BAB I - Pendahuluan
-
Upload
karinaastheria -
Category
Documents
-
view
137 -
download
0
description
Transcript of BAB I - Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Intervensi MP-ASI
MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) adalah makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24
bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006).
Pemberian MP-ASI mengambil peranan cukup penting dalam menentukan status
gizi anak kelak. Ketidaktepatan pemberian makanan pada anak sejak usia dini
memberi dampak tidak hanya pada saat pertumbuhannya kini, namun juga kelak
ketika usianya beranjak dewasa. Pemberian MP-ASI yang tidak tepat akan
mempengaruhi baik pertumbuhan dan perkembangan anak, meningkatkan resiko
kekurangan gizi yang bila berlangsung terus menerus akan mengakibatkan gizi
buruk dan kematian.
Menurut Depkes RI 2006, untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di
dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama
memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi
lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara
eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan
pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan,
dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau
lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI
hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah
setempat (indigenous food).
Penelitian WHO tahun 2001 tentang pemberian ASI eksklusif (< 4 bulan)
dari tahun 1995-2001 di beberapa negara menunjukkan bahwa negara-
negara kurang berkembang sebesar 37%, negara berkembang sebesar
48%, dan angka dunia sebesar 45%. Hal ini menunjukkan masih rendahnya
1
Universitas Indonesia
2
praktek pemberian ASI eksklusif dan masih tingginya angka pemberian MP-
ASI dini di negara-negara tersebut (Frances, et al , 2006 dalam Setiawan, 2009).
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2007)
menunjukkan bahwa 95% ibu di Indonesia menyusui bayinya. Sebagian besar
bayi yakni 62% mendapat ASI pada hari I kelahiran. Capaian ASI eksklusif yang
pada SDKI 2002-2003 sebesar 39,5% dari keseluruhan bayi, pada SDKI 2007
menurun menjadi 32,8%. Hal ini menunjukkan praktik pemberian MP-ASI dini
kepada bayi mulai meningkat. Sebesar 27,9% bayi yang mendapat susu formula
meningkat dari angka sebelumnya dalam SDKI 2002-2003 sebesar 16,7%.
Praktek pemberian MPASI sangat dini masih terjadi. Dari data SDKI 2007
menunjukkan 30% bayi usia dibawah enam bulan selain ASI juga di beri
makanan, 18% ASI dan susu formula, 9% ASI dan air putih serta 20% ASI dan
“juice”.
Masih cukup besar jumlah/presentase makanan/cairan yang diberikan
sebelum bayi mendapatkan ASI (data di Kabupaten Bone 1998, 75%) (Kemenkes
RI, 2010). Pemberian MPASI terkadang juga tidak adekuat baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Menurut SDKI hanya 41,2 % bayi usia 6 – 23 bulan
diberi makan sesuai anjuran yakni diberi ASI, lebih dari 3 (tiga) kelompok
makanan dan dengan frekuensi minimal pemberian makanan. Pemberian MPASI
terkadang juga tidak adekuat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Menurut
SDKI 2007 hanya 41,2 % bayi usia 6 – 23 bulan diberi makan sesuai anjuran
yakni diberi ASI, lebih dari 3 (tiga) kelompok makanan dan dengan frekuensi
minimal pemberian makanan.
Cakupan ASI eksklusif di Kota Depok pada tahun 2008 sebesar 59,51%
bayi yang diberikan ASI eksklusif (Dinkes Depok, 2008). Hal ini menunjukkan,
masih banyak bayi yang sudah diberikan makanan atau minuman pralaktal
sebelum usia 6 bulan. Di Kecamatan Sawangan Kota Depok, angka bayi yang
diberi ASI eksklusif menurut data Dinkes Depok 2008 sebesar 61,88% (dari 2.571
bayi yang terdata, 1.591 diberi ASI eksklusif). Banyak faktor yang menyebabkan
pemberian MP-ASI dini pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI yang tepat
Universitas Indonesia
3
menjadi salah satu faktor penting yang menentukan dijalankan tidaknya praktik
pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang tepat. Berbagai program telah
dicanangkan untuk mengatasi masalah gizi pada anak yang timbul karena masalah
pemberian MP-ASI yang tidak tepat, khususnya pemberian yang terlalu dini.
1.1.2 Intervensi Jajanan Sehat
Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan modal
pembangunan. Oleh sebab itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan.
Upaya kesehatan tersebut adalah perbaikan gizi terutama diusia sekolah dasar
yaitu usia 6-12 tahun. Gizi yang baik nantinya dapat menghasilakan Sumber daya
manusia yang cerdas,berkualitas,sehat,dan produktif. Oleh karena itu perbaikan
gizi anak sekolah dasar menjadi langkah strategis untuk mencapai dan
menghasilkan SDM yang berkualitas. (Depkes RI, 2005).
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah kebiasaan
makan. Kebiasaan anak senang jajan dapat berdampak buruk sebab banyak
makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat beredar. Mengonsumsi
makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat dapat menyebabkan anak
terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi anak (Haryanto, 2002) Usia
anak sekolah dasar biasanya (umur 6-12 tahun) dan kelompok ini sangat rentan
gizi. Kelompok rentan gizi merupakan kelompok yang paling mudah menderita
gangguan kesehatan karena mengalami kekurangan gizi. Usia anak sekolah
biasanya berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga
memerlukan zat-zat gizi dlam jumlah banyak agar tidak terjadi ganngguan gizi
dan kesehatan. Adapun Karakteristik anak sekolah meliputi: Pertumbuhan tidak
secepat bayi, gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal), lebih aktif
memilih makanan yang disukai,kebutuhan energi tinggi karena aktivitas
meningkat, dan pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
Anak usia sekolah biasanya memiliki aktivitas bermain yang menguras
banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan
keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Maka diperlukannya pengontrolan
Universitas Indonesia
4
waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istrahat yang cukup (Moehji,
2003).
Pentingnya mengkonsumsi makanan selingan membuat anak suka jajan di
sekolah. Dan sering kali tidak memperhatikan makanan tersebut sehat atau tidak.
Berdasarkan hasil penelitian BPOM terhadap 163 sampel dari 10 propinsi dan
sebanyak 80 sampel (80%) tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan
produk. Hasil survei Badan POM pada tahun 2008 menunjukkan pangan jajanan
memegang peranan penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-
anak usia sekolah. Dari hasil survei tersebut ditemukan bahwa pangan jajanan
berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 3l,l% dan protein
sebesar 27,4%. Hasil survei juga menunjukkan bahwa sejumlah 78% anak sekolah
jajan di lingkungan sekolah, baik di kantin maupun dari penjaja sekitar sekolah.
Hasil pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang dilakukan
secara rutin oleh Badan POM pada lima tahun terakhir (2006-2010), menunjukkan
jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat kesehatan berkisar antara 40% –
44 .Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap jajanan
anak sekolah di 4.500 SD di Indonesia menyatakan bahwa antara 3-20% jajanan
anak sekolah masih mengandung bahan kimia berbahaya (Kementerian
Komunikasi dan Informatika RI, 2010). Laporan kegiatan pengawasan obat dan
makanan tahun 2006 Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM)
Semarang menyebutkan sekitar 66,7% makanan dan jajanan anak sekolah di
Jateng tidak memebuhi syarat kesehatan (Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, 2010).
Kurangnya pengetahuan anak sekolah menyebabkan mereka belum bisa
memilih jajanan yang sehat. Dari 2 SD yang kami kunjungi (SDN 01 dan SDN 03
Bojongsari lama) mereka masih jajan sembarangan. Kondisi ini diakibatkan
karena tidak adanya koperasi sebagi tempat untuk jajan sehingga para anak SD
tersebut berjajan di luar lingkungan sekolah. Oleh karena itu kami memberikan
informasi terkait masalah ini berupa penyuluhan dan konseling kepada para siswa
SD kelas 5 untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya
Universitas Indonesia
5
menjaga kesehatan dengan tidak jajan sembarangan,pentingnya sarapan pagi dan
harus pintar memilih jajanan.
1.1.3 Intervensi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu penyebab terjadinya pendarahan pada
lambung jika dibiarkan terus menerus. Selain itu, beberapa bentuk gastritis kronis
dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara
terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding
lambung (Medicastore, 2012;Indofarma, 2012). Tercatat tahun 1995, sekitar
22,800 penduduk amerika terdiagnosis kanker lambung dan sekitar 14,700
diantaranya meninggal karena panyakit ini (Supriatna, 2012). Beberapa penelitian
juga mengungkapkan bahwa penderita dengan riwayat atau infeksi H. plyori
mengalami resiko kejadian kanker lambung 2,7 hingga 12 kali. Risiko kejadian
kanker setiap negara menjadi sangat bervariasi karena prevalensi H. pylori di
setiap negara pun sangat bervariasi. Di negara maju, prevalensi H. pylori tidak
lebih dari 40% dengan usia muda dan remaja mempunyai kejadian infeksi lebih
rendah dibanding usia dewasa (Unjianto, 2011). Adapun di negara berkembang,
prevalensi infeksi pada anak di bawah umur lima tahun jauh lebih tinggi dan
meningkat dengan cepat. Di Indonesia, prevalensi infeksi H. pylori pada anak
bervariasi. Penelitian di Jakarta menunjukkan prevalensi infeksi mencapai 20%, di
Mataram 40%, dan di Yogyakarta diketahui 25% dari pasien yang datang ke RS
Sardjito mengeluhkan sakit perut yang berulang (Unjianto, 2011).
Gastritis merupakan masalah kesehatan di masyarakat (Wehbi, 2011 dalam
Icha, 2012). Di dunia Barat, prevalensi gastritis kronis melebihi 50 % untuk
semua populasi usia lanjut (Hanifah, 2010). Menurut Wehbi (2011) dalam Icha
(2012), di Amerika Serikat, sebanyak 1,8-2,1 juta pasien yang datang ke praktek
dokter membawa keluhan gastritis setiap tahunnya, sedangkan di Indonesia
prevalensi gastritis sebanyak 0,99% dan insiden gastritis sebesar 115/100.000
penduduk. Adapun prevalensi penderita gastritis di Kelurahan Bojongsari Lama
tahun 2011, sebesar 43.5% penduduk yang menderita gastritis dari 140 keluarga
Universitas Indonesia
6
yang terdiri dari 214 orang yang menderita berbagai penyakit (Laporan PSG,
2011).
Menurut Department of Human Services (2008) dan U.S. Department of
Health and Human Services National Institutes of Health (2010), gastritis
merupakan peradangan lapisan perut atau mukosa di lambung. Gastritis tersebut
umumnya terjadi ketika mukosa lambung melemah atau rusak, sehingga dinding
lambung akan rentan mengalami kerusakan karena tidak dapat terlindungi dari
asam lambung yang membantu pencernaan makanan (Mayo Clinic staff2, 2012).
Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit tersebut adalah pola makan yang tidak
teratur (Yayuk Farida Baliwati, 2004 dalam Suparyanto , 2012), kopi (Tahitian
Noni International, 2011), teh (Shinya, 2008), rokok (Beyer, 2004 dalam
Suparyanto, 2012), obat-obatan anti inflamasi non steroid, alkohol, makan atau
minum zat korosif, stres fisiologis yang ekstrim, infeksi dengan bakteri
Helicobacter pylori, gangguan autoimun, degenerasi lapisan perut karena faktor
usia, atau refluks empedu kronis (Khan, 2007).
Dari berbagai faktor penyebab di atas, pola makan yang tidak teratur
merupakan penyebab utama terserangnya gastritis. Hal tersebut terlihat dari 43.5%
penderita gastritis di 140 keluarga, sebanyak 40% dari 140 keluarga tersebut
mengonsumsi nasi/makanan pokok kurang dari 3 kali sehari (Laporan PSG,
2011).
Adapun alasan dipilihnya Kelurahan Bojongsari Lama karena ingin
dilakukan intervensi mengenai pencegahan kekambuhan gastritis pada orang
dewasa di kelurahan tersebut dengan angka penderita sebesar 43.5% penduduk
yang menderita gastritis dari 140 keluarga yang terdiri dari 214 orang yang
menderita berbagai penyakit (Laporan PSG, 2011).
1.1.4 Intervensi Hipertensi
Memasuki usia lanjut, tentu seseorang akan dengan sangat mudah
terserang berbagai macam penyakit. Munculnya berbagai macam penyakit
tersebut salah satu dikarenakan karena penambahan usia, dimana semakin tua
umur seseorang maka besar kemungkinan seseorang akan dengan mudah
Universitas Indonesia
7
terserang berbagai penyakit, baik itu penyakit yang diturunkan maupun akibat dari
pola hidup yang kurang tepat dan lingkungan yang kurang kondisif. Faktor
biologis pun berperan aktif dalam hal ini, dimana dengan seiring penambahan usia
seseorang akan mengalami kemunduran kemampuan sel, jaringan, organ maupun
sistem organ dalam tubuh yang tentunya akan berdampak buruk bagi kondisi
kesehatan. Kemunduran kemampuan fisik inilah yang menjadi pintu besar
seseorang dapat dengan mudah terserang penyakit.
Tidak bisa dipungkiri, usia lanjut merupakan babak baru dimana seseorang
dapat dengan mudah terserang penyakit, terutama penyakit degenaratif. Usia
lanjut juga dapat diartikan sebagai tahap akhir dari fase kehidupan seseorang
(Budi Anna Keliat, 1999 dalam Maryam Siti dkk, 2008), namun dalam UU No.13
Tahun 1998, usia lanjut diartikan sebagai seseorang yang telah menginjat usia 60
tahun keatas. Adapun pembabakan klasifikasi bagi usia lanjut yaitu prelansia,
lansia, lansia berisiko tinggi, lansia potensial dan lansia tidak potensial (Depkes
RI, 2003 dalam Maryam Siti dkk, 2008 ).
Berbicara mengenai masalah penyakit yang kerap kali diderita oleh kaum
usia lnjut, salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi merupakan keadaan dimana
tekanan darah seseorang berada pada tingkatan diatas keadaan normal. Keadaan
ini jika berlanjut akan melahirkan penyakit baru yang lebih berbahaya bagi sang
penderita. Di negara maju dan beberapa negara berkembang, hipertensi cukup
menyita perhatian yang tinggi. Hal ini dikarenakan hipertensi menjadi masalah
kesehatan yang cukup rumit dan butuh penanggulan yang cepat dan tepat agar
tidak bertambah parah. Di Amerika misalnya, sekitar 15% warga berkulit putih
menderita hipertensi, dan sekitar 25% hingga 30% warga berkulit hitam juga
menderita hipertensi. Di Indonesia, menurut SKRT tahun 2004, prevalensi
penderita hipertensi mencapai angka sekitar 14& dengan kisaran 13,4% hingga
14,6%. Prevalensi ini meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan
didominasi oleh kaum perempuan sekitar 16% dan kaum pria sekiatar 12%
(Sudjaswadi W dan M. Sitanggang, 2002).
Berbagai penyebab dapat berkontribusi melahirkan penyakit hipertensi
pada kaum usia lanjut. Penebalan dan kekakuan pembuluh darah pada kaum usia
Universitas Indonesia
8
lanjut yang memunculkan ateroskelosis sehingga menyebabkan tingginya tekanan
darah sehingga memunculkan hipertensi. Pola hidup, terutama pola makan usia
lanjut, menjadi salah satu penyebab lahirnya hipertensi. Tingginya konsumsi
garam atau natrium adalah salah satu penyebabnya (Budi Anna Keliat, 1999
dalam Maryam Siti dkk, 2008).
Tekanan darah seseorang sangat bervariasi dalam sehari. Menurut WHO
(World Health Organization) batas normal untuk tekanan darah sistolik adalah
sekitar 120-140 mmHg, sedangkan untuk tekanan darah diastoliknya sekitar 80-90
mmHg. Jadi, seseorang dikatakan hipertensi jika melebihi angka batas normal
tersebut (VitaHealth, Gramedia Pustaka).
Mengingat pentingnya penanggulan akan kasus hipertensi ini. Maka
sangat diperlukan berbagai macam tindakan yang konkret dalam
penanggulangannya. Intervensi dalam pencegahan hipertensi melalui program
komunikasi informasi dan edukasi yang dilakukan setidaknya dapat mengurangi
kasus hipertensi terutama bagi warga masyarakat di kelurahan Bojongsari Lama.
Berdasarkan data Penilaian Satus Gizi tahun 2011, Hipertensi merupakan penyakit
urutan kedua setelah Gastritis yang palinag banyak diderita oleh anggota keluarga.
Untuk itu, dengan adanya kegiatan magang masyarakat terutama dalam program
penyuluhan dan konseling gizi ini dapat menanggulangi permasalah kesehatan
dalam hal ini hipertensi dan berbagai macam penyakit lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah MP-ASI
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2007)
menunjukkan bahwa 95% ibu di Indonesia menyusui bayinya. Sebagian besar
bayi yakni 62% mendapat ASI pada hari I kelahiran. Capaian ASI eksklusif yang
pada SDKI 2002-2003 sebesar 39,5% dari keseluruhan bayi, pada SDKI 2007
menurun menjadi 32,8%. Hal ini menunjukkan praktik pemberian MP-ASI dini
kepada bayi masih sangat banyak dilakukan. Sebesar 27,9% bayi mendapat susu
formula meningkat dari angka sebelumnya dalam SDKI 2002-2003 sebesar
16,7%.
Universitas Indonesia
9
Cakupan ASI eksklusif di Kota Depok pada tahun 2008 sebesar 59,51%
bayi diberikan ASI eksklusif (Dinkes Depok, 2008). Hal ini menunjukkan, masih
banyak bayi yang sudah diberikan makanan atau minuman pralaktal sebelum usia
6 bulan. Di Kecamatan Sawangan Kota Depok, angka bayi yang diberi ASI
eksklusif menurut data Dinkes Depok 2008 sebesar 61,88% (dari 2.571 bayi yang
terdata, 1.591 diberi ASI eksklusif). Sedangkan menurut data Puskesmas Duren
Seribu untuk Kelurahan Bojongsari Lama berdasarkan Laporan Prakesmas
Kelurahan Bojongsari Lama 2011, cakupan ASI eksklusif hanya mencapai 33,4%
kemudian pada tahun 2008 menurun 10,1% pada tahun 2009, dan menurun
menjadi 8,5% pada tahun 2011. Target nasional ASI eksklusif tahun 2010 adalah
sebesar 80%. Melihat masih rendahnya pemberian ASI eksklusif dan tingginya
tingkat pemberian MP-ASI yang terlalu dini, maka kami melakukan intervensi
terkait MP-ASI yang dilaksanakan di Kelurahan Bojongsari Lama tahun 2012
untuk meningkatkan pengetahuan sasaran yang kami tuju, yakni ibu hamil, ibu
menyusui yang memiliki bayi berusia 0-24 bulan, dan ibu yang memiliki balita.
1.2.2 Rumusan Masalah Jajanan Sehat
Makanan jajanan sehat merupakan makanan yang terhindar dari
debu,bakteri,dan hal yang bisa menyebabkan penyakit. Jajanan sehat dapat
menjadi salah satu penanggulangan terserang penyakit perut,diare, dan
sebagainya. Masih rendahnya pengetahuan anak SDN 01 dan SDN 03 Bojongsari
lama mengenai pemilihan jajanan yang sehat . Hal ini menyebabkan siswa siswa
SD ada beberapa yang jajan semabrangan dan terserang penyakit seperti sakit
perut, pusing-pusing dan sebagainya. Oleh karena itu, kami melakukan
penyuluhan mengenai pintar memilih jajanan sehat yang khususnya ditujukan
kepada anak usia sekolah agar kebiasaan jajanan nya menjadi baik.
1.2.3 Rumusan Masalah Gastritis
Tercatat tahun 1995, sekitar 22,800 penduduk amerika terdiagnosis kanker
lambung dan sekitar 14,700 diantaranya meninggal karena panyakit ini
(Supriatna, 2012). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa penderita dengan
Universitas Indonesia
10
riwayat atau infeksi H. plyori mengalami resiko kejadian kanker lambung 2,7
hingga 12 kali. (Unjianto, 2011). Prevalensi tersebut diiringi prevalensi gastritis
kronis melebihi 50 % untuk semua populasi usia lanjut di dunia barat (Hanifah,
2010). Menurut Wehbi (2011) dalam Icha (2012), di Amerika Serikat, sebanyak
1,8-2,1 juta pasien yang ke praktek dokter datang dengan keluhan gastritis setiap
tahunnya, sedangkan di Indonesia prevalensi gastritis sebanyak 0,99% dan
insiden gastritis sebesar 115/100.000 penduduk. Tingginya prevalensi penderita
gastritis terlihat juga di Kelurahan Bojongsari Lama tahun 2011, sebesar 43.5%
penduduk yang menderita gastritis dari 140 keluarga yang terdiri dari 214 orang
yang menderita berbagai penyakit (Laporan PSG, 2011).
Dari berbagai faktor penyebab gastritis, pola makan yang tidak teratur
merupakan penyebab utama terserangnya gastritis. Hal tersebut terlihat dari 40%
dari 140 keluarga tersebut mengonsumsi nasi/makanan pokok kurang dari 3 kali
sehari , terdapat 43.5% penderita gastritis di 140 keluarga (Laporan PSG, 2011).
Pemilihan Kelurahan Bojongsari Lama sebagai target intervensi gastritis karena
ingin dilakukan intervensi mengenai pencegahan kekambuhan gastritis pada orang
dewasa di kelurahan tersebut dengan angka penderita sebesar 43.5% penduduk yang
menderita gastritis dari 140 keluarga yang terdiri dari 214 orang yang menderita berbagai
penyakit (Laporan PSG, 2011)
1.2.4 Rumusan Masalah Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut silent killer karena
merupakan akar dari berbagai macam komplikasi penyakit yang fatal apabila tidak
ditanggulangi dengan cepat. Pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan didapati bahwa penyakit tidak
menular seperti stroke, penyakit jantung, dan hipertensi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (Depkes, 2008 dalam Dwiputra, 2009). Dalam Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 juga menunjukkan, sebagian besar kasus
hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran
tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui
Universitas Indonesia
11
memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi
(Kemenkes, 2012).
Berdasarkan data dari Puskesmas Duren Seribu, terdapat 20% penderita
hipertensi dikalangan umur 45 ke atas dari 19.5% kehadiran penduduk berusia 45
ke atas di posbindu. Selain itu hipertensi juga merupakan salah satu materi yang
direkomendasikan untuk disuluh dari pertugas kesehatan di Puskesmas. Oleh
karena itu kami mengambil hipertensi sebagai tema amteri penyuluhan untuk
lansia pada magang masyarakat kali ini.
1.3 Tujuan Kegiatan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai pemberian ASI eksklusif
dan MP-ASI yang tepat, makanan jajanan sehat, gastritis dan
pencegahannya, serta hipertensi dan pencegahannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4.1.1 Tujuan Intervensi MP-ASI
a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai
pemberian ASI eksklusif
b. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai
pemberian MP-ASI yang tepat
1.4.1.2 Tujuan Intervensi Jajanan Sehat
a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan terkait makanan jajanan
sehat pada anak sekolah dasar khususnya anak SD kelas 5 di SDN 01
dan SDN 03 kelurahan Bojongsari lama.
b. Mengetahui gambaran kebiasaan jajan anak sekolah dasar kelas 5 di
SDN 01 dan SDN 03 kelurahan Bojongsari lama.
c. Mengetahui distribusi dan frekuensi mengenai karakteristik sasaran.
Universitas Indonesia
12
1.4.1.3 Tujuan Intervensi Gastritis
a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai
gastritis berupa pengertian, penyebab, gejala, dampak, dan cara
pencegahan kekambuhan gastritis.
b. Mengetahui distribusi dan frekuensi mengenai karakteristik sasaran.
1.4.1.4 Tujuan Intervensi Hipertensi
a. Mengetahui adanya peningkatan pengetahuan sasaran mengenai
hipertensi berupa pengertian, penyebab, gejala, dampak dan cara
pencegahannya.
b. Mengetahui distribusi dan frekuensi mengenai karakteristik sasaran.
1.4 Manfaat Kegiatan
1.4.1 Bagi Kader
Meningkatkan pengetahuan kader mengenai MP-ASI, gastritis dan cara
pencegahan kekambuhan gastritis, serta hipertensi dan cara pencegahannya
sehingga mereka dapat menginformasikannya kembali kepada masyarakat yang
belum mendapat pengetahuan tersebut.
1.4.2 Bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan Ibu yang Memiliki Balita
Meningkatkan pengetahuan mengenai pemberian ASI eksklusif dan
praktik pemberian MP-ASI yang tepat pada bayi usia 6-24 bulan. Dengan
meningkatnya pengetahuan, diharapkan terjadi perubahan perilaku terhadap
pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI pada sasaran.
1.4.3 Bagi Anak Usia Sekolah Dasar
Meningkatkan pengetahuan mengenai memilih jajanan sehat dan dampak
yang ditimbulkan apabila jajan sembarangan, sehingga diharapkan nantinya dapat
memilih jajanan yang sehat.
Universitas Indonesia
13
1.4.4 Bagi Wanita Usia Dewasa Muda
Meningkatkan pengetahuan mengenai gastritis dan cara pencegahan
kekambuhan gastritis, sehingga diharapkan nantinya dapat menerapkannya
dengan baik.
1.4.5 Bagi Wanita Usia Pertengahan dan Lansia
Meningkatkan pengetahuan mengenai hipertensi dan cara pencegahannya,
sehingga diharapkan nantinya dapat menerapkannya dengan baik.
1.4.6 Bagi Departemen Gizi Kesmas FKM UI
Meningkatkan jalinan kerja sama dengan berbagai pihak khususnya
dengan puskesmas dan kelurahan terkait.
1.4.7 Bagi Instansi Lokasi Kegiatan
1.4.7.1 Posyandu
Membantu penyebaran media KIE untuk promosi kesehatan dan
membantu meningkatkan pengetahuan kader posyandu.
1.4.7.2 Puskesmas Duren Seribu
Membantu penyebaran media KIE untuk promosi kesehatan dan
membantu meningkatkan pengetahuan kader mengenai MP-ASI, gastritis, dan
hipertensi sehingga Puskesmas memiliki kader yang lebih berkualitas.
1.4.7.3 Kelurahan Bojongsari Lama
Membantu meningkatkan kinerja di bidang penyebaran media KIE dan
promosi kesehatan sebagai bentuk kegiatan dari satgas Kelurahan di bidang
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).
1.5 Ruang Lingkup Magang Masyarakat
Kegiatan magang masyarakat ini dilaksanakan di Kelurahan Bojongsari
Lama selama akhir bulan April hingga awal bulan Juni 2012. Kegiatan ini terdiri
Universitas Indonesia
14
dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap perencanaan dilakukan
dengan kunjungan ke lapangan untuk mendapatkan gambaran masalah di
Kelurahan Bojongsari Lama. Setelah mendapat gambaran masalah, rencana
intervensi mulai disusun. Tahap pelaksanaan dilakukan dengan cara penyuluhan
di seluruh RW yang berada di Kelurahan Bojongsari Lama yang berjumlah 13
RW, serta melakukan konseling kepada wanita usia subur yang termasuk
didalamnya ibu hamil dan ibu menyusui serta ibu yang memiliki anak balita, anak
usia sekolah dasar, wanita usia dewasa, dan lansia.
Penyuluhan dilakukan kepada 5 kelompok sasaran. Penyuluhan MP-ASI
dilakukan kepada wanita usia subur yang termasuk didalamnya ibu hamil dan ibu
menyusui serta ibu yang memiliki anak balita dengan mengumpulkan sasaran di
tempat yang sudah ditentukan dan saat dilaksanakan posyandu. Penyuluhan
Gastritis dilakukan kepada wanita usia dewasa muda pada saat pengajian setiap
RW berlangsung. Penyuluhan Hipertensi dilakukan kepada wanita usia dewasa
pertengahan dan lansia juga pada saat pengajian setiap RW berlangsung. Selain
penyuluhan, konseling juga dilakukan kepada setiap kelompok sasaran dengan
cara door to door. Penyuluhan Jajanan Sehat dilakukan kepada anak usia sekolah
dasar pada saat kegiatan belajar di sekolah berlangsung. Konseling dilakukan
setelah penyuluhan, di kelas yang berbeda dengan kelas yang diberikan
penyuluhan.
Evaluasi setiap penyuluhan dilakukan dengan membandingkan
hasil pre-test dan post-test yang telah dikerjakan oleh setiap peserta penyuluhan.
Universitas Indonesia