BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab...
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Daerah telah bergulir seiring dengan
diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, kemudian
disempurnakan melalui UU No.32 Tahun 2004 dan pelaksanaannya melalui PP
No.38 Tahun 2007. Dampak lebih lanjut dari diterapkannya otonomi daerah
tersebut adalah juga di bidang pendidikan yang berwujud pada pengembangan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai dengan UU No.20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36, 37, dan 38. Bersamaan dengan
itu, telah dikeluarkannya PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yang kemudian diikuti oleh suatu aturan operasional melalui
Permendiknas no. 22, 23, dan 24 Tahun 2006, tentang Standar Isi (SI), Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), dan pelaksanaan SI dan SKL, yang mana telah
memberikan wewenang kepada daerah, dalam hal ini sekolah sebagai unit terkecil
dalam Sistem Pendidikan Nasional, untuk mengembangkan sendiri kurikulum
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Dalam dokumen standar isi
sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang
secara keseluruhan mencakup : (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang
merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan, (2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan
menengah, (3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan dan
disusun oleh guru berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian
tidak terpisahkan dari standar isi, (4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2
pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Dalam KTSP tidak semua komponen kurikulum dikembangkan oleh sekolah,
standar isi, standar kompetensi lulusan, standar kompensi, kompetensi dasar,
kerangka dasar dan stuktur kurikulum disusun secara terpusat oleh BSNP.
Penjabarannya ke dalam bentuk silabus, program pembelajaran tahunan/semester,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), rencana penilaian dikembangkan oleh
guru, dengan demikian KTSP tidak murni desentralisasi, tetapi masih ada unsur
sentralisasinya, sehingga dapat disebut sebagai pengembangan sentral-desentral.
Berkenaan dengan hal tersebut, sesuai dengan Surat Edaran Menteri
Pendidikan Nasional No.33 Tahun 2007 tentang Sosialisasi KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan), maka provinsi maupun kabupaten/kota agar
memiliki Tim Pengembang Kurikulum (TPK) yang bertugas melakukan
sosialisasi dan pelatihan sesuai dengan tingkatan daerah . Diharapkan dengan
terbentuknya TPK pada masing-masing tingkatan daerah, akan lebih mudah dalam
melakukan koordinasi dan supervisi disamping juga monitoring dan evaluasi
dalam mengantisipasi segala permasalahan yang mungkin timbul dalam
pelaksanaan Standar Isi, begitupun bagi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP) di masing-masing provinsi yang dibentuk di bawah Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, lebih berfungsi sebagai lembaga
sosialisasi dan pelatihan bagi guru dan sekolah dalam menerapkan KTSP.
Sementara PPPPTK IPA (Pusat Pengembangan Perberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan di bidang IPA) sebagai lembaga yang melatih guru-guru
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 3
IPA tidak luput pula keharusannya mensosialisasikan KTSP khususnya di bidang
IPA dalam bentuk matatataran diklat.
Pendapat Curtis R Finch dan John R Crunkilton ahli kurikulum dari
Virginia Polytechnic Institute and State University Amerika Serikat (Paulus
Mujiran, 2006), menekankan pentingnya sosialisasi atau desiminasi sebelum
kurikulum baru dijalankan. Dengan kata lain, sebelum kurikulum baru dijalankan,
harus dilakukan desiminasi yang efektif. Untuk mendesiminasi kurikulum (baru)
terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan; masing-masing menyangkut; (1)
kesiapan pemakai dan pelaksananya (audience), (2) kondisi geografis
(geographical consideration), serta (3) biaya penyebaran informasi (cost). Bila
sistem desiminasi kurikulum tidak efektif, maka sebagus apa pun materi
kurikulum akan 'mentah' karena informasi yang diterima masyarakat guru
khususnya pemakai dan pelaksana tak lengkap. Akhirnya, pelaksanaan kurikulum
banyak menemui kendala.
Berdasarkan ketetapan pada Ketentuan Umum, Pasal 1.19 kurikulum
diartikan sebagai ” seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dengan
demikian maka tugas guru, kepala sekolah, dan komite sekolah untuk
mengembangkan rencana yang dimaksudkan. Sedangkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) ditetapkan dalam PP.No.19 Tahun 2005 Pasal 1.15
sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan”. Tanpa mempersoalkan kesahihan istilah “kurikulum
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 4
operasional” yang bukan merupakan istilah standar tetapi maksud dari keputusan
PP tersebut bahwa KTSP adalah kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan dibawah pengawasan
dan pembinaan dinas pendidikan kota dan kabupaten. Secara legal berdasarkan
ketentuan dalam PP No.19 Tahun 2003, suatu kurikulum untuk suatu satuan
pendidikan (KTSP) adalah sah apabila ditandatangani oleh kepala sekolah dan
komite sekolah suatu satuan pendidikan.
Beberapa prinsip yang menjadi acuan bagi satuan pendidikan dalam
pengembangan KTSP: (1) Ilmiah; prinsip ini mengharuskan agar tim pengembang
kurikulum (KTSP) di sekolah melakukan (a) kajian yang seksama terhadap
potensi sekolah, siswa, guru, visi dan misi sekolah yang bersangkutan, (b) kajian
terhadap dokumen, antara lain standar isi dan standar kompetensi lulusan. Kedua
hasil kajian ini menjadi masukan bagi pengembangan KTSP, (2) Relevan; prinsip
ini menunjukkan agar dalam pengembangan KTSP memperhatikan keterkaitan
kurikulum dengan hasil kajian terhadap potensi siswa serta masyarakat, (3)
Sistematis; prinsip ini mengharuskan agar semua komponen KTSP, yakni antara
tujuan, konten, proses pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran harus saling
berkaitan, (4) Konsisten; prinsip ini menghendaki agar implementasi KTSP di
satuan pendidikan dijalankan secara konsisten (ajeg) dengan memperhatikan
semua komponen kurikulum.
B. Identifikasi Masalah
Pengembangan KTSP diserahkan kepada para pelaksana pendidikan (guru,
kepala sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan) untuk mengembangkan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 5
berbagai kompetensi pendidikan seperti pengetahuan, ketrampilan, dan sikap,
disetiap satuan pendidikan dan daerah masing-masing. Kiprah guru lebih dominan
terutama menjabarkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian hasil belajar
dalam membuat silabus, tidak saja dalam program tertulis, tetapi dalam
pembelajaran nyata dikelas, siapkah guru dengan kebijakan baru ini ? Siap atau
tidak siap, kebijakan sudah diputuskan, dan tentu guru harus melaksanakannya.
Sebagaimana ramai diulas, mulai tahun pelajaran 2007/2008, sejumlah sekolah
mulai berusaha menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh BNSP, sosialisasi dan pelatihan-
pelatihan pun diselenggarakan dimana-mana baik oleh BalitbangDiknas maupun
pusat-pusat pelatihan. Namun sejauh ini guru dan sekolah sebagai pelaksana
masih meraba-raba penerjemahan kurikulum ini.
Akumulasi dari semua kegiatan tersebut dapat diprediksi: belum ada
perubahan kinerja yang dapat membawa ke arah peningkatan kompetensi guru di
lapangan. Pengalaman menunjukkan, dengan berbagai pergantian kurikulum 1994
ke 2004 pun belum sempat ada perubahan dan tampaknya tidak dijadikan bahan
refleksi oleh birokrat pendidikan maupun lembaga pendidik dan tenaga
kependidikan (Jaali, 2006). Dari sisi kondisi geografis Indonesia tergolong kurang
mendukung dilaksanakannya pergantian kurikulum secara cepat. Mengapa?
Karena sistem informasi yang semodern apa pun realitasnya sulit untuk
menembus kendala geografis yang tajam. Sekolah-sekolah yang ada di pelosok, di
pegunungan, di tengah laut, dan sebagainya, sangat sering menerima informasi
yang terlambat. Dalam hal informasi kurikulum, kiranya juga mengalami nasib
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 6
yang sama, kegiatan sosialisasi itu belum pernah diadakan evaluasi, yaitu
penagihan dalam bentuk laporan implementasi dari peserta kegiatan
Disisi lain, masih banyak guru yang kebingungan bagaimana
mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sehingga tahun
ajaran 2006/2007 belum satu sekolahpun yang siap melaksanakan Kurikulum
2006 yang dikenal dengan sebutan KTSP. Akibatnya banyak kepala Dinas dan
Kandep yang mengundang akhli pengembang kurikulum lantas membuatkan
kurikulum untuk sekolah-sekolah didaerahnya, Menurut Sekjen Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP), langkah ini jelas menyalahi UU Sisdiknas 20/2003
dan aturan penyerta lainnya. Seharusnya KTSP dikembangkan oleh guru dan
komite sekolah. Alasannya karena guru yang tahu persis karakteristik siswa dan
potensi suatu daerah. Belum siapnya sekolah menyusun kurikulum sendiri akibat
memang tidak pernah disiapkan sejak semula. Sekolah terbiasa terima jadi
kurikulum pendidikan dari pemerintah pusat dalam bentuk silabus. Jangankan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
2004 saja belum begitu memahaminya. Artinya, memang ditingkat guru masih
membutuhkan sosialisasi bagaimana caranya mengembangkan kurikulum sekolah.
Termasuk, juga meningkatkan kualitas gurunya sendiri untuk membuat dan
menerapkannya serta mengajarkan materi mata pelajarannya di sekolah dengan
baik, pernyataan ini didukung oleh laporan penelitian Sumiyati (2008), pada
Rembuk Nasional Pendidikan, dimana sebagian besar sekolah sudah
melaksanakan KTSP dengan berbagai variasi, tetapi masih banyak guru dan
pengawas yang belum memahami konsep KTSP, sosialisasi KTSP sudah
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 7
dilakukan tetapi belum menyentuh semua elemen penyelenggara pendidikan dan
belum ada evaluasi dokumen KTSP yang telah disusun sekolah. Hasil penelitian
Wachyu (2008), sebagian besar guru SMP dalam mata pelajaran bahasa Inggris
(74%) mengetahui tentang KTSP tetapi tidak mengetahui dengan jelas apa yang
harus dilakukan dalam praktek pengembangannya. Hasil observasi menunjukkan
ketidak mampuan guru dalam menyusun RPP, apakah ini akan terjadi pada materi
subjek lain ?. Sampai sejauh ini peneliti belum membaca adanya laporan
penelitian evaluasi implementasi KTSP di bidang studi Fisika, baik Fisika SD
(IPA), Fisika SMP, Fisika SMK dan Fisika SMA, oleh karena itu peneliti akan
mencoba melakukan penelitian evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA.
Seperti yang diungkapkan oleh Azis (2008), dikarenakan belum adanya
perangkat evaluasi untuk menilai sejauh mana Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) berjalan efektif, beberapa sekolah sudah menggunakan KTSP,
tetapi ternyata belum ada perubahan yang signifikan pada proses pembelajaran
sehari-hari. Perangkat evaluasi yang digunakan baru sebatas untuk menilai proses
pembelajaran di sekolah, belum untuk menilai kurikulum itu sendiri. Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) yang dibentuk untuk di bawah Direktorat
jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, lebih berfungsi sebagai
lembaga sosialisasi dan pelatihan bagi guru dan sekolah dalam menerapkan KTSP
belum menjangkau fungsi evaluasi. Menurut Azis (2008), perangkat evaluasi ini
penting karena KTSP memberikan ruang otoritas bagi guru untuk melakukan
improvisasi dan kreativitas dalam proses pembelajaran dan belum banyak guru
yang mampu memanfaatkan hal itu semaksimal mungkin.
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 8
Berdasarkan hal diatas, studi evaluasi implementasi kurikulum diperlukan
sebagai usaha untuk mengetahui apa yang terjadi pada kurikulum operasional
(KTSP) di sekolah sebagai dokumen kurikulum yang diaktualisasikan dalam
ide/konsep guru kepada peserta didik, (Hasan 1988:3). Menurut pendapat, Berman
dan McLaughlin , (Hasan 2008:88), mengungkapkan bahwa evaluasi
implementasi kurikulum mengukur seberapa jauh kurikulum (KTSP) sebagai
rencana telah dilaksanakan ke dalam bentuk kurikulum sebagai kegiatan, dan
mengukur perubahan perilaku guru yang terjadi sebagai pelaksana administratif.
Evaluasi kurikulum memiliki landasan legal yang lebih kuat sejak
diberlakukannya Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional, pasal 55 dan 56 menetapkan bahwa setiap unit pendidikan harus
dievaluasi secara external oleh lembaga internal, pasal-pasal tersebut
menunjukkan bahwa suatu usaha pendidikan dalam hal ini KTSP haruslah terbuka
untuk dievaluasi oleh suatu lembaga mandiri. Lembaga mandiri ini mungkin
dibentuk oleh pemerintah pusat, masyarakat, atau organisasi yang tidak terlibat
dalam proses pengembangan kurikulum, (Hasan : 2008). Bagaimana evaluasi
implementasi KTSP bisa dilaksanakan ? Banyak yang telah melakukan evaluasi
implementasi KTSP dengan berbagai sudut pandang, berbagai bidang studi, dan
berbagai hasil, namun ide dari KTSP yang harus menghasilkan siswa menjadi
kreatif, inovatif, dan mampu mengantarkan siswa untuk berpikir kritis, berpikir
tingkat tinggi belum tampak adanya studi ini .
Ide KTSP untuk mata pelajaran sains harus melibatkan pula hakekat
pendidikan IPA : Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 9
kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan
pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA
sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran
orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat
untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara
bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan, (Suyudi, 2003).
Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam
pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran
yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini
dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah
tangan. Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa
dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di
laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan
menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan
proyek. Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi
dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah
keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Dalam mengembangkan
silabus, kualitas profil pembelajaran dapat dilihat prinsip relevansi, konsistensi,
kecukupan antara siswa, kompetensi yang harus dikuasai, materi yang dipelajari,
alokasi waktu, dan sumber bahan yang tersedia. Standar Kompetensi untuk suatu
mata pelajaran tidak lepas dari karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan.
Ada beberapa mata pelajaran yang selain memiliki peluang untuk
mengembangkan kemampuan aspek kognitif, juga memiliki peluang yang lebih
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 10
banyak untuk mengembangkan kemampuan psikomotorik dibandingkan dengan
mata pelajaran lainnya. Demikian juga pengembangan aspek afektif, tidak akan
sama antara mata pelajaran dan mata pelajaran lainnya. Mata pelajaran Sains
memiliki peluang yang seimbang baik untuk mengembangkan kemampuan dalam
aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif. Untuk suatu materi sains ada yang
bersifat hierarkies dan ada pula yang tidak. Materi yang hirarkies harus dipelajari
dengan mendahulukan materi yang menjadi prasyaratnya, (Puskur, 2006).
Pengembangan KTSP mengacu kepada Permendiknas No. 24 Tahun 2005
tentang implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan , pengembangan
kurikulum operasional (KTSP) diwujudkan dalam bentuk dokumen silabus,
program semester, dan rencana pelaksanaan pembelajaran berikut komponennya.
Standar Isi merupakan suatu dokumen, yang diuraikan menjadi Standar
Kompetensi (dokumen dari pusat), kemudian dirinci kedalam Kompetensi Dasar
(dokumen dari pusat), sedangkan indikator dan kegiatan pembelajaran adalah
uraian yang harus dibuat oleh guru dalam silabus (dokumen guru) bagaimana
dokumen-dokumen ini diaktualisasikan kedalam pembelajaran (proses). Gagasan
yang tertulis dalam Standar Isi kemudian dituangkan kedalam Standar
Kompetensi dan dituangkan juga kedalam Kompetensi Dasar, gagasan-gagasan
yang tertulis dalam dokumen tersebut merupakan kehendak. Jika Kompentensi
Dasar diuraikan kedalam indikator (kehendak guru), kemudian dirinci dalam
kegiatan pembelajaran dalam silabus. Penjabaran silabus kedalam Rencana
Pengembangan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana dalam bentuk dokumen
tertulis guru, sedangkan aktualisasi adalah proses pelaksanaan pembelajaran di
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 11
kelas. Jika ditelusuri maka definisi “evaluasi kurikulum” berdasarkan pernyataan
SK, KD dan indikator diatas sebagai dokumen merupakan proses penentuan nilai
dan angka tentang keterkaitan dokumen-dokumen yang diuraikan tersebut
(Schubert 1986:262), sedangkan terwujudnya pembelajaran di dalam kelas adalah
implementasi kurikulum, maka definisi “evaluasi implementasi kurikulum” adalah
proses penentuan nilai dan angka tentang tingkat ketercapaian dokumen standar
isi - standar kompetensi -kompetensi dasar-indikator tersebut dapat
diaktualisasikan kedalam pembelajaran di kelas.
C. Perumusan Masalah
Beberapa ahli teori evaluasi kurikulum melibatkan suatu konsep model
evaluasi. Suatu model merupakan suatu abtraksi, yaitu suatu gambaran rencana
global untuk menilai suatu kurikulum, (Frances Deepwell, 2002 :
[email protected]). Dalam setiap model mempunyai sintaxs (langkah-
langkah) yang harus diikuti, Robert E.Stake (1967), mengemukakan suatu Model
Evaluasi Kurikulum yang dikenal dengan nama model Countenance Stake
(tampilan model evaluasi Stake), yang sebelumnya dikenal dengan Model
Contingency- Congruence.
The "countenance" model of evaluation seemed more appropriate because
its suggested matrices for descriptive and judgmental data are able to
support the study of an evolving programme across time, looking at the
antecedents as well as the intended and unintended consequences of the
programme. Robert Stake's "countenance model" (Stake, 1967) was
originally formulated for curriculum studies in the late 1960s, (Frances
Deepwell, 2002 : [email protected]).
Model Penampilan evaluasi Stake tampak lebih tepat karena matriks
yang diusulkan untuk data deskriptif dan data penilaian dapat mendukung
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 12
kajian program yang berkembang sepanjang waktu, melihat pendahulunya
serta konsekuensi yang tidak disengaja dari program yang dimaksudkan.
Robert Stake's dengan " model penampilan " (Stake, 1967) pada awalnya
dirumuskan untuk studi kurikulum di akhir 1960-an.
The countenance model aims to capture the complexity of an educational
innovation or change by comparing intended and observed outcomes at
varying levels of operation. The congruence between the intentional and
the observational accounts provides the basis for judging the success or
otherwise of the innovation, whilst at the same time allowing for the
recording of unintended outcomes. A summary model of Stake's data
matrix is shown in Figure 1
Model Penampilan Stake bertujuan untuk menangkap kerumitan suatu
inovasi pendidikan atau mengubah dengan membandingkan apa yang
dimaksudkan/diinginkan dan mengamati hasil pada berbagai tingkat
operasi. Kesamaan antara kesengajaan dan laporan pengamatan
menyediakan dasar untuk menilai keberhasilan atau inovasi tersebut,
sementara pada saat yang sama memungkinkan untuk merekam hasil yang
tidak disengaja. Sebuah model ringkasan data matriks Stake yang
ditampilkan dalam Gambar 1.1
Gambar 1.1 Ringkasan model data matriks Countenance Stake
Rational
descriptionsmatrix judgementmatrix
Intended Observation Standard Judgement
Antesedent
n
Transaction
Outcome
Lo
gic
al
Co
nti
ng
ency
Log
ical
co
nti
ng
ency
Em
pir
ica
l C
on
tin
gen
cy
From R.E. Stake, Language, rationality, and assessment. In W.H. Beatty (Ed.), Improving
educational assessment and an inventory of measures of affective behavior (Washington,
D.C.: Association for Supervision and Curriculum Development, 1969), p. 20.
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 13
Mengapa menggunakan model Evaluasi Countenance Stake dalam
evaluasi implementasi KTSP fisika SMA ? Implementasi kurikulum merupakan
dimensi proses atau kegiatan dan hasil, model Countenance Stake sangat cocok
untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan,
1988). Stake mengembangkan suatu model penilaian/evaluasi kurikulum dengan
nama Continguency-Congruence Model (CCM). Tujuan dari model ini adalah
melengkapi kerangka untuk pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum.
Perhatian utama Stake adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan keputusan
berikutnya berdasarkan sifat data yang dikumpulkan. Stake melihat adanya
ketidak-sesuaian antara harapan penilai dan guru. Model CCM dimaksudkan guna
memastikan bahwa semua data dikumpulkan dan diolah untuk melengkapi
informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal ini berarti bahwa penilai
harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap tentang hasil belajar peserta
diklat dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan antara kedua faktor
tersebut. Di samping itu juga, judgment data harus dikumpulkan, Stake
mengartikan judgment data adalah data yang berasal dari pertimbangan berbagai
ahli mata pelajaran dan kelompok masyarakat yang berkepentingan dengan
kurikulum. Model Countenance Stake lebih dapat dipergunakan untuk melakukan
evaluasi pelaksanaan kurikulum dalam konteks pendidikan di Indonesia. Proses
pengembangan kurikulum di Indonesia, khususnya KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang
dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Dokumen Standar Isi yang diuraikan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 14
menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan kurikulum
sebagai rencana yang dibuat di tingkat Nasional dan guru masih harus
mengembangkan rencana ini menjadi rencana yang lebih operasional kedalam
evaluasi kurikulum dalam dimensi kegiatan dan hasil, (Hasan 1988:109).
Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam
dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan, 1988). Baik data yang
dikelompokan ke dalam intended (diharapkan), maupun observation (apa yang
terjadi dan teramati) merupakan data yang dapat mengungkapkan tentang apa dan
bagaimana kurikulum itu terlaksana. Karena KTSP merupakan salah satu mata
tataran dari program diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTK IPA, baik dari
segi sosialisasi kurikulum maupun pengembangannya. Pengembangan KTSP
dilakukan oleh Satuan Pendidikan dengan memperhatikan Standar Isi – Bahan
Kajian (SK) – Kompetensi Dasar (KD) yang diberikan oleh BNSP. Melalui
penelitian inquairy deskriptif atau survey sebagai acuan evaluasi, data yang
terkumpul dapat menggambarkan pada penentuan apa yang diharapkan oleh
seorang guru sebagai pengembang kurikulum, merencanakan mengenai keadaan
prasyarat (antecedent) sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung, sedangkan
kegiatan kelas yang berlangsung sebagai (transaction) atau aktualisasi interaksi
yang terjadi , serta menghubungkannya dengan berbagai bentuk hasil belajar
(outcomes) . Matrik deskripsi model Countenance Stake dapat mengamati /
menganalisis hasil apa direncanakan / diinginkan secara logical countingency
(kemungkinan yang terjadi secara logika) dan untuk sesuatu yang sudah terjadi
atau sedang terjadi dalam hubungan dengan yang diharapkan pada implementasi
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 15
KTSP secara empirical contingency (kemungkinan yang terjadi secara empirik)
dasar bekerjanya sama dengan analisis logical contingency tetapi data yang
dipergunakan adalah data empirik pada kelompok matriks observasi.
Melalui framework analisis matriks data deskriptif dan matriks data
pertimbangan model Countenance Stake untuk menggambarkan wujud nyata
implementasi KTSP pada kegiatan belajar Fisika di SMA. Sejalan dengan
gambaran definisi evaluasi implementasi kurikulum diatas terdapat suatu
pertanyaan yang sekaligus merupakan perumusan masalah dalam evaluasi ini :
“Bagaimanakah Model Countenance Stake dapat digunakan dalam
evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA?
(meliputi kebutuhan dan konteks (Antecendent), proses implementasi
(Transaction), dan hasil (outcomes) pada RPP Guru Fisika).
Evaluasi formal model Countenance Stake: “Handout CIRCE University of
Illinois” (Robert E. Stake 2001), adalah suatu proses untuk meneliti cara-cara
meningkatkan perbaikan subtansi kurikulum, prosedur implementasi, metode
pembelajaran, dampak perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran yang
memberikan perhatian terhadap keadaan sebelum suatu kegiatan berlangsung dan
terhadap kelas itu sendiri, serta menghubungkan dengan berbagai bentuk hasil
belajar. Keadaan sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung dinamakan antecedent
(prasyarat), sedangkan kegiatan interaksi yang terjadi di dalam kelas dinamakan
transaction (transaksi) dan outcomes (hasil). Tiga tingkatan antecedent,
transaction, dan outcomes terbagi atas dua kategori. Kategori pertama , apa yang
dinginkan (intended) oleh pengembang program. Seorang guru adalah
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 16
pengembang program yang merencanakan mengenai keadaan prasyarat yang
dinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Apakah prasyarat tersebut
berhubungan dengan minat siswa, kemampuannya, pengalamannya yang biasa
distilahkan sebagai entry behaviours (perilaku awal). Selanjutnya guru
merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada waktu interaksi dikelas,
dan kemampuan apa yang diharapkan siswa peroleh/dapatkan setelah proses
interaksi berlangsung. Kategori kedua, kategori yang berhubungan dengan apa
yang sesungguhnya terjadi, misalnya keadaan apa yang ada pada waktu interaksi
kelas dilakukan ; bagaimanakah kemampuan siswa yang akan belajar ?, Apakah
siswa telah belajar topik yang akan diajarkan sebelum pelajaran berlangsung ?
Apakah guru mencoba memberikan pertanyaan kepada siswa untuk memberikan
pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui kemajuan yang telah diperoleh dari
interaksi yang telah terjadi ? Kategori ini disebut observasi karena berdasarkan
pengamatan apa pernah yang dilakukan oleh penilai.
Model Contenance Stake dalam studi evaluasi ini meliputi apa yang
direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana, dan hasil proses pelaksanaan
rencana. Stake membagi kelompok intended dan observation dalam framework
matrix description sedangkan dalam kelompok Standar dan judgment ada dalam
framework matrix judgment. Dalam framework matrix judgment peneliti
menelaah ada kekurangan kelompok hasil sebagai kumpulan informasi yang
tersedia sebelum judgment diputuskan Framework matrix judgment menjadi
Standard, Hasil pengukuran dan Judgment (pertimbangan) pra-penelitian
(Jaskarti,2007). Dalam proses pembelajaran (transaction), peneliti akan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 17
menggunakan kriteria materi pembelajaran Fisika, maka sequence materi fisika
akan dilibatkan untuk mengamati aktualisasi materi tersebut. Dari sisi transaksi,
untuk materi Fisika dalam studi evaluasi ini akan menggunakan definisi
kurikulum pendapat Gagne 1970;
Curriculum is sequence of content unit arranged in such a way that
learning of each unit may be accomplished as a single act provided the
capabilities described by specific prior units (in the sequence) have
already been learned by the learner (Oliver 1995:5).
Kurikulum adalah urutan isi (unit topic) yang diatur sedemikian rupa
sehingga setiap unit pembelajaran dapat dicapai sebagai suatu kegiatan
tunggal menyediakan kemampuan tertentu yang digambarkan oleh suatu
topik sebelumnya (dalam urutan) dan telah dipelajari oleh peserta didik.
Maka “evaluasi implementasi kurikulum “ akan mengacu pada proses
penentuan nilai dan angka tentang tingkat kesesuaian isi yang menggambarkan
kegiatan belajar (task analysis) dan merupakan ciri penguasaan bahan pelajaran
dengan memandang suatu topik sebagai suatu organisasi hirarkis dari urutan
tingkatan-tingkatan yang terinci dalam pembelajaran .
Task Analysis is procedure involves the detailed analysis of the
hierarchical structure of task to be taught by unit. The task may be a
routine arithmetical operation, the comprehension of a concept, the
application of principle for solving a particular problem. Task analysis
specifies the sequence of particular activities. Operations, and the like
needed to perform a given task, (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).
Analisis kegiatan belajar adalah melibatkan prosedur analisis secara rinci
struktur hirarkis kegiatan belajar yang harus diajarkan dalam unit topik. Kegiatan
belajar rutin seperti langkah aritmatika, pemahaman konsep, penerapan prinsip
untuk memecahkan masalah tertentu. Analisis kegiatan belajar menentukan urutan
kegiatan tertentu. Langkah-langkah, dan sebagainya yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan belajar tertentu.
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 18
The task analysis of instructional material enables us to see whether all
the requirements for dealing with a certain task are properly presented
and sequenced in the unit. Yoloye carried out task analysis of instructional
material for the purpose of verifying the adequacy of its hierarchical
structure (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).
Analisis kegiatan belajar dari suatu materi pembelajaran memungkinkan
kita untuk melihat apakah semua persyaratan untuk menangani kegiatan belajar
disajikan dengan benar dan dari urutan suatu topik. Yoloye melakukan analisis
kegiatan belajar materi pengajaran untuk tujuan verifikasi yang lengkap dari suatu
struktur hirarkis (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80). Dalam studi evaluasi KTSP
Fisika SMA ini, mengkaji lebih jauh dalam analisis konten Fisika SMA kelas X
semester I dan mengujinya serta mendeskripsikan tentang pelaksanaan
implementasi Fisika dalam KTSP ke dalam frame matrik deskriptif baik itu
intended – observation maupun antecendent, transaction dan outcome. Untuk
studi evaluasi KTSP yang menggunakan Model Countenance Stake belum
ditemukan baik melalui internet maupun Jurnal pendidikan. Evaluasi
implementasi KTSP yang dilakukan oleh guru adalah suatu tindakan atau proses
untuk menentukan nilai dari kinerja alumni (guru) sebagai pelaksana dan
pengembang KTSP. Pada evaluasi ini evaluator menggunakan pendekatan The
User/Consumen Oriented Approach yaitu pendekatan yang berorientasi kepada
pengguna/konsumen diklat. Hal tersebut bisa dijadikan masukan untuk
melaksanakan/mengembangkan program yang lebih baik dan memperbaikinya di
masa yang akan datang.
KTSP sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 19
pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan
dasar dan provinsi, untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun
oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi
dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang
disusun oleh BSNP. Karena sosialisasi KTSP dalam bentuk mata tataran KTSP
yang diberikan pada program diklat berjenjang , maka yang akan dilakukan oleh
evaluator adalah evaluasi implementasi KTSP pada kinerja alumni diklat
berjenjang P4TK IPA. Dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian
deskriptif atau penelitian survey yang mengawali evaluasi secara mendalam
tentang implementasi KTSP Fisika SMA pada Kinerja Alumni Program Diklat
Berjenjang di P4TK IPA. Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi
kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan, (Hasan, 1988). Baik data yang
dikelompokan ke dalam intended (diharapkan) maupun observation (apa yang
terjadi) merupakan data yang mengungkapkan tentang apa dan bagaimana
kurikulum itu terjadi.
Evaluasi kurikulum berhubungan dengan pemberian pertimbangan nilai
dan harga kurikulum dan harus berkaitan dengan kriteria yang telah ditentukan.
Dalam konteks evaluasi kurikulum Stake (1976) merupakan salah seorang tokoh
yang banyak berbicara tentang penetapan kriteria evaluasi, dengan kriteria
tersebut evaluator dapat memberikan pertimbangan mengenai komponen-
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 20
komponen kurikulum yang masih memerlukan perbaikan dan komponen-
komponen yang dianggap sudah memenuhi persyaratan. Dengan pendekatan
tertentu evaluator dapat mengembangkan kriteria evaluasi yang akan digunakan.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang
dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru.
Seorang guru, sebagai pengembang program, merencanakan kondisi awal
(prasyarat) yang diinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Guru
merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada saat interaksi di kelas, dan
kemampuan apa yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses interaksi
berlangsung. Beberapa pendapat tentang definisi implementasi kurikulum yang
akan dipakai sebagai acuan :
Curriculum implementation is seen as a process of multiple interpretations
by teachers. Rather than one proper way to implement the curriculum, a
collaborative approach looks for a variety of “profiles of practice”
(Johnson,1987), which, when taken as a whole, define the curriculum
change.
Implementasi kurikulum dipandang sebagai proses multi-tafsir (interpretasi)
guru secara beragam dalam pembelajaran. Dibandingkan satu cara yang tepat
untuk mengimplementasikan kurikulum, dengan suatu pendekatan kolaboratif
dapat mencari berbagai "profil pembelajaran" (Johnson, 1987, Posner 1995: 213),
ketika diambil secara keseluruhan, dapat menetapkan perubahan kurikulum).
Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum” berarti menilai / mengukur
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 21
tingkatan seberapa baik interpretasi guru dalam mengubah kehendak menjadi
kenyataan, yang dapat menggambarkan profil pembelajaran, dan merupakan
informasi untuk perubahan kurikulum.
Curriculum implementation is assessed by determining the degree to
which teaching practice meets the criteria of developers, termed the
degree ”fidelity” (Fullan &Pompret, 1977: Posner 1995:204).
Implementasi kurikulum menilai dengan menentukan sejauh mana proses
pembelajaran memenuhi kriteria pengembang, dan disebut sebagai tahapan
"fidelity" (kesetiaan/sepenuhnya sesuai, implementasi kurikulum harus sesuai
dengan desain kurikulum) . Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum”
berarti menilai sejauh mana keterlaksanaan proses pembelajaran yang memenuhi
kriteria pengembang. Fullan 1982, (Miller & Seller, 1985:11) mengidentifikasi
implementasi kurikulum dengan tiga tahap dimana perubahan kurikulum itu
terjadi ;
1) Bahan ajar (materials), menggunakan pembelajaran baru atau revisi
teknologi pembelajaran.
2) Pendekatan dalam pengajaran (teaching approaches), strategi baru,
kegiatan, pelatihan yang dikenalkan oleh guru.
3) Kepercayaan (beliefs), asumsi-asumsi pedagogi dan teori-teori yang
menggaris bawahi kebijakan baru atau program baru.
Dalam banyak hal, perubahan kurikulum terbatas pada perubahan-
perubahan di dalam bahan ajar. Bagaimanapun juga, untuk bisa melihat lebih
efektif harus pula melibatkan perubahan-perubahan dimana para guru mengajar
dan bagaimana cara guru berpikir. Secara keseluruhan, adalah penting untuk
mengenali kualitas perubahan-perubahan ini, sebab tidak bisa dipisahkan dan
berhubungan dengan implementasi kurikulum. Untuk mengetahui keberhasilan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 22
suatu program diklat diperlukan suatu informasi yang dapat diandalkan terkait
dengan pelaksanaan dari hasil program diklat. Langkah yang dapat ditempuh
adalah melakukan suatu evaluasi terhadap hasil implementasi program diklat
tersebut. Evaluasi hasil implementasi program diklat dapat memberikan
pendekatan lebih banyak dalam memberikan informasi kepada pembuat program
diklat untuk membantu perbaikan dan pengembangan program pendidikan melalui
kediklatan.
Model Countenance Stake sebagai kerangka dalam studi evaluasi ini,
dimana implementasi kurikulum sebagai komponen utama dalam proses
kurikulum, dalam beberapa kasus implementasi diidentifikasikan sebagai
pengajaran tetapi pandangan ini juga dikenali sebagai perubahan multidimentional
and complex impact seperti faktor-faktor dalam implementasi kurikulum, (Miller
& Seller, 1985:11). Beauchamp (1975), memberikan definisi tentang
implementasi kurikulum “ Putting the curriculum to work” yang diartikan
menjalankan kurikulum, menerapkannya di dalam kelas. Sedangkan Fullan (1979)
mendefinisikan implementasi kurikulum sebagai : Putting into practice of an
idea, program or set of activities which is new to the individual or organization
using it” (mengungkapkan suatu ide, program atau seperangkat kegiatan yang
baru untuk individu atau organisasi yang menggunakan kurikulum).
Sebelum melakukan studi evaluasi untuk pengambilan data digunakan
standar minimal atau kriteria evaluasi yang telah ditentukan melalui tahapan
prasyarat (Antecendent), transaksi (transactions) dan hasil (outcomes). Penelitian
nonexperimen dengan metoda deskriptif atau metoda survey pada administrasi
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 23
perangkat pembelajaran guru Fisika SMA yang meliputi silabus dan content
kurikulum yang diuraikan kedalam struktur belajar Gagne (1965) yang
dikembangkan oleh Davies & Gilbert( 1973) melalui analisis kegiatan belajar,
teknis analisis content yang digunakan menurut analisis matriks karakteristik
struktur belajar Butler (1972), dikonversi menggunakan Analisis Binary Square
Similarity Matrix Troachim (2006). Model Evaluasi Countenance Stake sebagai
strategi alternatif untuk dasar pertimbangan keputusan pada implementasi
kurikulum (KTSP) yang dilaksanakan oleh guru Fisika SMA pasca diklat
berjenjang di PPPPTK-IPA,
Kemudahan untuk menemukan sampel di lapangan adalah alumni diklat
yang telah mengikuti diklat di P4TK IPA. Dimensi hasil implementasi program
diklat adalah kinerja alumni dalam hal ini guru yang telah ditatar di P4TK IPA,
ditinjau dari segi kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan keterampilan,
prestasi kerja (kinerja atau performansi), kecepatan kerja, motivasi, kemampuan
menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin, dan lain-lain sebagai dampak hasil
pendidikan dari lembaga diklat, (Berman, 2005:6). Implementasi kurikulum
merupakan kinerja guru, dalam evaluasi implementasi KTSP dimaksud meliputi ;
pembuatan silabus, persiapan guru mengajar , persyaratan administrasi guru Fisika
SMA, pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan KTSP sebagaimana
yang telah disosialisasikan dalam Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika.
Dimana tujuan Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika untuk menghasilkan
Instruktur IPA/Fisika yang nantinya akan memiliki tugas tambahan untuk
melakukan pendampingan bagi guru Fisika didaerahnya dalam rangka
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 24
meningkatkan kompetensi dan meraih sertifikasi (bagi guru yang belum lulus
sertifikasi). Batasan-batasan konseptual mencakup pada persoalan esensial yang
berhubungan langsung dengan alumni program diklat berjenjang. Dampak
implementasi program diklat yang merupakan kinerja alumi, ditinjau dari segi
kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan pengetahuan, penguasaan
keterampilan, prestasi kerja (kinerja atau performasi), kecepatan kerja, motivasi,
kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin sebagai dampak hasil
pendidikan dari lembaga diklat. Guru SMA alumni diklat berjenjang yang ada di
kota Bandung, berjumlah 9 orang, tetapi karena pengajar kelas X ada 2 orang,
maka kemudian batasan objek penelitian ini dilaksanakan pada SMAN 1 dan
SMAN2 di Bandung.
Model Evaluasi Countenance Stake (Model Penampilan Penilaian Stake)
dalam studi evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA pada kinerja alumni
program diklat di PPPPTK-IPA belum pernah dilakukan, berdasarkan hal inilah
evaluator akan melakukan evaluasi pada bulan Juli – Oktober 2011 di Bandung,
pada kinerja alumni Guru Fisika SMA pasca diklat berjenjang tingkat dasar dan
tingkat lanjut yang telah diselenggarakan pada tahun 2006 (19 s.d 30 November
2006: jenjang dasar, dan tahun Juli 2007 : jenjang lanjut) di P4TK IPA yang
mewakili propinsi Jabar adalah SMA-SMA di : Bandung, Cirebon, Bogor dan
Bekasi) pada salah satu mata tataran yaitu sosialisasi KTSP khususnya
Pengembangan Silabus dan RPP yang telah dilaksanakan di sekolah masing-
masing, sebagai bahan ajar fisika : besaran Fisika, pengukuran, besaran vektor dan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 25
gerak untuk satu standar kompetensi pada tahun ajaran 2010-2011, kelas X
semester I.
Penelitian kualitatif deskriptif mempunyai banyak kesamaan dengan
penelitian kuantitatif nonexperimen - metoda deskriptif atau metoda survey,
(Bungin 2008:132) adalah salah satu bagian dari evaluasi ini , karena untuk
mengambil data yang akan dievaluasi didahului oleh penelitian. Untuk
mempermudah rancangan evaluasi, masalah yang akan diteliti/dievaluasi perlu
dirumuskan secara lebih jelas. Secara operasional maka rumusan masalah
tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang dinilai
aktualisasinya/dicari jawabannya melalui penelitian deskriptif ini, dan dijadikan
kriteria evaluasi ini. Rumusan masalah diatas dapat dirinci lebih detail kedalam
matriks deskripsi sebagai data intended (yang diharapkan) dan observation (apa
yang terjadi) sebagai berikut :
1. Bagaimanakah menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dengan
menggunakan Model Evaluasi Countenance Stake ?
2. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,
Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi, dibandingkan secara logical
contingency (secara vertical) antara matriks Intended, matriks Observasi
dengan matriks standar untuk materi pelajaran: Besaran Fisika,
Pengukuran, Vektor dan Gerak pada Fisika?
3. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,
Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi secara horizontal, untuk
materi pelajaran: Besaran Fisika, Pengukuran, Vektor dan Gerak pada
Fisika dibandingkan secara congruence ?
4. Bagaimanakah pengetahuan guru dalam curriculum content ? ( Standar
Isi, Standar Kompetensi, kompetensi dasar, silabus, RPP dan
penilaiannnya)
5. Bagaimanakah administrasi perangkat pembelajaran guru fisika SMA
dalam rencana implementasi meliputi intended dan observasi yang terdiri
dari Antecedent, Transaction dan Outcomes?
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 26
6. Bagaimanakah Binary Square Symetric Similarity Matrix dapat
menganalisis contingency-congruence matriks deskriptif dan Judgment
(pertimbangan) pada scanning data struktur belajar (learning structure)
guru fisika SMA dalam implementasi kurikulum fisika KTSP ?
D. Tujuan Evaluasi
Perbedaan antara evaluasi dan penelitian yang terlihat jelas antara
keduanya adalah penggunaan kriteria pada evaluasi untuk memberikan
pertimbangan, sedangkan penelitian tidak memberikan pertimbangan terhadap
data. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai variabel
berdasarkan data yang dikumpulkan secara empirik, kebenaran universal dianut
oleh kelompok positivistik. Kelompok fenomenologi atau postpositivistik
melakukan penelitian untuk menemukan kebenaran yang berlaku di tempat
dimana penelitian dilakukan. Evaluasi adalah suatu penelitian yang sistematis
untuk menilai tentang guna dan manfaat suatu objek dengan penggunaan suatu
kriteria untuk memberikan pertimbangan.
Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh,
dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-
alternatif keputusan ( Mehren & Lehmann, 1978). Sesuai dengan pengertian
tersebut maka setiap evaluasi atau penilaian implementasi kurikulum merupakan
suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data,
berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat keputusan. Dalam hubungan
dengan kegiatan pembelajaran. Norman E. Gronlund (1976) merumuskan
pengertian evaluasi sebagai berikut : “ Evaluation ….a Systematic process of
determining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils “.
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 27
(Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk membuat keputusan sampai
sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik dalam hal
ini guru-guru SMA sebagai peserta diklat). Dengan kata-kata yang berbeda, tetapi
mengandung pengertian yang hampir sama, Wrightstone (1956), mengemukakan
rumusan evaluasi pendidikan sebagai berikut : “ Educational evaluation is the
estimation of the growth and progress of pupils toward objectives or values in
curriculum “. (Evaluasi pendidikan ialah penafsiran terhadap pertumbuhan dan
kemajuan peserta didik ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan
di dalam kurikulum). Evaluasi Implementasi Kurikulum dinilai dengan
menentukan sejauh mana proses pembelajaran memenuhi kriteria pengembang,
dan disebut sebagai tahapan "fidelity" (kesetiaan/sepenuhnya sesuai, implementasi
kurikulum harus sesuai dengan desain kurikulum) . Sehingga definisi “evaluasi
implementasi kurikulum” berarti menilai sejauh mana keterlaksanaan proses
pembelajaran yang memenuhi kriteria pengembang, (Fullan &Pompret, 1977:
Posner 1995:204).
Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan penggunaan
kriteria , pada model evaluasi Countenance Stake yang dipergunakan, evaluasi
proses berhubungan dengan kegiatan yang memang nyata dan telah terjadi, maka
tujuan evaluasi implementasi kurikulum :
1. Untuk menentukan nilai dan angka hasil implementasi KTSP Fisika SMA
atas dasar kriteria dan tolok ukur yang ditentukan, berdasarkan tingkat
kesesuaian (congruence) dan kelogisan (contingency) antara apa yang
diharapkan dan apa yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum (KTSP)
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 28
Fisika SMA, melalui frame (kerangka) matriks deskriptif (Intended dan
Observation) yang meliputi prasyarat (Antecendent), transaksi
(Transaction), dan hasil (Outcomes) baik secara congruence dan logical
contingency.
2. Untuk memperoleh informasi bagi pengambil keputusan antara apa yang
diharapkan dan apa yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum (KTSP)
Fisika SMA, melalui framework (kerangka) matriks judgment (Standar,
Result of Scanning, dan Jugment ) yang meliputi prasyarat (Antecendent),
transaksi (Transaction), dan hasil (Outcomes).
Hasil pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh pengambil
keputusan untuk menentukan kebijakan pendidikan pada tingkat pusat, daerah dan
sekolah untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan meningkatkan hasil yang
lebih optimal. Hasil evaluasi tersebut dapat juga digunakan oleh Kepala Sekolah,
Guru, pelaksana pendidikan didaerah dan lembaga diklat seperti LPMP dan
PPPPTK dalam memahami dan membantu meningkatkan kemampuan guru,
memilih bahan ajar, memilih metoda dan perangkat pembelajaran yang lebih baik.
KTSP merupakan salah satu mata tataran dari program diklat yang
diselenggarakan oleh PPPPTK IPA, baik dari segi sosialisasi kurikulum maupun
pengembangannya. Pengembangan KTSP dilakukan oleh Satuan Pendidikan
dengan memperhatikan Standar Isi – Bahan Kajian (SK) – Kompetensi Dasar
(KD) yang diberikan oleh BNSP.
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 29
Melalui metoda deskriptif atau metoda survey, studi kebutuhan guru di
lapangan mengenai KTSP dapat tergambarkan, analisis induktif data deskriptif
hasil implementasi kurikulum dapat teranalisis. Studi Deskriptif pada
pengembangan KTSP, meliputi administrasi pengembangan perangkat
pembelajaran KTSP ,pengembangan RPP , pengembangan bahan ajar fisika :
besaran Fisika, pengukuran, besaran vektor dan gerak untuk satu standar
kompetensi (Menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya).
Dalam KTSP penjabaran SK dan KD diperlukan keterampilan guru dalam
mengelaborasi KD menjadi indikator pencapaian hasil belajar, bahan ajar,
kegiatan belajar ke dalam bagian-bagiannya, guru harus berpikir bagaimana
bagian-bagian tersebut berhubungan dan diorganisasikan. Menurut (Gilbert, 1962,
Davies, 1973:38) Analisis kegiatan belajar (Task Analysis) mengidentifikasi
pengetahuan, keterampilan, sikap dan disintesiskan ke dalam suatu organisasi
yang bersifat hirarki. Penguasaan bahan ajar adalah suatu cara untuk mengerjakan
analisis kegiatan belajar dengan memandang suatu topik sebagai suatu organisasi
hirarkis dari tingkatan-tingkatan atau komponen-komponen yang menerangkan
kegiatan dalam urutan rinci yang lebih meningkat, apakah guru telah siap
mengembangkan SK dan KD kedalam bahan ajar dan membuat RPP.
E. Manfaat Studi Evaluasi Implementasi KTSP
Manfaat dari hasil evaluasi KTSP akan memberikan informasi dan
menunjukkan apakah KTSP itu sudah dilaksanakan, dipahami oleh sekolah
sebagai pelaksana . Adapun kegunaan hasil evaluasi implementasi KTSP Fisika
SMA pada kinerja alumni ini secara teoritis adalah:
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 30
a. Menyediakan informasi untuk team pengembang KTSP di sekolah yang
bersangkutan ( yang diteliti), sebagai bahan studi kebutuhan guru,
kepala sekolah, comite ada di lapangan.
b. Menyediakan informasi untuk guru sebagai bahan referensi dalam
memperkaya dan mempertajam pengetahuan tentang KTSP yang
dimplementasikan oleh para guru Fisika SMA.
c. Menyediakan informasi untuk pelaksana kurikulum Fisika khususnya
guru Fisika untuk mengembangkan pengetahuannya dalam upaya
meningkatkan pola mengajarnya .
d. Menyediakan informasi untuk peneliti evaluasi implementasi kurikulum
selanjutnya.
e. Menyediakan gambaran bagi para perancang evaluasi KTSP yang
selanjutnya.
f. Memberikan sumbangsih bagi pengguna teori evaluasi, bahwa
framework model Countenance Stake dapat memberikan gambaran
(deskriptif) yang sangat rinci dan mudah untuk dianalisis secara
induktif.
g. Menentukan tingkat pemahaman para pengembang KTSP, termasuk ide
kurikulum yang dikembangkan ditingkat nasional, Hasan (2008)
h. Menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan KTSP, meliputi
pengembangan silabus oleh guru, dan pelaksanaan proses pembelajaran
dikelas.
i. Menentukan tingkat keterampilan yang dimiliki para pengembang
KTSP, termasuk prinsip-prinsip pengembangan KTSP, Hasan (2008).
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 31
F..Skema Prosedur Studi Evaluasi
VIII
Result of Scanning
Rumusan Masalah
Model
Countenance
Stake pada
Implementasi
KTSP Fisika
SMA
Penelitian
Inquairy non
Experimen ,
Metoda
Deskriptif
Matriks
Judgment
Wawancara
Specific Judgment
Observasi
I II
VI
V
IX
IV III
Data
Matriks
Deskriptif
Intended
(Logical Contengency)
Observation
(Empirical Contingency)
Evaluasi
Informasi Hasil
Implementasi
KTSP sesuai
kriteria
pengembang
General Standard
(Scanning)
Kuesioner
/Dokumen
VII
Gambar 2. 2.Skema Prosedur Studi Evaluasi
Content Analysis