BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahthesis.umy.ac.id/datapublik/t39643.pdfiklan dengan latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahthesis.umy.ac.id/datapublik/t39643.pdfiklan dengan latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Iklan dan promosi merupakan bagian yang tidak pernah terpisahkan dari
masyarakat modern. Pada masa kini, iklan sudah sangat berkembang menjadi sistem
komunikasi yang sangat penting, bukan hanya untuk produsen barang dan jasa tetapi
juga bagi konsumen. Dengan berbagai jalan yang bisa ditempuh, kalangan produsen
saling memperebutkan perhatian calon konsumen. Amati saja dari perkembangan
iklan yang bertebaran dimana-mana saat ini, mulai dari media cetak, hingga media
elektronik, bahkan ketika kita keluar hanya untuk berbelanja di mini market pun iklan
luar ruang mewarnai jalan-jalan. Kehadiran iklan saat ini boleh dikatakan telah
menjadi bagian kehidupan manusia sehari-hari yang tidak bisa dihindari.
Institut Praktis Periklanan Inggris mendefinisikan bahwa, periklanan merupakan
pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli
yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang
semurah-murahnya (Jefkins, 1997 : 5). Maka dari itu banyak produsen yang
menganggap beriklan adalah cara yang paling penting dalam memasarkan produk
mereka pada konsumen. Selain sebagai pemberi informasi, iklan juga merupakan
media komunikator dalam meningkatkan penggunaan produk, meningkatkan jumlah
konsumen baru, mengenalkan produk baru secara langsung kepada konsumen dan
2
meniadakan kesan-kesan yang negatif atau buruk mengenai produk dan perusahaan
(Kotler, 2001 : 115).
Dalam dunia periklanan, televisi merupakan salah satu media yang paling
banyak digunakan untuk beriklan. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya
belanja iklan di media televisi. Belanja iklan di media televisi pada pertengahan tahun
pertama 2011 naik 17% menjadi Rp 33,4 triliun dari periode yang sama tahun lalu.
(http://www.agbnielsen.net/whereweare/dynPage.asp?lang=local&id=321&country=I
ndonesia diakses tanggal 09 november 2013 pukul 20.15). Hal ini dikarenakan
televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan jenis media lainnya yang
mencakup daya jangkau luas, selektifitas dan fleksibelitas, fokus perhatian,
kreativitas dan efek, prestise, serta waktu tertentu (Moissan, 2012 : 240).
Semakin banyak produsen barang dan jasa, maka akan semakin banyak pula
persaingan yang akan tumbuh di dalam periklanan. Dibutuhkan kreatifitas yang tinggi
dalam membuat iklan yang dapat menarik perhatian konsumen. Iklan yang sama
dengan iklan lainnya ataupun iklan yang monoton, tidak akan mampu menerobos
kerumunan iklan yang lebih kompetitif dan tidak akan mampu menarik perhatian
konsumen tentunya.
Di setiap iklan yang baik terdapat sebuah konsep kreatif, sebuah gagasam
besar yang membuat pesannya menjadi berbeda, merebut perhatian, dan mudah
diingat. Beberapa pakar periklanan berpendapat bahwa agar sebuah kampanye
periklanan menjadi efektif, harus mengandung gagasan besar yang menarik perhatian
3
konsumen, mendapat reaksi, serta memisahkan produk dan jasa yang diiklankan dari
produk lain dalam persaingan. (Johnson 2004 ; 170). Selain menggunakan selebritis,
elemen penting lainnya dalam memproduksi sebuah iklan adalah penggunaan latar
belakang musik ataupun soundtrack. Musik telah menjadi komponen penting dalam
dunia periklanan hampir sejak suara pertama kali direkam. Jingle, musik latar, nada-
nada popular, dan aransemen klasik yang digunakan untuk menarik perhatian,
menyalurkan pesan-pesan penjualan, menentukan tekanan emosional untuk iklan dan
mempengaruhi suasana hati para pendengar (Shimp, 2000:486). Jika diperhatikan
lebih rinci, iklan yang ditayangkan setiap hari di televisi, tidak ada satupun iklan yang
tidak menggunakan aspek musik di dalamnya.
Tidak ada yang memungkiri bahwa musik merupakan sesuatu yang dapat
menenangkan serta membangkitkan emosional setiap orang. Sacks menyebutkan,
manusia mampu mengingat musik yang mereka dengan seumur hidup, bahkan orang-
orang mampu menghafal ribuan musik, melodi, tempo, serta ritme yang ditampilkan
oleh musik dapat tertanam dalam otak manusia (Hoeberichts 2012 : 04). Celah inilah
yang dimanfaatkan oleh produser periklanan, memanfaatkan keterarikan konsumen
terhadap musik yang tinggi diharapkan dapat membantu strategi penjualan produk.
Menurut Keller (2003 : 210), musik adalah jembatan penghubung yang
membantu sebuah iklan tertanam dalam benak audiens secara jangka panjang.
Penggunaan iklan dengan latar belakang musik diharapkan dapat menarik perhatian
konsumen untuk menyimak iklan tersebut, sehingga konsumen dapat mengingat
4
merek dan pesan – pesan yang disampaikan iklan tersebut. Akan tetapi, meskipun
iklan dengan latar belakang musik dapat menarik perhatian, belum tentu konsumen
langsung melakukan tindakan pembelian (intention to buy) terhadap suatu produk.
Musik adalah bagian yang sangat penting dari sebuah iklan, yang dapat
membantu mengingat dan memproses perhatian audiens pada iklan tersebut.
Penelitian di Negara Jerman menyebutkan 88% iklan komersial memanfaatkan musik
untuk menarik perhatian dan mendapat evaluasi positif dari konsumen (Delvanthal,
2008, dalam Bergshoef 2008 : 6). Musik juga menjadi bagian penting suatu iklan
televisi karena musik dapat membantu menciptakan suasana yang menyenangkan.
Musik dapat digunakan sbagai alat untuk menarik perhatian, menyampaikan pesan
penjualan, dan membantu membangun citra suatu produk. Musik dapat menciptakan
perasaan atau emosi yang dapat diasosiasikan oleh khalayak dengan produk yang
diiklankan. Singkatnya, musik dapat menciptakan suasana hati yang positif yang
dapat membuat konsumen lebih biasa menerima produk yang bersangkuran.
Mengingat pentingnya peran musik dalam ikla televisi, maka banyak perusahaan
iklan yang berani membayar mahal kepada pencipta lagu untuk dapat menggunakan
lagunya sebagai bagian dari iklan.
Beberapa penelitian sebelumnya, meneliti bagaimana musik dapat
mempengaruhi prilaku konsumen. Arani (1993) menemukan bahwa musik klasik di
sebuah toko anggur mendorong pelanggan mendorong pelanggan untuk membeli
produk yang lebih mahal, namun tidak mempengaruhi kuantitas yang dibeli.
5
pengaruh musik yang berbeda tentang menghabiskan waktu mereka saat berbelanja
dipelajari oleh Yalch (2000), mereka menemukan bhwa waktu belanja lebih pendek
ketika mereka mendengarkan musik yang cenderung asing di telinga pengunjung
konsumen. namun pada saat musik dalam pusat perbelanjaan tersebut diganti dengan
musik yang lebih tidak asing, maka proses belanja dalam toko tersebut akan lebih
lama.
Walaupun contoh penelitian diatas bukan penelitian tentang sikap konsumen
terhadap musik yang dipasangkan dalam iklan, namun penelitian yang dilakukan oleh
Arani (1993) dan Yalch (2000), membuktikan bahwa musik merupakan hal yang
secara tidak langsung dapat mempengaruhi persepsi dan juga tindakan orang-orang
yang mendengarkannya.
Musik dalam iklan dapat membantu ataupun menghancurkan sebuah
periklanan. Artinya, musik yang tidak cocok dengan produk atau visual iklan yang
akan ditayangkan dapat mengubah pesan yang ingin disampaikan pada audiens yang
nantinya akan menghambat evaluasi positif dari sikap pada merek tersebut. Musik
dalam iklan dianggap selaras ketika dapat membangkitkan unsur-unsur iklan lainnya
(seperti unsur ketertarikan pada produk) (Hung, 200 dalam jurnal Bergshoef 2008 :
7). Peggunaan musik dalam iklan tidak hanya dipilih secara asal-asalan, karena
kesesuaian musik dengan iklan yang akan dibuat serta ditayangkan penting untuk
diketahui, agar efektifitas dari iklan itu sendiri dapat maksimal dan dapat
menimbulkan sikap positif terhadap merek. Sikap yang positif inilah yang diharapkan
6
produsen barang ataupun jasa yang diiklankan tersebut, ketika sikap positif yang di
simpulkan oleh konsumen terhadap iklan tersebut, besar kemungkinan respon positif
terhadap merek yang diiklankan akan semakin besar. Maka dari itu penting untuk
menentukan musik yang akan digunakan mewakili iklan dan merek yang diiklankan
agar sikap positif konsumen di dapatkan.
Sikap merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan
konsumen. Konsep dari sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku.
Mowen dalam Sumarwan Ujang (2011:165) menyebutkan bahwa istilah
pembentukan sikap konsumen sering kali menggambarkan hubungan antara
kepercayaan, sikap dan perilaku. Kepercayaan adalah komponen kognitif, sikap
merupakan komponen afektif, dan perilaku merupakan komponen konatif. Dari tiga
komponen sikap tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan terhadap merek
dapat mempengaruhi sikap pada merek dan evaluasi merek menentukan perilaku
dalam bertindak.
Sikap terhadap merek merupakan perilaku konsumen yang sangat erat
kaitannya dengan nilai merek bagi konsumen dan ekspektasi konsumen. Sikap positif
tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap merek
tersebut. Sebaliknya, sikap negatif akan menghalangi konsumen untuk melakukan
pembelian (Sutisna, 2009:98). Dengan demikian sikap pada konsumen merupaakan
faktor penting yang menentukan tindakan pembelian konsumen pada merek tertentu,
dengan mempertimbangkan musik apa yang akan mewakili merek yang akan
7
diiklankan, akan membantu pembentukan sikap konsumen terhadap merek yang
diiklankan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Berdasarkan dari
tujuannya, penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian
terapan (applied research) dan penelitian dasar (basic research). Dalam penelitian
ini peneliti menerapkan penelitian dasar atau basic research yaitu pencarian terhadap
sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas.
Penelitian ini tidak ditujukan langsung untuk mendapatkan pemecahan bagi suatu
permasalahan khusus. Penelitian ini dilakukan untuk memverifikasi teori yang sudah
ada atau mengetahui lebih jauh tentang sebuah konsep (Nazir, 26:2005).
Berlatarbelakang teori yang menyebutkan bahwa kesesuaian musik dalam iklan
dapat berpengaruh terhadap sikap konsumen pada merek, maka penelititi tertarik
untuk meneliti dan membuktikan konsep atau teori yang mengatakan bahwa
kesesuaian musik dalam iklan memang dapat berpengaruh terhadap sikap konsumen
terhadap merek yang diiklankan.
Objek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan produk
mineral water, dimana iklan dari produk yang telah peneliti tentukan ini akan
diproduksi sendiri oleh peneliti, dan kemudian iklan ini akan menjadi iklan stimulasi
yang akan didedahkan kepada audiens atau responden.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh kesesuaian musik dalam iklan terhadap
sikap pada merek”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh musik dalam iklan
terhadap sikap pada merek.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang teoritis
maupun praktis, antara lain :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dalam penelitian karya ilmiah selanjutnya, khususnya gambaran dalam
bidang Advertising terutama dalam penggunaan musik dalam iklan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan akan dapat menggambarkan pengaruh musik
pada iklan terhadap sikap pada merek. Sehingga penelitian ini dapat
bermanfaat bagi dunia periklanan.
9
E. Kerangka Teori
E.1 Kesesuaian Musik dalam Iklan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah nada atau
suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan (terutama yg menggunakan alat-alat yg dapat menghasilkan
bunyi-bunyi itu) (http://kbbi.web.id/musik diakses pada tanggal 09
november 2013 pukul 20.20). Musik merupakan karya seni yang berupa
bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran
dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi,
harmoni, bentuk dan struktur lagu (Jamalus,1988 : 1). Mendengar musik
pula adalah sejenis hiburan. Musik adalah sebuah fenomena yang sangat
unik yang bisa dihasilkan oleh beberapa alat musik.
Efektifitas iklan dalam musik hanya terpaut sedikit di bawah
humor. Musik terbukti lebih persuasif dibandingkan dengan selebriti yang
membintangi iklan. Musik juga dapat digunakan sebagai latar belakang
dari dialog untuk menciptakan mood dan penyusunaan setting iklan yang
baik. (Wells, 1992 dalam Purnama 2003 : 7).
Penelitian yang berjudul “the Effect of Musik in Relevision
Commercial on Consumer Attitudes” karya Nina Hoeberisht, merupakan
kiblat dari penelitian ini, hanya saja desain penelitian yang dilakukan oleh
Nina berbeda desain penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Nina
10
meneganalisis beberapa iklan dengan musik yang berbeda gendre, tempo,
dan jenis musik. Dari hasil analisis dengan beberapa iklan, terbukti bahwa
penggunakan kesesuaian musik dalam iklan terhadap sikap pada merek
memang berpengaruh terhadap sikap pada merek. Bukan hanya dari
kesesuaian, tempo dari musik yang digunakan juga membangun citra dari
merek yang diiklankan.
Kelaris et al,. (1993) meneliti tentang pengaruh kesesuaian musik
dalam iklan, dan bagai mana hal tersebut dapat mempengaruhi recall
audiens dan sikap pada ikan dan merek. Dalam penelitian ini melibatkan
mahasiswa dari salah satu universitas untuk mendengarkan iklan radio
berdurasi 30 detik. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa kesesuaian
musik yang sesuai dengan iklan memungkinkan medapatkan perhatian
yang tinggi dari audiens dibanding dengan iklan dengan kesesuaian musik
yang rendah. Selain itu, Alpert dan Alpert (1990) Dalam Hoeberich (2012
: 7) menyatakan bahwa, musik dalam iklan dapat merubah mood atau
perasaan audiens, menurut penelitian tersebut, iklan dengan latar belakang
musik yang riang, akan lebih positif dalam benak audiens ketimbang iklan
yang menggunakan latar belakang musik sedih. Ketika iklan tersebut
dapat menimbulkan mood yang positif di dalam benak audiens, maka
secara tidak langsung hal ini akan berdampak pula pada sikap positif
audiens terhadap sikap pada merek. Stimulasi emosional yang ditimbulkan
oleh musik dalam iklan, mampu merangsang emosi atau perasaan audiens
11
yang dapat mempengaruhi sikap pada merek dan mengrah pada pembelian
merek dan penggunaan (Rossiter & Percy 1991 dalam O’Neill (2003 : 15).
Lavack et al., (2008) dalam Firman (2009 : 25), menyebutkan
bahwa penggunaan musik dalam iklan memang dapat secara signifikan
berdampak terhadap sikap pada merek dan akan lebih efektif ketika ada
kesesuaian dalam pemilihan musik dengan produk yang diiklankan
tersebut.
Menurut Huron 1989 dalam O’Neill (2003 : 20) ada lima poin
dasar dimana musik dapat secara efektif mempengaruhi iklan terhadap
audiens.
a. Entertainment (Menghibur)
Asal usul kata menghibur adalah “untuk mendapat perhatian”
atau “membangun perhatian”. Penggunaan musik yang sesuai akan
menghibur audiens saat menyaksikan tayangan iklan.
b. Stucture (Stuktur)
Agar lebih efektif, musik dalam iklan harus mempunyai
keselarasan antara produk yang akan diiklankan. Misalnya
penggunaan musik digunakan untuk menghubungkan berbagai
elemen dari iklan, seperti gambar, narasi dan produk. Adanya
keselarasan antara musik dan isi dari iklan membuat iklan yang
ditayangkan akan lebih menarik.
12
c. Memorability
Audiens biasanya memlih suatu produk sesuai dengan apa
yang mereka ingat. Dengan menggunakan musik yang familiar, akan
membantu audiens kembali mengingat produk apa yang digunakan
bersamaan dengan musik yang audiens dengar.
d. Lyrical Language (Bahasa lirik)
Penggantian lirik lagu dalam iklan dengan menyebutkan
produk berulang kali (jingle) juga menjadi salah satu cara efektif agar
audiens mengingat produk yang diiklankan.
e. Targeting (Target)
Pengiklan juga harus cermat dalam menentukan target audiens
dari produk yang akan diiklankan. Agar penggunaan musik dalam
iklan dapat lebih efektif, segmentasi yang ditetapkan oleh produsen
harus sesuai dengan musik yang dipilih untuk mewakili produk
tersebut.
Menurut Wells (1964) dan Venkat dan Abi-Hanna’s (1995),
dalam Firman (2009 : 34) terdapat tujuh dimensi yang mempengaruhi
penggunaan musik dalam iklan, yaitu :
1. Like / dislike (suka / tidak suka)
2. Favorable / unfavorable (menyenangkan / tidak
menyenangkan)
13
3. Appealing / unappealing (menarik / tidak menarik)
4. Common and ordinary / new and different (umum dan
biasa / baru dan berbeda)
5. Easy to remember / hard to remember (mudah diingat /
sulit diingat)
E.2 Sikap pada merek.
Sikap terhadap merek (brand attitude) adalah evaluasi keseluruhan
konsumen terhadap merek. Dalam model ekuitas merek, ditemukan bahwa
peningkatan pangsa pasar terjadi ketika sikap terhadap merek makin
positif (Chaundhuri, 1999 dalam Pujadi 2010 : 28). Selanjutnya sikap
terhadap merek tertentu sering mempengaruhi apakah konsumen akan
membeli atau tidak. Sikap positif terhadap merek tertentu akan
memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap merek tersebut,
sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen untuk melakukan
pembelian (Sutisna, 2002 : 98).
Menurut Peter & Olson dalam Kurniawati (2009 : 15), sikap dapat
didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan
oleh seseorang, maka dapat dikatakan sikap adalah sebagai suatu respon
evaluatif. Sikap konsumen terhadap merek (brand attitude) dapat diartikan
sebagai penyampaian apa yang diharapkan pembeli agar dapat
14
memuaskan kebutuhan-kebutuhan pembeli. Karena sikap konsumen dapat
memacu keinginan atau niat untuk membeli produk.
Menurut Fishbein & Keller dalam Kurniawati (2009:16). Sikap
terhadap merek ditampilkan sebagai fungsi ganda dari kepercayaan yang
terpenting yang dimiliki konsumen tentang suatu merek dan juga penilaian
evaluatif dari kepercayaan itu (maksudnya, tingkatan tentang sejauh mana
sesuatu yang dipikirkan konsumen bahwa suatu merek memiliki beberapa
atribut atau kegunaan didalamnya dan seberapa baik atau buruk atribut
atau kegunaan yang dimiliki oleh suatu merek)
Sikap terhadap merek mempersentasikan pengaruh konsumen
terhadap suatu merek yang dapat mengarah pada tindakan nyata, seperti
pemilihan terhadap suatu merek. Sudah umum dibicarakan, bahwa
semakin tertariknya seseorang terhadap suatu merek, maka semakin kuat
keinginan seseorang untuk memiliki dan memilih merek tersebut.
Sikap terhadap merek terdiri dagi tiga komponen, yaitu kognitif,
afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan kepercayaan
konsumen terhadap merek, komponen afektif merupakan evaluasi
terhadap merek, dan komponen konatif merupakan kecenderungan untuk
membeli (Sutisna, 2002 : 100).
Menurut Batra dan Stephan dalam Martin (2004 : 31) mengatakan
bahwa terdapat empat dimensi konsep dalam mengukur sikap terhadap
merek, yaitu :
15
1. Bad / good (buruk / baik)
2. Dislike / like (tidak suka / suka)
3. Unpleasant / pleasant (tidak menyenangkan / menyenangkan)
4. Inferior / superior ( tidak unggul / unggul)
F. Model Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin melihat seberapa besar pengaruh
penggunaan musik dalam iklan terhadap sikap pada merek. Berikut gambaran skema
hubungan antar variabel-variabel :
X Y
Gambar 1.1
Model Penelian
Gambar di atas menunjukkan bahwa penggunaan musik dalam iklan adalah
variabel yang mendukung terbentuknya sikap pada merek.
Kesesuaian Musik Sikap pada merek
16
G. Hipotesis
Hipotesis atau dugaan sementara dapat diartikan sebagai suatu jawaban
yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui
data yang terkumpul (Suharsimi, 2006: 71). Sutrisno Hadi (1991:63)
menyebutkan hipotesis adalah suatu dugaan yang mungkin benar dan mungkin
juga salah. Hipotesis akan ditolak dikala salah dan akan diterima jika fakta
membenarkannya.
Jadi dengan demikian, hipotesis adalah jawaban sementara yang dibagun
dan diformulasikan berdasarkan pada pengamatan penelitian terhadap fenomena
lapangan yang akan diteliti. Oleh karna sifatnya yang sementara, maka hipotesis
perlu diuji kebenarannya.
Berdasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
H0 : Tidak adanya pengaruh kesesuaian musik dalam iklan terhadap
sikap pada merek.
Ha : Adanya pengaruh kesesuaian musik dalam iklan terhada sikap
pada merek
17
H. Definisi Oprasional dan Skala Pengukuran
H.1 Definisi Oprasional
1.1 Kesesuaian Musik dalam Iklan
Untuk ada tidaknya pengaruh kesesuaian musik dalam iklan terhadap
merek, peneliti sebelumnya memberikan stimulasi kepada 30 orang
responden untuk menentukan atau memilih musik manakah yang sesuai dan
musik yang tidak sesuai yang akan dipasangkan dalam iklan visual yang
disediakan.
Untuk mengukur hal tersebut peneliti akan memaparkan tujuh
dimensi yang mempengaruhi penggunaan musik dalam iklan. Wells (1964)
dan Venkat dan Abi-Hanna’s (1995), dalam Firman (2009 : 34) menemukan
tujuh dimensi yang mempengaruhi penggunaan musik dalam iklan, yaitu :
1. Like / dislike (suka / tidak suka)
2. Favorable / unfavorable (menyenangkan / tidak menyenangkan)
3. Appealing / unappealing (menarik / tidak menarik)
4. Common and ordinary / new and different (umum dan biasa / baru
dan berbeda)
5. Easy to remember / hard to remember (mudah diingat / sulit
diingat).
18
1.2 Sikap pada Merek
Menurut Batra dan Stephan dalam Martin (2004 : 31) mengatakan
bahwa terdapat empat dimensi konsep dalam mengukur sikap terhadap
merek, yaitu :
1. Bad / good (buruk / baik)
2. Dislike / like (tidak suka / suka)
3. Unpleasant / pleasant (tidak menyenangkan /
menyenangkan)
4. Inferior / superior ( tidak unggul / unggul)
Ke empat dimensi inilah yang akan digunakan untuk mengukur
variabel terikat (variabel depedent), pengukuran dilakukan dengan melihat
perbedaan yang terjadi antara dua kelompok pembanding dengan
menggunkan Independen Sample T-test.
H.2 Skala Pengukuran
Teknik pengukuran skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala semantik diferensial (semantic differential scale), yaitu metode penelitian
dengan menggunakan lima butir yang dibentuk dalam satu garis kontinyu yang
menyatakan secara verbal dua kutub penilaian yang ekstrim, dimana jawaban
yang sangat positif terletak di bagian kanan garis dan jawaban yang sangat negatif
19
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Menggunakan skala semantik
diferensial karena skala ini dipakai untuk menilai sikap responden terhadap
merek, iklan atau orang tertentu (Sekaran, 2006 : 32).
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis yang digunakan adalah penelitian kuantitatif,
sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
eksplanatif. Pendekatan eksplanatif dimaksudkan untuk menjelaskan suatu
generalisasi sampel populasi atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau
pengaruh satu variabel dengan variabel yang lain (Bungin, 2005 : 38).
Penelitian ini bertujuan meneliti sejauh mana variabel yang satu memiliki
sebab akibat dengan variabel yang lainnya.
Menurut Deddy Mulyana (2001 : 174) tujuan penelitian kuantitatif adalah
mengenai hal-hal bersifat khusus, bukan hanya perilaku terbuka tetapi juga
proses yang tak terucapkan, dengan sampel kecil, memahami peristiwa yang
mempunyai makna yang historis, menekankan perbedaan individu,
mengembangkan hipotesis (teori) yang terikat oleh konteks dan waktu,
membuat penilaian etis/estetis atau fenomena (komunikasi) spesifik.
20
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen. Metode Eksperimen merupakan modifikasi kondisi yang
dilakukan secara sengaja dan terkontrol dalam menentukan peristiwa atau
kejadian, serta pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada peristiwa itu
sendiri (Ali, 1993:134). Eksperimen adalah observasi di bawah kondisi buatan,
dimana kondisi tersebur dibuat dan diatur oleh si peneliti. Dengan demikian,
penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol.
Tujuan dari penelitian eksperimental adalah untuk menyelidiki ada-
tidaknya hubungan sebab akibat serta seberapa besar hubungan sebab akibat
tersebut dengan memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada kelompok
eksperimen. Penelitian ini merupakan satu-satunya jenis penelitian yang
secara langsung mencoba untuk mempengaruhi suatu variabel tertentu.
Metode eksperimen ini juga merupakan jenis penelitian yang terbaik dalam
pengujian hipotesis hubungan sebab akibat atau kausalitas (Fraenkel, 2012:
265).
2. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Pre-experimental design. Pre-experimental
design merupakan desain yang belum sungguh-sungguh karena masih
terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel
21
terikat (variabel dependen). Hasil eksperimen yang merupakan veriabel
terikat, bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel bebas (variabel
independen). Bentuk pre-eksperimental yang dipilih adalah The Static Group
Comparison. Bentuk desain The Static Group Comparison ialah dengan
menggunakan dua kelompok penelitian untuk menguji perbedaan antara
masing-masing kelompok yang diberi perlakuan berbeda. Sebelum melalui
tahap perbandingan antar kelompok, peneliti melakukan pre-test untuk
menentukan jenis musik yang sesuai dan tidak sesuai yang akan diterapkan
pada sebuah iklan visual iklan yang telah disiapkan. Pre-test ini diuji dengan
menggunakan kuisioner yang berisikan konsep tentang tujuh dimensi yang
mempengaruhi penggunaan musik dalam iklan yang dikembangkan oleh
Wells et al.,
Sebelum melakukan pre test, terlebih dahulu peneliti ingin menyamakan
keadaan dimana responden tidak menggemari produk air dalam kemasan.
Homogenisasi ini dilakukan agar tidak ada variabel yang mempengaruhi hasil
dari penelitian, variabel yang dimagsud adalah variabel ketertarikan produk.
Homogenisasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan tentang
minuman yang disukai. Selanjutnya, peneliti akan memilih responden,
responden yang akan dipilih dan akan melalui pre test ialah responden yang
tidak memilih “air mineral” sebagai minuman yang disukai. Tidak dipilihnya
responden yang menjawab menyukai “air mineral” karena untuk mengontrol
variabel lain yang bisa membuat jawaban ketika dilakukan eksperimen yang
22
akan menjadi bias. Artinya tanpa menonton iklan yang ditawarkan pun,
partisipan sudah bersikap positif terhadap merek tersebut.
Selain variabel ketertarikan pada produk, peneliti juga mengontrol satu
variabel lainnya, yaitu variabel usia, peneliti mengontrol usia responden
dalam penelitian ini berkisar antara 19-25 tahun, karena merupakan peralihan
dari tahap remaja ke tahap dewasa, dimana tahap ini usia 19-25 tahun telah
bisa menentukan pilihannya sendiri tanpa bantuan keluarga (Susantoro dalam
Ramadha 1990 : 23).
Sebelum melakukan pene litian pre test dan pos-test, peneliti terlebih
dahulu menyiapkan iklan visual yang peneliti produksi sendiri, iklan ini
diprosuksi dengan empat latar belakang musik yang berbeda.
Pre test dilakukan dengan cara memaparkan visual iklan pada 25
responden yang tidak ada kaitannya dengan dua kelempok yang akan diteliti
akan tetapi memiliki kesamaan karakteristik dengan kelompok penelitian,
selanjutnya adalah memperdengarkan empat musik yang berbeda, dan diminta
untuk memilih dua musik, mana musik yang menjadi pilihan yang sesuai
dengan visual iklan dan musik mana yang dipilih sangat tidak sesuai dengan
visual iklan yang ditayangkan. Setelah menemukan dua musik yang berbeda,
yang telah disiapkan.
Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan pos-test untuk penentuan
hasil sikap terhadap merek. Pos-test dilakukan dengan cara memaparkan dua
iklan dengan masing-masing musik yang berbeda, musik yang dipilih untuk
23
visual iklan dalam pos-test adalah dua musik dari hasil pre-test. Setelah
pemaparan iklan dilakukan, responden akan diminta untuk mengisi kuisioner
tentang sikap pada musik dalam dua iklan tersebut terhadap sikap pada merek.
Reponden yang digunakan dalam masing-masing kelompok berjumlah 35
orang, ini dilakukan agar hasil dari penelitian lebih akurat. Berikut adalah
sekema desain dalam penelitian ini:
Stimulasi menentukan musik
Gambar 1.2
Desain Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara pemaparan iklan
dengan kesesuaian musik pada iklan dan ketidak sesuaian musik dalam iklan
terhadap sikap pada merek, maka digunakan perhitungan dengan
menggunakan independent T-test.
35 responden
yang
dipaparkan
iklan dengan
musik yang
tidak sesuai
35 sesponden
yang
dipaparkan
iklan dengan
musik yang
sesuai
25 Responde
untuk
menentukan
dua musik yang
diguakan dalam
iklan.
Dua kelompok
sebagai hasil utuk
mentukan ada tidak
nya perbedaan
atara kesesuaian
musik dalam iklan
terhadap sikap pada
merek.
24
3. Populasi dan Metode Pengambilan Sampling
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari
manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala atau peristiwa, sebagai sumber data
yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Susanto. 2000 :
65).
Peneliti akan menjadikan mahasiswa di wilayah Yogyakarta sebagai
populasi penelitian. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang
tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan keerencanaan dalam bertindak. Berpikir
kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung
melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling
melengkapi. Menurut Susantoro dalam Ramadha (1990: 23) mahasiswa
merupakan kalangan muda yang berumur antara 19 sampai 28 tahun yang
memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke
tahap dewasa. Dengan alasan diatas peneliti menganggap mahawiswa adalah
partisipan yang tepat untuk penelitian ini.
Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah non-probality
sampling. Non-probability ialah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2008:120).
Sedangkan jenis non-probability sampling yang digunakan adalah Purposive
Sampling. Purposive Sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang
yang dipilih betul oleh peneliti menurut ciriciri spesifik yang dimiliki oleh
25
sampel tersebut. (Nasution 2007 : 98). Peneliti menggunakan teknik ini,
dikarenakan peneliti mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
penelitian ini, yaitu harus ber-usia 19-25 tahun, dan responden yang tidak
menyukai air minum dalam kemasan.
Gay 1976 dalam Wulandari (2013 : 32), menawarkan ukuran minimm
yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian, 30 subyek untuk penelitian
korelasi. Peneliti akan mengambil jumlah sampel sebanyak 72 pertisipan yang
kemudian secara acak akan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
yang masing-masing berjumlah 35 partisipan. Masing-masing kelompok akan
mendapatkan objek iklan yang berbeda.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Kuisioner
Kuisioner adalah usaha mengupulkan informasi dengan
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis
oleh respoden (namawi. 2001 : 95).
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dimana peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, dan sebagainya.
26
5. Teknik Analisis Data
a. Independent Samle T-test
Independent sample T-test, adalah alat uji statistika yang
bertujuan untuk mebandingkan nilai rata-rata dua kelompok yang tidak
saling berkaitan. Tidak saling berkaitan dapat diartikan bahwa
penelitian dilakukan untuk dua subjek sampel yang berbeda. Tujuan
dari uji dua sampel ini adalah ingin mengetahui perbedaan rata-rata
(mean) sikap terhadap merek antara dua sampel penelitian.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Data
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
(Azwar, 2000: 18).
Menurut Ghozali (2007 : 49) ada tiga cara untuk mengukur
validitas, yaitu:
1. Melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor
konstruk atau variabel.
2. Melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indicator
total skor konstruk.
3. Uji dengan Confirmatory Factor Analisis (CFA)
27
Untuk menguji validitas penelitian ini, alat uji validitas yang
digunakan adalah metode ketiga, yaitu Confirmatory Factor Analisis
(CFA). Confirmatory Factor Analisisdi digunakan untuk menguji
apakan indkator-indikator yang digunakan dapat mengkonfirmasi
sebuah konstruk atau variabel.
b. Uji Reliabilitas
Kuesioner atau instrument yang digunakan dalam penelitian ini
dibuat oleh peneliti sehingga perlu diuji validitas dan reliabelitas.
Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan dapat
mengukur apa yang hendak diukur. Instrument yang reliable berarti
instrument y ang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek
yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 1998: 48).
Uji reliabilitas dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
menganalisis data dari satu kali pengujian. Angka yang ditunjukan
dalam pengujian ini berupa koefisien reliabilitas. Apabila alpha sudah
memiliki nilai > 0,6, maka variabel dinyatakan reliabel (Arikunto,
2006: 172). Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus Alpha, sebagai
berikut. (Arikunto, 2006: 179)
r11 =
2
2
11
t
b
k
k
28
Keterangan :
r11 = Koefisien reliabilitas instrumen yang dicari
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
b = Jumlah variansi skor butir soal ke-i
i = 1, 2, 3, 4, …n
2
t = Variansi total
Nilai r yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus Alpha
Cronbach kemudian akan dikonsultasikan dengan harga r tabel dengan
= 0,05 dan dk = N-2 (N = banyaknya responden). Bila rhit > rtab maka
instrumen dinyatakan reliabel. Sedangkan untuk mengetahui tinggi
rendahnya reliabilitas instrumen digunakan kategori sebagai berikut
(Sutrisno Hadi,1999:216):
1.) 0,800 – 1,000 : sangat tinggi
2.) 0,600 – 0,799 : tinggi
3.) 0,400 – 0,599 : cukup
4.) 0,200 – 0,399 : rendah
5.) 0,000 – 0,199 : sangat rendah