Bab i Pendahuluan

download Bab i Pendahuluan

of 21

Transcript of Bab i Pendahuluan

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANG MASALAHBerawal dari pergulatan politik masyarakat Muslim di era kepemimpinan Utsman bin Affan yang berujung pada terbunuhnya khalifah ketiga dari pemerintahan khulafah rosyidah tersebut, membuka babak baru perpolitikan umat islam yang berimbas pada perpecahan ditubuh umat islam.Sebelumnya, hal ini telah diketahui oleh baginda Rasullullah SAW, dalam haditsnya Umatku akan tepecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu yang akan bersamaku kelak di Surga. Itu terbukti setelah Rasulullah SAW. Wafat keadaan umat islam mulai terpecah menjadi beberapa golongan, ada beberapa faktor penyebab munculnya golongan-golongan itu, diantaranya faktor politik, sosial atau keadaan masyarakat itu sendiri pada waktu itu, yang akhirnya timbul menjadi aliran-aliran teologi.Faham-faham tentang teologinya pun berbeda-beda antara satu sama lain, dan pastinya semua golongan menganggap ajarannya paling benar, bahkan ideologi atau faham akidah (keyakinan) yang berbeda itulah menimbulkan antar aliran terlibat pertikaian dan tindak pembunuhan terhadap lawan kelompoknya. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini yang diberitakan di media massa konflik antara Sunni dan Syiah, disinilah kita dituntut untuk lebih toleran dan tidak boleh memvonis golongan lain adalah sesat, selagi mereka mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhannya dan Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir. Oleh sebab itu disini saya mencoba memahami dan meneliti tentang salah satu ormas islam yaitu Al-Mutahary.

B. PERUMUSAN MASALAHSesuai dengan latar belakang yang telah disebutkan diatas, pemakalah berusaha nerumuskan beberapa pokok-pokok permasalahan yang ada diatas,1. Siapakah pendiri ormas Al-Mutaharry?2. Mengapa Golongan tersebut bisa muncul dan meluas di tengah Masyarakat?3. Bagaimana cara peribadatan mereka?4. Apa saja pemikiran (paradigma) ormas tersebut?5. Apa aliran teologi Ormas ini?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Dalam penulisan makalah ini, saya memiliki tujuan sebagai berikut:1. Tujuan Objektif Mempelajari dan mengenal ormas islam Al-Mutaharry Mengenal tentang pendiri ormas dan sejarah timbulnya ormas. Mengetahui ajaran teologi yang di anut. Lebih toleran terhadap perbedaan antar ormas, karena pada hakekatnya adalah islam.2. Tujuan SubjektifUntuk memenuhi tugas mandiri dan sebagai pengganti ujian tengah semester (UTS) pada mata kuliah ilmu kalam atau teologi islam.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut: KATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang MasalahB. Perumusan MasalahC. Tujuan dan Kegunaan PenelitianD. Kerangka PemikiranE. Metode PenelitianBAB IIBIOGRAFI PENDIRI ORMAS AL MUTHAHARYA. BiografiB. Latarbelakang sosial dan politikC. Latar belakang pendidikanD. Karya-karyaBAB III: KALAM (TEOLOGI) ORMASA. Latar Belakang Munculnya ORMASB. Ajaran dan Faham serta Ritual Peribadatan ORMASC. Paradigma Pemikiran Ormas tentang Kalam (Teologi)D. Kalam (teologi) ORMASBAB IV: PENUTUPA. KesimpulanB. Saran-SaranDAFTAR PUSTAKABIODATA PENULISE. METODE PENELITIAN1. Teknik Penelitian dan Pengumpulan Data

Penelitian Pustaka Dalam teknik pengumpulan data, penulis melakukan kajian litelatur. Kajian litelatur sebagai teknik pengumpulan data adalah proses memperoleh keterangan untuk memperoleh penelitian dari barang-barang tertulis. Dokumen penulisan berasal dari buku-buku rujukan dan internet yang penulis lampirkan dalam daftar pustaka makalah ini.

BAB IIBIOGRAFI PENDIRI ORMASA. BIOGRAFI MURTADHA MUTHAHARISyahid Murtadha Muthahhari lahir pada tanggal 2 februari 1919 di Khurasan. Ayahnya Hujjatul Islam Muhammad Husain Muthahhari adalah seorang alim yang dihormati. Sejak menjadi mahasiswa di Qum, Muthahhari sudah menunjukkan minatnya pada filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Di Qum ia belajar kepada Ayatullah Boroujerdi dan Ayatullah Khomeini. Dalam filsafat, ia banyak belajar kepada Allamah Thabathabai[footnoteRef:1]. [1: Murtadha Muthahhari, Kritik Islam Terhadap Materialisme. Penerjemah Akmal Kamil (Jakarta: Islamic Center Jakarta al-Huda, 2001), h. 9]

Muthahhari pada usia relatif muda sudah mengajar logika, filsafat dan fiqh di Fakultas Teologi, Universitas Teheran. Ia juga menjabat sebagai Ketua Jurusan Filsafat. Disamping itu, ia juga mumpuni dalam bidang ushul, kalam dan irfan. Dengan keluasan ilmunya ini, Muthahhari tidak memilih kenyamanan hidup. Walaupun hal itu dapat ia lakukan.Dialah Muthahhari yang dalam perjalanan hidupnya tidak memilih ketenangan.Ia justru memilih badai daripada damai. Ia aktif di politik dan berjuang bersama sama Imam Khomeini menentang rezim Pahlevi yang lalim. Pada tahun 1963, bersama Imam Khomeini ia ditahan. Ketika Imam Khomeini di buang ke Turki, ia mengambil alih kepemimpinan dan menggerakkan para ulama Mujtahid untuk meneruskan semangat perjuangan sang imam. Langkah langkah politiknya jelas terlihat bersama sama dengan ulama lainnya ia mendirikan husainiyah irsyad yang menjadi basis kebangkitan intelektual islam. Ia juga menggalang bantuan untuk rakyat palestina dan pernah menjadi imam mesjid al jawad serta menjadikan mesjid tersebut sebagai gerakan politik Islam. Muthahhari juga merupakan salah satu tokoh Revolusi Islam Iran. Dan pada saat Revolusi Islam Iran 1979, ia menjadi anggota Dewan Revolusi[footnoteRef:2] [2: http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_iii/10770026-nurul-zainab.ps]

Karakteristik yang menonjol pada diri Muthahhari adalah kedalaman pemahamannya tentang islam, keluasan pengetahuannya tentang filsafat dan ilmu pengetahuan modern dan keterlibatan yang nonkompromistis terhadap keyakinan dan ideologi mereka. Perpaduan ketiga hal tersebut menjadikannya seorang ideolog yang tangguh.Perjuangan Muthahhari dalam menegakkan prinsip-prinsip islam yaitu kebenaran dan keadilan, harusnya harus ditebus dengan nyawanya. Ia syahid pada tanggal 2 mei 1979, ditembak oleh kelompok ekstrim, Furqan. Muthahhari kini telah tiada tapi jasanya dalam menegakkan kebenaran melalui keteguhan keyakinan dan keluasan ilmu dapat menjadi teladan bagi kaum muslim. Ia adalah figur yang telah menorehkan sejarah hidupnya dengan prinsip prinsip Islam yang sejati.

B. LATAR BELAKANG SOSIAL DAN POLITIK

Mutahary lahir dari keluarga berpendidikan ayahnya adalah ulama terkenal di kota ia lahir. Ia juga seorang yang aktif di politik dan berjuang bersama-sama Imam Khomeini menentang Rezim Pahlevi yang lalim Pada tahun 1963, Muthahhari di penjara bersama Imam Khomeini, ketika Imam Khomeini di buang ke Turki, dia mengambil alih kepemimpinan dan menggerakkan para ulama mujahid untuk meneruskan semangat perjuangan sang Imam. Langkah-langkah politiknya jelas terlihat, bersama-sama dengan ulama lainnya ia mendirikan Husainiyayi Irsyad yang menjadi basis kebangkitan intelektual Islam. Dia juga menggalang bantuan untuk rakyat Palestina dan pernah menjadi imam Masjid al-Jawad serta menjadikan Masjid tersebut sebagai pusat gerakan politik Islam. Muthahhari juga merupakan salah satu Tokoh Revolusi Islam Iran. Pada waktu revolusi Islam Iran 1979, dia menjadi anggota dewan revolusi.[footnoteRef:3] [3: Muthahhari, Asynaiba Ulum-e Islami, diterjemahkan oleh Ibrahim dengan judul Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, (Cet I; Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), h. xxi]

Muthahhari aktif dalam perjuangan politik. Dia memainkan peran besar dan memobilisasi massa dalam gerakan kebangkitan 15 Khordad 1342 Hs (5 Juni 1963) yang memprotes penangkapan Imam Khomeini. Muthahharipun ditangkap setelah menyampaikan pidato berapi-api yang menentang rezim Shah. Sebulan kemudian, berkat tekanan rakyat, rezim membebaskan para ulama pejuang termasuk Muthahhari. Lepas dari penjara, dia memfokuskan kegiatannya untuk menulis dan berpidato di kampus dan masjid-masjidC. LATAR BELAKANG PENDIDIKANLatar belakang pendidikan beliau dimulai sejak dalam bimbingan ayahnya seorang Hujjatul islam Muhammad Husein Muthahary, ia belajar teologi. Selain itu Muthahhari belajar di Madrasah Fariman - sebuah madrasah yang termasuk kuno, yang mengajarkan kefasihan membaca dan menulis surah-surah pendek dari al-Quran dan pendahuluan-pendahuluan mengenai sastra Arab. Barulah pada usia 12 tahun Muthahhari mulai belajar agama secara formal di lembaga pengajaran di Masyhad. Muthahhari mulai menemukan kecintaan besarnya pada filsafat, teologi, dan tasawuf (irfn) di lembaga pengajaran Masyhad ini. Kecintaan tersebut berada pada dirinya sepanjang hidupnya dan membentuk pandangan menyeluruhnya tentang agama. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, Mutahary langsung berangkat ke Hawzah Mashyhad untuk melanjutkan studi religinya pada tahun 1932. Disana beliau menunjukan tentang keilmuan islam salah satunya adalah filsafat dan Irfan. Selama di Masyhad, beliau banyak terinspirasi oleh seorang filsuf islam tradisional ternama pada masa itu, Mirza Mehdi Syahidi Razavi.Pada tahun 1936, Muthahary meninggalkan Masyhad lalu berangkat ke Hazwah Qum guna melanjutkan studinya. Beliau pindah ke kota Qum ini dengan alas an beberapa faktor. pertama, guru yang menjadi inspirasi beliau telah wafat yaitu Mirza Mehdi Syahidi Razavi, pada tahun 136. Kedua, kemunduran yang dialami Hazwah Masyhad. Ketiga, adanya tekanan-tekanan destruktif dari pemerintah tirani yaitu Reza Khan, terhadap seluruh lembaga-lembaga keislaman, termasuk Hazwah Masyhad. Kerajaan pada masa itu mengaggap institusi keislaman dapat menggangu stabilitas politik Negara.Pada tahun 1937, Mutahary telah menetap di Qum. Di kota ini beliau menjadi salah satu pelajar yang cerdas. Dikota ini pum beliau sangat apresiatip terhadap ilmu filsafat. Gurunya mengajarkan bentuk pemikiran dari Aristoteles hingga Sartre.[footnoteRef:4] [4: http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_iii/10770026-nurul-zainab.ps]

E. KARYA-KARYA MURTHADDA MUTHAHARYPemikiran-pemikiran Muthahhari tampaknya menonjolkan wawasan tentang masa depan bagi pembinaan peradaban Islam, sekaligus kesadaran kuat dan concern mendalam, akan kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin dan cara mencapainya. Hasil pikiran-pikirannya bersifat strategis. Pikirannya hampir mencakup seluruh bidang pemikiran yang relevan dengan kebutuhan umat Islam. Pada peringkat filosofis dan jangka panjang mengarah pada perumusan pandangan dunia (world view atau weltanschauung) Islami. Salah satu metode yang tepat untuk memahaminya, ialah dengan membaca karya-karyanya, yang sebagian besar telah di terjemahkan kedalam bahasa Arab dan Indonesia. Selanjutnya akan dikemukakan lampiran karya-karya Muthahhari antaran lain[footnoteRef:5]; [5: http://hamzah-harun.blogspot.com/2012/02/karya-karya-ilmiah-murtadha-muthahhari.html]

al-Adl al-Ilahiy (Qum, 1981). buku ini mengkaji keadilan ini berdasarkan pendekatan naqliah maupun aqliah dan menunjukkan betapa tema keadilan ini merupakan rahasia sumber sejati dalam pemikiran dunia Islam. Kemudian diterbitkan dalam bahasa Indonesia pada tahun 1992 dengan judul Keadilan Ilahi: Asas Pandangan-Dinia Islam Asynaiba Ulum al-Islam t.p. (Pengantar Ilmu-ilmu Islam. 2003). Buku ini berisi telaah yang inklusif tentang pokok-pokok berbagai cabang ilmu-ilmu Islam, seperti; Ushul Fiqh, Hikmah Amaliah, Fiqh, Logika, Kalam, Irfan, dan Filsafat. Nizamu al-Huquqi al-Marah fi al-Islam (t.p) dalam terjemahan Inggris The Rights of Women in Islam (Teheran 1981). Dalam buku ini, Muthahhari menyajikan beberapa topik pembahasan seputar hak-hak wanita dalam Islam, di antaranya mengenai soal warisan, lamaran, mahar, nafkah, poligami, dan sebagainya dengan gayanya yang khas analitis, kritis, akurat, dan komprehensif. Masalah al-Hijab (Teheran 1407 H). Wanita dan Hijab, 2008. Pembahasan dalam buku ini berisikan tentang uraian Mutahhari tentang masalah hijab, yang mana secara keseluruhan buku ini membahas lima persoalan penting seputar hijab, yaitu: perintah mengenakan hijab, filsafat hijab, berbagai protes dan kritikan, dan batas-batas hijab dalam islam. Dalam buku ini Muthahhari mengulas dengan gayanya yang khas dan memaparkan dengan lengkap segala yang berkaitan dengan tema tersebut. Ushulu al-Falsafah wa al-Madzhibi al-Waqi (Prinsip-prinsip Filsafat dan Mazhab Realisme t.p.). Buku yang ditulisnya sebagai pengantar pada uraian falsafi sayyid Thabathabai. Dalam buku ini Muthahhari menumbangkan mitos sains sebagai satu-satunya ukuran kebenaran, dia berhasil menujukkan keterbatasan pendekatan empiris dan menumbangkan kepalsuan materialisme. al-Fitrah (Teheran, 1410H). Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Fitrah dan diterbitkan pada tahun 1998. Buku ini memaparkan dengan sangat jelas tentang pemahaman jati diri manusia. Dan bukan hanya itu, buku ini juga memberikan jawaban mendasar atas berbagai pertanyaan yang menyangkut keberagamaan, berikut sumber dari krisis kemanusiaan[footnoteRef:6] [6: http://hamzah-harun.blogspot.com/2012/02/karya-karya-ilmiah-murtadha-muthahhari.html]

Dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya tulis semuanya.

BAB IIIKALAM ORGANISASI MASYARAKAT (ORMAS)AL-MUTHAHARY

A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA ORMAS AL MUTHAHARY Al-Muthahary adalah nama pendirnya yaitu Ayatulloh Murthadda Muthahary, ia adalah seoarang akademisi, dan politisi ,Pada dasarnya latar belakang munculnya ormas adalah bentuk ke setiaan masyarakat kepada Ayatulloh Murthadda Muthahary yang menentang terhadap pemerintahan. ia terjun aktif di politik dan berjuang bersama sama Imam Khomeini menentang rezim Pahlevi yang lalim. Keinginan-keinginan Muthahhari untuk penyebaran lebih luas pengetahuan keislaman di tengah-tengah masyarakat, dan keterlibatan lebih efektif para ulama dalam urusan-urusan sosial, membuatnya juga, pada 1960, memegang kepemimpinan sekelompok ulama Teheran, yang dikenal dengan Masyarakat Keagmaan Bulanan (Anjuman-i Mahana-yi Dini).[footnoteRef:7] [7: http://networkedblogs.com/EgXcq?a=share]

Untuk penyebarluasan lebih lanjut pengetahuan keislaman di kalangan masyarakat luas dan lebih mengakrabkan para ulama terhadap persoalan-persoalan sosial, pada 1960, Murtadha Muthahhari mengorganisasikan sekelompok ulama Teheran, terkenal dengan Masyarakat Keagamaan Bulanan. Tujuan utama perkumpulan ini ialah menyajikan relevansi dan kontekstualisasi Islam dengan permasalahan sosial kontemporer, di samping itu, juga merangsang ide-ide reformis di kalangan ulama yang cenderung tradisional.Pada 1965, didirikan lembaga serupa, Husainiya-yi Irsyad, namun jauh lebih penting artinya. Lembaga tersebut terletak di Teheran Utara dan dimaksudkan untuk merebut kesetiaan kaum muda berpendidikan sekuler terhadap Islam. Muthahhari di samping sebagai anggota badan pengarah, juga memberikan kuliah di Husainiya-yi Irsyad. Bahkan, ia menyunting dan menyumbangkan tulisannya bagi beberapa penerbitan lembaga tersebut. Setelah berlangsung beberapa lama, dalam mekanisme operasional Husainiya-yi Irsyad terjadi pertentangan, khususnya dalam sikap dan keterlibatan politik praktisnya.Akhirnya, Murtadha Muthahhari keluar dari Husainiya-yi Irsyad. Sementara itu, ia terus mengajar, baik di Universitas Teheran maupun di tempat-tempat lain. Sejalan dengan itu, dengan tekun, Muthahhari terus aktif menulis sampai tahun kewafatannya, 1979Kuliah-kuliah dicetak dengan judul Guftar-i Mah (Kuliah Bulanan) dan terbukti sangat popular, tetapi pemerintah melarang penyebarannya pada Maret 1963 ketika Imam Khomeini melancarkan pengutukan umum terhadap rezim Pahlevi.Ia juga termasuk ulama yang masyhur yang terkenal dengan kegigihanya ia dijuluki arsitek utama kasadaran baru Islam di Iran. Pengaruhnya yang kuat kepada masyarakat mengakibatkan ia sampai di penjara, di asingkan beberapa kali sampai dakwahnya pun di larang oleh pemerintah dan akhirnya ia di bunuh dan menjadi seorang syahid.Para pendukung orde baru di Iran cenderung meniadakan perbedaan-perbedaan antara dua figure utama ini dalam sejarah intelektual Iran (Muthahary dan Syariati) , sementara dengan jelas menunjukkan kelebih sukaan pada karya Muthahhari daripada karya Syariati, mereka ingin melestarikan, demi kepentingan Republik Islam, sumbangan yang dipersembahkan oleh daya tarik Syariati. Dan para pendukukung Al-Muthahary mengatas namakan dirinya golongan Al-Muthahary.

B. AJARAN DAN FAHAM SERTA RITUAL PERIBADATAN ORMASAjaran faham dan ritual peribadatan sesuai dengan aliran theologinya yaitu syiah, Syiah. Diantara ritual Syiah adalah perayaan hari karbala pada hari Asyuro( 10 muharom). Karbala di mata kaum Syiah memiliki kesucian dan nilai sakral yang teramat dan tak tertandingi. Karbala adalah bumi yang disucikan bahkan menurut mereka Karbala lebih utama dari Makkah, Masjidil Haram dan Kabah yang mulia. Hal ini mereka yakini karena adanya kuburan Husain radhiyallhu anhu.Semua golongan yang bernaung dalam nama Imamiyah sebenarnya sepakat dengan keimaman; Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, Husein, Ali bin Husein, Muhammad al Baqir dan Ja'far As Shaddiq. Setelah wafatnya Ja'far As Shadiq rahimahullah, barulah mereka berselisih pendapat tentang siapa penggantinya. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa jabatan Imam pindah kepada anaknya, Musa al Kazhim. Keyakinan inilah yang melahirkan sekte Syi'ah 12. Mereka berpandangan bahwa Nabi Muhammad telah menetapkan 12 orang Imam sebagai penerus Risalah diantaranya; Ali bin Abi Thalib, Hasan, Husein, Ali bin Husein Zainal Abidin, Muhammad bin Ali al Baqir, Ja'far bin Muhammad as Shadiq, Musa bin Ja'far Al Kadzim, Ali bin Musa ar Ridha, Muhammad bin Ali al Jawwad, Ali bin Muhammad al Hadi, Hasan bin Ali al Askari, dan Muhammad bin Hasan al Mahdi.Perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Jafariyah) tidak sekedar dalam masalah khilafiyah Furuiyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safii dengan Madzhab Maliki. Diantara faham ysng berbeda adalah;Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:a) As-Sholahb) As-Shoumc) Az-Zakahd) Al-Haje) Al wilayah

Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)a) At-Tauhidb) An Nubuwwahc) Al Imamahd) Al Adlue) Al Maad

C. PARADIGMA PEMIKIRAN ORMAS TENTANG KALAM (TEOLOGI)Dikutip Jurnal Al-Hikmah, Jumada Al-Ula- Jumada Al-Tsaniyah 1413H/November-Desember 1992. Yayasan Muthahhari Bandung Menurut Prof.DR. Quraish Shihab, pemikiran Muthahhari dalam bidang teologi adalah tentang tauhid (keEsaaan Tuhan). Sebagaimana setiap muslim meyakini kebenaran tauhid, Muthahary membagi tauhid menjadi dua bagian, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Keberadaan kedua bagian ini dibuktikannya melalui analisis terhadap keempat macam tauhid yang dikenal oleh ulama Islam sebelumnya, yaitu; tentang keesaan Tuhan, Keesaan sifat, Keesaan ibadah, dan Keesaan perbuatan.Muthahhari menjadikan tauhid Zat sebagai tahap awal karena menurutnya, Pertanyaan pertama yang muncul dalam benak seseorang menyangkut wujud ini adalah : Apakah ada sesuatu yang berdiri sendiri yang tidak membutuhkan sesuatu dan bahkan dibutuhkan oleh segala sesuatu. Setelah tauhid Zat disusul oleh Tauhid Sifat. Dalam sekian banyak karya ilmiahnya, seperti Allah fi Hayah Al-Insan dan Ihtiram Al Huquq wa Tahqir Al-Dun-ya, Muthahhari menekankan bahwa . Keesaaan Tuhan dalam sifat-Nya harus dipahami sebagai satu Mutazilah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa konsekuensi dan Keesaaan sifat, menuntut penafian segala bentuk penyusunan (tarkib) dan pembilangan (taaddud), sehingga walaupun diakuinya bahwa Allah SWT memiliki sifat kesempurnaan, keagungan, dan keindahan, namun hal tersebut tidak berarti adanya perbedaan sifat Allah dan sifat lainnya. Perbedaan menurut Muthahhari, dapat mengakibatkan keterbatasan Wujud Yang Mahaagung. Dan jika terjadi demikian, maka Ia sama dengan makhluk.Muthahhari dalam hal ini agaknya ingin berkata : Sifat Allah SWT tidak dimiliki oleh makhluk-Nya sehingga tidak mungkin Ia sama dengan apa yang dimiliki selain-Nya, dan dalam saat yang sama Ia tidak berbilang, sehingga Ilmu, Hidup, dan Qudrah-Nya adalah Satu, dia juga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Dia mengetahui dengan Qudrah-Nya, Dia berkuasa dengan Hidup-Nya, dan hidup dengan Ilmu-NyaHal ini juga berlaku untuk sifat-sifat lain dan inilah menurut Muthahhari arti Ahad dalam surat Al ikhlas lafadz Qul huallohu ahad, Jelas sekali bahwa Muthahhari membedakan pengertian kata Wahid dan ahad. Kata Wahid memungkinkan adanya dua, tiga, dan seterusnya, baik dalam benak ataukah dalam kenyataan, tetapi tidak demikian halnya dengan kata Ahad. Ahli tafsir ThabathabaI yang sealiran dan semasa dengan Muthahhari, sekaligus guru yang disebut belakangan-menjelaskan hal ini dalam tafsirnya dengan memberikan contoh dua ungkapan, yaitu: ma jaani wahid min al-qawm, dan ma jaani ahad min al-qawn. Ungkapan yang pertama hanya menafikan kehadiran satu orang, tapi mungkin yang hadir dua atau tiga orang; sedangkan ungkapan kedua menunjukkan, jangankan dua orang, seorangpun tidak .Keyakinan akan Tauhid sifat yang antara lain mengandung arti perbedaaan sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluk, mengantarkan Muthahhari untuk memahami sifat Razzaq (Maha Pemberi Rezki) dan jaminan-Nya bagi seluruh makhluk (Q.S. 11 : 6) sebagai seruan yang mendorong makhluk (manusia) untuk mencari rezkinya sendiri. Dalam hal ini Muthahary menulis: Jaminan Tuhan untuk memberi rizki kepada makhluk-Nya tidak berarti bahwa jaminan tersebut sama dengan dengan jaminan seorang manusia kepada temannya. Karena, jika hal itu dipersamakan berarti sama pula sifat Tuhan dengan sifat manusia dan ketika itu tidak lagi terjadi keesaaan dalam sifat-Nya. Pengertian jaminan-Nya harus dikaitkan dengan hukum-hukum yang ditetapkkan Tuhan terhadap alam raya dan terhadap makhluk-Nya. Naluri manusia, akal, perasaannya, serta alam raya dengan segala isinya,kesemuanya adalah berasal dari arti rizqiyyah (pemberian rizki Tuhan).Keesaan dalam perbuatan-Nya berarti bahwa alam raya dan bagian-bagiannya yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besarnya, kesemuanya tunduk di bawah kekuasaaan Allah dan bergerak sesuai dengan kehendak-Nya tanpa campur tangan dari selain-Nya. Ini berarti bahwa dengan tauhid tidak dapat memilih-milih apa yang terjadi di alam raya dengan berkata, Atas dasar inilah agaknya Muthahhari menolak secara tegas paham positivisme Comte, sambil menyatakan bahwa seharusnya ia menambahkan satu fase lagi dalam perkembangan pemikiran manusia yaitu pemikiran keIslaman yang menghimpun ketiga fase yang dikemukakan Comte dalam satu kesatuan. Muthahhari menilai Keesaaan dalam perbuatan Tuhan menolak anggapan bahwa hanya hal-hal yang tidak diketahui sebabnya yang ditafsirkan sebagai perbuatan Tuhan atau dengan istilah lain, kita baru mencari Tuhan pada ruang lingkup ketidaktahuan kita. Hal ini jelas tertolak karena jika demikian halnya, maka penemuan-penemuan ilmiah yang tentunya dapat mempersempit wilayah ketidaktahuan akan mempersempit pula peran Tuhan sehingga pada akhirnya ungkapan ilmu telah menyingkirkan Tuhan setelah sebelumnya Dia dihargai dan diagung-agungkan perbuatan-perbuatan-Nya.Muthahhari menegaskan bahwa alam raya, dengan segala isinya adalah pengejawantahan dari kekuasaan, ilmu, hikmah, dan kehendak Allah, baik yang diketahui maupun tidak. Pandangan Muthahhari di atas tentunya berarti penolakan terhadap sebab-akibat atau peremehan terhadap hukum-hukum alam, tetapi yang dimaksudkannya adalah bahwa kedua hal tersebut pada hakikatnya hanya merupakan ikhtisar dari pukul rata statistik dan bahwa hukum-hukum alam merupakan perbuatan Tuhan yang berfungsi karena kehendak-Nya,tetapi ia dapat tidak berfungsi bila dikehendakiNya. Dalam bukunya, Al Imdad Al-Ghaybiy fi Hayah Al-Basyariyah, Muthahhari menekankan adanya apa yang dinamai bantuan gaib dari alam metafisika. Segala sesuatu yang terjadi, kejadiannya bersumber dari hal gaib tersebut, dan dalam saat yang sama, terkadang terjadi hal-hal khusus yang juga bersumber darinya. Hal ini dapat dirasakan atau dialami dalam kehidupan pribadi atau masyarakat berupa petunjuk atau ilham maupun berupa terciptanya satu kondisi yang memungkinkan terjadinya hal-hal yang menggembirakan. Untuk mendukung pendapatnya ini, Muthahhari antara lain mengemukakan arti basmalah- khususnya menyangkut sifat Rahman dan Rahim Tuhan, yang keduanya bersumber dari kata Rahmat. Muthahhari memahami kata Rahman sebagaimana pemahaman mayoritas ulama tafsir yaitu rahmat yang mencakup seluruh maujud serta kesinambungan dan pelaksanaan fungsinya secara baik bersumber dari rahmat Rahman ini. Hal ini berbeda dengan Rahim, yang khusus ditujukan kepada mereka yang jika telah melaksanakan tugas-tugasnya secara baik, maka ia akan memperoleh rahmat berupa imdad (bantuan) yang mempunyai hukum-hukum tersendiri yang berbeda dengan hukum-hukum alam yang berlaku. Ini pula menurut Muthahhari yang dimaksud dengan permohonan dalam shalat, iyyakanabudu waiyya kanastain. Atas dasar adamal imdad al-ghaybiy ini baru dapat hadir apabila seseorang telah melaksanakan tugasnya secara baik.Tiga macam keesaaan di atas-Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhani tercakup dalam bagian tauhid yang bersifat teoritis, karena yang dimaksud oleh Muthahhari dengan kata teoritis dalam hal ini adalah cara berpikir yang mengantar seseorang kepada kesimpulan-kesimpulan, sementara kesimpulan-kesimpula itu bersifat teoritis serta berada dalam lingkup pemikiran. Ketiga hal diatas berbeda dengan keyakinan Tauhid dalam ibadah. Tauhid ibadah, menurut Muthahhari adalah ketaatan yang diarahkan hanya kepada Allah semata sehingga menjadikan-Nya tumpuan hati serta tujuan segala langkah dan gerak. Mengarahkan pandangan kepada yang maujud, baik lahir maupun bathin, tidak mengurangi arti tauhid ibadah selama yang bersangkutan ketika mengarah ke sana menjadikannya sarana guna menuju kepada Allah SWT. Atas dasar pengertian ini, Muthahhari antara lain mengecam aliran-aliran yang melarang ziarah kubur atau melakukan tawassul. Dia menganalogikan hal ini sebagai mengarahkan kepada rambu-rambu lalu lintas. Seseorang yang memperhatikan rambu-rambu lalu lintas untuk mengantarkannya kepada tujuan hakikatnya bukan berarti mengarah kepada rambu-rambu tersebut tetapi mengarah kepada tujuan itu sendiri.? Kata Muthahhari.Keesaaan dalam ibadah menurut Muthahhari mempunyai dua sisi. Sisa pertama berkaitan dengan Tuhan dan sisi kedua berkaitan dengan manusia. Sisi pertama mengantarkan seseorang untuk tidak mengabdi kecuali kepada Allah, sedangkan sisi kedua mendorong manusia melakukan pengabdian hanya kepada-Nya.Keesaan dalam bidang ini adalah penerapan bidang-bidang teoritis di atas dan karena itu kepercayaan Tauhid berbeda dengan sekian banyak masalah yang berada dalam ruang lingkup pemikiran pasti menghasilkan buah pada cara berpikir dan pengamalan.Seseorang telah dianggap mengesakan Tuhan apabila ia telah mencapai ketiga fase teoritis. Namun, ia belum lagi mengesakan-Nya secara sempurna sebelum bagian yang bersifat teoritis tersebut dapat diterapkan dalam kehidupannya dan yang dampaknya antara lain tampak pada kebutuhan kepribadian (personality)-nya. Yang mengesakan Tuhan secara praktis tidak akan dikuasai oleh dua pengaruh atau kekuatan yang saling bertentangan, tetapi ia hanya tunduk kepada satu kekuatan yang dan dipengaruhi oleh-Nya.Keutuhan pribadi sebagai dampak dari ajaran tauhid dipahami oleh Muthahhari dari Az-Zumar ayat 29. Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang lelaki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat dan saling berselisih dan seorang lelaki (budak) yang menjadi milik penuh (sehingga menyerahkan dirinya kepada) seseorang. Adakah kedua budak itu sama keadannya Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.Masalah kedua yang ingin saya ungkapkan adalah pandangan Muthahhari tentang keadilan. Pembahasan menyangkut masalah ini mengantarkan kita kepada pembahasan tentang kebebasan dan keterpaksaan manusia, serta kepada masalah qadha dan qadar, bahkan kepada pengertian dan esensi baik dan buruk Sikap teologi secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah kelompok Mutazilah yang menetapkan kebebasan manusia dan keadilan Tuhan, dan kedua adalah kelompok Ahl-Al-Sunnah yang secara umum dinilai bertolak belakang dengan pandangan Mutazilah. Muthahhari menilai bahwa baik paham Asyariyah (yang merupakan paham mayoritas Ahl-AlSunnah) maupun Mutazilah, memiliki unsur-unsur kekuatan dan kelemahan, dan masing-masing pihak sulit untuk menjawab kritik-kritik yang dilontarkan pihak-pihak lain dan karena itu, Muthahhari yang menganut paham Syiah mendukung pandangan Mutazilah dalam beberapa hal disertai dengan beberapa perbedaan khususnya dalam hal keadilan, peranan akal, kebebasan manusia, serta adanya hikmah dan tujuan bagi perbuatan-perbuatan Tuhan. Dalam hal kebebasan manusia, kebebasannya tidak dipahami dalam pengertian mutlak yang menimbulkan kesan terlepasnya campurtangan Tuhan atau adanya persekutuan dalam perbuatan-perbuatan-Nya, dan karena itu walaupun qadha dan qadar tidak termasuk dalam rukun iman dalam pandangan Mutahhari, ia tetap tidak dapat ditolak atau diabaikan. Dalam bukunya, al-Insan wa Al-Qadha wa Al-Qadar, Muthahhari menjelaskan bahwa Qadha berarti ketetapan atau keputusan karena itu orang orang yang menetapkan keputusan dinamai Qadhi, sedangkan qadar adalah kadar atau ukuran sesuatu. Peristiwa-peristiwa alam dari sisi keberadaannya pada ruang lingkup pengetahuan Tuhan dan kehendak-Nya dinamai qadha, sedangkan dari sisi kejadiannya dalam bentuk kadar, waktu, tempat tertentu dinamai Qadar atau takdir. Muthahhari mengemukakan tiga kemungkinan yang dapat tergambar dalam benak terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, yaitu (1) Tidak mempunyai hubungan kausalitas, (2) Berhubungan secara langsung dengan Causa Prima, dan (3) Memiliki hubungan dengan sebab-akibat.Untuk bagian pertama, Muthahhari menilai bahwa hal ini mengantarkan kita kepada penafian sebab dan akibat, sekaligus penafian qadha dan qadar, serta membuka penafsiran kebetulan bagi peristiwa-peristiwa tersebut. Bentuk kedua menafikan peranan manusia dalam perbuatan-perbuatannya, Manusia, dalam hal ini , hanya akan menjadi seperti kapas yang dihembus angin, mengarah ke mana angin itu berhembus, peranan manusia hanya sebagai simbol yang tak berarti. Kedua bentuk kemungkinan di atas ditolak oleh Muthahhari bukan hanya berdasarkan kenyataan tentang peranan sebab dan akibat tetapi juga berdasarkan nash AlQuran. Ia memilih kemungkinan ketiga, dan hal tersebut yang diyakininya sebagai penafsiran terhadap qadha dan qadar, yakni bahwa selalu ada kaitan antara sebab dan akibat dalam perinciannya. Menurut Murtadha Muthahhari, setiap peristiwa secara pasti terjadi dari hasil suatu penyebab yang memberikannya ciri tertentu, dalam kadar, tempat, dan waktunya dan yang berkaitan erat antara masa lalu, kini dan akan datang. Dengan demikian, setiap peristiwa ditentukan keadannya serta diberi cirinya oleh peristiwa sebelumnya dan yang sebelumnya itu oleh yang sebelumnya lagi. Bagian yang ketiga ini oleh Muthahhari dinilai bukan saja diakui olehnya sebagai seorang agamawan tetapi juga oleh ilmuwan-ilmuwan yang tidak beragama sekalipun. Hanya saja, perbedaan sikap agamawan dengan ilmuwan yang tidak beragama adalah bahwa yang terakhir memahami sebab-sebab tersebut berdiri sendiri dan bahwa setiap pertistiwa ditentukan oleh sebab terdahulu secara otomatis tanpa mengetahui peranannya. Sedangkan oleh agamawan diyakini bahwa rentetan dari sebab tersebut yang berada di luar wilayah waktu memiliki Sebab Akhir, yang mengetahui perannya dan oleh agamawan dinamai Al-Kitab, Al-Lawh, Al-Qalam dan sebagainya.Muthahhari dalam bukunya, perpspektif Alquran tentang Manusia dan Agama menjelaskan bahwa:Sebab-sebab yang berlaku di alam ini bukan hanya bersifat material saja melainkan sistem yang paling sempurna ini terdiri atas keseluruhan sebab dan lantaran yang lahir maupun yang yang tersembunyi. Sebagaimana sebab-sebab material yang bersifat inderawi dapat saling mempengaruhi atau melumpuhkan sehingga tidak lagi dapat berpengaruh, demikian pula sebab material itu, pada berbagai fenomena berhenti bekerja dengan adanya pengaruh faktor-faktor spiritual. Orang yang tidak melihat dihadapannya kecuali sebab-sebab mamaterial yang bersifat inderawi saja membayangkan bahwa sebabnya hanya terbatas pada sebab-sebab material tersebut dengan melupakan bahwa masih ada beribu-ribu sebab dan lantaran lainnya yang memiliki keaktifan sesuai dengan hukum qadha dan qadar dan yang setiap kali (dapat) ikut campur tangan sehingga mengakibatkan terhentinya sebab-sebab material dari keefektifannya. Di sini terlihat lagi perbedaan antara agamawan dan ilmuwan yang tidak beragama, karena dengan adanya faktor-faktor spiritual ini, maka agamawan akan memiliki faktor pemberi semangat sera pembangkit harapan bagi segala aktifitasnya, hal mana tidak pernah dimiliki oleh selain agamawan Dari panadangan di atas terlihat pula secara jelas perbedaan pengertian qadha-qadar dengan paham jabariyah (determinisme), yang menghilangkan kehendak dan ikhtiar manusia dan yang menyatakan bahwa manusia bukan pelaku yang sebenarnya dari perbuatannya atau sifat-sifat diri dari kemampuan mentalnya tidak memilki pengaruh apapaun atas nasibnya. Muthahhari lebih jauh mengisyaratkan tentang riwayat-riwayat yang membagi qadha dan qadar kepada pasti (harus terjadi) dan tidak pasti.Untuk menjelaskan hal ini ini, Muthahhari memeperkenalkan paham bada.Sebelum menjelaskan hal ini, Muthahhari terlebih dahulu menekankan pandangan Asyariyah yang menyatakan bahwa qadha dan qadar tidak dapat berubah seara otomatis, berarti manusia tidak mampu mengukir sendiri masa depannya. Sebaliknya, paham Mutazilah yang memberikan kebebasan Mutlak bagi manuisia tidak luput dari kritik pertentangannya dengan Tawhid Afal (perbuatan). Bagi Muthahhari, pengakuan akan kepastian hukum-hukum alam merupakan suatu keharusan. Dia juga menekankan bahwa mustahil terdapat faktor yang berdiri sendiri yang dapat mengubah ilmu dan kehendak Tuhan karena semua faktor maujud (telah, sedang,dan akan mewujud) bersumber serta merupakan pengejawantahan dari kehendak dan ilmu Ilahi sekaligus sebagai alat terlaksananya qadha dan qadar Tuhan. Yang mungkin menurut Muthahhari walaupun diakuinya terlihat agak aneh adalah bahwa perubahan qadha dan qadar itu berdasarkan qadha dan qadar juga.Pendapat itu tentu menimbulkan pertanyaan, yaitu apakah ilmu Tuhan dapat berubah Apakah ketetapannya dapat diganti dan yang rendah dapat mempengaruhi yang tinggi Jawaban yang diberikan Muthahhari secara tegas adalah ya Ilmu Tuhan dapat berubah, dalam arti ada ilmu-Nya yang berubah, ada ketetapan-Nya yang dapat diganti dan yang rendah dapat mempengaruhi yang tinggi, khususnya bahkan hal ini hanya berkaitan dengan kehendak dan usaha manusia. Dan hal ini, menurut Muthahhari, merupakan gambaran dari kemampuan manusia untuk mengubah nasibnnya sendiri. Muthahhari mengakui bahwa paham bada hanya terdapat di kalangan syiah Imamiyah dan paham ini diakuinya sangat sulit dipahami. Sebenarnya contoh-contoh yang diberikan Muthahhari tentang arti istilah tersebut cukup logis, seperti misalnya seorang yang sakit apabila meminum obat dan sembuh, maka kesembuhannya berdasarkan qadha dan qadar, dan bila tidak meminum obat atau meminum obat yang keliru, maka penyakitnya akan bertambah parah atau ia akan wafat dan akibat inipun adalah karena qadha dan qadar. Contoh ini dapat diterima bukan saja oleh kelompok syiah tapi juga oleh kelompok sunni, yang mengemukakan riwayat dari Umar ibn Al-Khattab ketika membatalkan rencanya memasuki kota yang terserang wabah penyakit dengan berkata: Kita menghindar dari qadha dan qadar Tuhan untuk menuju kepada qadha dan qadar Tuhan yang lain. Yang sulit dipahami adalah perubahan ilmu Tuhan yang ditegaskan di atas, apalagi kalau dikaitkan dengan dengan arti harfiah bada yang berarti tampak setelah tadinya tidak tampak atau pendapat baru yang tadinya belum ada. Walaupun Muthahhari mengemukakan ayat , yamhu Allah ma yasya wa yutsbit wa indah Umm Al-Kitab. Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki) dan di sisi-Nya terdapat Umm AlKitab (Q.S. 13 :39), namun agaknya Muthahhari tidak memahami pengertian Umm Al-Kitab sebagai Pengetahuan Tuhan yang tidak berubah Betapapun masalah ini menurut Muthahhari merupakan salah satu masalah yang paling rumit, sehingga sebagian filosof syiah sendiri belum dapat menapai hakikatnya yang sebenar-benarnya dan tentunya-kata Muthahhari lebih jauh sewajarnya tidak diterima pendapat sementara orang yang memahami Albada secara keliru kemudian menolaknya atau mengajukan kritik-kritik terhadap pendapatnya yang keliru itu[footnoteRef:8]. [8: Jurnal Al-Hikmah, Jumada Al-Ula- Jumada Al-Tsaniyah 1413H/November-Desember 1992. Yayasan Muthahhari Bandung.]

D. KALAM (TEOLOGI) ORMAS AL MUTHAHARYKalam atau teologi Al Muthahary menganut faham syiah, dari kronologis riwayat Murthadda Muthahary terlihat beliau lahir darikalangan ulama Syiah Itsna Asyariyah Ushuliyah . Seorang ulama syi'ah modern yang bernama Muhammad al-Husain al-Muzhaffar mendefinisikan syi'ah imamiyah itsna asyariyah sebagai: "orang-orang yang mengakui dua belas imam yang dimulai dari bapak Hasan (imam Ali) sampai kepada keturunan Hasan Teks ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa syi'ah imamiah memiliki karakteristik yang berupa pengakuan mengenai keimaman dua belas imam.[footnoteRef:9] [9: http://www.pustakakita.com/p/ayatullah-murtadha-muthahhari.html]

Syaikh Muhammad Jawwad Mughniah juga menegaskan bahwa: " itsna asyariyah merupakan sebuah julukan yang diberikan kepada kelompok syi'ah imamiyah yang mengakui keberadaan dua belas imam yang ditentukan melalui nama-nama mereka"Sedangkan asy-Syahrastani dari kelompok asy'ariyah mendefiniskannya sebagai: "orang-orang yang mengakui imamah Ali r.a, setelah kematian Nabi saw melalui teks yang bersifat zahir dan pelantikan secara resmi, bukan dengan cara pemaparan secara sifat, tapi ditentukan secara individu".[footnoteRef:10] [10: http://dr-kamaluddin-nurdin.blogspot.com/2012/04/syiah-imamiyah-itsna-asyariyah.html]

Semua golongan yang bernaung dalam nama Imamiyah Itsna Asyariyah Ushuliyah sebenarnya sepakat dengan keimaman; Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, Husein, Ali bin Husein, Muhammad al Baqir dan Ja'far As Shaddiq. Setelah wafatnya Ja'far As Shadiq rahimahullah, barulah mereka berselisih pendapat tentang siapa penggantinya. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa jabatan Imam pindah kepada anaknya, Musa al Kazhim. Keyakinan inilah yang melahirkan sekte Syi'ah 12. Mereka berpandangan bahwa Nabi Muhammad telah menetapkan 12 orang Imam sebagai penerus Risalah diantaranya; Ali bin Abi Thalib, Hasan, Husein, Ali bin Husein Zainal Abidin, Muhammad bin Ali al Baqir, Ja'far bin Muhammad as Shadiq, Musa bin Ja'far Al Kadzim, Ali bin Musa ar Ridha, Muhammad bin Ali al Jawwad, Ali bin Muhammad al Hadi, Hasan bin Ali al Askari, dan Muhammad bin Hasan al Mahdi.[footnoteRef:11] [11: http://www.stidnatsir.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=107:sekte-sekte-dalam-syiah-dan-tokoh-tokohnya&catid=29:artikel&Itemid=86]

Syiah Imamiah Itsna Asyariyah ialah Adalah sebuah kelompok besar dari umat Islam pada masa sekarang ini, dan jumlah mereka diperkirakan jumlah umat Islam. Latar belakang sejarahnya bermuara pada masa permulaan Islam, yaitu saat turunnya firman Allah swt. Q.S Al Bayyinah : 7Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka adalah sebaik-baiknya penduduk bumi. (QS. Al Bayyinah [98]:7) Selekas itu, Rasulullah saw. meletakkan tangannya di atas pundak Ali bin Abi Thalib a.s., sedang para sahabat hadir dan menyaksikannya, seraya bersabda: Hai Ali!, Kau dan para syiahmu adalah sebaik-baiknya penduduk bumi. Dari sinilah, kelompok ini disebut dengan nama syiah, dan dinisbatkan kepada Jafar Ash-Shadiq a.s. karena mengikuti beliau dalam bidang fiqih.Pandangan orang syiah terhadap ahlul baith, tidak sama seperti pandangan ahlu sunnah waljamaah, Ayaulloh Hussein Dastaghib, salah seorang murid al-khemeni, dalam kitabnya Al-Yaqin, hal. 46, Daar At-Taaruf-beirut, Libanon,1989 Masehi, mengatakan sebagai berikut, Dua belas Imam kita Alaiihimussalam itu lebih utama daripada semua para Nabi, kecuali Nabi terakhir Shallalohualaihi Wasallam. Barangkali salah satu sebabnya karena mereka terlalu yakin.Hal yang sama juga dikatakan oleh Al-Khoemeni dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyyah, hal. 52, ia yakin para imam memiliki kedudukan mulia, yang tidak akan terjangkau oleh malaikat yang dekat dengan Alloh dan juga oleh Nabi yang di utus.[footnoteRef:12] [12: Abdullah Al-Muhshilli, Menngungkap Hakikat Syiah, Maktabah Al-Imam Al-Bukhori-Mesir cet. XX, 2006 M. hal.169]

Mereka percaya kepada Allah Yang Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu, yang tidak beranak, tidak pula diperanakkan, serta tak ada sekutu bagi-Nya. Mereka menafikan dari Dzat Allah swt. segala sifat-sifat kebendaan, anak, tempat, zaman, perubahan, gerak, naik dan turun, dan lain sebagainya yang tidak layak bagi keagungan, kesucian, kesempurnaan dan keindahan-Nya. Mereka juga meyakini bahwa hanya Dialah yang layak disembah, bahwa hukum serta syariat hanyalah milik dan hak-Nya, dan bahwa kemusyrikan dengan segala macam-nya, secara terbuka maupun rahasiaadalah kezaliman yang amat besar dan dosa yang tak terampunkan. Mereka meyakini bahwa Rasulullah SAW adalah penutup semua nabi dan para imam a.s. tersebut--berdasarkan hadis-hadis mutawatir yang disabdakan olehnya- berjumlah dua belas orang, tidak lebih dan tidak kurang.Mereka juga meyakini bahwa Al Quran mencakup semua hukum yang diperlukan oleh kehidupan manusia dan hukum-hukum tersebut tidak akan pernah mengalami perubahan dan renovasi. Bahkan hukum-hukum tersebut adalah kekal dan abadi hingga hari kiamat. Syiah Ismailiyah meyakini bahwa para imam berjumlah tujuh orang, Rasulullah SAW bukanlah penutup para nabi dan hukum-hukum syariat bisa dirubah. Bahkan -menurut keyakinan Bathiniyah-- kewajiban manusia sebagai makhluk Allah (taklif) bisa dihapus total.[footnoteRef:13] [13: http://www.al-shia.org/html/id/shia/moarrefi/3.htm]

BAB IVPENUTUPA. KESIMPULANOrganisasi islam Al-Muthahari adalah Ormas teologi berteologi aliran Syiah, ia didirikan oleh seorang aktivis, cendekia muslim yang membawa pengaruh besar terhadap masyarakat. Ia menentang persoalan politik sampai ia dipenjara beberpa kali perjuangan melawan pemerintahan pada waktu itu membuat ia di penjara sampai beberpa kali dan akhirnya ia menjadi seorang syahid, ia sempat memimpin beberapa organisasi. Pemikiran-pemikiran Muthahhari tampaknya menonjolkan wawasan tentang masa depan bagi pembinaan peradaban IslamPengaruhnya yang kuat kepada masyarakat mengakibatkan ia sampai di penjara, di asingkan beberapa kali sampai dakwahnya pun di larang oleh pemerintah dan akhirnya ia di bunuh dan menjadi seorang syahid Aliran ini bermazhab Ahlul Bayt (syi'ah imamiah itsna asyariyah = Syiah Ja'fariyah) yaitu salah satu sekte dari aliran syiah. Salah satu ormas Al muthahary yang berada di Bandung namanya Yayasan Muthahhari.

DAFTAR PUSTAKAMurtadha Muthahhari, Kritik Islam Terhadap Materialisme. Penerjemah Akmal Kamil (Jakarta: Islamic Center Jakarta al-Huda, 2001),http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_iii/10770026-nurul-zainab.pshttp://networkedblogs.com/EgXcq?a=sharehttp://www.pustakakita.com/p/ayatullah-murtadha-muthahhari.htmlhttp://danteruslahberpikir.blogspot.com/2009/04/biografi-murtadha-muthahhari.html

BIODATA PENULISDidin safrudin lahir di Ciamis tepatnya pada tanggal 26 Juni 1993, anak ke empat dari lima bersaudara, penulis mulai masuk pendidikan formal pada tahun 1999, mulai di TK Sejahtera III jalatrang selama 1 tahun, kemudian melanjutkan ke sekolah dasar masuk pada tahun 2000 dan keluar pada tahun 2006 (6 tahun), setelah tamat selanjutnya melanjutkan ke SLTP tepatnya di MTs Talagasari kawali, masuk pada tahun 2006 keluar pada tahun 2009, kemudian melanjutkan ke tingkat SLTA tepatnya Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Ciamis, pada tahun (2009-20012) prodi IPA, setelah lulus kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan masuk PTAIN, tepanya di IAIN SYEIKH NURJATI Cirebon. Masuk pada jurusan Tafsir Hadits Sekarang.Selain pendidikan formal penulis juga pernah masuk di pendidikan non formal, yaitu PP Bahrul Uluum Kawali (2006-2009), PP AL Hasan Ciamis (2009-2012),

14