BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

43
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesta demokrasi baik pemilihan umum (Pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia dewasa ini sudah menjadi bidang baru yang membuat sejumlah pihak tertarik terjun di dalamnya, tidak terkecuali para artis. Beberapa tahun terakhir ini panggung politik Indonesia dimeriahkan dengan masuknya beberapa tokoh selebritis untuk bersaing terjun ke dunia politik. Baik dalam pemilihan calon anggota legislatif maupun kepala daerah. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatan para artis di dunia politik telah mewarnai dan menghiasai perjalanan politik indonesia. Keberhasilan Dede Yusuf sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat, Rano Karno menjadi Wakil Bupati Tangerang, Vena Menlinda, Nurul Arifin, Komeng dan artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi artis lain untuk turut serta menjadi politisi. Gambaran politik ini semakin mengukuhkan telah datangnya suatu era baru dalam demokrasi di Indonesia. Dari tahun ke tahun ketertarikan artis menjadi politisi semakin bertambah. Sebagai catatan, pada pemilu 2009 calon anggota legislatif dari kalangan artis sebesar 0,7 persen dari 8.762 jumlah caleg DPR RI. Namun yang berhasil mendapat jatah kursi DPR sebanyak 18 orang. Meskipun persentasenya sangat kecil dibandingkan jumlah keseluruhan anggota DPR RI, tingkat keberhasilan artis meraup banyaknya suara sangat signifikan. Bukti kuat tingginya tingkat keterpilihan artis adalah di daerah pemilihan (dapil) yang ada di jawa barat. Beberapa Dapil di Jabar berhasil menghantarkan 8 orang artis ke kursi DPR RI. Bahkan ada satu dapil di Jawa Barat yaitu Dapil Jabar II, berhasil mengantar 3

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesta demokrasi baik pemilihan umum (Pemilu) maupun pemilihan kepala

daerah (Pilkada) di Indonesia dewasa ini sudah menjadi bidang baru yang

membuat sejumlah pihak tertarik terjun di dalamnya, tidak terkecuali para artis.

Beberapa tahun terakhir ini panggung politik Indonesia dimeriahkan dengan

masuknya beberapa tokoh selebritis untuk bersaing terjun ke dunia politik. Baik

dalam pemilihan calon anggota legislatif maupun kepala daerah. Hal ini tidak

dapat dipungkiri bahwa keterlibatan para artis di dunia politik telah mewarnai dan

menghiasai perjalanan politik indonesia.

Keberhasilan Dede Yusuf sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat, Rano Karno

menjadi Wakil Bupati Tangerang, Vena Menlinda, Nurul Arifin, Komeng dan

artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi artis lain untuk

turut serta menjadi politisi. Gambaran politik ini semakin mengukuhkan telah

datangnya suatu era baru dalam demokrasi di Indonesia.

Dari tahun ke tahun ketertarikan artis menjadi politisi semakin bertambah.

Sebagai catatan, pada pemilu 2009 calon anggota legislatif dari kalangan artis

sebesar 0,7 persen dari 8.762 jumlah caleg DPR RI. Namun yang berhasil

mendapat jatah kursi DPR sebanyak 18 orang. Meskipun persentasenya sangat

kecil dibandingkan jumlah keseluruhan anggota DPR RI, tingkat keberhasilan

artis meraup banyaknya suara sangat signifikan. Bukti kuat tingginya tingkat

keterpilihan artis adalah di daerah pemilihan (dapil) yang ada di jawa barat.

Beberapa Dapil di Jabar berhasil menghantarkan 8 orang artis ke kursi DPR RI.

Bahkan ada satu dapil di Jawa Barat yaitu Dapil Jabar II, berhasil mengantar 3

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

2

artis ke senayan, disusul Dapil Jabar VIII sebanyak 2 orang artis, dan Dapil Jabar

IV VII dan IX masing-masing 1 orang.1

Sedangkan menuju pemilihan umum 2014, tingkat partisipasi artis yang

maju dalam bursa calon anggota DPR pun meningkat pesat. Data yang dilangsir

oleh Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) menunjukkan

jumlah sekitar 80 orang artis yang bergabung dalam perebutan kursi parlemen.2

Masyarakat pun mulai dihadapkan pada opini yang berkembang bahwa

ketertarikan artis untuk ikut pemilihan kepala daerah dan menjadi calon legislatif

pada mulanya bukan berdasar pada niat dari pihak artis itu sendiri, namun lebih

kepada ajakan dan rayuan partai politik. Hal tersebut tentu menguntungkan bagi

partai politik, dikarenakan popularitas artis yang dapat dimanfaatkan oleh partai

tersebut dalam meraup suara. Artis diyakini mampu menjadi modal untuk

memperbesar potensi raihan suara dalam pemilihan kepala daerah maupun

pemilihan umum. Partai-partai politik pun bersaing dalam mendapatkan kandidat

artis yang mumpuni dalam meraih suara terbanyak.

Istilah celebrity politics (politisi artis) sendiri mulai dikenal dalam terminologi

Ilmu Politik setelah para bintang film, pemain sinetron, komedian, dan penyanyi

terjun ke dunia politik, bukan sebagai penghibur panggung kampanye atau

pengumpul suara. Namun mereka dengan serius mengejar kursi jabatan publik

seperti anggota DPR, bupati, walikota, gubernur atau bahkan presiden.

Keterlibatan mereka dalam panggung politik sesungguhnya merupakan

sesuatu yang lumrah. Hal tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga

negara lain seperti Amerika Serikat. Ronald Reagen dan Arnold Schwarzenegger,

merupakan contoh artis yang juga masuk arena politik serta berhasil menjadi

presiden dan gubernur. Berbeda dengan sebagian artis Indonesia yang terjun di

1 M. Alinapiah Simbolon, Politisasi Artis Jadi Politisi diunggah di laman http://politik.

kompasiana.com/2013/03/03/politisasi-artis-jadi-politisi-538876 diakses pada 1 Oktober 2013 2 Artis Masih Menjadi Primadona Partai Politik dilangsir dari laman http://www.gresnews.com/berita/politik/14571411diakses pada 22 November 2013

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

3

dunia politik secara instan, mereka sejak awal aktif menjadi anggota partai politik

dan terlibat dalam program dan kerja-kerja partai.

Darrell West, penulis buku "Celebrity Politics", berpendapat, para artis tergiur

terjun ke jabatan publik akibat perkembangan media, khususnya televisi, dan

demokrasi.3 Televisi menjadi medium sempurna bagi selebriti untuk mendulang

kepopuleran dan citra diri. Sementara sistem pemilihan langsung, telah membuat

selebriti yang sudah populer dan dikenal publik menjadi pilihan masyarakat.

Popularitas artis memang berpotensi mendulang suara bagi partai politik. Para

selebriti yang berniat menjadi politisi tentu dituntut dedikasi dan loyalitasnya

pada rakyat. Rakyat tentu tidak mengharapkan kehadiran mereka sekadar sebagai

penghibur di lembaga eksekutif atau legislatif.

McGinniss dalam buku The Selling of The President 1968 pernah

menyebutkan adanya kekuatan penting yang diperankan oleh media massa dalam

pemilihan. Media massa mampu menentukan pilihan seseorang setelah ikut

membentuk, manipulasi citra yang dilakukan seorang kandidat.4 Terbukti, ada

peningkatan jumlah pemilih secara drastis terhadap seorang kandidat setelah

dipublikasikan media massa. Itulah sebabnya, artis-artis banyak didekati partai

politik untuk menjadi jagoan mereka. Karena sangat sedikit dari kader mereka

yang dikenal masyarakat. Maka dengan menjagokan artis, partai politik tak perlu

mengadakan sosialisasi dan memopulerkan nama dan nomor partainya. Namun

yang disesalkan, aspek kualitas menjadi dinomorsekiankan oleh partai politik.

Secara substansial, masyarakat belum dapat menemukan artis yang memiliki

gagasan politik yang jelas yang menjadikan mereka bisa diandalkan. Efek negatif

dari fenomena ini, menjadikan politik sebagai sesuatu yang terlalu cair.

Akibatnya, tak ada lagi pemahaman yang memadai tentang politik yang

kontemplatif dari para pelakunya. Dari sisi lain masuknya para artis dalam praktik

pemilihan di Indonesia memperlihatkan kurang berfungsinya kaderisasi partai

3 Selebriti Politik dilangsir dari laman http://www.antaranews.com/selebriti-politik diakses 1

Oktober 2014 4 Andi Dewananta, Artis dan Politik dipublikasikan dalam www.unisosdem.org diakses pada 30

Maret 2012

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

4

politik. Kontroversi pun berkembang. Beberapa pihak mendukung kehadiran artis

dalam kancah politik. Hal tersebut dikarenakan aktif di dunia politik itu

merupakan hak setiap orang. Namun, tentu saja tidak semua orang layak terjun ke

dunia politik, karena diperlukan sejumlah persyaratan berupa kapabilitas tertentu.

Apabila persyaratan tersebut terpenuhi, tidak ada kendala bagi artis atau siapa saja

untuk bergabung dengan parpol pilihan mereka, agar dapat berkiprah di dunia

politik.

Fenomena itu memunculkan dua pendapat yang bertentangan. Pendapat

pertama beranggapan bahwa masuknya para artis ke dunia politik adalah

fenomena biasa karena siapa pun berhak menjadi aktivis partai dan menduduki

jabatan politik. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa keterlibatan para artis

dalam politik adalah langkah yang salah karena dunia politik tidak sesuai dengan

para artis sehingga keterlibatan para artis dalam politik dianggap sebagai

pemanfaatan kesempatan yang ada untuk menduduki jabatan politik.

Artis saat ini masih dianggap sebagai public figure yang belum dapat

memenuhi kriteria sebagai calon wakil rakyat yang dapat diandalkan. Pengalaman

yang minim terkait aktivitas politik maupun sosial dan gaya hidup yang glamour

menunjukkan kurangnya kapabilitas mereka untuk dapat terjun ke dunia politik.

Kapabilitas yang masih dipertanyakan oleh masyarakat. Hal ini pun menjadi topik

yang sering diangkat di beberapa media di Indonesia. Beberapa media mencoba

untuk mengangkat masalah ini ke dalam bentuk produk jurnalistik dengan bingkai

dan framing yang berbeda-beda. Sebagian menganggap hal itu wajar, namun

banyak pula media yang memojokkan artis dan merepresentasikan mereka sebagai

politisi yang memiliki kapabilitas politik rendah.

Beberapa contoh media Indonesia yang menjadikan politisi artis sebagai

bahan pemberitaannya antara lain:

a) Detik News yang melangsir headline “Politisi Artis, Nama Populer

Kinerja Tak Moncer”. Dalam berita tersebut Detik mencoba untuk

memaparkan fenomena tentang politisi artis yang tidak semua memiliki

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

5

pengalaman yang mumpuni dalam politik praktis. Detik juga menukil

pendapat dari Sebastian Salang, Koordinator FORMAPPI, yang menyebut

sederet artis beken sengaja dipajang sebagai pemanis. Dan sebagian besar

kalangan artis di Senayan tidak menunjukkan kinerja yang berdampak luas

bagi publik. 5

b) Tempo juga melangsir berita dengan headline “Kualitas Politisi Artis

Masih Rendah”. Dalam tulisan ini Tempo menulis hasil press conference

dari Indonesia Indicator yang mengumumkan kualitas anggota DPR dari

kalangan artis masih rendah. Hasil tersebut didapatkan dari survey

pemberitaan politisi artis di media selama setahun terakhir. Menurut Staf

Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang, politisi dari

kalangan artis lebih banyak membicarakan diri sendiri daripada persoalan

Negara.6

c) Mantan Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan dalam media

massa Bisnis Indonesia turut memberikan tanggapan terkait politisi artis.

Dalam berita yang berheadline “Artis Jadi Politisi, Efek Negatif Berlipat

Bagi Citra Partai” Anis Baswedan bahkan memprediksi jumlah artis yang

akan terjun ke dunia politik pada 2014 akan menurun. Menurutnya

seorang artis yang menjadi politisi tidak akan hanya menjadi bahan

pemberitaan, namun juga akan ikut dikupas dalam infotainment. Sehingga

lebih berlipat efek negatif bagi citra partai.7

Selain beberapa media daring yang banyak mengangkat tema tentang politisi

artis, beberapa media televisi pun tak luput mengangkat hal tersebut dalam produk

jurnalistiknya, misalnya Metro TV dan TV One. Dua media televisi ini cukup

gencar dalam mengangkat fenomena politisi artis. Terlebih dalam program talk

5 Politisi Artis Nama Populer Kinerja Tak Moncer dilansir dari laman

http://news.detik.com/read/2013/07/29/152939/2317706/10/ diakses ada 22 November 2013. 6 Kualitas Politisi Artis Masih Rendah dilangsir dari laman

http://www.tempo.co/read/news/2013/04/26/078476153/ diakses ada 22 November 2013. 7 Artis Jadi Politisi Efek Negatif Berlipat Bagi Citra Partai dilangsir dari laman

http://www.bisnis-kti.com/index.php/2013/02/ diakses pada 22 November 2013.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

6

show berita mereka. Beberapa program talk show yang pernah mengangkat tema

politisi artis sebagai bahan obrolan dan pertanyaan diantaranya: Mata Najwa,

Gesture dan To the Point.

Penelitian ini sendiri akan melihat bagaimana komunikator, media televisi

Metro TV merepresentasikan politisi artis dalam program talkshow Mata Najwa.

Proses representasi tersebut meliputi beberapa dimensi dan elemen-elemen

pembentuk citra dan image. Melalui analisis yang mendalam, diharapkan

penelitian ini memunculkan hasil bagaimana politisi artis yang merupakan

narasumber digambarkan dan direpresentasikan melalui media televisi.

Di samping apa yang telah dipaparkan diatas, gagasan untuk meneliti masalah

ini bagi penulis juga dilatarbelakangi dengan maraknya fenomena artis yang

semakin banyak ikut bersaing dalam proses pemilu dan pilkada. Fenomena ini

merupakan sebuah wacana yang masih terbilang baru dalam proses demokratisasi

di Indonesia. Hal tersebut tentu menimbulkan kontroversi termasuk bagi media

massa televisi. Karena faktor popularitas seorang artis di media massa cukup

berpengaruh dalam menentukan pilihan politik masyarakat baik dengan

kemampuan dan kapabilitas yang mumpuni atau tidak. Dengan adanya penelitian

ini diharapkan muncul suatu gambaran bagaimana media merepresentasikan

politisi artis dan bagaimana politisi artis merepresentasikan dirinya sendiri dalam

sebuah tayangan televisi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana representasi kapabilitas politisi artis menuju pemilu 2014 yang

dibangun oleh Metro TV dalam tayangan talkshow Mata Najwa?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana media televisi Metro TV merepresentasikan

kapabilitas politisi artis dalam tayangan program Mata Najwa.

2. Untuk mengetahui bagaimana teks dan bahasa yang dibentuk oleh Metro

TV dalam tayangannya terhadap maraknya fenomena politisi artis.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

7

3. Untuk mengetahui bagaimana artis menunjukkan kemampuannya sebagai

seorang politisi yang baik dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

dilontarkan oleh pembawa acara.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai dokumentasi dan bahan evaluasi bagi Partai-partai politik

2. Sebagai bahan kajian dan referensi bagi pihak-pihak yang terkait dengan

topik penelitian

3. Memperkaya kajian di bidang ilmu komunikasi, khususnya komunikasi

politik

E. Kerangka Pemikiran

1. Media Massa dalam Proses Politik

Ada dua pendekatan utama dalam studi mengenai komunikasi politik

sebagaimana yang dikemukakan oleh Ann C. Crigler. Pendekatan tertua dan

dominan dalam studi komunikasi politik adalah efek media yang menitik-beratkan

pada pengaruh media kepada khalayak, memeriksa aliran komunikasi dan

pengaruh dari sumber melalui saluran yang membawa pesan kepada publik.8

Berbeda dari pendekatan ini adalah pendekatan konstruksionis. Fokus

pendekatan ini adalah bagaimana pesan politik dibuat dan diciptakan oleh

komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif ditafsirkan oleh individu

sebagai penerima. Pendekatan konstruksionis memusatkan perhatian kepada

bagaimana seseorang membuat gambaran mengenai suatu peristiwa politik,

personalitas, konstruksi melalui dimana realitas politik dibentuk dan diubah.

Sehingga semua pihak, baik individu, institusi, atau kelompok mempunyai peran

yang sama dalam menafsirkan dan mengkonstruksi peristiwa politik.9

8 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, LkiS, Yogyakarta, 2002,

hlm. 19. 9 Ibid.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

8

Memang secara teoritis, media massa memiliki posisi yang penting dalam

memediasi berbagai kepentingan. Media massa mampu memediasi kegiatan

politik dari politisi kepada masyarakat. Dan sebaliknya, media juga bisa

memediasi opini, tuntutan, atau reaksi masyarakat kepada politisi. Dengan kata

lain, media massa adalah ruang lalu lintas bagi segala macam ide-ide yang

menyangkut kepentingan orang banyak.10

Setidaknya jika kita perhatikan, ada tiga kecenderungan sikap media dalam

suatu peristiwa politik, misalnya pada pemilihan umum. Pertama, sikap

konservatif atau pro status-quo. Sikap ini bisa kita lihat pada pemberitaan yang

mengedepankan kisah sukses pemerintah yang sedang berkuasa tanpa diimbangi

kritik yang tajam atas kekurangan-kekurangannya.

Kedua, sikap progesif atau cenderung ke perubahan. Sikap ini tampak pada

liputan media itu sendiri tentang perlu tidaknya perubahan atau pergantian

kekuasaan.

Ketiga, sikap skeptis atau apatis. Sikap ini bisa kita lihat pada pemberitaan

yang hanya menggunakan peristiwa pemilu sebagai momentum untuk menyajikan

berita bisnis dan hiburan sebagai trademark-nya, media jenis ini cenderung

menghindari kontroversi dengan cara tidak memuatnya sama sekali. Selain itu,

keterlibatan pemilik media dalam tim sukses kandidat pemerintah turut

mempengaruhi kualitas dan kuantitas jurnalisme politik yang diterapkan

medianya.11

Dalam aktivitas sebuah media berita, faktor jurnalisme dipengaruhi oleh dua

dorongan, (1) bertolak dari pemenuhan kebutuhan masyarakat akan realitas.

Dalam hal ini jurnalisme merefleksikan masyarakat dengan mensyaratkan asumsi

bahwa informasi yang bernilai adalah realitas yang berlangsung di masyarakat, (2)

bertolak dari dorongan sebuah misi khusus atau disebut dorongan misionaris. Hal

10

Ali Novel, Peradaban Komunikasi Politik, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999, hlm. 290. 11

Eriyanto, Op.Cit., hlm. 76.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

9

ini berkaitan dengan kecenderungan kuat dari wartawan atau komunikator untuk

mengubah masyarakat sesuai dengan standar kehidupannya.12

Dorongan kedua inilah yang akan banyak mempengaruhi corak jurnalisme

serta keberpihakan atau afiliasi terhadap satu ideologi atau kepentingan tertentu.

Mendukung pernyataan di atas, Brian McNair lebih menegaskan pandangannya

tentang kekuatan media massa sebagai aktor politik.

“The media make statements about politics in their own right, in the form of

commentaries, editorials and interview questios. These stetements may have a

significant impact on the wider political environment.”13

McNair juga memandang peran penting media sebagai aktor politik, “The

media should be viewed as important as political actors in themselves not only do

they transmit the message of political organization to the public, but they

transform them through various process of news-making and interpretation.”14

Berkaitan dengan pengaruh komunikasi massa, Gurevitch dan Blumler

menyebutkan bahwa “(mass) communication influences if people’s political

opinions and attitudes”.15

Seringnya media massa memberitakan tentang peristiwa-peristiwa politik

yang bekaitan dengan suatu partai atau seorang kandidat akan bisa mempengaruhi

perilaku politik khalayak. Dengan kata lain, yang berpengaruh dalam hal ini

adalah intensitas pesan media massa itu sendiri. Berikut ini tiga karakteristik

pesan media massa yang ditulis oleh Shirley Biagi. (1) A message is sent out using

some from of mass media (such as newspapers or television); (2) the message is

12

Ashadi Siregar dalam Haryo Setyoko, Upaya Pembukaan Dagang Indonesia-Israel Oleh

Presiden Abdurrahman Wahid di Harian Umum Republik, Skripsi-S1 Jurusan Ilmu Komunikasi

FISIPOL UGM, Yogyakarta, 2007, hlm. 27. 13

Brian McNair, An Introduction to Political Communication, Routledge, London, 2003, hlm. 47 14

Ibid. 15

James Curran, et. al. Mass Communication and Society, Sage, California, 1977, hlm. 270.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

10

delivered rapidly; (3) the message reaches large groups of different kinds of

people simultaneously or within a short period of time.16

Banyak aspek dari media massa yang membuat dirinya penting dalam

kehidupan politik. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

a) Daya jangkauan (coverage) yang sangat luas dalam menyebarluaskan

informasi politik; yang mampu melewati batas wilayah (geografis),

kelompok umur, jenis kelamin dan sosial-ekonomi-status (demografis),

dan perbedaan paham dan orientasi (psikografis).

b) Kemampuannya melipatgandakan pesan (multiplier of message) yang luar

biasa.

c) Sebuah media dapat memberikan wacana sebuah peristiwa politik sesuai

pandangannya masing-masing. Kebijakan redaksional yang dimilikinya

menentukan penampilan isi peristiwa politik yang diberitakan.

d) Tentu saja dengan fungsi agenda setting yang dimilikinya, aspek inilah

yang membuat media memiliki kesempatan yang sangat luas (bahkan

hampir tanpa batas) untuk memberitakan sebuah persitiwa politik.

e) Pemberitaan peristiwa politik oleh suatu media lazimnya berkaitan dengan

media lainnya hingga membentuk rantai informasi (media as links in other

chains). Hal ini akan menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran

informasi politik dan dampaknya terhadap publik.

Adapun kenyataan yang kita saksikan saat ini dimana para penguasa berusaha

senantiasa mengendalikan media massa disebabkan karena tugas media massa itu

sendiri yakni untuk menenangkan wacana politik. Dengan wacana politik itulah

kelak menentukan persepsi atau opini publik terhadap suatu partai atau seorang

penguasa, terutama berkenaan dengan legitimasi dan delegitimasi kekuasaan.17

16

Shirley Biagi, Media Impact, Wadsworth, California, 1990, hlm. 13. 17

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, Granit, Jakarta, 2004, hlm. 76.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

11

2. Politik Selebriti

a. Kritik Maraknya Selebriti dalam Kancah Politik

Reformasi telah menciptakan posisi tawar yang lebih dominan pada politisi

dibandingkan pada massa sebelumnya. Situasi ini mendatangkan euphoria politik

yang mengharuskan adanya peningkatan kemampuan komunikasi politik para

politisi. Maraknya aktifitas politik yang dilakukan oleh politisi merupakan

fenomena menarik untuk dicermati. Upaya membangun sebuah citra positif

menjadi sebuah kerja besar. Salah satunya menerapkan sebuah pencitraan partai

politik dengan menghadirkan sosok yang mampu menaikkan citra partai, yakni

dengan menghadirkan para artis dalam aktifitas komunikasi politik partai. Bukan

hanya sebagai penghibur namun turut serta aktif dalam memperebutkan kursi

pemerintahan.

Agenda politik itulah yang kini membuat ruang politik di Indonesia banyak

dihiasi oleh sosok popular, dan public figure dari industri hiburan. Kehadiran

Marissa Haque, Vena Melinda, Angelia Sondakh, Miing, Eko Patrio dan sejumlah

artis lainnya sebagai politis hasil dari Pemilihan Umum tahun 2009 yang berasal

dari kalangan selebriti merupakan gambaran perubahan pola politik di Indonesia.

Sosok mereka yang identik dengan dunia keartisan, industri hiburan dan gaya

hidup yang glamour menjadi hal yang dipertanyakan atas kapabilitas mereka

sebagai politisi. Karier politik pun tidak diawali dengan track record dalam dunia

politik sama sekali.

Kandidat politisi yang tidak memiliki jejak politik kuat diuntungkan oleh

mekanisme pemilihan umum langsung pertama yang dilakukan berdasarkan

sistem semi distrik. Hal tersebut terjadi karena tidak hanya nama wakil rakyat

yang ditulis di kertas suara, namun juga mulai terpampang foto-foto mereka.

Dalam pemilu 2009 sendiri banyak selebriti yang masuk ke kancah politik,

menggunakan popularitasnya untuk mengumpulkan suaranya. Para kompetitor

politisi lainnya yang tidak dikenal rakyat tiba-tiba mendapat saingan berat dengan

munculnya wajah-wajah para politisi selebriti ini karena wajah mereka sering

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

12

tampil di media. Lebih banyak dikenal sehingga lebih popular di mata para calon

pemilihnya.

Fenomena terpilihnya selebriti ke panggung politik baik di Indonesia maupun

di Negara-negara demokrasi lainnya, memperlihatkan kekuatan selebriti sudah

mampu untuk menggalang massa (vote getter) dan dipergunakan untuk menjaring

pemilih bagi partai politik. Selebriti dijadikan produk politik atau kandidat untuk

ditawarkan bagi pasar pemilih melalui strategi political marketing. Posisi tawar

yang besar bagi para artis untuk masuk dalam bursa politik menciptakan sebuah

opera baru dengan pentas yang berbeda. Konstelasi politik pun semakin marak,

tatkala artis-artis yang dikenal masyarakat hadir mengunjungi daerah-daerah

untuk menyemarakkan kampanye masing-masing partainya.18

Namun muncul

pula stereotip negatif artis yang hanya menjadi vote getter dalam pesta demokrasi.

Beberapa media dan lembaga swadaya masyarakat memberikan komentar terkait

partisipasi artis dalam politik tersebut.

Berikut kutipan tertulis dari berita online, yang mengukuhkan stereotip artis

hanya sekedar sebagai vote getter dalam suatu partai politik; “Lembaga kajian

The Indonesian Institue (TII) berpendapat, perekrutan artis-artis ke partai politik

masih efektif sebagai pengumpul suara (vote getter) dalam Pemilu legislatif tahun

2009, karena mereka dinilai dapat menaikkan citra partai politik. Namun untuk

jabatan eksekutif, seperti bupati, walikota dan gubernur, apalagi presiden, masih

sulit bagi masyarakat untuk berspekulasi dengan memilih artis, kata Direktur

Eksekutif TII, Jefrey Geovanie. Namun ia memberikan pengecualian bagi artis

yang popular dan konsisten di dunia hiburan, seperti halnya Ronald Reagen di

Amerika Serikat, tentu punya peluang untuk dipilih di jabatan eksekutif.

Menggunakan artis sebagai vote getter sebenarnya bukan hal yang baru di

pentas politik Indonesia. Misalnya di era Orde Baru, artis senior sudah ditarik ke

partai politik. Berdasarkan catatan, pada Pemilu 2004, artis-artis juga dijadikan

18

Wahyuni Choiriyati, Popularitas Selebiti Sebagai Komoditas Politik, Ilmu Komunikasi

FISIPOL UPN, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 2, Yogyakarta, 2011, hlm 128-142.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

13

sebagai pengumpul suara dengan mengajukannya sebagai calon anggota dewan,

seperti di Partai Demokrat, Golkar, PAN dan PDIP.

Stereotip politisi artis yang dijadikan sebagai vote getter memang sudah

dipahami sebagian masyarakat Indonesia. Di masyarakat Indonesia, dalam

memperoleh dukungan politik, popularitas masih menjadi hal yanga amatlah

penting. Karena itu selebritis yang identik dengan publikasi sangat mudah

memperoleh dukungan politik. Namun yang menjadi pertanyaan adalah fenomena

popularitas dalam dunia politik ini apakah akan menjadikan kualitas demokrasi

dalam suatu negara menjadi lebih baik atau fenomena tersebut akan memperburuk

kualitas demokrasi suatu Negara.

Peluang untuk mendapatkan dukungan yang besar dari pemilih selayaknya

ditentukan oleh popularitas dari partai politik itu sendiri. Ada cukup banyak aspek

yang mendasari terbentuknya popularitas partai politik. Mulai nama besar pendiri,

kontribusinya secara langsung kepada para pemilih, pendidikan politik terhadap

masyarakat baik pemilih maupun bukan pemilihnya, hingga orang-orang yang

menggerakkannya. Kunci untuk memenangkan popularitas ini terletak dari

kemampuan partai politik dalam memahami cara berpikir calon-calon

pemilihnya, bukan didasarkan pada kemampuan untuk memahami apa yang

diinginkan oleh calon pemilihnya. Sejauh manakah kontribusi mereka dalam

percaturan politik ditanah air, dan sejauh manakah pula partai-partai politik

memanfaatkannya.

Keikutsertaan artis dalam politik semakin meningkat seiring dengan

berubahnya konstelasi politik di Indonesia mulai dari masa orde baru sampai

pasca orde baru. Pada pemilihan umum tahun 2014 ini, juga menunjukkan

peningkatan dalam partisipasi artis dalam politik. Jumlah keikutsertaan artis ini

hampir merata di semua partai yang lolos menuju Pemilihan Umum 2014. Berikut

tabel jumlah partisipasi artis dalam partai politik sebagai calon anggota DPR pada

periode 2014-2019.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

14

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Politisi Artis

Jumlah Politisi Artis

Diagram 1.1

Jumlah Caleg Artis

Sumber: www.kpu.go.id

Seiring maraknya partisipasi artis dalam pemilu 2014, media massa pun

banyak yang kembali mengangkat tema ini. Dalam beberapa media tersebut lebih

banyak cenderung memojokkan para politisi artis tersebut. Politisi artis masih

dianggap belum dapat diandalkan untuk menjadi wakil rakyat. Hanya sebagian

kecil saja media yang mengangkat peran politis artis yang efektif dalam pentas

politik Indonesia. Terlebih lagi dengan tersangkutnya salah satu politisi yang

berlatar belakang artis, Angelina Sondakh dalam kasus korupsi, media pun gencar

memberitakan kasus ini. Masyarakat semakin dihadapkan pada pertanyaan-

pertanyaan yang kontroversial tentang kapabilitas artis sebagai politisi yang

diharapkan dapat memegang tanggung jawab secara baik.

Berdasarkan pada pemberitaan di berbagai media yang memberikan citra

negatif kepada sosok politisi artis, peneliti menyimpulkan beberapa hal yang

memunculkan kontroversi tentang politisi artis, diantaranya adalah:

1) Gaya hidup artis yang tampak glamour dan jauh dari kesan sederhana.

2) Kurangnya kapabilitas, pengalaman dan track record dalam hal politik.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

15

3) Artis hanya dipandang sebagai vote getter.

4) Mencuatnya kasus artis yang terjerat masalah korupsi.

5) Artis lebih banyak membicarakan tentang kehidupan pribadi di media

dibanding masalah Negara.

Selain itu, sebagian besar pemahaman tentang keterlibatan artis hanya sebatas

pada upaya mencari sensasi. Beberapa media pun tidak luput mengangkat tema

seputar selebriti politisi tersebut. Diantara media itu justru menempatkan artis

sebagai figuran politik seperti dalam survey Kompas periode 13-14 Agustus 2008.

Merujuk pada survey Kompas dengan responden sebanyak 837 orang dengan usia

diatas 17 tahun ke atas, menyatakan 75 persen menyatakan tidak setuju

keterwakilan artis sebagai wakil rakyat. Survey ini tidak memberikan opsi atas

kiprah artis yang memiliki kecerdasan dan kompetensi di bidang politik.19

3. Kapabilitas Kepemimpinan

Berbicara masalah kapabilitas seorang calon anggota legislatif yang

merupakan bagian dari seorang pemimpin, maka erat kaitannya dengan

kepribadian pemimpin itu sendiri. Kepribadian tersebut akan mencerminkan

bagaimana kualitas kepemimpinannya. Oleh sebab itu perlu diketahui lebih jelas

apa saja kepribadian seorang pemimpin yang ideal.

Mulai dari permulaan abad 20 sampai sekarang ini, para peneliti telah fokus

dalam menaruh perhatian mereka untuk menemukan karakteristik pemimpin yang

ideal dan sukses. Beberapa penelitian telah diadakan untuk mengidentifikasi

kepribadian seorang pemimpin yang efektif. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan banyaknya kepribadian yang penting dimiliki oleh seorang

pemimpin, setiap kepribadian tersebut berpengaruh dalam proses kepemimpinan.

Misalnya, dalam beberapa investigasi para peneliti menemukan kepribadian

yang sangat penting diantaranya: prestasi, konsisten, inisiatif, percaya diri,

19

Wahyuni Choiriyati, Popularitas Selebiti Sebagai Komoditas Politik, Ilmu Komunikasi

FISIPOL UPN, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 2, Yogyakarta, 2011, hlm 128-142.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

16

bertanggungjawab, kooperatif, toleran, berpengaruh, memiliki jiwa sosial, dapat

mengarahkan, memiliki motivasi yang tinggi, memiliki integritas, kemampuan

kognitif, mengetahui tugas dan masalah, dan terbuka. Beberapa kepribadian

tersebut membuat para peneliti mengidentifikasi 6 karakteristik penting bagi para

pemimpin secara umum,20

diantaranya:

a. Intelektualitas

Intelektualitas merupakan salah satu kepribadian yang sangat penting bagi

seorang pemimpin yang ideal. Intelektualitas disini juga termasuk kemampuan

seorang pemimpin dalam berkomunikasi, kemampuan dalam mempersepsikan

sesuatu, dan kemampuan dalam memberikan alasan. Kemampuan inilah yang

membuat seseorang menjadi pemikir dan pemimpin yang baik. Intelektualitas

pemimpin merupakan salah satu indikator yang tepat. Mereka sadar atas apa yang

terjadi di sekitarnya dan mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Hal tersebut

sangatlah penting bagi seorang pemimpin dalam mengetahui seberapa besar peran

mereka dan bagaimana cara mereka dalam mempelajari sebanyak mungkin segala

sesutu yang terdapat di lingkungan kerja. Sehingga mereka akan lebih tahu

tentang kondisi, masalah dan menambah perhatian mereka terhadap situasi

tersebut.

b. Percaya diri

Menjadi seorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi merupakan

salah satu kepribadian yang penting bagi seorang pemimpin. Orang yang percaya

diri akan merasa yakin dan percaya bahwa dia akan meraih tujuan dan apa yang

mereka inginkan. Seorang pemimpin yang percaya diri akan merasa kuat dan

nyaman terhadap posisi mereka. Dia tidak akan meremehkan dirinya sendiri,

namun mereka akan bergerak maju melakukan tugas dan tanggung jawab dengan

visi yang jelas. Pemimpin yang percaya diri akan merasa yakin bahwa apa yang

dia lakukan dan apa yang dia putuskan merupakan hal yang tepat. Hal tersebut

20

Peter G, Northouse, Introduction Leadership Concept and Practice, SAGE Publication, Inc,

London, 2009, hlm. 20-25.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

17

menunjukkan bahwa rasa percaya diri merupakan kepribadian dalam melakukan

sesuatu dengan perasaan positif kepada dirinya sendiri dan kemampuannya untuk

meraih kesuksesan.

Di dalam proses kepemimpinan, rasa percaya diri dapat ditumbuhkan melalui

pemahaman atas apa yang dibutuhkan oleh diri sendiri. Selain itu juga rasa

percaya diri juga dapat dikembangkan dengan dilatih sebaik mungkin. latihan

tersebut dapat menjadi acuan bahwa seorang pemimpin yang menginspirasi

melakukan segala sesuatu yang memang harus dilakukan. Seseorang yang

bergabung dalam satu kegiatan kepanitiaan atau kegiatan sosial walaupun dalam

bagian yang kecil akan melatih kepemimpinan orang tersebut.

Sedangkan orang yang sangat aktif dalam kegiatan kepemimpinan atau

lainnya akan dapat menambah rasa percaya dirinya dan memperkuat keinginannya

untuk berperan sebagai seorang pemimpin. Oleh sebab itu seseorang yang mau

mengambil kesempatan untuk melatih jiwa kepemimpinan mereka melalui

berbagai pengalaman akan menambah kepercayaan diri dan kemampuan

memimpinnya. Sehingga pengalaman dalam kegiatan baik kegiatan organisasi

atau kegiatan sosial akan menambah kemampuan kepemimpinan seseorang.

c. Karisma

Salah satu kepribadian seorang pemimpin yang perlu diperhatikan adalah

soal karisma. Karisma merupakan salah satu kepribadian pemimpin yang khas dan

menarik karena melalui karisma inilah dapat memberikan efek yang besar dalam

proses kepemimpinan. Selain itu karisma merupakan karakteristik kepribadian

yang khusus dimiliki seorang pemimpin untuk meningkatkan kapabilitas dalam

melakukan hal yang luar biasa. Hal ini merupakan kekuatan lain yang dimiliki

pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. Salah satu contoh pemimpin yang

berkarisma yakni John F Kennedy, yang mana memberikan motivasi kepada

rakyat Amerika melalui gaya orasinya yang karismatik. Sehingga dengan gayanya

tersebut dia mampu memberikan pengaruh yang besar di Amerika.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

18

Karisma bukan kepribadian yang biasa dimiliki setiap orang. Hanya beberapa

orang yang memiliki karisma tertentu. Beberapa peneliti menunjukkan sikap dan

perilaku yang dimiliki oleh pemimpin yang karismatik.21

Diantaranya, pemimpin

yang karismatik mampu menjadi sosok teladan dan menjadi contoh bagi orang

yang ingin mengikuti nilai-nilai yang dipegangnya. Pemimpin yang karismatik

juga menunjukkan kompetensinya di beberapa aspek kepemimpinan, sehingga

orang akan mempercayai keputusan yang diambilnya. Pemimpin yang berkarisma

berusaha untuk mengartikulasikan tujuan yang jelas dan nilai-nilai yang kuat.

Selain itu pemimpin yang karismatik mampu memberikan harapan besar bagi

orang lain dan menunjukkan percaya dirinya dalam mencapai apa yang

diharapkan.

d. Tekad

Tekad merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang efektif bagi

seorang pemimpin. Pemimpin yang memiliki tekad yang bulat sangat fokus dan

bertanggungjawab dalam tugas yang dimilikinya. Mereka tahu apa masalah yang

dihadapi dan bagaimana harus menyelesaikannya. Tekad merupakan sifat yang

sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan segala sesuatu, termasuk didalamnya

terdapat beberapa karakter diantaranya inisiatif, konsisten dan kerja keras. Orang

yang memiliki tekad yang besar berusaha untuk meningkatkan kapasitas dirinya,

mereka juga proaktif dan memiliki kapasitas yang baik dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapi. Selain itu orang yang memiliki kepribadian ini juga

berusaha untuk menunjukkan dominasinya khususnya dalam memberikan bantuan

kepada orang yang membutuhkan.

Ada beberapa orang yang memiliki tekad kuat yang telah berhasil melakukan

hal yang luar biasa. Salah satunya adalah Nelson Mandela. Mandela yang

memiliki keinginan besar untuk menyelesaikan masalah apartheid di Afrika

Selatan akhirnya berhasil menghapus bentuk diskriminasi tersebut. Walaupun dia

telah dipenjara selama beberapa tahun, namun dia tetap bertekad pada

21 Ibid., hlm. 22.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

19

pendiriannya. Dia berkomitmen untuk meraih tujuannya tersebut dan tidak pernah

putus asa. Mandela mampu menjadi contoh seorang pemimpin yang memiliki

tekad, fokus dan disiplin.

e. Jiwa Sosial

Salah satu kepribadian yang penting bagi seorang pemimpin adalah jiwa

sosial. Pemimpin yang berjiwa sosial akan mampu untuk membangun hubungan

sosial yang baik. Masyarakat membutuhkan pemimpin yang berjiwa sosial dan

mampu berkomunikasi dengan mereka. Pemimpin yang mau menunjukkan jiwa

sosialnya merupakan tipikal orang yang bersahabat, mau mendengarkan orang lain

dan mampu berdiplomasi dengan baik. Mereka tipe pemimpin yang peka dan

menunjukkan perhatiannya terhadap orang yang sedang membutuhkan bantuan.

Selain itu mereka juga memiliki kemampuan interpersonal yang baik dan mampu

menciptakan hubungan kerjasama di lingkungan sekitarnya.

f. Integritas

Kepribadian yang terakhir dan sangat penting bagi seorang pemimpin yang

ideal adalah integritas. Karakter pemimpin yang memiliki integritas yang baik

adalah seorang jujur dan dapat dipercaya. Seseorang yang memegang prinsip

secara kuat dan bertanggungjawab atas apapun yang dia lakukan. Pemimpin yang

memiliki integritas akan memberikan keyakinan kepada orang lain dan

masyarakat, karena dia akan tetap jujur dan melakukan apa yang telah

diucapkannya. Pemimpin ini termasuk tipe pemimpin yang loyal, independen dan

transparan. Hal tersebut dikarenakan integritas membuat pemimpin dapat

dipercaya oleh orang lain dan masyarakat.

Sikap integritas merupakan bagian dalam membentuk sosok pemimpin yang

ideal. Hal tersebut dikarenakan integritas merupakan aspek penting dalam

meningkatkan kualitas pemimpin dalam mempengaruhi orang lain. Apabila

masyarakat tidak percaya dengan pemimpinnya, maka kualitas pengaruh

pemimpin tersebut sangat lemah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa integritas itu

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

20

sendiri bagian pendukung dalam sebuah kepemimpinan. Karena apabila integritas

seorang pemimpin dipertanyakan, maka kualitas kepemimpinannya pun turut

dipertanyakan.

4. Konsep dan Proses Representasi Media

a. Konsep Representasi

Pada dasarnya, studi media massa mencangkup pencarian makna dan pesan.

Basis studi komunikasi adalah „proses komunikasi‟ sedangkan inti dari „proses

komunikasi‟ adalah „makna‟ itu sendiri. Terkait dengan makna, spektrum

pembicaraan akan menyangkut fungsi ketersembunyian (unconsciousness) yang

ada di balik media massa. Kenyataan itu berangkat dari fungsi media yang

disadari maupun tidak telah menentukan pemikiran, persepsi, opini, dan bahkan

perilaku masyarakat. Pada saat inilah media dipandang sebagai penyampai image.

Image ini tidak terbatas pada sesuatu yang kasat mata, melainkan juga sesuatu

yang „tampak‟ dan hadir pada batin sebagaimana yang sering disebut Horowitz

dalam “Theory of Imagination”. 22

Untuk memahami ekspresi hubungan antara teks media dengan realitas

budaya, konsep representasi sering digunakan. Secara semantik Giaccardi Chiara

mengartikan representasi sebagai to depict, to be a picture of, atau to act or speak

for (in the place, in the name of) somebody.23

Berdasarkan makna-makna tersebut,

to represent bisa didefinisikan sebagai to stand for, yang menjadi sebuah tanda (a

sign) untuk sesuatu atau seseorang. Ia adalah sebuah tanda yang tidak sama

dengan realitas yang direpresentasikan, tetapi dihubungkan dan mendasarkan diri

pada realitas tersebut. Representasi mendasarkan diri pada realitas yang menjadi

referensinya. Dalam pembahasan kajian ini, referensi yang digunakan adalah

politik dan budaya.

22

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Rosdakarya, Bandung, 2003 hlm. 111. 23

Ratna Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan: Antara Realitas, Representasi, dan Simulasi,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 61.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

21

Menurut Tim O‟Sullivan, istilah representasi memiliki dua pengertian.24

Pertama, representasi sebagai sebuah „proses sosial‟ dan representing. Kedua,

representasi sebagai „produk‟ dari proses sosial representing. Istilah yang pertama

merujuk pada proses, sedangkan yang kedua merupakan produk dari pembuatan

tanda yang mengacu ada suatu makna. Proses representasi sendiri melibatkan tiga

elemen. Pertama, sesuatu yang direpresentasikan, disebut objek; kedua,

representasi itu sendiri, yang disebut sebagai tanda; dan ketiga, adalah

seperangkat aturan yang menentukan hubungan tanda dengan pokok persoalan,

disebut coding.

Istilah representasi itu sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, satu

kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok,

atau gagasan tersebut dalam teks ditampilkan sebagaimana mestinya, kata

semestinya ini mengacu pada apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa

adanya, ataukah diburukkan atau ditampilkan sempurna tanpa cela.

Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan

cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Disini hanya citra

yang buruk saja ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari

pemberitaan. Kedua, bagaimana reresentasi tersebut ditampilkan. Dengan kata

lain, kalimat, eksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang, kelompok, atau

gagasan tertentu ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak. 25

Pentingnya dua hal diatas paling tidak berasal dari daya konstruksi makna dan

citra yang menjadi implikasi dari representasi. Seperti telah dipahami bahwa

konsep representasi berasal dari kata represent yang berarti mewakili,

menggambarkan, memainkan peran, melambangkan, menunjukkan, yang pada

intinya merujuk bukan pada sosok, benda sesungguhnya. Jadi representasi adalah

perwujudan sesuatu dalam „bingkai‟ lain yang tidak pernah sama, serupa, persis

24

Ibid. 25

Eriyanto, Op. Cit., hlm. 113.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

22

dengan „aslinya‟. Secara singkat representasi berarti gambaran atau perwakilan.26

Dalam dunia jurnalistik, konsep inilah yang berlaku. Artinya media massa dalam

penyajiannya selalu merupakan sebuah representasi atau gambaran sosok atau

fenomena yang mereka angkat menjadi bahan berita. Fakta bahwa kemudian

audiens selalu merasa bahwa berita di media massa adalah sebagai persitiwa itu

sendiri hanyalah karena „pembiasan‟ yang dimungkinkan oleh bekerjanya

kekuatan organisasi media massa.

Hal ini secara tegas dikatakan oleh Stuart Price bahwa “representation mark a

different stage from the representation mades by objects and life-forms in the real

world…..means the way in which ideas, objects, people, groups, and life-forms

are depicted by the mass media”.27

Penggambaran atau pelukisan yang dilakukan

oleh media massa tentu saja bukanlah realitas peristiwa itu sendiri, karena itu

tidak bisa disamakan antara realitas dunia nyata peristiwa dengan apa yang yang

diberitakan oleh media massa. Disinilah makna representasi memainkan

peranannya.

Terkait dengan proses bagaimana menghadirkan sebuah berita oleh seorang

wartawan, menurut Fiske minimal ada tiga tingkatan. Level pertama, terjadi

peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Bagaimana peristiwa itu

dikonstruksi sebagai realitas oleh wartawan media. Dalam bahasa gambar

(khususnya televisi) hal ini selalu berhubungan dengan aspek-aspek konkret

semisal pakaian, lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Di sini, realitas selalu siap

ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut

sebagai sebuah realitas.

Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan

berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Disini kita menggunakan

perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat teknis itu adalah kata, kalimat

atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Dalam bahasa gambar, alat itu berupa

26

Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Penerbit Arkola, Surabaya,

1994. 27

Price Stuart, Media Studies, Longman Group Limited, London, 1999, hlm. 33.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

23

kamera, pencahayaan, editing, atau musik. Pemakaian kata-kata, kalimat, atau

proposisi tertentu akan membawa suatu makna tertentu pula ketika diterima oleh

khalayak. Level ketiga, pada tataran berikutnya adalah bagaimana peristiwa

tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis.

Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam

koherensi sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam

masyarakat (patriarki, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya). 28

Berbicara dalam tataran teks, maka unsur utama yang menciptakan

representasi yang kemudian diinterpretasikan itu adalah unsur kebahasaan.

Bahasalah yang menjadi alat memediasi khalayak yang membaca ataupun

menonton media massa. Apabila terjadi kesalahpahaman (misinterpretasi) maka

paling tidak itu berawal dari tidak dipahaminya bahasa yang digunakan dalam

menyamaikan pesan sebagai sebuah representasi peristiwa. Karena itu mengupas

tentang bahasa menjadi relevan untuk dilakukan pada bagian ini. Bahasalah yang

dipakai oleh wartawan untuk menggambarkan realitas yang direkamnya. Pada

titik ini terjadi keunikan bagaimana wartawan sebagai kepanjangan organisasi

media melakukan proses memaknai realitas.

Menurut Eriyanto, paling tidak ada dua proses yang dilakukan media.

Pertama, memilih fakta. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi bahwa

wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Kedua, menuliskan

fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan

kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat, dan proposisi

yang bagaimana, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan lain

sebagainya. 29

Konsep representasi digunakan untuk menggambarkan ekspresi hubungan

antara teks (media) dengan realitas. Representasi merupakan proses di mana para

anggota sebuah budaya menggunakan bahasa atau gambar untuk memproduksi

makna. Bahasa dalam hal ini didefinisikan secara lebih luas, yaitu sebagai sistem

28

Eriyanto, Op.Cit., hlm. 114. 29

Ibid., hlm. 116.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

24

apapun yang menggunakan tanda-tanda. Tanda disini dapat berbentuk verbal

maupun nonverbal. Representasi juga berarti konsep yang digunakan dalam

proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan,

video, film, fotografi dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi

makna melalui bahasa.

Berger dan Luckmann mencoba memahami representasi sebagai bagian dari

konsep objektivasi.30

Representasi dalam teori konstruksi sosial merupakan

representasi simbolik, dimana bahasa memegang peran penting dalam proses

obyektivasi terhadap tanda-tanda karena bahasa mampu mendirikan bangunan-

bangunan representasi simbolis yang kenyataan hidup sehari-hari. Bahasa

digunakan untuk mensignifikasi makna-makna yang dipahami sebagai

pengetahuan yang relevan dengan masyarakat.

Stuart Hall mencoba melengkapi pengertian representasi melalui Theory of

Representation. Terdapat tiga pendekatan untuk menjelaskan bagaimana

representasi dari bahasa menghasilkan sebuah makna. Ketiga pendekatan tersebut

adalah the reflective, the intentional dan the constructionis (contructionist

approach).

Di dalam the reflective approach, makna ditujukan untuk mengelabuhi objek

yang dimaksudkan, baik itu orang, ide ataupun suatu kejadian di dunia yang

nyata, dan fungsi bahasa sebagai cermin, untuk merefleksikan maksud sebenarnya

seperti keadaan yang sebenarnya di dunia. Sedangkan intentional approach

merupakan pendekatan yang berkaitan erat dengan pembicara atau penulis yang

menekankan pada diri sendiri mengenai pemaknaan yang unik di dunia ini melalui

bahasa. Kata-kata yang dihasilkan memiliki makna sesuai dengan apa yang

diinginkan oleh penulis.31

30

Ibid. 31

Stuart Hall, Representation : Cultural Representation and Signifying Practises, Sage, London,

1997, hlm. 25.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

25

Representasi merupakan sebuah sistem yang memiliki proses. Dalam hal ini,

Stuart Hall membaginya ke dalam dua bagian, antara lain:

1) Representasi Mental, yaitu konsep-konsep yang ada dalam kepala kita

melalui indera kita, seperti objek yang kita lihat, sesuatu yang kita dengar

dan sesuatu yang kita rasakan.

2) Representasi Bahasa, yaitu konsep-konsep yang telah kita pahami melalu

indera diwujudkan dalam bentuk kata-kata untuk mendapatkan suatu

makna.

Salah satu unsur budaya yang paling berpengaruh dalam merepresentasikan

sebuah objek, peristiwa, atau simbol adalah bahasa. Bahasa adalah sebuah

medium yang menjadi perantara kita dalam memaknai sesuatu, memproduksi, dan

mengubah makna. Melalui bahasa (simbol, kata tertulis, kata lisan, atau gambar)

kita dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide kita tentang sesuatu.

Makna sesuatu hal itu sangat tergantung dari cara kita merepresentasikannya.

Representasi merekatkan semua tanda-tanda menjadi makna dan makna

sendiri bersifat subjektif, tidak pernah tetap, selalu berubah dan selalu bergerak.

Ada 3 pendekatan yang dikemukakan oleh Stuart Hall mengenai representasi

makna dan bahasa32

, antara lain:

1) Pendekatan Reflektif, yaitu bahasa dimaknai sebagai refleksi dari

kenyataan.

2) Pendekatan Intensional, yaitu bahasa dimaknai sebagai kehendak dari

penulis (author).

3) Pendekatan Konstruksionis, yaitu bahasa merupakan serangkaian kata-kata

yang ditafsirkan hingga memiliki makna.

32

Ibid.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

26

b. Proses Representasi Media Massa

Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil

dari suatu proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan hal lain

diabaikan. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk

melakukan representasi tentang sesuatu mengalami proses seleksi. Proses tersebut

dilihat mana yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-

tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain

diabaikan. Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai sebuah proses

perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara terlihat dengan penggunaan

tanda baik itu gambar, suara dan lain sebagainya, untuk menampilkan ulang

sesuatu yang diserap, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik.

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi, yakni petama representasi

mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta

konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua,

bahasa yang berperan penting dalam konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada

di kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat

menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-

simbol tertentu. Media sebagai pembentuk teks banyak menciptakan bentuk-

bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjukkan

bagaimana seseorang atau kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan

dalam sebuah informasi.

Isi media bukan hanya pemberitaan tetapi iklan dan hal-hal lain di luar

pemberitaan. Sama halnya dengan berita, iklan juga merepresentasikan orang-

orang, kelompok atau gagasan tertentu. John Fiske merumuskan tiga proses yang

terjadi dalam representasi melalui tabel berikut ini.33

33 Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi,

Mitra Wacana Media, Jakarta, 2011, hlm.123.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

27

Tabel 1.1

Tiga Proses dalam Representasi

1 Realitas

Ada beberapa bentuk realitas diantaranya: teks seperti dokumen transkip

wawancara dan acara televisi seperti perilaku, penampilan, pakaian, ucapan,

bahasa, gerak-gerik, ekspresi, dan sebagainya

2 Representasi

Realitas dibentuk dan ditandakan secara teknis. Dalam teks seperti kata,

proposisi, kalimat, foto, caption, grafik dan sebagainya. Dan dalam acara

televisi seperti bahasa, pengambilan gambar, musik, tata cahaya dan

lainnya. Elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode representasi

yang memasukkan hal-hal yang akan menggabarkan objek (karakter, narasi,

setting, dialog dan lainnya)

3 Ideologi

Semua elemen diatur dalam koheransi dan kode ideologi, seperti

individualisme, liberalisme, sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialisme

dan sebagainya

Sumber: John Fiske, Television Culture, Routledge, London, 1987, hlm. 5-6.

Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi

sendiri dapat berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah

akibat makna yang juga berubah. Setiap saat terjadi proses negosiasi dalam

pemaknaan. Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi

merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan

intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga

terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha

konstruksi. Karena pandangan terhadap sesuatu akan menghasilkan pemaknaan

baru, yang mana hal tersebut merupakan akibat dari konstruksi pemikiran

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

28

manusia. Jadi, sebuah makna diproduksi dan dikontruksi melalui proses

representasi, yakni melalui praktik penandaan dan simbolisasi.

5. Representasi dalam Program Televisi

Media massa, khususnya media televisi memang tidak pernah jauh dari

konsep representasi. Televisi mampu membangun sebuah konstruksi melalui

representasi. Membangun pemahaman tertentu atas sebuah realitas. Neil Casey

menjelaskan bahwa representasi, tidak peduli seberapa realistis tayangannya, yang

kita lihat di layar merupakan hasil konstruksi, terkait keputusan tentang apa yang

harus direkam, dimana menempatkan kamera, bagaimana mengedit materi yang

ada dan sebagainya.34

Hal ini berkaitan dengan representasi realitas sosial dalam media sebagaimana

diungkapkan McQuail, media diyakini sebagai cermin yang merefleksikan realitas

sosial, sehingga apa yang kita saksikan di media merupakan gambaran yang

sebenarnya atas realitas. Lebih dari itu, media saat ini tidak hanya merefleksikan

realitas, tetapi juga merepresentasikan realitas. 35

Realitas sosial dihadirkan kembali oleh media lewat proses representasi

dengan mengolah kembali realitas tersebut sehingga hadir dengan kemasan yang

baru sehingga menjadi realitas media. Dengan begitu, media massa telah

melakukan konstruksi atas realitas.36

Termasuk konstruksi gambaran terhadap

kelompok-kelompok tertentu. Seperti penggambaran akan sosok politisi artis

dengan kemampuan dan kapabilitas yang dimilikinya.

Oleh karena itu, tidak heran jika muncul istilah second reality atau realitas

kedua sebagai hasil dari konstruksi dan olahan media atas realitas sosial. Second

reality diartikan sebagai hasil dari penciptaan model-model realitas yang

ditentukan oleh media. Dalam hal ini media televisi merekonstruksi realitas yang

34

Neil Casey, Television Studies: The Key Concepts,Routledge, London, 2002, hlm. 144. 35

Dennis McQuail, Media Performance: Mass Communication and The Public Interest, SAGE

Publications, London, 1992, hlm. 161-168. 36

Ibid.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

29

begitu kompleks, diolah, dan dipilih sehingga menjadi rangkaian realitas kedua

dalam tayangannya.

Rangkaian realitas kedua atau second reality dalam media itu hadir dalam

bentuk bahasa simbolik yang hadir dalam tanda dan simbol-simbol. Dalam hal ini

media televisi menggunakan tanda-tanda tertentu dalam bentuk audio dan visual

untuk mengkonstruksi realitas. Realitas empiris dikonstruksi menjadi realitas

simbolik yang dalam hal ini berarti menjadi realitas media.

Kemampuan media massa dalam mengkonstruksi realitas itulah yang

mempengaruhi cara kita memandang apa yang terjadi di sekitar kita. Termasuk

menimbulkan gambaran lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat.

Terjadilah apa yang disebut dengan stereotipe. Stereotipe merujuk pada tindakan

atau sikap seseorang yang dapat dianggap merefleksikan sifat keseluruhan dari

suatu kultur, jenis kelamin, umur, suku, kelas, atau nasionalitas.

Stereotipe kadang juga diartikan sebagai alat yang digunakan oleh seseorang

untuk memberi label pada orang lainnya. Pada praktiknya, individu melihat orang

lain dan memulai untuk membuat generalisasi mengenai atribut fisik dan

intelektual yang dimiliki oleh orang tersebut dan kemudian menggolongkan

mereka ke dalam kategori tertentu.37

Televisi sendiri merupakan alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi

berasal dari kata tele dan vision yang mempunyai arti jauh (tele) dan tampak

(vision). Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

kehidupan manusia. Bagi sebagian orang televisi dapat menjadikan cerminan

perilaku masyarakat, dan televisi juga mampu membujuk kita untuk

mengkonsumsi banyak dan lebih banyak lagi program-program acara yang ada di

televisi.38

Sebagai media audio visual, televisi muncul karena adanya

perkembangan teknologi. Kehadirannya, setelah beberapa penemuan seperti

telepon, telegraf, fotografi serta rekaman suara.

37

Rakhmat, J, Psikologi Komunikasi, Rosda Karya, Bandung. 2007. 38

Morissan, Jurnalistik Televisi Mutahir, PT. Ramadina Prakarsa, Jakarta, 2005, hlm. 1.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

30

Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikasi dan informasi.

Informasi yang disampaikan televisi lebih mudah dimengerti karena jelas

terdengar secara audio dan terlihat secara visual. Pesan- pesan yang disampaikan

langsung mempengaruhi otak, emosi, dan sikap pemirsa.39

Televisi sebagai media

penyiaran yang banyak menarik banyak audien setiap harinya, tentu memiliki

kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihan media penyiaran televisi

diantaranya memiliki daya jangkaun yang luas, maka televisi dapat memilih

secara selektivitas dan fleksibilitas dalam menjangkau penontonnya dengan

beragam program yang dihasilkan dari stasiun televisi nasional maupun televisi

lokal.

Televisi bisa menghibur, menciptakan opini publik, rumor bahkan mendorong

sikap masyarakat terhadap suatu isu dapat pula membunuh karakter seseorang

atau sebuah objek. Di sisi lain televisi dapat membuat masyarakat bertambah

cerdas, kritis atau justru tenggelam dalam pola pikir yang destruktif.

Fokus perhatian yang dilakukan televisi membuat penonton membutuhkan

waktu khusus dan fokus terhadap tayangan yang disaksikan. Sedangkan unsur

Prestise dalam televisi masih sangat dipandang karena pada unsur inilah orang

mudah dikenal dan bisa menjadi public figure. Penggambaran akan seorang tokoh

pada televisi dapat secara cepat menjangkau penonton karena televisi media yang

menggunakan perangkat audio visual yang dapat memunculkan nilai yang

menimbulkan rasa nyaman kepada audien dalam tiap programnya.40

Dalam penelitian ini, perangkat audio visual yang dimiliki televisi memiliki

peranan sangat dalam proses representasi itu sendiri. Elemen representasi pada

acara talkshow Mata terdiri dari tanda verbal dan nonverbal yang tampak dari

bahasa verbal dan gambar dalam setiap program acara. Bahasa verbal adalah

bahasa tutur yang diucapkan oleh pembawa acara maupun narasumber, maupun

bahasa tulis seperti caption dan slogan yang tercantum pada layar televisi. Selain

39

Adi Badjuri, Analisis Televisi, Graha Bina, Yogyakarta, 2010, hlm. 5-6. 40

Asti Musman dan Sugeng WA, Marketing Media Penyiaran Bukan Sekedar Jual Kecap,

Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2011, hlm. 88-90.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

31

verbal yang tidak kalah pentingnya adalah unsur nonverbal dalam tayangan

talkshow tersebut yang disebut juga dengan paralanguage ‐ terdiri dari gesture

fisik, kontak mata, bahasa tubuh, latar, pakaian, dan sebagainya yang bisa

dimaknai.

Program acara talk show sendiri merupakan bagian dari produk jurnalistik

yang hadir dalam media televisi dengan memanfaatkan fungsi audio visual yang

dimiliki oleh media televisi. Terdapat tiga aspek yang dimiliki oleh acara talk

show sebagai produk jurnalistik yakni:41

1) Pembawa acara

Dengan penampilan audio visual, televisi mampu memberi alternatif

tontonan yang informatif. Pembawa acara yang tampak memiliki integritas

dan kemampuan dalam menarik penonton untuk tetap menonton tayangan

talkshow. Selain itu penampilan pembawa acara yang santai, bersahabat,

dan komunikatif mampu mengajak penonton untuk lebih antusias

mengikuti tayangan tersebut.

2) Narasumber

Salah satu kelebihan televisi adalah khalayak dapat mendengar

narasumber yang menuturkan kesaksiannya tentang suatu kejadian secara

langsung. Hal ini tidak dapat ditemukan di media cetak. Dengan

penampilan audio visual, penonton dapat melihat secara langsung

bagaimana narasumber menjawab setiap pertanyaan. Penonton dapat

mendengar jawaban-jawaban narasumber secara langsung dan melihat

bagaimana narasumber meyampaikan jawaban tersebut. Baik dari sisi

ekspresi, gesture maupun penampilan narasumber.

3) Bahasa

41 Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktek, Simbiosa Rekatama Media, Bandung,

2006, hlm. 63.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

32

Di dunia jurnalistik, terdapat perbedaan dalam menggunakan bahasa.

Bahasa formal ditekankan pada media cetak seperti koran dan majalah,

sedangkan bahasa informal sering dipakai di dunia jurnalistik televisi.

Bahasa formal merupakan bahasa tulis yang kaku dan tidak menimbulkan

intimacy, kecuali dalam penulisan khas seperti feature. Sementara itu,

bahasa informal merupakan bahasa tutur yang memungkinkan terjadinya

kontak antara komunikator dalam hal ini pembawa acara dengan

narasumber atau juga audience.

Berdasarkan pemaparan kerangka pemikiran yang telah peneliti jelaskan

sebelumnya, selanjutnya peneliti akan menggambarkan dan merumuskan konsep

yang akan digunakan dalam mengolah dan menganalisis data yang sudah

ditentukan.

F. Kerangka Konsep

Dari penjabaran kerangka pemikiran diatas, maka peneliti akan memberikan

batasan-batasan mengenai konsep yang akan digunakan pada penelitian ini.

Seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya bahwa representasi merupakan

proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan mengabaikan hal

lainnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini representasi politis artis dibentuk

dengan cara menyeleksi hal-hal yang dipandang penting oleh pembawa acara

untuk ditampilkan dan diinformasikan kepada masyarakat.

Proses representasi dalam program talkshow Mata Najwa ini dapat dijabarkan

kedalam tiga hal, yakni penentuan narasumber, dialog (bahasa verbal) yang

dibangun antara pembawa acara dan narasumber, dialog ini merupakan point

utama yang akan lebih menjelaskan proses representasi politisi artis itu sendiri

dan terakhir adalah elemen-elemen penunjang representasi itu sendiri yakni

bahasa non verbal yang berupa gambar maupun teks atau data tertulis. Ketiga hal

tersebut dibentuk dan diproses dengan perangkat audio visual yang dimiliki media

televisi tersebut. Berikut adalah gambaran singkat mengenai alur analisis dalam

penelitian ini.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

33

Bagan 1.1 Alur Analisis Representasi Program Mata Najwa

Konsep Representasi

Sumber: Olah data peneliti

Program talk show Mata Najwa sama seperti program talk show di Metro TV

lainnya, dalam proses produksi program ini harus melewati berbagai aktivitas

produksi untuk menghasilkan sebuah program acara televisi. Sehingga dalam

proses produksi acara televisi diharuskan memiliki manajemen produksi yang

baik, dalam hal ini proses pertama dalam produksi acara televisi adalah

perencanaan/planning.

Pada fungsi perencanaan atau planning ini merupakan tahapan pertama dalam

penerapan manajemen produksi yang berisi berbagai macam kegiatan produksi

mulai dari pra-produksi, produksi hingga pasca produksi. Dalam hal ini peneliti

berusaha memaparkan berbagai aktivitas atau proses pembuatan produksi program

acara televisi sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan secara efektif dan

efisien dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan usaha kreativitas dari

team work nya sendiri.

Tahapan pertama dalam setiap proses persiapan tayangan program talk show

adalah menyiapkan konsep ide yang akan digarap menjadi satu topik bahasan dan

tema yang menarik. Daya tarik program talk show terletak pada topik

pembicaraan atau permasalahan yang dibicarakan. Dalam hal ini, ada tiga kategori

Pemilihan

Narasumber Mata

Najwa

Audio: Bahasa verbal,

dialog dan komentar

Visual: Bahasa non

verbal, penampilan,

gesture, ekspresi.

Visual: gambar, video

sisipan dan teks tertulis

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

34

untuk mengetahui sampai seberapa jauh permasalahan itu menarik.42

Pertama,

masalah itu merupakan masalah yang sedang menjadi pergunjingan di masyakarat

atau masalah yang sedang hangat di masyarakat. Kedua, masalah itu mengundang

kontroversial dan konflik di antara masyarakat. Ketiga, masalah itu menyangkut

atau bersangkut-paut dengan kepentingan masyarakat banyak dan masyarakat

membutuhkan informasi serta jawaban yang jelas mengenai permasalahan

tersebut.

Setelah tahap pengumpulan tema sudah dilakukan tahapan berikutnya adalah

menentukan narasumber. Dalam menentukan narasumber setiap talk show

memiliki standar masing-masing. Mata Najwa merupakan talk show yang

menyajikan tema-tema sosial politik. Program ini selalu berusaha untuk

menghadirkan narasumber-narasumber yang menarik. Ada tiga kategori tokoh

yang menarik yaitu pertama, ia adalah seorang public figure atau idola (panutan)

masyarakat. Kedua, salah satu tokoh yang paling ahli atau diangggap paling

menguasai bidang atau permasalahan. Ketiga, tokoh kontroversi, kritis, dan vocal.

Pemilihan narasumber terkait dengan prinsip prominence atau seberapa penting

arti bintang tamu tersebut terhadap audiens.43

Menurut Timberg, dalam sebuah program acara televisi yang berformat talk

show memiliki elemen-elemen tertentu. Elemen-elemen itu terdiri dari naskah

atau materi talk show yang digunakan, penggunaan host sebagai pembawa acara

serta bintang tamu yang diundang dalam program talk show.44

Bintang tamu atau

narasumber merupakan salah satu elemen terpenting dalam program talk show.

Karena dialog akan terbangun dengan adanya wawancara antara pembawa acara

dan narasumber.

42

Ibid., hlm. 89. 43

Ibid., hlm. 97. 44

Jane Shattuc, The Talking Cure: TV Talk Shows and Women.1997 terarsip dalam laman

http://talkshows.about.com/cs/daytimetalkshows/a/postwar.htm diakses tanggal 22

Oktober 2014

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

35

Bagan 1.2 Elemen-elemen dalam format talkshow

Host

Naskah Narasumber

Sumber: Olah data peneliti

Penentuan atau pemilihan narasumber merupakan elemen yang pertama dalam

menjelaskan representasi sebuah program acara talk show. Dalam penelitian

representasi politisi artis ini, peneliti tidak akan menjelaskan proses pemilihan dan

penetapan narasumber, namun peneliti akan lebih fokus dalam melihat sosok

narasumber tersebut. Program takshow Mata Najwa ini termasuk dalam issue-

oriented talkshow, yakni jenis talkshow yang berkaitan dengan isu tertentu.

Dalam konteks penelitian ini talkshow Mata Najwa mengangkat tentang isu

keterlibatan artis dalam agenda politik. Sehingga narasumber yang dipilih

merupakan sosok artis yang aktif terlibat dalam proses politik baik itu yang baru

memulai atau yang sudah lama aktif. Selain itu proses representasi juga tidak

lepas dari objek yang direpresentasikan, yakni artis itu sendiri.

Oleh sebab itu peneliti akan menggali lebih dalam terkait sosok narasumber

yang diundang dalam program takhshow Mata Najwa. Aspek penelitian sosok

narasumber ini dilihat dari beberapa hal diantaranya: latar belakang sosok artis

tersebut dan korelasi antara narasumber (artis) dengan tema atau isu yang

diangkat dalam program talkshow. Pertanyaan dalam elemen ini adalah apakah

narasumber yang dipilih merupakan narasumber yang kredibel di bidangnya atau

narasumber yang kontroversial.

Elemen representasi kedua dalam penelitian ini adalah dialog. Dialog disini

merupakan proses wawancara antara pembawa acara dan narasumber atau bintang

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

36

tamu. Dalam penelitian ini, peneliti tidak akan melihat sisi ideologis akan tetapi

lebih fokus terhadap representasi yang terlihat ditilik dari dialog yang terjadi. Dari

dialog yang terbangun, peneliti akan mengkaji bahasa dan jawaban narasumber

atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pembawa acara. Elemen kedua ini

merupakan elemen pokok untuk melihat representasi politisi artis dalam tayangan

talk show Mata Najwa. Oleh sebab itu peneliti mencoba untuk membuat konsep

penelitian untuk menganalisis dialog atau bahasa verbal antara pembawa acara

dan narasumber dengan membaginya kedalam dua kategori, yakni:

1. Kapabilitas Politisi

Pembahasan ini akan meneliti dialog yang terjadi antara pembawa

acara dan narasumber dengan mengkaji jawaban-jawaban dari narasumber

yang berkaitan atas pertanyaan pembawa acara terkait kredibilitas dan

kapabilitas seorang politisi artis. Pembahasan ini sendiri bertujuan untuk

meneliti representasi narasumber dilihat dari aspek politik praktis. Dalam

pokok bahasan ini peneliti membaginya menjadi beberapa sub bahasan

diantaranya:

a) Pengetahuan Politik

Pengetahuan politik yang mumpuni menjadi salah satu aspek

kapabilitas seorang politisi. Dengan pengetahuan poliik yang baik,

seorang politisi akan mengetahui situasi dan kondisi yang akan

dihadapinya. Sehingga dia akan mempersiapkannya dengan baik

pula.

b) Penguasaan gagasan atas isu publik

Bagi seorang politisi sudah selayaknya mengetahui isu-isu apa saja

yang berkembang di masyarakat. Selain itu dia juga mengerti

secara detail permasalahan-permasalahan negara apa saja yang

harus segera diselesaikan. Oleh sebab itu gagasan-gagasan yang

efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut menjadi salah satu

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

37

aspek penting yang harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang

politisi. Gagasan implementatif yang dimiliki oleh seorang politisi

menjadikannya lebih terpecaya di mata masyarakat.

c) Kepribadian atau Pengalaman Kepemimpinan

Politisi yang kredibel dan memiliki nilai kapabilitas yang baik

ditunjang dengan pengalaman yang dimiliki. Dengan pengalaman

yang dimilikinya, seorang politisi akan mengerti apa yang harus

dilakukan dan apa yang harus diperbaiki. Selain itu kepribadian

kepemimpinan juga menjadi aspek penting bagi seorang politisi

untuk menunjukkan dirinya layak menjadi wakil rakyat.

Kepribadian kepemimpinan itu akan terlihat dari segala macam

pengalaman kepemimpinan yang dimilikinya.

2. Popularitas Artis

Pembahasan ini akan digunakan dalam meneliti dialog antara

pembawa acara dengan narasumber denga mengkaji jawaban-jawaban

narasumber atas pertanyaan yang diajukan oleh pembawa acara terkait hal-

hal yang menyangkut keartisan narasumber atau bintang tamu dan

mengkorelasikan aspek popularitasnya dengan aktifitas politik.

Pembahasan ini bertujuan untuk meneliti representasi narasumber dilihat

dari aspek keartisan. Dalam pokok bahasan ini peneliti membaginya

menjadi beberapa sub bahasan diantaranya:

a) Vote Getter

Seorang artis berkaitan erat dengan popularitas yang dimiliki.

Dengan popularitas yang dimilikinya, masyarakat luas dapat

mengenal sosok artis tersebut. Dia dapat menarik perhatian massa

dengan cepat. Maka tak heran apabila dengan ketenarannya, artis

mampu menarik suara massa yang cukup banyak. Oleh sebab itu,

banyak partai politik yang mencoba untuk dapat menaikkan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

38

perolehan suara secara instan dengan cara merekrut artis untuk

terjun ke ranah politik. Dengan banyaknya argumen terkait

partisipasi artis ke dalam agenda politik hanya sebagai vote getter

menguatkan pertanyaan atas kapabilitas artis tersebut.

b) Isu-Isu Keartisan

Seorang politisi yang memiliki latar belakang artis akan terlihat

memiliki kapabilitas yang baik apabila dia lebih aktif berbicara di

depan publik terkait isu-isu publik, dan mampu menyampaikan

gagasan-gagasan atas masalah yang ada di tengah masyarakat

dibanding bicara soal isu-isu keartisannya. Selayaknya dia lebih

fokus menunjukkan dirinya sebagai politisi bukan sebagai sosok

artis yang terkenal.

c) Kontroversi dan Sensasi

Sosok artis sangat lekat dengan adanya kontroversi dan sensasi.

Hal ini tentu dapat menjadi boomerang yang cukup kuat untuk

dapat dipercayai publik. Masyarakat akan memandang negatif atas

sosok yang kontroversial tersebut. Opini publik yang berkembang

ini sangat menentukan tingkat kepercayaan masyarakat atas sosok

artis yang ingin maju ke ranah politik untuk menjadi wakil rakyat.

Oleh karena itu banyak artis mencoba untuk menutupi segala

kontroversi dan sensasi yang pernah terjadi kepadanya agar dapat

mendapat kepercayaan publik yang tinggi.

Beberapa pokok bahasan yang telah peneliti jabarkan diatas menjadi pegangan

peneliti untuk mengkaji representasi yang terdapat dalam objek penelitian.

Dengan konsep sistematis akan memudahkan peneliti untuk mengkaji teks yang

terdapat dalam dialog antara pembawa acara dan narasumber. Untuk lebih

jelasnya, dapat dilihat bagan di bawah ini:

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

39

Bagan 1.3 Konsep Penelitian Representasi Pada Dialog atau Bahasa Verbal

Representasi Politisi Artis

Kapabilitas Politisi Popularitas Artis

Pengetahuan Politik Kepribadian/Pengalaman Vote Getter Kontroversi dan sensasi

Kepemimpinan

Penguasaan gagasan atas isu publik Isu-isu Keartisan

Sumber: Olah data peneliti

Selain elemen-elemen yang telah peneliti jabarkan diatas, terdapat atribut-

atribut pendukung yang dapat membantu proses representasi yang terdapat di

media massa. Fungsi elemen ini sendiri sebagai penguat dan penekan aspek

representasi lainnya. Dan terkadang elemen pendukung ini menjadi bagian

penjelas dalam proses representasi media massa. Elemen-elemen pendukung ini

dapat berupa teks tertulis, argumen dari narasumber sekunder, dapat juga berupa

visual image, gambar, video atau ekspresi dan gestur yang ditampilkan.

G. Metodologi Penelitian

Dalam pembahasan metodologi penelitian yang dipakai, perlu dikaji hal-hal

mengenai metode analisis isi, objek penelitian, dan metode pengumpulan serta

analisis data.

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang akan dipakai ialah pendekatan

kualitatif. Dalam penelitian kualitatif dikenal istilah instrument, artinya peneliti

yang bertindak selaku instrument itu sendiri. Analisis isi kualitatif menekankan

pandangan yang terpadu berbicara atas teks dan konteks khusus. Analisis isi

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

40

kualitatif bukan sekedar menghitung kata-kata atau penggalian konten obyektif

dari teks melainkan untuk memeriksa makna, tema dan pola yang mungkin nyata

atau laten dalam teks tertentu. Hal ini memungkinkan peneliti untuk memahami

realitas sosial secara subjektif tapi ilmiah. Disampaikan lebih lanjut oleh Idrus

mengenai karakteristik yang melekat pada penelitian kualitatif, di antaranya45

:

a) Bersifat Deskriptif

Penelitian kualitatif akan melakukan penggambaran secara mendalam

tentang situasi dan proses yang diteliti. Karena sifatnya ini, kualitatif tidak

berusaha untuk menguji hipotesis.

b) Human Instrument

Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang menggunakan alat bantu saat

dilakukan pengumpulan data, pada penelitian kualitatif pengumpulan data

dilakukan oleh peneliti sendiri yang diistilahkan sebagai human instrument

atau key instrument. Dengan begitu, kedudukan seorang peneliti dalam

desain penelitian kualitatif begitu penting. Sebagai instrument utama,

peneliti dituntut untuk dapat memahami pelbagai perilaku, interaksi antar

subyek, aktivitas, gerak, mimik, nilai-nilai, simbol, atau apapun yang

terkait dengan subyek yang ditelitinya.

c) Analisis Data Dilakukan Secara Induktif

Metode penelitian kualitatif lebih berorientasi pada eksplorasi dan

penemuan dan tidak bermaksud untuk menguji teori. Dengan metode

kualitatif analisi isi, peneliti akan berupaya untuk mengintepretasikan data

berupa penggunaan teks dan bahasa dalam dialog antara pembawa acara

dan narasumber, serta gambar yang termanifestasikan dalam tayangan talk

show.

45

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Erlangga, Jakarta, 2009, hlm. 21.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

41

2. Obyek Penelitian

Obyek utama dari penelitian ini adalah tayangan-tayangan program yang

menampilkan tema terkait politisi artis menjelang pemilu 2014. Tayangan

program ini dikhususkan kepada tayangan talkshow Mata Najwa di media Metro

TV. Pemilihan acara tersebut dikarenakan Metro TV merupakan media televisi

yang fokus pada produk jurnalistik yang tentu mengutamakan faktualitas dalam

program tayangan. Selain itu pemilihan acara Mata Najwa dikarenakan peneliti

melihat program acara tersebut merupakan program acara talkshow mingguan

yang mencoba mengupas tema dengan detail melalui pertanyaan-pertanyaan yang

dilontarkan oleh pembawa acara tersebut. Adapun ketiga video tersebut berjudul:

a) Mendadak Capres

Narasumber : Rhoma Irama.

b) Politik Selebriti

Narasumber : Vena Melinda, Gita KDI, Charles Bonar Sirait, Dedi

Gumelar (Miing).

c) Gengsi Berebut Kursi

Narasumber : Angel Lelga

3. Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan observasi teks/bahasa

dan gambar/visual.

b. Data Sekunder

Peneliti mengumpulkan data sekunder yang dilakukan dengan

mengkategorisasikan dan mengklasifikasikan bahan-bahan tertulis

yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

42

dokumen, data kepustakaan, jurnal maupun artikel pada situs internet

yang akan digunakan sebagai bahan acuan dalam menkonstruksi

kerangka pemikiran dalam proses analisa data.

Teknik pengumpulan data menggunakan data audio dan data visual ataupun

tektual, dimana data diperoleh dari rekaman tayangan Mata Najwa episode

Mendadak Capres, Politik Selebriti dan episode Gengsi Berebut Kursi. Data audio

sendiri akan dibagi ke dalam kategori dialog, komentar maupun bahasa verbal

lainnya. Sedangkan data visual akan diklasifikasikan ke dalam gambar,

penampilan, ekspresi atau gestur dan video sisipan serta teks tertulis.

4. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan peneliti akan dianalisis dengan pendekatan

kualitatif model interaktif seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman

yakni terdiri dari 3 hal utama46

:

1) Reduksi Data

Tahapan reduksi data dimaksudkan untuk lebih menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak

diperlukan, serta mengorganisasi data sehingga memudahkan untuk

dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian akan dilanjutkan dengan

proses verifikasi.

2) Display Data

Setelah dilakukan reduksi data, peneliti akan menyajikan data di mana

dimaknai oleh Miles dan Huberman sebagai kumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Dengan mencermati data ini, peneliti akan lebih

mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

46

Ibid., hlm. 151.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78990/potongan/S1-2015... · artis-artis lainnya sebagai anggota legislatif menjadi inspirasi bagi

43

3) Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Tahap akhir proses pengumpulan data adalah verfikasi dan penarikan

kesimpulan, yang dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah

ditampilkan. Pemberian makna ini tentu saja sejauh pemahaman peneliti

dan interpretasi yang dibuatnya. Beberapa cara yang dapat dilakukan

dalam proses ini adalah dengan melakukan pencatatan untuk pola-pola dan

tema serta kategori yang sama, pengelompokan dan pencarian citra dan

representasi baik itu positif maupun negatif.