BAB I - Pendahuluan

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Intervensi MP-ASI MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006). Pemberian MP-ASI mengambil peranan cukup penting dalam menentukan status gizi anak kelak. Ketidaktepatan pemberian makanan pada anak sejak usia dini memberi dampak tidak hanya pada saat pertumbuhannya kini, namun juga kelak ketika usianya beranjak dewasa. Pemberian MP-ASI yang tidak tepat akan mempengaruhi baik pertumbuhan dan perkembangan anak, meningkatkan resiko kekurangan gizi yang bila berlangsung terus menerus akan mengakibatkan gizi buruk dan kematian. Menurut Depkes RI 2006, untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga 1 Universitas Indonesia

description

(Laporan Magang Intervensi Gizi Seimbang)

Transcript of BAB I - Pendahuluan

Page 1: BAB I - Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Intervensi MP-ASI

MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) adalah makanan atau

minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24

bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006).

Pemberian MP-ASI mengambil peranan cukup penting dalam menentukan status

gizi anak kelak. Ketidaktepatan pemberian makanan pada anak sejak usia dini

memberi dampak tidak hanya pada saat pertumbuhannya kini, namun juga kelak

ketika usianya beranjak dewasa. Pemberian MP-ASI yang tidak tepat akan

mempengaruhi baik pertumbuhan dan perkembangan anak, meningkatkan resiko

kekurangan gizi yang bila berlangsung terus menerus akan mengakibatkan gizi

buruk dan kematian.

Menurut Depkes RI 2006, untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di

dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF

merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama

memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi

lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara

eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan

pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan,

dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau

lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI

hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah

setempat (indigenous food).

Penelitian WHO tahun 2001 tentang pemberian ASI eksklusif (< 4 bulan)

dari tahun 1995-2001 di beberapa negara menunjukkan bahwa negara-

negara kurang berkembang sebesar 37%, negara berkembang sebesar

48%, dan angka dunia sebesar 45%. Hal ini menunjukkan masih rendahnya

1

Universitas Indonesia

Page 2: BAB I - Pendahuluan

2

praktek pemberian ASI eksklusif dan masih tingginya angka pemberian MP-

ASI dini di negara-negara tersebut (Frances, et al , 2006 dalam Setiawan, 2009).

Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2007)

menunjukkan bahwa 95% ibu di Indonesia menyusui bayinya. Sebagian besar

bayi yakni 62% mendapat ASI pada hari I kelahiran. Capaian ASI eksklusif yang

pada SDKI 2002-2003 sebesar 39,5% dari keseluruhan bayi, pada SDKI 2007

menurun menjadi 32,8%. Hal ini menunjukkan praktik pemberian MP-ASI dini

kepada bayi mulai meningkat. Sebesar 27,9% bayi yang mendapat susu formula

meningkat dari angka sebelumnya dalam SDKI 2002-2003 sebesar 16,7%.

Praktek pemberian MPASI sangat dini masih terjadi. Dari data SDKI 2007

menunjukkan 30% bayi usia dibawah enam bulan selain ASI juga di beri

makanan, 18% ASI dan susu formula, 9% ASI dan air putih serta 20% ASI dan

“juice”.

Masih cukup besar jumlah/presentase makanan/cairan yang diberikan

sebelum bayi mendapatkan ASI (data di Kabupaten Bone 1998, 75%) (Kemenkes

RI, 2010). Pemberian MPASI terkadang juga tidak adekuat baik dari segi

kuantitas maupun kualitas. Menurut SDKI hanya 41,2 % bayi usia 6 – 23 bulan

diberi makan sesuai anjuran yakni diberi ASI, lebih dari 3 (tiga) kelompok

makanan dan dengan frekuensi minimal pemberian makanan. Pemberian MPASI

terkadang juga tidak adekuat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Menurut

SDKI 2007 hanya 41,2 % bayi usia 6 – 23 bulan diberi makan sesuai anjuran

yakni diberi ASI, lebih dari 3 (tiga) kelompok makanan dan dengan frekuensi

minimal pemberian makanan.

Cakupan ASI eksklusif di Kota Depok pada tahun 2008 sebesar 59,51%

bayi yang diberikan ASI eksklusif (Dinkes Depok, 2008). Hal ini menunjukkan,

masih banyak bayi yang sudah diberikan makanan atau minuman pralaktal

sebelum usia 6 bulan. Di Kecamatan Sawangan Kota Depok, angka bayi yang

diberi ASI eksklusif menurut data Dinkes Depok 2008 sebesar 61,88% (dari 2.571

bayi yang terdata, 1.591 diberi ASI eksklusif). Banyak faktor yang menyebabkan

pemberian MP-ASI dini pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Kurangnya

pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI yang tepat

Universitas Indonesia

Page 3: BAB I - Pendahuluan

3

menjadi salah satu faktor penting yang menentukan dijalankan tidaknya praktik

pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang tepat. Berbagai program telah

dicanangkan untuk mengatasi masalah gizi pada anak yang timbul karena masalah

pemberian MP-ASI yang tidak tepat, khususnya pemberian yang terlalu dini.

1.1.2 Intervensi Jajanan Sehat

Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan modal

pembangunan. Oleh sebab itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan.

Upaya kesehatan tersebut adalah perbaikan gizi terutama diusia sekolah dasar

yaitu usia 6-12 tahun. Gizi yang baik nantinya dapat menghasilakan Sumber daya

manusia yang cerdas,berkualitas,sehat,dan produktif. Oleh karena itu perbaikan

gizi anak sekolah dasar menjadi langkah strategis untuk mencapai dan

menghasilkan SDM yang berkualitas. (Depkes RI, 2005).

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah kebiasaan

makan. Kebiasaan anak senang jajan dapat berdampak buruk sebab banyak

makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat beredar. Mengonsumsi

makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat dapat menyebabkan anak

terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi anak (Haryanto, 2002) Usia

anak sekolah dasar biasanya (umur 6-12 tahun) dan kelompok ini sangat rentan

gizi. Kelompok rentan gizi merupakan kelompok yang paling mudah menderita

gangguan kesehatan karena mengalami kekurangan gizi. Usia anak sekolah

biasanya berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga

memerlukan zat-zat gizi dlam jumlah banyak agar tidak terjadi ganngguan gizi

dan kesehatan. Adapun Karakteristik anak sekolah meliputi: Pertumbuhan tidak

secepat bayi, gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal), lebih aktif

memilih makanan yang disukai,kebutuhan energi tinggi karena aktivitas

meningkat, dan pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.

Anak usia sekolah biasanya memiliki aktivitas bermain yang menguras

banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan

keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Maka diperlukannya pengontrolan

Universitas Indonesia

Page 4: BAB I - Pendahuluan

4

waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istrahat yang cukup (Moehji,

2003).

Pentingnya mengkonsumsi makanan selingan membuat anak suka jajan di

sekolah. Dan sering kali tidak memperhatikan makanan tersebut sehat atau tidak.

Berdasarkan hasil penelitian BPOM terhadap 163 sampel dari 10 propinsi dan

sebanyak 80 sampel (80%) tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan

produk. Hasil survei Badan POM pada tahun 2008 menunjukkan pangan jajanan

memegang peranan penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-

anak usia sekolah. Dari hasil survei tersebut ditemukan bahwa pangan jajanan

berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 3l,l% dan protein

sebesar 27,4%. Hasil survei juga menunjukkan bahwa sejumlah 78% anak sekolah

jajan di lingkungan sekolah, baik di kantin maupun dari penjaja sekitar sekolah.

Hasil pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang dilakukan

secara rutin oleh Badan POM pada lima tahun terakhir (2006-2010), menunjukkan

jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat kesehatan berkisar antara 40% –

44 .Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap jajanan

anak sekolah di 4.500 SD di Indonesia menyatakan bahwa antara 3-20% jajanan

anak sekolah masih mengandung bahan kimia berbahaya (Kementerian

Komunikasi dan Informatika RI, 2010). Laporan kegiatan pengawasan obat dan

makanan tahun 2006 Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM)

Semarang menyebutkan sekitar 66,7% makanan dan jajanan anak sekolah di

Jateng tidak memebuhi syarat kesehatan (Kementerian Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat, 2010).

Kurangnya pengetahuan anak sekolah menyebabkan mereka belum bisa

memilih jajanan yang sehat. Dari 2 SD yang kami kunjungi (SDN 01 dan SDN 03

Bojongsari lama) mereka masih jajan sembarangan. Kondisi ini diakibatkan

karena tidak adanya koperasi sebagi tempat untuk jajan sehingga para anak SD

tersebut berjajan di luar lingkungan sekolah. Oleh karena itu kami memberikan

informasi terkait masalah ini berupa penyuluhan dan konseling kepada para siswa

SD kelas 5 untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya

Universitas Indonesia

Page 5: BAB I - Pendahuluan

5

menjaga kesehatan dengan tidak jajan sembarangan,pentingnya sarapan pagi dan

harus pintar memilih jajanan.

1.1.3 Intervensi Gastritis

Gastritis merupakan salah satu penyebab terjadinya pendarahan pada

lambung jika dibiarkan terus menerus. Selain itu, beberapa bentuk gastritis kronis

dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara

terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding

lambung (Medicastore, 2012;Indofarma, 2012). Tercatat tahun 1995, sekitar

22,800 penduduk amerika terdiagnosis kanker lambung dan sekitar 14,700

diantaranya meninggal karena panyakit ini (Supriatna, 2012). Beberapa penelitian

juga mengungkapkan bahwa penderita dengan riwayat atau infeksi H. plyori

mengalami resiko kejadian kanker lambung 2,7 hingga 12 kali. Risiko kejadian

kanker setiap negara menjadi sangat bervariasi karena prevalensi H. pylori di

setiap negara pun sangat bervariasi. Di negara maju, prevalensi H. pylori tidak

lebih dari 40% dengan usia muda dan remaja mempunyai kejadian infeksi lebih

rendah dibanding usia dewasa (Unjianto, 2011). Adapun di negara berkembang,

prevalensi infeksi pada anak di bawah umur lima tahun jauh lebih tinggi dan

meningkat dengan cepat. Di Indonesia, prevalensi infeksi H. pylori pada anak

bervariasi. Penelitian di Jakarta menunjukkan prevalensi infeksi mencapai 20%, di

Mataram 40%, dan di Yogyakarta diketahui 25% dari pasien yang datang ke RS

Sardjito mengeluhkan sakit perut yang berulang (Unjianto, 2011).

Gastritis merupakan masalah kesehatan di masyarakat (Wehbi, 2011 dalam

Icha, 2012). Di dunia Barat, prevalensi gastritis kronis melebihi 50 % untuk

semua populasi usia lanjut (Hanifah, 2010). Menurut Wehbi (2011) dalam Icha

(2012), di Amerika Serikat, sebanyak 1,8-2,1 juta pasien yang datang ke praktek

dokter membawa keluhan gastritis setiap tahunnya, sedangkan di Indonesia

prevalensi gastritis sebanyak 0,99% dan insiden gastritis sebesar 115/100.000

penduduk. Adapun prevalensi penderita gastritis di Kelurahan Bojongsari Lama

tahun 2011, sebesar 43.5% penduduk yang menderita gastritis dari 140 keluarga

Universitas Indonesia

Page 6: BAB I - Pendahuluan

6

yang terdiri dari 214 orang yang menderita berbagai penyakit (Laporan PSG,

2011).

Menurut Department of Human Services (2008) dan U.S. Department of

Health and Human Services National Institutes of Health (2010), gastritis

merupakan peradangan lapisan perut atau mukosa di lambung. Gastritis tersebut

umumnya terjadi ketika mukosa lambung melemah atau rusak, sehingga dinding

lambung akan rentan mengalami kerusakan karena tidak dapat terlindungi dari

asam lambung yang membantu pencernaan makanan (Mayo Clinic staff2, 2012).

Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit tersebut adalah pola makan yang tidak

teratur (Yayuk Farida Baliwati, 2004 dalam Suparyanto , 2012), kopi (Tahitian

Noni International, 2011), teh (Shinya, 2008), rokok (Beyer, 2004 dalam

Suparyanto, 2012), obat-obatan anti inflamasi non steroid, alkohol, makan atau

minum zat korosif, stres fisiologis yang ekstrim, infeksi dengan bakteri

Helicobacter pylori, gangguan autoimun, degenerasi lapisan perut karena faktor

usia, atau refluks empedu kronis (Khan, 2007).

Dari berbagai faktor penyebab di atas, pola makan yang tidak teratur

merupakan penyebab utama terserangnya gastritis. Hal tersebut terlihat dari 43.5%

penderita gastritis di 140 keluarga, sebanyak 40% dari 140 keluarga tersebut

mengonsumsi nasi/makanan pokok kurang dari 3 kali sehari (Laporan PSG,

2011).

Adapun alasan dipilihnya Kelurahan Bojongsari Lama karena ingin

dilakukan intervensi mengenai pencegahan kekambuhan gastritis pada orang

dewasa di kelurahan tersebut dengan angka penderita sebesar 43.5% penduduk

yang menderita gastritis dari 140 keluarga yang terdiri dari 214 orang yang

menderita berbagai penyakit (Laporan PSG, 2011).

1.1.4 Intervensi Hipertensi

Memasuki usia lanjut, tentu seseorang akan dengan sangat mudah

terserang berbagai macam penyakit. Munculnya berbagai macam penyakit

tersebut salah satu dikarenakan karena penambahan usia, dimana semakin tua

umur seseorang maka besar kemungkinan seseorang akan dengan mudah

Universitas Indonesia

Page 7: BAB I - Pendahuluan

7

terserang berbagai penyakit, baik itu penyakit yang diturunkan maupun akibat dari

pola hidup yang kurang tepat dan lingkungan yang kurang kondisif. Faktor

biologis pun berperan aktif dalam hal ini, dimana dengan seiring penambahan usia

seseorang akan mengalami kemunduran kemampuan sel, jaringan, organ maupun

sistem organ dalam tubuh yang tentunya akan berdampak buruk bagi kondisi

kesehatan. Kemunduran kemampuan fisik inilah yang menjadi pintu besar

seseorang dapat dengan mudah terserang penyakit.

Tidak bisa dipungkiri, usia lanjut merupakan babak baru dimana seseorang

dapat dengan mudah terserang penyakit, terutama penyakit degenaratif. Usia

lanjut juga dapat diartikan sebagai tahap akhir dari fase kehidupan seseorang

(Budi Anna Keliat, 1999 dalam Maryam Siti dkk, 2008), namun dalam UU No.13

Tahun 1998, usia lanjut diartikan sebagai seseorang yang telah menginjat usia 60

tahun keatas. Adapun pembabakan klasifikasi bagi usia lanjut yaitu prelansia,

lansia, lansia berisiko tinggi, lansia potensial dan lansia tidak potensial (Depkes

RI, 2003 dalam Maryam Siti dkk, 2008 ).

Berbicara mengenai masalah penyakit yang kerap kali diderita oleh kaum

usia lnjut, salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi merupakan keadaan dimana

tekanan darah seseorang berada pada tingkatan diatas keadaan normal. Keadaan

ini jika berlanjut akan melahirkan penyakit baru yang lebih berbahaya bagi sang

penderita. Di negara maju dan beberapa negara berkembang, hipertensi cukup

menyita perhatian yang tinggi. Hal ini dikarenakan hipertensi menjadi masalah

kesehatan yang cukup rumit dan butuh penanggulan yang cepat dan tepat agar

tidak bertambah parah. Di Amerika misalnya, sekitar 15% warga berkulit putih

menderita hipertensi, dan sekitar 25% hingga 30% warga berkulit hitam juga

menderita hipertensi. Di Indonesia, menurut SKRT tahun 2004, prevalensi

penderita hipertensi mencapai angka sekitar 14& dengan kisaran 13,4% hingga

14,6%. Prevalensi ini meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan

didominasi oleh kaum perempuan sekitar 16% dan kaum pria sekiatar 12%

(Sudjaswadi W dan M. Sitanggang, 2002).

Berbagai penyebab dapat berkontribusi melahirkan penyakit hipertensi

pada kaum usia lanjut. Penebalan dan kekakuan pembuluh darah pada kaum usia

Universitas Indonesia

Page 8: BAB I - Pendahuluan

8

lanjut yang memunculkan ateroskelosis sehingga menyebabkan tingginya tekanan

darah sehingga memunculkan hipertensi. Pola hidup, terutama pola makan usia

lanjut, menjadi salah satu penyebab lahirnya hipertensi. Tingginya konsumsi

garam atau natrium adalah salah satu penyebabnya (Budi Anna Keliat, 1999

dalam Maryam Siti dkk, 2008).

Tekanan darah seseorang sangat bervariasi dalam sehari. Menurut WHO

(World Health Organization) batas normal untuk tekanan darah sistolik adalah

sekitar 120-140 mmHg, sedangkan untuk tekanan darah diastoliknya sekitar 80-90

mmHg. Jadi, seseorang dikatakan hipertensi jika melebihi angka batas normal

tersebut (VitaHealth, Gramedia Pustaka).

Mengingat pentingnya penanggulan akan kasus hipertensi ini. Maka

sangat diperlukan berbagai macam tindakan yang konkret dalam

penanggulangannya. Intervensi dalam pencegahan hipertensi melalui program

komunikasi informasi dan edukasi yang dilakukan setidaknya dapat mengurangi

kasus hipertensi terutama bagi warga masyarakat di kelurahan Bojongsari Lama.

Berdasarkan data Penilaian Satus Gizi tahun 2011, Hipertensi merupakan penyakit

urutan kedua setelah Gastritis yang palinag banyak diderita oleh anggota keluarga.

Untuk itu, dengan adanya kegiatan magang masyarakat terutama dalam program

penyuluhan dan konseling gizi ini dapat menanggulangi permasalah kesehatan

dalam hal ini hipertensi dan berbagai macam penyakit lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah MP-ASI

Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2007)

menunjukkan bahwa 95% ibu di Indonesia menyusui bayinya. Sebagian besar

bayi yakni 62% mendapat ASI pada hari I kelahiran. Capaian ASI eksklusif yang

pada SDKI 2002-2003 sebesar 39,5% dari keseluruhan bayi, pada SDKI 2007

menurun menjadi 32,8%. Hal ini menunjukkan praktik pemberian MP-ASI dini

kepada bayi masih sangat banyak dilakukan. Sebesar 27,9% bayi mendapat susu

formula meningkat dari angka sebelumnya dalam SDKI 2002-2003 sebesar

16,7%.

Universitas Indonesia

Page 9: BAB I - Pendahuluan

9

Cakupan ASI eksklusif di Kota Depok pada tahun 2008 sebesar 59,51%

bayi diberikan ASI eksklusif (Dinkes Depok, 2008). Hal ini menunjukkan, masih

banyak bayi yang sudah diberikan makanan atau minuman pralaktal sebelum usia

6 bulan. Di Kecamatan Sawangan Kota Depok, angka bayi yang diberi ASI

eksklusif menurut data Dinkes Depok 2008 sebesar 61,88% (dari 2.571 bayi yang

terdata, 1.591 diberi ASI eksklusif). Sedangkan menurut data Puskesmas Duren

Seribu untuk Kelurahan Bojongsari Lama berdasarkan Laporan Prakesmas

Kelurahan Bojongsari Lama 2011, cakupan ASI eksklusif hanya mencapai 33,4%

kemudian pada tahun 2008 menurun 10,1% pada tahun 2009, dan menurun

menjadi 8,5% pada tahun 2011. Target nasional ASI eksklusif tahun 2010 adalah

sebesar 80%. Melihat masih rendahnya pemberian ASI eksklusif dan tingginya

tingkat pemberian MP-ASI yang terlalu dini, maka kami melakukan intervensi

terkait MP-ASI yang dilaksanakan di Kelurahan Bojongsari Lama tahun 2012

untuk meningkatkan pengetahuan sasaran yang kami tuju, yakni ibu hamil, ibu

menyusui yang memiliki bayi berusia 0-24 bulan, dan ibu yang memiliki balita.

1.2.2 Rumusan Masalah Jajanan Sehat

Makanan jajanan sehat merupakan makanan yang terhindar dari

debu,bakteri,dan hal yang bisa menyebabkan penyakit. Jajanan sehat dapat

menjadi salah satu penanggulangan terserang penyakit perut,diare, dan

sebagainya. Masih rendahnya pengetahuan anak SDN 01 dan SDN 03 Bojongsari

lama mengenai pemilihan jajanan yang sehat . Hal ini menyebabkan siswa siswa

SD ada beberapa yang jajan semabrangan dan terserang penyakit seperti sakit

perut, pusing-pusing dan sebagainya. Oleh karena itu, kami melakukan

penyuluhan mengenai pintar memilih jajanan sehat yang khususnya ditujukan

kepada anak usia sekolah agar kebiasaan jajanan nya menjadi baik.

1.2.3 Rumusan Masalah Gastritis

Tercatat tahun 1995, sekitar 22,800 penduduk amerika terdiagnosis kanker

lambung dan sekitar 14,700 diantaranya meninggal karena panyakit ini

(Supriatna, 2012). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa penderita dengan

Universitas Indonesia

Page 10: BAB I - Pendahuluan

10

riwayat atau infeksi H. plyori mengalami resiko kejadian kanker lambung 2,7

hingga 12 kali. (Unjianto, 2011). Prevalensi tersebut diiringi prevalensi gastritis

kronis melebihi 50 % untuk semua populasi usia lanjut di dunia barat (Hanifah,

2010). Menurut Wehbi (2011) dalam Icha (2012), di Amerika Serikat, sebanyak

1,8-2,1 juta pasien yang ke praktek dokter datang dengan keluhan gastritis setiap

tahunnya, sedangkan di Indonesia prevalensi gastritis sebanyak 0,99% dan

insiden gastritis sebesar 115/100.000 penduduk. Tingginya prevalensi penderita

gastritis terlihat juga di Kelurahan Bojongsari Lama tahun 2011, sebesar 43.5%

penduduk yang menderita gastritis dari 140 keluarga yang terdiri dari 214 orang

yang menderita berbagai penyakit (Laporan PSG, 2011).

Dari berbagai faktor penyebab gastritis, pola makan yang tidak teratur

merupakan penyebab utama terserangnya gastritis. Hal tersebut terlihat dari 40%

dari 140 keluarga tersebut mengonsumsi nasi/makanan pokok kurang dari 3 kali

sehari , terdapat 43.5% penderita gastritis di 140 keluarga (Laporan PSG, 2011).

Pemilihan Kelurahan Bojongsari Lama sebagai target intervensi gastritis karena

ingin dilakukan intervensi mengenai pencegahan kekambuhan gastritis pada orang

dewasa di kelurahan tersebut dengan angka penderita sebesar 43.5% penduduk yang

menderita gastritis dari 140 keluarga yang terdiri dari 214 orang yang menderita berbagai

penyakit (Laporan PSG, 2011)

1.2.4 Rumusan Masalah Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut silent killer karena

merupakan akar dari berbagai macam komplikasi penyakit yang fatal apabila tidak

ditanggulangi dengan cepat. Pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007

yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan didapati bahwa penyakit tidak

menular seperti stroke, penyakit jantung, dan hipertensi merupakan penyebab

kematian utama di Indonesia (Depkes, 2008 dalam Dwiputra, 2009). Dalam Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 juga menunjukkan, sebagian besar kasus

hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran

tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui

Universitas Indonesia

Page 11: BAB I - Pendahuluan

11

memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi

(Kemenkes, 2012).

Berdasarkan data dari Puskesmas Duren Seribu, terdapat 20% penderita

hipertensi dikalangan umur 45 ke atas dari 19.5% kehadiran penduduk berusia 45

ke atas di posbindu. Selain itu hipertensi juga merupakan salah satu materi yang

direkomendasikan untuk disuluh dari pertugas kesehatan di Puskesmas. Oleh

karena itu kami mengambil hipertensi sebagai tema amteri penyuluhan untuk

lansia pada magang masyarakat kali ini.

1.3 Tujuan Kegiatan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai pemberian ASI eksklusif

dan MP-ASI yang tepat, makanan jajanan sehat, gastritis dan

pencegahannya, serta hipertensi dan pencegahannya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4.1.1 Tujuan Intervensi MP-ASI

a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai

pemberian ASI eksklusif

b. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai

pemberian MP-ASI yang tepat

1.4.1.2 Tujuan Intervensi Jajanan Sehat

a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan terkait makanan jajanan

sehat pada anak sekolah dasar khususnya anak SD kelas 5 di SDN 01

dan SDN 03 kelurahan Bojongsari lama.

b. Mengetahui gambaran kebiasaan jajan anak sekolah dasar kelas 5 di

SDN 01 dan SDN 03 kelurahan Bojongsari lama.

c. Mengetahui distribusi dan frekuensi mengenai karakteristik sasaran.

Universitas Indonesia

Page 12: BAB I - Pendahuluan

12

1.4.1.3 Tujuan Intervensi Gastritis

a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai

gastritis berupa pengertian, penyebab, gejala, dampak, dan cara

pencegahan kekambuhan gastritis.

b. Mengetahui distribusi dan frekuensi mengenai karakteristik sasaran.

1.4.1.4 Tujuan Intervensi Hipertensi

a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai

hipertensi berupa pengertian, penyebab, gejala, dampak dan cara

pencegahannya.

b. Mengetahui distribusi dan frekuensi mengenai karakteristik sasaran.

1.4 Manfaat Kegiatan

1.4.1 Bagi Kader

Meningkatkan pengetahuan kader mengenai MP-ASI, gastritis dan cara

pencegahan kekambuhan gastritis, serta hipertensi dan cara pencegahannya

sehingga mereka dapat menginformasikannya kembali kepada masyarakat yang

belum mendapat pengetahuan tersebut.

1.4.2 Bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan Ibu yang Memiliki Balita

Meningkatkan pengetahuan mengenai pemberian ASI eksklusif dan

praktik pemberian MP-ASI yang tepat pada bayi usia 6-24 bulan. Dengan

meningkatnya pengetahuan, diharapkan terjadi perubahan perilaku terhadap

pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI pada sasaran.

1.4.3 Bagi Anak Usia Sekolah Dasar

Meningkatkan pengetahuan mengenai memilih jajanan sehat dan dampak

yang ditimbulkan apabila jajan sembarangan, sehingga diharapkan nantinya dapat

memilih jajanan yang sehat.

Universitas Indonesia

Page 13: BAB I - Pendahuluan

13

1.4.4 Bagi Wanita Usia Dewasa Muda

Meningkatkan pengetahuan mengenai gastritis dan cara pencegahan

kekambuhan gastritis, sehingga diharapkan nantinya dapat menerapkannya

dengan baik.

1.4.5 Bagi Wanita Usia Pertengahan dan Lansia

Meningkatkan pengetahuan mengenai hipertensi dan cara pencegahannya,

sehingga diharapkan nantinya dapat menerapkannya dengan baik.

1.4.6 Bagi Departemen Gizi Kesmas FKM UI

Meningkatkan jalinan kerja sama dengan berbagai pihak khususnya

dengan puskesmas dan kelurahan terkait.

1.4.7 Bagi Instansi Lokasi Kegiatan

1.4.7.1 Posyandu

Membantu penyebaran media KIE untuk promosi kesehatan dan

membantu meningkatkan pengetahuan kader posyandu.

1.4.7.2 Puskesmas Duren Seribu

Membantu penyebaran media KIE untuk promosi kesehatan dan

membantu meningkatkan pengetahuan kader mengenai MP-ASI, gastritis, dan

hipertensi sehingga Puskesmas memiliki kader yang lebih berkualitas.

1.4.7.3 Kelurahan Bojongsari Lama

Membantu meningkatkan kinerja di bidang penyebaran media KIE dan

promosi kesehatan sebagai bentuk kegiatan dari satgas Kelurahan di bidang

Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).

1.5 Ruang Lingkup Magang Masyarakat

Kegiatan magang masyarakat ini dilaksanakan di Kelurahan Bojongsari

Lama selama akhir bulan April hingga awal bulan Juni 2012. Kegiatan ini terdiri

Universitas Indonesia

Page 14: BAB I - Pendahuluan

14

dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap perencanaan dilakukan

dengan kunjungan ke lapangan untuk mendapatkan gambaran masalah di

Kelurahan Bojongsari Lama. Setelah mendapat gambaran masalah, rencana

intervensi mulai disusun. Tahap pelaksanaan dilakukan dengan cara penyuluhan

di seluruh RW yang berada di Kelurahan Bojongsari Lama yang berjumlah 13

RW, serta melakukan konseling kepada wanita usia subur yang termasuk

didalamnya ibu hamil dan ibu menyusui serta ibu yang memiliki anak balita, anak

usia sekolah dasar, wanita usia dewasa, dan lansia.

Penyuluhan dilakukan kepada 5 kelompok sasaran. Penyuluhan MP-ASI

dilakukan kepada wanita usia subur yang termasuk didalamnya ibu hamil dan ibu

menyusui serta ibu yang memiliki anak balita dengan mengumpulkan sasaran di

tempat yang sudah ditentukan dan saat dilaksanakan posyandu. Penyuluhan

Gastritis dilakukan kepada wanita usia dewasa muda pada saat pengajian setiap

RW berlangsung. Penyuluhan Hipertensi dilakukan kepada wanita usia dewasa

pertengahan dan lansia juga pada saat pengajian setiap RW berlangsung. Selain

penyuluhan, konseling juga dilakukan kepada setiap kelompok sasaran dengan

cara door to door. Penyuluhan Jajanan Sehat dilakukan kepada anak usia sekolah

dasar pada saat kegiatan belajar di sekolah berlangsung. Konseling dilakukan

setelah penyuluhan, di kelas yang berbeda dengan kelas yang diberikan

penyuluhan.

Evaluasi setiap penyuluhan dilakukan dengan membandingkan

hasil pre-test dan post-test yang telah dikerjakan oleh setiap peserta penyuluhan.

Universitas Indonesia