BAB I Pendahuluan
Click here to load reader
Transcript of BAB I Pendahuluan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Anemia zat besi di Indonesia masih menjadi salah satu masalah gizi dan
merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian. Anemia zat besi akan
berpengaruh pada ketahanan terhadap infeksi yang mengakibatkan tingginya
angka kesakitan, kemampuan belajar, produktifitas kerja, perilaku dan disamping
itu perkembangan otak juga terhambat (Baerd 2000). Anemia zat besi
menyebabkan turunnya kualitas sumber daya manusia dan mangakibatkan
terhambatnya kemajuan sosial dan ekonomi suatu negara (WHO 2008).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi masalah anemia,
seperti suplementasi zat besi untuk penanggulangan jangka pendek maupun
program fortifikasi untuk penanggulangan jangka panjang (Soekirman 2003;
Mardiyati 2008). Penyuluhan mengenai anemia melalui “Buku Informasi
Anemia” telah dilakukan di sekolah melalui guru (Nugraheni 2002), tetapi sampai
saat ini masalah anemia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia, termasuk pada remaja. Penelitian WHO menunjukkan masih tingginya
prevalensi anemia terutama anemia gizi besi (WHO 2008).
Diperkirakan prevalensi anemia global pada anak usia sekolah 5-15 tahun
sebesar 25.4% dan wanita usia subur 30.2% (WHO 2008). Di Negara-negara
berkembang 42% anak-anak di bawah lima tahun dan 53% anak-anak usia 5-14
tahun menderita anemia (Tolentino & Friedman 2007). Laporan Demayer (2003)
ditemukan pada remaja putri di beberapa Negara, yaitu di Bangladesh sebanyak
82.5%, di China sebanyak 23.0%, dan di Filipina sebanyak 42.2% menderita
anemia. Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2001 ditemukan prevalensi anemia pada anak sekolah dan remaja sebanyak
26.5 persen. Laporan SKRT tahun 2004, prevalensi anemia pada kelompok umur
5-11 tahun sebesar 39.0 persen. Hasil penelitian Saidin (2009) menunjukkan
prevalensi anemia remaja SMP di pedesaan Kabupaten Bogor sebesar 26.5%.
Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja putri merupakan kelompok yang
perlu mendapat perhatian. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak
menjadi dewasa, pada masa ini terjadi pertumbuhan yang cepat, sehingga
2
membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman
2007). Remaja putri pada usia 10-19 tahun, secara normal akan mengalami
menstruasi setiap bulan, bersamaan dengan itu akan dikeluarkan sejumlah zat besi
yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Depkes 2001), sehingga
kebutuhan zat besi untuk wanita lebih banyak dibandingkan pria (Beard 2000),
untuk pertumbuhan badan dan untuk mengganti hilangnya sejumlah zat besi pada
saat menstruasi (Hallberg 1996). Dampak dari penurunan kadar zat besi pada saat
menstruasi adalah glositis, jantung berdebar, tidak dapat berkonsentrasi (memory
disorder) serta gelisah (Duport et al. 2003). Hal ini akan berpengaruh pada
kemampuan belajar. Salah satu upaya penanggulangan anemia di kalangan remaja
putri dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi tablet besi, dengan
demikian diharapkan dapat meningkatkan kadar zat besi, sehingga berpengaruh
pada peningkatan konsentrasi belajar remaja juga akan berdampak positif terhadap
peningkatan kualitas sumberdaya manusia (Depkes 2001).
Sebaliknya bahwa pada keadaan zat besi berlebihan dapat menyebabkan
anemia karena terjadi gangguan metabolisme besi. Besi berlebihan adalah suatu
keadaan patologis dimana simpanan besi total dalam tubuh meningkat lebih tinggi
dari kadar normal, sering kali dengan disfungsi organ sebagai akibat deposisi besi.
Penyebab besi berlebihan adalah hemokromatosis (genetik) primer (genetic
haemochromatosis, GH), mutasi pada gen untuk hepsidin, hemojuvelin, dan
reseptor transferin. Semua mutasi ini dianggap menyebabkan penurunan kadar
hepsidin yang berakibat pada peningkatan absorpsi besi. Selain itu besi berlebih
juga dapat disebabkan karena komponen makanan dan komponen genetik, zat besi
dalam makanan berlebih, eritropoisis yang tidak efektif dengan peningkatan
absorpsi besi (misalnya talasemia intermedia), dan dapat juga disebabkan karena
transfusi berulang pada pasien dengan anemia refraktur berat misalnya talasemia
mayor, meilodisplasia, dimana setiap unit darah mengandung 250 mg zat besi
(Metha & Hoffbrand 2006).
Keadaan anemia defisiensi besi dapat diketahui dengan mengetahui
cadangan zat besi tubuh. Salah satu cara yang mudah mengetahui cadangan zat
besi adalah dengan menganalisis kadar feritin darah (Lee & Niemen 1993;
Hughes 1998; Bodgen & Kleveay 2000; Suega et al. 2003; Wish 2006),
3
sedangkan untuk mengetahui keadaan besi berlebih dapat dilakukan dengan
mengukur konsentrasi hepsidin aktif dalam darah. Dengan test ini, dapat
dibedakan antara anemia dan penyakit metabolisme besi yang disebabkan oleh
kelainan pada hepsidin atau karena penyebab lain (Johnson 2007; Daniel 2008;
DRGNews 2008; Green 2008; Ganz 2008; Bergamaschi & Villani 2009).
Hepsidin adalah sebuah hormon peptida yang dihasilkan di dalam hati dan
mengatur penyerapan zat besi dalam tubuh. Hepsidin disintesis di dalam hati
sebagai prepropeptida 84-asam amino, yang selanjutnya mengalami proses
menjadi sebuah peptida prohepsidin 60 sampai 64-asam amino dan terakhir
menjadi 25-asam amino hepsidin yang matang dan aktif secara biologi yang
dikeluarkan ke dalam serum (Kemna et al 2008). Hepsidin mencegah tubuh
menyerap lebih banyak zat besi dari yang diperlukan yang berasal dari makanan
atau suplemen dan menahan pengambilan zat besi dari sel. Keseimbangan zat besi
dalam tubuh diatur oleh interaksi antara hepsidin dan reseptor feroportin yang
mengangkut zat besi. Hepsidin mengikat feroportin, menghasilkan pengurangan
zat besi dari sel. Kelebihan Hepsidin dalam darah dapat menyebabkan anemia,
sementara defisiensi hormon ini menyebabkan penyerapan zat besi berlebihan
yang akan merusak organ dalam tubuh (Daniel 2008).
Pemberian tablet besi pada remaja putri dan hubungannya dengan
perubahan status besi sudah sering diteliti, tapi penelitian hubungan anemia
dengan status hepsidin belum banyak dilakukan, sehingga muncul pertanyaan
bagaimana hubungan status hepsidin dan status besi pada remaja yang
diintervensi dengan zat besi.
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, feritin dan
hepsidin dalam darah remaja putri penderita anemia yang mendapatkan perlakuan
supplementasi zat besi untuk mendapatkan informasi hubungan kadar hepsidin
serum dengan status besi pada remaja putri yang mendapatkan intervensi zat besi
dua kali seminggu selama dua belas minggu.
4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi hubungan hepsidin dan
status besi sebelum dan sesudah pemberian suplemen zat besi pada remaja putri
yang menderita anemia. Selain itu, dari penelitian ini ingin mendapatkan
informasi kadar hepsidin, kadar feritin, kadar hemoglobin dan menilai konsumsi
zat gizi remaja putri penderita anemia sebelum dan sesudah perlakuan.
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Kerangka Pemikiran
Beberapa hal yang meregulasi absorpsi besi dalam usus, yaitu Dietary
regulator, (jenis diet dengan bioavailibilitas besi yang tinggi dan adanya faktor
en-hancer akan meingkatkan absorpsi besi), Stores regulator (besarnya cadangan
besi berupa feritin dapat mengatur tinggi rendahnya absorpsi besi), Erythropoetic
regulator (besarnya absorpsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis)
dan hepsidin yang diperkirakan berperan sebagai soluble regulator absorpsi besi
di usus. Hepsidin mencegah tubuh menyerap lebih banyak zat besi dari yang
diperlukan yang berasal dari makanan atau suplemen dan menahan pengambilan
zat besi dari sel.
Sampel penelitian ini adalah remaja putri murid-murid SMP kelas VII, VIII
dan IX di Kabupaten Bogor yang menderita anemia yang mendapatkan perlakuan
pemberian supplemen zat besi untuk mendapatkan gambaran hubungan kadar
hepsidin serum dengan status besi pada remaja putri yang mendapatkan intervensi
zat besi dua kali seminggu selama dua belas minggu. Sampel darah diambil
sebanyak dua kali. Sebelum intervensi, murid-murid yang menjadi sampel
penelitian diberi obat cacing “Pirantel pamoat” dosis tunggal dan dilakukan
pengumpulan data hemoglobin, feritin, prohepsidin dan konsumsi makanan.
Selanjutnya intervensi berupa suplementasi kapsul besi (yang berisi ferro sulfate
60 mg dan 0,25 mg asam folat sebanyak dua kali seminggu selama 12 minggu.
Setelah intervensi selesai diharapkan terjadi perbaikan status besi dan hepsidin
pada murid-murid tersebut dan dilakukan evaluasi dengan pengumpulan data
seperti data awal.
5
Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat digambarkan
dalam suatu bagan seperti yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Atas dasar kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang diuji dalam
penelitian ini adalah adanya hubungan antara kadar hepsidin dan status besi pada
Darah
Yang meningkatkan penyerapan Fe
• Zat Makanan (Langsung) Vitamin C, Fruktosa, Asam Sitrat, Protein makanan, Lisin, Histidin, Sistein, Metionin, EDTA
• Faktor-faktor Endogen (Tidak langsung): Meningkatnya eritropoisis, seperti pada hipoksia, hemolisis, hemoragi
• Hormon: kadar hepsidin dalam darah rendah • Idiopatik: Hemokromatosis (karena kerusakan
genetik)
Yang menghambat penyerapan Fe
• Zat Makanan (Langsung): Oksalat, Tanin, Fitat, Karbonat, Fosfat, Serat (bukan selulosa)
• Kelebihan ion: Co2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+ Mn2+, Pb2+ Makanan rendah protein
• Faktor-faktor Endogen (Tidak langsung):
Tingginya Fe cadangan tubuh (dalam sum-sum tulang)
• Infeksi/peradangan, Tidak ada HCL lambung
(achylia, achlorohydria) • Hormon: kadar hepsidin dalam darah tinggi
Remaja Putri Anemia
Hb<12 g/dl +
Minum Obat cacing “Pirantel pamoat”
dosis tunggal
• Hemoglobin • Ferritin • Hepsidin • Konsumsi
makanan
Intervensi Fe (ferro sulfate 60
mg + 0,25 mg asam folat) 2X
seminggu selama 12 minggu
Usus halus (Absorpsi)
Darah
• Hemoglobin • Ferritin • Hepsidin • Konsumsi
makanan
( I )
(II)
6
remaja putri yang menderita anemia yang diintervensi dengan kapsul besi
seminggu dua kali selama 12 minggu.
Sehubungan dengan hipotesis tersebut, maka batasan pengertian yang
digunakan adalah sebagasi berikut:
- Intervensi besi adalah pemberian suplemen zat besi dalam bentuk kapsul besi
(ferro sulfat) dosis 60 mg + 0,25 mg asam folat dua kali seminggu selama 12
minggu.
- Remaja putri adalah siswi SMP kelas VII, VIII dan IX usia 12-15 tahun yang
menderita anemia.
- Anemia, apabila kadar hemoglobin ˂ 12 g/dl (WHO 2008)
- Status besi adalah keadaan besi di dalam tubuh berdasarkan nilai kadar feritin
yang diukur dengan metode ELISA, dikatakan normal apabila kadar feritin
serum antara 20-250 ng/ml (EIA, Human Feritin Kits Reagen), defisiensi
besi apabila kadar feritin serum ˂ 12 ng/ml (INACG/WHO), dikatakan besi
berlebihan apabila kadar feritin serum ˃ 300 ng/ml (Wish 2006).
- Hepsidin adalah kadar prohepsidin dalam darah yang diukur dengan metode
ELISA, dikatakan normal apabila kadar prohepsidin serum antara 58,9-158,1
ng/ml (DRG Kit).