BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/26970/2/BAB I.pdf · Daerah di...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/26970/2/BAB I.pdf · Daerah di...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Jumlah pulau di
Indonesia, menurut data statistik yang dikeluarkan Direktorat Jendral
Pemerintahan Umum dan Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2015 adalah
sebanyak 17.504 buah.1 Luas daratan pulau tersebut adalah 1.910.932,32 km
2. Di
samping memiliki pulau atau daratan, Indonesia juga memiliki lautan dengan luas
3.273.810 km². Bila ditotalkan jumlah lautan dan daratannya maka luas Indonesia
adalah 5.184.742 km2. Dari pulau-pulau tersebut ada beberapa yang belum
memiliki nama (dengan jumlah 9.634) dan sudah diberi nama (sebanyak 7.870).
Jumlah garis pantai sepanjang pulau, baik pulau kecil dan pulau besar, di
Indonesia adalah 81.000 km.2
Daerah di sepanjang garis pantai disebut wilayah pesisir. Wilayah pesisir
merupakan tempat permukiman masyarakat nelayan. Wilayah pesisir Indonesia
mempunyai kontribusi sekitar 76% terhadap perikanan rakyat nasional.3
Masyarakat pesisir khususnya memiliki pola kehidupan yang khas yang
dihadapkan pada kondisi sumber daya pesisir dan laut serta sumber kehidupan
yang langsung maupun tidak langsung pada sumber daya perikanan.
1 Data BPS Dikeluarkan Direktorat Jendral Pemerintahan Umum Dan Kementrian Dalam
Negeri, 2015 2 Siti Amanah, Kearifan Lokal dalam Pengembangan Masyarakat Pesisir, (Bandung: CV
Citra Praya, 2007), hal 3. 3Ibid.
2
Salah satu provinsi yang ada di Indonesia adalah Sumatera Barat. Luas
wilayah daratan provinsi tersebut adalah 42.297.30 km2, luas perairannya 186.580
km2. Di perairan provinsi ini terdapat pulau-pulau, jumlah pulaunya kurang lebih
300 buah. Bila dijumlahkan garis pantai di pesisir Sumatera Barat dan garis pantai
pulau-pulaunya maka total keseluruhan adalah 2.420,387 km. 4
Sumatera Barat memiliki 18 kabupaten dan kota. Dari 18 kabupaten dan
kota, yang mempunyai wilayah pesisir dan laut, di antaranya Kabupaten Pesisir
Selatan, Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kabupaten
Agam, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Kep. Mentawai.
Kabupaten Pesisir Selatan membentang di Pantai Barat Sumatera di bagian
selatan Provinsi Sumatra Barat. Kabupaten ini memiliki garis pantai sepanjang
234 km.5 Dibandingkan dengan wilayah kabupaten dan kota yang ada di Provinsi
Sumatera Barat, Kabupaten Pesisir Selatan berada di urutan kedua yang memiliki
garis pantai terpanjang setelah Kabupaten Kep. Mentawai. Tentu dengan panjang
pantai yang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Selatan banyak pula masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada hasil laut. Masyarakat Pesisir Selatan lazim
disebut dengan orang pesisir, itu dikarenakan lingkungan tempat bermukimnya
masyarakat lebih banyak mengarah ke arah pesisir pantai.
Kawasan pantai merupakan tempat bermukimnya masyarakat pesisir.
Masyarakat pesisir merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama
yang mendiami pesisir yang memiliki kebudayaan yang khas terkait dengan
4 Bambang Istijono, “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pantai Terpadu Studi Kasus
Sumatra Barat”, Makalah, (Palembang Sumatera Selatan, 2009). 5Yulizal Yunus, dkk. Pesisir Selatan Dalam Dasawarsa 1995-2005 di Bawah
Kepemimpinan Bupati Darizal Basir ( Padang: Pemkab Pesisir Selatan Kerjasama IAIN-IB Press,
2004). hal 13.
3
ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya pesisir.6 Masyarakat pesisir rata-
rata mata pencahariannya sangat bergantung kepada hasil laut yaitu dengan
menjadi nelayan.
Masyarakat nelayan pada umumnya tergolong masyarakat miskin, meskipun
mereka hidup di daerah pesisir yang kaya akan keanekaragaman sumber daya
alamnya. Masyarakat nelayan memiliki berbagai permasalahan dalam kehidupan
mereka di antaranya lemahnya pendistribusian hasil tangkapan lemahnya
organisasi, lemahnya teknologi dan modal, terbatasnya SDM, terbatasnya akses
sumber daya, serta ketidakadilan harga.7
Salah satu daerah tempat bermukimnya nelayan di Kabupaten Pesisir
Selatan adalah Kecamatan IV Jurai. Salah satu lokasi pemukiman nelayan di
Kecamatan IV Jurai adalah Nagari Sago Salido. Dimasa lalu sebagian besar
penduduk Sago Salido menggantungkan hidupnya pada kegiatan melaut (menjadi
nelayan). Namun seiring berjalannya waktu terjadi perubahan dalam kehidupan
masyarakat nelayan Nagari Sago Salido ini. Perubahan tersebut antara lain
penduduk yang berprofesi sebagai nelayan semakin sedikit dan serta pola
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya yang berubah. Hal ini antara lain terlihat
dari data yang disajikan oleh Iriani menyebutkan bahwa pada tahun 1999/2000
jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di Nagari Sago Salido adalah
273 orang.8 Tahun 2014 jumlah ini menurun menjadi 127 orang. Bila dahulu
rumah nelayan hanya terdiri dari gubuk-gubuk, maka dewasa ini rumah-rumah
6 Arif Satria, Pesisir dan Laut untuk Rakyat (Bogor : IPBPress Kampus IPB Darmaga
Bogor, 2009). hal 24. 7Ibid. 8 Iriani dkk, Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Sago Kecamatan
IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan, (Padang: Depbudpar 2001). hal 7.
4
mereka terdiri dari rumah semi permanen. Di samping itu bila tahun 2000 di
pemukiman tersebut yang memakai listrik sebanyak 700 keluarga dan 129
keluarga menggunakan lampu minyak, namun pada tahun 2014 hampir rata-rata
disemua kepala keluarga sudah memakai listrik dengan jumlah 1.607 maka
sekarang hampir di setiap rumah nelayan terdapat TV, kulkas, sepeda motor dan
perabotan lainnya.9
Kenyataan di atas memperlihatkan adanya perubahan yang cukup signifikan
dalam kehidupan nelayan Nagari Sago Salido. Hal ini menarik untuk dikaji, inilah
alasan penulis memilih kehidupan nelayan Nagari Sago Salido untuk dijadikan
pokok kajian ini.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Penelitian ini terdiri dari batasan spasial dan temporal. Batasan spasial
dalam kajian ini adalah Kanagarian Sago Salido, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten
Pesisir Selatan. Pemilihan tempat karena masyarakat Nagari Sago Salido
Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan sebagian besar mata pencariannya
sebagai nelayan. Batasan temporal adalah tahun 1998-2015. Tahun 1998 dijadikan
batasan awal karena pada tahun 1998 dimulainya jabatan Aprinal Tanjung sebagai
Kepala Desa Sago dan yang menjadi batasan akhir adalah tahun 2015 adalah masa
akhir jabatan Aprinal Tanjung sebagai Wali Nagari Sago Salido. Batasan ini
diambil melihat bagaimana perubahan yang terjadi di Nagari Sago Salido dari
selama masa jabatan khususnya masyarakat nelayan Nagari Sago Salido serta
9 Profil Desa Sago Tahun 2000 hal 36
5
bagaimana perubahan yang terjadi dari tahun 1998-2015. Pada tahun 2005 Nagari
Sago Salido masih dalam satu pemerintahan dari Nagari Salido. Pada tahun 2009
Nagari Salido mekar menjadi tiga nagari yaitu Nagari Salido, Nagari Sago Salido
dan Nagari Bungo Pasang Salido. Maka sangat menarik untuk dikaji tentang
perkembangan Nagari Sago Salido mulai tahun 1998 sampai tahun 2015.
Permasalahan yang dibahas dalam kajian ini disusun dalam bentuk
pertanyaan dibawah ini:
1. Bagaimana lingkungan demografis dan administratif Nagari Sago Salido
tahun 1998-2015?
2. Faktor-faktor apa yang mengakibatkan terjadinya perubahan sosial
ekonomi dan budaya masyarakat Nagari Sago Salido dari tahun 1998-
2015?
3. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada nelayan Nagari Sago
Salido dan mengapa terjadi perubahan tersebut dari tahun 1998-2015?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengungkapkan lingkungan demografis dan administratif Nagari
Sago Salido tahun 1998-2015
2. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan sosial
ekonomi dan budaya masyarakat Nagari Sago Salido dari tahun 1998-
2015.
6
3. Untuk menjelaskan perubahan apa saja yang terjadi pada nelayan Nagari
Sago Salido dan alasan terjadi perubahan tersebut..
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian maka harus ada referensi dan tulisan ilmiah
lain sebagai bahan rujukan. Beberapa buku tulisan ilmiah diantaranya:
Buku karya Iriani dkk yang berjudul Kehidupan Sosial Ekonomi
Masyarakat Nelayan Di Desa Sago Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir
Selatan. Buku ini membahas kehidupan sosial ekonomi di Desa Sago, khususnya
nelayan pukat tepi dan nelayan payang.10
Buku ini diterbitkan pada tahun 2001,
didalam buku ini terdapat bagaimana gambaran umum kehidupan nelayan Nagari
Sago Salido pada tahun 2000. Maka isi buku tersebut akan menunjang dalam
penelitian ini sebagai perbandingan kehidupan nelayan pada tahun 2000 dan
kehidupan nelayan pada saat tahun 2015. Tentu hal isi buku tersebut bisa
memperlihatkan perubahan yang terjadi dari masa 2000 sampai tahun 2015, yaitu
dengan membandingkan data yang berada dalam buku tersebut dengan data yang
ada pada tahun 2015.
Buku yang berjudul Kebijakan Perikanan dan Kelautan ditulis oleh
Akhmad Fauzi. Buku ini menjelaskan permasalahan perikanan, tentu jika ada
permasalahan akan berdampak kepada nelayan yang ada saat sekarang masih
dikatakan miskin.11
Dalam buku ini menggambarkan masalah nelayan pada
umumnya yang terbelenggu dari kemiskinan. Masalah-masalah tersebut menjadi
10 Iriani dkk, op cit, hal 3. 11Akhmad Fauzi, Kebijakan Perikanan dan Kelautan “Isu, Sintesis, dan Gagasan”,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005).
7
pedoman untuk memperlihatkan nelayan di Nagari Sago Salido bisa keluar dari
belenggu kemiskinan.
Buku karya Arif Satria yang berjudul Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Buku
ini menggambarkan kondisi masyarakat pesisir, pemberdayaan nelayan, serta
pembangunan desa pesisir. Permasalahan-permasalahan desa pesisir yang dialami
seperti kemiskinan nelayan, struktur sosial masyarakat yang timpang kerusakan
lingkungan dan kurangnya infrastruktur dasar.12
Struktur sosial merupakan faktor
yang penting dalam meningkatkan taraf kehidupan suatu masyarakat. Tentu bisa
menjadi suatu rujukan bagaimana masyarakat nelayan menangani struktur sosial
seperti kelompok nelayan atau organisasi kenelayanan.
Buku karya Bono Budi Primbodo yang berjudul Ikan Untuk Nelayan
Paradigma Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agrarian Mengenai Pembangunan Perikanan Nasional. Buku ini
menjelaskan tentang potensi yang besar dari perikanan Indonesia dan menjadi
salah satu pendukung ekonomi Indonesia karena dilihat dari luasnya lautan
perairan Indonesia. Buku ini menjelaskan masalah bagi para nelayan yang sangat
penting dan harus diselesaikan yaitu alat penangkapan ikan khususnya diperairan
pesisir merupakan permasalahan yang kompleks dan penting untuk segera
dicarikan solusinya.13
Selanjunya skripsi dari Sarjulis. “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Nelayan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam (1970-2009)”. Dalam skripsi ini
12 Arif Satria, op cit, hal 28. 13 Bono Budi Piambodo,Ikan Untuk Nelayan Paradigma UUPA Mengenai Pembangunan
Perikanan Nasional Indonesia. (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2013) hal 4.
8
membahas mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan dan apa saja
bantuan Pemda Kabupaten Agam kepada nelayan Tanjung Mutiara sehingga bisa
menjadi perbandingan masalah kehidupan nelayan didaerah tersebut.14
Skripsi dari Sri Andika Amelia, “Perekonomian Keluarga Nelayan
Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah, Padang tahun 1980-2012”.
Dalam skripsi ini membahas kehidupan keluarga nelayan dalam keseharian
mereka serta teknik penangkapan ikan oleh para keluarga nelayan mulai dari
pancing, jala, jaring, pukat payang, dan pukat tepi.15
Beberapa karya ilmiah diatas merupakan pedoman bagi penulis untuk
menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang menjadi rujukan kebanyakan
menjelaskan kehidupan nelayan dan sistim penagkapan dan pola kemiskinan
nelayan. Karya yang akan dibuat penulis memiliki perbedaan dari karya ilmiah
yang sudah ada, yaitu penulis akan memaparkan bagaimana perubahan dari segi
sosial ekonomi nelayan Nagari Sago Salido. Perubahan tersebut membuat nelayan
semakin berkurang di daerah tersebut. Serta penulis akan memaparkan faktor apa
saja yang mengakibatkan penurunan jumlah nelayan di Nagari Sago Salido.
E. Kerangka Analisis
Nelayan dibedakan menjadi dua yaitu, nelayan tradisional dan nelayan
modern. Nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber
perikanan dengan peralatan tangkapan tradisional, modal usaha yang kecil, dan
14Sarjulis, “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Mutiara Kabupaten
Agam (1970-2009)”, Skripsi, (Padang Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas),
2011. 15Sriandika Amelia “Perekonomian Keluarga Nelayan Kelurahan Pasie Nan Tigo
Kecamatan Koto Tangah, Padang Tahun 1980-2012”, Skripsi, (Padang Jurusan Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Andalas), 2014.
9
organisasi penangkapan yang sederhana.16
Nelayan sangat erat dengan kata-kata
kemiskinan. Menurut Sudarso yang menyatakan nelayan tradisional pada
umumnya mereka mempunyai ciri yang sama yaitu kurangnya pendidikan.17
Pekerjaan sebagai nelayan tradisional kebanyakan mengandalkan otot, membuat
nelayan tradisional mengenyampingkan pendidikan. Tingkat pendidikan
merupakan salah satu indikator kualitas sumber daya manusia, indikator ini sangat
menentukan seseorang sebagai masyarakat miskin atau bukan miskin. Adapun
sebab-sebab kemiskinan pada masyarakat nelayan tidak hanya dalam bidang
pendidikan namun juga dalam internal nelayan itu sendiri seperti lemahnya
distribusi hasil tangkapan, dan juga lemahnya kelompok nelayan yang berakibat
tidak aktifnya koperasi pada kelompok nelayan. Hal tersebut membuat nelayan
terus dibayangi dengan kemiskinan.
Walau dengan peralatan yang sederhana masyarakat nelayan Nagari Sago
Salido bisa meningkatkan taraf hidup mereka karena para nelayan tidak hanya
menggantungkan hidupnya pada hasil laut saja namun para nelayan sudah mulai
mencari alternatif pekerjaan sampingan. Sedangkan nelayan modern adalah para
nelayan yang memiliki modal besar dan memiliki peralatan alat tangkap yang
modern.
Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan
berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan tradisi antara wilayah darat
16 Sudarso, “Tekanan Kemiskinan Struktural Komunitas Nelayan Tradisional Di
Perkotaan” Artikel, (Surabaya, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga), 2008 17Haris Hamdani”Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan Tradisional”, Artikel, (Jember
Jurusan Ilmu Kesejehteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember
(UNEJ) ), 2013.
10
dan laut. Kawasan pesisir merupakan tempat bermukimnya masyarakat nelayan
yang membentuk tradisi yang sama karena gaya hidup serta hidup didalam
lingkungan alam yang sama. Namun tidak semua masyarakat nelayan tinggal di
wilayah pesisir, karena ada juga masyarakat nelayan yang tinggal di luar wilayah
pesisir seperti di pinggir danau atau sungai. Secara umum masyarakat nelayan
merupakan bagian dari masyarakat pesisir. Adapun bagian dari masyarakat pesisir
adalah nelayan, pembudidaya ikan dan pedagang.
Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang mendiami wilayah pesisir
memiliki kebudayaan yang khas yang bergantung kepada sumber daya pesisir.18
Masyarakat pesisir sangat bergantung kepada hasil laut yang membentuk
kebudayaan khas karena dipengaruhi oleh alamnya yang biasanya masyarakat
pesisir suaranya lebih lantang. Karestik masyarakat pesisir secara umum memiliki
perilaku yang keras, tegas, dan terbuka. Perilaku itu dipengaruhi oleh alamnya
ditepi pantai yang suara ombak sangat kencang.
Masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang tidak pernah
berakhir, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat didalam setiap
masyarakat.19
Perubahan sosial yang disebut dengan mobilitas sosial terdiri dari
dua macam. Menurut pakar sosiologi Indonesia Soerjono Sukanto, mobilitas
sosial adalah perubahan kedudukan status individu ataupun kelompok individu
dalam masyarakat baik secara vertikal atau horizontal.20
Mobilitas sosial secara
vertikal adalah perubahan status individu atau kelompok ke arah vertikal yaitu
18
Arif Satria, op. cit, hal 24. 19Soleman B, Toneko, Konsepsi Sistem Sosial dan Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: CV
Fajar Agung, 1986). hal 54. 20 Indera Ratna Irawati Pattinasarany, Stratifikasi Dan Mobilitas Sosial, (Jakarta: Fisip
Universitas Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016). hal 79-97.
11
menurun dan menaik. Hal tersebut dikarenakan didalam kehidupan nelayan ada
beberapa nelayan yang menjadi sukses dan sekarang menjadi pemilik atau sebagai
nelayan juragan, dan ada juga dari beberapa nelayan yang keturunannya tidak
menjadi nelayan dikarenakan misalnya status pendidikan membuat mereka
mendapat pekerjaan yang layak. Di Nagari Sago Salido tidak hanya perubahan
secara vertikal namun banyak juga perubahannya yang mengarah secara
horizontal. Perubahan sosial mobilitas secara horizontal adalah perubahan suatu
individu atau kelompok kepada status yang sama. Kasus ini seperti yang terjadi di
Nagari Sago Salido, oleh karena susahnya sistim pendistribusiaan hasil tangkapan
nelayan membuat nelayan banyak yang berpindah ke daerah lain.
Perubahan sosial itu biasanya terjadi dikarenakan perkembangan zaman dan
pendidikan apalagi wilayah pesisir sangat mudah terpengaruh oleh kebudayaan
dari luar. Perubahan-perubahan itu bisa mengarah ke yang lebih baik atau yang
lebih buruk.
Perubahan sosial itu terjadi karena kehidupan sosial itu bersifat dinamis,
dimana manusia hidup dalam suatu pergaulan dengan berbagai kepentingan
bersama.21
Untuk memenuhi kepentingan bersama terkadang masyarakat nelayan
kurang memperhatikan kearifan lokal sehingga banyak kearifan lokal pada
masyarakat pesisir mulai memudar bahkan menghilang.
Kehidupan sosial masyarakat nelayan tidak terlepas dari kehidupan
perekonomian. Dimana aktifitas nelayan merupakan bagian dari kegiatan
perekonomian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan berkembang zaman
21Ibid, hal 11.
12
maka semakin tinggi pula biaya kehidupan pokok masyarakat nelayan. Serta
semakin kecil pula pendapatan masyarakat nelayan tradisional dikarenakan
persaingan dengan para nelayan modern yang memiliki peralatan yang canggih
dan modal yang besar membuat kehidupan nelayan tradisional makin terpuruk.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sosial. Sejarah sosial
adalah setiap gejala sejarah yang berdampak pada kehidupan sosial suatu
komunitas atau kelompok.22
Menurut Kuntowijoyo sejarah sosial mempunyai
bahan garapan yang sangat luas dan beraneka-ragam.23
Sejarah sosial membahas
kehidupan karena dalam setiap kehidupan pasti ada interaksi sosial. Interaksi
terjadi karena manusia adalah makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Dengan luasnya garapan sejarah sosial ini menurut Kuntowijoyo sejarah sosial
bisa disebut sebagai sejarah sosial-ekonomi. Sejarah sosial-ekonomi adalah
sejarah yang mempunyai cakupan yang luas dalam bidang sosial dan dalam
kehidupan ekonomi bermasyarakat.24
.
Kebanyakan sejarah sosial mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah
ekonomi, sehingga menjadi sejarah sosial-ekonomi.25
Sejarah ekonomi adalah
cabang sejarah yang memiliki substansi materi mengenai pekerjaan, penghasilan,
harga dan lainnya.26
Sistim perekonomian yang berada di Nagari Sago Salido
adalah sistim prekapitalisme merupakan sistim perekonomian yang banyak
digunakan oleh kebanyakan orang asli Indonesia. Menurut Boeke masyarakat
22Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal 50. 23Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1994). hal 33. 24Ibid 25Ibit 26Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2007). hal. 246.
13
yang bersifat tradisional tingkah lakunya telah terikat dalam pola-pola tertentu,
penentuan upah, pembagian pekerjaan, jam kerja, penggunaan perlatan modal dan
lain-lain bersifat tradisional.27
Kehidupan sosial pasti tidak akan jauh dari
kehidupan ekonomi, karena ekonomi merupakan kebutuhan pokok untuk
kehidupan sebuah keluarga. Terkadang ekonomi menjadi salah satu tingginya
faktor sosial seseorang di dalam masyarakat. Tinggi tingkat pendapatan
perekonomian seseorang maka tinggi juga tingkatan sosial didalam masyarakat.
F. Metode dan Bahan Sumber
Metode yang dipakai dalam tulisan ini adalah metode sejarah. Menurut
Louis Gottschalk, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode sejarah adalah
mencari dan mengumpulkan sumber, atau lebih dikenal dengan heuristik.28
Pengumpulan data yang dilakukan pertama melalui studi kepustakaan yang
bertujuan untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan
penelitian. Studi kepustakaan diperoleh dari Perpustakaan Jurusan Sejarah FIB
Unand, Perpustakaan Pusat Universitas Andalas. Selain dari studi pustaka, juga
melakukan wawancara dengan nelayan, pemasok ikan, pedagang ikan di pasar.
Tahap yang kedua adalah kritik sumber. Kritik sumber terbagi menjadi dua
yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal adalah menegakkan
kembali teks yang benar, menerapkan dimana, kapan, dan oleh siapa dokumen itu
ditulis dan mengklasifikasikan dokumen ini menurut sistem dan kategori-kategori
yang diatur sebelumnya. Kritik internal merupakan suatu analitis atas isi dokumen
27 Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992). hal
126. 28Ibid, hal 102.
14
dan suatu pengujian mengenai apa yang dimaksudkan oleh penulis, suatu analisis
keadaan-keadaan dan suatu pengujian atas pernyataan-pernyataan penulis.29
Tahap berikutnya adalah interpretasi data, berupa sebuah sintesa.
Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga
menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Tahap terakhir adalah
historiografi merupakan proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai
sumber yang telah diseleksi dalam sebuah karya ilmiah.30
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri dari lima bab yang secara berturut-turut menjelaskan
tentang masalah-masalah yang terdapat dalam penelitian ini. Dalam masing-
masing bab tergambar secara jelas mengenai masalah yang diterangkan dan
mempunyai keterkaitan yang erat sehingga dapat dianalisa sesuai dengan data-
data yang telah dihimpun.
Pada Bab I sebagai awal penulisan, berisikan pendahuluan untuk
pembahasan masalah.Pada bagian ini berisi latar belakang masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka analisis, metode penelitian,
sistematika penulisan dan bahan-bahan yang digunakan sebagai sumber kajian
dan sistematika penuliasan.
Bab II membahas mengenai gambaran Nagari Sago Salido, diantaranya
keadaan geografis, penduduk dan mata pencarian, kehidupan social ekonomi dan
sosial budaya masyarakat, perubahan administratif Nagari Sago Salido.
29Ibid. 30Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah.(Jakarta: UI Press, 1986), .hal. 34.