BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara, baik dalam tahap pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut. Dalam upaya untuk memperolah keterangan yang jelas mengenai tindak pidana seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri, karena masalah tersebut berada diluar kemampuan atau keahlian para penegak hukum tersebut. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut. Dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin. Berdasarkan pada Pasal 184 ayat

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses

peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha

yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti

yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara, baik dalam tahap

pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan

perkara tersebut.

Dalam upaya untuk memperolah keterangan yang jelas mengenai

tindak pidana seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah

atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri, karena masalah

tersebut berada diluar kemampuan atau keahlian para penegak hukum

tersebut. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting

diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-lengkapnya

bagi para penegak hukum tersebut.

Dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib

mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana

yang ditangani dengan selengkap mungkin. Berdasarkan pada Pasal 184 ayat

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

2

1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan

alat bukti yang sah ialah: a) Keterangan Saksi, b) Keterangan Ahli, c) Surat,

d) Petunjuk, e) Keterangan Terdakwa.

Bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan

perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap

pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, dan mempunyai peran dalam

membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara

pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus,

memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta

pada akhirnya dapat membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan

tepat terhadap perkara yang diperiksanya.

Pada tahap pemeriksaan pendahuluan dimana dilakukan proses

penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana,

tahapan ini mempunyai peran yang cukup penting bahkan menentukan untuk

tahap pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan pidana.

Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian atau pihak lain

yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan tindakan

penyidikan, bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti tersebut dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya. Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

3

penyidikan suatu kasus pidana, hal ini selanjutnya akan diproses pada tahap

penuntutan dan persidangan di pengadilan.

Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung

terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana

yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan,

penganiayaan, perkosaan, dan pencabulan merupakan contoh kasus dimana

penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau

dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi

korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam

mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.

Dalam Kitab Undang -Undang Hukum Acara pidana tidak tercantum

visum et repertum, namun sebutan yang digunakan adalah “keterangan ahli“.

Visum et repertum merupakan alat bukti yang sah yaitu yang termasuk surat-

surat sesuai dengan KUHAP Pasal 188 ayat (1) Seorang ahli yang dimaksud

disini adalah dokter yang menjalankan pekerjaannya merupakan kemampuan

bersaksi. Proses penyaksian barang bukti oleh dokter akan sangat berbeda

dengan penyaksian yang dilakukan oleh yang bukan dokter. Oleh karena itu

apa yang disaksikan oleh dokter, apa yang didengar dan dilihatnya merupakan

perbuatan hukum yang berkonsekuensi hukum juga.

Pertimbangnnya adalah bahwa apa yang dilakukan memang diminta,

sementara aktifitasnya pun berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

4

Keterangan ahli dalam bentuk laporan ini didalamnya mencakup visum et

repertum.Visum Et Repertum ini telah ditentukan sebagai alat bukti yang sah.

Sebab yang dimuat dalam “pemberitaan“ nya merupakan kesaksian. Hal ini

dikarenakan dalam Visum et Repertum memuat segala sesuatu hal yang dilihat

dan ditentukan pada waktu dilakukannya, jadi sama halnya dengan seorang

yang melihat dan menyaksikan sendiri misalnya suatu kecelakaan ditempat

peristiwa itu terjadi.

Visum et repertum berkaitan erat dengan Ilmu Kedokteran Forensik.

Mengenai disiplin ilmu ini, dimana sebelumnya dikenal dengan Ilmu

Kedokteran Kehakiman, R. Atang Ranoemihardja menjelaskan bahwa Ilmu

Kedokteran Kehakiman atau Ilmu Kedokteran Forensik adalah ilmu yang

menggunakan pengetahuan Ilmu Kedokteran untuk membantu peradilan baik

dalam perkara pidana maupun dalam perkara lain (perdata). Tujuan serta

kewajiban Ilmu Kedokteran Kehakiman adalah membantu kepolisian,

kejaksaan, dan kehakiman dalam menghadapi kasus-kasus perkara yang

hanya dapat dipecahkan dengan ilmu pengetahuan kedokteran.1 Seperti halnya

pada terhadap tindak pidana pencabulan.

Terkait dengan peranan dokter dalam membantu penyidik memberikan

keterangan medis mengenai keadaan korban pencabulan, hal ini merupakan

upaya untuk mendapatkan bukti atau tanda pada diri korban yang dapat

1 R. Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science), Edisi kedua

(Bandung: Tarsito 1983), 10

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

5

menunjukkan bahwa telah benar terjadi suatu tindak pidana pencabulan.

Dalam persoalan yang berkembang dalam tingkat penyelidikan pada kasus

pencabulan yang kemudian mengingat urgensi Visum Et Repertum sebagai

bagian alat bukti yang sah dalam peradilan, maka pembuatan BAP seharusnya

juga melampirkan hasil dari keterangan dokter yang berupa Visum Et

Repertum untuk di jadikan pedoman dalam pembuktian di pengadilan.

Walaupun berdasarkan ketentuan hukum acara pidana Indonesia,

khususnya KUHAP tidak diberikan pengaturan secara eksplisit mengenai

pengertian visum et repertum. Satu-satunya ketentuan perundangan yang

memberikan pengertian mengenai visum et repertum yaitu Staatsblad Tahun

1937 Nomor 350. Disebutkan dalam ketentuan Staatsblad tersebut bahwa :

“Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro

yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap

segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti,

berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan

pengetahuannya yang sebaikbaiknya.2

Dalam proses pembuktian pada kasus tindak pidana pencabulan

sangatlah mempengaruhi keadaan psikologis korban, korban harus

memberikan keterangan yang detail pada saat proses pembuktian terkait

kejadian yang telah dialaminya. Lemah dan kurangnya alat bukti dalam tindak

pidana pencabulan menyebabkan banyak pelaku yang lolos dari jeratan

2 Ibid

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

6

hukum. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dari pihak korban.

Banyak korban yang melaporkan kejadian tindak pidana pencabulan itu

setelah beberapa hari atau beberapa minggu setelah kejadian itu terjadi.

Bukti telah terjadinya pencabulan dapat hilang apabila korban tidak

segera melapor telah terjadinya pencabulan pada dirinya. Hal-hal tersebut

menyulitkan penyidik dalam mengumpulkan alat bukti, yang kemudian akan

menyulitkan bagi penyidik dalam proses penyidikan dan jaksa dalam

membuktikan di muka persidangan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana

pencabulan.

Berdasarkan kenyataan mengenai pentingnya penerapan hasil Visum

Et Repertum dalam pengungkapan suatu kasus pencabulan pada tahap

penyidikan sebagaimana terurai di atas, hal tersebut memenjadi latar belakang

penulis untuk mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisan

skripsi dengan judul “PENGGUNAAN VISUM ET REPERTUM DALAM

PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

TERHADAP ANAK.

B. Rumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang

penting, agar dalam penelitian dapat lebih terarah sesuai dengan tujuan yang

dikehendaki.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

7

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah : Apakah alat

bukti Visum et Repertum dijadikan sebagai dasar pertimbangan hakim untuk

menetapkan seorang bersalah di pengadilan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk

mengetahui apakah alat bukti Visum et Repertum dijadikan sebagai dasar

pertimbangan hakim untuk menetapkan seorang bersalah di pengadilan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam skripsi ini mencakup

manfaat akademis dan manfaat praktis, sebagai berikut :

1. Manfaat Akademis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis,

dengan memberikan sebuah wawasan baru atau memberikan gambaran

yang berguna bagi pengembangan dan penelitian secara lebih jauh terhadap

ilmu hukum, sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil yang

bermanfaat dan berguna untuk masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Sebagai gambaran mengenai realitas penerapan hubungan ilmu hukum

khususnya hukum pidana dengan bidang ilmu lainnya yaitu ilmu

kedokteran forensik.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

8

E. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Penulis

Selain sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum,

harapannya melalui penelitian ini dapat menambah wawasan penulis

dalam mempraktikkan ilmu hukum acara pidana dan ilmu kedokteran

forensik, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk proses pembuktian

dalam pertimbangan hakim memutus suatu perkara.

2. Bagi Penegak Hukum

Dengan diadakannya penelitian ini, harapannya penelitian ini akan

menjadi sebuah informasi kepada para penegak hukum untuk dijadikan

referensi dalam pengembangan keilmuan praktis.

3. Bagi Masyarakat

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, harapannya masyarakat dapat

terlindungi dalam hal jika terjadi tindak pidana pencabulan maka Visum et

Repertum yang akan menjadi alat pembuktian.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis

normatif yang di maksud dengan penelitian hukum normatif, di sini adalah

metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

9

data sekunder.3 Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan

asas-asas yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

masalah yang di teliti.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian adalah Wilayah

Hukum Pengadilan Negeri Jember, lokasi tersebut dipilih karena penulis ingin

menganalisis penggunaan Visum et Repertum dalam proses pembuktian

tindak pidana pencabulan terhadap anak.

3. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber Data Primer : Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana, Putusan Pengadilan negeri

Jember Nomor : 418/Pid.Sus/2015/PN.Jmr, 438/Pid.Sus/2015/PN Jmr,

898/Pid.B/2014/PN Jmr, 429/Pid.Sus/2015/PN Jmr, serta peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian.

3 Mengenai istilah penelitian hukum normatif, tidak terdapat keseragaman diantara para ahli hukum.

Diantara pendapat beberapa ahli hukum dimaksud, yakni : Soerjono Soekanto & Sri Mamudji,

menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum

kepustakaan (Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.);

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

10

b. Sumber Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari dokumen tertulis, file, rekaman,

informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang

kedua. (Buku, Jurnal, Hasil Penelitian Terdahulu, dan lain-lain)

Data Skunder terdiri dari :

a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

Bahan Hukum Primer yaitu data yang diperoleh dari lokasi

penelitian atau data yang bersumber atau berasal dari informan

yang berkaitan dengan peranan Visum et Repertum dalam proses

pembuktian tindak pidana pencabulan terhadap anak.

b) Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder

yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan

topik yang dibahas, baik literatur hukum yang ditulis para ahli

yang berpengaruh, hasil penelitian, pendapat para pakar hukum,

jurnal hukum yang berkaitan dengan topik penelitian maupun

literatur non hukum, dan artikel-artikel yang diperoleh dalam

media elektronik. Data sekunder bersumber dari dokumen-

dokumen hukum baik dalam bentuk Undang-Undang, literatur,

jurnal, artikel dan majalah baik dalam bahasa Indonesia maupun

bahasa asing.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

11

4. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui proses inventarisasi dan identifikasi peraturan

perundang-undangn, serta klasifikasi dan sestematisasi bahan hukum

sesuai permasalahan penelitian. Teknik pengumpulaan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Studi

kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan membaca serta

mengolah bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan penggunaan visum

et repertum dalam proses pembuktian tindak pidana pencabulan terhadap

anak.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis secara

kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan,

menguraikan, dan menggambarkan sesauai dengan permasalahan yang erat

kaitannya dengan penelitian ini. Analisa data dalam penelitian ini nantinya

juga akan dikaitkan dengan bagaimana penggunaan Visum et Repertum dalam

proses pembuktian tindak pidana pencabulan terhadap anak.

G. Rencana Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari

penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum di dalam memahami

penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari latar belakang masalah,

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/36217/2/jiptummpp-gdl-elganelova-47629-2-babi.pdfA. Latar Belakang Masalah . Tujuan utama p. emeriksaan suatu perkara pidana

12

identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan

penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori hukum

yang dapat mendukung penelitian dalam membahas dan menjawab rumusan

mengenai penggunaan Visum et Repertum dalam proses pembuktian tindak

pidana pencabulan terhadap anak.

BAB III : PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori hukum

yang dapat mendukung penelitian dalam membahas dan menjawab rumusan

mengenai penggunaan Visum et Repertum dalam proses pembuktian tindak

pidana pencabulan terhadap anak.

BAB IV : PENUTUP

Bab terakhir ini adalah kesimpulan yang merupakan kristalisasi hasil

analisis dan intepretasi yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan dan

merupakan jawaban atas identifikasi masalah.