BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I...

37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan yang mempunyai banyak perbedaan. Perguruan tinggi mempunyai keunggulan dari sisi rasionalitas dan eksperimentasi. Sedangkan pesantren menurut Azyumardi Azra adalah dunia tradisional Islam yaitu dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama dari masa ke masa, tidak terbatas pada periode tertentu dalam sejarah Islam. 1 Fungsi dan tujuan pendidikan tinggi menurut PP No. 17 Tahun 2010 pasal 84 yaitu; (1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak, dan kepribadian manusia melalui pelaksanaan: a. dharma pendidikan untuk menguasai, menerapkan, dan menyebar- luaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; b. dharma penelitian untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; dan c. dharma pengabdian kepada masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat. (2) Pendidikan Tinggi bertujuan: a. membentuk insan yang: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; 2. sehat, berilmu, dan cakap; 3. kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta 4. toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggung jawab. b. menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau olahraga yang memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, negara, umat manusia, dan lingkungan. 2 1 Pengertian pesantren ini berbeda dengan pengertian salaf dalam konteks kaum salafi, di mana definisi kaum salafi adalah mereka yang memegang paham tentang Islam pada masa awal, yaitu periode sahabat dan tabi’in besar, yang belum dipengaruhi bid’ah dan khurafat. Karena itulah kaum salafi di Indonesia sering menjadikan pesantren dan dunia Islam tradisional lainnya sebagai sasaran kritik keras mereka; setidaknya karena keterkaitan lingkungan pesantren atau kyai dengan tasawuf atau tarekat. Baca Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos, 2002), 107. 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, www.djpp.depkumham.go.id, 62, diakses tanggal 11 Maret 2012.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan yang

mempunyai banyak perbedaan. Perguruan tinggi mempunyai keunggulan dari

sisi rasionalitas dan eksperimentasi. Sedangkan pesantren menurut Azyumardi

Azra adalah dunia tradisional Islam yaitu dunia yang mewarisi dan memelihara

kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama dari masa ke masa, tidak

terbatas pada periode tertentu dalam sejarah Islam.1 Fungsi dan tujuan

pendidikan tinggi menurut PP No. 17 Tahun 2010 pasal 84 yaitu;

(1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan atau membentuk

kemampuan, watak, dan kepribadian manusia melalui pelaksanaan: a.

dharma pendidikan untuk menguasai, menerapkan, dan menyebar-

luaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan

olahraga; b. dharma penelitian untuk menemukan, mengembangkan,

mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan olahraga; dan c. dharma pengabdian kepada

masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

(2) Pendidikan Tinggi bertujuan: a. membentuk insan yang: 1. beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan

berkepribadian luhur; 2. sehat, berilmu, dan cakap; 3. kritis, kreatif,

inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta 4. toleran,

peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggung jawab. b.

menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau

olahraga yang memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa,

negara, umat manusia, dan lingkungan.2

1 Pengertian pesantren ini berbeda dengan pengertian salaf dalam konteks kaum salafi, di mana

definisi kaum salafi adalah mereka yang memegang paham tentang Islam pada masa awal, yaitu

periode sahabat dan tabi’in besar, yang belum dipengaruhi bid’ah dan khurafat. Karena itulah

kaum salafi di Indonesia sering menjadikan pesantren dan dunia Islam tradisional lainnya sebagai

sasaran kritik keras mereka; setidaknya karena keterkaitan lingkungan pesantren atau kyai dengan

tasawuf atau tarekat. Baca Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju

Milenium Baru (Jakarta: Logos, 2002), 107. 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan, www.djpp.depkumham.go.id, 62, diakses tanggal 11 Maret 2012.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

2

Fungsi dan tujuan pendidikan tinggi tersebut sejalan dengan misi

universitas yang dirumuskan oleh Ortega y Gasset seperti dikutip oleh Tilaar,

yaitu mengajar, riset, dan pengabdian masyarakat di dalam bentuk

pengembangan profesionalisme. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan

yang pesat serta terbukanya hidup bersama manusia, maka tanggung jawab

seorang ilmuwan akan mempunyai dimensi baru yaitu pengabdiannya pada

seluruh umat manusia. Sehingga universitas masa depan haruslah menjalin

“network” dengan lembaga pendidikan tinggi regional dan internasional bukan

saja karena ilmu pengetahuan yang bersifat universal, tetapi karena lapangan

kerja para ilmuwan yang bersifat global.3

Secara historis, pesantren tidak saja mengandung makna keislaman,

tetapi juga keaslian Indonesia. Seperti diungkapkan Nurcholish Madjid,

pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki watak

indigenous yang ada sejak kekuasaan Hindu-Budha dan formulasinya dapat

diketahui ketika Islam berusaha mengadaptasikan (mengislamkan)-nya.4

Sementara Zamakhsyari Dhofier5, Martin van Bruinessen

6, dan Hanun

7

3 H.A.R. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21

(Magelang: Tera Indonesia, 1998), 226-227. 4 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Mizan Paramadina,

1988), 25. Walaupun pesantren telah diakui sebagai sistem yang indigenous, asli Indonesia,

ternyata ada kemiripan dengan sistem gurukulla di India. Pada dasarnya gurukulla juga memakai

sistem pemondokan (boarding school). Gurukulla juga menjadi tempat pembelajaran kitab-kitab

suci umat Hindu sebagaimana pesantren sebagai tempat pembelajaran agama Islam. Dengan

demikian wajar bila, muncul anggapan bahwa secara historis pesantren adalah hasil rekayasa umat

Islam yang mengembangkannya dari sistem agama Jawa. Lihat Mastuhu, Dinamika Sistem

Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 3, lihat juga Manfred Ziemek, Pesantren dalam

Perubahan Sosial, terj. Butche B. Sundojo (Jakarta: P3M, 1986), 2. 5 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,

1982). 6 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat (Bandug: Pustaka, 1995), 4.

7Hanun Asrohah mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren memiliki ciri-ciri yang sama

dengan sistem madrasah, zawiyah dan halaqah di Timur Tengah. Baca Hanun Asrohah,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

3

mengatakan bahwa pesantren merupakan model pendidikan Islam yang

diadopsi dari sistem pendidikan di Timur Tengah. Menurut Abdurrahman

Wahid, bentuk dan sifat pesantren pada waktu itu, adalah sebagai lembaga

pendidikan agama (tafaqquh fi> al-di>n), sosial keagamaan, dan penyiaran

agama, dengan corak ajarannya yang fiqih-sufistik lengkap dengan orientasi

ukhrawinya.8

Dari sini dapat disimpulkan bahwa pesantren sebagai model

pendidikan merupakan “proses adopsi” sistem pendidikan Islam di Timur

Tengah dan sekolah Hindu-Budha di Jawa. Sistem pendidikan pesantren di

samping menyerap elemen-elemen yang ada pada sistem pendidikan Islam

Timur Tengah, juga menyerap elemen-elemen sistem pendidikan dan

keagamaan Hindu-Budha. Manifestasi corak ajaran yang fiqih-sufistik

tersebut, membawa santri berprilaku sakral pada kehidupan sehari-hari dan

kepekaan yang luar biasa terhadap kejadian-kejadian yang berkaitan dengan

hukum agama yaitu halal-haram, pahala-dosa dan sebagainya, sehingga

menimbulkan pribadi yang peka terhadap hal-hal yang bersifat ukhrawi, dan

kurang peka terhadap hal-hal-yang bersifat duniawi. Misalnya, santri lebih

peka terhadap “duri yang melintang di jalan” daripada sebuah “tanah yang

longsor” yang langsung menyangkut hajat hidup orang banyak meski sikap

tersebut tidak keliru.9

Kelembagaan Pesantren Asal-Usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa (Jakarta: Bagian

Proyek Peningkatan Informasi Penelitian dan Diklat Keagamaan, 2004), 153. 8 Abdurrahman Wahid, “Asal Usul Tradisi Keilmuan di Pesantren”, Jurnal Pesantren (Oktober-

Desember 1984), 7. 9 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 148-149.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

4

Zamakhsyari Dhofier melukiskan gambaran peran kunci pesantren

dalam penyebaran Islam dan proses pendidikannya sebagai berikut.

Lembaga-lembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak

keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam, dan yang memegang peranan

paling penting bagi penyebaran Islam sampai ke pelosok-pelososk.

Dari lembaga pesantren itulah asal-usul sejumlah manuskrip tentang

pengajaran Islam di Asia Tenggara. Untuk dapat memahami sejarah

Islamisasi di wilayah ini, kita harus mempelajari lembaga-lembaga

pesantren tersebut, karena lembaga inilah yang menjadi anak panah

penyebaran Islam di wilayah ini.10

Menurut Dhofier, karena tradisi itulah pesantren memiliki langkah-

langkah positif dalam melakukan transformasi sosial budaya di tingkat dasar.11

Sejalan dengan Dhofier, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa pesantren

memiliki ciri tersendiri yang spesifik, baik dari kyai sebagai sentral figurnya,

santri sebagai muridnya, kurikulum, tradisi, maupun masjid sebagai pusat

kegiatannya. Berbagai ciri khas inilah yang menjadikannya mampu bertahan

hingga kini, dan menjadikan diri pesantren sebagai agen of change bagi

masyarakat, walaupun banyak pendidikan formal dengan berbagai polanya

tumbuh berkembang di negeri ini.12

Pengembangan perguruan tinggi Islam pada mulanya didorong oleh

beberapa tujuan, yaitu: (1) untuk melaksanakan pengkajian dan

pengembangan ilmu-ilmu agama Islam pada tingkat yang lebih tinggi secara

sistematis dan terarah; (2) untuk melaksanakan pengembangan dan

10

Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren..., 17-18. 11

Ibid., 30. 12

Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren.....,27. Gus Dur menambahkan bahwa tiga unsur

pokok yang membangun sub kultur pesantren; pola kepemimpinan, literatur universal yang

dipelihara beberapa abad dan sistem nilainya, lihat Abdur Rahman Wahid. Bungai Rampai

Pesantren. Tt. ttp: CV. Darma Bhakti. 9.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

5

peningkatan dakwah Islamiyah, dan (3) untuk melakukan reproduksi dan

kaderisasi ulama dan fungsionaris keagamaan, baik pada kalangan birokrasi

negara maupun swasta, serta lembaga-lembaga sosial, dakwah, pendidikan dan

lain sebagainya.13

Jika dilihat dari kacamata historis ini, pesantren merupakan

suatu yang urgen untuk mewujudkan kaderisasi ulama di perguruan tinggi

Islam.

Malik Fajar menggambarkan adanya perbedaan antara tradisi

pendidikan di pesantren dan perguruan tinggi, ia mengatakan bahwa pesantren

mempunyai keunggulan dari segi moralitas tetapi minus tradisi rasionalitas,

meskipun mampu melahirkan pribadi yang tangguh secara moral, tetapi lemah

secara intelektual. Sebaliknya, perguruan tinggi mempunyai keunggulan dari

sisi rasionalitas dan ditambah pengayaan di bidang skill, tetapi minus

pengayaan moral. Dalam kenyataannya pendidikan tinggi hanya menghasilkan

manusia yang cerdas tetapi kurang mempunyai kepekaan etika dan moral.14

Dengan memperhatikan implikasi dari tradisi pendidikan tersebut, maka sudah

saatnya dicarikan usaha untuk mengintegrasikana antara pesantren dan

perguruan tinggi sehingga tercipta satu kesatuan antara moralitas-rasionalitas.

Menurut Imam Suprayogo, perguruan tinggi dan pesantren sebenarnya

memiliki akar budaya yang sama, yaitu sebagai lembaga pendidikan, hanya

berbeda dalam lingkungannya. Jika perguruan tinggi dan pesantren dapat

diintegrasikan dalam konteks yang integral, maka model atau sistem

13

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi.., 170. 14

Berbicara tentang sisi kelebihan pesantren, teringat dengan pemikiran dr.Sutomo tentang

anjurannya agar asas-asas sistem pendidikan pesantren digunakan sebagai dasar pembangunan

pendidikan nasional di Indonesia. Lihat, Ahmad Barizi (ed.), Holistik Pemikiran Pendidikan A.

Malik Fadjar (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), 219-220.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

6

pendidikannya akan menjadi alternatif pengembangan pendidikan tinggi di

Indonesia.15

Kemudian muncul pertanyaan, nilai-nilai apa saja yang dapat

diambil dari pesantren, kemudian dibumikan dalam tradisi pendidikan di

pergurauan tinggi?

Dalam hal ini, lembaga pesantren difungsikan untuk membangun

tradisi yang kokoh. Tradisi yang dimaksudkan disini adalah kebiasaan dan

adat istiadat yang bernuansa Islam. Misalnya, kebiasaan melakukan salat

berjama’ah, tadarrus al-Qur’an, salat malam, menghargai waktu, disiplin,

menghormati sesama kolega, menghargai ilmu sampai pada karakter atau

watak dalam melakukan pilihan-pilihan teknologi dan managemen modern

sebagai produk ilmu pengetahuan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Bilgrami menawarkan konsep

Universitas Islam. Dia mengatakan, tujuan universitas Islam bukan sekedar

menyelenggarakan “pendidikan tinggi”, tetapi universitas Islam harus

mencetak sarjana-sarjana di bidang ilmu-ilmu keislaman dan bersedia

menyebarkan ilmu tersebut ke dalam ilmu pengetahuan modern. Di samping

itu, juga mencetak orang-orang yang mendalami ilmunya dalam berbagai

cabang ilmu pengetahuan, yaitu teknik, sosial dan budaya, serta sains.16

Pola

ini sebagai upaya untuk mengintegrasikan perguruan tinggi dengan pesantren,

sebagaimana dapat dipahami dari sejarah berdirinya Universitas Islam Al-

Azhar di Mesir yang berawal dari masjid jami’Al-Azhar. Kemudian

15

Imam Suprayogo, Hubungan antara Perguruan Tinggi dan Pesantren (Malang: Malang Press,

2007), 45. 16

Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid Ali Asyraf, Konsep Universitas Islam, terj. Mahnun Husein

(Yogya: Tiara Wacana, t.t), 60.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

7

menjelang akhir abad ke-18, masjid Al-Azhar telah berubah menjadi

universitas hebat di Mesir, karena telah memiliki staf pengajar yang terdiri

dari 50 orang guru besar. 17

Hasil penelitian Djubaidi tentang madrasah dan pesantren menemukan

bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang inklusif, sehingga

memungkinkan dirinya untuk membuka madrasah atau sekolah-sekolah

lainnya. Dengan demikian, dunia pesantren sudah tidak lagi eksklusif dan

dianggap pinggiran, tetapi justru dianggap sebagai salah satu alternatif bagi

pengembangan perguruan tinggi di masa mendatang.18

Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, pondok pesantren merupakan

dasar dan sumber pendidikan Nasional karena sesuai dan selaras dengan jiwa

dan kepribadian bangsa Indonesia. Pada gilirannya, pesantren juga mendirikan

madrasah-madrasah. Pendirian madrasah di pesantren semakin menemukan

momentumnya semenjak KH. Ahmad Wahid Hasyim menjabat sebagai

Menteri Agama. Ia melakukan pembaharuan pendidikan Islam melalui

peraturan Menteri Agama nomor 3 tahun 1950, yang menginstruksikan

pemberian pelajaran umum di madrasah dan memberikan pelajaran agama di

sekolah negeri dan swasta.

Pesantren tidak hanya mengadopsi madrasah, tetapi juga mendirikan

sekolah-sekolah umum. Pesantren lebih membuka kelembagaan dan fasilitas-

17

Al-Azhar didirikan oleh Jendral Jauhar dari dinasti Daulah Fathimiyah di Kairo. Semua lembaga

pendidikan Islam pada saat itu, ia ditempatkan di masjid. Masjid ini diberi nama julukan salah

seorang putri Nabi, Fatimah az-Zahra. Lembaga pendidikan tersebut untuk mendidik orang-orang

yang akan menyiarkan aliran Syiah Fathimiyah, maka ia berkembang menjadi satu sistem terpadu

untuk mendidik calon-calon muballig. Baca Bilgrami, Konsep Universitas Islam......., 39-40. 18

Djubaidi dalam Marzuqi Wahid, Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan

Trasnformas Pesantren (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 56.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

8

fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum.19

Pesantren yang

pertama mendirikan SMP dan SMA adalah pesantren Tebu Ireng Jombang.

Langkah ini kemudian diikuti oleh pesantren-pesantren lain, bahkan

belakangan pesantren berlomba-lomba mendirikan sekolah-sekolah umum

maupun perguruan tinggi untuk mengikuti tuntutan masyarakat agar santri

bisa belajar pengetahuan agama dan menguasai pengetahuan umum seperti

murid-murid di sekolah umum yang lain.20

Sebagaimana diketahui, dewasa ini hampir di setiap pesantren terdapat

jenis-jenis pendidikan: (1) pesantren yang hanya mempelajari agama dengan

kitab-kitab keagamaan klasik atau “kitab kuning” dan berbentuk non formal,

(2) madrasah, (3) sekolah umum, (4) perguruan tinggi, baik agama maupun

umum. Tiga jenis pendidikan yang terakhir ini berbentuk formal, tetapi

keempatnya hidup dalam satu kampus pesantren.

Namun pada tahun 1992-an yang terjadi sebaliknya, ada beberapa

perguruan tinggi yang mendirikan pesantren. Misalnya, Pesantren Mahasiswa

Al-Hikam Malang berdiri pada tanggal 21 Maret 1992 bertujuan

menggabungkan sisi positif perguruan tinggi dan pesantren untuk

mewujudkan generasi yang menguasai IPTEK, berbudi pekerti luhur dan

berkepribadian Indonesia.21

Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)

mendirikan pesantren mahasiswa. Program ini dilaksanakan selama 1 tahun

setiap angkatannya untuk Program Reguler, 3 tahun bagi mahasiswa Program

Double Degree, dan selama studi bagi mahasiswa kelas internasional. Materi

19

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 55. 20

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren......., 150. 21

http://www.al-hikam.or.id/, diakses tanggal, 12 Pebruari 2011.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

9

pokoknya terdiri atas; Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Tahsin

al-Qur'an, Kepemimpinan, dan Soft Skills. Pembinaan aktivitas hidup meliputi

ibadah, muamalah, pembentukan kepribadian (akhlaq), dan penguasaan

ketrampilan berbahasa Arab dan Inggris.22

Tahun 1999 STAIN Malang, saat ini bernama Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim, mendirikan Ma’had Sunan Ampel Al-Aly

sebagai institusi penting di STAIN Malang. Mulai tahun 2000 STAIN

Malang mewajibkan mahasiswa semester pertama dan kedua atau satu tahun

penuh untuk belajar bahasa Arab dan Inggris intensif dari jam 14.00-20.00

WIB di Ma’had tersebut.23

Pada tahun 2005, IAIN Sunan Ampel Surabaya mendirikan Pesantren

Mahasiswa yang merupakan salah satu unit yang ada di lingkungan IAIN

Sunan Ampel. Visi pesantren ini yaitu melahirkan generasi yang Faqihu

Zama>nihi (ahli fiqh kontemporer). Program yang dikembangkan di pesantren

tersebut, yaitu memadukan sistem pendidikan yang ada di Universitas al-

Azhar Kairo Mesir dengan sistem pendidikan di Eropa.24

Universitas Maskumambang Gresik mendirikan Ma’had Aly di

lingkungan kampus pada tahun 2007, dengan mengintegrasikan antara

metode pembelajaran di ma’had dengan perguruan tinggi, bertujuan untuk

22

“Program Pesantren Mahasiswa (PESMA-UMS) (Khusus Mahasiswa Internasional)”,

http://pmb.ums.ac.id/?q=pesma, diakses tanggal 9 Maret 2011. 23

Ahmad Barizi, Holistika Pemikiran Pendidikan….., 224. 24

Profil Pesantren Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2005, 4-5. Secara historis, embrio

pesantren mahasiswa telah muncul pada era 1980-an yang ditandai semangat keberagamaan

mahasiswa di beberapa kampus. Semangat religius ini dapat dipahami saat merujuk pada pengaruh

Revolusi Iran yang merasuk di beberapa negara (termasuk Indonesia). Akan tetapi, secara genetis,

embrio pesantren mahasiswa dapat ditelusuri saat pesantren mahasiswa Darul Falah di sekitar

kampus IPB Bandung pada dekade 1980-an. Rizal Mumazziq Z, “Pesantren Mahasiswa…..”,

Kompas (16-3-2006), D.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

10

mencetak generasi muslim yang memiliki kompetensi dan komitmen terhadap

persoalan-persoalan umat Islam khususnya persoalan pendidikan.

Para pendiri PTAI tersebut di atas menilai bahwa lulusan PTAI adalah

calon-calon pemimpin masyarakat Indonesia ke depan dan menjadi panutan

masyarakat secara luas, utamanya di bidang keagamaan. Masyarakat tidak

akan bertanya "dia lulusan apa", tetapi yang dipahami masyarakat adalah dia

lulusan PTAI, yang notabennya ahli dalam bidang keagamaan, meskipun

sebenarnya dia sarjana biologi, matematika, dan sebagainya. Mengingat

masalah ini, maka para pendiri PTAI menilai bahwa lulusan PTAI harus

memiliki dua kemampuan yang seimbang, yaitu keagamaan dan keilmuan

professional. Untuk mematangkan aspek keilmuan dan profesionalitas,

biasanya perguruan tinggi membimbingnya lewat jalur perkuliahan di fakultas

masing-masing. Sedangkan untuk membimbing aspek keagamaan dan

spiritualitas, mereka tidak cukup waktu untuk melakukannya di bangku

kuliah. Karena itu menurut para pendiri PTAI, perlu ada sarana lain di luar

perkuliahan regular yang harus ditangani oleh PTAI untuk membimbing aspek

keagamaan dan spiritualitas mahasiswa, sehingga para pendiri PTAI

membangun Pesantren Mahasiswa/Pesantren Tinggi sebagai jalan keluarnya.

Mukti Ali menjelaskan bahwa ulama tidak pernah lahir dari lembaga

pendidikan selain pesantren. Ulama selalu lahir dari pesantren. Berangkat dari

pandangan ini, menurut Imam Suprayogo lembaga pendidikan tinggi Islam

harus diformat dalam bentuk integrasi antara perguruan tinggi dan pesantren.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

11

Tradisi perguruan tinggi diharapkan bisa melahirkan sosok intelek, sedangkan

pesantren diharapkan bisa melahirkan sosok ulama.25

Menurut Abd A’la, pesantren adalah laboratorium yang berbasis

cultural, sehingga keberadaannya merupakan sesuatu keniscayaan, karena

belajar agama tanpa dibarengi dengan basis cultural itu, seperti belajar ilmu

eksak tanpa laboratorium, sehingga bagi PTAI, adanya pesantren adalah

sebuah keharusan.26

Melihat fenomena tersebut di atas, bagaimana cara

mengintegrasikan dua sistem pendidikan tersebut?

Universitas Islam Negeri Maliki Malang merupakan salah satu

Perguruan Tinggi Agama Islam yang menggunakan sistem penyelenggaraan

pendidikan tinggi integratif yaitu sistem pendidikan dan tradisi di Ma’had

Sunan Ampel Al-Aly diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan di UIN

Maliki Malang.

UIN Malang memandang keberhasilan pendidikan mahasiswa, apabila

mereka memiliki identitas sebagai seseorang yang mempunyai: (1) ilmu

pengetahuan yang luas, (2) penglihatan yang tajam, (3) otak yang cerdas, (4)

hati yang lembut dan (5) semangat tinggi karena Allah. Untuk mencapai

keberhasilan tersebut, kegiatan kependidikan di UIN Malang, baik kurikuler,

ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler--diintegrasikan dengan Ma’had Sunan

Ampel Al-Aly, serta diarahkan pada pemberdayaan potensi dan kegemaran

mahasiswa untuk mencapai target profil lulusan yang memiliki ciri-ciri: (1)

kemandirian, (2) siap berkompetisi dengan lulusan Perguruan Tinggi lain, (3)

25

Imam Suprayogo, Universitas Islam Unggul Refleksi Pemikiran Pengembangan Kelembagaan

dan Reformulasi Paradigma Keilmuan Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2009), 190. 26

Abd A’la, Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: LkiS, 2006), 15.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

12

berwawasan akademik global, (4) kemampuan memimpin/sebagai penggerak

umat, (5) bertanggung jawab dalam mengembangkan agama Islam di tengah-

tengah masyarakat, (6) berjiwa besar, selalu peduli pada orang lain/gemar

berkorban untuk kemajuan bersama, dan (7) kemampuan menjadi tauladan

bagi masyarakat sekelilingnya, dan mewujudkan lembaga pendidikan tinggi

Islam yang ilmiah-religius, sekaligus sebagai bentuk penguatan terhadap

pembentukan lulusan yang “intelek-profesional yang ulama’ atau ulama’ yang

intelek-profesional”. 27

Menteri Agama RI, -pada saat itu- Maftuh Basyuni juga mengacungi

jempol terhadap UIN Malang. Ia mengatakan akan menerapkan program ke-

ma’had-an seperti yang ada di UIN Malang pada seluruh Perguruan Tinggi

Islam di Indonesia, sebagai pendukung pembelajaran mahasiswa yang berlatar

belakang Islam.28

Gaung UIN Malang memang tidak bisa dilepaskan dari

adanya Ma’had Aly, karena Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN Malang yang

mempunyai lima gedung untuk mahasiswa yaitu gedung Ghazali, Farabi, Ibnu

Sina, Ibnu Khaldun dan Ibnu Ruysd, dan empat gedung untuk mahasiswi yaitu

gedung Khadijah Al-Kubra, Ummu Salamah, Asma’Binti Abubakar, dan

Fatimatuz Zahrah, dengan menerapkan program bilingual (Arab-Inggris) telah

banyak mendukung dan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap

27

Pedoman Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Tahun Akademik 2006/2007,

144-145. 28

Disampaikan pada saat meresmikan Bisnis Center UIN Malang, sedangkan tahap I

pembangunan ma’had akan dilakukan pada 5 kota yaitu di UIN Jakarta, UINYogyakarta, IAIN

Surabaya, Makasar dan Medan. GEMA Media Informasi dan Kebijakan Kampus edisi 25

November- Desember 2006, hal. 7.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

13

perkembangan UIN sebagai Pusat Peradaban Islam (center of Islamic

civilization) dan pusat keunggulan (center of excellence).

Berangkat dari latar belakang di atas, UIN Maliki Malang

mengintegrasikan sistem pendidikan pesantren dan perguruan tinggi menjadi

satu kesatuan, yang berbeda dengan beberapa lembaga pendidikan tinggi

lainnya, sehingga model integrasi di UIN Maliki Malang menarik untuk

diteliti dan dapat dijadikan salah satu alternatif bagi pengembangan perguruan

tinggi Islam lainnya. Sehingga bagaimana proses dan model integrasi yang

dikembangkan oleh UIN Maliki Malang dapat di publikasikan.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dalam konteks pendidikan, usaha integrasi ilmu agama dan ilmu

umum pernah dilakukan oleh M. Natsir. Dia mengatakan bahwa pendidikan

Islam yang integral tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama.

Karena penyatuan antara sistem-sistem pendidikan Islam adalah tuntutan

aqidah Islam.

Usaha Natsir untuk mengintegrasikan sistem pendidikan Islam

direalisasikan dengan mendirikan lembaga pendidikan Islam, yang menyatukan

dua kurikulum yaitu antara kurikulum sekolah tradisional yang banyak memuat

pelajaran agama dan sekolah Barat yang memuat pelajaran umum.29

Begitu juga pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan

oleh Mukti Ali dalam usahanya memformulasikan lembaga madarasah dan

pesantren dengan cara memasukkan materi pelajaran umum ke dalam lembaga-

29

Abuddin Nata, dkk., Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2005), 149.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

14

lembaga yang pendiriannya diorientasikan untuk tafaqquh fi> al-di>n.

Sebagaimana gagasan Harun Nasution dalam upayanya menghilangkan

dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum di lembaga pendidikan

tinggi Islam, khususnya IAIN Jakarta dengan cara pendekatan kelembagaan

dan kurikulum. Pendekatan kelembagaan telah merubah status IAIN Jakarta

menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) yang berimplikasi pada

pengembangan kurikulum pendidikan.

Namun pembaharuan pendidikan dengan menggunakan model

pendekatan di atas mempunyai kelemahan, yaitu; pertama, akar keilmuan yang

berbeda antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Ilmu agama bersumber

dari wahyu dan berorientasi ketuhanan, sedangkan ilmu-ilmu umum bersumber

pada empirisme dan berorientasikan kemanusiaan. Kedua, modernisasi dan

Islamisasi ilmu pengetahuan melalui kurikulum dan kelembagaan, walaupun

dilakukan dengan tujuan terciptanya integralisme dan integrasi keilmuan Islam

dan umum, sampai kapanpun akan menyisakan dikotomi keilmuan.

Implementasi pembagian kurikulum dalam lembaga pendidikan yang

dinyatakan telah melaksanakan integralisasi misalnya UIN, yang tetap

mengelompokkan mata kuliah ilmu-ilmu agama dan mata kuliah ilmu-ilmu

umum “belum” bisa mewujudkan proses Islamisasi ilmu pengetahuan.

Integralisasi yang terjadi adalah proses Islamisasi kelembagaan dan proses

Islamisasi kurikulum.30

30

Ibid., 150.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

15

Setelah permasalahan teridentifikasi, guna menghindari salah tafsir

dalam kajian ini, maka perlu dibatasi masalahnya sebagai berikut:

Kajian tentang integrasi pesantren ke dalam sistem pendidikan tinggi

Islam di UIN Maliki Malang, dibatasi pada dua aspek penting yaitu

menyangkut integrasi kelembagaan dan integrasi kurikulum pendidikan UIN

dan kurikulum ma’had. Karena Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN Malang

bukan sekedar sebagai pengganti tempat kos mahasiswa, melainkan

difungsikan sebagai bagian penting dari proses pendidikan yang harus dilalui

oleh semua mahasiswa UIN Maliki Malang. Posisi ma’had sangat strategis dan

utama. Karena itulah, UIN Malang memiliki rukun universitas atau arka>n al-

ja>mi’ah yang berjumlah 9 (sembilan) dengan urutan sebagai berikut. 1) Dosen,

2) Masjid, 3) Ma’had, 4) Perpustakaan, 5) Laboratorium, 6) Ruang kuliah, 7)

Perkantoran sebagai sarana pelayanan mahasiswa, 8) Pusat pengembangan seni

dan olah raga, dan 9) Sumber pendanaan yang luas dan kuat.31

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana model integrasi Ma’had Sunan Ampel Al-Aly ke dalam sistem

pendidikan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang?

2. Apa yang melatar belakangi integrasi Ma’had Sunan Ampel Al-Aly ke

dalam sistem pendidikan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang?

31

Imam Suprayogo, Universitas Islam Unggul...., 194.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

16

D.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendeskripsikan model integrasi Ma’had Sunan Ampel Al-Aly ke

dalam sistem pendidikan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

2. Untuk mengetahui latar belakang integrasi Ma’had Sunan Ampel Al-Aly

ke dalam sistem pendidikan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

tidak hanya dalam tataran teoritik, tetapi juga dapat memberikan kontribusi

yang aplikatif pada tataran praktis, atau dalam bahasa Worsley disebut dengan

kegunaan secara formal dan substantif.32

Kegunaan secara formal dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk: a) mengembangkankan konsep Mastuhu,

bahwa integrasi pesantren tidak hanya berfungsi sebagai asrama (boarding

school), tetapi juga sebagai forum dialog untuk mengembangkan ilmu. b)

melanjutkan teori Bilgrami tentang konsep universitas Islam yaitu pertama,

memiliki konsep keilmuan yang integratif antara ilmu naqliyyah dan ilmu

aqliyyah; kedua, rekonstruksi kelembagaan, yaitu menjadikan lembaga studi

ilmu-ilmu naqliyah sebagai bagian dari universitas; ketiga, pengembangan

kepribadian individu.

Sedangkan sacara substantif diharapkan penelitian ini dapat

memberikan bahan masukan berharga bagi: a) para pengambil kebijakan,

misalnya Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementrian Agama RI yang

32

Peter Worsley, Introducing Sociology (England: Penguin Books, 1970), 50.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

17

memandang bahwa pendirian Ma’had al-Ja>mi'ah dirasa urgen bagi upaya

merealisasikan program integral yang sistematis, sejalan dengan Sistem

Pendidikan Nasional dan visi-misi Kementrian Agama Republik Indonesia. b)

para penglola PTAI, sebagai dasar lokakarya dalam mengembangkan model

integrasi pesantren ke dalam sistem pendidikan tinggi Islam. c) peneliti-peneliti

berikutnya mengenai pelaksanaan integrasi pesantren dalam sistem pendidikan

tinggi Islam, dan sebagai tawaran pemikiran tentang strategi pengembangan

kelembagaan di bawah naungan Diktis Kementrian Agama RI.

F. Penjelasan Konsep

Penjelasan konsep-konsep yang dipakai dalam penelitian ini, sesuai

dengan judul penelitian yaitu "Integrasi Pesantren ke dalam Sistem Pendidikan

Perguruan Tinggi Agama Islam (Studi di Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang )". Penjelasan konsep ini bertujuan untuk membatasi

dan menghindari timbulnya penafsiran makna lain. Berikut uraian penjelasan

konsep tersebut :

1. Integrasi Pesantren

Integrasi berasal dari bahasa Inggris "integration" yang berarti

kesempurnaan atau keseluruhan. Poerwadarminto mengartikan integrasi

adalah penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh.33

Dalam ilmu sosial, integrasi dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara

unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga

menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian

33

W.Y.S. Poerwadarminto, Konsorsium Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), 384.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

18

fungsi.34 Misalnya integrasi orang Cina ke dalam tubuh bangsa Indonesia

tanpa kehilangan identitas dan tata kehidupannya yang serba eksklusif, dan

mereka merupakan suku baru yang setingkat dengan suku Jawa, Sunda, dan

sebagainya.35 Integrasi dapat terjadi pada bidang politik, budaya, maupun

pendidikan.

Ciri khas pesantren menurut Zamakhsyari Dhofier memiliki lima

komponen yaitu; (1) kyai yang mendidik dan mengajar, (2) santri yang

belajar, (3) masjid, (4) pondok atau asrama, dan (5) pengajian kitab

kuning.36

Kyai dan pengurus Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN Maliki

Malang adalah dosen-dosen UIN yang memiliki pengetahuan dan

pemahaman tentang keislaman yang bagus dan diangkat oleh Rektor.

Sedangkan santri Ma’had Sunan Ampel Al-Aly adalah mahasiswa semester

I dan II UIN Maliki Malang. Kajian kitab kuning di Ma’had Sunan Ampel

al-Aly disebut Ta’li >m al-Afka>r dengan menggunakan kitab Qa>mi’ al-

Tughya>n dan al-Tadhhi>b, dan Ta’li >m al-Qur’a>n menggunakan kitab Tafsi>r

al-Afka>m.

34

Dalam hal ini, bentuk integrasi sosial ada dua, yaitu assimilasi dan akulturasi. Assimilasi adalah

pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli, contoh etnis

keturunan Tionghoa yang berada di Indonesia. Mereka datang sejak masa penjajahan Belanda di

Indonesia. Para etnis keturunan Tionghoa ini menjadi penguasa lahan ekonomi di Indonesia,

hampir semua lahan ekonomi, sebelum tahun 1998, dikuasai oleh mereka. Tapi mereka kurang

melebur dengan masyarakat asli pribumi Indonesia, akhirnya pada kerusuhan 1998, merekalah

yang menjadi sasaran utama. Setelah itu, para imigran Tionghoa ini memahami pentingnya

integrasi budaya. http://lowongankerjabaru.net/search/contoh+asimilasi+kebudayaan. Sedangkan

akulturasi yaitu penerimaan sebagian unsur-usur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli,

misalnya, adat Sekaten yang merupakan percampuran antara budaya Islam dengan budaya Jawa di

mana struktur dari keduanya masih dapat terlihat walaupun sudah bercampur. Lihat, Tim

Penyusun, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 7 (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989),189. 35

Yayasan Tunas Bangsa, Lahirnya Konsep Assimilasi (Jakarta: Gramedia, 1977), 14. 36

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren......, 82.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

19

Asrama di UIN Maliki Malang disebut Ma’had Aly bukan pondok

pesantren dengan alasan agar memberi kesan bahwa lokasi itu benar-benar

dimaksudkan sebagai tempat yang memiliki nuansa pendidikan Islam bagi

mahasiswa. Penyebutan nama ma’had dan bukan asrama atau bukan pondok

pesantren memiliki maksud tersendiri. Jika disebut asrama, dikhawatirkan

melahirkan kesan bahwa bangunan itu hanya semata-mata dijadikan tempat

tinggal sebagai pengganti rumah kos mahasiswa. Juga tidak disebut pondok

pesantren, melainkan disebut Ma’had Aly. 37

Sedangkan maksud integrasi pesantren dalam penelitian ini adalah

mengintegrasikan beberapa komponen di Ma’had Sunan Ampel Al-Aly

seperti program peningkatan kompetensi akademik meliputi Ta’li>m al-

Afka>r dan Ta’li >m al-Qur’a>n sebagai prasarat untuk mengambil mata kuliah

Studi Keislaman dan prasyarat ujian komprehensif di UIN Maliki Malang,

khatm al-Qur’a>n, dan hifz} al-Qur’a>n. Program peningkatan kompetensi

kebahasaan misalnya, S}aba>h} al-Lughah sebagai pengayaan kompetensi

bahasa Arab dan Inggris bagi mahasiswa UIN Maliki Malang. Program

peningkatan kompetensi ketrampilan, dan program peningkatan kualitas dan

kuantitas ibadah seperti salat berjamaah, puasa sunnah Senin dan Kamis.

Oleh karena itu, keberadaan Ma’had Sunan Ampel Al-Aly dapat digunakan

sebagai sarana untuk mengembangkan kultur Islami di UIN Maliki Malang.

Dan secara kelembagaan maksud integrasi disini adalah memadukan

37

Tim Penyusun, Panduan Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN Malik Ibrahim Malang, 2006, 5.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

20

lembaga-lembaga studi naqliyyah seperti LKQS, HTQ, PKSI, dll. dalam

sistem pendidikan UIN Maliki Malang.

2. Sistem Pendidikan UIN Maliki Malang

Sistem pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-

unsur pendidikan yang bekerjasama secara terpadu dan saling melengkapi

satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan

bersama. UIN Maliki Malang memiliki ciri khusus sebagai implikasi dari

model pengembangan keilmuannya adalah keharusan seluruh anggota

civitas akademika menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris. Melalui

bahasa Arab, diharapkan mereka mampu melakukan kajian Islam melalui

sumber aslinya yaitu al-Qur’an dan Hadith dan melalui bahasa Inggris

mereka diharapkan mampu mengkaji ilmu-ilmu umum dan modern, selain

sebagai piranti komunikasi global. Karena itu pula, universitas ini disebut

bilingual university. Untuk mencapai maksud tersebut, dikembangkan

ma’had di mana seluruh mahasiswa tahun pertama harus tinggal di ma’had.

Karena itu, sistem pendidikan di UIN Malang merupakan integrasi antara

tradisi universitas dan ma’had.

G. State of the Arts Kajian Terkait

Penelitian tentang pesantren, sistem pendidikan Islam, dan integrasi

sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Namun demikian, dari beberapa

penelitian yang dilakukan masih ada beberapa persoalan yang belum terungkap

dalam melihat persoalan yang terkait dengan integrasi pesantren dalam sistem

pendidikan tinggi Islam, misalnya belum diungkap mengenai latar belakang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

21

adanya integrasi pesantren dalam sistem pendidikan tinggi Islam dan model

integrasi pesantren dalam sistem pendidikan tinggi Islam. Oleh karena itu,

penelitian yang hendak dilakukan di sini berusaha mengungkap masalah-

masalah baru yang belum diteliti dan berusaha mencari celah beberapa

penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Atau, kalaupun

ada sebagian yang sama, penelitian ini berusaha mengembangkan dan

memperdalam temuan lebih lanjut.

1. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pesantren sudah banyak mendapat perhatian dari

para ahli dengan menggunakan berbagai pendekatan. Kajian Zamakhsyari

Dhofier mengenai Tradisi Pesantren, Studi Kasus tentang Pandangan Hidup

Kyai yang mengambil obyek penelitian di pondok pesantren Tebuireng dan

pesantren kecil Tegalsari di kota Salatiga. Dengan menggunakan pendekatan

historis dan etnografis, Dhofier menjelaskan tentang tradisi pesantren, seperti

metode pembelajaran di pesantren, kitab-kitab yang dianggap mu’tabar di

pesantren, hubungan pesantren dan tarekat serta geneologi kyai dan jaringan

intelektualnya. Dhofier tidak sependapat dengan pendekatan dikotomi

tradisional modernisme yang digunakan oleh Geertz dan Deliar Noer dalam

mengkaji Islam di Jawa. Oleh karena itu, dia mempelajari pesantren dari

sudut “continuity and change” atau pola kesinambungan dan perubahan-

perubahan yang dialami oleh pondok pesantren. Temuan dalam penelitian ini

adalah para kyai mengambil sikap yang arif dalam menyelenggarakan

modernisasi lembaga-lembaga pesantren di tengah-tengah perubahan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

22

masyarakat Jawa, tanpa meninggalkan aspek-aspek positif daripada sistem

pendidikan Islam tradisional.38

Karel A. Steenbrink menulis Pesantren, Madrasah, Sekolah:

Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Penelitian kualitatif tentang pondok

pesantren, madrasah, sekolah dengan pendekatan historis ini, meninjau

perkembangan pondok pesantren dari zaman Kolonial Belanda hingga zaman

Kemerdekaan Indonesia, yaitu dari pondok pesantren murni hingga

didirikannya madrasah dan sekolah di pondok pesantren. Penelitian

Steenbrink menekankan pada proses perkembangan pembaharuan pendidikan

Islam, dengan dimasukkannya mata pelajaran umum ke dalam madrasah dan

didirikannya sekolah umum di pondok pesantren, sehingga Steenbrink

berpendapat telah terjadi dualisme dalam pendidikan Islam.39

Manfred Ziemeck menulis buku berjudul Pesantren Islamische

Building in Sozialen Wandel yang merupakan disertasinya di Universitas

Frankfrut, Jerman Barat, 1983, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dengan judul Pesantren dalam Perubahan Sosial. Buku ini tidak

hanya menguraikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam an

sich, tetapi juga pada peninjauan analitis tentang peran dan fungsi pondok

pesantren bagi proses pengembangan desa.40

Martin van Bruinessen menulis buku berjudul Kitab Kuning,

Pesantren dan Tarekat. Dengan menggunakan pendekatan historis, Martin

38

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Kasus tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:

LP3ES, 1982). 39

Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern

(Jakarta: LP3ES, 1986). 40

Manfred Ziemeck, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

23

mengungkapkan pesantren sebagai tempat pengajaran agama Islam,

khususnya di Jawa. Ia mengatakan bahwa munculnya pesantren ini untuk

mentransmisikan Islam tradisional, sebagaimana terdapat pada kitab-kitab

klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Keilmuan Islam tradisional

sebagaimana yang dilihat Martin berkisar pada paham aqidah al-Asy’ari,

madhhab fiqh al-Syafi’i, dan ajaran akhlak tasawuf al-Ghazali. Sebagian besar

kitab yang dipelajari di pondok pesantren tradisional adalah ilmu-ilmu alat

yang berupa gramatika bahasa Arab. Dalam pembahasan lain, ia

mengungkapkan bahwa tradisi pesantren bernafaskan sufistik, karenanya

tarekat dapat hidup dan berkembang di pesantren.41

Sabarudin, meneliti tentang: Pesantren Menjawab Realitas Sosial

(Studi Liberasi Pendidikan di Ma’had Aly PP Salafiyah Syafi’iyah Situbondo).

Dia mengatakan bahwa dunia pesantren yang selama ini dianggap sebagai

dunia yang tradisional ternyata tidak seluruhnya benar. Misalnya proses

pembelajaran di Ma’had Aly PP Salafiyah Syafi’iyah Situbondo lebih

menekankan pada pemikiran kritis mahasiswanya dengan kombinasi antara

pendekatan ta’aqquli > dan ta’abbudi >, sehingga mahasiswa lebih berani dan

kontekstual dalam merespon berbagai isu-isu aktual dan kontemporer. Ada

tiga pendekatan yang digunakan dalam pembelajarannya, yaitu; pertama,

pendekatan tekstual, untuk memahami beberapa teks secara lughawiyah,

h}arfiyah, dan takbiriyah. Kedua, pendekatan kontekstual, untuk memahami

beberapa teks secara cermat dan kritis dan dititikberatkan pada maqa>s}id al-

41

Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Bandung: Pustaka, 1995).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

24

shar’iyyah. Ketiga, pendekatan kritis, melatih diri untuk melihat beberapa

karya para imam mujtahid dengan komparasi kitab-kitab klasik dan referensi

kontemporer. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan adalah;

diskusi, munadlarah, penugasan, dan kajian kitab.42

Marzuki Wahid, meneliti tentang Ma’had Aly: Nestapa

Tradisionalisme dan Tradisi Akademik yang Hilang. Dia mengatakan bahwa

kemunculan ma’had aly merupakan barang langka, karena tidak semua

pondok pesantren mampu membuka dan menyelenggarakan pendidikan

ma’had aly. Dia mengklasifikasikan pengertian ma’had aly menjadi dua, yaitu

pengertian institusional dan substansial. Ma’had aly institusional disebut

apabila secara kelembagaan organisasional dan administratif memang

terdapat suatu penyelenggaraan pendidikan tingkat tinggi yang berbasis pada

tradisi intelektual dan keilmuan pesantren, seperti ma’had aly Salafiyyah

Syafiiyah Situbondo, ma’had aly al-Hikmah Sirampog Brebes, dll. Kemudian

apabila tidak ditemukan kerangka kelembagaan dan organisasi-adminiatratif

yang secara khusus menangani sistem penyelengaraan ini, sebagaimana

umumnya pondok pesantren, tetapi dalam praktek terus menerus dilaksanakan

dan terselenggarakan, bahkan menjadi denyut nadi perkembangan

pendidikannya, disebut ma’had aly substansial, seperti pondok pesantren

Lirboyo, Kediri, pondok pesanren Maslakul Huda Kajen Pati, pondok

pesantren Sidogiri Pasuruan, dll.43

42

Sabaruddin, “Pesantren Menjawab Realitas Sosial (Studi Liberasi Pendidikan di Ma’had Ali PP

Salafiyah Syafi’iyah Situbondo)”, Jurnal Aplikasia, Vol. VII. No. 1 (Juni 2006), 70-87. 43

Marzuki Wahid, “ Ma’had Aly: Nestapa Tradisionalisme dan Tradisi Akademik yang Hilang”,

Jurnal Istiqro’, Vol. 04, No. 01 (2006), 96-107.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

25

Mastuhu menulis Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu

Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Ia menyatakan

bahwa pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam di Indonesia

yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan

mengamalkannya, atau sering disebut tafaqquh fi > al-di>n. Penelitian kualitatif

yang menggunakan metode grounded research ini menyimpulkan adanya

beberapa butir positif, butir negatif dan butir plus-minus dari sistem

pendidikan pesantren. Menurut Mastuhu yang termasuk butir positif dari

sistem pesantren yang perlu dikembangkan, antara lain; 1) tugas pendidikan

adalah untuk mengembangkan daya-daya posistif dan mencegah timbulnya

daya-daya negatif; 2) lembaga pendidikan pesantren di pandang sebagai

tempat mencari ilmu dan mengabdi, bukan tempat mencari kelas dan ijazah.

Butir-butir negatif pesantren yang tidak perlu dikembangkan antara lain; 1)

pandangan bahwa ilmu adalah sudah mapan dan dapat diperoleh melalui

berkah kyai; 2) apa-apa yang diajarkan oleh kyai, ustadh, kitab-kitab agama

diterima sebagai kebenaran. Sedangkan butir-butir plus-minus adalah butir-

butir yang perlu dikembangkan dari sistem pendidikan pesantren tradisional,

tetapi perlu penyempurnaan, seperti; 1) sistem asrama, yang harus bisa

berfungsi sebagai forum dialog untuk mengembangkan ilmu; 2) metode

halaqah dikembangkan menjadi sarana untuk mengembangkan kepribadian

intelektual, bukan hanya untuk menghafal; 3) jenis kepemimpinan kharismatik

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

26

perlu dilengkapi dengan kepemimpinan rasional agar lebih mampu

menghadapi zaman.44

Ridlwan Nasir menulis Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal

Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, mengkaji dinamika sistem

pendidikan meliputi: model pendidikan pesantren, model pendidikan

madrasah, dan model pendidikan sekolah umum, dan mengambil obyek

penelitian pada beberapa pondok pesantren di kabupaten Jombang Jawa

Timur. Kemudian ketiga model tersebut dibandingkan, dan Ridlwan Nasir

telah menemukan format atau model pendidikan pesantren yang ideal untuk

membentuk kepribadian santri.45

Sembodo Ardi Widodo meneliti tentang Pendidikan Islam Pesantren

(Studi Komparatif Struktur Keilmuan Kitab Kuning dan Implementasinya di

Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan Mualimin Muhammadiyah

Yogyakarta), menggunakan teori strukturalisme Piaget dan teori al-Jabiri yaitu

episteme baya>ni>, irfa>ni> dan burha>ni>. Dia mengungkapkan jaringan sistem

nalar atau struktur keilmuan yang ada dalam kitab kuning yang diajarkan di

kedua pesantren tersebut. Dia menyimpulkan bahwa metode pengajaran kitab

kuning di Tebuireng bersifat operatif, metode yang digunakan yaitu ceramah,

tanya jawab dan hafalan di madrasah; bandongan dan sorogan dalam

pengajian-pengajian kitab; dan diskusi. Sementara metode pengajaran di

Muallimin hanya satu jalur yaitu pengajaran di kelas yaitu metode ceramah,

44

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem

Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994). 45

Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus

Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

27

tanya jawab dan hafalan, dan tidak ada jalur pengembangan pengajian kitab

muqarra >r, sehingga pengajarannya cenderung bersifat figuratif.46

H. A. Masjkur Anhari mengkaji Integrasi Sekolah ke dalam Sistem

Pendidikan Pesantren (Studi Kasus di Pesantren Darul Ulmum Jombang

Jawa Timur). Dia menyatakan bahwa integrasi dilakukan sebagai upaya

perubahan atau pembaruan, agar pesantren tetap eksis dalam menghadapi

dunia modern dan khususnya menampung dinamika umat Islam. Pelaksanaan

integrasi ada tiga macam yaitu: 1) integrasi kelembagaan, 2) integrasi pelaku

pendidikan, dan 3) integrasi pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan integrasi

sekolah ke dalam sistem pendidikan pesantren di pesantren Darul Ulum

Jombang dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu bentuk pendidikan formal di

sekolah mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi, dan bentuk non formal

yaitu pengajian dan belajar bersama di bawah pengawasan guru di asrama.47

Rasmiyanto mengkaji Pembaharuan Pendidikan Tinggi Islam (Studi

Tentang Perubahan Konsep, Institusi dan Budaya Pendidikan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan UIN Malang), menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Penelitian tersebut difokuskan pada perubahan IAIN/STAIN

menjadi UIN dalam perspektif perubahan konseptual, perubahan institusional,

dan perubahan budaya pendidikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan: 1)

perubahan konsep menjadi UIN untuk mewujudkan integrasi ilmu agama dan

ilmu umum. UIN Jakarta menggunakan paradigma integrasi dari Ian G.

46

Sembodo Ardi Widodo, “Pendidikan Islam Pesantren (Studi Komparatif Struktur Keilmuan

Kitab Kuning dan Implementasinya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan Mualimin

Muhammadiyah Yogyakarta)” (Disertasi-- UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005) 47

H.A.Masjkur Anhari, “Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren (Studi Kasus di

Pesantren Darul Ulmum Jombang Jawa Timur)” (Disertasi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2007)

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

28

Barbour, sementara UIN Malang menggunakan pendekatan Imam Ghazali

yang mengklasifikasikan ilmu menjadi fard }u `ain dan kifa>yah dengan metode

“takwil” yang diambil dari ilmu-ilmu sosial. 2) konsep institusi harus berubah

dari institut atau sekolah tinggi menjadi universitas untuk menampung

universalitas ilmu dalam Islam yang tidak mengenal dikhotomi ilmu. 3)

budaya pendidikan yang dikembangkan juga disesuaikan dengan budaya

universitas, baik melalui riset-riset, publikasi hasil penelitian dan lain-lain.48

Moh. Padil mengkaji Tarbiyah Uli al-Ba>b: Ideologi Pendidikan Islam

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, menggunakan

metode deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut difokuskan pada pembentukan

Tarbiyah Uli al-Ba>b sebagai ideologi pendidikan di UIN Maliki Malang. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan: Pertama, gerakan Tarbiyah Uli al-Ba>b di

UIN Maliki Malang sebagai model pengembangan Perguruan Tinggi Islam

telah membawa perubahan signifikan yaitu 1) alih status dari STAIN menjadi

UIN; 2) terbentuknya landasan manajemen pengelolaan universitas yang

disebut Arka>n al-Ja>mi’ah; 3) sistem Perguruan Tinggi Islam integratif antara

sistem pendidikan ma’had dan sistem pendidikan UIN; 4) lahirnya

kepemimpinan Tarbiyah Uli al-Ba>b. Kedua, Tarbiyah Uli al-Ba>b sebagai

ideologi pendidikan Islam di UIN Maliki Malang mempunyai tujuh langkah,

berbeda dengan langkah pembentukan sebuah ideologi pada umumnya.49

48

Rasmiyanto, “Pembaharuan Pendidikan Tinggi Islam (Studi Tentang Perubahan Konsep,

Institusi dan Budaya Pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Malang)” (Disertasi-

-IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya, 2009). 49

Moh. Padil, ”Tarbiyah Uli Al-Bab: Ideologi Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang” (Disertasi--Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011).

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

29

Penelitian Muhammad In’am Esha tentang PTAIN di Tengah Pusaran

Perubahan Analisis Kebijakan Publik tentang Perubahan Kelembagaan dari

Perspektif Filsafat Nilai Studi Kasus di UIN Malang, menggunakan metode

deskriptif kualitiatif dengan pendekatan filosofis-sosiologis. Hasil penelitian

pertama, transformasi kelembagaan di UIN Malang didasarkan atas pemikiran

untuk mewujudkan nilai-nilai universalitas Islam di era modern. Kedua, upaya

melakukan pembaharuan untuk mewujudkan idealisme Islam di-

implementasikan dengan gerakan transformasi kelembagaan dari STAIN

Malang menjadi UIN Malang. Bentuk universitaslah yang dapat mewadahi

dan mewujudkan universalitas ajaran Islam dalam ranah pendidikan. Ketiga,

perubahan kelembagaan dari STAIN Malang menjadi UIN Malang adalah

pijakan awal untuk mengimplementasikan paradigma integrasi yang selama

ini idealkan.50

2. Posisi dan keaslian penelitian

Dari beberapa penelitian di atas masih ada beberapa persoalan yang

belum terungkap dalam melihat persoalan yang terkait dengan integrasi

pesantren dengan perguruan tinggi, misalnya belum diungkap mengenai latar

belakang adanya integrasi sistem pendidikan pesantren ke dalam sistem

pendidikan tinggi, model-model integrasi pesantren ke dalam sistem

pendidikan tinggi Islam, yang terjadi di UIN Maliki Malang.

50

Muhammad In’am Esha, “PTAIN di Tengah Pusaran Perubahan Analisis Kebijakan Publik

tentang Perubahan Kelembagaan dari Perspektif Filsafat Nilai Studi Kasus di UIN Malang”

(Disertasi—Universitas Brawijaya, Malang, 2012).

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

30

Dari sini akan ditelusuri nilai-nilai pesantren apa saja yang akan

dibumikan dalam sistem pendidikan tinggi. Di samping itu, telah

berkembangnya fungsi pesantren, selain berfungsi sebagai tafaqquh fi> al-di>n

dan penciptaan suasana religius, pesantren juga berfungsi untuk mem-back-up

kuliah bahasa Arab dan Inggris, sehingga mahasiswa mampu berkomunikasi

dengan menggunakan ke dua bahasa asing tersebut. Sedangkan maksud

ma’had aly dalam disertasi ini, adalah pesantren tinggi, sehingga tidak

termasuk klasifikasi ma’had aly sebagaimana yang dibuat oleh Marzuki

Wahid. Penelitian ini diharapkan menjadi varian lain kajian tentang integrasi

pesantren ke dalam sistem pendidikan tinggi.

Tabel berikut memaparkan posisi penelitian ini dalam deretan

penelitian-penelitian sejenisnya.

Tabel 1.1

Kajian dengan muatan Pesantren, Ma’had Aly dan Integrasi

No Peneliti dan

Tahun Terbit

Tema

Penelitian

Pendekatan

dan

Lingkup

Penelitian

Temuan Penelitian

1 Zamakhsyari

Dhofier 1981

Tradisi

Pesantren,

Studi Kasus

tentang

Pandangan

Hidup Kyai

Kualitatif/

Deskriptif

analitis

Para kyai mengambil sikap

yang lapang dalam menye-

lenggarakan modernisasi

lembaga-lembaga pesantren di

tengah-tengah perubahan

masyarakat Jawa, tanpa

meninggalkan aspek-aspek

positif daripada sistem

pendidikan Islam tradisional.

Dhofier mempelajari pesantren

dari sudut “continuity and

change”

2 Karel A.

Steenbrink

1986

Pesantren,

Madrasah,

Sekolah:

Kualitatif/

analitis

histories

Proses perkembangan pem-

baharuan pendidikan Islam

dilakukan dengan memasukkan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

31

Pendidikan

Islam dalam

Kurun

Modern

mata pelajaran umum ke

dalam madrasah dan

didirikannya sekolah umum di

pondok pesantren.

3 Manfred

Ziemeck

1983

Pesantren

Islamische

Building in

Sozialen

Wandel

Kualitatif/

Deskriptif

analitis

Pondok pesantren tidak hanya

berfungsi sebagai lembaga

pendidikan Islam an sich,

tetapi juga sebagai proses

pengembangan desa.

4 Martin van

Bruinessen

Kitab

Kuning,

Pesantren

dan

Tarekat.

Kualitatif/

analitis

histories

Pesantren sebagai tempat

pengajaran agama Islam,

khususnya di Jawa, digunakan

untuk mentransmisikan Islam

tradisional sebagaimana

terdapat pada kitab-kitab

klasik yang ditulis berabad-

abad yang lalu. Di samping itu,

tradisi pesantren bernafaskan

sufistik, karenanya tarekat

dapat hidup dan berkem-bang

di pesantren.

5 Sabarudin

2005

Pesantren

Menjawab

Realitas

Sosial (Studi

Liberasi

Pendidikan

di Ma’had Ali

PP Salafiyah

Syafi’iyah

Situbondo)

Kualitatif/

Deskriptif

analitis

Proses pembelajaran di Ma’had Ali

PP Salafiyah Syafi’iyah Situbondo

me-nekankan pada pemikiran kritis

dengan kombinasi antara

pendekatan ta’aqquli> dan ta’abbudi>. Ada tiga pendekatan yang

digunakan dalam pembelajarannya,

yaitu; pendekatan tekstual,

pendekatan kontekstual, dan

pendekatan kritis.

6 Marzuki

Wahid

2005

Ma’had Aly:

Nestapa

Tradisionali

sme dan

Tradisi

Akademik

yang Hilang

Kualitatif/

Deskriptif

analitis

Dia mengklasifikasikan pengertian

ma’had aly menjadi dua yaitu

pengertian institusional dan

substansial. Ma’had aly institusional

yaitu secara kelembagaan

organisasional dan administratif

terdapat suatu penyelenggaraan

pendidikan tingkat tinggi yang

berbasis pada tradisi intelektual dan

keilmuan pesantren. Ma’had aly

substansial apabila tidak ditemukan

kerangka kelembagaan dan

organisasi-adminiatratif yang secara

khusus menangani sistem ini.

7 Mastuhu Dinamika Kualitatif/ Terdapat beberapa butir positif,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

32

1994 Sistem

Pendidikan

Pesantren:

Suatu

Kajian

tentang

Unsur dan

Nilai Sistem

Pendidikan

Pesantren

metode

grounded

research

negatif dan plus-minus dalam sistem

pen-didikan pesantren. Butir-butir

plus-minus adalah butir-butir yang

perlu dikembangkan dari sistem

pendidikan pesantren tradisional,

tetapi perlu penyempurnaan, seperti;

1) sistem asrama, bisa berfungsi

sebagai forum dialog untuk

mengembangkan ilmu; 2) metode

halaqah dikem-bangkan menjadi

sarana untuk mengembangkan ke-

pribadian intelektual; 3) jenis

kepemimpinan kharis-matik perlu

dilengkapi dengan kepemimpinan

rasional untuk menghadapi zaman.

7 Ridlwan Nasir

2005

Mencari

Tipologi

Format

Pendidikan

Ideal Pondok

Pesantren di

Tengah Arus

Perubahan

Komparatif Bentuk pondok pesantren

yang ideal adalah pondok

pesantren yang di dalamnya

terdapat berbagai macam

lembaga pendidikan dengan

memperhatikan kualitasnya

dan tidak menggeser ciri

khusus kepesantrenan yang

masih relevan dengan

perkembangan zaman.

8 Sembodo

Ardi Widodo

2005

Pendidikan

Islam

Pesantren

(Studi

Komparatif

Struktur

Keilmuan

Kitab Kuning

dan

Implementasi

nya di Pondok

Pesantren

Tebuireng

Jombang dan

Mualimin

Muhammadi

yah

Yogyakarta)

Komparatif/

teori

strukturalisme

Piaget dan teori

Aljabiri

Dia menyimpulkan bahwa metode

pengajaran kitab kuning di

Tebuireng bersifat operatif, metode

yang digunakan yaitu ceramah, tanya

jawab dan hafalan di madrasah;

bandongan dan sorogan dalam

pengajian-pengajian kitab; dan

diskusi. Sementara metode

pengajaran di Muallimin hanya satu

jalur yaitu pengajaran di kelas yaitu

metode ceramah, tanya jawab dan

hafalan, dan tidak ada jalur

pengembangan pengajian kitab

muqarrar sehingga pengajarannya

cenderung bersifat figuratif.

9 H.A.Masjkur

Anhari 2007

Integrasi

Sekolah ke

dalam

Deskriptif

kualitatif

Pelaksanaan integrasi ada tiga

macam yaitu 1) integrasi

kelembagaan, 2) integrasi pelaku

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

33

Sistem

Pendidikan

Pesantren

(Studi Kasus

di Pesantren

Darul

Ulmum

Jombang

Jawa Timur)

pendidikan, dan 3) integrasi

pelaksanaan pembelajaran. Integrasi

sekolah ke dalam sistem pendidikan

pesantren di pesantren Darul Ulum

Jombang dilaksanakan dalam dua

bentuk yaitu bentuk pendidikan

formal di sekolah mulai tingkat dasar

sampai perguruan tinggi, dan bentuk

non formal yaitu pengajian dan

belajar bersama di bawah

pengawasan guru di asrama.

10 Rasmiyanto

2009

Pembaharuan

Pendidikan

Tinggi Islam

(Studi

Tentang

Perubahan

Konsep,

Institusi dan

Budaya

Pendidikan

di UIN Syarif

Hidayatullah

Jakarta dan

UIN Malang)

Deskriptif

kualitatif

1) Perubahan konsep menjadi

UIN untuk mewu-judkan inegrasi

ilmu agama dan ilmu umum. UIN

Jakarta menggunakan paradigma

integrasi dari Ian G. Barbour, UIN

Malang menggunakan pendekatan

Imam Ghazali. 2) konsep institut atau

sekolah tinggi harus berubah menjadi

universitas untuk menampung

universalitas ilmu dalam Islam yang

tidak mengenal dikhotomi ilmu. 3)

budaya pendidikan yang

dikembangkan disesuaikan dengan

budaya universitas.

11 Moh. Padil

2011

Tarbiyah

Uli Al-Bab:

Ideologi

Pendidikan

Islam

Universitas

Islam

Negeri

Maulana

Malik

Ibrahim

Malang

Deskriptif

kualitatif

Pertama, gerakan Tarbiyah Uli Al-

Bab di UIN Maliki Malang telah

membawa perubahan signifikan

yaitu 1) alih status dari STAIN

menjadi UIN; 2) terbentuknya

landasan manajemen pengelolaan

universitas yang disebut Arka>n al-Ja>mi’ah; 3) sistem Perguruan Tinggi

Islam integratif antara sistem

pendidikan ma’had dan sistem

pendidikan UIN; 4) lahirnya

kepemimpinan Tarbiyah Uli Al-Bab.

Kedua, Tarbiyah Uli Al-Bab sebagai

ideologi pendidikan Islam di UIN

Malang mempunyai tujuh langkah.

12 Muhammad

In’am Esha

2012

PTAIN di

Tengah

Pusaran

Perubahan

Analisis

Kebijakan

Deskriptif

kualitatif

dengan

pendekatan

filosoif

sosiologis

Pertama, transformasi kelembagaan

di UIN Malang didasarkan atas

pemikiran untuk mewujudkan nilai-

nilai universalitas Islam di era

modern. Kedua, upaya untuk

melakukan pembaharuan untuk

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

34

Publik tentang

Perubahan

Kelembagaan

dari Perspektif

Filsafat Nilai

Studi Kasus di

UIN Malang

mewujudkan idealisme Islam

diimplementasikan dengan gerakan

transformasi kelembagaan dari

STAIN menjadi UIN Malang.

Ketiga, perubahan kelembagaan dari

STAIN Malang menjadi UIN

Malang adalah pijakan awal untuk

mengimplementasikan paradigma

integrasi yang selama ini idealkan.

Tabel 1.2

Posisi Penelitian Dan Temuan Terprakira

No Peneliti dan

Tahun

Terbit

Tema

Penelitian

Pendekatan

dan Lingkup

Penelitian

Temuan Penelitian

11 Husniyatus

Salamah

Zainiyati

(2012)

Integrasi

Pesantren

ke dalam

Sistem

Pendidikan

Tinggi Islam

(Studi di

Universitas

Islam

Negeri

Maliki

Malang)

Kualitatif/

deskriptif

analitis

Model integrasi pesantren

ke dalam sistem

pendidikan UIN Maliki

Malang dikategorikan

menjadi dua yaitu,

integrasi kelembagaan,

dan integrasi kurikulum.

Integrasi pesantren, secara

praktis untuk menciptakan

suasana kondusif bagi

pengembangan

kepribadian mahasiswa

dan pengembangan bahasa

Arab dan Inggris.

H. Sistematika Pembahasan

Hasil penelitian ini dipaparkan melalui enam bab. Bab pertama,

pendahuluan merupakan uraian tentang mengapa suatu penelitian dilakukan,

yang dinarasikan ke dalam beberapa sub bab; meliputi latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan maslah, tujuan dan kegunaan

penelitian, penjelasan konsep, serta penelitian terdahulu. Sehingga model

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

35

integrasi pesantren ke dalam sistem pendidikan UIN Maliki Malang dan latar

belakang integrasi pesantren tersebut dapat didiskripsikan. Pada bagian akhir

bab ini diakhiri dengan sistematika pembahasan.

Bab dua, membahas kerangka teori tentang integrasi pesantren ke dalam

sistem pendidikan tinggi Islam. Sub bab pertama, menguraikan landasan

filosofis integrasi ilmu dan agama; landasan fondasional integrasi pesantren

dan PTAI; dan kerangka teori integrasi. Sub bab kedua menjelaskan sistem

pendidikan pesantren, meliputi; kategorisasi dan unsur-unsur pesantren;

kurikulum pesantren; sistem pendidikan pesantren; keunggulan sistem

pendidikan pesantren. Sub bab ketiga, menjelaskan sistem pendidikan tinggi

Islam, meliputi; sejarah PTAI; kurikulum perguruan tinggi Islam; serta tradisi

akademik pendidikan tinggi; dan implementasi kurikulum integratif di PTAI.

Bab tiga, berisi pendekatan dan metode penelitian. Pada bagian ini

dipaparkan lokasi penelitian, pendekatan yang digunakan, ruang lingkup

penelitian, informan penelitian, metode pengumpulan data, teknik analisa data

yang digunakan dalam penelitian. Sesuai dengan fokus penelitian ini yaitu UIN

Malang yang dinamis dan heterogen, maka untuk menganalisis data emik yang

bersifat subyektif-individual, dilakukan trianggulasi data.

Bab empat, paparan data lapangan. Secara garis besar pembahasan

dibagi dalam tiga sub pokok bahasan. Bahasan pertama meliputi diskripsi

tentang kondisi obyektif UIN Maliki Malang. Sub pokok bahasan kedua berisi

paparan data penelitian meliputi; model integrasi Ma’had Sunan Ampel Al-Aly

ke dalam sistem pendidikan UIN Malang, dan apa yang melatar belakangi

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

36

Ma’had Sunan Ampel Al-Aly diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan UIN

Maliki Malang.

Bab lima, menguraikan analisis integrasi Ma’had Sunan Ampel Al-Aly

ke dalam sistem pendidikan UIN Malang. Selanjutnya, temuan-temuan tersebut

dianalisis dengan berbagai teori analisis yang digunakan dalam penelitian ini.

Bab enam, berisi penutup yang meliputi, kesimpulan berdasarkan atas

temuan di lapangan. Kemudian diuraikan rekomendasi, implikasi teoretik

untuk melihat posisi teori berdasarkan temuan penelitian. Pada bab terakhir ini

memuat jawaban masalah penelitian, diskusi teoretik dan keterbatasan dalam

penelitian.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/10438/4/bab 1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi dan pesantren adalah dua lembaga pendidikan

37