahasa (berbicara atau

menulis). Kekhasan ini dapat mengenai volume suara, pilihan kata, penataan

sintaksis, dan penggunaan unsur-unsur bahasa lainnya (Chaer dan Agustina, 2004:

34). Berbicara lebih sering digunakan orang dibandingkan dengan cara berbahasa

yang lain. Kepandaian dalam berbicara merupakan salah satu faktor yang dapat

menyebabkan seseorang disukai bahkan disegani oleh orang lain.

Berbicara kepada orang lain merupakan peristiwa yang wajar dilakukan

orang setiap harinya. Namun tingkat kepandaian berbicara seorang dengan orang

lain tentulah berbeda. Kemampuan bicara bisa merupakan bakat, tetapi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

2

kepandaian bicara yang baik memerlukan pengetahuan dan latihan (Sutardjo,

2013: 7). Berbicara dengan orang lain tentu menggunakan cara yang berbeda-

beda, hal ini tergantung pada sudut pembicara, tempat berbicara, pokok

pembicaraan, dan situasi pembicaraannya. Cara lain juga yang sering digunakan

orang lain untuk mengidentifikasi sejauh mana seorang penutur menguasai bahasa

yang sedang dipergunakannya malalui pemilihan variasi dalam tuturannya.

Penggunaan bahasa dalam berbicara pada kehidupan sehari-hari tidak

selalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. Seringkali dalam berbicara

muncul adanya percampuran bahasa entah dari penutur maupun dari mitra tutur

dalam kegiatan komunikasi sehari-hari. Dalam kedwibahasaan ini muncullah

istilah Alih Kode dan Campur Kode. Pada keadaan seperti ini maka terjadilah

peristiwa saling kontak antara bahasa satu dengan bahasa lainnya dalam suatu

komunikasi. Alih kode dan campur kode selalu melekat pada kehidupan sehari-

hari terutama percakapan dengan orang lain. Kehidupan manusia sehari-hari tidak

lepas dari berbagai macam kegiatan keagamaan, maka dari itu alih kode dan

campur kode juga terjadi pada khotbah dalam acara-acara agama.

Melalui khotbah seseorang dapat menyampaikan gagasan, pikiran atau

informasi kepada orang banyak secara lisan. Dalam pelaksanaanya antara pidato

dan khotbah tidak dapat dibedakan, keduanya sama-sama menyampaikan suatu

gagasan atau pesan kepada khalayak. Hanya saja yang membedakan keduanya

adalah situasi, tempat, waktu (kesempatan), tema dan sumbernya. Khotbah lebih

bersifat khusus untuk masalah keagamaan.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

3

Khotbah memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan

masyarakat beragama khususnya, baik itu pada waktu sekarang maupun pada

waktu-waktu yang akan datang. Mereka yang mahir berbicara dengan mudah

dapat menguasai massa dan berhasil memasarkan gagasan mereka dengan baik

sehingga mudah diterima oleh orang lain. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh

pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya kepada pendengar. Salah satunya

adalah penggunaan aspek kebahasaan berupa alih kode dan campur kode

mengenai materi yang disampaikan. Oleh karena itu, sering kita temukan dalam

kehidupan sehari-hari banyak pengkhotbah yang menggunakan dua bahasa atau

lebih dalam ceramahnya, termasuk di gereja dan lebih khusus lagi di Gereja

Kristen Jawa.

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Ampel sebagai gereja induk yang memiliki dua

Pepanthan di bawahnya yaitu GKJ Berdug dan GKJ Kentheng, yang masih satu

klasis dengan GKJ Boyolali. Pendeta dari gereja induk juga bertugas untuk

melayani di gereja-gereja Pepanthan dengan jadwal pelayanan dan khotbah yang

sudah ditentukan oleh gereja induk. Dalam GKJ yang bisa melayani khotbah

haruslah yang diberi gelar Pendeta, Penatua, ataupun Diaken (Surachman, 2013:

23). Dalam pelayanan khotbah setiap minggunya pendeta dibantu oleh majelis

gereja induk dan pepanthan yang jumlahnya ada 16 majelis. Gereja ini sendiri

memiliki jumlah jemaat sebanyak 281 orang yang tersebar di tiga gereja induk

dan pepanthan (Jaryono, 2010: 30-31).

GKJ Ampel ini sendiri terbentuk dari berkumpulnya beberapa orang

kristen di Ampel yang kemudian dilayani oleh GKJ Boyolali pada tahun 1966.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

4

Pada tahun 1969, persekutuan orang-orang ini yang berjumlah sekitar 20 orang

ditempatkan di rumah salah seorang jemaat. Kemudian pada tahun 1977 ada

seseorang yang memberikan sebidang tanah, yang pada saat itu sudah

berkembang menjadi sekitar 70 orang. Baru pada tahun 1979 mulai dibangun

gedung gereja di atas sebidang tanah tadi yang dananya berasal dari usaha warga

jemaat, simpatisan dan juga donatur.

GKJ Ampel memiliki seorang pendeta yang yang ditugaskan dan telah

ditahbiskan di gereja ini pada tanggal 24 Juli 2010 bernama Pdt. Jaryono, S.Si.

Sebagai seorang pendeta beliau memiliki tugas untuk menggembalakan jemaat-

jemaatnya dan lebih seringnya lagi adalah memberikan khotbah dalam kebaktian

setiap hari minggu dan persekutuan selain hari minggu. Dalam kebaktian minggu

maupun persekutuan, bahasa yang digunakan tidak selalu menggunakan bahasa

Jawa, itu tergantung pada jadwal yang telah ditentukan oleh gereja induk itu

sendiri.

Setiap pengkhotbah yang bertugas di GKJ Ampel memiliki kekhasan

masing-masing dalam berkhotbah, baik itu dari gaya berkhotbah, emosi atau

penghayatan mengenai materi yang disampaikan, sedangkan volume dan tekanan

suara yang digunakan pengkhotbah tergantung pada jemaat yang mendengarkan

khotbah. Setiap pengkhotbah memiliki tingkat pendidikan dan kemampuan

berbahasa Jawa yang berbeda maka hal ini mempengaruhi dalam penyampaian

khotbah berbahasa Jawa secara baik dan benar. Meskipun secara retorika mereka

memiliki kemampuan yang sangat baik, namun dari segi kebahasaan mereka

masih sering menggunakan lebih dari satu bahasa, sehingga akan muncul alih

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

5

kode dan campur kode. Peralihan bahasa juga dapat disebabkan oleh karena

materi khotbah yang diberikan kepada pengkhotbah, jemaat yang bervariasi baik

dari segi umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.

Berikut ini adalah contoh “Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah

Berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel Kabupaten Boyolali”:

Data 1

Awit ugi namung dhateng panganthinipun Gusti menika dados jaminan. Jaminan

dan kepastian hidup orang percaya itu hanya di dalam penyertaan Tuhan.

‟karena juga hanya kepada penyertaan Tuhan itulah yang menjadi jaminan.

Jaminan dan kepastian hidup orang percaya itu hanya di dalam penyertaan Tuhan‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupkan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel

kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 8 November

2015 pada pukul 08.20 WIB. Penuturnya adalah majelis GKJ Ampel yang

bertugas menyampaikan materi khotbah pada hari itu kepada pendengar.

Pendengar tuturan tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang

beribadah hari itu. Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang, semua yang ada

di tempat itu fokus mendengarkan penutur yang sedang berkhotbah dalam

kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan itu adalah penutur ingin

memberitahukan kepada pendengar bahwa penyertaan Tuhan yang menjadi

jaminan dan kepastian orang percaya.

Alih kode pada tuturan di atas dilakukan penutur dari bahasa Jawa „awit

ugi namung dhateng panganthinipun Gusti menika dados jaminan‟ yang

kemudian beralih ke bahasa Indonesia „jaminan dan kepastian hidup orang

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

6

percaya itu hanya di dalam penyertaan Tuhan‟ sehingga fungsinya berbeda.

Alih kode ini disebut alih kode ekstern.

Fungsi dilakukannya alih kode oleh penutur pada data tuturan tersebut

adalah lebih argumentatif. Penutur ingin lebih meyakinkan pendengar ketika

mulai beralih ke bahasa Indonesia. Sebelumnya penutur mencoba memberikan

argumen, namun kemudian lebih ditekankan lagi lewat pernyataan berikutnya.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode oleh penutur adalah pokok

pembicaraan. Ketika penutur masih berbicara dengan bahasa Jawa, belum

melakukan alih kode sudah jelas di sana bahwa pokok pembicaraanya penyertaan

Tuhan yang menjadi jaminan. Setelah penutur beralih kode ke bahasa Indonesia

penutur lebih jelas membahas tentang penyertaan Tuhan yang bukan hanya

menjadi jaminan, namun juga sebagai kepastian hidup orang percaya seperti yang

dimaksudkan penutur.

Data 2

Kula pitados bilih pasamuwan ingkang ing ngriki, ing GKJ Ampel, menawi saking

pamawas kula menika boten kenging krisis ekonomi awit sedaya tansah saged.

‟saya percaya jika jemaat yang ada di sini, di GKJ Ampel, apabila dari

penglihatan saya itu tidak terkena krisis ekonomi karena semua serba bisa‟

(BK/08/11/15)

Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.

Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.

Tuturan tersebut dilakukan oleh penutur yaitu pengkhotbah yang pada hari itu

melakukan tugasnya berkhotbah. Yang mendengarkan tuturan tersebut adalah

semua warga jemaat yang hadir di tempat dan waktu yang sama. Situasi ketika

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

7

tuturan terjadi cukup tenang karena pada saat itu tengah mengikuti kegiatan

keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah meyakinkan kepada pendengar

bahwa jemaat yang ada di situ tidak ada yang mengalami krisis ekonomi seperti

yang sedang dibahas penutur.

Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan di atas adalah berujud

frasa. Frasa yang dimaksud adalah dalam bentuk bahasa Indonesia, dimana

tuturan aslinya adalah bahasa Jawa yaitu „kula pitados bilih pasamuwan ingkang

ing ngriki, ing GKJ Ampel, menawi saking pamawas kula menika boten kenging

krisis ekonomi awit sedaya tansah saged‟. Penggunaan frasa dari bahasa

Indonesia yaitu „krisis ekonomi‟ terletak agak akhir tuturan yang tidak memiliki

fungsi baru dalam kalimat. Campur kode ini merupakan campur kode ekstern.

Campur kode pada data tuturan di atas berfungsi untuk kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan. Penutur lebih lancar menggunakan kata itu jika

dibanding harus mencari padanan kata lainnya, yang malah akan menyusahkan

penutur. Selain itu frasa yang digunakan cukup umum dan hampir semua orang

mengetahui maksud dari tuturan penutur dengan menggunakan tuturan itu.

Faktor yang menyebabkan campur kode dalam tuturan tersebut adalah

kesengajaan. Penutur dengan sengaja melakukan campur kode pada tuturan

tersebut. Pendengar maupun penutur sudah mengerti maksud dari tuturan yang

dicampur kodekan tadi, penutur juga dengan lancar mengucapkan karena istilah

itu merupakan istilah yang umum. Campur kode ini tidak hanya menguntungkan

penutur melalui kelancaran dan kemudahan saja tetapi juga menjadikan tuturan

yang lebih bervariasi dari tuturan yang lain.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

8

Penelitian yang berkaitan dengan alih kode dan campur kode berbahasa

Jawa sebelumnya juga pernah diteliti oleh beberapa peneliti lain, diantaranya

adalah sebagai berikut.

Penelitian yang dilakukan oleh Geti Mawarni (2013), dalam penelitiannya

yang berjudul “Penggunaan Bahasa Jawa oleh Penyetor Susu Sapi Segar di KUD

Mojosongo Boyolali (Suatu Kajian Sosiolinguistik)” mengkaji mengenai tingkat

tutur, alih kode dan campur kode, serta interfensi yang digunakan dalam

komunikasi penyetor susu sapi segar di KUD Mojosongo Boyolali.

Penelitian oleh Erry Prastya Jati (2014) yang berjudul Alih Kode dan

Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Jawa Tukang Ojek di Terminal Bus

Simo Boyolali (Suatu Tinjauan Sosiolinguistik) merupakan penelitian deskriptif

kualitatif yang datanya bersumber dari informan yaitu tukang ojek itu sendiri.

Penelitian oleh Sri Hartini (2004) yang berjudul Penggunaan Bahasa Jawa

dalam Khotbah Jum‟at di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar. Juga

penelitian oleh Nastiti Puji Rahayu (2015) yang berjudul Alih Kode dan Campur

Kode dalam Komunikasi Penjual dengan Pembeli dan Pembeli dengan Pembeli di

Warung HIK Kecamatan Jebres Kota Surakarta (Kajian Sosiolinguistik).

Penelitian mengenai alih kode dan campur kode dalam khotbah berbahasa

Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel belum pernah dilakukan. Hal inilah yang

mendasari penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai penggunaan

alih kode dan campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen

Jawa. Alasan yang ada ialah karena (1) GKJ menggunakan khotbah berbahasa

Jawa, (2) GKJ Ampel merupakan GKJ terbesar di kecamatan Ampel dan memiliki

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

9

jemaat yang banyak dengan penguasaan bahasa yang berbeda-beda, (3)

pengkhotbah di GKJ Ampel memiliki kekhasan dalam menggunakan bahasa

seperti bentuk alih kode dan campur kode yang dipakai. Peneliti memberikan

judul penelitian ini “Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah Berbahasa

Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel Kabupaten Boyolali”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang akan

dikemukakan penulis yaitu mengenai penggunaan alih kode dan campur kode

dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel. Oleh karena itu

dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut;

1. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode dalam khotbah

berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel?

2. Bagaimanakah fungsi alih kode dan campur kode dalam khotbah

berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel?

3. Bagaimanakah faktor yang menyebabkan alih kode dan campur kode

dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel?

C. Tujuan Penelitian

Setiap melakukan kegiatan penelitian tentu mempunyai tujuan, demikian

pula halnya dengan penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode dalam khotbah

berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel;

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

10

2. Mendeskripsikan fungsi alih kode dan campur kode dalam khotbah

berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel;

3. Mendeskripsikan faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam

khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel.

D. Pembatasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah penggunaan alih kode dan

campur kode dalam khotbah kebaktian berbahasa Jawa di Gereja Kristen

Jawa(GKJ) Ampel kabupaten Boyolali.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah teori

sosiolinguistik khusus mengenai alih kode dan campur kode dalam khotbah

berbahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan

tentang penggunaan alih kode dan campur kode yang dapat digunakan dalam

khotbah berbahasa Jawa. Selain itu, diharapkan agar pemberi khotbah lebih

memperhatikan penggunaan bahasa dalam setiap khotbahnya.

F. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini:

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

11

1. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan

linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Sosiologi

adalah kajian yang objektif dan ilmah mengenai manusia di dalam masyarakat,

dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada dalam masyarakat.

Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang

ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, secara

mudah dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin

yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di

dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 2004: 2).

Studi interdisipliner yang menggarap masalah-masalah kebahasaan dalam

hubungannya dengan masalah-masalah sosial dikenal dengan sebutan

sosiolinguistik. Lebih cenderung disebut dengan sosiologi bahasa dengan

pertimbangan, karena studi ini pada hakekatnya menggarap masalah-masalah

sosial dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa (Fishman dalam Suwito.

1983: 4). Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya

dengan pemakaiannya dalam masyarakat, memandang bahasa sebagai sistem

sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat dan

kebudayaan tertentu, sedangkan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial

yang terjadi dalam situasi kongkret (Appel dalam Suwito, 1983: 2).

Dari beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

sosiolinguistik mempelajari bahasa yang berkaitan dengan pengguna bahasa itu

sendiri. Studi interdisipliner yang menempatkan bahasa hingga dipandang sebagai

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

12

bagian dari sistem sosial dan komunikasi dari masyarakat pemakai bahasa dengan

situasi yang relevan terjadi.

2. Kode

Pada suatu aktivitas bicara yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada

lawan bicaranya (Pateda 1990 : 83). Pengkodean melalui proses yang terjadi baik

kepada pembicara maupun mitra bicara. Kode-kode yang dihasilkan oleh tuturan

harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Di dalam proses pengkodean kalau mitra

bicara atau pendengar memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka

pasti akan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang disarankan

oleh penutur. Tindakan yang dimaksud misalnya berupa memutuskan pembicaraan

mengulangi pernyataan. Proses pengkodean sebagai variasi yang dimaksud, yaitu

lembut, keras, cepat, lambat, bernada dan sebagainya sesuai dengan situasi hati

pembicara. Jadi, manusia dapat mengubah suaranya sendiri dengan suasana hati yang

senang.

Poedjosoedarmo (1978 : 4) memberikan batasan kode sebagai suatu sistem

tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar

belakang si penutur, relasi penutur dengan mitra tutur dan situasi tutur yang ada.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam sebuah kode terdapat beberapa unsur

bahasa seperti kalimat, kata, morfem dan fonem yang pemakaiannya dikendalikan

oleh semacam pembatasan umum yang berupa faktor-faktor nonlinguistik, dan faktor

tersebut disebut dengan komponen tutur.

Kode biasanya berbentuk varian-varian bahasa yang secara nyata dipakai

dalam berkomunikasi dan berinteraksi antara orang satu dengan orang lain. Bagi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

13

masyarakat yang monolingual kode terjadi dari varian-varian satu bahasa, tetapi bagi

masyarakat yang multilingual kode terjadi dari varian satu bahasa atau lebih dari dua

bahasa atau lebih. Secara garis besar, kode dapat dibedakan menjadi tiga, dialek,

ragam, dan tingkat tutur atau undha usuk. Dialek dapat dibedakan berdasarkan

geografis, sosial, usia, jenis kelamin, aliran dan suku. Tingkat tutur dapat dibedakan

menjadi tingkat tutur hormat dan tidak hormat.

Menurut Suwito (1983 : 67) kode adalah salah satu varian dalam herarki

kebahasaan. Selain kode juga dikenal beberapa varian, antara lain varian kelas sosial,

ragam, gaya, varian kegunaan,.Varian regional disebut dengan dialek geografis yang

dibedakan dengan dialek regional dan dialek lokal. Ragam dan gaya dirangkum

dalam laras bahasa, sedangkan varian kegunaan disebut dengan register. Tiap-tiap

varian merupakan tingkat tertentu dalam kebahasaan dan semuanya termasuk dalam

cakupan kode, sedangkan kode merupakan bagian dari bahasa.

Yang dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan tersebut kode adalah

bentuk variasi bahasa yang digunakan orang untuk berkomunikasi. Orang yang

berbicara kepada orang lain mengirimkan kode-kode yang dihasilkan oleh tuturan dan

harus dimengerti oleh keduanya. Dalam kode juga terdapat beberapa unsur bahasa

seperti kalimat, kata, morfem, dan fonem.

3. Alih Kode

Alih kode adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode lainnya.

Apabila seorang penutur semula menggunakan kode A, kemudian beralih

menggunakan kode B, maka peristiwa ini disebut sebagai alih kode (Suwito,

1983; 68). Faktor yang mempengaruhi alih kode adalah penutur, mitra tutur,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

14

hadirnya penutur ketiga, pokok pembicaraan, untik membangkitkan rasa humor,

dan untuk sekedar gengsi (Suwito, 1983; 72-73).

Pada dasarnya alih kode merupakan penggantian kode yang berupa bahasa

atau ragam bahasa dari kode yang satu ke kode yang lain pada waktu seseorang

bertutur. Menurut Kridalaksana (2008), pengertian penggantian yang dimaksudkan

untuk menyesuaikan diri dengan peran serta atau situasi lain.

Dalam kenyataan sehari-hari, ternyata bahwa ragam bahasa lebih cenderung

memakai alih kode, hal ini disebabkan oleh faktor kemudahan dalam mendiskripsi

suatu peristiwa tutur dengan menghubungkan faktor-faktor yang mempengaruhi

peristiwa tutur.

Poedjosoedarmo (1978 : 15) membicarakan alih kode permanen dan alih kode

sementara. Alih kode permanen merupakan peristiwa penggantian kode secara tetap

dan dalam waktu yang lama oleh seorang pembicara. Alih kode tersebut terjadi bila

ada perubahan yang menyolok dalam kedudukan status sosial dan hubungan pribadi

antara pembicara dan lawan bicara.

Dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah proses pergantian kode dari satu

kode ke kode yang lain ketika sedang bertutur. Alih kode itu sendiri bisa bersifat

permanen dan juga sementara, ini bisa dilihat dari waktu yang digunakan penutur.

4. Bentuk, Fungsi, Faktor yang Menyebabkan Alih Kode

Bentuk alih kode ada dua yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern.

Apabila alih kode itu terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional,

atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau antar beberapa ragam dan

gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih kode seperti itu disebut alih kode intern.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

15

Sedangkan apabila yang terjadi adalah bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut

alih kode ekstern (Suwito, 1983: 69).

Alih kode berfungsi secara eksklusif, jika situasi relevan dengan peralihan

kode. Selain itu menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara

fungsi kontekstual dan situasi relevansi di dalam pemakaian dua bahasa atau lebih

(Suwito, 1983: 69). Fungsi lain dari alih kode adalah (1) lebih argumentatif, (2) lebih

prestise, (3) lebih komunikatif, (4) memberikan penghormatan, (5) mempertegas

pembicaraan, (6) pernyataan untuk diri sendiri.

Menurut Suwito (1983: 72 – 74) beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya alih kode antara lain penutur, lawan tutur, hadirnya orang ketiga, pokok

pembicaraan, untuk membangkitkan rasa humor dan sekedar untuk bergengsi.

Nababan (1984 : 7) menyatakan bahwa unsur-unsur yang menyebabkan adanya alih

kode ada beberapa macam, yaitu pemeran serta, topik, situasi, tujuan, jalur dan ragam

bahasa.

Menurut Poedjosoedarmo (1978 : 23 – 26) alih kode terjadi karena kehendak

atau suasana hak penutur berubah, ada orang ketiga yang hadir dalam pembicaraan,

suasana pembicaraan berubah, topik pembicaraan berubah, ada pengaruh

pembicaraan lain, dan penutur tidak menguasai kode yang tengah dipakai.

Dari beberapa pakar dan penelitian sosiolinguistik yang telah dilakukan dapat

disarikan bahwa alih kode dilihat dari segi bentuk berupa (a) bahasa, (b) ragam, dan

(c) tingkat tutur. Alih kode yang berujud bahasa, misalnya bahasa Jawa, bahasa

Indonesia, bahasa Inggris. Faktor-faktor penyebab alih kode bermacam-macam, yaitu

(1) gaya berbahasa penutur, (2) kedwibahasaan, (3) kesengajaan.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

16

5. Campur Kode

Campur Kode (code mixing) adalah penggunaan satuan bahasa dari satu

bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa,

termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan (Kridalaksana,

2008; 40).

Di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai dengan adanya

hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan maksudnya

yang menggunakan bahasa tersebut, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang

hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya. Seorang penutur yang banyak

menguasai bahasa akan mempunyai kesempatan bercampur kode lebih banyak

daripada penutur yang hanya menguasai satu atau dua bahasa saja. Tetapi tidak

berarti bahwa penutur yang menguasai lebih banyak bahasa selalu banyak bercampur

kode. Sebab yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya sangat menentukan

pilihan kebahasaannya.

Ciri-ciri yang lain adanya gejala campur kode ialah bahwa unsur-unsur bahasa

atau variasi-variasinya yang menyisip didalam bahasa lain tidak lagi mempunyai

fungsi tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan

secara keseluruhan hanya menduduki satu fungsi (Suwito, 1983; 75-76).

Dalam kondisi yang maksimal campur kode merupakan konvergensi

kebahasaan yang mana unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-

masing telah menanggalkan fungsinya di dalam mendukung fungsi bahasa yang

disisipinya. Unsur-unsur yang demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan (1)

yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasivariasinya, (2) bersumber dari

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

17

bahasa asing. Adapun campur kode golongan (1) disebut dengan campur kode

kedalam(inner code mixing), sedangkan golongan (2) disebut dengan campur kode

keluar(outer code mixing).

Dapat disimpulkan bahwa campur kodeadalah peristiwa percampuran kode

ataupun varian bahasa oleh seseorang yang sedang berbicara kepada lawan bicaranya

untuk memperluas gaya bahasa. Ciri campur kode ditandai dengan adanya hubungan

timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan.

6. Bentuk, Fungsi, Faktor yang Menyebabkan Campur Kode

Dari sisi bentuk, campur kode dapat berupa (1) penyisipan unsur-unsur yang

berujud kata, (2) penyisipan unsur-unsur yang berujud frasa, (3) penyisipan unsur-

unsur yang berujud bentuk baster, (4) penyisipan unsur-unsur yang berujud

perulangan kata, (5) penyisipan unsur-unsur yang berujud ungkapan atau idiom, (6)

penyisipan unsur-unsur yang berujud klausa (Suwito, 1983; 78-80).

Fungsi campur kode digunakan untuk (1) kelancaran dan mempermudah

menyampaikan maksud tuturan atau pesan yang ingin disampaikan, (2) keefektifan

bahasa, (3) pesan yang disampaikan mudah dipahami mitra tuturnya, serta berfungsi

untuk (4) memperjelas maksud tuturan kepada pendengar (Suwito, 1983; 75-77).

Adapun penyebab campur kode antara lain (1) sikap berbahasa penutur, (2)

kekurangtahuan penutur pada kaidah bahasa, (3) kedwibahasaan, (4) kemiskinan

perbendaharaan kata penutur, dan (5) kesengajaan. Kemudian dari sisi fungsi,

penggunaan campur kode oleh penutur dimaksudkan untuk mengenakkan

pembicaraan, mempermudah alur komunikasi penutur dan mitra tutur, dan untuk

tidak terikat kaidah bahasa (yang kaku).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

18

7. Tingkat Tutur

Tingkat tutur adalah variasi-variasi yang perbedaannya ditentukan dengan

adanya perbedaan sikap santun yang ada dalam diri pembicara terhadap lawan

bicaranya (Poedjosoedarmo, 1979 : 3). Tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi tiga

macam yaitu, Basa Krama, Basa Madya, dan Basa Ngoko (Poedjosoedarmo, 1979 :

13).

Tingkat tutur krama adalah tingkat tutur yang mengungkapkan arti penuh

sopan santun. Tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan penutur terhadap

lawan tutur karena lawan tutur merupakan orang yang belum dikenal, atau

berpangkat, atau priyayi, berwibawa, dan lain-lain (Poedjosoedarmo, 1979 : 14).

Mudha krama merupakan tingkat tutur krama yang biasanya digunakan oleh orang

yang lebih muda terhadap orang yang lebih tua. Kramantara merupakan tingkat tutur

krama yang digunakan oleh orang-orang yang dianggap sederajat. Wredha krama

merupakan tingkat tutur krama yang biasanya digunakan orang yang lebih tua kepada

orang yang lebih muda.

Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah antara krama dan ngoko,

menunjukkan perasaan sopan namun secara sedang-sedang saja. Tingkat ini bermula

dari tingkat tutur krama yang dalam proses perkembangannya mengalami tiga

perkembangan penting yaitu, proses kolokialisasi, penurunan tingkat, dan ruralisasi

(Poedjosoedarmo, 1979 : 15). Tingkat tutur madya memiliki tiga tingkat yaitu madya

krama, madyantara, dan madya ngoko. Perbedaan ketiganya hanya berdasarkan kata-

kata dan afiksasi yang disisipkan di dalamnya.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

19

Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa tak berjarak penutur dan mitra tutur,

yang mana di antara mereka saling tidak memiliki rasa segan satu sama lain. Tingkat

tutur ini seharusnya dipakai oleh orang yang sudah sangat akrab dan ingin

menyatakan keakrabannya. Tingkat tutur ngoko ini dibagi menjadi basa antya, antya

basa, dan ngoko lugu. Yang membedakan ketiganya hampir sama dengan perbedaan

yang digunakan oleh tingkat tutur madya.

8. Khotbah

Khotbah adalah pidato lisan yang dibuat oleh seorang nabi atau anggota

ulama mengenai hal-hal alkitabiah, teologis, agama atau moral, biasanya

memegang perilaku kepercayaan, hukum atau manusia dalam konteks sekarang

atau masa lalu. Di dalam khotbah si pengkhotbah tidak memberitakan firman

Allah secara langsung, sebagaimana yang dilakukan para Nabi, namun ia harus

mengemukakan hasil penafsirannya atas firman Allah (Engel, 2007: 7).

Khotbah tidak sama dengan pidato atau mengajar. Khotbah harus dibuat

berdasarkan penafsiran yang bermutu. Khotbah adalah salah satu bentuk

komunikasi satu arah, meski respon pendengar akan mempengaruhi pengkhotbah.

Berkhotbah adalah proses penyampaian stimulus dalam bentuk kata-kata, pesan

dan makna suci, dengan tujuan membentuk dan merubah perilaku pendengar.

Mengawali khotbah dengan menyampaikan dasar pemikiran yang tertulis di depan

dan kemudian mengakhirinya dengan memberikan pertanyaan reflektif maka di

dalam berkhotbah terdapat adanya “interaksi dan transaksi” (Indrasmara dan

Yusak, 2010: 81-82).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

20

Berkhotbah bukan proses membuat pendengar menjadi ahli Alkitab,

melainkan mengenalkan Allah melalui firman. Oleh karena itu seorang

pengkhotbah harus memiliki karakteristik spiritualitas yang patut diteladani.

Pertama, pengkhotbah adalah seorang yang penuh kesungguhan. Kedua,

pengkhotbah adalah seorang yang betul-betul percaya dan berbakti kepada Tuhan.

Ketiga, pengkhotbah adalah seorang yang bersedia menerima kritikan. Keempat,

pengkhotbah adalah bukan seorang peniru. Dan yang kelima, pengkhotbah adalah

seorang yang mau memelihara kesehatan jasmani dan rohaninya (Engel, 2007: 18-

19).

Berdasarkan beberapa pengertian khotbah di atas maka dapat disimpulkan

bahwa khotbah adalah pidato lisan mengenai hal-hal agama atau moral yang

disampaikan oleh orang yang memiliki karakteristik spiritualias dengan tujuan

membentuk dan merubah perilaku pendengar.

G. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini

termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci,

mendalam, dan benar-benar potret kondisi apa yang sebenarnya terjadi menurut

apa adanya di lapangan (Sutopo, 2002:111).

Dalam penelitian ini, data yang terkumpul berupa kata-kata dan bukan

dalam bentuk angka. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang penentuan sampelnya

dengan cara cuplikan yang juga disebut purposive sampling, artinya sampel

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

21

ditentukan secara selektif, sumber datanya diarahkan kepada sumber data yang

menghasilkan data secara produktif, penting sesuai dengan permasalahan yang

ditentukan tujuan penelitian, dan teori yang digunakan (Sutopo, 2002:36).

Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang mendeskripsikan

kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan dengan penetuan sampelnya

menggunakan cara cuplikan atau nukilan yang disebut purposive sampling.

Maksud dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah mendeskripsikan dan

menjelaskan fenomena yang muncul tanpa menggunakan hipotesa dan data

beserta hasilnya berbentuk deskriptif. Fenomena yang dikaji tidak berupa angka

atau koefisien tentang hubungan antara variabel. Penelitian ini berusaha

mendeskripsikan data-data kebahasaan yang berwujud kata-kata.

H. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Ampel yang

beralamatkan di dusun Nyamplunglor, desa Urutsewu, kecamatan Ampel,

kabupaten Boyolali. Lokasi dipilih karena gereja ini merupakan gereja induk,

yang mana gereja ini menjadi tolak ukur bagi gereja-gereja pepanthannya dan di

tempat inilah dijadwalkan khotbah berbahasa Jawa dua sampai tiga kali dalam

sebulan.

I. Data dan Sumber Data

1. Data

Data adalah semua informasi yang disediakan oleh alam yang harus dicari

atau disimpulkan dan dipilah-pilah oleh peneliti (Edi Subroto, 1992: 34). Data

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

22

penelitian ini berupa data lisan yakni tuturan yang berasal dari rekaman suara dan

video khotbah berbahasa Jawa oleh pengkhotbah yang bertugas di GKJ Ampel

yang kemudian ditranskripsikan dalam bentuk teks yang terdapat alih kode dan

campur kode.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah asal muasal dari mana data penelitian

itu diperoleh (Edi Subroto, 1992: 34). Sumber data penelitian ini diperoleh dari

lima khotbah berbahasa Jawa yang dilakukan oleh pengkhotbah yang bertugas

selama tiga bulan di GKJ Ampel yang direkam dalam bentuk rekaman suara dan

video.

J. Sampel

Sampel adalah data yang disahkan untuk dikaji karena lolos seleksi

berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan teori yang digunakan yang

selanjutnya sebagai bahan untuk dikaji (Nasution, 1988: 28).

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan peneliti adalah teknik

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel ditentukan secara selektif, sumber

datanya diarahkan pada sumber data yang menghasilkan data secara produktif,

sesuai dengan permasalahan yang ditentukan dalam tujuan penelitian, dan teori

yang digunakan (Sutopo, 2006:64). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian

tuturan dalam khotbah berbahasa Jawa di GKJ Ampel yang mengandung alih

kode dan campur kode yang dipakai peneliti sebagai data dalam penelitian ini.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

23

K. Alat penelitian

Alat penelitian dalam penelitian ini meliputi alat utama dan alat bantu.

Alat utama yang digunakan adalah peneliti sendiri, artinya kelenturan sikap

peneliti mampu menggapai dan menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo,

2006:44). Penulis langsung mengikuti ibadah dan mendengarkan khotbah secara

langsung. Alat bantu dalam penelitian ini berupa handycam, kamera digital, dan

handphone yang digunakan untuk merekam berjalannya khotbah. Alat bantu

lainnya berupa bollpoin, buku catatan, dan komputer untuk mengolah dan

memproses data.

L. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

simak, karena cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dilakukan

dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini yang disimak adalah

penggunaan bahasa secara lisan yang bersumber dari khotbah berbahasa Jawa di

GKJ Ampel.

Selanjutnya untuk memperoleh data yang representatif dari metode simak

ini digunakan beberapa teknik yakni sebagai berikut:

1. Teknik dasar : Teknik Sadap

Teknik dasar yang digunakan pada penelitian ini meliputi teknik sadap,

yaitu penyimakan dengan meyadap penggunaan bahasa pembicara

seseorang atau beberapa orang. Teknik ini memperoleh data dengan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

24

menyadap penggunaan bahasa yang digunakan pengkhotbah dalam

khotbahnya.

2. Teknik Lanjutan I : Teknik Simak Bebas Libat Cakap

Teknik ini disebut “teknik simak bebas libat cakap” atau teknik “SBLC”

karena dilakukan dengan tidak berpartisipasi ketika menyimak. Dalam hal

ini peneliti tidak ikut serta dalam proses pembicaraan, dan hanya berlaku

sebagai pemerhati yang mendengarkan apa yang dikatakan pengkhotbah

ketika menyampaikan khotbahnya di depan majelis dan jemaat.

3. Teknik Lanjutan II : Teknik Rekam

Agar data yang diperoleh lebih akurat dibutuhkan teknik rekam dengan

cara merekam tuturan dalam khotbah. Perekaman yang dilakukan dengan

handycam dan handphone yang menghasilkan rekaman video dan audio.

Kemudian berdasarkan hasil rekaman tersebut dilakukan transkripsi data.

4. Teknik Lanjutan III : Teknik Catat

Di samping kegiatan perekaman penulis juga melakukan pencatatan.

Pencatatan dilakukan setelah teknik pertama dan kedua selesai dilakukan.

Pencatatan dilakukan agar memudahkan peneliti dalam memproses data

setelah data terkumpul , lalu diklasifikasi dan diseleksi berdasarkan

masalah untuk dianalisis dan baru kemudian dilanjutkan dengan

menganalisis data.

M. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah

metode padan dan metode distribusional.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

25

Metode distribusional yaitu metode analisis data yang alat penentunya

unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 2015: 18). Teknik

dasar yang digunakan dalam metode ini adalah teknik Bagi Unsur Langsung

(BUL) yang membagi hasil satuan lingual data penelitian menjadi unsur-unsur

tertentu. Unsur yang bersangkutan dipandang menjadi bagian langsung satuan

lingual yang dimaksud. Metode dan teknik ini kemudian digunakan untuk

mengkaji bentuk alih kode dan campur kode.

Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya di luar,

terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto,

2015; 15). Metode padan ini digunakan untuk menganalisis fungsi dan faktor yang

mempengaruhi penggunaan bahasa oleh pengkhotbah di GKJ Ampel. Teknik

dasarnya adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP). Teknik ini digunakan untuk

memilah data yang berkaitan dengan komponen tutur yaitu setting dan scene,

partisipan, end, act, key, instrumen, norma, genre yang kemudian disingkat

dengan singkatan SPEAKING.

Penerapan metode distribusional dan padan dalam menganalisis data alih

kode adalah sebagai berikut.

Data 3

kados dene randha Sarfat kalawau, misungsungaken sedaya darbekipun. Seluruh

kepunyaannya dan seluruh hidupnya itu diberikan.

‟seperti juga janda Sarfat itu tadi, mempersembahkan semua miliknya. Seluruh

kepunyaannya dan seluruh hidupnya itu diberikan.‟

(BK/08/11/15)

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

26

Tempat berbicara dan suasana bicaranya adalah di depan mimbar GKJ

Ampel dalam suasana tenang. Waktu pada saaat peristiwa itu adalah hari minggu,

8 November 2015 pada pukul 08.00 WIB. Pendengar tuturan tersebut adalah

jemaat. Tujuan dari tuturan adalah memperjelas pernyatan sebelumnya dengan

nada suara yang cenderung lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Penutur adalah

seorang pengkhotbah yang secara lisan menyampaikan materi kepada jemaat yang

fokus mendengarkan pada saat kegiatan keagamaan.

Data di atas merupakan tuturan pengkhotbah yang terdapat alih kode dari

bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Penutur berbicara dengan menggunakan bahasa

Jawa „kados dene randha Sarfat kalawau, misungsungaken sedaya

darbekipun„, kemudian beralih dengan „seluruh kepunyaannya dan seluruh

hidupnya itu diberikan‟ yang merupakan tuturan bahasa Indonesia dan memiliki

fungsi baru. Alih kode ini disebut alih kode intern.

Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah mempertegas

pembicaraan. Penutur menjelaskan lagi materi khotbah yang disampaikan

mengenai apa yang telah diberikan oleh Sarfat.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur.

Penutur dengan sengaja mengalihkan kode karena pada kalimat sebelumnya

penutur menggunakan bahasa Jawa yang cukup sulit dimengerti orang pada

umumnya. Maksud dari penutur sendiri adalah mungkin agar pendengar lebih

paham dengan apa yang dituturkannya dengan memberikan kalimat penjelas yang

dialihkodekan ke dalam bahasa Indonesia yang sifatnya resmi.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

27

Contoh penerapan metode distribusional dan padan dalam menganalisis

data campur kode adalah sebagai berikut:

Data 4

menika mratandhani bilih kawontenan perekonomian bangsa kita samangke

pancen nembe ngraosaken awrat

„itu menandakan bahwa keadaan perekonomian bangsa kita saat ini memang

sedang merasakan kesulitan‟

(BK/08/11/15)

Peristiwa tutur tersebut terjadi di GKJ Ampel pada hari Minggu, 8

November 2015. Penutur adalah seorang pengkhotbah yang secara lisan

menyampaikan materi kepada pendengar yaitu jemaat yang fokus memperhatikan

pada saat kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah menjelaskan keadaan

ekonomi bangsa kita sekarang ini.

Penutur yang berbahasa Jawa melakukan campur kode dengan

menyisipkan unsur kata berbahasa Indonesia yaitu kata „perekonomian‟ di

tengah tuturan berbahasa Jawa „menika mratandhani bilih kawontenan

perekonomian bangsa kita samangke pancen nembe ngraosaken awrat‟. Campur

kode ini merupakan campur kode ekstern.

Fungsi campur kode yang dilakukan penutur adalah kelancaran dan

mempermudah maksud tuturan. Kata dari bahasa Indonesia yang disisipkan oleh

penutur merupakan kata yang cukup familier dan sudah banyak dimengerti

maksudnya.

Faktor terjadinya campur kode adalah kesengajaan. Penutur yang

merupakan seorang pengkhotkbah melakukan campur kode karena sedang

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileselalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. ... dan khotbah tidak dapat dibedakan, ... pengkhotbah untuk menyampaikan gagasannya

28

membahas tentang keuangan sehingga penutur merasa bahwa pernyataannya akan

mudah dimengerti apabila menggunakan kata tersebut.

N. Metode Penyajian Data

Penyajian hasil penelitian ini menggunakan metode informal. Metode

informal yaitu metode penyajian hasil analisis data berupa perumusan dengan

menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat

teknis (Sudaryanto, 2015; 241). Karena dalam penelitian ini, peneliti akan

menyajikan hasil analisis data dengan menggunankan kata-kata.

Dengan menggunakan metode di atas, peneliti dapat menentukan alih kode

dan campur kode bahasa Jawa dengan bahasa lainnya yang terjadi secara lebih

praktis sehingga data yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dengan mudah

dimengerti.