BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme tidak pernah hilang dari pemberitaan di pelbagai media di Indonesia. Keberadaannya seakan selalu aktual untuk menghiasi bingkai berita di media. Pada masa reformasi pasca tumbangnya Orde Baru, nyaris semua media memberitakan tentang terorisme yang marak terjadi dengan menisbatkan kelompok agama Islam sebagai kambing hitam. Pengkambinghitaman salah satu kelompok jihadis sebut saja seperti Al Qaeda yang dimotori oleh Osama bin Laden sebagai biang terorisme menjadi sesuatu yang membawa keuntungan bisnis tersendiri bagi pihak media. Hal ini mengundang perhatian publik cukup besar ketimbang isu politik lain yang krusial semisal jika ada isu besar seperti korupsi, maka isu terorisme dapat digunakan sebagai pengalih perhatian. Terorisme dan segala pemberitaan yang terkait dengannya membutuhkan tempat untuk berkembangbiak yang tidak semerta-merta muncul begitu saja. Sehingga muncul sebuah pemeo yang dilontarkan oleh pakar komunikasi politik Indonesia, Effendi Ghazali mengenai hubungan simbiosis media dan terorisme yaitu “without media there can be no terrorism”. 1 Dapat dikatakan bahwa eksistensi teror dan terorisme membutuhkan ruang untuk bermetamorfosis menjadi utuh. Asal mula isu terorisme dunia dapat dilacak pasca insiden gedung World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001. Ada simbiosis yang terbangun antara media dengan teroris pasca peristiwa tersebut yang berkelanjutan pada serangan teroris di Madrid, London, Moskwa dan beberapa kota di Rusia. Terdapat ulasan yang mencolok yang seolah membuktikan bahwa teroris memiliki daya yang ampuh dan digdaya dalam istilah untuk menciptakan rasa takut di kalangan publik serta tidak terkecuali dalam ranah politik pemerintahan. 2 Secara historis memang tak dapat dipungkiri sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991 yang praktis menjadikan negara adidaya Amerika Serikat tanpa ada rival yang sepadan. Sehingga Amerika Serikat mulai mencari musuh yang sepadan untuk kian memperkokoh klaim negara adikuasa di dunia. 1 Effendi Ghazali. "Without Media There Can Be No Terrorism!", (Jakarta: Cyber Media, 2003) 2 Periksa The Example of Kazakhstan and Kyrgyztan: Political Extrimism, terrorism and media in South East Asia. International Media Support hlm. 10

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terorisme tidak pernah hilang dari pemberitaan di pelbagai media di Indonesia.

Keberadaannya seakan selalu aktual untuk menghiasi bingkai berita di media. Pada masa

reformasi pasca tumbangnya Orde Baru, nyaris semua media memberitakan tentang terorisme

yang marak terjadi dengan menisbatkan kelompok agama Islam sebagai kambing hitam.

Pengkambinghitaman salah satu kelompok jihadis sebut saja seperti Al Qaeda yang dimotori

oleh Osama bin Laden sebagai biang terorisme menjadi sesuatu yang membawa keuntungan

bisnis tersendiri bagi pihak media. Hal ini mengundang perhatian publik cukup besar ketimbang

isu politik lain yang krusial semisal jika ada isu besar seperti korupsi, maka isu terorisme dapat

digunakan sebagai pengalih perhatian. Terorisme dan segala pemberitaan yang terkait dengannya

membutuhkan tempat untuk berkembangbiak yang tidak semerta-merta muncul begitu saja.

Sehingga muncul sebuah pemeo yang dilontarkan oleh pakar komunikasi politik Indonesia,

Effendi Ghazali mengenai hubungan simbiosis media dan terorisme yaitu “without media there

can be no terrorism”.1 Dapat dikatakan bahwa eksistensi teror dan terorisme membutuhkan ruang

untuk bermetamorfosis menjadi utuh.

Asal mula isu terorisme dunia dapat dilacak pasca insiden gedung World Trade Center

(WTC) pada 11 September 2001. Ada simbiosis yang terbangun antara media dengan teroris

pasca peristiwa tersebut yang berkelanjutan pada serangan teroris di Madrid, London, Moskwa

dan beberapa kota di Rusia. Terdapat ulasan yang mencolok yang seolah membuktikan bahwa

teroris memiliki daya yang ampuh dan digdaya dalam istilah untuk menciptakan rasa takut di

kalangan publik serta tidak terkecuali dalam ranah politik pemerintahan.2 Secara historis

memang tak dapat dipungkiri sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991 yang praktis menjadikan

negara adidaya Amerika Serikat tanpa ada rival yang sepadan. Sehingga Amerika Serikat mulai

mencari musuh yang sepadan untuk kian memperkokoh klaim negara adikuasa di dunia.

1 Effendi Ghazali. "Without Media There Can Be No Terrorism!", (Jakarta: Cyber Media, 2003) 2 Periksa The Example of Kazakhstan and Kyrgyztan: Political Extrimism, terrorism and media in South East Asia. International Media Support hlm. 10

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

2

Lain halnya di Amerika Serikat, lain pula di tanah air. Tidak terkecuali di Indonesia, isu

terorisme juga masuk pasca dibukanya keran kebebasan pers setelah sebelumnya bungkam.

Terdapat beberapa kasus terorisme skala besar di Indonesia yang setidaknya tercatat ada 5 kasus

besar skala nasional di Indonesia yang melibatkan terorisme menurut pantauan penulis yakni:3

1) Bom Bali I (tahun 2002)

Bom Bali 2002 (disebut juga Bom Bali I) terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober

2002. Aksi ini merupakan rangkaian tiga pengeboman di lokasi yang berbeda di Bali.

Dua ledakan pertama terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta,

Bali, sedangkan yang terakhir di Konsulat Amerika Serikat. Tercatat 202 korban jiwa dan

209 orang luka-luka.

2) Bom JW Marriot (tahun 2003)

Catatan kelam kembali menimpa Indonesia di tahun 2003. Sebuah bom meledak dan

menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott di kawasan Mega Kuningan, Jakarta,

Indonesia. Bom meledak sekitar pukul 12.45 WIB dan 12.55 WIB pada Selasa, 5 Agustus

2003. Sebanyak 12 orang tewas dan 150 orang cedera. Ledakan ini merupakan aksi bom

dengan modus bunuh diri.

3) Bom Kedutaan Besar Australia (tahun 2004)

Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia, kawasan Kuningan, Jakarta.

Bom meledak pada tanggal 9 September 2004 silam. Aksi teror ini merupakan rentetan

serangan terorisme yang ditujukan terhadap Australia. Jumlah korban jiwa tidak begitu

jelas, versi petugas Indonesia 9 orang, sementara versi Australia 11 orang tewas.

4) Bom Bali II (tahun 2005)

Peristiwa Bom Bali II yang merupakan ulangan dari sebelumnya kembali terjadi pada 1

Oktober 2005. Ledakan bom berada di RAJA’s Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah

Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran. Meski lebih kecil dari bom Bali pertama,

peristiwa ini menewaskan 22 orang dan 102 orang mengalami luka-luka.

5) Bom Cirebon (tahun 2011)

3 Kelima kasus bom ini termasuk dalam liputan khusus yang dibahas detik.com. Periksa

http://news.detik.com/read/2009/07/17/161656/1167203/10/data-ledakan-bom-di-indonesia-2000-2009

diakses 10 Juni 2014 pukul 12.07 WIB

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

3

Sebuah ledakan bom bunuh diri terjadi di Masjid Mapolresta Cirebon saat shalat Jumat

pada 15 April 2011 silam. Berbeda dari aksi lainnya, modus bom bunuh diri ini ditujukan

untuk menyerang Polisi. Tercatat ada 25 orang mengalami luka-luka dan menewaskan

satu pelaku.

Serangkaian kasus bom yang terjadi di Indonesia tersebut tentunya dilakukan oleh sang

teroris dalam kognisi sadar. Artinya ada pola dan sistematika tertentu yang terkadang sukar

dipahami secara sepintas saja. Pemberitaan yang muncul di media merupakan gambaran yang

telah melalui berbagai proses hingga naik tayang. Oleh karena itu penelitian ini berusaha untuk

mengetahui bagaimana proses tersebut. Tujuan terorisme secara garis besar terbagi menjadi dua:

(i) menciptakan teror secara nyata; (ii) menciptakan manipulasi teror semu demi mengalihkan

perhatian publik.

Media yang seharusnya memberikan informasi yang jelas mengenai terorisme terkadang

justru bersikap sebaliknya dengan pemberitaan yang tidak jelas. Kesimpangsiuran arus informasi

ini dimanfaatkan dengan baik oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari berita

terorisme. Penggunaan kata “tidak jelas”, “belum diketahui”, “belum pasti” dan semisalnya pada

hakikatnya adalah menjadikan suatu berita memiliki nilai teror tersendiri. Muatan ideologis

media tampak nyata di sana.

Keseragaman penggunaan kata “terorisme” sering digunakan untuk memberikan kesan

destruktif bagi pembaca sebagai konsumen media. Celakanya wacana yang dimunculkan media

kepada publik seakan mendekonstruksi pesan asli sehingga terdistorsi secara apik dan elegan.

Makna teroris yang diidentikkan dengan sesuatu yang buruk dan negatif menjadikan senjata

ampuh bagi media untuk berbagai kepentingan semisal menaikkan rating dan share, dan atau

mengalihkan isu nasional yang sedang hangat diperbincangkan.

Adapun hal yang menjadikan pemberitaan terorisme menjadi laku di media diantaranya

sikap pemerintah yang acuh tak acuh menanggulangi masalah terorisme (kontra terorisme)

hingga akar-akarnya. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang rawan konflik karena

kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata di masyarakat.

Akan tetapi tampaknya terorisme belum dianggap sebagai sesuatu yang memiliki bahaya laten

sehingga layak dan perlu diwaspadai. Tidak adanya peraturan perundangan yang jelas mengenai

terorisme menjadikan kegamangan publik yang semakin luas.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

4

Ambil contoh peraturan perundangan mengenai teror yakni UU no. tahun 2003 Tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-undang4. Disebutkan di sana bahwa

terorisme merupakan tindak kejahatan lintas negara sehingga mengancam perdamaian nasional

dan internasional. Akan tetapi tidak ada tindakan kontra atas terorisme secara jelas dari

pemerintah. Seakan pemerintah dianggap hanya bersikap normatif dan terkesan tidak memberi

solusi.

Tak dapat dipungkiri bahwa kemunculan tren media jejaring sosial (social media

network) yang lebih memudahkan akses persebaran informasi dari personal ke publik atau

sebaliknya. Adapun alasan penulis memilih Republika Online (ROL) dan Kompas Online

(kompas.com) sebagai studi kasus yakni karena media ini menurut dugaan awal penulis

cenderung mewakili afiliasi tertentu apabila diamati secara fisik berupa fitur-fitur yang

menampilkan berbagai konten berita di dalamnya. Sebagaimana diketahui ideologi Republika

berangkat dari pemikiran cendikiawan muslim Indonesia yang tergabung dalam ICMI pada awal

pendirian harian ini. Di sisi lain, Kompas yang berafiliasi dengan komunitas Katolik pada awal

pendirian dan merupakan harian berbasis nasional dengan tiras yang tinggi dalam skala nasional

menjadi dugaan awal penulis untuk membandingkan dua media yang berbeda ideologinya ini.

Alasan berikutnya baik republika.co.id dan kompas.com merupakan media yang dalam

versi cetaknya secara historis sama-sama pernah mengalami pembredelan pers dan kedua harian

tersebut yakni Harian Republika pada tahun 1974 dan Harian Kompas pada tahun 1965, namun

keduanya masih eksis hingga kini sehingga ada pengalaman empiris di masa lalu yang mungkin

terejawantah untuk masa kini dalam media digital masing-masing kantor berita yang telah

memuat beritanya melalui basis jaringan internet. Kemudian alasan yang mendukung pemilihan

dua media ini karena Republika dan Kompas merupakan pelopor lahirnya jurnalisme online di

Indonesia. Meskipun publik lebih mengenal detik.com yang lebih populer, namun pada fakta dan

sejarahnya dua media tersebut telah mendahului dari sebagai basis format jurnalisme online.

Terkait dengan pembahasan alasan ideologis dari dua media ini, penulis coba jelaskan pada bab

ketiga dari penelitian ini secara komperhensif.

4 Periksa www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1503.pdf mengenai UU no. 15 tahun 2003.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

5

Singkat kata penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menelisik pemberitaan seputar

terorisme terkhusus pada kasus bom di Indonesia dengan beberapa alasan:

1) Penelitian mengenai new media dalam kaitannya dengan teroris merupakan sebuah

kajian yang menarik.

2) Untuk memberikan penjelasan kepada publik mengenai analisis framing pemberitaan

terorisme dari dua media sosial online yang berbeda.

Alasan pemilihan new media sebagai objek penelitian berhubungan dengan asumsi bahwa

terkait dengan perubahan jaman maka semakin banyak pembaca yang mengakses media online

sebagai pelengkap media cetak konvensional. Rentang waktu tahun 2005 - 2013 dipilih oleh

penulis penelitian mengingat tren media online dan media jejaring sosial berkembang sejalan

pasca teror bom skala nasional.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah portal berita Republika Online (republika.co.id) dan Kompas Online

(kompas.com) membingkai berita teror bom rentang waktu tahun 2005 - 2013?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pembingkaian berita terorisme di portal berita Republika Online

(republika.co.id) dan Kompas Online (kompas.com) mengenai terorisme.

2. Untuk memetakan pertimbangan kebijakan redaksional dalam pembingkaian berita

terorisme di portal berita Republika Online (republika.co.id) dan Kompas Online

(kompas.com) mengenai terorisme.

D. Manfaat Penelitian

Adapun signifikansi manfaat penelitian ini yakni diharapkan memberikan masukan

positif bagi perkembangan dunia ilmu komunikasi Indonesia secara ilmiah maupun secara

praktis. Manfaat tersebut antara lain:

1) Manfaat Ilmiah

Ditinjau dari segi konteks kajian ilmiah yaitu agar memberikan perspektif ruang

dialektika komunikasi politik khususnya kajian terorisme di Indonesia. Diharapkan

penelitian ini membuka ruang baru bagi penelitian selanjutnya dalam ranah ilmu

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

6

komunikasi media dan tidak menutup kemungkinan untuk bertautan dan

bersinggungan dengan disiplin ilmu lain yang saling memiliki koherensi satu sama

lain. Signifikansi new media dalam penelitian ini juga memiliki perbedaan dari

format media konvensional pada umumnya.

2) Manfaat Praktis

Ditinjau dari segi kajian praktis yaitu agar memberikan gambaran mengenai ruang

ilmu komunikasi yang bersinggungan dengan disiplin ilmu yang lain terkhusus

bidang pembahasan berita terorisme di Indonesia.

E. Objek Penelitian

1. Portal Republika (ROL) dan Kompas (kompas.com)

Portal Republika (ROL) dan Kompas (kompas.com) merupakan dua pioneer dalam

perkembangan media online di Indonesia. Walau secara de facto masyarakat lebih cenderung

mengenal PT Agranet Multcitra Mediasiberkom dengan produk portal detik.com sebagai pelopor

media berbasis online di Indonesia. Tercatat Republika dan Kompas pada tahun 1995 telah

menjadikan sebuah wadah secara online untuk berinteraksi dengan pembacanya masing-masing.

2. Berita Terorisme

Berita terorisme menjadi bahasan yang selalu aktual di kedua media tersebut. Walaupun

tidak bersifat komperhensif semacam berita politik dan ekonomi, namun berita terorisme

memiliki keterkaitan sebagai sebuah linimasa yang utuh sekalipun dengan rentang waktu yang

tidak menentu jaraknya antar satu bahasan berita dengan yang lain. Adapun berita terorisme

dalam penelitian ini memfokuskan pada berita terorisme nasional di Indonesia saja, mengingat

skala mikro terorisme yang dijadikan acuan penelitan.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian sebelumnya mengenai terorisme dan media telah dilakukan oleh Isma Adila

dengan tesis berjudul Media dan Pemberitaaan Terorisme (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme

di Indonesia pada Surat Kabar Edisi Tahun 2010) dibuat tahun 2011 yang membahas mengenai

terorisme dalam media massa Indonesia. Dalam penelitian ini korpus yang diteliti lebih fokus

pada mensigi berita dalam hitam di atas putih yang diwakili oleh media cetak berkaitan dengan

opini publik dengan metode analisis framing. Penelitian ini menggunakan bingkai konstruksi

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

7

makna ala Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki atau lebih dikenal dengan Pan-Kosicki yakni

menggunakan tiga dari empat struktur yang ada: struktur sintaksis, struktur skrip, dan struktur

retoris. Penelitian ini mengambil tiga kesimpulan mendasar: 1) Dari ketiga struktur berita

terorisme yang dibahas telah menampilkan aktivitas yang berbau terorisme selama tahun 2010

yang imbasnya mengundang perhatian publik. 2) Dalam kasus pemberitaan terorisme,

konsentrasi kepemilikan media menjadi salah satu unsur yang sangat menonjol dalam

mempengaruhi ideologi media. 3) Bentuk konstruksi yang dilakukan oleh pada ketiga frame

pemberitaaan terorisme menunjukkan keberpihakan pada pemerintah yang sedang berkuasa. Hal

ini ditunjukkan dengan dukungan penuh kepada negara yang dalam hal ini diwakilikan oleh

POLRI.5

Penelitian lain mengenai analisis framing sebagai metode penelitian yang dirujuk oleh

penulis yakni tesis bertajuk Suara Perempuan di Media Cetak Sebagai Komunikasi Politik

(Analisis Framing Suara Politisi Perempuan Dalam Kasus Hukum Pancung TKI Ruyati di

Kompas) tahun 2012 yang merupakan tesis karya Putria Perdana.6Tesis ini menganalisis sejauh

mana suara perempuan di media sebagai kontekstuasi kasus hukum pancung yang dialami TKI

Ruyati yang dimuat oleh harian Kompas menggunakan teori standpoint. Teori ini berpegang

pada pengalaman perempuan yang membawa mereka pada beberapa pemahaman. Hasil

penelitian memaparkan bahwa frame suara politisi perempuan sebagai kelas bawah tidak penting

jika dibandingkan dengan kepentingan kaum dominan (kapitalis).

Penelitian ini mempertegas objek kajian penelitian pada media baru, sehingga memberikan

posisi tawar penelitian yang jelas dan layak untuk diteliti. Peneliti coba membahas keempat

aspek analisis Robert Entman secara komperhensif, mengingat hanya tiga dari empat variabel

aspek ala Pan Kosicki yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Dalam segi media yang

diteliti, ada dua media yang menjadi objek penelitian ini yakni Republika Online (ROL) dan

5 Baca lebih lanjut dalam Isma Adila. Media dan Pemberitaan Terorisme (Analisis Framing Pemberitaan

Terorisme di Indonesia pada Surat Kabar Edisi Tahun 2010). (Yogyakarta: Pasca Sarjana Ilmu

Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi dan Media Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada, 2011).

6 Baca lebih lanjut dalam Putria Perdana Suara Perempuan di Media Cetak Sebagai Komunikasi Politik

(Analisis Framing Suara Politisi Perempuan Dalam Kasus Hukum Pancung TKI Ruyati di ). (Depok:

Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Kekhususan Manajemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Indonesia, 2012).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

8

Kompas Online (Kompas.com). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perbandingan analisis

framing yang jelas dari dua media tersebut. Adapun mengenai sumber data yang digunakan

peneliti menggunakan data sekunder yang dalam hal ini dapat menjadi data primer karena

mengingat keterbatasan kondisi yang tidak memungkinkan untuk mensigi lebih jauh mengenai

terorisme serta seluk beluknya lebih radikal. Sumber data dapat berupa teks wawancara, berita

berupa audio visual dari beberapa sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi

validitasnya.

G. Kerangka Pemikiran

1. Definisi Terorisme

Berdasarkan pada penjelasan pada pasal sebelumnya maka penulis ingin mendefinisikan

apa yang dimaksud dengan teroris. Secara etimologis makna teroris yang memiliki kata dasar

teror berasal dari bahasa Prancis yakni le terreur yang pada awalnya secara historis digunakan

untuk menyebut tindakan pemerintah akibat dari revolusi Prancis yang secara kejam membantai

40.000 orang yang dituduh melakukan gerakan separatis anti pemerintah. Istilah terorisme dalam

bahasa Arab disebut dengan irhab (إرھاب) yang disebutkan di dalam Al Quran padan dengan

takrif makna kata ‘musuh’. [QS Al Anfal 8: 60].

Sejatinya pengertian terorisme bersifat kompleks dan ideologis, artinya definisi terorisme

dipahami dari sudut pandang orang yang mendefinisikan terorisme itu sendiri. Adapun beberapa

pengertian terorisme (Biernatzki: 2002) yakni:

“Terrorism is the unlawful use of force or violence against persons or property

to intimidate or coerce a government, the civilian population, or any segment thereof, in

furtherance of political or social objectives”. (United Nation (UN) as quoted by The

Terrorism Research Center 2002)7

“Terrorism is use of coercive means aimed at populations in an effort to achieve

political, religious, or other aims”. (Noam Chomsky).

“Terrorism can be seen as criminal acts intended or calculated to provoke a

state of terror in the general public, a group of person of particular person for political

7 Definisi terorisme yang disepakati oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), agen pemerintah Amerika

Serikat.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

9

purposes whatever the consideration of political, philosophical, ideological, racial,

ethnic, religious or the nature that may be invoked to justify them (Koh 2002: 148)8

Kajian-kajian mengenai terorisme telah banyak sehingga menjadikan definisi terorisme

semakin lebih jelas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hendropriyono (2009), dalam sejarah

terorisme, selain penduduk sipil, kebanyakan teroris menjadikan polisi sebagai sasaran serangan.

Tujuannya adalah merebut senjata, amunisi, perlengkapan, uang, ataupun dokumen yang

diperlukan. Hal tersebut juga demi strategi pre-emptive, yang menekankan serangan mendahului

sebelum polisi menyerang mereka. Teroris jarang menyerang militer karena pertimbangan,

bahwa kekuatan, susunan, dan dislokasi pasukan tentara di luar kota menjadikan militer sasaran

yang lebih sulit.9

Secara global pengertian terorisme secara heuristik yakni terbagi atas makro dan mikro

(normal). Pengertian makro yakni yang bersifat masif atau kadangkala disebut dengan

“superterorisme” seperti yang terjadi pada insiden Bom WTC 11 September. Adapun mikro atau

yang disebut normal seperti yang dibahas dalam penelitian ini, yakni insiden yang terjadi secara

berulang dan memiliki pola.10 Penelitian ini menggunakan definisi terorisme secara global mikro

yakni terorisme yang memiliki pola dan rentang waktu tertentu. Identifikasi terorisme paling

tidak merujuk pada berbagai definisi yakni identik dengan kekerasan, teror, pemaksaan,

intimidasi, dengan cara dan tujuan tertentu.

Ada beberapa pilihan kata dalam menampilkan terorisme di media, seperti “gerilyawan”

(guerrillas), “ekstrimis”, “fundamentalis”, “mujahidin” , “jihadis”, dan lain sebagainya yang

dimaksudkan untuk menambah atau mereduksi makna terorisme guna mencapai tujuan

pemberitaan menurut Strimska (2001). Penggunaan termin terorisme selalu berubah sepanjang

masa, sebagai contoh pada abad ke-18 pengertian teroris digunakan untuk pemberontak Revolusi

Prancis, kemudian pada abad ke-19 terjadi perkembangan makna yakni seseorang yang bertindak

8 Definisi terorisme yang disepakati oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)

9 http://www.mustofanahrawardaya.com/2013/02/sejak-kapan-pelaku-teror-papua-bisa.html diakses 13

Juni 2013 pukul 10.46 WIB

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

10

jahat terhadap lawan politik. Sedangkan pada abad ke-20 maknanya semakin berkembang tidak

hanya seseorang yang berkaitan dengan dunia politik saja (Nacos, 2007).

Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada pemberitaan terorisme yang tercatat sepanjang

pasca orde baru ketika pintu kebebasan media dibuka dengan lebar. Setidaknya masa waktu

2005-2013 cukup untuk mewakili yang demikian tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tujuan

penelitian tercapai. Keberagaman media setelah runtuhnya orde baru menjadikan terorisme

muncul ke permukaan dengan mudah tanpa adanya filter penyaring yang sanggup meredam

dengan baik layaknya cendawan di musim hujan. Seakan tak ada habisnya membahas terorisme,

yang oleh beberapa ahli dijadikan sebuah kajian studi tersendiri. Hal ini membuktikan eksistensi

terorisme yang terkait dengan media tempatnya untuk berafiliasi.

Teroris memiliki setidaknya empat basis pemikiran melalui keterlibatan mereka dalam

media (Nacos 2000: 20):

1) Teroris menginginkan perhatian dan kewaspadaan dari audiens yang jamak serta yang

menjadi sasaran teror mereka dalam rangka intimidasi.

2) Teroris ingin mengenali motif-motif mereka sendiri. Mereka ingin agar media dan publik

mengeksplorasi sebuah pertanyaan: Mengapa teroris menyerang kita (publik)?

3) Teroris menginginkan respek dan simpati dari apa yang mereka klaim sebagai aksi.

4) Teroris menginginkan status kuasi-legitimasi dan atau dengan media yang serupa

ketimbang legitimasi aktor politik secara personal.

Banyaknya definisi mengenai terorisme menjadikan pemahaman atasnya menjadi ambigu

di masyarakat. Akan tetapi agar signifikansi penelitian ini jelas, maka dapat ditarik sebuah

benang merah mengenai pengertian terorisme yang mencakup individu atau golongan yang

menciptakan teror secara sengaja menggunakan media sebagai tempat untuk bermetamorfosis.

Penelitian ini mencoba menjelaskan model terorisme yang selama ini dipahami oleh masyarakat

sebagai suatu ancaman yang meresahkan.

Untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau aspek terorisme tentu membutuhkan suatu standar

khusus, namun setidaknya ada definisi standar sebagaimana yang didefinisikan oleh markas

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

11

besar kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) yang menyebutkan ciri-ciri terorisme modern

yakni:11

1) Pola terorisme yang parsial, setelah sebelumnya teroris menunggu perintah dari

atasan tertinggi untuk mengeksekusi sebuah teror.

2) Pelaku terorisme dalam perakitan senjata dan bom saat ini tidak belajar lagi dengan

cara fisik atau belajar dari guru, akan tetapi melalui tutorial otodidak via internet.

3) Bahan bom yang digunakan sudah sangat mudah didapat. Seperti bom dari bahan

dapur atau bahan pupuk.

4) Buku-buku rujukan yang bersifat provokasi serta menjustifikasi pembenaran atas aksi

terorisme. Sehingga menimbulkan kesan dendam terhadap pembacanya tanpa adanya

pemahaman menyeluruh mengenai seluk beluk terorisme.

5) Pola bantuan pendanaan terhadap pelaku teror. Ditengarai masih ada pihak yang

memberikan bantuan dana alih-alih keagamaan atau apapun berupa bentuk tunai

maupun perbankan.

Adapun penjelasan terorisme lebih jauh peneliti jelaskan di bab selanjutnya, mengenai

tinjauan historis dan etimologis serta penjelasan khusus mengenai definisi terorisme di

Indonesia.

2. Analisis Framing

2.1. Analisis Framing ala Robert Entman

Menurut Robert Entman (1993), analisis pembingkaian atau lebih populer disebut dengan

analisis framing bermakna menyeleksi beberapa aspek realitas yang dapat dipahami secara jelas

dan menjadikannya lebih spesifik sehingga memiliki karakter yang menonjol dengan cara

mengedepankan definisi masalah, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan atau rekomendasi

perlakuan untuk hal-hal yang terdeskripsikan tersebut.

“To frame is to select some aspect of perceived reality and make them more in a

communication text, in such a way as to promote a particular problem definition, causal

11 http://news.okezone.com/read/2013/03/16/337/776850/inilah-5-ciri-teroris-modern-versi-mabes-polri

diakses 15 Juli 2013 pukul 12.28

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

12

interpretation, moral evaluation, and/or treatment recommendation for the item

described”.

Dengan kata lain analisis framing adalah membingkai sesuatu yang pada awalnya bersifat

global menjadi lebih spesifik dan detail sehingga sesuatu fenomena mudah dipahami karena sifat

kedekatan objek penelitian yang semakin terfragmen dengan tidak mengurangi esensi pokok.

Konsep dasar yang ditawarkan Entman yakni sebuah metode untuk mengungkap “the power of a

communication text”.

Framing menurut Chong dan Druckman (2007), yakni sebuah proses pengembangan

konsep secara partikel dari sebuah isu dan memberikan notasi pemikiran kembali atas isu

tersebut. Framing dapat diartikan sebagai sebuah kerangka yang mempengaruhi realitas

keseharian, pengungkap peristiwa dan alat untuk mempromosikan definisi dan interpretasi

terhadap isu tertentu. Isu utama framing dapat dilihat dari pelbagai sisi perspektif dan memiliki

implikasi nilai ganda dan beberapa pertimbangan. Realitanya, masing-masing individu memiliki

pandangan politik yang berbeda dan sikap politik yang berbeda pula. 12 Oleh karena itu framing

yang digunakan memiliki variasi sesuai kebutuhan isu tertentu.

Alasan pemilihan metode framing untuk penelitian ini yaitu karena metode ini dianggap

tepat guna dan sasaran dalam membedah fenomena yang muncul pada rumusan masalah

penelitian. Karena sifat penelitian yang khusus yang tidak bersifat global dan komperhensif

sehingga metode ini penulis anggap sesuai dan relevan dengan topik penelitian. Adapun teknik

yang digunakan oleh penulis yakni menggunakan kata kunci (keywords) yang berhubungan

dengan new media dan terorisme di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam

pendeteksian masalah guna proses telaah selanjutnya.

Terdapat beberapa tahapan dalam proses analisis framing menurut Entman yakni: i)

define problem yaitu mendefinisikan pangkal permasalahan secara global apa saja agen kausal

yang muncul dalam kaitannya dengan nilai budaya masyarakat secara nilai harga dan

keuntungan. ii) diagnose causes yaitu mendiagnosis kausa dengan cara mengidentifikasi proses

penyebab terjadinya sebuah permasalahan, iii) make moral judgement yaitu mengevaluasi agen

kausal penyebab masalah beserta efek yang ditimbulkannya; iv) suggest remedies yaitu

12 Denis Chong dan James N. Druckman, Framing Theory. (Illinois: Northwestern University, 2007) terarsip dalam http://faculty.wcas.northwestern.edu/~jnd260/Framing_theory.pdf.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

13

menawarkan dan menjustifikasi permasalahan-permasalahan beserta memprediksi efek-efek

yang ditimbulkan dari berbagai permasalahan tersebut13.

Inti dari konsep kunci Entman mengenai framing seperti yang telah dijelaskan di atas

menyasar pada empat hal yakni: definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi di dalam suatu

wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap suatu peristiwa yang

diwacanakan (Eriyanto, 2009: 188-189). Adapun keempat konsep ini jika dibuat dalam bentuk

tabel adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Pertanyaan Framing Robert Entman14

Define problems (definisi masalah) Bagaimanakah sebuah peristiwa itu dipandang? Atau

sebagai masalah apa?

Diagnose causes (diagnosa sumber masalah) Peristiwa dianggap sebagai apa? Apa yang dianggap

sebagai faktor penyebab dari suatu masalah?

Make moral judgements (membuat keputusan

moral)

Nilai moral apakah yang ditampilkan untuk menjelaskan

masalah? Nilai moral apa yang digunakan untuk

melegitimasi suatu tindakan?

Treatment recommendation (penekanan

penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk menyelesaikan

masalah/ isu? Cara apa yang ditawarkan untuk

mengatasi masalah?

Define problems merupakan pokok elemen pertama dalam menganalisis sebuah wacana

khususnya pemberitaan di media. Elemen ini merupakan bingkai utama atau master element

untuk dipahami jurnalis sebagai pewarta sebuah berita. Bagaimanakah sebuah fenomena

dipahami atau diidentifikasi secara kompleks ketika sebuah fenomena tersebut muncul, karena

setiap fenomena memiliki perspektif yang berbeda-beda dalam konteks interpretasi identifikasi

masalah.

Diagnose causes merupakan elemen framing untuk tahapan selanjutnya yakni siapa yang

dianggap sebagai aktor dari sebuah peristiwa. Adapun penyebab di sini yaitu siapa (who) dan apa

(what). Bagaimana peristiwa dipahami untuk mempermudah dalam mengidentifikasi masalah

14 Tabel Pertanyaan Framing ala Entman, berdasarkan empat aspek utama framing Entman: define

problems, diagnose causes, make moral judgments, dan treatment recommendations.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

14

karena yang demikian menjadi tolak ukur demi mencapai tahapan selanjutnya dari proses

framing.

Make moral judgement menjadi tahapan selanjutnya yang menjadi elemen ketiga setelah

diagnosa permasalahan. Ini merupakan elemen framing yang digunakan untuk justifikasi pada

argumen yang dinotifikasikan sebelumnya pada tahapan diagnosa permasalahan. Ketika masalah

sudah terpapar dengan jelas maka jawaban dari masalah akan mudah untuk ditemukan. Dalam

hal ini peran argumen dibutuhkan untuk mencapai suatu gagasan yang disepakati oleh publik

Treatment recommendation merupakan elemen terakhir dari proses framing untuk

menggunakan nilai yang dipakai oleh jurnalis dalam memandang suatu berita. Jalan apa yang

ditempuh untuk menyelesaikan masalah. Adapun penyelesaian tersebut tergantung pada

bagaimana peristiwa tersebut dipandang dan siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah.

Dalam analisis model Entman terdapat suatu sisi yang selalu ditampilkan dalam sebuah

berita yakni sisi dominan menonjol (salience) yang nantinya berfungsi sebagai identifikasi

muatan ideologis dalam berita tersebut. Adapun definisi salience ini adalah sesuatu yang

diartikan sebagai pembuat sebuah informasi yang lebih diperhatikan, bermakna dan berkesan.

Suatu peningkatan dalam penonjolan dapat mempertinggi probabilitas penerimaan pesan

sehingga informasi dapat diterima lebih mudah, suatu makna dapat menjadi lebih tajam, lalu

diproses dan disimpan dalam memori ingatan dengan menggunakan asosiasi simbol budaya yang

sudah dikenal (Sobur: 2001)..

Adapun cara mengidentifikasi framing dalam suatu berita berdasarkan metode Entman

menggunakan diksi kata yang merepresentasikan makna tersendiri. Pilihan-pilihan kata mampu

mempengaruhi pembaca berita untuk berpikir dan memahami lebih lanjut atas teks yang dibaca.

Identifikasi model ini penulis gunakan untuk menelisik subjektifitas framing yang dilakukan oleh

redaktur berita dalam menulis pemberitaan teror bom. Di samping itu identifikasi lain yang

dilakukan penulis yakni melalui tata letak penulisan (lay out) dan gambar ilustrasi (picture) yang

termuat pada setiap pemberitaan media. Model-model pilihan tersebut memberikan sudut

pandang tersendiri bagi terbentuknya konstruksi pikiran pembaca.

Hal demikian sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa konsep framing

diciptakan untuk membuat audiens yang diwakili pembaca yakni apa saja gagasan yang

menonjol dari sebuah teks berita yang meliputi sasaran target agar pembaca merasa, berpikir, dan

bertindak (Gross dan D’Ambrosio: 2004) Dari proses identifikasi sebagai tahapan awal framing

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

15

dengan syarat yang telah terpenuhi maka fungsi pertama framing disebut juga dengan agenda

setting (Entman, 2010).

Langkah-langkah dalam penelitian ini untuk menentukan bagaimana seorang jurnalis

membentuk frame berita sebagai berikut:15

1) Topik (topic): apakah topik utama yang layak untuk ditampilkan pada halaman utama

dari sebuah tampilan media online?

2) Pemicu (trigger): apa saja hal yang memicu sebuah berita dipilih untuk kemudian

ditampilkan? Dengan kata lain apakah sudah mewakili suara pendapat umum dari

dewan redaksi berita?

3) Bingkai (frame): apakah pendekatan naratif yang dilakukan oleh jurnalis dalam

menulis sebuah berita? Artinya apakah isu konflik yang dikonfigurasi sedemikan rupa

dapat memenuhi target konsumen. Semisal apakah berita ini mendukung kebijakan

pemerintahan ataukah sebagai anti pemerintahan?

4) Pokok pesan dasar (underlying message): elemen ini mencoba menjelaskan dari sisi

luar dari sebuah konstruksi berita, semisal aspek sosial kultural kearifan lokal secara

sadar atau tidak sadar seperti mitos yang berkembang di masyarakat. Terdapat bias di

dalamnya yang disengaja agar tampilan sebuah berita terlihat lebih menarik untuk

disajikan dan tidak terkesan monoton.

5) Latar belakang (background): bagaimanakah latar belakang suatu berita yang

memiliki muatan tertentu ditampilkan.

Konsep framing Entman ini selaras dengan tujuan utama pembahasan tesis ini. Penulis

memiliki pijakan dasar meletakkan terminologi dasar dari konsep kunci framing yang memang

sejatinya digagas oleh Entman di awal kajian framing secara historis. Kajian framing ala Entman

merupakan kajian klasik framing yang mengelaborasi teks secara global dan dan lebih bernuansa

kualitatif. Tujuan penulis memasukkan teori Entman yaitu untuk memberikan definisi umum

mengenai metode framing yang secara garis besar memiliki kesamaan namun berbeda dalam

langkah operasionalnya secara teknis. Adapun untuk mencapai tujuan penulisan tesis ini maka

15 The Triggers, Frames, and Messages in Newspaper Coverage: A Study of the Project for Excellence in Journalism and Princeton Survey Research Associates terarsip di http://www.journalism.org/node/445 diakses 12 Mei 2013 pukul 13.35 WIB.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

16

sikap penulis yakni berpijak untuk selanjutnya menggunakan kaidah framing yang dijelaskan

oleh Robert Entman yang akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.

Kemudian lebih lanjut berdasarkan kerangka pemikiran yang telah penulis paparkan di

atas, untuk mempermudah sebagai ilustrasinya dapat dirumuskan tabel analisis (coding sheet)

untuk membingkai unit analisis berita, sebagai contoh di bawah ini:

Tabel 1.2 contoh coding sheet frame berita

Frame Republika Kompas

1. Serangan teroris

melawan polisi

Teroris mendukung

pemerintah

Teroris menentang

pemerintah

2. Penangkapan teroris Jihadis ditangkap Teroris dibekuk polisi

3. Pendekatan teroris Pendekatan religius Pendekatan kebangsaan

Dari contoh frame ini, dapat dianalisis dengan menggunakan pisau bedah framing ala

Entman yang telah dipaparkan sebelumnya, untuk mempermudah ilustrasinya di bawah ini:

Tabel 1.3 contoh coding sheet analisis Entman

Define problems (definisi masalah) Republika memandang teroris mendukung pemerintah.

Sedangkan Kompas sebaliknya, menentang pemerintah

Diagnose causes (diagnosa sumber masalah) Hal ini dikarenakan sikap pemerintah yang acuh tak acuh

terhadap perkembangbiakan terorisme di Indonesia.

Tidak ada peraturan perundangan yang jelas terkait

terorisme.

Make moral judgements (membuat keputusan

moral)

Nilai yang terdapat dalam frame ini yakni pemerintah

dan teroris merupakan oposisi biner yang saling terkait

satu sama lain.

Treatment recommendation (penekanan

penyelesaian)

Kesamaan visi misi kebangsaan antara pemerintah dan

terorisme melalui pendekatan persuasif

Berbeda dengan model framing Entman yang menekankan pada dua hal seleksi besar,

yakni isu dan penekanan yang dalam teknis operasionalnya dilakukan dengan empat tahapan:

definisi, diagnosis, keputusan moral, dan penyelesaian. Framing model Pan-Kosicki memang

lebih bersifat teknis untuk memahami lebih lanjut bagaimana proses wartawan dalam mengemas

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

17

sebuah berita. Tampak unsur-unsur jurnalisme yang kental dalam model framing ini yang salah

satunya.mengedepankan 5W+1H.

Adapun lebih jauh, jika konsep framing Entman dibenturkan dengan Pan-Kosicki, maka

model framing Pan-Kosicki lebih menekankan aspek teknis melalui empat dimensi framing yang

terdiri dari skrip, struktur, tematik, dan retoris. Dari empat dimensi tersebut terbentuklah elemen-

elemen narasi yang berkaitan dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap

berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame diartikan sebagai

suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan sumber,

latar informasi, pemakaian kata, atau kalimat tertentu kedalam teks secara keseluruhan.

Frame berhubungan dengan makna bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat

dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.

Keempat elemen utama model framing Pan-Kosicki yakni:

1. Struktur sintaksis; dapat diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana

wartawan menyusun peristiwa-pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa-ke dalam

bentuk susunan kisah berita. Dengan demikian struktur sintaksis dapat diamati dari bagan berita

(headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang

dikutip dan sebagainya).

2. Struktur skrip; melihat bagaimana strategi bercerita. Struktur ini melihat gaya bertutur yang

dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa.

3 Struktur tematik; berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas

peristiwa kedalam proposisi, kalimat, atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara

keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk

yang lebih kecil.

4. Sruktur retoris; berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu. Dengan kata

lain, struktur retoris melihat pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar yang digunakan

untuk memberi penekanan pada arti tertentu.

Pilihan menggunakan model framing Entman ini dipilih penulis sebagai bentuk

konsistensi yang dinilai tepat guna untuk menjelaskan frame berita terorisme di Indonesia dalam

dua media yang berbeda, yakni republika.co.id dan kompas.com. Adapun ulasan mengenai

konfigurasi framing model Entman akan dijelaskan pada bab selanjutnya. Disertai juga

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

18

penjelasan singkat secara historis mengenai dua media online yang dipilih oleh penulis dalam

bingkai berita terorisme di Indonesia, berikut penjelasan singkat mengenai format media online.

3. Realitas Media dan Media Online

3.1. Konstruksi Realitas Media

Pekerjaan media pada dasarnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media yang

berupa berita adalah hasil para pekerja yang merekonstuksikan realitas yang dipilihnya, di

antaranya yakni realitas politik. Secara umum terdapat tiga hal yang dilakukan oleh pekerja

media dalam mengkonstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra

mengenai sebuah kekuatan politik (Hamad, 2001: 57-58) yakni:

Pertama, dalam hal pilihan kata (diksi) simbol politik. Sekalipun media massa hanya

bersifat sebagai reporter atau melaporkan tindak peristiwa, namun telah menjadi sifat dari

pembicaraan politik untuk selalu memperhatikan aspek simbol politik. Dalam komunikasi

politik, para komunikator bertukar citra atau makna melalui lambang. Sehingga dalam konteks

acuan ini, pekerja media dalam merekam kejadian seperti dengan menggunakan kutipan

langsung (direct quotation) atau menjadikan komunikator politik sebagai narasumber maka tetap

menggunakan pilihan simbol yang digunakan oleh narasumber tersebut. Namun manakala media

membuat ulasan seperti editorial, tentu pilihan kata ditentukan oleh sang penyunting (editor).

Kedua, dalam melakukan pembingkaian peristiwa politik dengan sebab adanya tuntutan

teknis semisal keterbatasan ruang (space) kolom dan halaman atau waktu, sehingga

menyebabkan jarang ada media yang menampilkan suatu peristiwa secara utuh kronologis mulai

dari detik pertama hingga akhir. Acap kali jurnalis berargumen dengan kaidah jurnalistik melalui

peristiwa yang panjang lebar dan rumit disederhanakan dengan berbagai cara sehingga dianggap

layak naik cetak atau tayang. Dalam konteks demikian biasanya pihak media hanya menyoroti

aspek sesuatu yang menarik yang layak menjadi jualan suatu berita yang lazim disebut dengan

sisi “human interest”. Ditambah lagi dengan adanya motif kepentingan politik sehingga

konstruksi realitas politik sangat ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan dan

kepentingan semata.

Ketiga, menyediakan ruang dan waktu untuk sebuah peristiwa politik. Dalam konteks

demikian, agenda setting berperan besar dalam mempengaruhi audiens. Isu yang menyedot

perhatian besar khalayak dapat dianggap sesuatu yang mewakili apa yang sedang hangat

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

19

dibicarakan. Sebagai contoh media memajang headline besar dan mencolok dan dimuat di

halaman utama, yang hal ini berbeda apabila diletakkan di halaman dalam. Sintesisnya yakni

besarnya perhatian masyarakat terhadap sebuah isu amat bergantung pada seberapa besar media

memberikan perhatian pada isu tersebut. Sehingga hal yang demikian terkadang mengalihkan isu

seharusnya lebih penting untuk ditampilkan media.

Tren yang terjadi belakangan ini semenjak muncul media online adalah aktivitas

khalayak pembaca yang dengan tingkat mobilitas semakin tinggi sehingga hanya menelusuri

judul-judul berita ketimbang membaca berita secara keseluruhan. Sindrom ini disebut dengan

headline syndrome. Akibatnya secara jelas yakni pembaca hanya menafsirkan berita berdasarkan

asumsi atas judul belaka. Bahkan celakanya menurut Assegaf (1983), pembaca surat kabar di

Amerika Serikat sering disebut dengan “headline reader” (pembaca judul berita).

3.2. Jurnalisme Online

Jurnalisme online merupakan istilah baru yang muncul dari transisi media dari old media

ke new media yang oleh Mosco disebut sebagai akhir sejarah, akhir geografi, dan akhir politik

terjadi karena mitos teknologi (Steensen: 2010). Adapun aspek dominan yang menandai syarat

jurnalisme online yakni ada tiga: hiperteks, interaktivitas, dan multimedia.

Hiperteks (hypertext)

Hiperteks secara umum dapat didefinisikan sebagai sistem pemrograman komputer

berbasis non linear seperti teks berupa tulisan, gambar yang bertautan bersama dengan hiperlink

(hyperlink). Asumsi mengenai hiperteks atas jurnalisme cetak yaitu tanpa batas, tak ada deadline,

akses langsung ke sumber (direct access to source), personalisasi persepsi berita,

kontekstualisasi breaking news, secara bersamaan menyasar kepada khalayak kelompok

pembaca yang menyukai untuk membaca judul berita (headline) saja ketimbang kedalaman

berita.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

20

Interaktivitas

Sebagaimana hiperteks, pengertian interaktivitas merupakan konsep licin untuk

mendeksripsikan proses komunikasi secara umum serta jurnalisme online secara khusus.

Menurut Jensen (1998), pengertian interaktivitas yakni ukuran kemampuan potensial media

untuk membiarkan penggunanya terkena pengaruh secara terpaksa melalui konten atau bentuk

komunikasi yang tersalurkan lewat media. Interaktivitas menjadi ciri utama yang dimiliki

jurnalisme online, sebagai contoh dengan apa yang kini kerap kali disebut dengan citizen

journalism yang mampu melaporkan peristiwa layaknya jurnalisme profesional

Multimedia

Deuze (2004) berpendapat bahwa konsep multimedia dapat dipahami berdasarkan dua

variabel yakni (i) presentasi media dengan menggunakan dua atau lebih media (teks, audio,

grafik); (ii) sebagai distribusi kemasa berita melalui berbagai media (suratkabar, website,

televisi). Namun mayoritas para ahli mendukung asumsi yang pertama mengenai penggunaan

dua media atau lebih dalam satu konfigurasi.

Adapun keuntungan yang didapat dari penggunaan jurnalisme online yang menjadi

pembeda dengan jurnalisme konvensional sebagai berikut:

1) Keluasan akses sumber informasi; Hal ini dapat berupa tokoh, data, atau arsip berita.

2) Kuantitas data yang dapat diakses; Hal yang demikian mencakup jutaan informasi, cerita,

ataupun kontak sosial.

3) Kecepatan akses; Fungsi ini yang menjadi keunggulan media berbasis online, dimanapun

kapanpun suatu informasi akan lebih mudah untuk diakses karena sifat khas yang

demikian.

4) Penggunaan data yang lebih mudah; Dari data yang sudah diperoleh maka pengguna akan

lebih mudah mengoperasionalisasikan untuk berbagai kepentingan seperti contohnya

untuk analisis data.

5) Kemampuan untuk jangkauan diskusi; Artinya bahwa dengan munculnya berbagai media

online berbasis jaringan sosial (social network) lebih memudahkan aktifitas diskusi, grup,

dan sebagainya.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

21

Ketiga variabel tersebut berkaitan dengan pesan komunikasi yang dihasilkan dari berita

terorisme. Artinya kalau dahulu orang mengakses berita terorisme secara konvensional melalui

surat kabar cetak, sekarang orang mampu mengakses berita terorisme dengan mudah, akibat dari

fungsi kompleks hiperteks yang kemudian melahirkan interaktifitas melalui wadah basis

multimedia.

Signifikansi perbedaan old media dengan new media terletak pada substansi pokok berita

yang tergambar melalui kuantitas paragraf. Artinya kalau pada old media membutuhkan ruang

untuk narasi paragraf suatu berita secara detail, namun pada new media pada umumnya fungsi

ini tersubstitusi dengan format baru yang lebih ringkas. Fungsi new media yang mampu

menembus ruang dan waktu spasial semakin mempercepat dan mempermudah arus informasi

sehingga pesan dalam diterima dengan cepat, sederhana, dan mudah.

Semakin berkembangnya teknologi internet mendorong semakin banyaknya pengakses

media online. Ditambah lagi kini alat untuk mengakses portal tidak hanya menggunakan

komputer atau laptop tetapi dengan mudah melalui telpon genggam atau alat komunikasi lainnya.

kehadiran teknologi sehingga melahirkan media online ini sungguh luar biasa dampaknya

terhadap percepatan komunikasi di negeri ini. Terbukti, kini media-media cetak nasional tidak

bisa berkembang atau stagnan akibat pembaca sudah beralih ke format online.16

H. Metodologi Penelitan

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan untuk membahas riset ini adalah menggunakan

metode kualitatif melalui teknik analisis framing. Model ala Entman dipilih penulis sebagai

teknik analisis karena penulis anggap mampu mewakili sasaran penelitian. Metode yang

demikian dipilih karena sifat penelitian yang khas dan spesifik walau bernuansa klasik serta

masih dapat diambil generalisasi dari kasus lain yang serupa. Pendekatan kualitatif diharapkan

mampu menjawab secara utuh dan komperhensif dari pertanyaan awal penelitian mengenai

pemberitaan media seputar terorisme yang dikonfigurasikan oleh portal berita online kepada

16

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/03/23/mk4bhj-media-online-ancaman-bagi-koran-

dan-majalah diakses 19 Juni 2013 pukul 14.10 WIB

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

22

masyarakat. Metode yang demikian ini dimaksudkan untuk menyasar tujuan penelitian sehingga

tepat guna serta agar menghasilkan suatu pembahasan yang menarik dan tidak monoton.

2. Desain Penelitian

Pada dasarnya prinsip yang digunakan analisis framing yaitu proses seleksi dan

penajaman pada dimensi fakta yang dipotret oleh media. Fakta tidak ditampilkan secara

sederhana dan apa adanya melainkan melalui proses seleksi pembingkaian dengan beberapa

elemen seperti telah dijelaskan sebelumnya. Adapun kerangka alur model Entman yang

digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Peneliti mengumpulkan data dokumen berupa naskah teks berita terorisme dari portal

berita Republika.co.id dan Kompas.com sepanjang tahun 2005-2013.

2) Peneliti mengklasifikasikan data berdasarkan relevansi penelitian guna

menyelaraskan dengan tujuan penelitian.

3) Peneliti kemudian mengolah data dengan memilah data reduksi yang tidak terpakai.

4) Peneliti melakukan wawancara dengan redaktur republika.co.id dan kompas.com

guna mengetahui proses framing serta ideologi masing-masing media.

5) Kemudian peneliti melakukan pendalaman data dan analisis berikut konseptualisasi

data hingga tercapai kesimpulan penelitian.

Rangkaian kerja dari pengumpulan-pengolahan-analisis data dapat digambarkan melalui

bagan sederhana berikut:

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

23

Tabel 1.4 Rangkaian Kerja Penelitian

PENGUMPULAN DATA

Studi dokumen-interview-observasi

REVIEW & REDUKSI DATA

Seleksi data berdasar relevansi

KATEGORISASI DATA

Menempatkan pada kategori spesifik struktur

yang akan diamati (skrip, retoris, tematik,

sintaksis)

INTERPRETASI DATA & WAWANCARA

Pendalaman dan analisis; konseptualiasi data;

perumusan jawaban penelitian

DISPLAY DATA

Menuangkan analisis data ke dalam laporan

tertulis

3. Pengumpulan Data

Untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini, akan dilakukan beberapa mekanisme

seleksi pengumpulan data antara lain :

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

24

1. Studi dokumen/ literatur: digunakan untuk menganalisis berita yang berkaitan dengan

teror bom yang muncul di situs Republika Online (republika.co.id) dan Kompas Online

(kompas.com) rentang waktu tahun 2005-2013. Data yang diperoleh berjumlah 100 berita

dengan masing-masing 50 berita republika.co.id dan 50 berita kompas.com terkait

dengan teror bom di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan terdapat perubahan jumlah

melalui proses seleksi dan sebagainya. Adapun penjelasan mengenai proses seleksi berita

dan sebagainya penulis jelaskan pada bab selanjutnya.

2. Wawancara mendalam (indepth interview): wawancara mendalam dilakukan dengan

tokoh kunci (key person) yang dijadikan narasumber yang memahami substansi persoalan

yang dibahas dalam penelitian ini. Hal yang utama mengenai penjelasan bagaimana

prosedur serta proses sebuah pembingkaian berita mengenai teror bom dari mulai awal

hingga akhirnya naik tayang melalui beberapa tahap serta bagaimana menentukan

variabel sebuah berita terkait dengan aksi teror bom di Indonesia. Dalam hal ini dewan

redaksi Republika (ROL) diwakili oleh Irwan Ariefyanto sebagai Redaktur Pelaksana dan

Kompas.com yang diwakili oleh J. Heru Margiyanto sebagai Asisten Editor menjadi

pihak utama yang terkait akan wawancara ini.

3. Observasi: Observasi akan dilakukan dengan mengamati langsung implementasi dan

dampak yang dihasilkan dari pemberitaan kasus seputar terorisme di Indonesia melalui

jagad dunia maya terkhusus kota Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia yang

menjadi tolok ukur kehidupan bermedia dan berpolitik.

Lihat matriks berikut:

Tabel 1.5 Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan Data Sumber

Studi/review Dokumen - Naskah berita terorisme Republika Online

dan Kompas.com

Wawancara Mendalam (Indepth Review) - Dewan redaksi Republika Online dan

Kompas.com

Observasi - Impementasi pemberitaan media

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

25

4. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Setelah proses

pengumpulan data selesai dikerjakan, maka akan ada dua tahap pengolahan data. Pertama,

reduksi data. Data yang diperoleh baik dari observasi, wawancara, maupun studi

dokumen/literatur, akan dipilih dan diharapkan dapat memberikan data siap pakai. Reduksi

dilakukan untuk menilai relevansi data yang telah dikumpulkan, dan membuang beberapa data

residu dan redundan yang tidak relevan dengan pertanyaan penelitian.

Kondisi ini adalah syarat bagi tahap kedua, yakni kategorisasi data. Data-data yang

berhasil dikumpulkan akan dijabarkan dalam bentuk kategori-kategori agar mempermudah

proses verifikasi. Pada tahap ini akan diperoleh sketsa kumpulan data kualitatif yang siap

dianalisis. Kategorisasi data ditentukan berdasar variabel-variabel yang menjadi pokok

pertanyaan penelitian. Misalnya, kategorisasi mengenai konfigurasi pemberitaan teroris, subjek

objek kasus, tujuan serta motif aksi teroris dan sebagainya

5. Analisis Data

Analisis data dikerjakan melalui pola dan hubungan antar kategori dalam tahap

pengolahan data. Wilayah ini biasanya disebut sebagai interpretasi data. Pada tahap ini data yang

telah selesai dikelompokkan sesuai dengan kategori masing-masing, akan dianalisis melalui

pisau teoretik, dikonseptualisasikan, dan difokuskan guna mencari jawaban penelitian.

Berikutnya, peneliti akan melakukan display data dimana setelah serangkaian proses tersebut

peneliti kemudian menuangkan data dalam bentuk tulisan. Bagian ini menyajikan presentasi

naratif maupun visual.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75320/potongan/S2-2014... · kemiskinan dan kebodohan masih menjadi masalah sosial yang tampak nyata

26

6. Limitasi Penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan atau limitasi daripada penelitian ini yang perlu

digarisbawahi, antara lain adalah:

• Penelitian ini hanya mengkhususkan pembahasan pada bingkai berita seputar terorisme di

Indonesia melalui kacamata new media seputar pemberitaan teror bom rentang waktu tahun

2005-2013.

• Penelitian dan eksperimen ini hanya menggunakan dua media digital online yakni Republika

Online (ROL) yang beralamat di www.republika.co.id dan Kompas Online (Kompas.com) yang

beralamat di www.kompas.com diwakili oleh data berupa teks berita maupun transliterasi teks

wawancara dari kantor berita tersebut.

• Penelitian ini bukan untuk mengupas tentang terorisme secara detail melainkan yang berupa

apa yang terkait dengan pemberitaan terorisme di media.

• Sehubungan dengan lokasi kantor berita yang bersangkutan berada di Jakarta, maka penelitian

ini mengambil sampel lapangan dengan mengkhususkan Jakarta sebagai ruang lingkup objek

penelitannya.[]