BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.ums.ac.id/16146/4/03._BAB_I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.ums.ac.id/16146/4/03._BAB_I.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persepakbolaan di Indonesia mulai terlihat, ditandai dengan berdirinya
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada tahun 1930 di
Yogyakarta yang ketika itu diketuai oleh Soeratin Sosrosoegondo
(http://www.pssi football.com/id/view.php?page=pssi diakses Selasa, 5 juli
2011). Saat ini PSSI di ketuai oleh Nurdin Halid, selama kepemimpinanya
banyak menimbulkan pro dan kontra. Ada berbagai hal yang menyebabkan
jebloknya prestasi nasional. Pertama, pelaksanaan kompetisi yang carut
marut. Hal ini ditandai dengan jadwal kompetisi yang sering kali berubah-
ubah. Hal ini tentu saja menunjukan ketidakprofesionalismenya institusi PSSI
sebagai otoritas sepak bola tertinggi. Bagi klub, perubahan jadwal kompetisi
acapkali membuat klub harus merogoh dana lebih dalam untuk membiayai
kesebelasannya bertanding di Liga Indonesia.
Kedua, regulasi yang acapkali berubah-ubah. Ini menunjukan
ketidakmampuan PSSI dalam menegakan aturan secara konsisten. Salah satu
petanda yang jelas dari hal ini adalah pelaksanaan promosi dan degradasi
yang sering kali tidak konsisten. PSSI melalui Badan Liga Indonesia (BLI)
maupun Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) sering kali mengubah aturan
promosi dan degradasi, sebagaimana yang terjadi pada kompetisi divisi 1
tahun 2010. PSSI secara sepihak menyatakan bahwa klub-klub yang berlaga
2
dalam putaran final Divisi 1 otomatis lolos ke Divisi Utama. Padahal aturan
sebelumnya menyebutkan bahwa hanya tim empat besar yang lolos ke Divisi
Utama.
Ketiga, maraknya praktek suap dan pengaturan skor dalam kompetisi
di Indonesia di berbagai level kompetisi. Bahkan yang lebih ironis lagi, santer
terdengar bahwa praktek suap ini menggunakan uang rakyat yang dikorupsi
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Memang,
penggunaan APBD dalam sepak bola profesional di Indonesia merupakan
ironi yang menyedihkan. Uang rakyat digunakan untuk membiayai tim
berlaga di kompetisi yang konon oleh PSSI disebut sebagai kompetisi
profesional. Padahal hakikat kompetisi profesional adalah kompetisi sepak
bola yang dikelola dengan prinsip manajemen modern, dengan kata lain
sepak bola diposisikan sebagai sebuah industri. Pada kenyataanya, kompetisi
paling tinggi di tubuh PSSI, Liga Super Indonesia (ISL) masih dikelola secara
amatir. Dana APBD tersedot oleh klub-klub yang berlaga di liga ini.
Keempat, pembinaan pemain yang tidak dikelola dengan baik.
Kompetisi di bawah umur di lingkungan PSSI tidak berjalan dengan baik.
Bandingkan dengan Italia yang berhasil mendidik pemain mudanya melalui
primavera, yang di tahun 1990-an pernah juga diikuti oleh pemain-pemain
muda Indonesia. Bima Sakti, Kurniawan, Bejo Sugiantoro dan Anang Ma‟ruf
adalah beberapa pemain yang dihasilkan oleh program pengiriman pemain
muda Indonesia untuk berlatih di Italia pada dekade tersebut.
3
Dari berbagai hal tersebut di atas, PSSI dibawah kepemimpinan
Nurdin Halid menjadi kambing hitam yang dianggap menjadi faktor utama
jebloknya prestasi timnas Indonesia. Gelombang demonstrasi menuntut
pengunduran diri Nurdin Halid dari pencalonannya sebagai ketua umum PSSI
bergema di berbagai daerah. Bahkan, suporter dari berbagai kota menyerbu
kantor PSSI di kawasan Senayan (Koran Merapi, 10/01/11)
Bentuk protes suporter bisa kita simak dalam foto berikut:
Gambar I.1 Aksi Protes
Para soporter Persebaya 1927 (salah satu peserta LPI)
membentangkan rangkaian huruf yang bertuliskan kecaman“Go to Hell
Nurdin”.
Gambar I.2 Ronaldikin Protes
Sumber: Jawa Pos (25/02/11)
4
Dalam gambar diatas, digambarkan sosok ronaldikin yang sedang
melakukan protes dengan menenteng kaos yang bertuliskan “Kami tidak takut
NH”. NH adalah inisial dari Nurdin Halid. Ronaldikin dikenal sebagai orang
yang mirip dengan pemain sepak bola dunia yaitu Ronaldinho. Ronaldikin
meminta dengan tegas Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) agar
serius dalam menangani persepakbolaan di Indonesia
(http://www.republika.co.id/berita/sepakbola/liga-dunia/10/12/17/152859-
ronaldikin tuntut-pssi diakses Sabtu 29 Oktober 2011diakses Sabtu 29
Oktober 2011). Hal ini menjadi sebuah sindiran bagi PSSI, bahwa seorang
yang mirip Ronaldinho, bintang sepak bola dunia pun juga ikut dalam aksi
protes menentang keberadaan Nurdin Halid di PSSI.
Kementerian olahragapun ikut dalam permasalahan PSSI. Hal ini bisa
di simak dalam kutipan berita berikut :
”Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI)
mendapat serangan beruntun dari berbagai pihak.
Setelah”dilawan” Menpora dan Mabes Polri terkait
Liga Primer Indonesia (LPI), kemarin (7/1) Organisasi
pimpinan Nurdin Halid itu di bidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga antikorupsi
itu akan mengusut pengelolaan dana PSSI yang
bersumber dari APBN dan APBD. KPK juga telah
memebentuk tim khusus yang menelusuri dan
mengkaji danan tersebut.” (Jawa Pos. 08/01/11)
Ketidak beresan PSSI membuat banyak pemerhati sepak bola prihatin.
Oleh sebab itu muncullah Liga Primer Indonesia (LPI). LPI adalah kompetisi
sepak bola antar klub profesional di Indonesia yang diselenggarakan sejak
2011. LPI diselenggarakan oleh PT Liga Primer Indonesia yang dimotori oleh
pengusaha Arifin Panigoro. LPI tidak berafiliasi dengan PSSI, sehingga
5
menjadi ajang tandingan terhadap Liga Super Indonesia yang diselenggarakan
oleh PSSI.
Oleh PSSI, LPI dianggap sebagai organisasi dengan kompetisi yang
ilegal karena tidak berada di bawah naungan AFC (Asian Football
Confederation) dan FIFA (International Federation of Association Football).
Karena tidak direstui PSSI, LPI menghadapi berbagai kontroversi terkait
rencana penyelenggaraannya, diantaranya dasar hukum, ancaman PSSI
terhadap klub, pemain, pelatih, dan perangkat pertandingan, serta perizinan
Polri. Hal ini bisa di simak dalam kutipan berita berikut :
” Sementara itu, soal kasus tiga klub yang menyebrang
ke LPI, PSSI sudah menyiapkan sanksi tegas. Sebab,
langkah mereka dianggap sebagai pelanggaran
terhadap regulasi olahraga yang tertuang pada pasal 51
Bab IX UU no. 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional. Tenang sanksi, PSSI belum
bisa memberikan keputusan tegas. Penyebabnya, tiga
klub yang menyatakan mundur dari ISL (Persibo,
Persema, dan PSM) belum terbukti bermain diluar
kompetisi yang diakui PSSI,” Tunggu saja tanggal
mainya. Kalau mereka memang tampil, baru kami
umumkan sanksi. Dalam surat pengunduran diri, kan
tidak di jelaskan akan kemana,” papar Sekjen PSSI
Nugraha Besoes. ”(Jawa Pos. 04/01/11)
LPI tidak takut dengan ancaman dari PSSI, bahkan masyarakat dan
pemerintah mendukung. LPI memberikan kompetisi yang profesional, dengan
sistem pertandingan yang rapi dan tidak memberatkan pemerintah daerah
karena dananya digunakan untuk membiayai klub. Bentuk dukungan
pemerintah kepada LPI ini bisa simak dalam kutipan berita berikut :
”Kali ini Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
(PSSI) benar-benar harus berhadapan dengan dua
institusi besar soal polemik Liga Primer Indonesia
6
(LPI). Setelah menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora) Andi Mallarangeng berani ”pasang badan”
mendukung kompetisi yang disebut ilegal oleh otoritas
sepak bola nasional itu, kemarin (6/1) giliran Mabes
Polri memberikan izin resmi untuk laga perdana liga
anyar tersebut. Bentuk izin yang dikeluarkan adalah
untuk keramaian umum pertandingan LPI ” (Jawa Pos.
07/01/11)
Media massa, baik cetak (surat kabar, majalah, tabloid dan lain-lain)
maupun media elektronik (televisi, radio, internet dan lain-lain) saling
bersinergi sekaligus bersaing dalam memberikan informasi. Hal ini membuat
pengusaha media massa dituntut untuk dapat mengemas produk informasinya
menjadi lebih canggih lagi. Ini dapat kita lihat pada penyajian berita dalam
surat kabar, majalah, dan siaran-siaran televisi, isinya tidak sekedar berita
langsung (straight news) saja tetapi sudah merambah ke debt news,
investigative news, dan sebagainya.
Pemberitaan media massa yang melaporkan dan mengulas berbagai
berita tentang LPI dan PSSI berdampak sangat signifikan terhadap
terbentuknya opini publik. Menurut Manajer Pemasaran Arsenal Chris Bevan,
jumlah penggemar sepak bola di Indonesia jumlahnya mencapai 52 juta orang
(http://nasional.kompas.com/read/2009/04/16/0303219/ “Indonesia Pasar
Paling Potensial” diakses Sabtu 29 Oktober 2011) . Dengan penggemar bola
yang begitu banyak tentu media massa tidak sekedar memberi informasi,
tetapi juga seringkali menjadi faktor pendorong terbentuknya opini publik.
Media massa menyediakan wacana dan kerangka referensi yang oleh
pembaca kemudian dijadikan sebagai bahan untuk meneguhkan
pandangannya tentang suatu hal.
7
Penulis meneliti salah satu media surat kabar yang populer di
Indonesia. Media yang penulis maksud adalah surat kabar Jawa Pos. Jawa
Pos adalah surat kabar harian yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur. Jawa
Pos merupakan harian terbesar di Jawa Timur, dan merupakan salah satu
harian dengan oplah terbesar di Indonesia. Jawa Pos merupakan satu-satunya
media cetak yang mendapat anugerah Superbrands Award dari Superbrands
Organization sebagai koran paling populer dan tepercaya periode 2010-2011
(Jawa Pos. 10/12/10). Jawa Pos juga menjadi surat kabar dengan pembaca
nomor satu di Indonesia versi AC Nielsen, Jawa Pos mendapat anugerah
sebagai koran paling favorit anak muda (Jawa Pos.6/5/11).
Jawa Pos sangat mendukung kegiatan-kegiatan olahraga di Indonesia.
Jawa Pos mempelopori DBL (DetEksi Basketball League) yang kemudian
menjadi Development Basketball League. Yakni kompetisi basket pelajar
SMA dan SMP terbesar di Indonesia yang mencakup 23 kota se-Indonesia.
Jawa Pos melalui DBL nya juga mengelola kompetisi basket tertinggi di
Indonesia yaitu, National Basketball League (NBL)(
http://www.jawapos.com/ diakses 13 Maret 2011).
Pada 2003, Jawa Pos menjadi koran pertama yang memiliki seksi
khusus olahraga yang bernama Sportainment terbit 8 halaman setiap hari dan
memuat olahraga lokal di setiap radarnya. Tidak ada koran lain di Indonesia
yang memiliki halaman olahraga sebesar Jawa Pos (Sumber : Koran Jawa
Pos). Pada Piala Dunia 2010, koran Jawa Pos menerbitkan majalah panduan
Piala Dunia berjudul Jawa Pos Group World Cup Guide 2010.
8
Dalam sejarahnya, Jawa Pos merupakan media yang memberikan
perhatian besar terhadap Piala Dunia. Sejak 1986, Jawa Pos menyajikan
halaman maupun liputan khusus sehingga pembaca memperoleh informasi
lengkap seputar even olahraga terbesar dunia itu. Jawa Pos juga senantiasa
mengirimkan para peliput untuk memberikan kisi-kisi lain yang mungkin
tidak terdapat di media lain (Jawa Pos, 24 januari 2010).
Dalam rentang waktu Januari 2011 hingga Maret 2011, Surat Kabar
Jawa Pos sangat intens memberitakan LPI dan PSSI karena dalam rentang
waktu itu terdapat dua peristiwa penting yaitu : 1) Bergulirnya kompetisi
perdana Liga Primer Indonesia.
”Pembukaan Liga Primer Indonesia (LPI) 2011
kemarin(8/1) berlangsung meriah. Stadion Manahan
Solo menjadi saksi gegap gempitanya para penonton
yang diperkirakan berjumlah 22 ribu orang . Hal itu
membuat stadion terisi penuh.” (Jawa Pos.09/01/11)
Kompetisi LPI bergulir ketika permasalahan pro dan kontra LPI masih
diperdebatkan. 2) Pada bulan Maret PSSI mengadakan kongres untuk
menentukan ketua umum dan wakilnya, yang kemudian mengundang
berbagai reaksi baik pemerintah maupun masyarakat terhadap pelaksanaan
kongres itu.
”Nurdin Halid dkk terus mencari celah untuk berkelit
lagi. Pernyataan Presiden FIFA Sepp Blatter bahwa eks
narapidana tidak boleh maju dalam pemilihan ketua
umum (Ketum) PSSI 2011-2015 tidak digubris.”(Jawa
Pos.09/02/11)
Jawa Pos sebagai bagian dari media massa tentunya sangat berperan
dalam penyampaian informasi tentang olahraga di Indonesia khususnya
9
sepakbola. Dengan memberikan porsi halaman olahraga sebanyak delapan
halaman, tentunya penyampaian pesan dalam hal ini berita tentang
persepakbolaan Indonesia memberikan pengaruh yang besar. Pers di dalam
pembangunan mempunyai fungsi pokok sebagai penyebat luasan informasi,
penyebar luasan hasil pembangunan sebagai barometer dan menggairahkan
partisipasi masyarakat (Hamzah, 1987:5). Hal ini menunjukkan kekuatan pers
dalam melakukan advokasi dan menciptakan isu-isu politik. Karena itu tidak
mengherankan bila pers sering ditakuti, atau malah "dibeli" oleh pihak yang
berkuasa.
Penulis melihat bahwa terdapat hubungan antara media massa, dalam
hal ini Surat Kabar Jawa Pos dalam menyajikan pemberitaannya terkait
dengan PSSI dan LPI, sehingga dapat di jadikan sebuah penelitian. Penelitian
ini berfokus kepada pemberitaan LPI dan PSSI. Penulis hendak mencari tahu
tentang frame dari pemberitaan dari LPI dan PSSI, berita itu nantinya
dianalisis dengan mentode analisis framing dengan menggunakan pendekatan
William A. Gamson dan Modigliani
Penelitian yang relevan diperlukan untuk mempertajam penelitian
yang akan dilakukan selanjutnya. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi
acuan dalam penelitian ini adalah: LPI dan PSSI dalam teks berita Kompas
dan Jawa Pos (Studi Analisis Isi Kuantitatif Tentang Dukungan Surat Kabar
Kompas dan Jawa Pos terhadap LPI dan PSSI periode 1 Desember 2010-31
Januari 2011) yang pernah dilakukan oleh Putri Arini Fachriati mahasiswi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UNS tahun 2011.
10
Dalam penelitian tersebut subjek yang diteliti sama dengan yang
dikerjakan penulis akan tetapi berbeda dalam penggunaan alat analisinya,
yaitu menggunakan analisis isi kuantitatif dan periode Surat Kabar yang
dilakukan. Dalam penelitian lain Desi Yoanita melakukan penelitian dengan
judul Analisis Framing Pemberitaan Tsunami di Harian Kompas dan Jawa
Pos tahun 2004 Universitas Kristen Petra Surabaya. Penelitian menggunakan
analisis framing dengan model Zhodang pan dan Konsicki dengan subjek
yang hampir sama yaitu harian Jawa Pos namun berbeda dalam hal objek
penelitiannya yaitu, bagaimana Harian Jawa Pos dan Kompas dalam
memberitakan Stunami.
Penelitian yang lain oleh Hary Purnomo Hidayat dalam Wacana
Kemenangan Obama dalam Pilpres AS 2008 (Analisis Wacana Opini
Kemenangan Obama dalam Pilpres Amerika 2008 di Rubrik Opini Harian Jawa
Pos periode 5 November 2008 – 5 Janauari 2009). Penelitian tersebut
membahas tentang bagaimana wacana kemenangan Obama pada Pemilu
Presiden Amerika disajikan dalam artikel opini Harian Jawa Pos. Setelah
melewati proses panjang, Barrack Husein Obama Jr, capres dari Partai Demokrat
berhasil terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44. Objek yang digunakan
sama dengan yang diteliti penulis yaitu, Harian Jawa Pos namun berbeda
penggunaan metode analisismya..
Dengan melihat penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, penulis
melihat frame tentang LPI dan PSSI di Surat Kabar Jawa Pos menarik untuk
diteliti karena belum ada penelitian sejenis yang mengangkat LPI dan PSSI
11
sebagai subjek penelitian dan di teliti menggunakan analisis framing dengan
pendekatan William A. Gamson dan Modigliani.
B. PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah diperlukan agar tidak meluasnya permasalahan
yang ada. Pembatasan masalah yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Media massa yang akan diteliti adalah surat kabar harian Jawa Pos
2. Aspek yang akan diteliti hanya tentang pemberitaan Liga Primer
Indonesia dan PSSI periode Januari 2011-Maret 2011.
C. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah frame surat kabar Jawa Pos dalam memberitakan Liga
Primer Indonesia dan PSSI periode Januari 2011-Maret 2011?
D. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui bagaimana frame pemberitaan Liga Primer
Indonesia dan PSSI dalam surat kabar Jawa Pos periode Januari 2011– Maret
2011.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
12
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
penelitian mengenai media secara lebih mendalam dan dapat digunakan
sebagai bahan acuan teori-teori komunikasi dan menjadi referensi penelitian
lain yang sejenis.
2. Manfaat praktis
a. Jawa Pos
Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan evaluasi dan
pengambilan kebijakan atas materi yang disajikan.
b. Umum
Menambah pengetahuan masyarakat khususnya pembaca
melihat surat kabar dalam membingkai sebuah berita.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa adalah kumunikasi dari seseorang atau
kelompok orang melalui alat pengirim (medium) kepada khalayak atau
pasar (Biagi, 2010:9). Komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara,
yakni, pertama, komunikasi oleh media, dan kedua, komunikasi untuk
massa (Rivers, 2003:18). Komunikasi massa tidak berarti komunikasi
untuk setiap orang. Media tetap cenderung memilih khalayak, dan
demikian pula sebaliknya khalayak pun meilih-milih media.
Dalam bukunya yang berjudul Mass Communication An Introduction
sebagaimana dikutip oleh Sasa Djuarsa Sendjaja, Bitter mengatakan,
13
"Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang" (Sendjaja , 2004:73).
Karakteristik Komunikasi Massa menurut Rivers di dalam bukunya
adalah:
a) Sifatnya satu arah
b) Selalu ada proses seleksi
c) Dapat menjangkau khalayak secara luas
d) Meraih khalayak sebanyak mungkin
e) Komunikasi di lakukan oleh institusi sosial yang harus peka
terhadap kondisi lingkunganya
Sumber: Rivers (2003:19)
Sekarang ini kita tidak bisa lagi menyamakan”komunikasi massa”
atau ”media massa” dengan “jurnalisme” (Rivers, 2003:18). Setiap
komunikasi membutuhkan medium atau sarana pengirim pesan. Saat ini
komunikasi massa merujuk ke keseluruhan institusi yang merupakan
pembawa pesan, yaitu koran, majalah, stasiun pemancar, yang mampu
menyampaikan pesan-pesan ke jutaan orang secara serentak (Rivers,
2003:18)
Menurut Biagi, terdapat enam istilah kunci yang digunkan para
cendekiawan untuk menggambarkan proses komunikasi massa, yaitu
pengirim (sender), pesan (message), penerima (reciever), saluran
(channel), umpan balik (feedback), dan suara (noise). Untuk lebih jelasnya
dapat digambarkan dalam ilustrasi berikut :
14
Bagan I.1
Ilustrasi Unsur-Unsur Komunikas Massa
Sumber: Modifikasi penulis dari Biagi (2010:10)
Keterangan:
Sumber (pengirim) menaruh pesan dalam sebuah saluran(medium)
yang mengirim pesan tersebut ke penerima. Umpan balik muncul ketika si
penerima membalas, dan balasan tersebut mengubah pesan berikutnya dari
sumber. Suara (seperti statis atau sambungan yang turun) dapat
mengganggu atau mengubah pesan selama pengiriman (Biagi, 2010:10).
Macam-macam dari media massa menurut Biagi dibagi menjadi
delapan, yaitu :
a) Buku
b) Surat Kabar
c) Majalah
d) Rekaman
e) Radio
f) Film
g) Televisi
h) Internet
Sumber : Biagi ( 2010:11)
Pesan
Suara
Penerima Umpan
Balik
Sumber
Suara
15
Dalam komunikasi massa terdapat model dasar dalam menyajikan
komunikasi . Komunikasi disajikan sebagai sebuah proses sederhana.
Salah satunya Model Shannon dan Weaver (1949). Di dalam model
Shannon dan Weaver dapat dilihat melalui gambar di bawah ini :
Bagan I.2
Model Komunikasi Shannon dan Weaver
Sumber: Fiske (2004:14)
Shannon dan Weaver mengidentifikasi tiga level masalah dalam studi
komunikasi. Hal itu adalah:
Level A= Bagaimana simbol-simbol komunikasi dapat ditransmisikan
secara akurat
Level B= Bagaimana simbol-simbol yang ditransmisikan secara persis
menyampaikan makna yang diharapkan
Level C= Bagaimana makna yang diterima secara efektif
mempengaruhi tingkah laku dengan cara yang diharapkan
Sumber (source) dipandang sebagai pembuat keputusan (decision
maker); yakni, sumber memutuskan pesan mana yang akan dikirim, atau
cukup menyeleksi salah satu di luar dari serangkaian pesan yang mungkin.
Sinyal yang
diterima
sinyal Sumber
infomasi tujuan
reciever
Sumber
gangguan
transmitter
16
Pesan yang sudah diseleksi ini kemudian diubah oleh transmiter menjadi
sebuah sinyal yang dikirim melalui saluran kepada penerima (Fiske
2004:15).
Orang cenderung menggunakan surat kabar, radio, dan telivisi untuk
menghubungkan diri sendiri dengan masyarakat, namun menggunakan
buku dan film sejenak untuk melarikan diri dari realitas. Orang
berpendidikan lebih baik cenderung menggunakan media cetak, mereka
yang kurang berpendidikan cenderung ke media elektronik dan visual
(Fiske, 2004:31).
2. Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa
Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana
jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pelaporan
atau pencatatan setiap hari (Sumadiria, 2008:02).
Dalam leksikon komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan
mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan
karangan untuk surat kabar, majalah dan media massa lainya seperti radio
dan televisi (Kridalaksana, 1977:44). Menurut Ensiklopedia Indonesia,
jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi
tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam
bentuk penerangan, penafsiran, dan pengkajian) secara berkala, dengan
menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada (Suhandang, 2004:22).
17
Onong Uchjana Effendy mengemukakan, secara sederhana jurnalistik
dapat diartikan sebgai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan
bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada masyarakat (Sumadiria,
2008:02). Haris Sumadiria mendefinisikan jurnalistik sebagai berikut,
Secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari,
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui
media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya
(Sumadiria, 2008:03).
Dilihat dari segi bentuk dan pengelolaanya, jurnalistik dibagi dalam
tiga bagian besar: jurnalistik media cetak (newspaper and magazine
journalism), jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast
journalism), jurnalistik media audiovisual (television journalism). Setiap
bentuk jurnalistik memiliki ciri dan kekhasannya masing-masing. Ciri dan
kekhasannya itu antara lain terletak pada aspek filosofi penerbitan,
dinamika teknis persiapan dan pengelolaan, serta asumsi dampak yang
ditimbulkan terhadap khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.
Jurnalistik media cetak dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor
verbal dan visual. Verbal, sangat menekankan pada kemampuan kita
memilih dan menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragraf yang
efektif dan komunikatif. Visual, menunjuk pada kemampuan kita dalam
menata, menempatkan, mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut
segi perwajahan.
18
Dalam prespektif jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada
khalayak, bukan saja harus benar, jelas dan akurat, melainkan juga harus
menarik, membangkitkan minat dan selera baca (surat kabar, majalah),
selera dengar (radio siaran), dan selera menonton (televisi).
3. Berita Sebagai Bagian dari Jurnalistik
Berita, pada dasarnya adalah laporan dari peristiwa, bukan peristiwa
itu sendiri. Menurut Wonohito (1997:12) “News is the timely, concise,
accurate report of an event, not the event itself”. Dalam hal ini peristiwa
adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan yang pada gilirannya
akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa berita di media massa pada dasarnya tidak lebih
dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk cerita.
Berita merupakan realitas yang telah direkonstruksi (Bonaventura,
2001:169 ). Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam melihat konsep
berita. Pertama, berita dipandang sebagai hasil konstruksi realitas dari
suatu proses manajemen produksi institusi media. Pandangan ini meyakini
bahwa berita merupakan cermin dari realitas (mirror of reality).
Karenanya, berita harus sama dan sebangun dengan fakta. Sedangkan
pandangan yang kedua menyatakan bahwa berita adalah hasil rekonstruksi
realitas yang akan melibatkan produksi dan pertukaran makna. Berita yang
notabene adalah hasil konstruksi realitas dari sebuah proses manajemen
redaksional ternyata tidak selalu menghasilkan makna yang sama sepeti
yang diharapkan oleh wartawan dalam diri pembacanya. Berita bisa saja
19
berbeda dengan realitas sosialnya. Berita merupakan hasil rekonstruksi
realitas yang subjektif dari proses kerja wartawan.
Tuchman mengilustrasikan berita sebagai jendela dunia. Dalam
pandangan Tuchman, apa yang kita lihat, apa yang kita ketahui dan apa
yang kita rasakan mengenai dunia tergantung pada jendela yang kita pakai.
Dalam sebuah berita, jendela itulah yang disebut frame. Jadi, berita di
media massa adalah realitas yang diciptakan oleh wartawan lewat
konstruksi dan sudut pandang tertentu. Berita merupakan hasil konstruksi
sosial di mana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari
wartawan (Tuchman dalam Eriyanto, 2002:04).
Berita merupakan proses aktif dari pembuat berita. Bagaimana
peristiwa dibingkai tidak semata-mata disebabkan oleh struktur skema
wartawan, melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara
tidak langsung mempengaruhi pemaknaan atas sebuah peristiwa.
Wartawan hidup dan bekerja dalam suatu institusi media yang mempunyai
pola kerja, kebiasaan, aturan, norma, etika dan rutinitas masing-masing.
Selain itu, organisasi media juga mempunyai ideologi profesi. Ideologi
itulah yang kemudian menjadi acuan dalam proses produksi berita.
Tahap awal dari produksi berita adalah bagaimana wartawan
mempersepsi peristiwa atau fakta yang akan diliput. Proses seleksi dan
sortir yang terjadi dalam sebuah rutinitas kerja keredaksionalan merupakan
sebuah bentuk rutinitas organisasi. Setiap hari institusi media secara teratur
memproduksi berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan
20
keteraturan kerja yang dijalankan setiap hari oleh para awak media. Dalam
menentukan sebuah berita, masing-masing media mempunyai standar dan
kriteria tertentu. Akibatnya, peristiwa yang ditampilkan di media akan
berbeda satu dan lainnya. Ada ukuran-ukuran tertentu yang membatasi
sebuah fakta layak ditulis sebagai berita. Hal ini dinamakan nilai berita
(news value).
Nilai berita menyediakan standar dan ukuran bagi wartawan sebagai
kriteria dalam praktik kerja jurnalistik. Masing-masing surat kabar, editor
maupun wartawan mempunyai kriteria masing-masing. Jadi, nilai berita
tidak lebih daripada asumsi-asumsi intuitif wartawan tentang apa yang
menarik bagi khalayak atau apa yang mendapat perhatian mereka
(Sumadiria, 2008:80). Namun secara umum, kejadian yang dianggap
mempunyai nilai berita dapat ditentukan dari unsur-unsur berikut:
1) Aktualitas (Timeliness)
Timeliness mengacu pada informasi kekinian. Semakin aktual berita,
berarti semakin baru peristiwanya terjadi. Berarti pula semakin tinggi nilai
beritanya. Apa saja perubahan penting yang terjadi dan dianggap berarti
serta baru merupakan berita. Berita adalah apa yang terjadi hari ini, apa
yang masih belum diketahui tentang apa yang akan terjadi hari ini, atau
adanya opini berupa pandangan dan penilaian yang berbeda dengan opini
sebelumnya sehingga opini itu mengandung informasi penting dan berarti.
Aktualitas terbagi dalam tiga kategori, yaitu :
a) Aktualitas kalender
21
Aktualitas berita yang mengacu pada hari-hari
penting dalam kalender. Semua orang tahu, 21 April Hari
Kartini, 2 Mei Hari Pendidikan Nasional, atau 20 Mei Hari
Kebangkitan Nasional. Pada hari itu atau beberapa hari
menjelang hari-hari itu, pers dan media massa nasional
selalu menganggap penting menurunkan tulisan.
b) Aktualitas waktu
Berita adalah laporan tercepat yang disiarkan surat
kabar dan media massa lain seperti radio dan televisi
mengenai opini atau fakta, atau keduanya, yang menarik
perhatian dan dianggap penting oleh sebagian besar
khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.
c) Aktualitas masalah
Aktualitas masalah adalah berita kekinian yang
berdasar suatu masalah yang semua khalayak penting untuk
di beritakan, misal korupsi, manipulasi, pencurian,
perampokan, pemerkosaan, merupakan masalah yang
dikategorikan tetap dan senantiasa aktual.
2) Keluarbiasaan (Unusualness)
Berita adalah sesuatu yang luar biasa. Dalam pandangan jurnalistik,
berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Berita adalah suatu peristiwa yang
luar biasa. Di dunia ini, begitu banyak peristiwa yang masuk kategori luar
biasa, seperti pesawat terbang meledak di udara, kebakaran yang melahap
22
ratusan rumah di suatu pemukiman, gunung meletus yang menyebabkan
puluhan ribu jiwa harus mengungsi, atau kapal tenggelam yang menelan
korban ratusan penumpang tewas. Kalangan praktisi jurnalistik menyakini,
semakin besar suatu peristiwa, semakin besar pula nilai berita yang
ditimbulkanya (Sumadiria, 2008:81).
3) Kedekatan (Proximity)
Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca akan
menarik perhatian. Oleh Steiler dan Lippman, hal ini disebut dengan
kedekatan secara geografis. Namun dalam prakteknya, kedekatan ini tidak
hanya sebatas pada kedekatan geografis saja, tetapi juga kedekatan
emosional. Misalnya saat harian Jyllands Posten, Denmark
memublikasikan dua belas karikatur Nabi Muhammad. Sudah diduga,
protes umat Islam tidak perlu ditunggu lama, mengingat adanya larangan
menggambarkan Rasulullah dalam Islam (Hikmat dan Purnama, 2005:62).
4) Orang Penting ( Public Figure, News Maker)
News is abaout people. Berita adalah tentang orang-orang penting,
orang-orang ternama, pesohor, selebriti, figur publik. Orang-orang penting,
ternama, orang-orang terkemuka, dimanapun selalu menimbulkan berita.
Peristiwa video mesum Ariel Peterpan dengan Luna Maya membuat
masyarakat penasaran, ingin tahu lebih dalam atau ucapan, gaya hidup
bintang film, bintang sinetron, artis penyanyi, penari, pejabat, dan bahkan
para koruptor sekalipun selalu dikutip oleh pers (Sumadiria, 2008:88).
5) Konflik / kontroversi
23
Peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita
dibandingkan dengan peristiwa yang biasa-biasa saja, Peristiwa antara
PSSI dengan LPI dan juga Pemerintah lebih layak disebut berita
dibandingkan peristiwa PSSI dalam mengelola sepak bola.
6) Ketertarikan Manusiawi (Human interest)
Kejadian yang memberi sentuhan perasaan bagi pembaca. Peristiwa
yang mengandung lebih banyak unsur haru, sedih, empati, simpati dan
menggugah emosi khalayak. Apa saja yang mengundang minat insani,
menimbulkan ketertarikan manusiawi, mengembangkan hasrat dan naluri
ingin tahu (Sumadiria, 2008:90).
Menurut Haris Sumadiria (2008) dalam Jurnalistik Indonesia, paling
tidak terdapat delapan konsep berita, yaitu :
a) Berita sebagai laporan Tercepat
Kecepatan dalam mencari, menemukan, mengunpulkan,
dan mengolah berita, menjadi karakter dasar ewporter dan editor.
Lebih cepat berita disiarkan, lebih baik.
b) Berita sebagai Rekaman
Rekaman tidak hanya berlaku untuk radio. Untuk surat
kabar, tabloid dan majalah., berita juga mengandung arti rekaman
peristiwa. Dinyatakan dalam berbagai bentuk tulisan dan laporan.
c) Berita sebagai Fakta Objektif
Berita adalah laporan tentang fakta secara apa adanya (das
sein), dan bukan laporan tentang fakta yang seharusnya (das
24
sollen). Sebagai fakta, berita adalah rekonstruksi peristiwa melalui
prosedur jurnalisti yang sangat ketat dan terukur.
d) Berita sebagai Interpretasi
Berita yang disajikan media massa jumlahnya mencapai
ribuan setiap hari. Melalui teknologi komunikasi massa yang
canggih, dewasa ini bahkan berita dibuat dan terus mengalir
selama dua puluh empat jam. Teori jurnalistik mengingatkan,
tidak semua berita dapat berbicara sendiri. Sering terjadi, berita
yang diliput dan dilaporkan media, hanya serpihan-serpihan fakta
yang belum berbicara. Tugas media adalah membuat fakta seolah
membisu itu menjadi berbicara sendiri kepada khalayak pembaca,
pendengar, atau pemirsa dalam bahasa yang enak dibaca dan
mudah didengar.
e) Berita sebagai Sensasi
Tahap paling awal dalam penerimaan informasi adalah
sensasi. Menurut Rakhmat dalam Sumadiria, Sensasi berasal dari
kata sense, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan
organisme dengan lingkunganya (Sumadiria, 2008:75). Menurut
Desiderato dalam Sumadiria, sensasi itu merupakan bagian dari
presepsi (Sumadiria, 2009:76). Presepsi ialah memberikan makna
pada stimulus indrawi. Hubungan sensasi dengan presepsi adalah
sensasi bagian dari presepsi.
f) Berita sebagai Minat Insani
25
Berbagai peristiwa yang terjadi di dunia, dari dulu hingga
kini sering membuat hati dan perasaan sedih. Pemboman,
pembunuhan, penyiksaan, kekejaman dapat memberikan atensi
serta motivasi kepada khalayak untuk bersatu. Media massa
mampu memberikan efek kepada masyarakat untuk
menumbuhkan kepekaan individual dan kepekaan sosial
masyarakat. Misalnya tragedi bencana gempa dan stunami 26
desember 2004, hanya dalam sepekan media massa mampu
menghimpun dana masyarakat hingga ratusan milyar rupiah.
g) Berita sebagai Ramalan
Semua informasi yang disajikan media idealnya
terdiri atas rangkaian fakta yang benar, akurat, lengkap, dan
aktual melalui berbagai uji dan pendekatan akademik. Sebagai
contoh, sejak era reformasi, media massa Indonesia semakin
terbiasa dengan penyelenggaraan jajak pendapat. Pendapat dan
keinginan masyarakat dibaca, diteliti, diukur melalui pendekatan
statistik yang rumit. Hasilnya disajikan secara populer dan
komunikatif sehingga semua lapisan masyarakat dapat mencerna
dan memahaminya dengan baik.
h) Berita sebagai Gambar
Menurut Enery dalam Sumadiria, seni menyampaikan suatu
cerita lewat foto dan gambar, jauh lebih tua dibandingkan dengan
penyampaian lewat rangkaian kata-kata (Sumadiria, 2008:79).
26
Dalam persuratkabaran, gambar karikatur merupakan salah satu
alat yang digunakan untuk mempengaruhi khalayak setelah kolom
editorial dan artikel (Muhtadi, 1999:102). Gambar, foto, dan
karikatur merupakan pesan-pesan hidup sekaligus menghidupkan
deskripsi verbal lainya.
Dalam Morrison dkk (2010:48-59) isi berita dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Isi merupakan refleksi dari kenyataan sosial (masyarakat umum)
Masyarakat umum memberikan pengaruh besar kepada
organisasi media. Ini disebut juga sebagai pendekatan „cermin‟ (the
mirror approach) yang mengasumsikan bahwa apa yang dihasilkan
oleh media ( isi media) adalah cerminan kenyataan atau realitas
sosial yang ada di tengah masyarakatnya. Ini bisa diartikan bahwa
untuk melihat apa yang tengah terjadi dan sedang menjadi topik di
tengah masyarakat, lihat saja apa yang disiarkan di televisi, apa
yang tengah diramaikan dalam debat-debat di radio atau tercetak
dalam iklan serta berita surat kabar.
2. Isi berita dipengaruhi oleh kelompok penekan.
Hubungan antara media dan masyarakat sering kali
diperantarai melalui berbagai kelompok informal, namun sering
kali terorganisir, yang disebut dengan kelompok penekan (pressure
groups) yang berupaya mempengaruhi apa yang dilakukan media,
dengan cara membatasi isi atau pesan media kepada masyarakat.
27
Kelompok penekan dapat berupa organisasi atau kelompok, bauk
formal maupun informal dengan berbagai kepentingan dan latar
belakang, seperti krlompok atau organisasi agama, profesi,
pekerjaan, politik, kelompok advokasi, dan sebagainya.
3. Isi media sangat dipengaruhi oleh kebiasaan wartawan dalam
menulis berita atau cara kerja (style book) organisasi media. Istilah
yang umum dalam kajian komunikasi adalah media routines.
Pendekatan organizational routines berargumen bahwa isi media
dipengaruhi oleh cara-cara bagaimana pekerja media dan
perusahaan media mengorganisasikan pekerjaan mereka. Sebagai
contoh, gaya penulisan Kompas tentu saja berbeda dengan gaya
penulisan Jawa Pos.
4. Isi media dipengaruhi oleh Audien.
Audien adalah faktor yang paling penting bagi media karena
audien adalah konsumen media. Keberhasilan suatu media sangat
ditentukan oleh seberapa besar media tersebut bisa memperoleh
pembacanya, pendengar, dan pemirsa. Walupun disadari bahwa
audien merupakan faktor paling penting bagi media, namun
sejumlah penelitian menunjukan bahwa pengelola media massa
seringkali menjadikan audien bukan faktor yang terpenting yang
mempengaruhi berita, namun pengelola media tetap mengikuti
laporan peringkat acara(rating) dan angka penjualan iklan sebagai
indikator untuk mengetahui jumlah audien.
28
5. Isi berita sangat dipengaruhi oleh media dan pemilik.
Menurut Altschull dalam Morisson dkk, “the content of news
the news media always reflects the interest of those who finance the
press” (isi media berita selalu mencerminkan kepentingan mereka
yang membiayai media tersebut). Pemilik organisasi media
komersil memiliki kekuasaan besar terhadap isi berita dan dapat
meminta para professional media untuk menyiarkan atau tidak
menyiarkan suatu isi berita (Morisson dkk, 2010: 53)
6. Isi berita sangat dipengaruhi oleh pemasang iklan.
Menurut Bogart dalam Morisson dkk, setidaknya ada lima
pengaruh iklan terhadap isi berita, yaitu :
(a) Pemasang iklan jarang mencoba merayu jurnalis dengan
maksud untuk mengarahkan berita demi kepentingan mereka,
namun lebih sering mereka menekan berita yang tidak mereka
sukai.
(b) Mereka sensitif dengan lingkungan yang akan menerima
pesan mereka dan tidak menyukai kontroversi.
(c) Ketika pemasang iklan menyerah kepada tekanan maka
media akan melakukan sensor sendiri.
(d) Pemasang iklan menentukan isi media ketika mereka
menjadi program siaran.
(e) Persaingan di antara media pers menunjukan bagaimana
iklan menentukan hidup dan matinya media
29
Sumber: Morisson dkk (2010: 56)
4. Jurnalistik Olahraga
Jurnalistik olahraga tidak pernah terlepas dari kegiatan menulis berita
olahraga dalam surat kabar atau laporan seputar olahraga yang dibuat oleh
media televisi. Olahraga merupakan sebuah bahan yang memiliki celah
untuk dibuat tulisan dan liputan jurnalistiknya
(www.anneahira.com/jurnalistik-olahraga.htm diakses Rabu 26 Oktober
2011).
Hampir setiap surat kabar mempunyai halaman olahraga. Sekarang
bahkan pertandingan-pertandingan olahraga sepak bola dapat dipastikan
mendapatkan tempat khusus di semua media massa (Kusumaningrat,
2005:207).
Wartawan sering dalam pemberitaannya memberikan tekanan konten
berita olahraga di berbagai platform media, dari koran, televisi dan
internet. Institusi media di mana para wartawan berita olahraga bekerja
sangat penting karena semakin besar institusi media itu beroperasi maka
institusi tersebut memainkan peran kunci dalam membentuk skala dan
ruang lingkup jurnalisme yang muncul di cetak, di televisi atau di web
(Boyle, 2010:1)
Wartawan olahraga mengolah sebagian besar informasinya dari hasil
pengamatan langsung serta menggunakan sumber-sumber berita lain,
misalnya peserta pertandingan, ofisial olahraga, pejabat-pejabat humas,
30
catatan-catatan resmi, sumber-sumber latar belakang, dan bahkan
penonton (Kusumaningrat, 2005:209)
Wartawan olahraga memiliki ruang gerak yang luas dibandingkan
dengan kebanyakan wartawan lain untuk menerapkan teknik-teknik
reportase interpretatif dan kritis, semacam argumentasi. Ia harus
mengetahui bagaimana caranya mengisi boks hasil-hasil pertandingan
(skor) atau data statistik yang biasanya disajikan oleh surat kabar dalam
meliput pertandingan (Kusumaningrat, 2005:211)
5. Framing Memaknai Berita
Konsep framing yang berasal dari ranah psikologi, berangkat dari cara
pandang bahwa konstruksi realitas pasti bergantung pada bagaimana cara
sang pemilik cerita menyampaikannya kepada khalayak. William A.
Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan
(package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan
diberitakan. Dalam pandangan mereka, proses framing berkaitan dengan
persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam
presentasi media. Oleh karena itu, frame sering diidentifikasi sebagai cara
bercerita (story line) yang menghadirkan konstruksi makna spesifik
tentang objek wacana (Eriyanto, 2002:225)
Konsep ini menawarkan sebuah cara untuk mengungkap kekuatan teks
komunikasi. Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu
pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu
teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan
31
sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi
moral dan atau merekomendasikan penanganannya (Eriyanto, 2002:165).
Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang akan dipilih,
ditonjolkan dan dibuang.
Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis
untuk bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)
dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi.
Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu.
Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan
media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu.
Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi
menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto,
2002:30).
Menurut Eriyanto di dalam bukunya Analisis Framing: Konstruksi,
Ideologi, dan Politik Media, terdapat empat model analisis framing, yaitu :
a. Murray Edelman, dalam bukunya “ Contestable Categories and
Public Opinion” ia mensejajarkan framing sebagai kategorisasi,
artinya pemakaian perpektif tertentu dengan pemakaian kata-kata
yang terttentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau
realitas dipaham, kategorisasi juga dapat diartikan sebgai
penyederhanaan, realitas yang kompleks dan berdimensi banyak
diphami dan ditekankan supaya dipahami dan hadir dalam benak
khalayak
32
b. Robert Entman dalam metodenya framing dalam berita dilakukan
dengan empat cara, yaitu: Problem Identification (Identifikasi
masalah), causal Interpretation (identifikasi penyebab masalah),
Moral Identification (evaluasi moral) dan Treatment
Recommendation (saran penanggulangan masalah).
c. Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) dalam tulisan
meraka yang berjudul “ Framing Analysis: An Approach to New
Discourse” mengoperasionalkan empat dimensi structural teks
berita sebagai perangkat framing, yaitu sintaksis, skrip, tematik,
dan retoris.
d. William A. Gamson mendefinisikan framing dalam dua
pendekatan yaitu pendekatan menghasilkan framing dalam level
kultural, dan pendekatan psikologis yang menghasilkan framing
dalam level individual. Framing dalam level kultural dimaknai
sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif
yang tersebar dalam konstruksi wacana. Dalam hal ini, frame
memberikan petunjuk elemen-elemen isu mana yang relevan
untuk diwacanakan, problem-problem apa yang memerlukan
tindakan-tindakan politis, solusi yang pantas diambil, serta pihak
mana yang legitimate dalam wacana yang terbentuk.
Model William A. Gamson digunakan oleh penulis dalam
menganalisa berita karena frame dipandang sebagai cara bercerita atau
gagasan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan
33
konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana
(Eriyanto, 2002:223)
Menurut William A. Gamson, framing adalah pendekatan untuk
mengetahui bagaimana prespektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau
prespektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian
mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita
tersebut, hal ini disebut sebagai kemasan (package). (Eriyanto,
2002:2240).
Kemasan (package) dibayangkan sebagai wadah atau struktur data
yang mengorganisir sejumlah informasi yang menunjukan posisi atau
kecenderungan politik, dan yang membantu komunikator untuk
menjelaskan muatan-muatan di balik suatu osu atu peristiwa (Eriyanto,
2002:224).
Package ini dalam pandangan William A. Gamson dimaknai sebagai
perangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami
dan memaknai suatu isu. Ide sentral ini, akan didukung oleh perangkat
wacana lain sehingga antara satu bagian wacana dengan lainya saling
mendukung (Eriyanto, 2002:226).
Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan dalam
teks berita. Pertama, framing device (perangkat framing). Perangkat ini
berhubungan dan berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang
ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing ini ditandai dengan
34
pemakaian kata, kalimat, grafik atau gambar, dan metafora (Eriyanto,
2002:226). Penjelasan perangkat framing, sebagai berikut:
Methapors atau metafora, adalah perumpamaan atau pengandaian.
Dengan merujuk pengertian sederhana, metafora dipahami sebagai cara
memindah makna dengan merealisasikan dua fakta melalui analogi, atau
memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti , ibarat, bak,
umpama, laksana. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis
sebagai basis berfikir, alsan pembenaran atas pendapat atau gagasan
tertentu kepada khalayak akan menjadi lebih tertarik dengan isi berita
(Junaedi,2008:21). Metafora termasuk ke dalam kelompok gaya bahasa
kiasan. Kiasan menunjuk pada perbandingan atau pengandaian dua hal
secara langsung dalam bentuk frasa atau klausa singkat dan sederhana.
(Sumadiria, 2006:43).
Catchphrases adalah frase dalam berita yang memiliki daya tarik bagi
pembaca, kontras, menonjol, dalam suatu wacana. Ini biasanya berupa
jargon atau slogan. Jargon atau slogan yang disampaikan didalam frase ini
adalah jargon atau slogan yang benar-benar menonjol dan menarik
perhatian khalayak (Junaedi, 2008:21).
Exemplar yang berarti isi berita yang berusaha mengaitkan bingkai
dengan contoh, uraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas
bingkai. Dengan kata lain unsur atau bagian yang memberikan conoh atau
uraian yang berkaitan dan mendukung bingkai berita yang disampaikan.
35
Dimana tujuan dari penerapan contoh atau uraian ini adalah memperjelas
bingkai dari berita yang disampaikan (Junaedi, 2008:21).
Depiction yang berarti penggambaran atau pelukisan suatu isu
pemberitaan yang bersifat konotatif. Konotatif adalah pemaknaan kata
yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu
di samping makna dasar yang umum. (Sumadiria, 2006:28).
Depiction ini pada umumnya berupa kosakata, leksikon untuk
melabeli sesuatu. Leksikon merupakan elemen yang menandakan
bagaimana sesorang memilih kata dari berbagai kemungkinan kata yang
tersedia. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukan sikap atau ideologi
tertentu. Peristiwa yang sama dapat digambarkan dengan pilihan kata-kata
yang berbeda-beda (Junaedi, 2008:22).
Visual image berarti gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai
secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik yang
menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan
(Eriyanto,2002,225).
Visual image merupakan elemen yang digunakan untuk menekankan
atau menonjolkan sebuah isu melalui pemakaian foto, gambar, kartun,
diagram, grafis, tabel, dan sejenisnya. Misalnya perhatian atau penolakan,
dibesarkan atau dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian
warna. Visual images biasanya menjadi daya tarik bagi pembaca untuk
membaca berita tersebut (Junaedi,2008:22).
36
Kedua, reasoning devices (perangkat penalaran). Sebuah gagasan
tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh
dasar pembenar tertentu, alasan tertentu, dan sebagainya. Dasar pembenar
dan penalaran tersebut bukan hanya meneguhkan suatu gagasan atau
pandangan, melainkan lebih jauh membuat pendapat atau gagasan tampak
benar, absah, dan demikian adanya (Eriyanto, 2002:227). Lebih lanjut
perangkat penalaran dijelaskan sebagai berikut:
Roots adalah analisis kausal atau sebab akibat. Unsur ini berfungsi
agar pesan yang disampaikan terlihat wajar, normal, beralasan. Suatu
peristiwa tidak mungkin ada tanpa sebab atau latar belakang yang
mendasarinya, antara satu kalimat dengan kalimat yang lain saling
mendukung, satu bagian menjelaskan bagian yang lain dan satu bagian
menjadi sebab akibat dari bagian yang lain dan sebagainya (Junaedi,
2008:22). Appeals to Principle adalah premis dasar dan klaim-klaim
moral. Hal ini terkait dengan klaim-klaim moral yang ditunjukan denhgan
mengangkat fakta-fakta yang ada sebelumnya. Hal ini berfungsi untuk
menguatkan pesan yang disampaikan agar terlihat beralasan dan memilki
dasar yang kuat. Selain itu appeals to principle juga digunakan untuk
memperkuat sebuah gagasan agar tampak benar dan dapat diterima oleh
khalayak (Junaedi, 2008:22).
Consequences adalah etika atau konsekuensi yang di dapat dari
bingkai. Dengan kata lain Consequences disini adalah konsekuensi atau
pengaruh akhir yang muncul yang disebabkan oleh unsur-unsur yang ada
37
dalam bingkai media. Jadi dapat dikatakan bahwa Consequences adalah
akibat atau konsekuensi akhir yang muncul sebagai hasil dari semua unsur
di dalam bingkai (Juneadi, 2008:22).
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Peneletian ini termasuk di dalam penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln adalah penelitian
yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan metode
yang ada. (Denzin dan Lincoln dalam Moloeng, 2007:5)
Penelitian kualitatif ini menggunakan studi dokumentasi yang
diperoleh dari beberapa kumpulan naskah berita yang terkait dengan
LPI dan PSSI. Metode kualitatif ini digunakan karena berbagai
pertimbangan. 1) menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan jamak. 2) metode ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. 3)
metode ini lebih peka dan dapat lebih menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang di
hadapi. (Moloeng.2007:9)
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis framing. Framing di dalam
penelitian komunikasi terutama komunikasi massa dipahami sebagai
sesuatu yang berkenaan dengan dua sisi sekaligus sehingga lebih
38
bersifat komprehensif, yakni berkenaan dengan penyajian pesan oleh
(atau melalui) media massa di satu sisi (media frame) dan penerimaan
pesan oleh individu-individu khalayak di sisi lain (audience frame).
(Pawito, 2008:186)
Penulis menggunakan analisis model William A. Gamson
karena frame dipandang sebagai cara bercerita atau gagasan ide-ide
yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana (Eriyanto,
2002:223)
Model William A. Gamson penulis anggap mampu mengupas
bagaimana framing berita LPI dan PSSI karena menurut pandangan
William A. Gamson framing adalah pendekatan untuk mengetahui
bagaimana prespektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau
prespektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil,
bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa
kemana berita tersebut (Eriyanto, 2002:2240).
3. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian komunikasi kualitatif pada umumnya berupa
informasi kategori substansif yang sulit dinumerisasikan. Secara garis
besar data dalam penelitian komunikasi kualitatif dapat dikelompokan
menjadi tiga jenis: 1) Data yang diperoleh dari interview. 2) Data yang
diperoleh dari observasi. 3) Data yang diperoleh dari dokumen, teks,
39
atau karya seni yang kemudian dinarasikan (Dikonversikan ke dalam
bentuk narasi). (Pawito, 2008:96)
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, adalah
pengumpulan data pada level teks pemberitaan, satuan analisisnya
adalah teks berita tentang isu LPI dan PSSI yang dimuat di media
cetak nasional yaitu surat kabar Jawa Pos, edisi Januari-Maret 2011.
Pemilihan edisi Januari-Maret 2011 karena pada bulan tersebut, 1)
Bergulirnya kompetisi perdana Liga Primer Indonesia. 2) Pada bulan
Maret PSSI mengadakan kongres untuk menentukan ketua umum dan
wakilnya
4. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moloeng, sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain
(Moloeng, 2007:112). Sumber data yang akan dimanfaatkan dalam
penelitian ini meliputi:
a) Teks berita yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat
penulis, yaitu teks berita tentang Liga Primer Indonesia (LPI) dan
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) periode Januari-
Maret 2011.
b) Sumber-sumber tertulis lain dari buku, majalah, karya ilmiah,
catatan- catatan, dokumen-dokumen resmi, makalah, laporan atau
jurnal yang relevan dengan obyek kajian.
40
5. Validitas Data
Untuk menjamin dan mengembangkan validitas data dalam
penelitian ini, teknik pengembangan validitas data yang digunakan
yaitu teknik trianggulasi data (trianggulasi sumber). Pelbagai data yang
didapat dari sumber yang satu selalu dikomparasikan dengan data
sejenis yang lain, baik dari segi koherensi sumber yang sama maupun
yang berbeda. Informasi dari narasumber yang satu dibandingkan
dengan informasi dari narasumber lainnya (Bungin, 2003:45)
6. Teknik Analisis Data
Dalam membedah teks berita Surat kabar Jawa Pos, digunakan
pendekatan analisis framing William A. Gamson dan Modigliani. Ada
beberapa komponen yang menjadi alat analisis dalam analisis framing
yang dikembangkan oleh Gamson, yaitu :
a) Elemen inti berita (idea element), yaitu :
Ide atau pemikiran yang dikembangkan dalam teks berita
yang kemudian didukung dengan simbol tertentu untuk
menekankan arti yang hendak dikembangkan dalam berita.
Simbol itu dapat diamati dari pemakaian kata, kalimat, grafis,
atau pemakaian foto atau aksentuasi gambar tertentu. Semua
elemen dalam perangkat pembingkai tersebut digunakan untuk
memberi citra tertentu atas seseorang atau peristiwa tertentu.
41
Citra itu juga dilakukan dengan memberi label (depiction)
terhadapa suatu peristiwa. Citra juga dapat ditekankan dengan
melakukan ilustrasi (eksemplar).
b) Perangkat pembingkai (framing devices), yaitu :
Perangkat yang dipakai untuk memberi citra negatif
maupun positif terhadap suatu berita atau obek yang
diberitakan.
c) Perangkat penalaran (reasoning devices), yaitu:
Perangkat penalaran berhubungan dengan kohesi dan
koherensi teks yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah
gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga
selalu ditandai oleh dasar pembenar tertentu, alasan tertentu,
dan sebagainya. Dapat berupa roots ataupun dengan memberi
klaim moral tertentu (appeal to principle). Keduanya
berpotensi membawa konsekuensi mengenai isu berita
(Junaedi, 2008:20)
Inti dari model Gamson dan Modigliani adalah gagasan utama
yang didukung oleh elemen dan perangkat wacana yang saling
berkaitan satu sama lain, yang mendukung, atau mengarah pada
gagasan utama. Secara lebih jelas, analisis framing model William A.
Gamson dan Modigliani ini akan digambarkan melalui tabel dan
penjelasan di bawah ini.
42
Tabel I.3
Perangkat Analisis Framing William A. Gamson
Sumber: Eriyanto (2002)
Perangkat Framing (framing
devices)
Perangkat Penalaran (reasoning
devices)
Methapors
Perumpamaan atau pengandaian
Roots
Analisis kausal atau sebab akibat
Catchphrases
Frase yang menarik, kontras,
menonjol dalam suatu wacana. Ini
umumnya berupa jargon atau slogan
Appeal to principle
Premis dasar, klaim-klaim moral.
Exemplar
Mengaitkan bingkai dengan contoh,
uraian (bisa teori, perbandingan) yang
memperjelas bingkai
Consequences
Efek atau konsekuensi yang didapat
dari bingkai.
Depiction
Penggambaran atau pelukisan suatu
isu yang bersifat konotatif. Depiction
ini umumnya berupa kosakata,
leksikon untuk melabeli sesuatu
Visual Images
Gambar, grafik, citra yang mendukung
bingakai secara kesulurahan. Bisa
berupa foto, kartun, ataupun grafik
untuk menekankan dan mendukung
pesan yang ingin disampaiakan.
43
7. KERANGKA BERPIKIR
Untuk memudahkan bagaimana penulis melakukan penelitian,
dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel I.4 Kerangka Berpikir
Keterangan :
Berita tentang LPI dan PSSI dalam surat kabar Jawa Pos periode Januari 2011-
Maret 2011 akan di frame terlebih dahulu, kemudian dianalisis menggunakan
analisis framing William A. Gamson dan Modigliani dengan menggunakan
JAWA POS
PERANGKAT FRAMING
ANALISIS FRAMING WILLIAM A.
GAMSON DAN MODIGLIANI
METHAPORS
BERITA LPI DAN PSSI
PERANGKAT PENALARAN
APPEALS TO PRINCIPLES
ROOTS
VISUAL IMAGES
DEPICTION
EXEMPLAR
CATCHPRASES
CONSEQUENCES
FRAME BERITA
44
perangkat penalaran dan perangkat framing yang kemudian dijabarkan melalui
perangkat analisis tersebut.