BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Permasalahan utama kegiatan riset di Indonesia meliputi tiga aspek,
yaitu alokasi biaya riset yang kurang memadai, produktivitas riset yang
rendah, dan pemanfaatan hasil riset dalam pembangunan Indonesia yang
kurang maksimal. Ketiga masalah tersebut saling berkaitan satu sama lain
sehingga dibutuhkan pemecahan secara sistematis dan menyeluruh terhadap
ketiga masalah tersebut.
Kegiatan riset berkorelasi erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek), dan diyakini bahwa penguasaan iptek oleh suatu bangsa berperan
penting dalam menunjang kemajuan pembangunan dan pembentukan
peradaban bangsa dan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian,
semakin tinggi tingkat penguasaan iptek oleh masyarakat, maka semakin
tinggi pula kualitas kehidupan masyarakat yang pada akhirnya mampu
berkontribusi maksimal dalam pendayagunaan potensi sumber daya yang
dimilikinya. Kemajuan iptek juga mendorong terjadinya globalisasi
kehidupan manusia karena manusia semakin mampu memberikan solusi
tanpa terikat oleh dimensi jarak dan waktusehingga manusia semakin
produktif. Perbedaan lokasi geografis dan batas-batas negara bukan lagi
menjadi hambatan utama. Keadaan tersebut memberikan keuntungan
tersendiri bagi negara untuk mampu menguasai, memanfaatkan, dan
memajukan iptek dan memperkuat posisinya dalam persaingan antarbangsa di
dunia. Kondisi tersebut dapat mamacu Indonesia dan mampu menghasilkan
nilai tambah yang lebih tinggi bagi kesejahteraan bangsa.
Temuan riset diperhitungkan sebagai masukan bagi pembuat
kebijakan. Masukan-masukan dari hasil riset ini dapat berupa alternatif dalam
menyusun program-program pembangunan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang dilaksanakan melalui aktivitas pembangunan. Ketika
2
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
program pembangunan berjalan, riset menjadi bagian penting untuk terus
dilakukan dalam upaya menganalisis kelebihan dan kelemahan yang
3
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
berhubungan dengan faktor-faktor sosial budaya, sosial ekonomi, sosial
politik dan berbagai hal lain dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan.
Jika kemudian ditemukan ada hambatan terdapat selama program
pembangunan, maka melalui aktivitas riset dapat diketahui berbagai faktor
penyebab secara empirik akademik dan segera ditemukan solusi penyelesaian
masalahnya yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kultur
akademik yang berlaku.
Kebijakan riset dan pembangunan berbasis teknologi (Kemristek,
2012) adalah riset harus menjadi upaya efektif dan produktif dalam memacu
perkembangan iptek dengan mengacu pada amanah konstitusi, yakni untuk
memajukan peradaban dan menyejahterakan umat manusia Indonesia. Oleh
sebab itu, aktivitas riset yang diniatkan untuk pembangunan berbasis iptek
tersebut tidak boleh hanya untuk memenuhi hasrat individu atau kelompok
tertentu secara terbatas saja. Dengan kata lain, aktivitas riset juga harus
dipertanggungjawabkan kepada publik untuk kepentingan pembangunan.
Terkait dengan kebijakan riset, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan antara lain
Undang-Undang (UU) No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Sisnas P3 Iptek). Di samping itu, guna melindungi hak atas kekayaan
intelektual, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20
Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual. Selanjutnya,
pemerintah telah mengatur kebijakan tentang insentif bagi dunia industri
melalui PP No. 35 tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan
Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi dan
Difusi Teknologi. Seluruh perangkat perundang-undangan tersebut ternyata
belum mampu memberi insentif positif dalam bentuk finansial kepada
inventor teknologi atau prototipe hasil riset karena terbentur oleh kebijakan
pembiayaan riset dalam aturan keuangan negara dan sistem akuntansi
keuangan pemerintah. Di samping itu, insentif riset yang belum diperoleh
oleh lembaga riset adalah pengurangan atau bahkan penghapusan pajak
4
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
terhadap bahan dan alat-alat riset yang diimpor dari luar negeri. Kondisi ini
tentu saja dapat meningkatkan biaya nonteknis riset yang dapat menghambat
produktivitas riset atau pengembangan prototipe hasil riset, dan akhirnya
berdampak pada upaya hilirisasi hasil riset oleh industri.
Terkait dengan kebijakan kelembagaan riset di Indonesia, terdapat
tiga lembaga yang fungsi sebagai advokasi yaitu Komite Inovasi Nasional
(KIN) yang dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 32/2010, Akademi
Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang dibentuk melalui Undang-undang
Nomor 8/1990, dan Dewan Riset Nasional (DRN) sebagai amanat Undang-
undang Nomor 18/2002. Sementara lembaga yang berfungsi sebagai
penyusun kebijakan adalah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Ristek Dikti) beserta kementerian sektoral yang lain. Lembaga
penyelenggara riset dan penyedia layanan teknologi ada 8 (delapan) lembaga
penelitian non-kementerian (LPNK), lembaga penelitian di kementerian, dan
perguruan tinggi sebagai amanat tridharma perguruan tinggi. Di samping
pembiayaan dari APBN di masing-masing lembaga penelitian tersebut,
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga menyediakan bantuan
biaya riset yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hasil
pendapatan dari pengelolaan dana abadi pendidikan (endowment fund).
Pada saat ini iptek tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehari-hari. Para penghasil teknologi dituntut untuk mampu menciptakan
sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi para pengguna teknologi melalui
kajian-kajian ilmu pengetahuan yang semakin terbuka secara luas. Mereka
yang disebut penghasil teknologi dituntut untuk terus berpikir kreatif dan
mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan riset yang
bermanfaat. Berbagai strategipun dilakukan oleh masing-masing negara
dalam rangka pengembangan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Kolaborasi riset, pembangunan dan
perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi menjadi salah satu strategi yang
dilakukan dalam kebijakan pembangunan di banyak negara. Upaya tersebut
dilakukan karena kemajuan iptek akan berdampak positif tidak hanya dari sisi
5
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
luaran ilmiah tetapi juga dalam hal peningkatan sumber daya dan inovasi
untuk perubahan melalui aktivitas pembangunan yang terencana, terukur dan
dapat dipertanggungjawabkan. Negara-negaraseperti Jepang, India dan
Tiongkok (lihat grafik 1.1), merupakan sebagian dari contoh negara-negara
di kawasan Asia yang memiliki fokus pembangunan/kebijakan riset berbasis
perencanaan dan dukungan aspek political will yang sangat baik. Bahkan
pada saat ini, kemajuan riset dan teknologi yang dilakukan pemerintah
Tiongkok telah membawa negara ini sebagai new emerging power di kawasan
Asia yang sangat diperhitungkan negara-negara Barat.
Tabel 1.1. World of Research and Development FORECAST GROSS EXPENDITURE ON R&D
2012 2013
2014
No Country GDP
PPP
BillUSD
R&D
%of
GDP
GERD*
BillUSD
GDP
PPP
BilUSD
R&D
%of
GDP
GERD*
BillUSD
GDP
PPP
BilUSD
R&D
%of
GDP
GERD*
BillUSD
1 USA 15,940 2.8 447 16.195 2.8 450 16.616 2.8 465
2. Tiongkok 12.610 1.8 232 13.568 1.9 258 14.559 2.0 284
3. Japan 4.704 3.4 160 4.798 3.4 163 4.856 3.4 165
4. Germany 3.250 2.8 92 3.266 2.8 92 3.312 2.9 92
5. South
Korea
1.640 3.6 59 1.686 3.6 61 1.748 3.6 63
6. France 2.291 2.3 52 2.296 2.3 52 2.319 2.3 52
7. United
Kingdom
2.375 1.8 4.3 2.408 1.8 44 2.454 1.8 44
8. India 4.761 0.9 40 4.942 0.85 42 5.194 0.9 44
9. Russia 2.555 1.5 38 2.593 1.5 38 2.671 1.5 40
10. Brazil 2.394 1.3 30 2.454 1.3 31 2.515 1.3 33
↨
40 Indonesia 1.237 0.1 2 1.303 0.2 2 1.374 0.2 3
Subtotal
(Top 40)
73.362 2.0 1.478 75.338 2.0 1.518 77.896 2.0 1.576
Rest of
world
10.071 0.4 39 10.413 0.4 40 10.837 0.4 42
Global
Spending
83.434 1.8 1.517 85.751 1.8 1.558 88.733 1.8 1.618
6
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
*GERD = Gross Expenditure on Research and Development
PPP = Purchasing Power parity (used to normalize)
(Sumber:Diolah dari Dokumen Laporan UNESCO, 2014)
Grafik tersebut menggambarkan bahwa posisi Indonesia berada di urutan
terakhir dalam pengalokasian dana riset dan pengembangan (R&D).
Perjalanan pembangunan di Indonesia, secara empirik ditemukan
program-program pembangunan yang salah arah dan salah tujuan. Misalnya
pembangunan sejuta hektar lahan sawah di Kalimantan Tengah,
penanggulangan kemiskinan melalui Bantuan Tunai Langsung ke masyarakat
dan sebagainya, setelah ditelisik dari beberapa penyebab kegagalan tersebut,
salah satunya karena tidak didukung data hasil riset yang valid secara
holistik dari berbagai aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik yang
melingkupi kehidupan masyarakatnya. Dengan kata lain, ditemukan beberapa
program pembangunan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan
dari masyarakat. Asumsi yang muncul dari kelemahan ini antara lain
disebabkan oleh para pengambil kebijakan di Indonesia lebih terfokus pada
pemanfaatan teori dengan mengesampingkan kebutuhan dasar serta nilai-nilai
sosial budaya masyarakat Indonesia yang dapat digambarkan secara utuh
melalui proses riset yang berkualitas.
Hasil kajian awal tentang analisis riset dan hasil riset di Indonesia
dihadapkan pada persoalan pembiayaan riset yang akan mempengaruhi hasil
riset dan berbuntut panjang pada pemanfaatan hasil riset dalam kebijakan
pembangunan. Pada persoalan pembiayaan riset di Jepang, Tiongkok dan
Korea Selatan, ketiga negara tersebut memiliki investasi di bidang penelitian
dan pengembangan lebih dari 1 persen dari Gross Domestic Product (GDP).
Hal tersebut dipertegas dengan investasi riset di Jepang berada pada posisi di
atas 2 persen dari GDP sejak tahun 1980an, dan sekarang telah mencapai 3,4
persen dari GDP. Korea Selatan telah menginvestasikan 3,6 persen dari GDP
untuk Litbang sejak tahun 2012. Selain itu, kemajuan riset di Jepang, Korea
Selatan dan Tiongkok juga didukung oleh optimalisasi pengelolaan biaya
riset dalam bentuk grant. Korea Selatan memiliki lembaga pendanaan riset
yang dikenal dengan National Research Foundation yang menghimpun
7
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
pendanaan untuk riset dan dialokasikan pada berbagai institusi riset,
perguruan tinggi dan lainnya melalui mekanisme seleksi kompetitif dan
efektif. Sementara itu Amerika Serikat memiliki National Science
Foundation untuk melakukan pengelolaan pembiayaan riset.
Dalam peta global, dalam tiga tahun terakhir (2012 s.d. 2014),
pendanaan riset dunia didominasi oleh negara-negara Asia (dengan kontribusi
sebesar 39,1%) dipimpin oleh Tiongkok dengan kontribusi sebesar 17,5%.
Kemudian disusul oleh negara-negara Amerika (dengan kontribusi sebesar
33,9%) dipimpin oleh Amerika Serikat dengan kontribusi sebesar 31,3%, dan
selanjutnya negara-negara Eropa (dengan kontribusi sebesar 21,7%) dipimpin
oleh Jerman dengan kontribusi sebesar 5,7%. Selengkapnya dapat dilihat
pada Bagan Tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Share of Total Global R&D Spending
Country 2012 2013 2014
Americas (21) 34.5% 34.0% 33.9%
USA 32.0% 31.4% 31.1%
Asia (20) 37.0% 38.3% 39.1%
Tingkok 15.3% 16.5% 17.5%
Japan 10.5% 10.5% 10.2%
India 2.7% 2.7% 2.7%
Europe (34) 23.1% 22.4% 21.7%
Germany 6.1% 5.9% 5.7%
Rest of World (36) 5.4% 5.3% 5.3%
Diolah dari sumber, Battele, R&D Magazine
Sebagaimana diutarakan di depan bahwa permasalahan riset yang
dihadapi oleh Indonesia terutama berkaitan dengan alokasi biaya riset,
produktivitas riset, dan pemanfaatan hasil riset dalam pembangunan
Indonesia.
Terkait dengan alokasi biaya riset, pembiayan riset Indonesia belum
memadai dibanding dengan alokasi pembiayaan riset di negara-negara lain,
baik di tingkat Asia maupun dunia (lihat gambar 1.1).
8
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Gambar 1.1. Amount of R&D Spending
Peta global riset dan pembangunan memperlihatkan bahwa Indonesia
masih belum mampu menempatkan eksistensi dan urgensi riset dan
pengembangan sebagai skala prioritas utama dalam alokasi sumber
pendanaan negara. Data World of Research and Development (2014)
menunjukkan bahwa produk domestik bruto atau Gross Domestic Product
(GDP) Indonesia sebesar 1.374 milyar USD atau setara dengan Rp.17.862
trilyun dengan alokasi 3 milyar USD untuk pengeluaran pada aktivitas riset
dan pengembangan (Gross Expenditure on Research and Development) atau
sebesar 0,2% dari GDP. Data terakhir tentang pembiayaan riset Indonesia
disampaikan oleh Menristek Dikti pada Forum Nasional: Inventor-Inovator-
Investor 2015 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Banten, pada
tanggal 5 Agustus 2015 yang menyatakan bahwa saat ini alokasi biaya riset
baru mencapai 0,09% dari GDP (Merdeka.com, 5 Agustus 2015). Alokasi
biaya riset dan aktivitas riset dan pengembangan tersebut tersebar pada
instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan industri, dengan alokasi terbesar
pada pemerintah sebesar 74% dan swasta sebesar 26%.
Berpijak pada sumber Menristek Dikti tersebut, dengan asumsi
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6% di tahun 2015, data Kementerian
Keuangan dalam Pengantar Nota Keuangan 2015 menyatakan bahwa Produk
Domestik Bruto (PDB) tahun 2015 sebesar Rp 11.098,352 trilyun. Dengan
demikian, alokasi biaya riset dan pengembangan tersebut sebesar 0,09% dari
PDB atau setara dengan Rp.9,9trilyun. Menurut rekomendasi United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO), rasio
anggaran iptek yang memadai adalah sebesar 2 persen dari PDB yang berarti
alokasi ideal dana riset Indonesia sekitar Rp220 trilyun. Dengan demikian,
Indonesia baru mampu mengalokasikan 1/22 dari kebutuhan dana riset dan
pengembangan yang ideal sebuah negara.
9
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Laporan-laporan World Economic Forum mencatat bahwa indeks
daya saing global Indonesia sempat berada di peringkat 54 pada tahun 2009,
lalu naik ke peringkat 44 pada tahun 2010. Namun, peringkat Indonesia
kembali turun ke peringkat 46 pada tahun 2011 dan peringkat 50 pada tahun
2012, selanjutnya kembali naik ke peringkat 38 pada tahun 2013, lalu naik
lagi ke peringkat 34 pada tahun 2014.
Naiknya peringkat daya saing global tidak lepas dari optimalisasi riset
dari meningkatnya kemampuan sumber daya Indonesia dalam pilar-pilar
tersebut. Perubahan sangat tampak pada dua pilar, yaitu a) kesiapan
teknologi, yang dalam hal ini Indonesia berada di posisi 85 pada tahun 2012-
2013 menjadi posisi 75 pada tahun 2013-2014, dan b) pilar inovasi, yang
semula berada di posisi 39 pada tahun 2012-2013 menjadi posisi 33 di tahun
2013-2014 (Adawiyah, Aji, dan Edi, 2014: 2). Meskipun peringkat daya
saing global Indonesia meningkat ternyata belum mampu menjadikan
Indonesia sebagai negara dengan publikasi internasional yang tinggi.
Berdasarkan data publikasi internasional, Indonesia selama kurun waktu
2001-2010 hanya menghasilkan 7.843 publikasi ilmiah, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia yang telah
menghasilkan lebih dari 30.000 publikasi ilmiah internasional. Menurut data
yang diperoleh dari SCImago sejak 1996-2013, Indonesia menduduki posisi
61 dari 239 negara, dengan jumlah dokumen sebanyak 25.481 (lihat tabel
1.3). Kondisi ini mengindikasikan bahwa tradisi riset masih sangat rendah di
kalangan akademisi. Berdasarkan survei SCImago (SCImago Journal &
Country Rank, 2013), publikasi berdasarkan hasil penelitian selama 16 tahun
(1996-2013) hanya mencapai 25.481 tulisan, padahal jumlah dosen/peneliti di
Perguruan Tinggi saja sekitar 120.492 orang. Belum lagi peneliti dan
perekayasa, sebanyak 11.234 orang (Kementerian Riset dan Teknologi,
2014).
Tabel 1.3, Peringkat Output Riset Indonesia Berdasarkan Jumlah Dokumen
Penelitian yang Terindeks Scopus
10
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Rank Country Docs Citable
Docs Citations Self-Citations
Citations
per Doc
H
index
1 USA 7.846.972 7.281.575 152.984.430 72.993.120 22.02 1.518
2. Tiongkok 3.129.719 3.095.159 14.752.062 8.022.637 6.81 436
3. United
Kingdom 2.141/375 1.932.907 37.450.384 8.829.739 19.82 934
4. Germany 1.9983.270 1.876.342 30.644.118 7.966.777 17.39 815
5. Japan 1.929.402 1.874.277 23.632.173 6.832.173 13.01 694
59. Cuba 27.139 26.186 147.685 31.514 6.35 106
60. Belarus 26.920 26.525 148.685 28.24 11.86 114
61. Indonesia 25.481 24.461 185.695 20.75 11.86 126
62. Bangladesh 23.028 22.286 147.791 28.986 9.26 112
63. UEA 22.874 21.785 131.259 14.245 8.42 100
239. Tokelau 1 1 36 0 36.0 1
Riset yang berkualitas ditentukan oleh sumber daya iptek, bukan saja
sumber daya manusia (SDM), tetapi juga pembiayaan iptek, sarana/prasarana
iptek, data dan informasi iptek serta kekayaan intelelektual. Di bidang SDM,
perbandingan jumlah peneliti dengan penduduk di Indonesia tahun 2013,
berkisar 529,38 peneliti dari setiap 1 juta jiwa, dan jumlah peneliti saat ini
hanya sekitar 8.912 orang dan perekayasa 2.322 orang, sedangkan pengajar di
Perguruan Tinggi (PT) Negeri dan Swasta tahun 2013 sekitar 120.492 ribu
orang.
Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada
tahun 2015 implikasi yang diharapkan dari pengalokasian biaya riset adalah
1) peningkatan jumlah paten terdaftar dalam skala internasional pada kurun
waktu lima tahun ke depan, yaitu pada 2015 menargetkan 1,580 paten, pada
2016 menargetkan 1.735 paten, pada 2017 menargetkan 1.910 paten, pada
2018 menargetkan 2.100 paten, dan pada akhir 2019 menargetkan 2.305
paten. 2) peningkatan jumlah publikasi internasional dalam lima tahun ke
depan, yaitu pada 2015 menargetkan 5.008 judul, pada 2016 menargetkan
6.229 judul, pada 2017 menargetkan 7.769 judul, pada 2018 menargetkan
9.689 judul, dan pada akhir 2019 menargetkan 12.089 judul. 3) peningkatan
jumlah prototipe dan teknologi tepat guna lima tahun ke depan, yaitu pada
11
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
2015 menargetkan 530 prototipe, pada 2016 menargetkan 632 prototipe, pada
2017 menargetkan 783 prototipe, pada 2018 menargetkan 930 prototipe, dan
pada akhir 2019 menargetkan 1.081 prototipe (sumber: Rencana Strategis
Kemristek, 2014—2019).
Tantangan kebutuhan pembiayaan riset dan idealisme tersebut
dijawab dengan optimis melalui pengalokasian dana riset dan pengembangan
sektor pemerintah dituangkan dalam alokasi pembiayaan riset oleh
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang diprioritaskan
pada riset untuk peningkatan daya saing bangsa melalui peningkatan mutu
pendidikan tinggi dan inovasi, publikasi internasional, dan hilirisasi hasil riset
yang siap diproduksi oleh industri dan dunia usaha lainnya.
Produktivitas riset sangat terkait dengan pembiayaan riset baik
mekanisme pembiayaan maupun alokasi biaya riset. Pembiayaan riset
nasional menjadi variabel penting dalam meningkatkan produktivitas iptek
nasional kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia.
Permasalahan pembiayaan riset juga disebabkan karena masih rendahnya
investasi riset dari lembaga-lembaga nonpemerintah termasuk dunia usaha.
Kondisi tersebut menggambarkan masih rendahnya tingkat kolaborasi antar
instansi dalam mendorong aktivitas riset sebagai basis pembangunan
berkelanjutan untuk perubahan. Kondisi ini diperkuat dengan tersebarnya
pembiayaan riset yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih pembiayaan
riset, topik riset serta hasil riset yang tidak dapat diimplementasikan dengan
baik untuk kepentingan pembangunan. Lemahnya sistem pengelolaan
pembiayaan riset menjadi perbincangan menarik dari kalangan para periset
dalam melaksanakan tugas dan pengembangan kualitas diri sebagai periset
profesional.
Selain pembiayaan riset dan produktivitas riset, permasalahan riset
lainnya terkait dengan pemanfaatan hasil riset atau alih teknologi dalam
pembangunan Indonesia. Selama ini, riset-riset yang dilakukan hanya
menumpuk di gudang-gudang lembaga litbang dan perguruan tinggi atau
berhenti pada tingkat prototipe atau model atau dalam terminologi ristek baru
12
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sampai tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level) 6 setara
dengan tingkat kesiapan inovasi (innovation readiness level) 3. Hal ini
berakibat pada kurangnya inovasi, yang kemudian berpengaruh terhadap
produktivitas. Kondisi ini perlu segera dibenahi dengan mendorong
kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga litbang dan industri. Penjelasan
tersebut menyiratkan dua persoalan penting dalam masalah riset di
Indonesia. Pertama, berkaitan dengan pembiayaan baik alokasi maupun
mekanismenya, kedua menyangkut masalah kapabilitas sumber daya
manusia, yang masih ditambah dengan pengelolaan pembiayaan riset yang
dinilai kurang efektif dan efisien (Kemristek, 2012) yang dinyatakan sebagai
berikut:
“. . . .sumber pembiayaan riset yang bersifat grant tersebar di berbagai
instansi pemerintah. Sebagai contoh di Kementrian Riset dan Teknologi, di
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan di Kementrian KUKM.
Hal ini mengakibatkan sering terjadi tumpang tindih program-program
litbang pada level lembaga riset, LPNK dan perguruan tinggi. . . .
Persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan pengelolaan
pendanaan riset dilakukan oleh swasta maka akan sulit dalam
memanfaatkan dan mengakomodir pendanaan dari sektor swasta untuk
investasi litbang”.
Pendapat tersebut menegaskan tentang simpul produktivitas riset dalam
kerangka pembangunan dan pengembangan iptek. Dalam upaya
menghasilkan produk riset yang berkualitas terdapat beberapa domain yang
berpengaruh seperti kewenangan yang dimiliki, kapasitas pembiayaan,
kapasitas sumber daya manusia, kapasitas infrastruktur dan ilmu pengetahuan
yang saling mengkait satu sama lain menuju kualitas kinerja penciptaan
temuan baru untuk pembangunan.
Dalam rangka menyusun struktur kerangka pikir peningkatan kinerja
pembiayaan riset, Kementerian Riset dan Teknologi (sekarang Kementerian
13
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengupayakan tiga jalur perbaikan
dan peningkatan kapasitas yaitu: 1) optimalisasi pembiayaan Riset dan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (RIPTEK); 2) revitalisasi sistem pengelolaan
pendanan RIPTEK; dan 3) peningkatan alokasi pendanaan RIPTEK. Ketiga
jalur perbaikan tersebut dikemas dalam program Pengembangan Pendanaan
RIPTEK yang diharapkan dapat mewujudkan peningkatan produktivitas
RIPTEK. Hal tersebut menggambarkan bahwa pembiayaan riset menjadi
problem krusial dalam mencapai produktivitas riset yang diharapkan.
Terkait denganpemanfaatan hasil riset, langkah awal pemerintah
adalah kebijakan menggabungkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ke
dalam Kementerian Riset dan Teknologi. Terobosan ini walaupun menuai
banyak kritik dari berbagai kalangan, terutama perguruan tinggi khusunya
dari aspek kultur akademik di perguruan tinggi, namun mengandung manfaat
dalam penerapan kebijakan hilirisasi hasil riset oleh kalangan industri, seperti
dikatakan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam
Rakernas Ristek Dikti 2015, “Ujung tombak industri ada di perguruan
tinggi. Maka harus ada kerja sama antara akademisi, pemerintah, dan
industri. Riset yang dihasilkan harus bisa dihilirkan pada dunia usaha”.
Sejalan dengan upaya hilirisasi hasil riset, intervensi kebijakan alokasi dana
riset di setiap perguruan tinggi sebesar 30% dari Bantuan Operasional PTN
(BO PTN) sehingga kolaborasi riset yang dimulai dari perguruan tinggi dapat
mencapai tahap inovasi sampai tahap menghasilkan prototipe yang siap
diproduksi atau diimplementasikan oleh industri. Di samping itu, di tingkat
kebijakan nasional, Kemristek Dikti menempatkan pengelolaan riset oleh dua
Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Riset dan Pengembanan yang
bertanggung jawab untuk mengelola kebijakan riset dengan tingkat kesiapan
teknologi (technology readiness level) 1 sampai dengan 6, sedangkan riset
dengan TKT 7 sampai dengan 9 dikelola oleh Direkorat Jenderal Penguatan
Inovasi.
Kemajuan pembangunan suatu bangsa tidak cukup bila hanya dilihat
dari laju pertumbuhannya dari tahun ke tahun. Konsep pembangunan
14
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sebagaimana dikatakan Arda (2014) menegaskan bahwa pembangunan dapat
didefinisikan sebagai serangkaian upaya yang direncanakan dan dilaksanakan
oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga-lembaga internasional, nasional,
atau lokal yang terwujud dalam kebijakan, program atau proyek yang secara
terencana mengubah cara-cara hidup atau kebudayaan dari suatu masyarakat
sehingga warga masyarakat tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih
sejahtera daripada sebelum pembangunan tersebut. Aktivitas pembangunan
suatu bangsa menjadi instrumen penting dalam mengukur kualitas sumber
daya manusia dalam melakukan perubahan demi perubahan untuk menjawab
tantangan global yang dihadapi. Perubahan yang dimaksud adalah
perubahanmenuju kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik pada tataran
ekonomi, politik, sosial dan budaya sebagai kunci utama keberhasilan
pembangunan yang telah dirancang dan dilaksanakan. Geliat pembangunan
dan keberhasilan yang dapat diwujudkan dapat dicermati dari seberapa besar
aktivitas riset sebagai langkah inovatif yang dilakukan untuk perubahan
menuju kehidupan yang lebih baik. Riset dilakukan dan ditujukan bukan
hanya untuk kemajuan akademik di perguruan tinggi dan berkaitan dengan
konteks tridarma perguruan tinggi, akan tetapi riset yang juga dapat
diterapkan bagi pelaku usaha dalam dunia bisnis dalam melakukan ekspansi
bisnis berbasis riset dalam konteks pembangunan secara menyeluruh
(Tanjung, 2014). Salah satu kontribusi hasil riset adalah ditemukannya
formula pemecahan masalah manusia dan kemanusiaan secara empirik dan
akademik yang dapat dipertanggungjawabkan. Hasil riset sangat baik bila
digunakan oleh para stakeholder untuk mengambil keputusan seperti di
lingkup perbankan, dunia usaha/industri, investor, pemerintah dan para
pengambil kebijakan di berbagai bidang.
Pemanfaatan hasil riset untuk pembangunan dan pengembangan iptek
perlu terus ditingkatkan agar dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan
secara berkelanjutan, khususnya di negara berkembang yang sedang menuju
negara maju (thedeveloping goes to the developed country) seperti Indonesia.
Kedudukan riset bagi perkembangan suatu bangsa dapat dimaknai sebagai
15
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
suatu aktivitas berpikir ilmiah berdasarkan metodologi tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara empirik ilmiah. Secara historis dapat
dipelajari bahwa dalam kenyataannya tidak ada satu negara majupun di
dunia yang berhasil dalam pembangunan tanpa didukung oleh kegiatan riset
yang berkualitas sehingga muncul anggapan bahwa riset hanya dapat
dilakukan oleh negara-negara maju. Realitas anggapan ini didasarkan pada
asumsi bahwa negara-negara maju yang dimaksud memiliki dukungan
pendanaan dan tenaga periset yang memadai. Sehubungan dengan hal itu,
Rahardjo (2010) menyatakan “besarnya biaya yang dikeluarkan untuk riset
tidak hanya dapat dilihat dari jumlah uang dan tenaga yang dipergunakan
tetapi yang paling penting adalah manfaat dari riset tersebut bagi
pembangunan negara-negara berkembang” seperti di Indonesia.
Peranan riset dalam sejarah pembangunan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bangsa Indonesia saat ini sudah tidak diragukan
lagi. Melalui berbagai bentuk riset yang pernah dilakukan maka segala
masalah atau potensi yang ada selama proses pembangunan berlangsung
dapat diketahui, dirancang, direncanakan solusi dan dimanfaatkan hasilnya.
Berbagai bentuk pengujian-pengujian, evaluasi dan tinjauan kembali terhadap
berbagai kegiatan pembangunan hanya dapat diketahui apabila riset
dilaksanakan dan mendapat dukungan baik dari para pembuat kebijakan.
Dengan kata lain, riset memegang peran penting dalam setiap pengambilan
keputusan atau langkah-langkah dalam segala aspek pembangunan.
Pembangunan dan riset memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia sehingga kehidupannya lebih baik dan lebih sejahtera.
Di tingkat abstraksi, Arda (2014) menyatakan dua konsep ini tidak terdapat
pertentangan. Secara teori, pembangunan harus dilakukan dengan melibatkan
proses riset di dalamnya. Riset dilakukan sebagai upaya permulaan untuk
mengidentifikasi adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan
pembangunan. Riset bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembuat
keputusan untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan
mengkomunikasikan kebijakan dari pembuat keputusan.
16
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Produktivitas riset menurut Kemristek (2012) dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain faktor demografi, perkembangan karir individu,
institusi, dan lingkungan. Faktor demografi berkaitan dengan karakteristik
personal dan kondisi sosial ekonomi individu yang terlibat dalam proses riset.
Hal ini berkaitan dengan kualitas metodologi pelaku riset dan cara pandang
pelaku riset terhadap pembiayaan riset dengan kebutuhan pribadi yang
melingkupi. Karakteristik ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
pengalaman melakukan riset, usia, jenis kelamin dan motivasi personal dalam
melakukan riset. Perkembangan karir individu dipengaruhi oleh kualifikasi
akademik dan kualifikasi personal, kemampuan dan minat individu, sikap dan
komitmen, pengalaman melakukan riset, pengalaman training, keahlian dan
ketrampilan berkomunikasi, kepuasan kerja, kecukupan pendanaan dan
kebebasan untuk berkolaborasi. Sementara itu faktor institusi yang dimaksud
berkaitan dengan birokrasi dan kebijakan, kemajuan teknologi, dukungan
finansial untuk pendanaan riset, gaji dan waktu yang digunakan untuk riset,
termasuk masalah kepemimpinan serta struktur organisasi yang ada.
Berdasarkan arah kebijakan yang ditunjang data empirik dan landasan
teori sebagaimana dijelaskan di atas, dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut.
1. Sumber pembiayaan riset di Indonesia sampai saat ini masih didominasi
dari pemerintah baik melalui APBN maupun APBD, sedangkan pihak
swasta belum banyak yang terlibat dalam pembiayaan riset. Sebagai
pembanding, di Singapura, sekitar 80% pembiayaan riset bersumber dari
pihak swasta, sedangkan dari pemerintah hanya 20%. Berbeda dengan
Indonesia, data Kemristek Dikti menyatakan bahwa pembiayaan riset dari
pemerintah masih mayoritas, yakni 74%, sedangkan dunia usaha dan dunia
industri hanya 26%(Kemristek Dikti, 2015). Namun demikian, perbedaan
data tersebut mengindikasikan kesamaan bahwa hasil riset di Indonesia
belum mampu menarik pihak swasta untuk memanfaatkannya dalam
bentuk skema komersialisasi hasil riset. Hal inilah yang kemudian menjadi
17
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
kendala dalam melakukan alih teknologi hasil riset dalam pengembangan
dunia industri.
2. Pengelolaan biaya riset di Indonesia memiliki dua tipe sistem pembiayaan,
yaitu sistem pembiayaan riset langsung (direct budgetting) dan
pembiayaan riset tidak langsung(indirect budgetting). Pembiayaan riset
langsung (direct budgetting) meliputi dua skema yaitu: a) Project
Research (Konsorsium berdasarkan Kebijakan Nasional) yang dikelola
oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang
menggunakan sumber dana dari APBN; b) Nonproject Research (Afirmasi
Nasional), yang dikelola oleh instansi pemerintah yang menerapkan PK-
BLU yang menggunakan sumber dana dari Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP). Sistem pembiayaan riset tidak langsung (indirect
budgetting) jugamemiliki dua skema yaitu: a) skema hibah kompetisi,
yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), BPPT,
Litbang K/L, dan instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Sumber
pembiayaan riset untuk perguruan tinggi, LIPI, dan Litbang K/L adalah
APBN, sedangkan sumber pembiayaan instansi pemerintah yang
menerapkan PK-BLU berasal dari PNBP. b) skema kuota, yang dikelola
oleh perguruan tinggi sesuai dengan klaster yang ditetapkan oleh
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang menggunakan
sumber pembiayaan yang berasal dari APBN.
3. Mekanisme pembiayaan riset masih terbagi ke dalam mekanisme APBN
dan mekanisme PK-BLU. Mencermati sifat kegiatan riset, maka
mekanisme PK-BLU dinilai lebih tepat karena tidak terganggu dengan
siklus APBN dan mempunyai fleksibilitas yang memadai dalam
pengelolaan dana dan penetapan standar biaya riset. Sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2005, salah satu manfaat BLU
yang mempunyai standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya
adalah dapat menggunakan standar biaya tersebut untuk menyusun
rencana bisnis dan anggaran (RBA). Penggunaan standar biaya
berdasarkan perhitungan akuntansi biaya yang disusun sendiri oleh
18
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
lembaga BLU tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyediaan layanan BLU. Berdasarkan uraian tersebut,
lembaga BLU perlu memiliki standar biaya yang jelas agar setiap layanan
yang diberikan dapat secara efektif dan efisien serta memberikan value
yang dapat dipertanggungjawabkan. Standar biaya dapat disajikan dalam
bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan
atau hasil per investasi dana. Untuk itu, lembaga BLU membutuhkan
informasi yang jelas mengenai satuan tarif biaya layanan yang berkaitan
mencakup harga pokok produksi/biaya pelayanan, biaya satuan (unit cost)
per unit layanan, maupun analisis varian antara biaya standar dan biaya
sesungguhnya yang dikeluarkan.
4. Terkait dengan mekanisme pembiayaan riset yang selama ini dilaksanakan
melalui dua jalur kelembagaan. Pertama, kelembagaan satuan kerja yang
mengacu pada siklus APBN. Kedua,kelembagaan yang menerapkan PK-
BLU dengan fleksibilitas pengeloaan keuangan karena tidak terikat dengan
mekanisme dan siklus APBN. PK-BLU terdapat dibeberapa instansi
pemerintah sesuai dengan visi dan misi intansi masing-masing. Instansi
Pemerintah yang menerapkan PK-BLU memiliki karakteristik tertentu dan
membedakan dengan instansi pemerintah lainnya. BLU dibentuk untuk
memberikan penyediaan layanan barang maupun jasa kepada masyarakat
dengan tidak mengutamakan mencari keuntungan dan dalam memberikan
layanan kepada masyarakat, BLU dimungkinkan untuk mengenakan tarif
layanan untuk setiap layanan yang diberikan, namun tarif layanan yang
ditetapkan harus dalam besaran yang wajar dan tidak dimaksudkan
mencari keuntungan.
5. Instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU dalam menghitung tarif
layanan untuk setiap layanan yang diberikan, membutuhkan besaran
standar biaya tertentu untuk setiap satuan aktivitas yang dilakukan.
Metode yang digunakan untuk menentukan standar biaya yaitu dengan
menggunakan perhitungan akuntansi biaya. Sebagaimana telah
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, yang
19
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
disempurnakan dengan peraturan pemerintah No. 74 Tahun 2012,
pemanfaatan konsep perhitungan akuntansi biaya dalam instansi BLU
sangat berperan penting dalam pelaksanaan aktivitas perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan. Secara umum tujuan pengaplikasian konsep
perhitungan akuntansi biaya dalam instansi pemerintahan adalah untuk
menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan,
pertanggungjawaban kinerja, dan juga sebagai bahan informasi lain bagi
kepentingan manajerial. Perhitungan akuntansi biaya menurut jenis
layanannya paling kurang menyajikan perhitungan biaya langsung dan
biaya tidak langsung.
6. Produktivitas riset merupakan capaian kinerja periset atau lembaga riset
dalam memanfaatkan potensi biaya dan sumber daya yang ada.
Produktivitas riset secara tidak langsung akan berdampak pada tingkat
produktivitas nasional yang ditandai dengan indeks daya saing global
(Global Competiiveness Index/GCI). Pada tahun 2014, Indeks Daya Saing
Global Indonesia naik ke peringkat 34 dari 144 negara. Penilaian peringkat
daya saing global didasarkan pada 12 pilar daya saing, yaitu: (a)
pengelolaan institusi yang baik; (b) infrastruktur; (c) kondisi dan situasi
ekonomi makro; (d) kesehatan dan pendidikan dasar; (e) pendidikan
tingkat atas dan pelatihan; (f) efisiensi pasar; (g) efisiensi tenaga kerja; (h)
pengembangan pasar finansial; (i) kesiapan teknologi; (j) ukuran pasar; (k)
lingkungan bisnis; dan (l) inovasi.
Sehubungan dengan identifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini
menganalisis kebijakan pembiayaan dan pengelolaan pembiayaan riset di
berbagai instansi pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan badan
layanan umum (PK-BLU). Terdapat dua alasan penting kenapa penelitian ini
mengarah pada mekanisme pembiayaan riset pada instansi pemerintah yang
menerapkan PK-BLU. Pertama, Indonesia belum terbangun sinkronisasi dan
integrasi landasan hukum tentang mekanisme pembiayaan riset di lingkungan
instansi pemerintah (badan penelitian dan pengembangan
kementerian/lembaga riset nonkementerian dan perguruan tinggi). Selama imi
20
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
meknisme pembiayaan riset mengacu pada mekanisme anggaran tahunan
dalam siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara
reguler, sehingga terkendala dari segi efektivitas pemanfaatan waktu
pelaksanaan riset dan mekanisme pertanggungjawaban pembiayaan riset
yang lebih mengedepankan aspek administrasi keuangan daripada aspek
substansi riset itu sendiri. Kedua, pembatasan sasaran penelitian pada instansi
pemerintah yang menerapkan PK-BLU didasarkan pada karakteristik
organisasi BLU yang mempunyai fleksibilitas dalam manajemen pembiayaan
intenal organisasi sehingga dapat menerapkan model pembiayaan yang
dikembangkan dalam penelitian ini. Mengacu pada kedua alasan tersebut,
penelitian ini mengembangkan model manajemen pembiayaan riset yang
dapat diterapkan di seluruh instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan,penelitian ini
mengembangkan model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset
pada satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Model
manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset tersebut mencakup dua
submodel. Pertama submodel terkait masalah manajemen pembiayaan riset di
tingkat lembaga pengelola dana riset dan lembaga riset. Kedua, submodel
terkait masalah mekanisme kerja sama antara lembaga riset dan mitra riset
dalam rangka alih teknologi dan komersialisasi dan/atau implmentasi hasil
riset.
Berdasarkan hasil tersebut, masalah dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah kriteria seleksi proposal riset sudah ditetapkan dan
diimplementasikan pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU?
2. Apakah standar biaya dan komponen pembiayaan riset sudah ditetapkan
dan dijadikan acuan dalam pembiayaan riset pada instansi pemerintah
yang menerapkan PK-BLU?
21
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
3. Apakah pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU sudah
mempunyai dan menerapkan pola kerjasama dalam perencanaan
kebutuhan riset, pengelolaan alih teknologi hasil riset, komersialaisasi
hasil risetdan pengelolaan dampak komersialisasihasil riset?
4. Bagaimana penerapan mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan
penggunaan biaya risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK-
BLU?
5. Bagaimana alih teknologi hasil riset dikelola pada instansi pemerintah
yang menerapkan PK-BLU?
6. Apakah pada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU sudah
mempunyai dan menerapkan standar komersialisasi hasil riset?
7. Bagaimana dampak komersialisasi hasil riset dikelola pada instansi
pemerintah yang menerapkan PK-BLU?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah tersusunnya model manajemen
pembiayaan dan implementasi hasil riset yang dapat digunakan oleh
seluruh satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU,
sehingga tersusun mekanisme pembiayaan riset dan mekanisme kerja
sama alih teknologi dan komersialaisasi hasil riset di lingkungan instansi
pemerintah yang menerapkan PK-BLU.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait
kriteria seleksi proposal riset pada instansi pemerintah yang
menerapkan PK-BLU.
b. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait
standar biaya dan komponen pembiayaan riset pada instansi
pemerintah yang menerapkan PK-BLU.
22
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
c. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya pada
instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU terkait pola
kerjasama dalam perencanaan kebutuhan riset, pengelolaan alih
teknologi hasil riset, komersialisasi hasil riset dan pengelolaan
dampak komersialisasihasil riset.
d. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasinya terkait
mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan biaya
risetpada instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU.
e. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait alih
teknologi hasil riset pada instansi pemerintah yang menerapkan
PK-BLU.
f. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait
standar komersialisasi hasil risetpada instansi pemerintah yang
menerapkan PK-BLU.
g. tersusunnya hasil analisis kebijakan dan implementasi terkait
dampak komersialisasi hasil risetpada instansi pemerintah yang
menerapkan PK-BLU.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut:
a. memberikan informasi sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan
wawasan tentang manajemen pembiayaan riset.
b. dapat digunakan sebagai rujukan bagi peneliti lainnya dalam
melakukan kajian tentang manajemen pembiayaan riset di Indonesia,
khususnya di instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut
a. dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi pengambil kebijakan untuk
nenerapkan model manajemen pembiayaan dan implementasi hasil
riset di instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU, baik dalam
23
Mohammad Sofwan Effendi, 2015 MODEL MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN IMPLEMENTASI HASIL RISET PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PK-BLU) Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
lingkungan lembaga pemberi dana riset, lembaga riset, maupun
perguruan tinggi.
b. dapat menjadi acuan dalam mengembangkan model kerja sama antara
lembaga periset dan mitra riset terkait alih teknologi dan
komersialisasi hasil riset baik di lingkungan lembaga pemberi dana
riset, lembaga riset, maupun perguruan tinggi.
E. Struktur Organisasi Disertasi
Disertasi ini akan disusun dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan,
yang mencakup tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi
disertasi. Bab II adalah kajian pustaka, memuat tentang kajian teoritis terkait
manajemen pembiayaan riset dan pelaksanaan riset dalam rangka alih
teknologi dan komersialisasi riset, serta kerangka pemikiran dari penelitian
ini. Bab III adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV
adalah temuan dan pembahasan, yang berisi temuan penelitian dan
pembahasan temuan penelitian. Dalam subbab pembahasan, disajikan model
hipotetik manajemen pembiayaan dan implementasi hasil riset pada instansi
pemerintah yang menerapkan PK-BLU. Terakhir pada Bab V disajikan
simpulan, implikasi, dan rekomendasi.