BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/26970/2/BAB I.pdf · Daerah di...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Jumlah pulau di Indonesia, menurut data statistik yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pemerintahan Umum dan Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2015 adalah sebanyak 17.504 buah. 1 Luas daratan pulau tersebut adalah 1.910.932,32 km 2 . Di samping memiliki pulau atau daratan, Indonesia juga memiliki lautan dengan luas 3.273.810 km². Bila ditotalkan jumlah lautan dan daratannya maka luas Indonesia adalah 5.184.742 km 2 . Dari pulau-pulau tersebut ada beberapa yang belum memiliki nama (dengan jumlah 9.634) dan sudah diberi nama (sebanyak 7.870). Jumlah garis pantai sepanjang pulau, baik pulau kecil dan pulau besar, di Indonesia adalah 81.000 km. 2 Daerah di sepanjang garis pantai disebut wilayah pesisir. Wilayah pesisir merupakan tempat permukiman masyarakat nelayan. Wilayah pesisir Indonesia mempunyai kontribusi sekitar 76% terhadap perikanan rakyat nasional. 3 Masyarakat pesisir khususnya memiliki pola kehidupan yang khas yang dihadapkan pada kondisi sumber daya pesisir dan laut serta sumber kehidupan yang langsung maupun tidak langsung pada sumber daya perikanan. 1 Data BPS Dikeluarkan Direktorat Jendral Pemerintahan Umum Dan Kementrian Dalam Negeri, 2015 2 Siti Amanah, Kearifan Lokal dalam Pengembangan Masyarakat Pesisir, (Bandung: CV Citra Praya, 2007), hal 3. 3 Ibid.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/26970/2/BAB I.pdf · Daerah di...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Jumlah pulau di

Indonesia, menurut data statistik yang dikeluarkan Direktorat Jendral

Pemerintahan Umum dan Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2015 adalah

sebanyak 17.504 buah.1 Luas daratan pulau tersebut adalah 1.910.932,32 km

2. Di

samping memiliki pulau atau daratan, Indonesia juga memiliki lautan dengan luas

3.273.810 km². Bila ditotalkan jumlah lautan dan daratannya maka luas Indonesia

adalah 5.184.742 km2. Dari pulau-pulau tersebut ada beberapa yang belum

memiliki nama (dengan jumlah 9.634) dan sudah diberi nama (sebanyak 7.870).

Jumlah garis pantai sepanjang pulau, baik pulau kecil dan pulau besar, di

Indonesia adalah 81.000 km.2

Daerah di sepanjang garis pantai disebut wilayah pesisir. Wilayah pesisir

merupakan tempat permukiman masyarakat nelayan. Wilayah pesisir Indonesia

mempunyai kontribusi sekitar 76% terhadap perikanan rakyat nasional.3

Masyarakat pesisir khususnya memiliki pola kehidupan yang khas yang

dihadapkan pada kondisi sumber daya pesisir dan laut serta sumber kehidupan

yang langsung maupun tidak langsung pada sumber daya perikanan.

1 Data BPS Dikeluarkan Direktorat Jendral Pemerintahan Umum Dan Kementrian Dalam

Negeri, 2015 2 Siti Amanah, Kearifan Lokal dalam Pengembangan Masyarakat Pesisir, (Bandung: CV

Citra Praya, 2007), hal 3. 3Ibid.

2

Salah satu provinsi yang ada di Indonesia adalah Sumatera Barat. Luas

wilayah daratan provinsi tersebut adalah 42.297.30 km2, luas perairannya 186.580

km2. Di perairan provinsi ini terdapat pulau-pulau, jumlah pulaunya kurang lebih

300 buah. Bila dijumlahkan garis pantai di pesisir Sumatera Barat dan garis pantai

pulau-pulaunya maka total keseluruhan adalah 2.420,387 km. 4

Sumatera Barat memiliki 18 kabupaten dan kota. Dari 18 kabupaten dan

kota, yang mempunyai wilayah pesisir dan laut, di antaranya Kabupaten Pesisir

Selatan, Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kabupaten

Agam, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Kep. Mentawai.

Kabupaten Pesisir Selatan membentang di Pantai Barat Sumatera di bagian

selatan Provinsi Sumatra Barat. Kabupaten ini memiliki garis pantai sepanjang

234 km.5 Dibandingkan dengan wilayah kabupaten dan kota yang ada di Provinsi

Sumatera Barat, Kabupaten Pesisir Selatan berada di urutan kedua yang memiliki

garis pantai terpanjang setelah Kabupaten Kep. Mentawai. Tentu dengan panjang

pantai yang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Selatan banyak pula masyarakat yang

menggantungkan hidupnya pada hasil laut. Masyarakat Pesisir Selatan lazim

disebut dengan orang pesisir, itu dikarenakan lingkungan tempat bermukimnya

masyarakat lebih banyak mengarah ke arah pesisir pantai.

Kawasan pantai merupakan tempat bermukimnya masyarakat pesisir.

Masyarakat pesisir merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama

yang mendiami pesisir yang memiliki kebudayaan yang khas terkait dengan

4 Bambang Istijono, “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pantai Terpadu Studi Kasus

Sumatra Barat”, Makalah, (Palembang Sumatera Selatan, 2009). 5Yulizal Yunus, dkk. Pesisir Selatan Dalam Dasawarsa 1995-2005 di Bawah

Kepemimpinan Bupati Darizal Basir ( Padang: Pemkab Pesisir Selatan Kerjasama IAIN-IB Press,

2004). hal 13.

3

ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya pesisir.6 Masyarakat pesisir rata-

rata mata pencahariannya sangat bergantung kepada hasil laut yaitu dengan

menjadi nelayan.

Masyarakat nelayan pada umumnya tergolong masyarakat miskin, meskipun

mereka hidup di daerah pesisir yang kaya akan keanekaragaman sumber daya

alamnya. Masyarakat nelayan memiliki berbagai permasalahan dalam kehidupan

mereka di antaranya lemahnya pendistribusian hasil tangkapan lemahnya

organisasi, lemahnya teknologi dan modal, terbatasnya SDM, terbatasnya akses

sumber daya, serta ketidakadilan harga.7

Salah satu daerah tempat bermukimnya nelayan di Kabupaten Pesisir

Selatan adalah Kecamatan IV Jurai. Salah satu lokasi pemukiman nelayan di

Kecamatan IV Jurai adalah Nagari Sago Salido. Dimasa lalu sebagian besar

penduduk Sago Salido menggantungkan hidupnya pada kegiatan melaut (menjadi

nelayan). Namun seiring berjalannya waktu terjadi perubahan dalam kehidupan

masyarakat nelayan Nagari Sago Salido ini. Perubahan tersebut antara lain

penduduk yang berprofesi sebagai nelayan semakin sedikit dan serta pola

kehidupan sosial, ekonomi dan budaya yang berubah. Hal ini antara lain terlihat

dari data yang disajikan oleh Iriani menyebutkan bahwa pada tahun 1999/2000

jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di Nagari Sago Salido adalah

273 orang.8 Tahun 2014 jumlah ini menurun menjadi 127 orang. Bila dahulu

rumah nelayan hanya terdiri dari gubuk-gubuk, maka dewasa ini rumah-rumah

6 Arif Satria, Pesisir dan Laut untuk Rakyat (Bogor : IPBPress Kampus IPB Darmaga

Bogor, 2009). hal 24. 7Ibid. 8 Iriani dkk, Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Sago Kecamatan

IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan, (Padang: Depbudpar 2001). hal 7.

4

mereka terdiri dari rumah semi permanen. Di samping itu bila tahun 2000 di

pemukiman tersebut yang memakai listrik sebanyak 700 keluarga dan 129

keluarga menggunakan lampu minyak, namun pada tahun 2014 hampir rata-rata

disemua kepala keluarga sudah memakai listrik dengan jumlah 1.607 maka

sekarang hampir di setiap rumah nelayan terdapat TV, kulkas, sepeda motor dan

perabotan lainnya.9

Kenyataan di atas memperlihatkan adanya perubahan yang cukup signifikan

dalam kehidupan nelayan Nagari Sago Salido. Hal ini menarik untuk dikaji, inilah

alasan penulis memilih kehidupan nelayan Nagari Sago Salido untuk dijadikan

pokok kajian ini.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini terdiri dari batasan spasial dan temporal. Batasan spasial

dalam kajian ini adalah Kanagarian Sago Salido, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten

Pesisir Selatan. Pemilihan tempat karena masyarakat Nagari Sago Salido

Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan sebagian besar mata pencariannya

sebagai nelayan. Batasan temporal adalah tahun 1998-2015. Tahun 1998 dijadikan

batasan awal karena pada tahun 1998 dimulainya jabatan Aprinal Tanjung sebagai

Kepala Desa Sago dan yang menjadi batasan akhir adalah tahun 2015 adalah masa

akhir jabatan Aprinal Tanjung sebagai Wali Nagari Sago Salido. Batasan ini

diambil melihat bagaimana perubahan yang terjadi di Nagari Sago Salido dari

selama masa jabatan khususnya masyarakat nelayan Nagari Sago Salido serta

9 Profil Desa Sago Tahun 2000 hal 36

5

bagaimana perubahan yang terjadi dari tahun 1998-2015. Pada tahun 2005 Nagari

Sago Salido masih dalam satu pemerintahan dari Nagari Salido. Pada tahun 2009

Nagari Salido mekar menjadi tiga nagari yaitu Nagari Salido, Nagari Sago Salido

dan Nagari Bungo Pasang Salido. Maka sangat menarik untuk dikaji tentang

perkembangan Nagari Sago Salido mulai tahun 1998 sampai tahun 2015.

Permasalahan yang dibahas dalam kajian ini disusun dalam bentuk

pertanyaan dibawah ini:

1. Bagaimana lingkungan demografis dan administratif Nagari Sago Salido

tahun 1998-2015?

2. Faktor-faktor apa yang mengakibatkan terjadinya perubahan sosial

ekonomi dan budaya masyarakat Nagari Sago Salido dari tahun 1998-

2015?

3. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada nelayan Nagari Sago

Salido dan mengapa terjadi perubahan tersebut dari tahun 1998-2015?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengungkapkan lingkungan demografis dan administratif Nagari

Sago Salido tahun 1998-2015

2. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan sosial

ekonomi dan budaya masyarakat Nagari Sago Salido dari tahun 1998-

2015.

6

3. Untuk menjelaskan perubahan apa saja yang terjadi pada nelayan Nagari

Sago Salido dan alasan terjadi perubahan tersebut..

D. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian maka harus ada referensi dan tulisan ilmiah

lain sebagai bahan rujukan. Beberapa buku tulisan ilmiah diantaranya:

Buku karya Iriani dkk yang berjudul Kehidupan Sosial Ekonomi

Masyarakat Nelayan Di Desa Sago Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir

Selatan. Buku ini membahas kehidupan sosial ekonomi di Desa Sago, khususnya

nelayan pukat tepi dan nelayan payang.10

Buku ini diterbitkan pada tahun 2001,

didalam buku ini terdapat bagaimana gambaran umum kehidupan nelayan Nagari

Sago Salido pada tahun 2000. Maka isi buku tersebut akan menunjang dalam

penelitian ini sebagai perbandingan kehidupan nelayan pada tahun 2000 dan

kehidupan nelayan pada saat tahun 2015. Tentu hal isi buku tersebut bisa

memperlihatkan perubahan yang terjadi dari masa 2000 sampai tahun 2015, yaitu

dengan membandingkan data yang berada dalam buku tersebut dengan data yang

ada pada tahun 2015.

Buku yang berjudul Kebijakan Perikanan dan Kelautan ditulis oleh

Akhmad Fauzi. Buku ini menjelaskan permasalahan perikanan, tentu jika ada

permasalahan akan berdampak kepada nelayan yang ada saat sekarang masih

dikatakan miskin.11

Dalam buku ini menggambarkan masalah nelayan pada

umumnya yang terbelenggu dari kemiskinan. Masalah-masalah tersebut menjadi

10 Iriani dkk, op cit, hal 3. 11Akhmad Fauzi, Kebijakan Perikanan dan Kelautan “Isu, Sintesis, dan Gagasan”,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005).

7

pedoman untuk memperlihatkan nelayan di Nagari Sago Salido bisa keluar dari

belenggu kemiskinan.

Buku karya Arif Satria yang berjudul Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Buku

ini menggambarkan kondisi masyarakat pesisir, pemberdayaan nelayan, serta

pembangunan desa pesisir. Permasalahan-permasalahan desa pesisir yang dialami

seperti kemiskinan nelayan, struktur sosial masyarakat yang timpang kerusakan

lingkungan dan kurangnya infrastruktur dasar.12

Struktur sosial merupakan faktor

yang penting dalam meningkatkan taraf kehidupan suatu masyarakat. Tentu bisa

menjadi suatu rujukan bagaimana masyarakat nelayan menangani struktur sosial

seperti kelompok nelayan atau organisasi kenelayanan.

Buku karya Bono Budi Primbodo yang berjudul Ikan Untuk Nelayan

Paradigma Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agrarian Mengenai Pembangunan Perikanan Nasional. Buku ini

menjelaskan tentang potensi yang besar dari perikanan Indonesia dan menjadi

salah satu pendukung ekonomi Indonesia karena dilihat dari luasnya lautan

perairan Indonesia. Buku ini menjelaskan masalah bagi para nelayan yang sangat

penting dan harus diselesaikan yaitu alat penangkapan ikan khususnya diperairan

pesisir merupakan permasalahan yang kompleks dan penting untuk segera

dicarikan solusinya.13

Selanjunya skripsi dari Sarjulis. “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat

Nelayan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam (1970-2009)”. Dalam skripsi ini

12 Arif Satria, op cit, hal 28. 13 Bono Budi Piambodo,Ikan Untuk Nelayan Paradigma UUPA Mengenai Pembangunan

Perikanan Nasional Indonesia. (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2013) hal 4.

8

membahas mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan dan apa saja

bantuan Pemda Kabupaten Agam kepada nelayan Tanjung Mutiara sehingga bisa

menjadi perbandingan masalah kehidupan nelayan didaerah tersebut.14

Skripsi dari Sri Andika Amelia, “Perekonomian Keluarga Nelayan

Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah, Padang tahun 1980-2012”.

Dalam skripsi ini membahas kehidupan keluarga nelayan dalam keseharian

mereka serta teknik penangkapan ikan oleh para keluarga nelayan mulai dari

pancing, jala, jaring, pukat payang, dan pukat tepi.15

Beberapa karya ilmiah diatas merupakan pedoman bagi penulis untuk

menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang menjadi rujukan kebanyakan

menjelaskan kehidupan nelayan dan sistim penagkapan dan pola kemiskinan

nelayan. Karya yang akan dibuat penulis memiliki perbedaan dari karya ilmiah

yang sudah ada, yaitu penulis akan memaparkan bagaimana perubahan dari segi

sosial ekonomi nelayan Nagari Sago Salido. Perubahan tersebut membuat nelayan

semakin berkurang di daerah tersebut. Serta penulis akan memaparkan faktor apa

saja yang mengakibatkan penurunan jumlah nelayan di Nagari Sago Salido.

E. Kerangka Analisis

Nelayan dibedakan menjadi dua yaitu, nelayan tradisional dan nelayan

modern. Nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber

perikanan dengan peralatan tangkapan tradisional, modal usaha yang kecil, dan

14Sarjulis, “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Mutiara Kabupaten

Agam (1970-2009)”, Skripsi, (Padang Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas),

2011. 15Sriandika Amelia “Perekonomian Keluarga Nelayan Kelurahan Pasie Nan Tigo

Kecamatan Koto Tangah, Padang Tahun 1980-2012”, Skripsi, (Padang Jurusan Sejarah Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Andalas), 2014.

9

organisasi penangkapan yang sederhana.16

Nelayan sangat erat dengan kata-kata

kemiskinan. Menurut Sudarso yang menyatakan nelayan tradisional pada

umumnya mereka mempunyai ciri yang sama yaitu kurangnya pendidikan.17

Pekerjaan sebagai nelayan tradisional kebanyakan mengandalkan otot, membuat

nelayan tradisional mengenyampingkan pendidikan. Tingkat pendidikan

merupakan salah satu indikator kualitas sumber daya manusia, indikator ini sangat

menentukan seseorang sebagai masyarakat miskin atau bukan miskin. Adapun

sebab-sebab kemiskinan pada masyarakat nelayan tidak hanya dalam bidang

pendidikan namun juga dalam internal nelayan itu sendiri seperti lemahnya

distribusi hasil tangkapan, dan juga lemahnya kelompok nelayan yang berakibat

tidak aktifnya koperasi pada kelompok nelayan. Hal tersebut membuat nelayan

terus dibayangi dengan kemiskinan.

Walau dengan peralatan yang sederhana masyarakat nelayan Nagari Sago

Salido bisa meningkatkan taraf hidup mereka karena para nelayan tidak hanya

menggantungkan hidupnya pada hasil laut saja namun para nelayan sudah mulai

mencari alternatif pekerjaan sampingan. Sedangkan nelayan modern adalah para

nelayan yang memiliki modal besar dan memiliki peralatan alat tangkap yang

modern.

Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan

berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan tradisi antara wilayah darat

16 Sudarso, “Tekanan Kemiskinan Struktural Komunitas Nelayan Tradisional Di

Perkotaan” Artikel, (Surabaya, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga), 2008 17Haris Hamdani”Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan Tradisional”, Artikel, (Jember

Jurusan Ilmu Kesejehteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember

(UNEJ) ), 2013.

10

dan laut. Kawasan pesisir merupakan tempat bermukimnya masyarakat nelayan

yang membentuk tradisi yang sama karena gaya hidup serta hidup didalam

lingkungan alam yang sama. Namun tidak semua masyarakat nelayan tinggal di

wilayah pesisir, karena ada juga masyarakat nelayan yang tinggal di luar wilayah

pesisir seperti di pinggir danau atau sungai. Secara umum masyarakat nelayan

merupakan bagian dari masyarakat pesisir. Adapun bagian dari masyarakat pesisir

adalah nelayan, pembudidaya ikan dan pedagang.

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang mendiami wilayah pesisir

memiliki kebudayaan yang khas yang bergantung kepada sumber daya pesisir.18

Masyarakat pesisir sangat bergantung kepada hasil laut yang membentuk

kebudayaan khas karena dipengaruhi oleh alamnya yang biasanya masyarakat

pesisir suaranya lebih lantang. Karestik masyarakat pesisir secara umum memiliki

perilaku yang keras, tegas, dan terbuka. Perilaku itu dipengaruhi oleh alamnya

ditepi pantai yang suara ombak sangat kencang.

Masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang tidak pernah

berakhir, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat didalam setiap

masyarakat.19

Perubahan sosial yang disebut dengan mobilitas sosial terdiri dari

dua macam. Menurut pakar sosiologi Indonesia Soerjono Sukanto, mobilitas

sosial adalah perubahan kedudukan status individu ataupun kelompok individu

dalam masyarakat baik secara vertikal atau horizontal.20

Mobilitas sosial secara

vertikal adalah perubahan status individu atau kelompok ke arah vertikal yaitu

18

Arif Satria, op. cit, hal 24. 19Soleman B, Toneko, Konsepsi Sistem Sosial dan Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: CV

Fajar Agung, 1986). hal 54. 20 Indera Ratna Irawati Pattinasarany, Stratifikasi Dan Mobilitas Sosial, (Jakarta: Fisip

Universitas Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016). hal 79-97.

11

menurun dan menaik. Hal tersebut dikarenakan didalam kehidupan nelayan ada

beberapa nelayan yang menjadi sukses dan sekarang menjadi pemilik atau sebagai

nelayan juragan, dan ada juga dari beberapa nelayan yang keturunannya tidak

menjadi nelayan dikarenakan misalnya status pendidikan membuat mereka

mendapat pekerjaan yang layak. Di Nagari Sago Salido tidak hanya perubahan

secara vertikal namun banyak juga perubahannya yang mengarah secara

horizontal. Perubahan sosial mobilitas secara horizontal adalah perubahan suatu

individu atau kelompok kepada status yang sama. Kasus ini seperti yang terjadi di

Nagari Sago Salido, oleh karena susahnya sistim pendistribusiaan hasil tangkapan

nelayan membuat nelayan banyak yang berpindah ke daerah lain.

Perubahan sosial itu biasanya terjadi dikarenakan perkembangan zaman dan

pendidikan apalagi wilayah pesisir sangat mudah terpengaruh oleh kebudayaan

dari luar. Perubahan-perubahan itu bisa mengarah ke yang lebih baik atau yang

lebih buruk.

Perubahan sosial itu terjadi karena kehidupan sosial itu bersifat dinamis,

dimana manusia hidup dalam suatu pergaulan dengan berbagai kepentingan

bersama.21

Untuk memenuhi kepentingan bersama terkadang masyarakat nelayan

kurang memperhatikan kearifan lokal sehingga banyak kearifan lokal pada

masyarakat pesisir mulai memudar bahkan menghilang.

Kehidupan sosial masyarakat nelayan tidak terlepas dari kehidupan

perekonomian. Dimana aktifitas nelayan merupakan bagian dari kegiatan

perekonomian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan berkembang zaman

21Ibid, hal 11.

12

maka semakin tinggi pula biaya kehidupan pokok masyarakat nelayan. Serta

semakin kecil pula pendapatan masyarakat nelayan tradisional dikarenakan

persaingan dengan para nelayan modern yang memiliki peralatan yang canggih

dan modal yang besar membuat kehidupan nelayan tradisional makin terpuruk.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sosial. Sejarah sosial

adalah setiap gejala sejarah yang berdampak pada kehidupan sosial suatu

komunitas atau kelompok.22

Menurut Kuntowijoyo sejarah sosial mempunyai

bahan garapan yang sangat luas dan beraneka-ragam.23

Sejarah sosial membahas

kehidupan karena dalam setiap kehidupan pasti ada interaksi sosial. Interaksi

terjadi karena manusia adalah makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.

Dengan luasnya garapan sejarah sosial ini menurut Kuntowijoyo sejarah sosial

bisa disebut sebagai sejarah sosial-ekonomi. Sejarah sosial-ekonomi adalah

sejarah yang mempunyai cakupan yang luas dalam bidang sosial dan dalam

kehidupan ekonomi bermasyarakat.24

.

Kebanyakan sejarah sosial mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah

ekonomi, sehingga menjadi sejarah sosial-ekonomi.25

Sejarah ekonomi adalah

cabang sejarah yang memiliki substansi materi mengenai pekerjaan, penghasilan,

harga dan lainnya.26

Sistim perekonomian yang berada di Nagari Sago Salido

adalah sistim prekapitalisme merupakan sistim perekonomian yang banyak

digunakan oleh kebanyakan orang asli Indonesia. Menurut Boeke masyarakat

22Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal 50. 23Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1994). hal 33. 24Ibid 25Ibit 26Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2007). hal. 246.

13

yang bersifat tradisional tingkah lakunya telah terikat dalam pola-pola tertentu,

penentuan upah, pembagian pekerjaan, jam kerja, penggunaan perlatan modal dan

lain-lain bersifat tradisional.27

Kehidupan sosial pasti tidak akan jauh dari

kehidupan ekonomi, karena ekonomi merupakan kebutuhan pokok untuk

kehidupan sebuah keluarga. Terkadang ekonomi menjadi salah satu tingginya

faktor sosial seseorang di dalam masyarakat. Tinggi tingkat pendapatan

perekonomian seseorang maka tinggi juga tingkatan sosial didalam masyarakat.

F. Metode dan Bahan Sumber

Metode yang dipakai dalam tulisan ini adalah metode sejarah. Menurut

Louis Gottschalk, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode sejarah adalah

mencari dan mengumpulkan sumber, atau lebih dikenal dengan heuristik.28

Pengumpulan data yang dilakukan pertama melalui studi kepustakaan yang

bertujuan untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan

penelitian. Studi kepustakaan diperoleh dari Perpustakaan Jurusan Sejarah FIB

Unand, Perpustakaan Pusat Universitas Andalas. Selain dari studi pustaka, juga

melakukan wawancara dengan nelayan, pemasok ikan, pedagang ikan di pasar.

Tahap yang kedua adalah kritik sumber. Kritik sumber terbagi menjadi dua

yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal adalah menegakkan

kembali teks yang benar, menerapkan dimana, kapan, dan oleh siapa dokumen itu

ditulis dan mengklasifikasikan dokumen ini menurut sistem dan kategori-kategori

yang diatur sebelumnya. Kritik internal merupakan suatu analitis atas isi dokumen

27 Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992). hal

126. 28Ibid, hal 102.

14

dan suatu pengujian mengenai apa yang dimaksudkan oleh penulis, suatu analisis

keadaan-keadaan dan suatu pengujian atas pernyataan-pernyataan penulis.29

Tahap berikutnya adalah interpretasi data, berupa sebuah sintesa.

Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga

menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Tahap terakhir adalah

historiografi merupakan proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai

sumber yang telah diseleksi dalam sebuah karya ilmiah.30

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini terdiri dari lima bab yang secara berturut-turut menjelaskan

tentang masalah-masalah yang terdapat dalam penelitian ini. Dalam masing-

masing bab tergambar secara jelas mengenai masalah yang diterangkan dan

mempunyai keterkaitan yang erat sehingga dapat dianalisa sesuai dengan data-

data yang telah dihimpun.

Pada Bab I sebagai awal penulisan, berisikan pendahuluan untuk

pembahasan masalah.Pada bagian ini berisi latar belakang masalah, pembatasan

masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka analisis, metode penelitian,

sistematika penulisan dan bahan-bahan yang digunakan sebagai sumber kajian

dan sistematika penuliasan.

Bab II membahas mengenai gambaran Nagari Sago Salido, diantaranya

keadaan geografis, penduduk dan mata pencarian, kehidupan social ekonomi dan

sosial budaya masyarakat, perubahan administratif Nagari Sago Salido.

29Ibid. 30Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah.(Jakarta: UI Press, 1986), .hal. 34.

15

Bab III membahas masyarakat nelayan Nagari Sago Salido Kecamatan IV

Jurai.Bab ini menjelaskan tentang proses dan faktor perubahan kehidupan

nelayan, peran istri nelayan dan peran pemerintah dalam pemberdayaan

masyarakat nelayan.

Bab IV merupakan kesimpulan dari tulisan ini.