BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab...

31
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Daerah telah bergulir seiring dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, kemudian disempurnakan melalui UU No.32 Tahun 2004 dan pelaksanaannya melalui PP No.38 Tahun 2007. Dampak lebih lanjut dari diterapkannya otonomi daerah tersebut adalah juga di bidang pendidikan yang berwujud pada pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36, 37, dan 38. Bersamaan dengan itu, telah dikeluarkannya PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang kemudian diikuti oleh suatu aturan operasional melalui Permendiknas no. 22, 23, dan 24 Tahun 2006, tentang Standar Isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan pelaksanaan SI dan SKL, yang mana telah memberikan wewenang kepada daerah, dalam hal ini sekolah sebagai unit terkecil dalam Sistem Pendidikan Nasional, untuk mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Dalam dokumen standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup : (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, (2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah, (3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan dan disusun oleh guru berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, (4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Daerah telah bergulir seiring dengan

diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, kemudian

disempurnakan melalui UU No.32 Tahun 2004 dan pelaksanaannya melalui PP

No.38 Tahun 2007. Dampak lebih lanjut dari diterapkannya otonomi daerah

tersebut adalah juga di bidang pendidikan yang berwujud pada pengembangan

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai dengan UU No.20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36, 37, dan 38. Bersamaan dengan

itu, telah dikeluarkannya PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, yang kemudian diikuti oleh suatu aturan operasional melalui

Permendiknas no. 22, 23, dan 24 Tahun 2006, tentang Standar Isi (SI), Standar

Kompetensi Lulusan (SKL), dan pelaksanaan SI dan SKL, yang mana telah

memberikan wewenang kepada daerah, dalam hal ini sekolah sebagai unit terkecil

dalam Sistem Pendidikan Nasional, untuk mengembangkan sendiri kurikulum

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Dalam dokumen standar isi

sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang

secara keseluruhan mencakup : (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang

merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan

pendidikan, (2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan

menengah, (3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan dan

disusun oleh guru berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian

tidak terpisahkan dari standar isi, (4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2

pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dalam KTSP tidak semua komponen kurikulum dikembangkan oleh sekolah,

standar isi, standar kompetensi lulusan, standar kompensi, kompetensi dasar,

kerangka dasar dan stuktur kurikulum disusun secara terpusat oleh BSNP.

Penjabarannya ke dalam bentuk silabus, program pembelajaran tahunan/semester,

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), rencana penilaian dikembangkan oleh

guru, dengan demikian KTSP tidak murni desentralisasi, tetapi masih ada unsur

sentralisasinya, sehingga dapat disebut sebagai pengembangan sentral-desentral.

Berkenaan dengan hal tersebut, sesuai dengan Surat Edaran Menteri

Pendidikan Nasional No.33 Tahun 2007 tentang Sosialisasi KTSP (Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan), maka provinsi maupun kabupaten/kota agar

memiliki Tim Pengembang Kurikulum (TPK) yang bertugas melakukan

sosialisasi dan pelatihan sesuai dengan tingkatan daerah . Diharapkan dengan

terbentuknya TPK pada masing-masing tingkatan daerah, akan lebih mudah dalam

melakukan koordinasi dan supervisi disamping juga monitoring dan evaluasi

dalam mengantisipasi segala permasalahan yang mungkin timbul dalam

pelaksanaan Standar Isi, begitupun bagi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan

(LPMP) di masing-masing provinsi yang dibentuk di bawah Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, lebih berfungsi sebagai lembaga

sosialisasi dan pelatihan bagi guru dan sekolah dalam menerapkan KTSP.

Sementara PPPPTK IPA (Pusat Pengembangan Perberdayaan Pendidik dan

Tenaga Kependidikan di bidang IPA) sebagai lembaga yang melatih guru-guru

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 3

IPA tidak luput pula keharusannya mensosialisasikan KTSP khususnya di bidang

IPA dalam bentuk matatataran diklat.

Pendapat Curtis R Finch dan John R Crunkilton ahli kurikulum dari

Virginia Polytechnic Institute and State University Amerika Serikat (Paulus

Mujiran, 2006), menekankan pentingnya sosialisasi atau desiminasi sebelum

kurikulum baru dijalankan. Dengan kata lain, sebelum kurikulum baru dijalankan,

harus dilakukan desiminasi yang efektif. Untuk mendesiminasi kurikulum (baru)

terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan; masing-masing menyangkut; (1)

kesiapan pemakai dan pelaksananya (audience), (2) kondisi geografis

(geographical consideration), serta (3) biaya penyebaran informasi (cost). Bila

sistem desiminasi kurikulum tidak efektif, maka sebagus apa pun materi

kurikulum akan 'mentah' karena informasi yang diterima masyarakat guru

khususnya pemakai dan pelaksana tak lengkap. Akhirnya, pelaksanaan kurikulum

banyak menemui kendala.

Berdasarkan ketetapan pada Ketentuan Umum, Pasal 1.19 kurikulum

diartikan sebagai ” seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan

bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dengan

demikian maka tugas guru, kepala sekolah, dan komite sekolah untuk

mengembangkan rencana yang dimaksudkan. Sedangkan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) ditetapkan dalam PP.No.19 Tahun 2005 Pasal 1.15

sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-

masing satuan pendidikan”. Tanpa mempersoalkan kesahihan istilah “kurikulum

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 4

operasional” yang bukan merupakan istilah standar tetapi maksud dari keputusan

PP tersebut bahwa KTSP adalah kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang

dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan dibawah pengawasan

dan pembinaan dinas pendidikan kota dan kabupaten. Secara legal berdasarkan

ketentuan dalam PP No.19 Tahun 2003, suatu kurikulum untuk suatu satuan

pendidikan (KTSP) adalah sah apabila ditandatangani oleh kepala sekolah dan

komite sekolah suatu satuan pendidikan.

Beberapa prinsip yang menjadi acuan bagi satuan pendidikan dalam

pengembangan KTSP: (1) Ilmiah; prinsip ini mengharuskan agar tim pengembang

kurikulum (KTSP) di sekolah melakukan (a) kajian yang seksama terhadap

potensi sekolah, siswa, guru, visi dan misi sekolah yang bersangkutan, (b) kajian

terhadap dokumen, antara lain standar isi dan standar kompetensi lulusan. Kedua

hasil kajian ini menjadi masukan bagi pengembangan KTSP, (2) Relevan; prinsip

ini menunjukkan agar dalam pengembangan KTSP memperhatikan keterkaitan

kurikulum dengan hasil kajian terhadap potensi siswa serta masyarakat, (3)

Sistematis; prinsip ini mengharuskan agar semua komponen KTSP, yakni antara

tujuan, konten, proses pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran harus saling

berkaitan, (4) Konsisten; prinsip ini menghendaki agar implementasi KTSP di

satuan pendidikan dijalankan secara konsisten (ajeg) dengan memperhatikan

semua komponen kurikulum.

B. Identifikasi Masalah

Pengembangan KTSP diserahkan kepada para pelaksana pendidikan (guru,

kepala sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan) untuk mengembangkan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 5

berbagai kompetensi pendidikan seperti pengetahuan, ketrampilan, dan sikap,

disetiap satuan pendidikan dan daerah masing-masing. Kiprah guru lebih dominan

terutama menjabarkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian hasil belajar

dalam membuat silabus, tidak saja dalam program tertulis, tetapi dalam

pembelajaran nyata dikelas, siapkah guru dengan kebijakan baru ini ? Siap atau

tidak siap, kebijakan sudah diputuskan, dan tentu guru harus melaksanakannya.

Sebagaimana ramai diulas, mulai tahun pelajaran 2007/2008, sejumlah sekolah

mulai berusaha menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang

mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh BNSP, sosialisasi dan pelatihan-

pelatihan pun diselenggarakan dimana-mana baik oleh BalitbangDiknas maupun

pusat-pusat pelatihan. Namun sejauh ini guru dan sekolah sebagai pelaksana

masih meraba-raba penerjemahan kurikulum ini.

Akumulasi dari semua kegiatan tersebut dapat diprediksi: belum ada

perubahan kinerja yang dapat membawa ke arah peningkatan kompetensi guru di

lapangan. Pengalaman menunjukkan, dengan berbagai pergantian kurikulum 1994

ke 2004 pun belum sempat ada perubahan dan tampaknya tidak dijadikan bahan

refleksi oleh birokrat pendidikan maupun lembaga pendidik dan tenaga

kependidikan (Jaali, 2006). Dari sisi kondisi geografis Indonesia tergolong kurang

mendukung dilaksanakannya pergantian kurikulum secara cepat. Mengapa?

Karena sistem informasi yang semodern apa pun realitasnya sulit untuk

menembus kendala geografis yang tajam. Sekolah-sekolah yang ada di pelosok, di

pegunungan, di tengah laut, dan sebagainya, sangat sering menerima informasi

yang terlambat. Dalam hal informasi kurikulum, kiranya juga mengalami nasib

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 6

yang sama, kegiatan sosialisasi itu belum pernah diadakan evaluasi, yaitu

penagihan dalam bentuk laporan implementasi dari peserta kegiatan

Disisi lain, masih banyak guru yang kebingungan bagaimana

mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sehingga tahun

ajaran 2006/2007 belum satu sekolahpun yang siap melaksanakan Kurikulum

2006 yang dikenal dengan sebutan KTSP. Akibatnya banyak kepala Dinas dan

Kandep yang mengundang akhli pengembang kurikulum lantas membuatkan

kurikulum untuk sekolah-sekolah didaerahnya, Menurut Sekjen Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP), langkah ini jelas menyalahi UU Sisdiknas 20/2003

dan aturan penyerta lainnya. Seharusnya KTSP dikembangkan oleh guru dan

komite sekolah. Alasannya karena guru yang tahu persis karakteristik siswa dan

potensi suatu daerah. Belum siapnya sekolah menyusun kurikulum sendiri akibat

memang tidak pernah disiapkan sejak semula. Sekolah terbiasa terima jadi

kurikulum pendidikan dari pemerintah pusat dalam bentuk silabus. Jangankan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

2004 saja belum begitu memahaminya. Artinya, memang ditingkat guru masih

membutuhkan sosialisasi bagaimana caranya mengembangkan kurikulum sekolah.

Termasuk, juga meningkatkan kualitas gurunya sendiri untuk membuat dan

menerapkannya serta mengajarkan materi mata pelajarannya di sekolah dengan

baik, pernyataan ini didukung oleh laporan penelitian Sumiyati (2008), pada

Rembuk Nasional Pendidikan, dimana sebagian besar sekolah sudah

melaksanakan KTSP dengan berbagai variasi, tetapi masih banyak guru dan

pengawas yang belum memahami konsep KTSP, sosialisasi KTSP sudah

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 7

dilakukan tetapi belum menyentuh semua elemen penyelenggara pendidikan dan

belum ada evaluasi dokumen KTSP yang telah disusun sekolah. Hasil penelitian

Wachyu (2008), sebagian besar guru SMP dalam mata pelajaran bahasa Inggris

(74%) mengetahui tentang KTSP tetapi tidak mengetahui dengan jelas apa yang

harus dilakukan dalam praktek pengembangannya. Hasil observasi menunjukkan

ketidak mampuan guru dalam menyusun RPP, apakah ini akan terjadi pada materi

subjek lain ?. Sampai sejauh ini peneliti belum membaca adanya laporan

penelitian evaluasi implementasi KTSP di bidang studi Fisika, baik Fisika SD

(IPA), Fisika SMP, Fisika SMK dan Fisika SMA, oleh karena itu peneliti akan

mencoba melakukan penelitian evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA.

Seperti yang diungkapkan oleh Azis (2008), dikarenakan belum adanya

perangkat evaluasi untuk menilai sejauh mana Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) berjalan efektif, beberapa sekolah sudah menggunakan KTSP,

tetapi ternyata belum ada perubahan yang signifikan pada proses pembelajaran

sehari-hari. Perangkat evaluasi yang digunakan baru sebatas untuk menilai proses

pembelajaran di sekolah, belum untuk menilai kurikulum itu sendiri. Lembaga

Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) yang dibentuk untuk di bawah Direktorat

jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, lebih berfungsi sebagai

lembaga sosialisasi dan pelatihan bagi guru dan sekolah dalam menerapkan KTSP

belum menjangkau fungsi evaluasi. Menurut Azis (2008), perangkat evaluasi ini

penting karena KTSP memberikan ruang otoritas bagi guru untuk melakukan

improvisasi dan kreativitas dalam proses pembelajaran dan belum banyak guru

yang mampu memanfaatkan hal itu semaksimal mungkin.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 8

Berdasarkan hal diatas, studi evaluasi implementasi kurikulum diperlukan

sebagai usaha untuk mengetahui apa yang terjadi pada kurikulum operasional

(KTSP) di sekolah sebagai dokumen kurikulum yang diaktualisasikan dalam

ide/konsep guru kepada peserta didik, (Hasan 1988:3). Menurut pendapat, Berman

dan McLaughlin , (Hasan 2008:88), mengungkapkan bahwa evaluasi

implementasi kurikulum mengukur seberapa jauh kurikulum (KTSP) sebagai

rencana telah dilaksanakan ke dalam bentuk kurikulum sebagai kegiatan, dan

mengukur perubahan perilaku guru yang terjadi sebagai pelaksana administratif.

Evaluasi kurikulum memiliki landasan legal yang lebih kuat sejak

diberlakukannya Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional, pasal 55 dan 56 menetapkan bahwa setiap unit pendidikan harus

dievaluasi secara external oleh lembaga internal, pasal-pasal tersebut

menunjukkan bahwa suatu usaha pendidikan dalam hal ini KTSP haruslah terbuka

untuk dievaluasi oleh suatu lembaga mandiri. Lembaga mandiri ini mungkin

dibentuk oleh pemerintah pusat, masyarakat, atau organisasi yang tidak terlibat

dalam proses pengembangan kurikulum, (Hasan : 2008). Bagaimana evaluasi

implementasi KTSP bisa dilaksanakan ? Banyak yang telah melakukan evaluasi

implementasi KTSP dengan berbagai sudut pandang, berbagai bidang studi, dan

berbagai hasil, namun ide dari KTSP yang harus menghasilkan siswa menjadi

kreatif, inovatif, dan mampu mengantarkan siswa untuk berpikir kritis, berpikir

tingkat tinggi belum tampak adanya studi ini .

Ide KTSP untuk mata pelajaran sains harus melibatkan pula hakekat

pendidikan IPA : Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 9

kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan

pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA

sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran

orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat

untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara

bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan, (Suyudi, 2003).

Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam

pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran

yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini

dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah

tangan. Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa

dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di

laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan

menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan

proyek. Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi

dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah

keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Dalam mengembangkan

silabus, kualitas profil pembelajaran dapat dilihat prinsip relevansi, konsistensi,

kecukupan antara siswa, kompetensi yang harus dikuasai, materi yang dipelajari,

alokasi waktu, dan sumber bahan yang tersedia. Standar Kompetensi untuk suatu

mata pelajaran tidak lepas dari karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan.

Ada beberapa mata pelajaran yang selain memiliki peluang untuk

mengembangkan kemampuan aspek kognitif, juga memiliki peluang yang lebih

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 10

banyak untuk mengembangkan kemampuan psikomotorik dibandingkan dengan

mata pelajaran lainnya. Demikian juga pengembangan aspek afektif, tidak akan

sama antara mata pelajaran dan mata pelajaran lainnya. Mata pelajaran Sains

memiliki peluang yang seimbang baik untuk mengembangkan kemampuan dalam

aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif. Untuk suatu materi sains ada yang

bersifat hierarkies dan ada pula yang tidak. Materi yang hirarkies harus dipelajari

dengan mendahulukan materi yang menjadi prasyaratnya, (Puskur, 2006).

Pengembangan KTSP mengacu kepada Permendiknas No. 24 Tahun 2005

tentang implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan , pengembangan

kurikulum operasional (KTSP) diwujudkan dalam bentuk dokumen silabus,

program semester, dan rencana pelaksanaan pembelajaran berikut komponennya.

Standar Isi merupakan suatu dokumen, yang diuraikan menjadi Standar

Kompetensi (dokumen dari pusat), kemudian dirinci kedalam Kompetensi Dasar

(dokumen dari pusat), sedangkan indikator dan kegiatan pembelajaran adalah

uraian yang harus dibuat oleh guru dalam silabus (dokumen guru) bagaimana

dokumen-dokumen ini diaktualisasikan kedalam pembelajaran (proses). Gagasan

yang tertulis dalam Standar Isi kemudian dituangkan kedalam Standar

Kompetensi dan dituangkan juga kedalam Kompetensi Dasar, gagasan-gagasan

yang tertulis dalam dokumen tersebut merupakan kehendak. Jika Kompentensi

Dasar diuraikan kedalam indikator (kehendak guru), kemudian dirinci dalam

kegiatan pembelajaran dalam silabus. Penjabaran silabus kedalam Rencana

Pengembangan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana dalam bentuk dokumen

tertulis guru, sedangkan aktualisasi adalah proses pelaksanaan pembelajaran di

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 11

kelas. Jika ditelusuri maka definisi “evaluasi kurikulum” berdasarkan pernyataan

SK, KD dan indikator diatas sebagai dokumen merupakan proses penentuan nilai

dan angka tentang keterkaitan dokumen-dokumen yang diuraikan tersebut

(Schubert 1986:262), sedangkan terwujudnya pembelajaran di dalam kelas adalah

implementasi kurikulum, maka definisi “evaluasi implementasi kurikulum” adalah

proses penentuan nilai dan angka tentang tingkat ketercapaian dokumen standar

isi - standar kompetensi -kompetensi dasar-indikator tersebut dapat

diaktualisasikan kedalam pembelajaran di kelas.

C. Perumusan Masalah

Beberapa ahli teori evaluasi kurikulum melibatkan suatu konsep model

evaluasi. Suatu model merupakan suatu abtraksi, yaitu suatu gambaran rencana

global untuk menilai suatu kurikulum, (Frances Deepwell, 2002 :

[email protected]). Dalam setiap model mempunyai sintaxs (langkah-

langkah) yang harus diikuti, Robert E.Stake (1967), mengemukakan suatu Model

Evaluasi Kurikulum yang dikenal dengan nama model Countenance Stake

(tampilan model evaluasi Stake), yang sebelumnya dikenal dengan Model

Contingency- Congruence.

The "countenance" model of evaluation seemed more appropriate because

its suggested matrices for descriptive and judgmental data are able to

support the study of an evolving programme across time, looking at the

antecedents as well as the intended and unintended consequences of the

programme. Robert Stake's "countenance model" (Stake, 1967) was

originally formulated for curriculum studies in the late 1960s, (Frances

Deepwell, 2002 : [email protected]).

Model Penampilan evaluasi Stake tampak lebih tepat karena matriks

yang diusulkan untuk data deskriptif dan data penilaian dapat mendukung

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 12

kajian program yang berkembang sepanjang waktu, melihat pendahulunya

serta konsekuensi yang tidak disengaja dari program yang dimaksudkan.

Robert Stake's dengan " model penampilan " (Stake, 1967) pada awalnya

dirumuskan untuk studi kurikulum di akhir 1960-an.

The countenance model aims to capture the complexity of an educational

innovation or change by comparing intended and observed outcomes at

varying levels of operation. The congruence between the intentional and

the observational accounts provides the basis for judging the success or

otherwise of the innovation, whilst at the same time allowing for the

recording of unintended outcomes. A summary model of Stake's data

matrix is shown in Figure 1

Model Penampilan Stake bertujuan untuk menangkap kerumitan suatu

inovasi pendidikan atau mengubah dengan membandingkan apa yang

dimaksudkan/diinginkan dan mengamati hasil pada berbagai tingkat

operasi. Kesamaan antara kesengajaan dan laporan pengamatan

menyediakan dasar untuk menilai keberhasilan atau inovasi tersebut,

sementara pada saat yang sama memungkinkan untuk merekam hasil yang

tidak disengaja. Sebuah model ringkasan data matriks Stake yang

ditampilkan dalam Gambar 1.1

Gambar 1.1 Ringkasan model data matriks Countenance Stake

Rational

descriptionsmatrix judgementmatrix

Intended Observation Standard Judgement

Antesedent

n

Transaction

Outcome

Lo

gic

al

Co

nti

ng

ency

Log

ical

co

nti

ng

ency

Em

pir

ica

l C

on

tin

gen

cy

From R.E. Stake, Language, rationality, and assessment. In W.H. Beatty (Ed.), Improving

educational assessment and an inventory of measures of affective behavior (Washington,

D.C.: Association for Supervision and Curriculum Development, 1969), p. 20.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 13

Mengapa menggunakan model Evaluasi Countenance Stake dalam

evaluasi implementasi KTSP fisika SMA ? Implementasi kurikulum merupakan

dimensi proses atau kegiatan dan hasil, model Countenance Stake sangat cocok

untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan,

1988). Stake mengembangkan suatu model penilaian/evaluasi kurikulum dengan

nama Continguency-Congruence Model (CCM). Tujuan dari model ini adalah

melengkapi kerangka untuk pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum.

Perhatian utama Stake adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan keputusan

berikutnya berdasarkan sifat data yang dikumpulkan. Stake melihat adanya

ketidak-sesuaian antara harapan penilai dan guru. Model CCM dimaksudkan guna

memastikan bahwa semua data dikumpulkan dan diolah untuk melengkapi

informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal ini berarti bahwa penilai

harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap tentang hasil belajar peserta

diklat dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan antara kedua faktor

tersebut. Di samping itu juga, judgment data harus dikumpulkan, Stake

mengartikan judgment data adalah data yang berasal dari pertimbangan berbagai

ahli mata pelajaran dan kelompok masyarakat yang berkepentingan dengan

kurikulum. Model Countenance Stake lebih dapat dipergunakan untuk melakukan

evaluasi pelaksanaan kurikulum dalam konteks pendidikan di Indonesia. Proses

pengembangan kurikulum di Indonesia, khususnya KTSP adalah kurikulum

operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan

pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang

dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Dokumen Standar Isi yang diuraikan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 14

menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan kurikulum

sebagai rencana yang dibuat di tingkat Nasional dan guru masih harus

mengembangkan rencana ini menjadi rencana yang lebih operasional kedalam

evaluasi kurikulum dalam dimensi kegiatan dan hasil, (Hasan 1988:109).

Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam

dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan, 1988). Baik data yang

dikelompokan ke dalam intended (diharapkan), maupun observation (apa yang

terjadi dan teramati) merupakan data yang dapat mengungkapkan tentang apa dan

bagaimana kurikulum itu terlaksana. Karena KTSP merupakan salah satu mata

tataran dari program diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTK IPA, baik dari

segi sosialisasi kurikulum maupun pengembangannya. Pengembangan KTSP

dilakukan oleh Satuan Pendidikan dengan memperhatikan Standar Isi – Bahan

Kajian (SK) – Kompetensi Dasar (KD) yang diberikan oleh BNSP. Melalui

penelitian inquairy deskriptif atau survey sebagai acuan evaluasi, data yang

terkumpul dapat menggambarkan pada penentuan apa yang diharapkan oleh

seorang guru sebagai pengembang kurikulum, merencanakan mengenai keadaan

prasyarat (antecedent) sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung, sedangkan

kegiatan kelas yang berlangsung sebagai (transaction) atau aktualisasi interaksi

yang terjadi , serta menghubungkannya dengan berbagai bentuk hasil belajar

(outcomes) . Matrik deskripsi model Countenance Stake dapat mengamati /

menganalisis hasil apa direncanakan / diinginkan secara logical countingency

(kemungkinan yang terjadi secara logika) dan untuk sesuatu yang sudah terjadi

atau sedang terjadi dalam hubungan dengan yang diharapkan pada implementasi

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 15

KTSP secara empirical contingency (kemungkinan yang terjadi secara empirik)

dasar bekerjanya sama dengan analisis logical contingency tetapi data yang

dipergunakan adalah data empirik pada kelompok matriks observasi.

Melalui framework analisis matriks data deskriptif dan matriks data

pertimbangan model Countenance Stake untuk menggambarkan wujud nyata

implementasi KTSP pada kegiatan belajar Fisika di SMA. Sejalan dengan

gambaran definisi evaluasi implementasi kurikulum diatas terdapat suatu

pertanyaan yang sekaligus merupakan perumusan masalah dalam evaluasi ini :

“Bagaimanakah Model Countenance Stake dapat digunakan dalam

evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA?

(meliputi kebutuhan dan konteks (Antecendent), proses implementasi

(Transaction), dan hasil (outcomes) pada RPP Guru Fisika).

Evaluasi formal model Countenance Stake: “Handout CIRCE University of

Illinois” (Robert E. Stake 2001), adalah suatu proses untuk meneliti cara-cara

meningkatkan perbaikan subtansi kurikulum, prosedur implementasi, metode

pembelajaran, dampak perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran yang

memberikan perhatian terhadap keadaan sebelum suatu kegiatan berlangsung dan

terhadap kelas itu sendiri, serta menghubungkan dengan berbagai bentuk hasil

belajar. Keadaan sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung dinamakan antecedent

(prasyarat), sedangkan kegiatan interaksi yang terjadi di dalam kelas dinamakan

transaction (transaksi) dan outcomes (hasil). Tiga tingkatan antecedent,

transaction, dan outcomes terbagi atas dua kategori. Kategori pertama , apa yang

dinginkan (intended) oleh pengembang program. Seorang guru adalah

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 16

pengembang program yang merencanakan mengenai keadaan prasyarat yang

dinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Apakah prasyarat tersebut

berhubungan dengan minat siswa, kemampuannya, pengalamannya yang biasa

distilahkan sebagai entry behaviours (perilaku awal). Selanjutnya guru

merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada waktu interaksi dikelas,

dan kemampuan apa yang diharapkan siswa peroleh/dapatkan setelah proses

interaksi berlangsung. Kategori kedua, kategori yang berhubungan dengan apa

yang sesungguhnya terjadi, misalnya keadaan apa yang ada pada waktu interaksi

kelas dilakukan ; bagaimanakah kemampuan siswa yang akan belajar ?, Apakah

siswa telah belajar topik yang akan diajarkan sebelum pelajaran berlangsung ?

Apakah guru mencoba memberikan pertanyaan kepada siswa untuk memberikan

pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui kemajuan yang telah diperoleh dari

interaksi yang telah terjadi ? Kategori ini disebut observasi karena berdasarkan

pengamatan apa pernah yang dilakukan oleh penilai.

Model Contenance Stake dalam studi evaluasi ini meliputi apa yang

direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana, dan hasil proses pelaksanaan

rencana. Stake membagi kelompok intended dan observation dalam framework

matrix description sedangkan dalam kelompok Standar dan judgment ada dalam

framework matrix judgment. Dalam framework matrix judgment peneliti

menelaah ada kekurangan kelompok hasil sebagai kumpulan informasi yang

tersedia sebelum judgment diputuskan Framework matrix judgment menjadi

Standard, Hasil pengukuran dan Judgment (pertimbangan) pra-penelitian

(Jaskarti,2007). Dalam proses pembelajaran (transaction), peneliti akan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 17

menggunakan kriteria materi pembelajaran Fisika, maka sequence materi fisika

akan dilibatkan untuk mengamati aktualisasi materi tersebut. Dari sisi transaksi,

untuk materi Fisika dalam studi evaluasi ini akan menggunakan definisi

kurikulum pendapat Gagne 1970;

Curriculum is sequence of content unit arranged in such a way that

learning of each unit may be accomplished as a single act provided the

capabilities described by specific prior units (in the sequence) have

already been learned by the learner (Oliver 1995:5).

Kurikulum adalah urutan isi (unit topic) yang diatur sedemikian rupa

sehingga setiap unit pembelajaran dapat dicapai sebagai suatu kegiatan

tunggal menyediakan kemampuan tertentu yang digambarkan oleh suatu

topik sebelumnya (dalam urutan) dan telah dipelajari oleh peserta didik.

Maka “evaluasi implementasi kurikulum “ akan mengacu pada proses

penentuan nilai dan angka tentang tingkat kesesuaian isi yang menggambarkan

kegiatan belajar (task analysis) dan merupakan ciri penguasaan bahan pelajaran

dengan memandang suatu topik sebagai suatu organisasi hirarkis dari urutan

tingkatan-tingkatan yang terinci dalam pembelajaran .

Task Analysis is procedure involves the detailed analysis of the

hierarchical structure of task to be taught by unit. The task may be a

routine arithmetical operation, the comprehension of a concept, the

application of principle for solving a particular problem. Task analysis

specifies the sequence of particular activities. Operations, and the like

needed to perform a given task, (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).

Analisis kegiatan belajar adalah melibatkan prosedur analisis secara rinci

struktur hirarkis kegiatan belajar yang harus diajarkan dalam unit topik. Kegiatan

belajar rutin seperti langkah aritmatika, pemahaman konsep, penerapan prinsip

untuk memecahkan masalah tertentu. Analisis kegiatan belajar menentukan urutan

kegiatan tertentu. Langkah-langkah, dan sebagainya yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan belajar tertentu.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 18

The task analysis of instructional material enables us to see whether all

the requirements for dealing with a certain task are properly presented

and sequenced in the unit. Yoloye carried out task analysis of instructional

material for the purpose of verifying the adequacy of its hierarchical

structure (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).

Analisis kegiatan belajar dari suatu materi pembelajaran memungkinkan

kita untuk melihat apakah semua persyaratan untuk menangani kegiatan belajar

disajikan dengan benar dan dari urutan suatu topik. Yoloye melakukan analisis

kegiatan belajar materi pengajaran untuk tujuan verifikasi yang lengkap dari suatu

struktur hirarkis (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80). Dalam studi evaluasi KTSP

Fisika SMA ini, mengkaji lebih jauh dalam analisis konten Fisika SMA kelas X

semester I dan mengujinya serta mendeskripsikan tentang pelaksanaan

implementasi Fisika dalam KTSP ke dalam frame matrik deskriptif baik itu

intended – observation maupun antecendent, transaction dan outcome. Untuk

studi evaluasi KTSP yang menggunakan Model Countenance Stake belum

ditemukan baik melalui internet maupun Jurnal pendidikan. Evaluasi

implementasi KTSP yang dilakukan oleh guru adalah suatu tindakan atau proses

untuk menentukan nilai dari kinerja alumni (guru) sebagai pelaksana dan

pengembang KTSP. Pada evaluasi ini evaluator menggunakan pendekatan The

User/Consumen Oriented Approach yaitu pendekatan yang berorientasi kepada

pengguna/konsumen diklat. Hal tersebut bisa dijadikan masukan untuk

melaksanakan/mengembangkan program yang lebih baik dan memperbaikinya di

masa yang akan datang.

KTSP sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah

dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 19

pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas

pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan

dasar dan provinsi, untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan

Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun

oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi

dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi

dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang

disusun oleh BSNP. Karena sosialisasi KTSP dalam bentuk mata tataran KTSP

yang diberikan pada program diklat berjenjang , maka yang akan dilakukan oleh

evaluator adalah evaluasi implementasi KTSP pada kinerja alumni diklat

berjenjang P4TK IPA. Dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian

deskriptif atau penelitian survey yang mengawali evaluasi secara mendalam

tentang implementasi KTSP Fisika SMA pada Kinerja Alumni Program Diklat

Berjenjang di P4TK IPA. Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi

kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan, (Hasan, 1988). Baik data yang

dikelompokan ke dalam intended (diharapkan) maupun observation (apa yang

terjadi) merupakan data yang mengungkapkan tentang apa dan bagaimana

kurikulum itu terjadi.

Evaluasi kurikulum berhubungan dengan pemberian pertimbangan nilai

dan harga kurikulum dan harus berkaitan dengan kriteria yang telah ditentukan.

Dalam konteks evaluasi kurikulum Stake (1976) merupakan salah seorang tokoh

yang banyak berbicara tentang penetapan kriteria evaluasi, dengan kriteria

tersebut evaluator dapat memberikan pertimbangan mengenai komponen-

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 20

komponen kurikulum yang masih memerlukan perbaikan dan komponen-

komponen yang dianggap sudah memenuhi persyaratan. Dengan pendekatan

tertentu evaluator dapat mengembangkan kriteria evaluasi yang akan digunakan.

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), adalah kurikulum

operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan

pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang

dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus

dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru.

Seorang guru, sebagai pengembang program, merencanakan kondisi awal

(prasyarat) yang diinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Guru

merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada saat interaksi di kelas, dan

kemampuan apa yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses interaksi

berlangsung. Beberapa pendapat tentang definisi implementasi kurikulum yang

akan dipakai sebagai acuan :

Curriculum implementation is seen as a process of multiple interpretations

by teachers. Rather than one proper way to implement the curriculum, a

collaborative approach looks for a variety of “profiles of practice”

(Johnson,1987), which, when taken as a whole, define the curriculum

change.

Implementasi kurikulum dipandang sebagai proses multi-tafsir (interpretasi)

guru secara beragam dalam pembelajaran. Dibandingkan satu cara yang tepat

untuk mengimplementasikan kurikulum, dengan suatu pendekatan kolaboratif

dapat mencari berbagai "profil pembelajaran" (Johnson, 1987, Posner 1995: 213),

ketika diambil secara keseluruhan, dapat menetapkan perubahan kurikulum).

Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum” berarti menilai / mengukur

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 21

tingkatan seberapa baik interpretasi guru dalam mengubah kehendak menjadi

kenyataan, yang dapat menggambarkan profil pembelajaran, dan merupakan

informasi untuk perubahan kurikulum.

Curriculum implementation is assessed by determining the degree to

which teaching practice meets the criteria of developers, termed the

degree ”fidelity” (Fullan &Pompret, 1977: Posner 1995:204).

Implementasi kurikulum menilai dengan menentukan sejauh mana proses

pembelajaran memenuhi kriteria pengembang, dan disebut sebagai tahapan

"fidelity" (kesetiaan/sepenuhnya sesuai, implementasi kurikulum harus sesuai

dengan desain kurikulum) . Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum”

berarti menilai sejauh mana keterlaksanaan proses pembelajaran yang memenuhi

kriteria pengembang. Fullan 1982, (Miller & Seller, 1985:11) mengidentifikasi

implementasi kurikulum dengan tiga tahap dimana perubahan kurikulum itu

terjadi ;

1) Bahan ajar (materials), menggunakan pembelajaran baru atau revisi

teknologi pembelajaran.

2) Pendekatan dalam pengajaran (teaching approaches), strategi baru,

kegiatan, pelatihan yang dikenalkan oleh guru.

3) Kepercayaan (beliefs), asumsi-asumsi pedagogi dan teori-teori yang

menggaris bawahi kebijakan baru atau program baru.

Dalam banyak hal, perubahan kurikulum terbatas pada perubahan-

perubahan di dalam bahan ajar. Bagaimanapun juga, untuk bisa melihat lebih

efektif harus pula melibatkan perubahan-perubahan dimana para guru mengajar

dan bagaimana cara guru berpikir. Secara keseluruhan, adalah penting untuk

mengenali kualitas perubahan-perubahan ini, sebab tidak bisa dipisahkan dan

berhubungan dengan implementasi kurikulum. Untuk mengetahui keberhasilan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 22

suatu program diklat diperlukan suatu informasi yang dapat diandalkan terkait

dengan pelaksanaan dari hasil program diklat. Langkah yang dapat ditempuh

adalah melakukan suatu evaluasi terhadap hasil implementasi program diklat

tersebut. Evaluasi hasil implementasi program diklat dapat memberikan

pendekatan lebih banyak dalam memberikan informasi kepada pembuat program

diklat untuk membantu perbaikan dan pengembangan program pendidikan melalui

kediklatan.

Model Countenance Stake sebagai kerangka dalam studi evaluasi ini,

dimana implementasi kurikulum sebagai komponen utama dalam proses

kurikulum, dalam beberapa kasus implementasi diidentifikasikan sebagai

pengajaran tetapi pandangan ini juga dikenali sebagai perubahan multidimentional

and complex impact seperti faktor-faktor dalam implementasi kurikulum, (Miller

& Seller, 1985:11). Beauchamp (1975), memberikan definisi tentang

implementasi kurikulum “ Putting the curriculum to work” yang diartikan

menjalankan kurikulum, menerapkannya di dalam kelas. Sedangkan Fullan (1979)

mendefinisikan implementasi kurikulum sebagai : Putting into practice of an

idea, program or set of activities which is new to the individual or organization

using it” (mengungkapkan suatu ide, program atau seperangkat kegiatan yang

baru untuk individu atau organisasi yang menggunakan kurikulum).

Sebelum melakukan studi evaluasi untuk pengambilan data digunakan

standar minimal atau kriteria evaluasi yang telah ditentukan melalui tahapan

prasyarat (Antecendent), transaksi (transactions) dan hasil (outcomes). Penelitian

nonexperimen dengan metoda deskriptif atau metoda survey pada administrasi

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 23

perangkat pembelajaran guru Fisika SMA yang meliputi silabus dan content

kurikulum yang diuraikan kedalam struktur belajar Gagne (1965) yang

dikembangkan oleh Davies & Gilbert( 1973) melalui analisis kegiatan belajar,

teknis analisis content yang digunakan menurut analisis matriks karakteristik

struktur belajar Butler (1972), dikonversi menggunakan Analisis Binary Square

Similarity Matrix Troachim (2006). Model Evaluasi Countenance Stake sebagai

strategi alternatif untuk dasar pertimbangan keputusan pada implementasi

kurikulum (KTSP) yang dilaksanakan oleh guru Fisika SMA pasca diklat

berjenjang di PPPPTK-IPA,

Kemudahan untuk menemukan sampel di lapangan adalah alumni diklat

yang telah mengikuti diklat di P4TK IPA. Dimensi hasil implementasi program

diklat adalah kinerja alumni dalam hal ini guru yang telah ditatar di P4TK IPA,

ditinjau dari segi kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan keterampilan,

prestasi kerja (kinerja atau performansi), kecepatan kerja, motivasi, kemampuan

menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin, dan lain-lain sebagai dampak hasil

pendidikan dari lembaga diklat, (Berman, 2005:6). Implementasi kurikulum

merupakan kinerja guru, dalam evaluasi implementasi KTSP dimaksud meliputi ;

pembuatan silabus, persiapan guru mengajar , persyaratan administrasi guru Fisika

SMA, pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan KTSP sebagaimana

yang telah disosialisasikan dalam Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika.

Dimana tujuan Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika untuk menghasilkan

Instruktur IPA/Fisika yang nantinya akan memiliki tugas tambahan untuk

melakukan pendampingan bagi guru Fisika didaerahnya dalam rangka

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 24

meningkatkan kompetensi dan meraih sertifikasi (bagi guru yang belum lulus

sertifikasi). Batasan-batasan konseptual mencakup pada persoalan esensial yang

berhubungan langsung dengan alumni program diklat berjenjang. Dampak

implementasi program diklat yang merupakan kinerja alumi, ditinjau dari segi

kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan pengetahuan, penguasaan

keterampilan, prestasi kerja (kinerja atau performasi), kecepatan kerja, motivasi,

kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin sebagai dampak hasil

pendidikan dari lembaga diklat. Guru SMA alumni diklat berjenjang yang ada di

kota Bandung, berjumlah 9 orang, tetapi karena pengajar kelas X ada 2 orang,

maka kemudian batasan objek penelitian ini dilaksanakan pada SMAN 1 dan

SMAN2 di Bandung.

Model Evaluasi Countenance Stake (Model Penampilan Penilaian Stake)

dalam studi evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA pada kinerja alumni

program diklat di PPPPTK-IPA belum pernah dilakukan, berdasarkan hal inilah

evaluator akan melakukan evaluasi pada bulan Juli – Oktober 2011 di Bandung,

pada kinerja alumni Guru Fisika SMA pasca diklat berjenjang tingkat dasar dan

tingkat lanjut yang telah diselenggarakan pada tahun 2006 (19 s.d 30 November

2006: jenjang dasar, dan tahun Juli 2007 : jenjang lanjut) di P4TK IPA yang

mewakili propinsi Jabar adalah SMA-SMA di : Bandung, Cirebon, Bogor dan

Bekasi) pada salah satu mata tataran yaitu sosialisasi KTSP khususnya

Pengembangan Silabus dan RPP yang telah dilaksanakan di sekolah masing-

masing, sebagai bahan ajar fisika : besaran Fisika, pengukuran, besaran vektor dan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 25

gerak untuk satu standar kompetensi pada tahun ajaran 2010-2011, kelas X

semester I.

Penelitian kualitatif deskriptif mempunyai banyak kesamaan dengan

penelitian kuantitatif nonexperimen - metoda deskriptif atau metoda survey,

(Bungin 2008:132) adalah salah satu bagian dari evaluasi ini , karena untuk

mengambil data yang akan dievaluasi didahului oleh penelitian. Untuk

mempermudah rancangan evaluasi, masalah yang akan diteliti/dievaluasi perlu

dirumuskan secara lebih jelas. Secara operasional maka rumusan masalah

tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang dinilai

aktualisasinya/dicari jawabannya melalui penelitian deskriptif ini, dan dijadikan

kriteria evaluasi ini. Rumusan masalah diatas dapat dirinci lebih detail kedalam

matriks deskripsi sebagai data intended (yang diharapkan) dan observation (apa

yang terjadi) sebagai berikut :

1. Bagaimanakah menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dengan

menggunakan Model Evaluasi Countenance Stake ?

2. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,

Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi, dibandingkan secara logical

contingency (secara vertical) antara matriks Intended, matriks Observasi

dengan matriks standar untuk materi pelajaran: Besaran Fisika,

Pengukuran, Vektor dan Gerak pada Fisika?

3. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,

Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi secara horizontal, untuk

materi pelajaran: Besaran Fisika, Pengukuran, Vektor dan Gerak pada

Fisika dibandingkan secara congruence ?

4. Bagaimanakah pengetahuan guru dalam curriculum content ? ( Standar

Isi, Standar Kompetensi, kompetensi dasar, silabus, RPP dan

penilaiannnya)

5. Bagaimanakah administrasi perangkat pembelajaran guru fisika SMA

dalam rencana implementasi meliputi intended dan observasi yang terdiri

dari Antecedent, Transaction dan Outcomes?

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 26

6. Bagaimanakah Binary Square Symetric Similarity Matrix dapat

menganalisis contingency-congruence matriks deskriptif dan Judgment

(pertimbangan) pada scanning data struktur belajar (learning structure)

guru fisika SMA dalam implementasi kurikulum fisika KTSP ?

D. Tujuan Evaluasi

Perbedaan antara evaluasi dan penelitian yang terlihat jelas antara

keduanya adalah penggunaan kriteria pada evaluasi untuk memberikan

pertimbangan, sedangkan penelitian tidak memberikan pertimbangan terhadap

data. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai variabel

berdasarkan data yang dikumpulkan secara empirik, kebenaran universal dianut

oleh kelompok positivistik. Kelompok fenomenologi atau postpositivistik

melakukan penelitian untuk menemukan kebenaran yang berlaku di tempat

dimana penelitian dilakukan. Evaluasi adalah suatu penelitian yang sistematis

untuk menilai tentang guna dan manfaat suatu objek dengan penggunaan suatu

kriteria untuk memberikan pertimbangan.

Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh,

dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-

alternatif keputusan ( Mehren & Lehmann, 1978). Sesuai dengan pengertian

tersebut maka setiap evaluasi atau penilaian implementasi kurikulum merupakan

suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data,

berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat keputusan. Dalam hubungan

dengan kegiatan pembelajaran. Norman E. Gronlund (1976) merumuskan

pengertian evaluasi sebagai berikut : “ Evaluation ….a Systematic process of

determining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils “.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 27

(Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk membuat keputusan sampai

sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik dalam hal

ini guru-guru SMA sebagai peserta diklat). Dengan kata-kata yang berbeda, tetapi

mengandung pengertian yang hampir sama, Wrightstone (1956), mengemukakan

rumusan evaluasi pendidikan sebagai berikut : “ Educational evaluation is the

estimation of the growth and progress of pupils toward objectives or values in

curriculum “. (Evaluasi pendidikan ialah penafsiran terhadap pertumbuhan dan

kemajuan peserta didik ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan

di dalam kurikulum). Evaluasi Implementasi Kurikulum dinilai dengan

menentukan sejauh mana proses pembelajaran memenuhi kriteria pengembang,

dan disebut sebagai tahapan "fidelity" (kesetiaan/sepenuhnya sesuai, implementasi

kurikulum harus sesuai dengan desain kurikulum) . Sehingga definisi “evaluasi

implementasi kurikulum” berarti menilai sejauh mana keterlaksanaan proses

pembelajaran yang memenuhi kriteria pengembang, (Fullan &Pompret, 1977:

Posner 1995:204).

Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan penggunaan

kriteria , pada model evaluasi Countenance Stake yang dipergunakan, evaluasi

proses berhubungan dengan kegiatan yang memang nyata dan telah terjadi, maka

tujuan evaluasi implementasi kurikulum :

1. Untuk menentukan nilai dan angka hasil implementasi KTSP Fisika SMA

atas dasar kriteria dan tolok ukur yang ditentukan, berdasarkan tingkat

kesesuaian (congruence) dan kelogisan (contingency) antara apa yang

diharapkan dan apa yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum (KTSP)

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 28

Fisika SMA, melalui frame (kerangka) matriks deskriptif (Intended dan

Observation) yang meliputi prasyarat (Antecendent), transaksi

(Transaction), dan hasil (Outcomes) baik secara congruence dan logical

contingency.

2. Untuk memperoleh informasi bagi pengambil keputusan antara apa yang

diharapkan dan apa yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum (KTSP)

Fisika SMA, melalui framework (kerangka) matriks judgment (Standar,

Result of Scanning, dan Jugment ) yang meliputi prasyarat (Antecendent),

transaksi (Transaction), dan hasil (Outcomes).

Hasil pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh pengambil

keputusan untuk menentukan kebijakan pendidikan pada tingkat pusat, daerah dan

sekolah untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan meningkatkan hasil yang

lebih optimal. Hasil evaluasi tersebut dapat juga digunakan oleh Kepala Sekolah,

Guru, pelaksana pendidikan didaerah dan lembaga diklat seperti LPMP dan

PPPPTK dalam memahami dan membantu meningkatkan kemampuan guru,

memilih bahan ajar, memilih metoda dan perangkat pembelajaran yang lebih baik.

KTSP merupakan salah satu mata tataran dari program diklat yang

diselenggarakan oleh PPPPTK IPA, baik dari segi sosialisasi kurikulum maupun

pengembangannya. Pengembangan KTSP dilakukan oleh Satuan Pendidikan

dengan memperhatikan Standar Isi – Bahan Kajian (SK) – Kompetensi Dasar

(KD) yang diberikan oleh BNSP.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 29

Melalui metoda deskriptif atau metoda survey, studi kebutuhan guru di

lapangan mengenai KTSP dapat tergambarkan, analisis induktif data deskriptif

hasil implementasi kurikulum dapat teranalisis. Studi Deskriptif pada

pengembangan KTSP, meliputi administrasi pengembangan perangkat

pembelajaran KTSP ,pengembangan RPP , pengembangan bahan ajar fisika :

besaran Fisika, pengukuran, besaran vektor dan gerak untuk satu standar

kompetensi (Menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya).

Dalam KTSP penjabaran SK dan KD diperlukan keterampilan guru dalam

mengelaborasi KD menjadi indikator pencapaian hasil belajar, bahan ajar,

kegiatan belajar ke dalam bagian-bagiannya, guru harus berpikir bagaimana

bagian-bagian tersebut berhubungan dan diorganisasikan. Menurut (Gilbert, 1962,

Davies, 1973:38) Analisis kegiatan belajar (Task Analysis) mengidentifikasi

pengetahuan, keterampilan, sikap dan disintesiskan ke dalam suatu organisasi

yang bersifat hirarki. Penguasaan bahan ajar adalah suatu cara untuk mengerjakan

analisis kegiatan belajar dengan memandang suatu topik sebagai suatu organisasi

hirarkis dari tingkatan-tingkatan atau komponen-komponen yang menerangkan

kegiatan dalam urutan rinci yang lebih meningkat, apakah guru telah siap

mengembangkan SK dan KD kedalam bahan ajar dan membuat RPP.

E. Manfaat Studi Evaluasi Implementasi KTSP

Manfaat dari hasil evaluasi KTSP akan memberikan informasi dan

menunjukkan apakah KTSP itu sudah dilaksanakan, dipahami oleh sekolah

sebagai pelaksana . Adapun kegunaan hasil evaluasi implementasi KTSP Fisika

SMA pada kinerja alumni ini secara teoritis adalah:

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 30

a. Menyediakan informasi untuk team pengembang KTSP di sekolah yang

bersangkutan ( yang diteliti), sebagai bahan studi kebutuhan guru,

kepala sekolah, comite ada di lapangan.

b. Menyediakan informasi untuk guru sebagai bahan referensi dalam

memperkaya dan mempertajam pengetahuan tentang KTSP yang

dimplementasikan oleh para guru Fisika SMA.

c. Menyediakan informasi untuk pelaksana kurikulum Fisika khususnya

guru Fisika untuk mengembangkan pengetahuannya dalam upaya

meningkatkan pola mengajarnya .

d. Menyediakan informasi untuk peneliti evaluasi implementasi kurikulum

selanjutnya.

e. Menyediakan gambaran bagi para perancang evaluasi KTSP yang

selanjutnya.

f. Memberikan sumbangsih bagi pengguna teori evaluasi, bahwa

framework model Countenance Stake dapat memberikan gambaran

(deskriptif) yang sangat rinci dan mudah untuk dianalisis secara

induktif.

g. Menentukan tingkat pemahaman para pengembang KTSP, termasuk ide

kurikulum yang dikembangkan ditingkat nasional, Hasan (2008)

h. Menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan KTSP, meliputi

pengembangan silabus oleh guru, dan pelaksanaan proses pembelajaran

dikelas.

i. Menentukan tingkat keterampilan yang dimiliki para pengembang

KTSP, termasuk prinsip-prinsip pengembangan KTSP, Hasan (2008).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.upi.edu/4058/4/D_PK_1010275_Chapter1.pdf · Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 2 pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 31

F..Skema Prosedur Studi Evaluasi

VIII

Result of Scanning

Rumusan Masalah

Model

Countenance

Stake pada

Implementasi

KTSP Fisika

SMA

Penelitian

Inquairy non

Experimen ,

Metoda

Deskriptif

Matriks

Judgment

Wawancara

Specific Judgment

Observasi

I II

VI

V

IX

IV III

Data

Matriks

Deskriptif

Intended

(Logical Contengency)

Observation

(Empirical Contingency)

Evaluasi

Informasi Hasil

Implementasi

KTSP sesuai

kriteria

pengembang

General Standard

(Scanning)

Kuesioner

/Dokumen

VII

Gambar 2. 2.Skema Prosedur Studi Evaluasi

Content Analysis