BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting. Siapapun dapat mempelajari bahasa selain bahasa Ibu yang digunakan sehari-hari karena banyak negara telah menyadari pentingnya pengguunaan bahasa di era globalisasi seperti saat ini. Pada era globalisasi bahasa diperlukan untuk berkomunikasi antarnegara di dunia. Komunikasi yang dibutuhkan untuk bekerja sama, menambah koneksi perkenalan, dan juga partner dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Sehingga hubungan yang terjalin sudah dalam lingkup yang lebih luas yaitu secara internasional. Jika ditinjau menurut pendapat para ahli linguistik, bahasa memiliki kedudukan sebagai berikut. Menurut Wibowo (2001:3), “bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran”. Sama halnya dengan Wibowo menurut Gorys Keraf (1997:1), “bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.” Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang memiliki sistem. Sistem ini dihasilkan oleh alat ucap dan menghasilkan simbol bunyi yang

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting.

Siapapun dapat mempelajari bahasa selain bahasa Ibu yang digunakan

sehari-hari karena banyak negara telah menyadari pentingnya

pengguunaan bahasa di era globalisasi seperti saat ini. Pada era globalisasi

bahasa diperlukan untuk berkomunikasi antarnegara di dunia. Komunikasi

yang dibutuhkan untuk bekerja sama, menambah koneksi perkenalan, dan

juga partner dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Sehingga

hubungan yang terjalin sudah dalam lingkup yang lebih luas yaitu secara

internasional.

Jika ditinjau menurut pendapat para ahli linguistik, bahasa

memiliki kedudukan sebagai berikut. Menurut Wibowo (2001:3), “bahasa

adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan

oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai

sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan

perasaan dan pikiran”. Sama halnya dengan Wibowo menurut Gorys Keraf

(1997:1), “bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat

berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.”

Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang memiliki sistem. Sistem

ini dihasilkan oleh alat ucap dan menghasilkan simbol bunyi yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

2

memiliki berbagai makna untuk menyampaikan pemikiran, juga perasaan

diantara anggota masyarakat. Maka dari itu, bahasa menjadi sangat

penting. Berangsur-angsur, semakin banyak orang juga yang

mempelajarinya. Tanpa adanya bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi

dengan baik untuk saling bertukar pemikiran dan juga gagasan akan suatu

hal. Sehingga tidak terjadi komunikasi yang diharapkan dari kedua belah

pihak. Hal ini merupakan refleksi pengertian bahasa menurut KBBI yang

menyebutkan bahwa “Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang

arbriter, dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk

bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri” (Depdikbud, 1999).

Bahasa Jepang sendiri beberapa waktu belakangan ini merupakan

bahasa yang sangat diminati di berbagai negara. Tingkat perkembangan

bahasa Jepang di Indonesia juga termasuk sangat pesat. Sebagaimana

seperti yang tertera pada tabel hasil survei yang dilakukan oleh Japan

Foundation terkait klasifikasi jumlah pelajar dan pembelajar bahasa

Jepang di dunia pada tahun 2015. Pada hasil survei tersebut tercatat bahwa

di Indonesia terdapat sebanyak 2.496 lembaga pendidikan bahasa Jepang

dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 4.540 orang dan pembelajar

bahasa Jepang sebanyak 745.125 orang. Berdasarkan data survei tersebut

menjadikan Indonesia sebagai negara yang menduduki peringkat pertama

untuk pengajar dan pembelajar bahasa Jepang terbanyak di Asia Tenggara.

Selain itu disebutkan juga bahwa 「世界第 2 位の学習者数を抱えるイ

ン ド ネ シ ア 」 . Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

3

Indonesia memiliki jumlah pembelajar bahasa Jepang terbanyak ke-2 di

dunia.

Meskipun rasio jumlah pengajar bahasa Jepang di Indonesia tinggi,

keterserapan pembelajaran masih belum optimal dan menemui banyak

kendala. Kendala pada saat mempelajari bahasa meliputi empat

keterampilan yakni membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.

Keempat aspek keterampilan berbahasa ini saling berhubungan dan harus

dikuasai seseorang agar dapat berkomunikasi dengan baik. Namun, karena

perbedaan budaya, keempat aspek tersebut memiliki komponen yang

berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca.

Hal tersebut yang terkadang menjadi kendala pembelajar bahasa. Menurut

Sutedi (2011:45) keterampilan berbicara menjadi sulit karena pada saat

menerapkannya, pengucapan huruf, daya tangkap bunyi bahasa, dan juga

penggunaan aksen bahasa Jepang merupakan beberapa faktor yang juga

harus diperhatikan dan sampai saat ini menjadi kesulitan pembelajar

bahasa Jepang. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dapat

dipahami bahwa keterampilan berbicara merupakan output dari proses

pembelajaran mahasiwa yang telah dipelajarinya selama ini. Maka dari itu,

tidak mudah menerapkan keterampilan berbicara karena pembelajar harus

memiliki pemahaman yang cukup terlebih dahulu sehingga dapat

menerapkannya secara baik dan benar. Pada saat berbicarapun pembelajar

dituntut berpikir secara cepat dan tepat saat menerapkan berbagai macam

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

4

aspek yang mempengaruhi keterampilan berbicara seperti volume,

pelafalan, aksen, jeda juga intonasi.

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di Program Studi

Pendidikan bahasa Jepang UNJ, dari keempat keterampilan berbahasa

tersebut keterampilan berbicara merupakan yang tersulit untuk dikuasai

sampel. Faktor kesulitan pembelajar bahasa Jepang dalam berbicara

banyak diantaranya merupakan kesulitan dalam penguasaan Hatsuon.

Hatsuon sendiri merupakan pelafalan/ pengucapan yang tepat dan

berterima dalam bahasa Jepang. Kedudukan Hatsuon dalam ilmu bahasa

dirasa sangat penting. Seperti halnya yang telah diungkapkan oleh Lado

dalam Endang (2000:2) bahwa “pesan dalam komunikasi akan diterima

baik oleh komunikan apabila mempertimbangkan kaidah bahasa yang

benar misalnya seperti kaidah pelafalan, pembentukan kata, dan struktur

kalimat”.

Mendukung teori sebelumnya, berdasarkan pemahaman peneliti

menurut teori Kazuhiro (2014:4-5) tentang studi kasus urgensi hatsuon

dalam bahasa Jepang, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa

kelemahan jika seseorang tidak memiliki kemampuan hatsuon yang baik.

Pertama, pembelajar bahasa Jepang tidak memiliki nilai lebih saat

berbicara khususnya pada saat wawancara dalam bahasa Jepang. Kedua,

pada saat berbicara di depan banyak orang pembelajar tidak dapat

membuat audience tertarik untuk mendengarkan secara rinci dan

mendetail topik pembicaraan. Hal ini dapat menyebabkan audience merasa

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

5

lelah saat mendengarkan. Ketiga, pendengar sulit menangkap dan

menyimpulkan informasi secara detail. Hal ini mengakibatkan informasi

yang ingin disampaikan tidak dapat dimaknai secara benar dan akan terjadi

miscommunication karena memiliki makna yang bias atau salah.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pelafalan (hatsuon)

memegang peranan penting dalam kelancaran berkomunikasi. Ditambah

lagi, menurut Najoan pada artikel yang berjudul “Pengajaran Lafal Bahasa

Jepang di Indonesia dan Permasalahannya” (2014: Vol.5, No.1. Hal 2-3)

menjelaskan bahwa “rata-rata pengajar tidak mengadakan pembelajaran

lafal dengan alasan yang subjektif, sehingga pelafalan pembelajar bahasa

Jepang masih kurang baik.”. Berdasarkan teori tersebut dapat dipahami

bahwa pembelajaran hatsuon di Indonesia masih belum terealisasikan

dengan baik pada proses pembelajaran bahasa Jepang.

Berdasarkan beberapa alasan tersebut, peneliti melakukan

penelitian tentang pelafalan (hatsuon). Adapun pelafalan (hatsuon)

merupakan penelitian yang terdapat dalam bidang fonetik. Karena

penelitian fonetik merupakan tema yang sangat jarang diteliti dan menjadi

fokus pada sebuah penelitian. Penelitian tentang fonetik yakni penelitian

yang berhubungan langsung dengan bunyi bahasa dan pelafalan pada saat

berkomunikasi. Hal ini sejalan dengan penjelasan fonetik menurut

Sudarjanto dalam Marsono (2018:1) mengatakan bahwa fonetik

menyelidiki bunyi bahasa dari sudut tuturan atau ujaran (parole). Pada

penjelasan tersebut dapat dikatakan semua hal yang berkaitan untuk

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

6

meneliti ujaran kata merupakan ranah fonetik. Kajian fonetik dibagi

kedalam beberapa jenis lagi. Namun yang akan ditekankan dalam

penelitian ini yaitu kajian fonetik artikulatoris yang akan dianalisis dari

segi bunyi segmental (bunyi) dan suprasegmental (aksen). Fonetik

artikulatoris dapat dikatakan kajian sistematis bagaimana cara pengucapan

dan pelafalan sebuah kata dengan artikulasinya. Ranah fonetik yang diteliti

adalah analisis kesalahan mahasiswa dalam pelafalan bunyi bahasa yang

sering terjadi kesalahan. Karena sebelum meningkatkan kemampuan

pelafalan, penting bagi seorang pengajar untuk mengetahui dan

memperbaiki kesalahan pembelajar sebagai bahan evaluasi sehingga

kemapuan pembelajar dapat ditingkatikan.

Sebelumnya, penelitian tentang pelafalan bunyi telah dilakukan

oleh Astiya Handayani berjudul “analisis kesalahan pelafalan bunyi bahasa

Jepang oleh penutur bahasa sunda” pada tahun 2014, hasil pada tesis

tersebut menjelaskan kesalahan bunyi yang dikategorikan berdasarkan

struktur penyusunannya yakni bunyi vokal, bunyi konsonan-vokal, dan

bunyi konsonan-semivokal-vokal. Namun untuk bunyi “n” belum

dilakukan penelitian secara khusus. Sehingga atas saran tersebut peneliti

akan memfokuskan untuk meneliti lebih rinci lagi tentang kesalahan

berbahasa khususnya mengenai pelafalan dan aksen yang ada pada kata

berbunyi “n” dalam bahasa Jepang.

Pada penerapannya bunyi “n” merupakan bunyi khusus yang cukup

sulit diucapkan dalam bahasa Jepang. Hal ini disebabkan bunyi “n” dalam

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

7

bahasa Jepang merupakan satu-satunya bunyi tunggal konsonan yang tidak

diikuti bunyi vokal setelahnya. Sehingga pembelajar sulit melafalan

menggunakan alat ucap. Berikut tabel perbandingan bunyi “n” yang ada

pada bahasa Jepang dan Indonesia.

Tabel 1. 1

Perbandingan Bunyi "n" (Bahasa Indonesia-Bahasa Jepang)

Bil

abia

l

Lab

iod

enta

l

Alv

eola

r

Po

stA

lveo

lar

Pal

atal

Vel

ar

Uv

ula

r

Glo

tal

Nasal

[m] [n] [ɲ] [ŋ]

Bahasa

Indonesia

[m] [n] [ɲ] [ŋ] [N]

Bahasa

Jepang

Pada tabel (1.1) dapat dilihat perbedaan bunyi “n” dari kedua

bahasa. Namun dalam bahasa Jepang bunyi “n” memiliki satu lambang

bunyi lagi. Lambang bunyi ini disebut dengan vowel nasalization. Bunyi

ini terjadi jika bunyi “n” bergabung dengan bunyi vokal, semi vokal, atau

bunyi frikatif ([s], dan [h]). Bunyi ini dilafalkan dengan cara membentuk

mulut seperti melafalkan bunyi vokal namun bunyi yang dikeluarkan

sambil menutup rongga hidung sehingga menjadi vokal dengung.

Biasanya bunyi jenis ini dilambangkan dengan lambang bunyi (ũ/ĩ).

Bunyi “n” dalam bahasa Jepang juga memiliki keistimewaan

yakni dapat berubah bunyi sesuai dengan fonem pasangan minimal

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

8

setelahnya. Berikut distribusi lambang bunyi dan pasangan minimal

sebuah kata.

Tabel 1. 2

Aturan Perubahan Bunyi "n" dalam Bahasa Jepang

[N] [m] [n] [ɲ] [ŋ] ũ/ĩ

Bunyi “n”

terletak

diakhir kata /

kalimat

n+p n+t n+ni n+k n+w

n+b n+d n+ch n+g n+y

n+m n+n n+j n+s

n+r n+h

n+z n+huruf vokal

Berdasarkan tabel (1.2) dapat diketahui jenis dan kategori

pasangan minimal sebuah fonem dan tipe perubahan bunyi yang

dilafalkan. Contoh perubahan bunyi “n” dapat dilihat melalui contoh kata

berikut ini :

Bunyi “n” mengalami perubahan bunyi karena diikuti oleh bunyi

“k” setelahnya. Sehingga pelafalan menjadi bunyi “ng” disertai letupan

setelahnya. Contoh : Kankaku [kaŋkakɯ]. Perubahan bunyi “n” juga tidak

hanya terjadi dalam internal sebuah kata. Pada penerapannya untuk bunyi

“n” pada akhir kata namun terdapat pada tengah kalimat bunyi “n”

berubah mengikuti perubahan huruf setelahnya. Contoh : “Nihon mo....”

pada contoh penggalan kalimat diatas bunyi “n” tidak langsung diucapkan

“ng” secara jelas karena akhir kata, namun berubah mengikuti bunyi

setelahnya menjadi “nihom mo...” . Perubahan bunyi ini yang hanya

dimiliki oleh bunyi “n” dalam bahasa Jepang tidak dimiliki oleh bunyi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

9

yang lain. Pada penerapannya, bunyi “n” juga dapat mengubah makna kata

jika penutur tidak melafalkannya dengan benar. Contohnya adalah pada

kata 「お電話」“Odenwa”. Saat “n” dilafalkan menjadi bunyi “ng” maka

pendengar dapat salah menangkap arti kata tersebut. Bukan telephone tapi

bisa saja pendengar berpikir bahwa yang dimaksud adalah makanan khas

jepang yaitu “oden”. Maka dari itu pelafalan pada bunyi “n” menjadi

penting untuk dikuasai oleh pembelajar bahasa Jepang agar makna yang

ada dalam kalimat dapat tersampaikan dengan baik dan tidak memiliki

bermakna ganda atau bias.

Selain pelafalan secara segmental, bunyi “n” juga memiliki

keistimewaan lain yakni dalam bunyi suprasegmentalnya. Bunyi ini

meliputi bunyi aksen yang terdapat didalamnya. Karena bunyi “n” berdiri

sendiri sehingga letak aksen dapat keliru saat dilafalkan. Keistimewaan

bunyi “n” dirasa sulit dalam penerapannya, terkadang kesalahan tidak

terlalu disadari oleh pembelajar bahasa Jepang. Melalui penelitian ini

diharapkan dapat mengidentifikasi kesalahan berbahasa mahasiswa

pendidikan bahasa Jepang dari segi segmental dan suprasegmental yang

terdapat dalam sebuah kata. Supaya dapat menjadi evaluasi kedepannya.

Materi bunyi “n” yang akan diujikan diambil dari kalimat dajare.

Dajare merupakan salah satu permainan kata dalam bahasa Jepang. Kata-

kata yang muncul merupakan kata yang dibuat berima yang dirangkai

menjadi sebuah kalimat. Dajare juga merupakan jenis permainan kata

yang sudah lama ada di Jepang yang digunakan sebagai lelucon Jepang.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

10

Dajare masih tetap ada sampai sekarang dan semakin berkembang dari

bentuk kata, kalimat, bahkan makna yang terkandung di dalamnya pun

semakin beragam. Biasanya dajare dibuat untuk membuat percakapan

terasa lebih menyenangkan dan tidak terlalu serius. Namun, setelah

melakukan wawancara terkait dajare kepada mahasiswa Universitas

Negeri Jakarta hasil yang didapat yakni masih banyak pembelajar yang

belum mengetahui dajare. Dajare memiliki karakteristik yaitu dalam satu

kalimat terdapat kata dengan bunyi bahasa yang mirip jika diucapkan

secara lisan. Sehingga sebagai sebuah permainan kata dajare dirasa dapat

digunakan sebagai instrumen tes untuk mengukur letak kesalahan

pelafalan dan aksen mahasiswa. Contoh analisis pelafalan dalam kalimat

dajare yakni sebagai berikut:

Contoh analisis kesalahan Aksen dan Pelafalan bunyi nasal “n”

kata homonim / near homonim. Sampel diambil di Universitas Darma

Persada pada tanggal 25 Juli 2019. Berikut soal dajare yang diberikan

kepada mahasiswa :

Soal Tes : 解凍時間を書いとう?次官?

Gambar 1. 1

Contoh Grafik Aksen pada Soal Dajare

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

11

Pada gambar (1.1) aksen audio OJAD menunjukkan bahwa aksen

時間(1A) yang diucapkan adalah jenis odakagata yakni diucapkan datar

dari awal sampai akhir suku kata. Sehingga menurut gambar aksen nada

yang dihasilkan tinggi hingga akhir kata atau “HHH\” penurunan terjadi

pada akhir silabel. Namun menurut teori aksen, pada suku kata pertama

dapat dilafalkan dengan pitch rendah sehingga kode aksen menjadi

“LHH\”. Pelafalan bunyi “n” berada pada akhir kata. Namun, karena

diikuti bunyi lain yaitu bunyi “w” pada partikel “wo ”setelahnya. Maka

bunyi dengan lambang bunyi “N” yang termasuk kedalam bunyi uvular

nasal berubah menjadi kategori bunyi vowel nasalization dengan lambang

bunyi “ũ”.

Selanjutnya, kata 次官(1B) memilki jenis aksen atamadakagata

yaitu aksen yang tinggi di awal suku kata dan menurun pada suku kata

kedua. Nada yang dihasilkan menjadi “HLL”. Namun pada kalimat dajare

ini nada pada akhir kata menaik karena dipengaruhi oleh intonasi dari

kalimat. Pelafalan bunyi “n” tidak mengalami perubahan karena bunyi “n”

berada pada akhir kalimat. Bunyi tetap dilafalkan uvular nasal.

Berdasarkan hasil dari data tes rekaman dajare yang dilaksanakan pada

bulan Juli 2019 di Universitas Darma Parsada. Peneliti mendapatkan lima

rekaman yang telah diujikan pada mahasiswa semester lima. Berikut

beberapa tabel analisis yang didapatkan dari para mahasiswa :

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

12

Tabel 1. 3

Contoh Klasifikasi Kesalahan Bunyi

Merujuk pada tabel 1.3 mengenai klasifikasi kesalahan pelafalan

bunyi “n” pada kata 時間 (1A) memiliki persentase kesalahan sebesar 60%.

Kesalahan perubahan bunyi yang salah yakni tetap diucapkan [ʥikaN].

Jika setelah bunyi “N” tidak ada bunyi lain hal tersebut benar akan tetapi

karena diikuti partikel “wo” bunyi yang semula [N] berubah menjadi

bunyi vowel nasalization [ũ]. Sehingga banyak mahasiswa yang terkecoh

dan tetap melafalkannya menjadi bunyi [N] atau “ng” secara jelas.

Pada kata 次官(1B) Persentase kesalahannya yakni 0%. Hatsuon

yang dilafalkan tetap uvular nasal [ʥikaN]. Bunyi yang dilafalkan yakni

bunyi “ng” secara jelas tidak ada bunyi dengung. Sehingga semua bunyi

yang dilafalkan sampel dapat dikategorikan ke dalam pelafalan bunyi yang

tepat dan benar. Berikut yakni tabel analisis yang menunjukan kesalahan

yang terjadi pada soal nomor satu secara keseluruhan dapat dilihat pada

tabel 1.4.

Kode

Soal Kata

Pelafalan

yang Benar

Pelafalan Sampel

yang Salah Jumlah

Persentase

(%)

1A Jikan + (wo) [ʥikaũ] [ʥikaN] 3 60

Total 3 60

1B Jikan [ʥikaN] - 0 0

Total 0 0

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

13

Tabel 1. 4

Contoh Rekapitulasi Kesalahan Bunyi

No. Pelafalan Kesalahan

Bunyi Jumlah

Persentase

(%)

1. [ʥikaN] [N] 3 30

Total kesalahan 3 30

Menurut data pada tabel 1.4 dapat diketahui bahwa secara

kesuluruhan kesalahan yang terjadi hanya satu kategori kesalahan bunyi.

Pelafalan sampel tidak diubah dan tetap dilafalkan uvular nasal [ʥikaN]

meskipun bunyi ditempatkan pada pertengahan kalimat. Seharusnya bunyi

dilafalkan menjadi vowel nasalization [ʥikaũ]. Sehingga pelafalan yang

diterapkan menjadi kurang tepat. Kesalahan ini hanya terjadi pada soal 1A

sebesar 30% atau sebanyak tiga bunyi salah dilafalkan oleh sampel.

Setelah analisis pelafalan secara bunyi segmental, selanjutnya adalah

analisis bunyi suprasegmental (aksen) pada kata berbunyi “n”.

Tabel 1. 5

Contoh Klasifikasi Kesalahan Aksen

Kode

Soal Kata Jenis Aksen

Kode

Grafik

Aksen

Kesalahan

Pelafalan Aksen Jumlah

Persentase

(%)

1A Jikan Odakagata HHH\

HLL

(Atamadakagata) 1 20

HHL

(Nakadakagata) 1 20

Total 2 40

1B Jikan Atamadakagata HLL

HHH atau LLL

(Heiban‟gata) 2 40

LLH

(+) 1 20

HLH

(+) 1 20

Total 4 80

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

14

Berdasarkan tabel 1.5 tentang klasifikasi kesalahan aksen, dapat

disimpulkan bahwa pada kata pertama yaitu 時間(1A) memiliki persentase

kesalahan sebesar 40%. Kesalahan terjadi karena kesalahan formasi aksen

dari yang telah ditentukan. Kesalahan aksen yang dilafalkan yang pertama

adalah perubahan aksen menjadi jenis Nakadakagata (gambar 1.2). Jenis

aksen ini diucapkan menaik pada awal sampai tengah kata lalu menurun

pada suku kata terakhir aksennya menjadi “LHL”. Selain itu ada juga

sampel yang mengubah aksen menjadi jenis aksen Atamadakagata

(gambar 1.3) atau aksen naik pada suku kata pertama dan mulai menurun

sampai akhir. Aksen yang diucapkan menjadi “HLL”.

Gambar 1. 2 Contoh Kesalahan Formasi 1

Gambar 1. 3 Contoh Kesalahan Formasi 2

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

15

Pada kata 次官 (1B) kesalahan sebesar 80%. Dua kesalahan

termasuk ke dalam kesalahan formasi aksen dan dua kesalahan lainnya

tidak dapat dikategorikan ke dalam jenis aksen bahasa Jepang. Satu

sampel diantaranya dikategorikan dalam kesalahan penambahan pitch dan

satu sampel lainnya dikategorikan dalam kesalahan pengurangan pitch

aksen. Kesalahan formasi yang terjadi adalah mengubah aksen kedalam

jenis heiban‟gata (gambar 1.4) atau aksen datar. Kesalahan ini paling

banyak ditemukan karena sampel tidak terbiasa dengan bunyi naik pada

awal kalimat. Kesalahan pengurangan pitch terjadi pada suku kata kedua

sehingga aksen menjadi “HLH” (gambar 1.5). Hal ini disebabkan karena

penekanan yang jelas pada suku kata kedua karena memberikan jeda pada

tengah kata sehingga nada mengalami penurunan tiba-tiba. Kesalahan

penambahan pitch terjadi pada akhir kata menjadi “LLH” (gambar 1.6).

Kesalahan penaikan ini terjadi karena dipengaruhi oleh intonasi sehingga

sampel terlalu cepat menaikan aksen. Namun dari kedua kesalahan yang

terdeteksi pada kata 次官 (1B) memiliki kecenderungan mengucapkan

aksen heiban‟gata atau aksen datar.

Gambar 1. 4 Contoh Kesalahan Formasi 3

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

16

Gambar 1. 5 Contoh Kesalahan Unik 1

Gambar 1. 6 Contoh Kesalahan Unik 2

Berdasarkan contoh data yang telah dianalisis kata yang terdengar

sama namun memiliki arti yang berbeda di dalam kalimat ini adalah

“jikan”. Tahap pertama setiap kalimat dajare yang dijadikan materi

dimasukan ke dalam aplikasi bernama OJAD (Online Japanese Accent

Dictionary) untuk mendapatkan rekaman yang sesuai pelafalan dan aksen

yang tepat. Tahap kedua, peneliti merekam suara masing-masing

mahasiswa pada saat yang dijadikan sampel. Tahap ketiga, kedua rekaman

tersebut dibandingkan sehingga dapat diketahui letak perbedaan hatsuon.

Kesalahan pelafalan akan dikaji berdasarkan teori klasifikasi bunyi “n”

menurut pendapat Kazuhiro (2011:62-64) dan kesalahan aksen akan dikaji

menurut pendapat Kazuhiro (2011:89) yang terdapat dalam buku “Onsei o

Oshieru”. Ketika menganalisis peneliti menggunakan aplikasi Praat untuk

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

17

mengetahui kontur aksen dan letak kesalahannya. Hal ini dimaksudkan

agar data dapat dijelaskan secara lebih valid. Tahap keempat, data

kesalahan dijelaskan dalam bentuk narasi atau teknik penjelasan deskriptif

kualitatif. Tahap kelima hasil akhir semua data disatukan untuk diketahui

persentase tingkat kesalahan yang terjadi. Secara garis besar penelitian ini

dapat memetakan tingkat dan letak kesalahan hatsuon pada bunyi “n” baik

secara segmental maupun suprasegmental. Selain itu juga dapat diketahui

penyebab kesalahan yang terjadi. Sehingga hasil akhir pada penelitian ini

dapat bermanfaat bagi pengajar sebagai bahan evaluasi, pemetaan

kesalahan mahasiswa dan data pendukung rancangan pembelajaran.

B. Fokus dan Subfokus

Fokus utama pada penelitian ini yakni berupa kesalahan yang

termasuk ke dalam kategori error. Kesalahan ini difokuskan karena pada

penerapannya pembelajar tidak mengetahui bahwa kesalahan terjadi.

Untuk memperbaikinya pembelajar tidak bisa secara mandiri dan perlu

adanya bimbingan langsung oleh pengajar. Subfokus pada penelitian ini

adalah kesalahan pada bidang fonetik artikulatoris yaitu hatsuon yang

terdapat pada bunyi “n”. Hatsuon dibahas melalui dua pendekatan yaitu

secara segmental untuk mengetahui kesalahan pada pelafalan bunyi “n”

dan secara suprasegmental untuk mengetahui kesalahan pada jenis aksen

yang ada dalam kata berbunyi “n”. Peneliti memilih materi berupa kalimat

dajare yang ada dalam website khusus dajare bernama dajare.jp dan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

18

dajarenavi.net. Adapun alasan pemilihan kedua website ini dikarenakan

website ini merupakan laman khusus kumpulan dajare terbesar di Jepang.

Dajare yang muncul pun beragam, dajare yang akan digunakan

merupakan kalimat dajare yang memiliki komponen fonem “n”. Sampel

pada penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa

Jepang Universitas Negeri Jakarta yang mengambil mata kuliah nihongo V

pada tahun akademik 2019/2020. Pemilihan sampel ini didasari bahwa

mahasiswa nihongo V merupakan pembelajar yang berada pada tingkat

tertinggi pembelajaran bahasa Jepang di Universitas Negeri Jakarta pada

periode tersebut. Selain itu juga termasuk ke dalam kategori advanced dan

sedang aktif menerapkan hatsuon pada proses pembelajaran.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kesalahan bunyi “n” yang dilafalkan oleh mahasiswa

Nihongo V?

2. Bagaimanakah kesalahan jenis aksen pada kata berbunyi “n” yang

dilafalkan mahasiswa Nihongo V?

3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan (error) pada aksen

dan pelafalan bunyi “n”?

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

19

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis pada penelitian ini bertujuan untuk menambah

suatu kajian atau khasanah tentang bidang ilmu yang diteliti.

Sebelumnya, penelitian terkait linguistik terapan dalam mengkaji

bidang fonetik bahasa Jepang belum banyak diteliti di Indonesia.

Selain itu materi hatsuon atau pelafalan belum dibahas secara khusus

dan lebih rinci pada saat proses pembelajaran. Sehingga diharapkan

penelitian ini dapat membantu memeperluas kajian dalam bidang

linguistik bahasa Jepang dari segi pembahasan fonetik artikulatoris.

Pada penelitian ini dapat diketahui seberapa fasih mahasiswa dalam

mengucapkan bunyi, mengetahui letak kesalahan juga penyebab

kesalahan baik dari segi segmental (pelafalan bunyi) maupun

suprasegmental (aksen) pada kata berbunyi “n”. Selain itu hasil pada

penelitian ini juga diharapkan dapat memperluas dan melengkapi hasil

penelitian dari beberapa penelitian yang relevan yang telah dilakukan

sebelumnya, sehingga hasil penelitian ini menjadi acuan kompetensi

dan kesalahan pada bidang fonoetik bahasa Jepang khususnya pada

subbab hatsuon.

2. Manfaat Praktis

Berikut adalah beberapa manfaat praktis yang terdapat pada

penelitian ini beserta contoh implementasinya pada bidang

pembelajaran bahasa Jepang.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

20

1) Untuk Pengajar

a) Mengetahui kompetensi dan kemampuan pembelajar.

b) Memetakan tingkat, letak dan penyebab kesalahan pelafalan

bunyi “n” dan aksen di dalamnya.

c) Bahan evaluasi pembelajaran dan acuan membuat membuat

butir soal.

d) Acuan untuk pengajaran bahasa khususnya dalam bidang

linguistik bahasa Jepang khususnya hatsuon.

2) Untuk Pembelajar

a) Linguistik bahasa Jepang

Penelitian ini dapat membantu linguistik bahasa

Jepang khususnya pada ranah fonetik pada subbab pelafalan

(hatsuon) sebagai acuan dalam mempelajari bunyi “n” dan

aksen bahasa Jepang. Pembelajar dapat mengetahui daerah

rawan kesalahan, dapat mengetahui penerapan pelafalan

lambang bunyi dan aksen secara baik dan benar sehingga

meminimalisir kesalahan pada saat mengaplikasikannya

dengan alat ucap.

b) Choukai

Penelitian ini dapat membantu dalam menentukan

perbedaan pelafalan bunyi, aksen, atau silabel dalam bahasa

Jepang. Hal ini bermanfaat untuk melatih pembelajar dalam

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/9292/2/BAB 1.pdf · berbeda di dalamnya. Seperti kosa kata, pola kalimat, huruf dan cara baca. Hal tersebut yang terkadang

21

membiasakan persepsi mengidentifikasi bunyi dan aksen

secara tepat.

c) Kaiwa

Untuk membiasakan pembelajar menggunakan

hatsuon (pelafalan secara fonetis dan aksen) sesuai dengan

aturannya yang tepat saat berbicara. Hal ini dapat

menigkatkan kemampuan hatsuon pembelajar supaya dapat

lebih luwes dan lebih mendekati pelafalan seorang native

bahasa Jepang.