BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia ...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia ...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita yang luhur sejak kemerdekaan pada
tahun 1945. Cita-cita tersebut dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sekaligus merupakan salah satu
tujuan bangsa Indonesia itu sendiri yakni memajukan kesejahteraan umum.1
Tujuan untuk menyejahterakan masyarakat harus dilakukan dengan jalan
pembangunan. Pembangunan yang dimaksud membutuhkan modal yang banyak. Jika
hanya mengandalkan modal dalam negeri dan/atau utang luar negeri untuk
pembangunan tentu tidak memadai sehingga tujuan untuk menyejahterakan
masyarakat akan sulit tercapai, oleh karena itu dibutuhkan modal dari luar negeri
dengan jalan investasi. Alasan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (economic growth), memperluas lapangan kerja,
mengembangkan industri substistusi impor untuk menghemat devisa, mendorong
ekspor nonmigas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun prasarana
dan mengembangkan daerah tertinggal.
Tujuan
tersebut dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
2
1Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat.
2 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi Di Indonesia (Bahan Kuliah). (Jakarta: UI, 2005), hal. 19.
Modal yang dimaksud di sini tidak hanya berupa dana segar akan tetapi bisa
juga berupa teknologi maupun keterampilan, sebagaimana diketahui bahwa pada
umumnya keterampilan dan teknologi serta modal dimiliki oleh negara-negara maju
(developed countries) dan perusahaan-perusahaan multinasional (multinational
corporations) yang telah berinvestasi di berbagai negara.3 Modal yang dibawa oleh
investor khususnya teknologi perlu dilindungi selain berharap adanya alih teknologi
dengan penerima modal. Sebab bagi investor perlu untuk mengetahui jaminan
keamanan modal yang ditanamkan di negara tujuan investasi. Oleh karena itu untuk
menarik minat investor harus didukung dengan aturan yang jelas di bidang investasi,
karena akan mempengaruhi kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya.
Kepercayaan investor dan iklim yang kondusif patut disiapkan demi investasi yang
menguntungkan.4
Kegiatan penanaman modal di Indonesia khususnya penanaman modal asing
telah ada sebelum Indonesia merdeka. Tetapi regulasi secara tertulis yang mengatur
tentang kegiatan penanaman modal tersebut ada sejak dikeluarkannya Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Selain penanaman
modal asing juga terdapat penanaman modal dalam negeri yang diatur dengan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
3 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi. (Bandung: CV Nuansa Aulia. 2010), hal. 76. 4 Endang Purwaningsih. Hukum Bisnis. (Bogor: Ghalia Indonesia. 2010), hal. 42.
Adanya undang-undang ini menjadi pegangan bagi investor sebagai landasan hukum
yang kuat sebagaimana dikemukakan oleh Aminuddin Ilmar:5
Perlunya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal asing dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap penanaman modal asing yang dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional. Dengan kata lain kebijakan penanaman modal asing di Indonesia ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa penanaman modal asing harus dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat dan memperkokoh struktur perekonomian nasional. Maka dengan adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal asing tidak lain dimaksudkan untuk lebih memberi peluang yang lebih luas kepada para penanam modal asing dalam melaksanakan kegiatannya melalui dukungan iklim penanaman modal asing yang kondusif.
Kedua peraturan tersebut membawa dampak yang signifikan, karena jumlah
investasi baik asing maupun domestik mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Jumlah investasi asing dari tahun 1967 sampai tahun 1997 (sekaligus masa orde baru)
sebanyak 190.631,7 milyar dolar AS (Amerika Serikat) dan jumlah proyek yang
dibiayai sebanyak 5.699 proyek.6 Selanjutnya untuk investasi domestik dari tahun
1968 sampai tahun 1997 yang diinvestasikan oleh investor sebanyak Rp 580.384.996
triliun.7 Jumlah investasi yang tinggi tersebut disebabkan oleh stabilitas politik,
ekonomi, keamanan dan pertahanan, sosial dan kemasyarakatan dalam keadaan aman
dan terkendali sehingga para investor mendapat perlindungan dan jaminan keamanan
dalam berusaha di Indonesia.8
5 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 80.
Sementara sejak era reformasi tepatnya pada tahun
1998 sampai tahun 2006 investasi di Indonesia mengalami penurunan karena terjadi
6 H. Salim HS. dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi Di Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2012), hal. 1.
7 Ibid., hal. 2. 8 Ibid.
konflik di masyarakat khususnya saat diturunkannya presiden Soeharto, faktor
keamanan yang kurang, kesulitan pemasaran, nasionalisasi perusahaan asing, dan
lain-lain.9
Keadaan tersebut dicoba untuk diperbaiki untuk meningkatkan arus investasi
di Indonesia melalui regulasi bidang penanaman modal yang baru karena peraturan
yang ada saat itu sudah tidak sesuai dengan kebutuhan percepatan perkembangan
perekonomian dan pembangunan hukum nasional serta karena adanya kerjasama
Indonesia dengan negara lain dalam bidang ekonomi. Hal ini senada dengan pendapat
Rosyidah Rakhmawati yang menyatakan bahwa:
10
Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan. Sebagaimana hubungan ekonomi internasional lainnya, penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan dan juga masyarakat. Adanya perbedaan geografis, kondisi wilayah, potensi sumberdaya alam, kemampuan sumberdaya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan negara berada dalam interdependensi. Di lain sisi, negara sebagai penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah dana teknologi dan keahlian (skill) bagi kepentingan pembangunan dalam bentuk investasi. Di sisi lain, investor sebagai pihak yang berkepentingan untuk menanamkan modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja, sarana prasarana, pasar, jaminan keamanan dan kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar perolehan keuntungan.
Peraturan yang baru yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal atau disingkat UUPM. Undang-undang ini
menyatukan penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dalam
satu peraturan, dimana sebelumnya diatur masing-masing bagian dalam peraturan
9 Ibid., hal. 3. 10 Rosyidah Rakhmawati. Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. (Malang: Bayumedia
Publishing. 2004), hal. 1-2.
yang berbeda. Lahirnya undang-undang ini juga tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan komunitas pebisnis baik domestik maupun internasional yang dinamis
yang tercermin dalam pertimbangan diterbitkannya undang-undang tersebut yang
menyatakan bahwa:11
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
mengandung beberapa asas seperti dalam Pasal 3 ayat (1), yakni:
a. Asas kepastian hukum b. Asas keterbukaan c. Asas akuntabilitas d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara e. Asas kebersamaan f. Asas efisiensi berkeadilan g. Asas berkelanjutan h. Asas berwawasan lingkungan i. Asas kemandirian j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Berkaitan dengan asas-asas tersebut, juga terdapat asas nondiskriminasi yang
ditentukan dalam TRIMs (Trade Related Investment Measures). TRIMs merupakan
hasil kesepakatan dalam Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang berlangsung dari
tahun 1986 sampai tahun 1994 antara negara-negara maju dan berkembang yang
11 Sentosa Sembiring, Op.cit., hal. 128.
mempertautkan masalah kebijakan FDI (Foreign Direct Investment) dengan
perdagangan internasional. TRIMs memiliki asas nondiskriminasi di mana asas ini
tidak membedakan antara investasi asing maupun lokal.12 Selain itu menurut Mahmul
Siregar bahwa:13
Masuknya prinsip perlakuan yang sama tidak terlepas dari pengaruh kesepakatan internasional terkait investasi, terutama General Agreement on Trade in Services (GATS) Article XVII tentang National Treatment menetapkan kewajiban kepada negara anggota untuk memberikan perlakuan sama antara pemasok jasa asing dengan pemasok jasa domestik pada semua sektor maupun subsektor yang telah dinyatakan dalam schedule of commitment.
Asas nondiskriminasi ini telah dimasukkan ke dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d
UUPM. Asas-asas tersebut dimaksudkan untuk mendorong arus investasi di
Indonesia. Selain itu, dengan ditempatkannya asas-asas tersebut, maka setiap
peraturan yang akan diterbitkan baik di tingkat pusat maupun daerah harus dijiwai
oleh asas-asas yang terkandung dalam undang-undang penanaman modal.14 Tujuan
diselenggarakannya penanaman modal adalah untuk:15
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
b. Menciptakan lapangan kerja c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri;dan
12 H. Salim HS. dan Budi Sutrisno. Op.Cit., hal. 15. 13 Mahmul Siregar. Hukum Penanaman Modal Dalam Kerangka WTO. (Medan: Pustaka
Bangsa Press. 2011), hal. 121. 14 Sentosa Sembiring. Op.Cit., hal. 133. 15 Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Penyelenggaraan penanaman modal yang diperlukan untuk jangka panjang
demi tercapainya tujuan dari penyelenggaraan penanaman modal tersebut serta untuk
mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi
pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu
daerah dalam kesatuan ekonomi nasional, pemerintah membuat suatu kebijakan
melalui regulasi yang dipandang sebagai suatu terobosan baru untuk peningkatan
investasi di Indonesia. Regulasi tersebut adalah amanat dari Undang-undang Nomor
25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun
2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus atau disingkat UUKEK.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diatur dalam satu bab yakni BAB XIV
Pasal 31 UUPM yang bunyinya sebagai berikut:
(1) Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.
(2) Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus.
(3) Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.
Peningkatan investasi melalui KEK diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan membuka suatu kawasan/zona tertentu
seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) UUPM. Pengembangan KEK pada
suatu kawasan atau zona tertentu didasarkan dari studi kelayakan kawasan tersebut
yang16 “memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk
menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional”. Kawasan yang
dimaksud adalah kawasan atau lokasi yang telah memenuhi kriteria yang layak untuk
dijadikan KEK seperti17
a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;
:
b. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK; c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat
dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan
d. Mempunyai batas yang jelas.
KEK memiliki tujuan yakni18 “mempercepat perkembangan daerah dan
sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi antara
lain industri, pariwisata dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan”. Sisi lain, upaya merealisasikan KEK sebagai upaya peningkatan
penanaman modal di Indonesia tidak terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi
berkaitan dengan pelayanan, sarana dan prasarana serta juga mungkin kendala dari
berkaitan dengan sambutan investor dalam rangka perwujudan KEK tersebut19
Indonesia memiliki keunggulan untuk mengembangkan KEK sebab Indonesia
memiliki letak geografis yang berada di jalur maritim internasional dan memiliki
.
16 Pasal 2 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus. 17 Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus. 18 Lihat pada bagian Umum penjelasan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang
Kawasan Ekonomi Khusus. 19Bismar Nasution, Pembaharuan Hukum Menuju Perekonomian Global: Perspektif
Kawasan Ekonomi Khusus. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Pembaharuan Hukum Menuju Perekonomian Global”. Universitas Prima Indonesia, Medan, Tanggal 15 Desember 2011, hal. 1.
penduduk yang sangat banyak, sehingga KEK yang dikembangkan selain untuk
aktivitas investasi dan/atau perdagangan baik domestik maupun internasional dapat
membantu mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia baru memiliki
dua daerah yang dijadikan sebagai KEK yakni KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara
yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 Tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung di Banten yang
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Lesung. Tetapi kedua KEK tersebut belum beroperasi,
sementara daerah lain masih dalam tahap usulan sebagai KEK seperti Dumai di Riau,
Bitung di Sulawesi Utara dan Kulonprogo di Yogyakarta yang mana daerah ini
merupakan daerah yang strategis untuk pengembangan kawasan industri.20
KEK selain memiliki tujuan juga memiliki fungsi antara lain
21
20 Nancy Junita, Kawasan Ekonomi Khusus: Banyak Usulan yang Tidak Terencana Dengan
Baik.
“untuk
melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri,
pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan
telekomunikasi, pariwisata dan bidang lainnya”. Dengan ditetapkannya KEK, maka
akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta maupun
negara lain dan/atau warga negara lain yang ikut ambil bagian dalam berinvestasi di
dalam KEK, sehingga arus investasi dan regulasinya akan berkembang di masa yang
akan datang. Sebab penetapan KEK tersebut akan menimbulkan terjalinnya hubungan
http://www.bisnis.com/kawasan-ekonomi-khusus-banyak-usulan-yang-tidak-terencana-dengan-baik, diakses tanggal 06 Juni 2013 jam 15.17 Wib.
21 Lihat pada bagian Umum penjelasan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
interpendensi dan integrasi dalam bidang investasi serta akan membawa dampak
pengelolaan investasi atau ekonomi di KEK, dimana lalulintas perdagangan dan
pelabuhan akan bebas tanpa hambatan tarif bea masuk maupun non tarif.22
Pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam KEK khususnya
investor atau pelaku usaha mendapatkan fasilitas dalam menanamkan modal. UUPM
mengatur satu bab mengenai fasilitas penanaman modal yaitu Bab X Pasal 18 sampai
dengan Pasal 24. Pemberian fasilitas tersebut bertujuan:
23
1. Untuk mempercepat penyebaran investasi ke seluruh pelosok tanah air, karena
dengan adanya investasi terjadi pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya
pertumbuhan, akan ada peningkatan kesejahteraan.
2. Insentif atau fasilitas diberikan supaya ada percepatan dari sektor ekonomi.
Pemberian fasilitas ini dengan pertimbangan tingkat daya saing perekonomian
dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang
diberikan negara lain. Selain itu juga dilakukan dalam upaya mendorong penyerapan
tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan perlakuan ekonomi
kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada
penanaman modal yang menggunakan barang produksi dalam negeri.24
22 Bismar Nasution, Pembaharuan Hukum Menuju Perekonomian Global: Perspektif
Kawasan Ekonomi Khusus. Op.Cit., hal. 4.
23 Dhaniswara K. Harjono. Hukum Penanaman Modal: Tinjauan Terhadap Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2007), hal. 137.
24 Ibid., hal. 136.
Fasilitas yang diberikan kepada investor harus memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut:25
a. Menyerap banyak tenaga kerja;
b. Termasuk skala prioritas tinggi; c. Termasuk pembangunan infrastruktur; d. Melakukan alih teknologi; e. Melakukan industri pionir; f. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah
lain yang dianggap perlu; g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup; h. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi; i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau j. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri.
Kriteria-kriteria tersebut sangat diperlukan bila investor ingin mendapatkan
fasilitas dalam kegiatan penanaman modal. Menurut Gatot Supramono bahwa26
Fasilitas melalui kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (3)
huruf j UUPM yakni barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di
dalam negeri dapat berdampak pada perdagangan internasional, seperti yang
dikemukakan oleh Asmin Nasution bahwa
“dengan dapat memenuhi salah satu kriteria atau syarat tersebut setidaknya penanam
modal telah memberikan suatu kegiatan yang telah memberikan dampak positif ke
arah yang lebih maju kepada bangsa dan negara Indonesia”.
27
25 Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
“fasilitas penanaman modal dengan
penggunaan produksi dalam negeri dapat berdampak pada perdagangan internasional,
26 Gatot Supramono. Hukum Orang Asing Di Indonesia. (Jakarta Timur: Sinar Grafika. 2012), hal. 42.
27 Asmin Nasution.Transparansi Dalam Penanaman Modal. (Medan: Pustaka Bangsa Press. 2008), hal. 107.
karena didasarkan pada syarat yang dapat berakibat ada perbedaan perlakuan antara
barang buatan dalam negeri dengan barang impor”. Ketentuan tersebut menjadi celah
untuk menggunakan barang produksi luar negeri sebab bukan merupakan suatu
kewajiban untuk menggunakan barang produksi dalam negeri, sehingga tindakan ini
merupakan tindakan sukarela tetapi diberikan insentif investasi.28 Hal ini sesuai
dengan hukum perdagangan internasional yang menerapkan prinsip perlakuan sama
terhadap barang buatan dalam negeri dan barang buatan luar negeri. Selain itu dengan
adanya ketentuan tentang penggunaan barang produk dalam negeri untuk industri
dapat menghambat perdagangan internasional, dengan tidak menggunakan barang
produk impor akan terjadi diskriminasi. Dampak diskriminasi terhadap produk impor
dapat menghambat perdagangan internasional.29
KEK merupakan bagian dari penanaman modal sebagaimana telah diterbitkan
peraturan khusus tentang kawasan ekonomi khusus yakni UUKEK. UUKEK tidak
mengatur secara rinci kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan fasilitas
seperti dalam undang-undang penanaman modal tetapi untuk fasilitas tertentu diatur
kriteria sebagai syarat untuk mendapatkan fasilitas. Penanam modal diartikan sebagai
wajib pajak yang berhak memperoleh fasilitas di kawasan ekonomi khusus. Fasilitas
diberikan bagi setiap wajib pajak berdasarkan tempat kegiatan usaha dan karakteristik
zona di KEK.
28 Ibid., hal. 107. 29 Mahmul Siregar. Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal: Studi Kesiapan
Indonesia Dalam Perjanjian Investasi Multilateral. (Medan: Universitas Sumatera Utara. 2008), hal. 35.
Fasilitas tertentu sebagaimana dimaksud di atas adalah berupa pajak
penghasilan (PPh) yang diberikan apabila memenuhi kriteria seperti: merupakan
industri pionir, mempunyai rencana penanaman modal baru paling sedikit Rp
1.000.000.000.000.- (satu triliun rupiah), dana ditempatkan di perbankan Indonesia
paling sedikit 10 % (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal dan harus
berstatus badan hukum Indonesia.30
Bentuk fasilitas yang terdapat di KEK berdasarkan Undang-undang Nomor
39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus diberikan dengan ketentuan batas
waktu seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
Kepabeanan dan Cukai, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta kemudahan lain
untuk berinvestasi di KEK seperti dalam bidang pertanahan (hak atas tanah),
keimigrasian dan perizinan.
Pemerintah memberikan jalan yang dapat mempermudah investor dalam
pelayanan keimigrasian, perizinan, kepabeanan dan lain-lain melalui regulasi yang
dibangun, sehingga dengan demikian dari sisi fiskal investor dapat memanajemen
segala biaya yang akan dikeluarkan seminimal mungkin dalam kegiatan penanaman
modal. Oleh sebab itu, peran pemerintah dibutuhkan sebagai forum untuk
menetapkan hukum atau rule of the game dan sebagai wasit yang menafsirkan dan
menegakkan (enforce) dari rule of the game yang sudah ditetapkan.31
30 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 Tentang
Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Pemerintah
31 Bismar Nasution. Op.Cit., hal. 5.
dalam hal ini bersinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membangun dan
mengembangkan KEK.
Pemerintah daerah akan dipersilahkan mengeluarkan izin penanaman modal
di kawasannya, namun ketentuan pemberian persetujuan izin investasi itu tetap
mengacu aturan pemerintah pusat dan terbatas untuk investor dalam negeri.
Pemberian wewenang terhadap pemberian izin investasi juga akan dibarengi dengan
larangan bagi daerah untuk menerbitkan pajak daerah jenis baru.32 Menurut Saut P.
Panjaitan bahwa:33
Meskipun Pemerintah Daerah (Pemda) diberi kewenangan di bidang investasi, namun kewenangan dimaksud tidak boleh lepas dari tujuan negara secara nasional. Dalam menjalankan kewenangan dimaksud, maka pemerintah pusat dapat menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah, atau menugasi pemerintah kabupaten/kota. Dari ketentuan ini terlihat bahwa di satu sisi disebutkan bahwa pelayanan penanaman modal dilakukan dalam sistem pelayanan terpadu, tapi pada sisi lain ada hal-hal tertentu diserahkan kepada instansi terkait atau pemerintah daerah. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, ditegaskan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah berkaitan dengan pelayanan dasar di bidang penanaman modal dan pemerintah daerah pun diberikan kewenangan untuk memberi insentif melalui Perda, berupa penyediaan sarana, prasarana, dana stimulasi, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya, dan percepatan pemberian ijin, sesuai dengan kewenangan, kondisi, dan kemampuan daerah. Kewenangan pemerintah daerah ini dapat dijalankan secara bersama-sama dengan sesama tingkatan dan susunan pemerintah (Konkuren).
32 Lutfi Zaenuddin. Pemerintah Daerah Boleh Mengeluarkan Izin Investasi.
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6030&coid=2&caid=2&gid=2, diakses tanggal 23 Mei 2013, jam 10.30 Wib.
33 Saut P. Panjaitan. Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Investasi Menurut Sistem UU Pemerintah Daerah dan Sistem UU Penanaman Modal: Pelimpahan Setengah hati?. http://notariat.fh.unsri.ac.id/mkn/index.php/posting/36, diakses tanggal 23 Mei 2013 jam 10.21 Wib.
Pasal 30 ayat (7) UUPM menyebutkan bahwa: Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan Pemerintah adalah : a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan
dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi; b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi
pada skala nasional; c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung
antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan
keamanan nasional; e. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal
asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain; dan
f. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang.
Pemerintah pusat dapat menyelengarakan kewenangan dari Pasal 30 ayat (7)
tersebut oleh pemerintah sendiri, melimpahkan kepada gubernur selaku wakil
pemerintah di daerah atau menugasi pemerintah kabupaten/kota. Kaitannya dengan
pemberian fasilitas bagi investor di KEK bahwa pemerintah daerah diberikan
kewenangan dalam memberikan insentif pajak daerah dan kemudahan lain termasuk
penetapan dan pemberlakuan upah minimum bagi tenaga kerja di KEK melalui
regulasi.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, fasilitas yang diberikan oleh pemerintah
kepada investor dalam kegiatan penanaman modal di KEK perlu dikaji lebih dalam.
Oleh karena itu suatu penelitian perlu dilakukan untuk menganalisis dari sisi hukum
mengenai fasilitas bagi investor di KEK melalui judul “ Analisis Hukum Fasilitas
Bagi Investor Di Kawasan Ekonomi Khusus Berdasarkan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009
Tentang Kawasan Ekonomi Khusus”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Mengapa Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus
memberikan fasilitas penanaman modal secara khusus kepada investor yang
menanamkan modalnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)?
2. Bagaimana pengaturan fasilitas penanaman modal kepada investor di Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang
Kawasan Ekonomi Khusus?
3. Bagaimana peran pemerintah pusat dan daerah dalam rangka pemberian fasilitas
kepada investor di kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berdasarkan Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang
Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalah seperti yang tersebut di atas maka diharapkan dari
penelitian ini dapat mencapai tujuan:
1. Untuk mengetahui pertimbangan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang
Kawasan Ekonomi Khusus memberikan fasilitas penanaman modal secara
khusus kepada investor yang menanamkan modalnya di Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK).
2. Untuk mengetahui pengaturan fasilitas penanaman modal kepada investor di
kawasan ekonomi khusus (KEK) berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009
Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintah pusat dan daerah dalam
rangka pemberian fasilitas kepada investor di kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Secara teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat teoritis dalam
perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang penanaman modal sehingga
wawasan mengenai bidang ini memberikan sumbangsih bagi kalangan akademisi
dalam memperkaya pengetahuannya terlebih pada fasilitas yang didapatkan oleh
investor di Kawasan Ekonomi Khusus.
2. Secara Praktis
a. Sebagai bahan masukan dan pedoman bagi pelaku usaha atau investor
yang ingin menanamkan modalnya di Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK).
b. Sebagai bahan informasi atau bahan kajian bagi semua kalangan baik
akademisi maupun praktisi hukum terhadap fasilitas bagi investor di
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
c. Sebagai masukan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah agar
mengkaji lebih dalam penyediaan fasilitas bagi investor di Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) dari sisi dampak atau pengaruhnya bagi
kelangsungan investasi di masa yang akan datang dan perkembangan
perekonomian daerah yang dijadikan kawasan ekonomi khusus serta ke
tingkat nasional dan hubungan dengan luar negeri.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran informasi yang dilakukan di perpustakaan
Universitas Sumatera Utara maupun di portal garuda yang diakui secara nasional
sebagai tempat publikasi penulisan mahasiswa seluruh Indonesia, maka penelitian
dengan judul “ Analisis Hukum Fasilitas Bagi Investor di Kawasan Ekonomi Khusus
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus” belum
pernah dibahas oleh mahasiswa sebelumnya.
Tesis yang terdahulu yang berkaitan dengan penanaman modal diperoleh
beberapa judul melalui penelusuran di internet sebagai berikut:
1. Eksistensi Yuridis Peraturan Daerah Dalam Konteks Regulasi Kawasan Ekonomi
Khusus, oleh Albert pane. Kajian dalam penelitiannya adalah terhadap eksistensi
peraturan daerah dalam konteks regulasi kawasan ekonomi khusus.
2. Analisis Hukum Investasi Sektor Usaha Pariwisata di Kabupaten Karo, oleh
Amanat Sembiring. Kajian dalam penelitiannya adalah investasi sektor usaha di
Kabupaten Karo.
3. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Dalam Pengembangan Usaha Pariwisata
Di Kota Batam, oleh Suhendro. Kajian dalam penelitiannya adalah
pengembangan usaha pariwisata di Kota Batam melalui penanaman Modal asing.
4. Analisis Terhadap Perlindungan Investor Asing Dalam Kegiatan Penanaman
Modal Di Indonesia (Studi Pada Putusan MA-RI Nomor 382K/TUN/2010), oleh
Wahana Grahawan Manurung. Kajian dalam penelitiannya adalah perlindungan
investor asing dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia berdasarkan
putusan MA-RI Nomor 382K/TUN/2010.
5. Kebijakan Pemerintah Kota Tanjung Balai dan Pemerintah Kabupaten Agam
Dalam Meningkatkan Kepercayaan Investor Setelah Berlakunya Otonomi
Daerah, oleh Ramlan. Kajian dalam penelitiannya adalah kebijakan pemerintah
Kota Tanjung Balai dan pemerintah Kabupaten Agam dalam meningkatkan
kepercayaan investor setelah berlakunya otonomi daerah.
6. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Forum Arbitrase Asing Dalam
Kegiatan Penanaman Modal Asing Di Kota Medan, oleh Dedi Harianto. Kajian
dalam penelitiannya adalah faktor yang mempengaruhi pemilihan forum arbitrase
asing dalam kegiatan penanaman modal asing di Kota Medan.
Penulisan ini merupakan penulisan yang asli yang berbeda dengan tesis
tersebut dari sisi substansial maupun permasalahan dan bukan merupakan hasil
plagiat atau pengambilan dari hasil karya orang lain. Sehingga penulisan ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan oleh karena itu terbuka untuk saran yang
membangun dalam penyempurnaan hasil penulisan/penelitian ini agar manfaat dan
tujuan penelitian ini dapat dicapai.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.
Menurut Gustav Radbruch bahwa kepastian hukum merupakan bagian dari tujuan
hukum.34 Tujuan hukum menurut Utrecht adalah untuk menjamin suatu kepastian di
tengah-tengah masyarakat dan hanya keputusan dapat membuat kepastian hukum
sepenuhnya, maka hukum bersifat sebagai alat untuk mencapai kepastian hukum.35
34 Muhamad Erwin. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2011), hal. 123.
35 Utrecht & Moh. Saleh Jindang. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta: Ichtiar Baru,1983), hal. 14.
Kepastian hukum dalam bidang penanaman modal dibutuhkan untuk
mendukung iklim investasi yang kondusif. Pada dasarnya investor baik investor asing
maupun investor dalam negeri menginginkan iklim investasi yang kondusif. Investasi
khususnya oleh investor asing bukan hanya didasarkan pada keinginan investor
semata tetapi juga oleh karena suatu negara khususnya negara berkembang
membutuhkan investasi. Tujuan Investasi ini mempercepat laju pembangunan di
negara tersebut.36
Kepastian hukum dalam mendukung iklim investasi yang kondusif ditujukan
untuk mendukung suatu negara dalam memperoleh/mendatangkan investor agar dapat
mempercepat laju pertumbuhan pembangunan di negara tersebut. Dalam
mendatangkan investor, suatu negara harus memenuhi beberapa syarat, seperti;
37
Berikut akan diuraikan ketiga hal tersebut:
pertama, economic opportunity (peluang ekonomi), dimana investasi mampu
memberikan keuntungan secara ekonomis bagi investor, kedua, political stability
(stabilitas politik), dimana investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik dan
ketiga, kepastian hukum (legal certainty).
a. Peluang ekonomi (economic opportunity)
Peluang/kesempatan ekonomi bagi investor dibutuhkan untuk menarik modal
asing, seperti dekat dengan sumber daya alam, tersedianya bahan baku, tersedianya
lokasi untuk mendirikan pabrik, tersedianya tenaga kerja yang murah dan tersedianya
36 Ibid., hal. 114. 37 Erman Rajagukguk, Op. Cit., hal. 40.
pasar yang prospektif.38
Kesempatan ekonomi tersebut belum mampu diberdayakan secara maksimal
sehingga Indonesia tetap menjadi negara yang belum maju. Oleh karena itu segala
upaya ditempuh untuk menjadikan Indonesia lebih baik di masa yang akan datang
seperti mengupayakan pengembangan KEK untuk menunjang perekonomian
nasional.
Indonesia memiliki semua hal tersebut, sehingga Indonesia
dijadikan peluang investasi oleh investor. Pemerintah Indonesia sendiri
memberdayakan peluang ekonomi ini untuk mendatangkan investor di samping hal-
hal lain seperti kepastian hukum dan politik.
Pengembangan KEK sangat didukung oleh keadaan Indonesia yang memiliki
wilayah yang sangat luas, yang berada di jalur perdagangan internasional dan sangat
strategis, dengan kekayaan alam yang melimpah serta jumlah penduduk yang banyak.
KEK yang memiliki tujuan mengembangkan daerah untuk mendukung perekonomian
nasional harus dikelola dengan baik termasuk dengan jalan memberikan
fasilitas/kemudahan-kemudahan kepada investor agar mau menanamkan modalnya di
KEK selain didukung oleh jaminan keamanan dan infrastruktur yang baik. Sebab
sesuatu yang wajar jika investor menuntut jaminan keamanan, kemudahan dan
infrastruktur.39
Kemudahan atau fasilitas tersebut sangat berpengaruh dalam mendatangkan
investor terlebih investor asing dalam menanamkan modal di Indonesia khususnya di
38 Ibid., hal. 41. 39 Ibid., hal. 43.
KEK, sehingga di KEK wajib diberikan fasilitas secara khusus bagi investor dan
menjadi daya tarik tersendiri bagi investor agar peluang/kesempatan ekonomi yang
dimiliki oleh Indonesia benar-benar dapat dimanfaatkan demi kemakmuran bangsa
Indonesia. Adanya kemudahan atau fasilitas tersebut membuat keadaan iklim
investasi menjadi lebih kondusif.
b. Stabilitas politik (political stability)
Iklim investasi akan dipengaruhi oleh keadaan atau stabilitas politik suatu
negara. Demikian halnya dengan investor yang ingin menanamkan modalnya di
negara lain, bahwa ia mau datang ke suatu negara sangat dipengaruhi faktor stabilitas
politik (political stability).40 Terjadinya konflik elite politik atau konflik masyarakat
akan berpengaruh terhadap iklim investasi. Konflik politik sangat berpengaruh
terhadap dunia usaha. Penanam modal asing akan datang dan mengembangkan
usahanya jika negara yang bersangkutan terbangun proses demokrasi yang
konstitusional.41
Kondisi politik Indonesia dan iklim investasi yang buruk mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap arus modal, sehingga Indonesia tidak termasuk
negara favorit untuk berinvestasi.
42 Faktor lain yang menjadi penghambat investor
enggan datang ke Indonesia menurut Erman Rajagukguk,43
40 Sentosa Sembiring. Op. Cit., hal. 52.
yakni “kegagalan
mengatasi korupsi yang mewabah serta memperbaiki transparansi dan efisiensi”.
41 Erman Rajagukguk. Op. Cit., hal. 46. 42 Adig Suwandi. Pelarian Modal: Mengapa Terjadi?. Artikel Kompas, Rabu 26 Desember
2001. hal. 4-5. 43 Erman Rajagukguk. Op. Cit., hal. 48.
Suap untuk mendapatkan tempat dan izin investasi juga kerap terjadi yang sulit untuk
diberantas, sehingga dapat mempengaruhi iklim investasi.
Berkaitan dengan pengembangan KEK, bahwa stabilitas politik diperlukan
agar pengembangan KEK dapat dilaksanakan dengan baik. Pemerintah pusat dan
daerah harus sama-sama mendukung pengembangan KEK karena pemerintah pusat
dan daerah adalah bagian yang tak terpisahkan sebagai lembaga dalam pembangunan
KEK itu sendiri selain adanya lembaga lain seperti administrator KEK. Dukungan
dalam hal ini dengan adanya kebijakan-kebijakan baik pusat maupun daerah yang
sifatnya tidak menghambat pengembangan KEK tersebut, sehingga pemerintah
sangat berperan dalam mengembangkan KEK.
Kebijakan-kebijakan tersebut seperti di bidang pajak daerah dan retribusi
daerah serta perizinan yang harus disesuaikan dengan aturan dari pusat agar tidak
terjadi konflik politik karena daerah pada dasarnya ingin menambah pundi-pundi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan membuat kebijakan di bidang pajak daerah
dan retribusi daerah sedangkan pemerintah pusat menginginkan keringanan pajak
sebagai fasilitas bagi investor dengan tujuan menarik minat para investor. Selain itu
pemerintah pusat yang ingin cepat merealisasikan pembangunan daerah untuk
menunjang pembangunan nasional melalui suatu kebijakan tetapi harus terkendala
oleh kebijakan daerah misalnya belum adanya peraturan daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) sebagai dasar untuk menetapkan wilayah KEK yang juga
terkait dengan hak-hak atas tanah di lokasi KEK.
Kebijakan-kebijakan juga terkait dengan dampaknya di masyarakat yang
harus dicegah agar tidak terjadi konflik antara masyarakat, seperti terjadinya pro-
kontra antara kelompok masyarakat terhadap kehadiran adanya pembangunan di
daerahnya dan/atau penguasaan di bidang-bidang tertentu di KEK yang dapat
menghambat pengembangan KEK.
c. Kepastian hukum (legal certainty)
Sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi memerlukan aturan
yang jelas mulai dari izin untuk usaha sampai dengan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan.44
Peluang ekonomi (economic opportunity) dan stabilitas politik (Political
stability) harus dijamin dengan kepastian hukum. Kepastian hukum mutlak perlu bagi
pembangunan ekonomi.
45 Menurut Suparji, kepastian hukum merupakan unsur yang
sama pentingnya dengan stabilitas politik dan kesempatan ekonomi.46 Kepastian
hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat tetap, yang bisa dijadikan sebagai
pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.47
44 Ibid., hal. 51.
45 Erman Rajagukguk. Kepastian Hukum Mutlak Bagi Pembangunan Ekonomi : Badan Hukum, BUMN, dan Perlunya Amendemen UU Keuangan Negara, UU BUMN dan UU Anti Korupsi. Disampaikan pada diskusi “Peran dan Komitmen BUMN/BUMD dalam Memerangi Praktik Bisnis yang Koruptif dalam Kaitan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta 4 Juni 2012.
46 Budiman Ginting. Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi pada Fakultas Hukum, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 20 September 2008, hal. 6.
47Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. (Yogyakarta: Kanisius. 1992), hal. 42.
Kepastian hukum dalam bidang investasi disebutkan dalam Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal 3 Ayat (1) huruf a yaitu
“Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum”. Asas
kepastian hukum itu berarti “asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan
tindakan dalam bidang penanaman modal”.48 Hal ini diperlukan dalam mendukung
iklim investasi sehingga dapat menciptakan kepercayaan investor termasuk
penegakan hukum di bidang investasi, seperti yang dikemukan oleh Hendrik Budi
Untung49 “untuk mewujudkan sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi
diperlukan aturan yang jelas mulai dari izin untuk usaha sampai dengan biaya-biaya
yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan”. Hal senada juga
dikemukakan oleh Budiman Ginting bahwa:50
Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum tidak akan terlepas dari fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum yang terpenting adalah tercapainya keteraturan dalam kehidupan manusia dalam masyarakat. Keteraturan ini yang menyebabkan orang dapat hidup dengan berkepastian, artinya orang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat karena ia dapat mengadakan perhitungan atau prediksi tentang apa yang akan terjadi atau apa yang bisa ia harapkan. Dalam dunia usaha, kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketenangan dan kepastian berusaha. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah adanya konsistensi peraturan dan penegakan hukum di Indonesia. Konsistensi peraturan ditunjukkan dengan adanya peraturan yang tidak saling bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lain, dan dapat dijadikan pedoman untuk suatu jangka waktu yang cukup, sehingga tidak
48 Lihat penjelasan Pasal 3 Ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal. 49 Hendrik Budi Untung. Hukum Investasi. (Jakarta: Sinar Grafika. 2010), hal. 55. 50 Budiman Ginting. Op Cit., hal. 2.
terkesan setiap pergantian pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang bisa saling bertentangan. Perkembangan penanaman modal dipengaruhi oleh kepastian hukum atas hak-
hak dan kewajiban investor, disamping perkembangan situasi politik dan ekonomi.
Bagi investor, peluang harus diikuti dengan jaminan hukum (Legal quaranty) yang
memadai atas investasinya. Kepastian hukum dan jaminan hukum itu memberikan
kepastian dalam berusaha.51
Fasilitas bagi investor baik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal maupun Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009
Tentang Kawasan Ekonomi Khusus khususnya dalam hal industri yang menggunakan
barang produksi dalam negeri dan fasilitas pajak penghasilan, bukan merupakan suatu
kewajiban. Hal ini menandakan bahwa ketidakpastian industri yang dimaksud yang
bisa saja menggunakan barang produksi impor. Sedangkan untuk fasilitas terhadap
pajak penghasilan melalui peraturan penanaman modal hanya diberikan pada investor
tertentu sedangkan dalam peraturan tentang kawasan ekonomi khusus masih
menunggu peraturan pemerintah yang mengatur tentang pajak penghasilan.
Sisi lain bahwa kepastian hukum diperlukan di bidang kepabeanan dan cukai,
pajak daerah dan retribusi daerah, pertanahan dan perizinan serta keimigrasian
termasuk fasilitas dan kemudahan lain berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009
51 Janus Sidabalok. Pengantar Hukum Ekonomi. (Medan: Bina Media. 2003), hal. 50.
Tentang Kawasan Ekonomi Khusus sebab dalam undang-undang tersebut selalu
disebutkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Perundang-undangan yang dimaksud terkait dengan peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan bidang fasilitas dan kemudahan yang diberikan bagi investor,
yang dikhawatirkan akan saling tumpang tindih (overlapping), sehingga dapat
menimbulkan masalah, akibatnya tidak terakomodir kepastian hukum bagi investor.
Hal ini senada dengan pendapat Sentosa Sembiring yang menyatakan bahwa
“kepastian hukum dibutuhkan investor selain tunduk pada hukum investasi, tetapi
juga ketentuan lain seperti perpajakan, ketenagakerjaan, perizinan dan masalah
pertanahan”.52
Hal – hal yang berkaitan dengan fasilitas bagi investor yang telah dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan tidak serta merta memberikan kepastian hukum
sebab langkah selanjutnya harus ada penegakan hukum. David Kairupan menyatakan
bahwa
53“kepastian hukum tidak hanya berarti ketersediaan perangkat perundang-
undangan yang dibutuhkan dalam kegiatan penanaman modal, tetapi juga terkait erat
dengan penegakan atau pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan tersebut (law
enforcement)”. Seperti yang dikatakan oleh Hendrik Budi Untung bahwa54
52 Sentosa Sembiring. Op Cit., hal 16.
“Investor
tidak akan melihat insentif pajak seperti tax holiday sebagai daya tarik investasi,
53 David Kairupan. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia. (Jakarta: Kencana Media Group. 2013), hal. 6.
54 Hendrik Budi Untung. Op. Cit., hal. 56.
melainkan apakah ada jaminan keamanan maupun penegakan hukum”. Kepastian
hukum bukan hanya berdasarkan ada dalam peraturan tetapi juga dalam kenyataan.
Kepastian hukum dan politik dalam negeri merupakan bagian dari masalah-
masalah yang menyebabkan iklim investasi tidak kondusif. Iklim yang kondusif
tentunya akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia.55 Bila ada kepastian
hukum dalam berinvestasi, maka kegiatan investasipun akan berjalan dengan baik.56
2. Kerangka Konsep
Konsep dibutuhkan untuk suatu teori. Menurut Bahder bahwa “membangun
konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya merupakan kegiatan untuk
mengkonstruksi teori, yang akan digunakan untuk menganalisisnya dan
memahaminya”.57 Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari
abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.58
Rangkaian defenisi operasional dan konsep diperlukan dalam penelitian ini
agar tidak terjadi salah pemahaman atau pengertian dalam beberapa peristilahan
berikut ini:
Kerangka konsep dengan demikian merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antar konsep.
55 Erman Rajagukguk. Op. Cit., hal. 54. 56 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 21. 57Bahder Johan.Op.Cit. hal. 108. 58Tan Kamello. Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia, Suatu Tinjauan Putusan
Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara. Disertasi. PPs USU. Medan, hal. 35.
1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan
usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.59
2. Investor atau Penanam modal adalah perorangan atau badan usaha yang
melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing.
60
3. Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan
dengan batas tertentu dalam wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
fasilitas tertentu.
61
4. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
62
5. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
63
6. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang dimiliki oleh
penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.
64
59 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
60 Pasal 1 Angka 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. 61 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi
Khusus. 62 Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 63 Pasal 1 Angka 3 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
7. Investasi adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor, baik
investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka
untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.65
8. Fasilitas penanaman modal adalah kemudahan/fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah berupa kemudahan di bidang fiskal seperti perpajakan,
kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah; dan fasilitas
nonfiskal berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, dan
ketenagakerjaan.
66
9. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
67
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan uraian teknis yang digunakan dalam
penelitian68 sedangkan penelitian itu sendiri adalah suatu kerja ilmiah yang bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sitematis, metodologis dan konsisten.69
64 Pasal 1 Angka 7 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
65 H. Salim HS., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. (Jakarta: Rajawali Pers. 2012), hal. 109.
66 Lihat penjelasan umum Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
67 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 68 Bahder Johan. Op.Cit. hal.3. 69 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2001), hal. 1.
Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab permasalahan
hukum yang bersifat akademis dan praktis baik yang bersifat asas-asas hukum,
norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat maupun yang
berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat.70
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif atau yuridis normatif. Penelitian hukum normatif ini merupakan suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan
hukum dari sisi normatifnya.71 Penelitian hukum normatif ini disebut juga sebagai
penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis
hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book) maupun
hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided
by the judge through judicial process).72
Jenis penelitian hukum normatif ini digunakan karena mengacu kepada
bahan hukum yang berisi aturan – aturan/ asas-asas yang bersifat normatif. Oleh
karena itu penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek
70 H. Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika. 2009), hal. 19. 71Johnny Ibrahim. Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif. (Malang: Bayumedia
Publishing. 2005), hal. 47. 72 Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: PT Citra
Aditya Bakti. 2006), hal. 118.
penelitian.73
Penelitian hukum normatif digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur tentang fasilitas bagi
investor terkait dengan penanaman modal di KEK.
2. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada 3 (tiga) yaitu:
1. Sumber bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas
(autoritatif).74
a. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Bahan Hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-
undangan yang memiliki relevansi dengan penelitian ini yakni:
b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus
c. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 Tentang Pemberian
Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
73 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. (Jakarta: Ghalia
Indonesia. 1994), hal. 9. 74 H. Zainudin Ali. Metode Penelitian Hukum.Op.Cit., hal. 47.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang merupakan
dokumen yang tidak resmi, seperti buku, kamus, jurnal dan komentar atas
putusan hakim.75
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan Hukum tersier
yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum dan
ensiklopedia.
Oleh karena itu bahan hukum sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini adalah buku-buku, buletin dan internet yang berkaitan dengan
Fasilitas Bagi Investor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009
Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
76
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian terhadap bahan pustaka dengan
mengumpulkan bahan hukum primer melalui peraturan perundang-undangan, bahan
hukum sekunder melalui dokumen-dokumen atau risalah peraturan perundang-
undangan dan/atau buku-buku serta karya ilmiah lainnya dan mengumpulkan bahan
hukum tersier yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan
75 Ibid., hal. 54. 76 Abdul Khadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. 2004), hal. 82.
hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, majalah atau jurnal serta kamus
besar Bahasa Indonesia yang memiliki relevansi dengan pembahasan tesis ini.
4. Analisis Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang telah diperoleh dianalisis dengan cara kualitatif, yakni
melalui tahapan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan permasalahan dalam penelitian ini. Inventarisasi tersebut meliputi
peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal termasuk bidang
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), bidang kepabeanan dan cukai, keimigrasaian,
hak atas tanah dan bidang perpajakan seperti pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Pajak Penghasilan (PPh) termasuk
Pajak Penghasilan Badan serta peraturan di bidang pembagian urusan
pemerintahan.
b. Mensistematisasi peraturan perundang-undangan yang sudah diinventarisasi
untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
c. Menganalisis peraturan perundang-undangan untuk menemukan asas atau kaidah
serta konsep dari peraturan tersebut sehingga diperoleh hubungan antar asas,
kaidah dan/atau konsep dengan menggunakan kerangka teori.
d. Merumuskan kesimpulan dari permasalahan penelitian ini.