BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga Berencana sebagai program pemerintah yang dirancang untuk mengurangi laju dan jumlah penduduk untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik sehingga dapat mencapai keluarga yang berkualitas. Program keluarga berencana oleh pemerintah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang (Surapaty, 2016). Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur sangat lama yaitu pada tahun 1970-an dan masyarakat dunia menganggap berhasil menurunkan angka kelahiran yang bermakna. Perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya (BKKBN, 2005: 2). Selanjutnya pengertian KB dalam era globalisasi ini sebagai suatu program yang dicanangkan pemerintah dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2012: 5). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai alat kontrasepsi

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keluarga Berencana sebagai program pemerintah yang dirancang untuk

mengurangi laju dan jumlah penduduk untuk merencanakan kehidupan berkeluarga

yang baik sehingga dapat mencapai keluarga yang berkualitas. Program keluarga

berencana oleh pemerintah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa

diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)

yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang (Surapaty, 2016). Gerakan

Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur sangat lama yaitu pada

tahun 1970-an dan masyarakat dunia menganggap berhasil menurunkan angka

kelahiran yang bermakna.

Perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan

dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti

kondom, spiral, IUD, dan sebagainya (BKKBN, 2005: 2). Selanjutnya pengertian

KB dalam era globalisasi ini sebagai suatu program yang dicanangkan pemerintah

dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan

keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera

(BKKBN, 2012: 5).

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012

menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai alat kontrasepsi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

2

sebesar 98,3% tergolong tinggi namun hal ini tidak diikuti oleh kesadaran

menggunakan kontrasepsi bagi suami dan istri (Surapaty, 2016: 7). Hasil dari SDKI

didukung oleh isu gender yang sangat mencolok (SDKI, 2012: 147), yaitu akses

laki-laki terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi masih terbatas antara lain:

baru 20% pria mengetahui metode vasektomi dan lebih dari 80% mengetahui

metode kontrasepsi bagi perempuan, serta anggapan kontrasepsi urusan

perempuan; secara nasional peserta kontrasepsi laki-laki baru mencapai 1,3% dari

total 58,3% peserta kontrasepsi; sedikit laki-laki yang mengetahui manfaat

kontrasepsi bagi diri dan keluarganya; dominasi suami dalam pengambilan

keputusan dan kesehatan reproduksi.

Bali sebagai lokasi penelitian menjadi salah satu provinsi yang

melaksanakan program KB sejak tahun 1970. Pemasyarakatan program KB yang

ditargetkan tahun 1975 telah mencapai 30% dari jumlah akseptor (Sukeni, 2009: 5).

Indikator keberhasilan KB di Bali terlihat dari menurunnya persentase pertumbuhan

penduduk, secara terperinci dari 1,77% tahun 1961-1971, 1,69% tahun 1971-1980

dan 1,18% tahun 1980-1990 (BPS, 2015). Berdasarkan data perkembangan

program KB Nasional BKKBN Provinsi Bali, pencapaian peserta KB Pria di

Provinsi Bali sampai periode bulan Desember 2015 mencapai 1.812 akseptor. Data

pengguna kontrasepsi hingga periode bulan Desember 2015 di daerah Bali dapat

dilihat pada tabel berikut:

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

3

Tabel 1.1. Data pengguna kontrasepsi di Bali hingga periode Desember 2015

Kelompok Umur

Jumlah Pasangan Usia Subur

PESERTA KB IUD/Spir

al MOW/ Tubekto

mi

MOP/ Vasekt

omi

Kondom

Pil Suntik Implan

Jumlah

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah 15-19 138 24 3 2 2 3 30 2 66

20-24 1496 259 17 3 37 81 385 14 796

25-29 5884 1109 66 15 146 346 1435 80 3197

30-34 12182 2747 178 32 298 740 2811 182 6988

35-39 16034 4345 425 65 399 902 3445 221 9802

40-44 18228 5298 780 56 434 933 3532 287 11320

45-49 11386 3437 648 39 284 511 1831 154 6904

Jumlah 65348 17219 2117 212 1600 3516 13469 940 39073

Sumber: Bkkbn Provinsi Bali tahun 2015

Berdasarkan tabel 1.1, jumlah pengguna alat kontrasepsi kondom sebesar

1.600 pengguna (2,45%) dan vasektomi sebesar 212 pengguna (0,32%). Jumlah

pengguna kondom dalam tabel 1.1 tidak menjadi gambaran keseluruhan, karena

jumlah yang tertera tidak menjelaskan sumber memperoleh kondom, gratis dari

pemerintah atau membeli sendiri. Kategori umur 35-39 tahun dengan jumlah 65

orang menjadi kategori pengguna tertinggi berdasarkan jumlah 212 orang pengguna

vasektomi. Jumlah pengguna kontrasepsi ini hanya mewakili persentase sebesar

0,32% dari jumlah 65.348 pasangan usia subur di Bali.

Data pasangan usia subur dan penggunaan alat kontrasepsi pria yang

diperinci khusus pada wilayah Kabupaten Badung dan Kecamatan Petang sebagai

perbandingan lokasi penelitian hingga periode Desember 2015, dapat dijelaskan

pada tabel berikut:

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

4

Tabel 1.2. Data pengguna kontrasepsi pria di Kabupaten Badung dan Kecamatan Petang

Kelompok Umur

Jumlah Pasangan Usia Subur

Peserta KB Kondom Vasektomi

Kab. Badung

Kec. Petang

Kab. Badung

Kec. Petang

Kab. Badung

Kec. Petang

15-19 86 21 1 0 0 0 20-24 843 137 13 1 3 1 25-29 2949 305 46 2 11 3 30-34 5361 437 92 6 18 9 35-39 7053 594 113 9 40 13 40-44 8061 621 119 3 41 12 45-49 4602 311 65 2 26 12 Jumlah 28955 2426 449 23 139 50

Sumber: Badan KB Kabupaten Badung

Berdasarkan tabel 1.2, jumlah pengguna kontrasepsi kondom di Kecamatan

Petang sebanyak 23 orang (5,1%) dari jumlah 449 orang pengguna kontrasepsi

kondom di Kabupaten Badung. Data ini menunjukkan bahwa persentase pengguna

kondom di Kecamatan Petang kecil. Hal berbeda bila melihat perbandingan

pengguna kontrasepsi vasektomi (kontrasepsi permanen untuk pria) di Kecamatan

Petang sebanyak 50 orang dengan persentase 36% dari jumlah 139 orang akseptor

di Kabupaten Badung.

Karini dalam Kurniawati (2011: 1) menyatakan bahwa ternyata masalah

kependudukan tidak hanya dilihat dan sisi demografis yang berfokus kepada aspek

kuantitatif saja, namun juga memperhitungkan aspek hak-hak asasi manusia serta

menampung aspirasi perempuan dan laki-laki. Namun, sebagian besar masyarakat

masih menempatkan istri sebagai objek dalam masalah seksual dan reproduksi

karena yang hamil dan melahirkan istri, istri pulalah yang harus KB agar tak hamil.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

5

Ketidakadilan gender dalam program dan kesehatan reproduksi memang sangat

mempengaruhi keberhasilan program KB.

Partisipasi pria yang rendah dalam penggunaan kontrasepsi tidak terlepas

dari operasionalisasi program yang selama ini lebih mengarah kepada perempuan

sebagai sasaran dan keterbatasan jenis kontrasepsi laki-laki (Sukeni, 2009: 4). Nilai

budaya yang mengakar dalam keluarga dengan prinsip pihak yang hamil dan

melahirkan adalah perempuan, maka perempuan menjadi pengguna kontrasepsi.

Relasi kuasa antara suami dengan istri dalam menentukan jenis kontrasepsi apa

yang cocok dan pihak mana sebagai aktor yang memiliki posisi lebih kuat dalam

menentukan pengguna kontrasepsi. Relasi kuasa penentuan kontrasepsi dalam

keluarga tercermin dari adanya kebiasaan suami yang masih menyerahkan

tanggung jawab penggunaan kontrasepsi kepada istri (BKKBN, 2003: 4). Dominasi

wacana istri sebagai pengguna kontrasepsi oleh pihak suami, berlangsung karena

tidak dirasakan sebagai suatu bentuk kekerasan simbolik terhadap tubuh perempuan

dan diterima sebagai sesuatu yang wajar. (Haryatmoko, 2016: 56).

Keberhasilan penerapan program KB tidak sejalan dengan kesetaraan

gender penggunaan kontrasepsi antara pasangan usia subur. Produk kontrasepsi

untuk perempuan yang lebih banyak daripada laki-laki (pil, suntik, IUD, implan dan

tubektomi dibandingkan kondom dan vasektomi untuk pria). Produk KB yang

diprogramkan untuk perempuan sebagai pengguna utama, menimbulkan stereotip

bahwa pengguna kontrasepsi adalah perempuan (Sukeni, 2009: 8). Proporsi produk

kontrasepsi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan menjadi salah satu

bentuk stereotip gender dalam konteks penggunaan kontrasepsi. Implementasi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

6

kontrasepsi dalam keluarga yang digerakkan oleh Program Keluarga Berencana,

memperkuat legitimasi perencanaan keluarga melalui kontrasepsi. Promosi

kontrasepsi melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kontrasepsi yang

dilakukan oleh PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) di setiap desa

menjadi bagian dari proses penentuan jenis produk kontrasepsi yang dipilih

pasangan (Qomar, 2015: 2). Relasi PLKB yang dominan mempengaruhi atau

terbuka dengan masukan dalam konteks menjelaskan KIE menentukan proses

penentuan jenis kontrasepsi yang dipilih pasangan.

Kondisi partisipasi penggunaan kontrasepsi pasangan suami istri

mengharuskan perempuan sebagai pengguna utama, tidak hanya disebabkan

perempuan yang menanggung beban biologis untuk melahirkan keturunan bagi

keluarganya. Budaya paternalistik dalam keluarga masyarakat Bali dan keinginan

memiliki anak laki-laki sebagai pewaris keluarga, menjadi faktor budaya yang

termasuk konstruksi yang dilanggengkan dalam struktur sosial. Kedudukan laki-

laki yang lebih tinggi terhadap perempuan dalam sistem kekeluargaan patrilineal

didukung oleh kondisi sosial budaya di Bali (Dalem, 2012). Penerapan program KB

yang masih ditujukan kepada pihak perempuan dan budaya patriarkhi yang kuat di

masyarakat Bali, menyebabkan masih terjadinya ketimpangan gender dalam

pelaksanaan program KB. Pengaruh keluarga besar dari pihak suami yang lebih

dominan dalam menentukan siapa dan apa jenis kontrasepsi yang digunakan (dalam

hal ini istri sebagai objek pengguna) menentukan subordinasi relasi kuasa dalam

menentukan kontrasepsi keluarga. Banyaknya istri yang mengeluh permasalahan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

7

kesehatan karena ketidaksesuaian dengan alat kontrasepsi yang digunakan, belum

mendorong peran suami untuk mengganti istri sebagai pengguna kontrasepsi.

Kontrasepsi yang menjadi pedoman ilmiah dengan bukti kesahihan dalam

mengatur pola kelahiran, menjadi bentuk wacana dalam mempengaruhi mekanisme

kekuasaan dalam kehidupan berumah tangga (Foucault, 1997: 68). Pengetahuan

berkaitan perencanaan keluarga termanifestasi dalam produk kontrasepsi yang

difasilitasi pemerintah dengan tujuan mengatur laju angka pertumbuhan penduduk,

menjadi bentuk konkret pengetahuan yang tidak bebas kepentingan (Hardiman,

2009: 33). Hubungan seks suami istri tidak hanya menjadi kepentingan privat,

meluas menjadi kepentingan publik dalam hal ini angka pertubuhan penduduk yang

akan mempengaruhi masalah ekonomi dan politik (Haryatmoko, 2016: 27). Hal ini

membuktikan pernyatan Foucault berkaitan wacana seks menjadi bagian strategi

kekuasaan mengatur laju pertumbuhan penduduk.

Dalam agama Hindu tidak ada larangan tegas mengenai penggunaan

kontrasepsi. Sebagaimana disampaikan Pudja (Panitia Ad-Hoc Keluarga Berencana

Indonesia, 1971: 47), penggunaan alat kontrasepsi tidak dilarang secara tegas

namun hal yang dilarang adalah pengguguran karena hal itu adalah dosa. Sistem

penamaan anak dalam budaya masyarakat di Bali juga menjadi salah satu bentuk

perencanaan keluarga. Pembagian menjadi 4 urutan nama awal (Putu, Made,

Nyoman dan Ketut) dan dimana anak kelima yang lahir akan menggunakan nama

awal yang sama dengan anak pertama, menjadi suatu bentuk perencanaan anak

secara liberal di dalam budaya Bali. Meskipun demikian, beberapa keluarga yang

berkeinginan melanjutkan budaya penamaan khas Bali ini melakukan resistensi

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

8

terhadap implementasi slogan “2 anak lebih baik” yang disosialisasikan dalam

program Keluarga Berencana.

Jumlah 196 akseptor/pengguna kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Petang

mendeskripsikan kondisi partisipasi pria pasangan usia subur dalam penggunaan

kontrasepsi. Kondisi ini berbeda dengan kondisi partisipasi kontrasepsi di wilayah

lain di Bali, dimana daerah yang masih memegang budaya patriarki yang kuat,

partisipasi pria masih tergolong kecil (Sukeni, 2009: 10). Pria yang menjadi

pengguna kontrasepsi vasektomi menjadi fenomena mikro berkaitan dengan

stereotip pengguna kontrasepsi. Stereotip perempuan sebagai pengguna utama

kontrasepsi, menempatkan pria yang menggunakan kontrasepsi vasektomi sebagai

peluang perjuangan kaum feminis (Fakih, 2003: 79). Gerakan feminis berangkat

dari asumsi bahwa kaum perempuan ditindas dan dieksploitasi dalam menggunakan

kontrasepsi disertai dengan efek sampingnya terhadap kesehatan. Feminis liberal

memiliki akar pandangan berdasarkan kebebasan dan kesetaraan hak perempuan

terhadap laki-laki (Fakih, 2003: 81). Paradigma fungsionalisme dalam feminis

liberal, diwujudkan dalam bentuk keterlibatan perempuan dalam menentukan

kontrasepsi yang digunakan dalam keluarga. Suami yang menggunakan kontrasepsi

vasektomi sebagai salah satu langkah mengurangi akibat dari stereotip perempuan

sebagai pengguna kontrasepsi.

Penelitian ini ingin mengetahui motivasi laki-laki usia produktif dalam

menggunakan alat kontrasepsi permanen (vasektomi). Berdasarkan hal tersebut

permasalahan penelitian terdiri atas bagaimana proses penentuan keputusan

memilih vasektomi melalui relasi kuasa antara pria dengan pasangannya dalam

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

9

keluarga dan lingkungan sosialnya di Kecamatan Petang. Pria menjadi akseptor

vasektomi tidak hanya berasal dari internal individu namun juga dipengaruhi relasi

sosial di daerah Kecamatan Petang, peranan keluarga, kelompok KB Pria, insentif

penunjang ekonomi, lembaga desa (desa pakraman), instansi daerah (BKKBN

Kabupaten Badung) melalui petugas lapangan KB. Analisis pendisiplinan tubuh

dan kekuasaan biopower berdasarkan wacana dan relasi kekuasaan yang terbentuk

antara pria dengan wanita sebagai pengguna kontrasepsi.

1.2. Rumusan Masalah

Kemajuan pesat pengguna kontrasepsi vasektomi di daerah Kecamatan

Petang, menimbulkan kontradiksi dimana masih banyak implementasi program KB

yang memposisikan perempuan sebagai pengguna utama. Pertanyaan penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana relasi kuasa antara pria dengan istri, pria dengan keluarga besar,

pria dengan kelompok KB pria, pria dengan masyarakat lokal dan pria dengan

petugas KB dalam menentukan kontrasepsi vasektomi?

2. Bagaimana pendisiplinan tubuh dan konsep biopower yang mempengaruhi

relasi antara akseptor kontrasepsi vasektomi dalam masyarakat?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berkaitan dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pihak yang terlibat dalam mempengaruhi relasi kuasa pria

dalam menggunakan metode kontrasepsi vasektomi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

10

2. Menjelaskan relasi kuasa antara pria dengan pasangan dan lingkungan

sosialnya dalam menentukan metode kontrasepsi dalam keluarga

3. Menganalisis wacana berdasarkan pendisiplinan tubuh, konsep biopower

terhadap implementasi kontrasepsi vasektomi oleh pemerintah dan

pendisiplinan melalui budaya perkawinan antara pasangan suami istri dalam

menentukan kontrasepsi vasektomi

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini tidak hanya bermanfaat untuk bahan evaluasi kebijakan BKKBN

yang lebih responsif gender, namun juga sebagai kajian teoritis berkaitan dengan

gender (hubungan suami dan istri pasangan usia subur) terhadap metode

kontrasepsi vasektomi untuk pria.

1.5. Kajian Pustaka

Penelitian kuantitatif dengan survei analitik yang dilakukan kepada 100

responden dengan teknik sampel stratified random sampling menunjukkan tidak

ada hubungan pengalaman terhadap keikutsertaan suami dalam program KB di

Kabupaten Banjarmasin Timur (Yuniarti, Rusmilawaty dan Zakiah, 2015: 167).

Penelitian lain yang dilakukan dengan desain kuasi eksperimental terhadap 92

responden di Kabupaten Jember menghasilkan suami dalam kelompok eksperimen

memiliki sikap positif setelah pemberian intervensi pendidikan tentang vasektomi

(Hardiani dan Pertiwi, 2013: 109). Persentase partisipasi pria menggunakan

kontrasepsi di Kabupaten Boyolali rendah disebabkan oleh pengetahuan, sikap,

sosial budaya, akses pelayanan dan kualitas pelayanan (Ekarini, 2008).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

11

Suami memiliki motivasi berbeda-beda yang mendorong mereka untuk

turut serta dalam program KB vasektomi (Putri, Hariyadi dan Prihastuty, 2014: 38).

Faktor pendorong motivasi dapat berbentuk dorongan dari istri yang memiliki

ketidakcocokan dengan produk kontrasepsi dan kesadaran dari diri sendiri.

Partisipasi pria dipengaruhi oleh perbedaan motivasi intrinsik dan motivasi

ekstrinsik akseptor vasektomi di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan di Bali

(Armini, 2012). Pendapatan akseptor mempengaruhi motivasi intrinsik pria

perkotaan dan kesukarelaan menjadi akseptor vasektomi di pedesaan dipengaruhi

oleh kondisi ekonomi yang lebih rendah. Faktor lainnya seperti jumlah anak,

pengetahuan, kesadaran diri, dorongan istri dan meniru mempengaruhi motivasi

untuk menerima vasektomi sebagai metode kontrasepsi di kota Makassar

(Multazam, 2015).

Faktor akses informasi terbatas, kondisi sosial ekonomi, hingga kondisi

tempat pelayanan dan pilihan-pilihan alat kontrasepsi pria yang terbatas yang

menyebabkan partisipasi pria dalam menggunakan kontrasepsi atau sadar dengan

kesehatan reproduksi rendah (Sriwardani, 2005). Partisipasi pria di Kecamatan

Tanjungsari Kabupaten Gunung Kidul dalam menggunakan alat kontrasepsi

vasektomi rendah disebabkan oleh keterbatasan fasilitas dan sarana prasana. Aktor

yang terlibat dalam implementasi Program KB dari tingkat kabupaten hingga desa

di Kabupaten Gunung Kidul mempengaruhi indikator keberhasilan program KB

(Goeslaw, 2012). Komitmen pemerintah, struktur administrasi pemerintah terkait

otonomi daerah dan keterlibatan lembaga sosial kemasyarakatan menjadi faktor

yang mempengaruhi keberhasilan indikator program KB. Kendala implementasi

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

12

kontrasepsi vasektomi di Kota Yogyakarta juga disebabkan informasi yang diterima

masyarakat tidak utuh sehingga masyarakat seringkali berpersepsi negatif terhadap

vasektomi, selain dipengaruhi kondisi kultur sosial, budaya serta agama (Munarsih

dan Widaningrum, 2014).

Hubungan hegemonik negara terhadap masyarakat dalam penggunaan alat

kontrasepsi menghasilkan temuan adanya hegemoni pelaksanaan program KB yang

mampu mengubah motivasi masyarakat mengenai keluarga ideal yang

mengutamakan kualitas anak daripada kuantitas (Sukeni, 2009). Penggunaan alat

kontrasepsi juga mendapatkan resistensi dari perempuan dengan tujuan kesamaan

hak reproduksi. Relasi kuasa penentuan kontrasepsi suami-istri dalam keluarga

terhegemonikan oleh pelaksanaan program KB dari pemerintah. Bias gender

penggunaan kontrasepsi bagi kalangan pasangan suami istri di Desa Dawan Kaler,

Provinsi Bali, menyebabkan posisi perempuan berada pada posisi terhegemoni,

baik oleh negara, suami dan budaya (Dalem, 2012: 95). Beberapa faktor yang

mempengaruhi bias gender penggunaan kontrasepsi antara lain budaya patriarki,

tradisi purusa (pengutamaan garis keturunan laki-laki dan suami sebagai ahli waris

keluarga) dan identitas maskulin-feminim yang dikodratkan melalui ciri-ciri fisik.

Berikut tabel perbandingan penelitian pendahuluan yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

13

No. Penulis Tahun

Judul Teori Metode Hasil Keterangan

1. Sriwardani

2015 Partisipasi Pria Dalam Program KB Dan Kesehatan Reproduksi

Teori Struktural Fungsional

Kualitatif deskriptif

Partisipasi pria dalam menggunakan vasektomi rendah disebabkan pengetahuan rendah, akses informasi terbatas, kondisi sosial ekonomi dan tempat pelayanan yang terbatas

Informasi dan pengetahuan kontrasepsi Pria

2. Sukeni 2009 Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Bali

Hegemoni Gramsci, Feminisme Radikal Dworkin, Feminisme Gandhi dan Perlawanan De Witt

Kualitatif Hubungan hegemonik negara terhadap masyarakat dalam program KB mengubah motivasi masyarakat mengenai keluarga dan anak ideal

Bias gender dalam penggunaan dan implementasi program KB

3. Dalem 2012 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bias Gender Penggunaan Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Di Desa Dawan Kaler Kecamatan dawan Klungkung

Teori Hegemoni dan Teori Feminisme Sosialis

Deskriptif Kualitatif

Posisi perempuan berada pada posisi terhegemoni oleh budaya, suami dan negara

Budaya masyarakat Bali mempengaruhi kontrasepsi pria

4. Goeslaw 2012 Implementasi Program KB Di Kabupaten Gunung Kidul Pada Era Desentralisasi

Teori Implementasi Progam dan Kebijakan

Kualitatif deskriptif

Aktor yang terlibat dalam implementasi Program KB di tingkat kabupaten hingga desa mempengaruhi hasil dalam indikator keberhasilan program KB

Bias gender dalam penggunaan dan implementasi program KB

5. Armini 2012 Motivasi Pria Pedesaan Dan Perkotaan Menjadi

Statistik Mann-Whitney

Studi Komparatif

Partisipasi pria pedesaan dan perkotaan ditentukan oleh faktor motivasi, pengetahuan

Faktor-faktor yang dapat mempengar

Tabel 1.3. Perbandingan penelitian terdahulu

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

14

Akseptor Metode Operasi Pria di Bali

Kuantitatif

dan sosio-demografis di Bali

uhi motivasi pria untuk menjadi akseptor vasektomi

6. Putri, Hariyadi dan Prihastuty

2014 Motivasi Suami Mengikuti Program KB Dengan Metode Kontrasepsi Mantap (Vasektomi)

Teori Motivasi, Teori

Kualitatif Suami memiliki motivasi berbeda-beda yang mendorong untuk turut serta dalam program KB vasektomi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi pria untuk menjadi akseptor vasektomi

7. Multazam 2005 Kontrasepsi Pria (Studi Perilaku Sosial Terhadap Penerimaan Metode Vasektomi Pada Akseptor KB Pria Di Kota Makassar)

Teori Perubahan Perilaku Lawrence Green dan Teori Perubahan Perilaku Kesehatan Geller

Kualitatif Deskriptif

Perubahan perilaku sosial dan dampak sosial pasca operasi vasektomi sebagai faktor dari motivasi akseptor pria di Kota Makassar

Faktor implementasi dari pemerintah, aspek sosial budaya

8. Ekarini 2008 Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana Di Kabupaten Selo Kabupaten Boyolali

Teori Perubahan Perilaku Lawrence Green

Survei analitik

Persentase partisipasi pria menggunakan kontrasepsi rendah ditentukan oleh faktor motivasi, pengetahuan, sikap, sosial budaya, akses dan kualitas pelayanan KB

Faktor mempengaruhi pengguna kontrasepsi pria

9. Yuniarti, Rusmilawaty, dan Zakiah

2015 Faktor Yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Suami Dalam

Analisis bivariat dengan uji statistik

Survei analitik

Faktor umur, jumlah anak dan motivasi suami tidak berkaitan dengan keikutsertaan suami dalam program KB

Faktor mempengaruhi pengguna

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

15

Sumber: Dokumen Peneliti

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini sebagai berikut:

1. Relevansi relasi kuasa, pendisiplinan tubh dan kekuasaan biopower yang

melatarbelakangi pria dalam memilih metode kontrasepsi vasektomi.

2. Pembahasan pihak yang telah menjadi akseptor vasektomi dalam memberikan

pengalaman (testimoni) bagi calon akseptor di lingkungannya dalam relasi

kekuasaan menentukan metode vasektomi.

3. Aspek sosial budaya dalam masyarakat Bali memiliki perbedaan ciri khas

dalam sistem kekeluargaan seperti perbedaan status pria dan wanita dan

pengutamaan anak laki-laki sebagai pewaris keturunan keluarga.

Program KB Vasektomi di Wilayah Kecamatan Banjarmasin Timur

chi-square

kontrasepsi pria

10 Munarsih dan Widaningrum

2014 Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana Pria Vasektomi Di Kota Yogyakarta

Teori Kualitas Pelayanan

Kualitatif deskriptif

Kendala implementasi kontrasepsi vasektomi di Kota Yogyakarta disebabkan informasi yang diterima masyarakat tidak utuh dan persepsi negatif tentang vasektomi

Informasi dan pengetahuan kontrasepsi Pria

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

16

1.6. Tinjauan Teoritis

1.6.1. Wacana Seksualitas Pengguna Kontrasepsi

Wacana seksualitas tidak bisa didiskusikan melalui satu relasi kekuasaan

secara sepihak. Pengetahuan dan kekuasaan yang selalu berhubungan,

menyebabkan pemahaman mengenai seksual tidak terlepas dari hubungan

kekuasaan yang melatarbelakangi perkembangannya (Foucault, 1999: 163). Tesis

Foucault mengenai seksualitas berkaitan erat dengan masalah kekuasan melibatkan

wilayah privat individu. Kekuasaaan yang mewujudkan dirinya secara positif

dengan memproduksi pengetahuan dan wacana mengenai wacana seksualitas

berkaitan dengan kontrasepsi untuk mengatur kelahiran, diinternalisasikan individu

dan membimbing perilaku masyarakat (Haryatmoko, 2015). Distribusi, alokasi

kekuasaan serta pembagian kerja yang berkaitan dengan wacana seksualitas

menentukan posisi anggota keluarga dalam struktur keluarga.

Wacana seksualitas memiliki keterkaitan dengan konstruksi sosial

masyarakat mengenai peran ideal bagi laki-laki dan perempuan. Konstruksi sosial

perempuan sebagai pengguna kontrasepsi berkaitan dengan kodrat seksual

perempuan untuk hamil dan melahirkan. Pernyataan informan IMS, 51 tahun

mengenai wacana seksualitas di daerahnya sebagai berikut.

“pandangan masyarakat daerah saya kalau masalah kontrasepsi pasti dikatakan itu urusan perempuan. Mungkin karna perempuan yang hamil, kalau cowok ikut ngurusin kontrasepsi itu menurut mereka gak etis. Karna ini juga alasan saya jadi akseptor vasektomi biar masyarakat tahu kalau pria pun gak masalah kalau ikutan KB.” (Wawancara, 18 September 2016)

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

17

Pernyataan informan menunjukkan bahwa masyarakat di desa Belok Sidan

masih memegang wacana seksualitas berkaitan dengan kontrasepsi. Salah satu

alasan informan menjadi akseptor vasektomi yaitu keinginan mengubah paradigma

perempuan sebagai pengguna kontrasepsi. Wacana seksualitas perempuan sebagai

pengguna kontrasepsi terdekonstruksi oleh keberadaan informan sebagai akseptor

vasektomi (Raharjo, 1996: 224). Pemahaman seksualitas dianggap sebagai kodrat

(disebabkan perbedaan fungsi reproduksi pria dan wanita) menimbulkan

ketidakseimbangan hubungan gender yang terkonstruksi secara sosial.

Kemampuan reproduksi laki-laki dan perempuan sebagai sebuah kodrat,

menyebabkan perempuan memiliki resiko kehamilan harus dikendalikan melalui

kontrasepsi (Adam, 2009). Stereotip yang berkembang ini membentuk konstruksi

wacana seksualitas yang timpang pada pihak perempuan yang diwajibkan

menggunakan kontrasepsi. Kondisi yang sangat terlihat mengenai permasalahan

pengetahuan dan akses terhadap kontrasepsi pada pria berdasarkan penelitian

pendahuluan, yaitu: akses pria terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi masih

terbatas; peserta kontrasepsi laki-laki masih sangat sedikit; masih sangat sedikit pria

yang mengetahui manfaat kotrasepsi bagi diri dan keluarganya; dan suami sebagai

kepala keluarga juga ikut menentukan keputusan jenis kontrasepsi yang digunakan

istri. Hal tersebut seperti menunjukkan bahwa pria menjadi pusat dalam

pengambilan keputusan sedangkan kesadaran mereka sebagai pemakai kontrasepsi

masih sedikit (BKKBN, 2012). Posisi tawar perempuan yang berhadapan dengan

laki-laki dalam menentukan pihak yang memutuskan menjadi pengguna

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

18

kontrasepsi. Keputusan laki-laki sebagai pengguna kontrasepsi vasektomi

dilatarbelakangi oleh wacana dan pengetahuan mengenai perencanaan keluarga.

1.6.2. Relasi Pengetahuan dan Kekuasaan Foucault

Kekuasaan bersifat divergen atau menyebar (Martono, 2014: 47), tidak

berada di satu tempat dan tidak dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Kekuasaan

yang berada dimana-mana dalam wujud nyata atau tersembunyi dapat bersumber

dari mana saja dan dimiliki oleh siapa saja (Foucault, 2012: 107). Mekanisme

kekuasaan menurut Foucault dijalankan, dipraktikkan, diterima dan kemudian

dilihat dan dilegitimasi sebagai kebenaran. Kemampuan kekuasaan dalam

menciptakan sistem pemikiran yang lebih luas menggerakan pengaruh dalam

beragam hubungan sosial, ekonomi, keluarga, seks dan bidang lain yang mencakup

seluruh elemen masyarakat.

Foucalt menyelidiki ilmu pengetahuan yang membentuk kekuasaan melalui

pembentukan manusia sebagai subjek dan ilmu pengetahuan yang dipergunakan

untuk mengatur subjek (Foucault, 2012: 89). Foucault mengkritik hierarksasi ilmu

pengetahuan. Bentuk pengetahuan yang berada pada tingkat yang lebih tinggi

memiliki kekuasaan yang paling besar dan menjadi muara beberapa kritik. Foucault

tertarik dalam teknik-teknik, teknologi yang berasal dari ilmu pengetahuan dan

bagaimana dimanfaatkan oleh institusi untuk memaksakan kekuasaan atas rakyat.

Foucault tidak menyelidiki suatu konspirasi melalui elite anggota masyarakat.

Karena konspirasi itu akan berdampak pada kesadaran aktor, sebaliknya Foucault

cenderung memandang hubungan struktural, terutama antara ilmu pengetahuan dan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

19

kekuasaan. Foucault meyakini ilmu pengetahuan-kekuasaan adalah bersaing: selalu

ada perlawanan yang terus menerus (Ritzer, 2003: 80-91).

1.6.3. Mekanisme Relasi Kekuasaan Michel Foucault

Kekuasaan melegitimasi dirinya melalui wacana (Martono, 2014: 35).

Wacana digunakan sebagai istilah untuk menjelaskan sifat-sifat pengetahuan oleh

Foucault. Wacana sebagai cara atau pendekatan yang digunakan individu untuk

memahami dunia sosial. Wacana terhubung dengan pengetahuan yang dianggap sah

dan dilegitimasi di tempat atau konteks tersebut serta bentuk pengetahuan yang

dapat digeneralisasi menjadi sebuah teori. Beragamnya relasi kekuasaan

berlawanan dengan pandangan Marxis bahwa kekuasaan disatukan dari pusat

kekuasaan (Sutrisno, 2005: 145). Tekanan pada hubungan kekuasaan dan subjek

mengandaikan banyaknya hubungan kekuasaan. Syarat pemahaman kekuasaan

tidak terpusat pada satu titik atau sumber otoritas. Kuasa tidak bekerja dengan cara

negatif seperti pelarangan, membatasi dan menindas. Kekuasaan berjalan melalui

cara positif dan produktif (Eriyanto, 2001: 65). Strategi kekuasaan melalui

normalisasi dan regulasi, menghukum dan membentuk publik yang didisiplinkan.

Kekuasaan didefinisikan oleh Foucault memiliki ciri-ciri: tidak dapat

dilokalisir, tatanan disiplin yang berhubungan dengan jaringan, memberi struktur

kegiatan-kegiatan, tidak represif tapi produktif dan melekat pada kehendak untuk

mengetahui (pengetahuan). Relasi-relasi kekuasaan laki-laki dan perempuan

memiliki keterkaitan dengan pengetahuan tentang peran gender (Foucault dalam

Haryatmoko, 2016: 15). Kekuasaan yang disalurkan melalui hubungan sosial laki-

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

20

laki dan perempuan memproduksi bentuk kategori perilaku sebagai baik atau buruk,

sebagai bentuk pengendalian perilaku (Eriyanto, 2001:67).

Pemisahan, ketidaksamaan dan ketidakseimbangan (diskriminasi)

merupakan sebab langsung dari kekuasaan (Haryatmoko, 2003). Kekuasaan

terbentuk melalui situasi intern dari keberadaan perbedaan. Dalam kenyataan,

perbedaan yang terbentuk berjalan dalam relasi suami istri, keluarga, institusi dan

berbagai pengelompokan. Konstruksi sosial tentang gender (peran dan posisi laki-

laki dan perempuan) menciptakan suatu motivasi terhadap kekuasaan. Penguasaan

atas wacana yang menjadikan dominasi laki-laki sebagai sesuatu yang sudah bisa

diterima. Hubungan suami istri dalam keluarga tidak hanya menjadi kepentingan

privat, meluas menjadi kepentingan publik, dalam hal ini angka pertumbuhan

penduduk yang akan mempengaruhi masalah demografi, harapan hidup, kesuburan,

kesehatan, makanan hingga lapangan kerja (Haryatmoko, 2016: 27).

Manusia sebagai objek pengetahuan bagi ilmu-ilmu pengetahuan

memposisikan manusia bukan sebagai subjek dalam kekuasaan. Foucault

menyelidiki ilmu pengetahuan yang membentuk kekuasaan melalui pembentukan

manusia sebagai subjek dan ilmu pengetahuan yang dipergunakan untuk mengatur

subjek (Eriyanto, 2001). Setiap subjek dipelajari dengan ilmu-ilmu tersendiri, setiap

pengetahuan memiliki kekuasaannya tersendiri (Haryatmoko, 2016:14). Hubungan

struktural ilmu pengetahuan dan kekuasaan membentuk persaingan berbentuk

perlawanan terus-menerus melalui wacana (Ritzer, 2011: 80-91). Pengetahuan

tidak lepas dari kekuasaan karena selalu berhubungan dengan wacana (Grenz, 1996:

211). Wacana berguna untuk menyamakan, merinci dan mendefinisikan berbagai

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

21

hal sehingga menjadi ada. Sistem kekuasaan menciptakan dan mempertahankan

kebenaran, dimana kebenaran adalah produk dari praktek-praktek tertentu.

Kritik Foucault tentang hierarkisasi ilmu pengetahuan disebabkan bentuk

pengetahuan pada tingkat lebih tinggi memiliki kekuasaan yang paling besar dan

menjadi muara beberapa kritik (Sarup, 2003: 126). Teknik dan teknologi yang

berasal dari pengetahuan dimanfaatkan untuk memaksakan kekuasaannya.

Kekuasaan pengetahuan dalam bentuk wacana menciptakan kebenaran secara

sewenang-wenang demi kepentingannya (Sutrisno, 2005: 150). Wacana reproduksi

dan seksualitas dipahami melalui ilmu kesehatan khususnya berkaitan kontrasepsi.

Pengembangan pengetahuan kontrasepsi dalam ilmu kesehatan membentuk jenis

produk kontrasepsi berdasarkan peruntukannya bagi tubuh dan pengguna laki-laki

atau perempuan. Perempuan menjadi objek program kontrasepsi disebabkan oleh

perbedaan kodrat biologis dengan menanggung konsekuensi kehamilan secara

langsung.

1.6.4. Konsep Pendisiplinan

Pendisiplinan dan pengawasan yang menjadi model panoptikon berawal

dari ide yang didapatkan oleh Jeremy Bentham dari rencana pembangunan sekolah

militer di Perancis (Haryatmoko, 2010: 8). Desain arsitektur penjara

memungkinkan pengawasan yang lebih baik dengan jumlah pengawas yang sedikit.

Dampak utama panoptikon menurut Michel Foucault menyebabkan kesadaran

tahanan dalam penjara mengenai kekuasaan yang berfungsi secara otomatis.

Tahanan akan mulai mengawasi perilakunya sendiri dan berperilaku disiplin. Para

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

22

tahanan mengetahui jika mereka selalu dalam pengawasan, namun tidak satu pun

dari mereka tahu kapan pengawasan dilakukan (Foucault 1995: 200). Pengawasan

seolah-olah dirasakan permanen meskipun pengawasan tidak dilakukan

berkesinambungan.

Foucault menginterpretasikan efek kekuasaan yang berlaku otomatis dalam

sistem panoptikon (Haryatmoko, 2010: 128). Kekuasaan diartikan tidak bisa

terverifikasi dan harus terlihat. Kuasa yang tidak bisa terverifikasi dalam artian

pengawasan tidak dapat diketahui kapan dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

Kuasa yang harus terlihat berarti pengawasan harus dapat terlihat secara konstan

dan objek yang diawasi selalu merasakan pengawasan terhadap dirinya.

Pendisiplian tubuh menurut Foucault terkait dengan aspek-aspek terkecil dari tubuh

manusia. Kondisi demikian menghasilkan individu yang menyadari pengawasan

dilakukan setiap saat. Fokus pendisiplinan dalam program KB untuk membatasi

kelahiran dan mempengaruhi pembentukan nilai baru mengenai nilai dan jumlah

anak dalam sistem kekeluargaan (Sukeni, 2009:101).

Individualisasi tubuh melalui pendisiplinan diterapkan dalam institusi

modern seperti sekolah, rumah sakit dan penjara. Institusi modern menerapkan nilai

ideal yang dibutuhkan untuk membentuk normalisasi penilaian dalam masyarakat

industri (Martono, 2014: 99). Normalisasi membentuk individualitas tubuh seperti

perencanaan kehamilan, pemilihan jenis kontrasepsi dan pengguna kontrasepsi

dalam program KB. Lembaga pendisiplinan harus memenuhi kemampuan untuk

mengawasi tubuh secara terus menerus dan memastikan internalisasi pendisiplinan

tubuh secara individual terkendali. Ciri individualitas tubuh yang sudah

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

23

dikendalikan sebagai berikut (Sarup, 2003: 130): aktivitas yang dibutuhkan oleh

tubuh bersifat alamiah (organik), menentukan distribusi spasial tubuh (selular),

kombinasi kekuatan dari banyak tubuh ke dalam sebuah kekuatan tunggal, dan

pengontrolan evolusi selama waktu aktivitas tubuh (genetik).

Objek yang berada dalam model pendisiplinan panoptikon telah mengubah

dirinya menjadi agen penindasan bagi dirinya sendiri (Sarup, 2003: 140).

Normalisasi yang berlaku adalah setiap individu mutlak membutuhkan

perlindungan, dan kebebasan dapat didapatkan selama tidak melawan aturan.

Penggunaan panoptikon sebagai labolatorium dalam artian tempat untuk

melakukan eksperimen terhadap individu serta menganalisis secara menyeluruh apa

yang bisa dicapai dari perilaku mereka. Pendisiplinan tubuh perempuan sebagai

pengguna kontrasepsi berlaku terhadap tubuh pria pengguna vasektomi dan

kelompok KB Pria melakukan pengawasan dalam proses pendisiplinan tersebut.

Pemberlakuan perencanaan keluarga melalui jumlah anak yang terkendali sesuai

kemampuan pasangan suami istri, secara tidak langsung menjadi bentuk

pendisiplinan tubuh yang dilakukan negara. Jumlah kelahiran yang terprediksi

memudahkan negara untuk mengendalikan demografi. Demografi dikendalikan

melalui anjuran yang disosialisasikan negara seperti jumlah 2 anak yang lebih baik

dan kontrasepsi bagi pria untuk meringankan beban perempuan.

1.6.5. Konsep Biopower

Kekuasaan bio-power menjadi bagian dari penelitian Foucault tentang

seksualitas dalam kerangka kekuasaan-pengetahuan. Sejarah seksualitas menjadi

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

24

tempat perjumpaan antara tubuh dan penduduk dalam pengertian bio-power. Tubuh

menjadi realitas politik dan kedokteran sebagai bentuk strategi politik. Penguasa

modern dalam bio-power memerintah dan mendisplinkan penduduk, mengawasi

kesehatan dan mengusahakan kesejahteraannya melalui demografi, KB, kontrol

kesehatan dan harapan hidup (Foucault dalam Haryatmoko, 2016). Mekanisme

kerja bio-power melalui teknik normalisasi dengan kontrol yang tidak hanya

dilakukan melalui negara dan aparatnya, namun hingga ke kekuasaaan lokal (area

tertentu seperti desa hingga keluarga).

Masyarakat modern cenderung mengutamakan norma daripada sistem

hukum sebagai konsekuensi dari perkembangan bio-power (Synnott, 2007: 344).

Meskipun larangan tidak hilang dari bio-power, masyarakat termarjinalisasi oleh

proses yang menganjurkan perilaku dengan bantuan perintah, kewajiban positif dan

sikap yang dipaksakan secara mendetail (Haryatmoko, 2010). Penggunaan

kontrasepsi demi keuntungan pasangan dan jumlah anak yang terkontrol, pada saat

yang bersamaan digunakan untuk mengontrol pertambahan penduduk. Melalui

kontrol seksualitas, kekuasaan-mikro menguasai seluruh tubuh dalam waktu yang

bersamaan juga mengorganisir dan mengatur kehidupan. Seks menjadi gagasan

yang dibentuk dari berbagai strategi kekuasaan yang bukan berdasarkan hukum dan

represi namun terjalin atas relasi-relasi terhadap kekuasaan norma dan seksualitas

(Haryatmoko, 2016: 31).

Masalah seks menurut Foucault (Martono, 2014: 135), selain menjadi

masalah keluarga (suami-istri) juga menjadi masalah masyarakat dan negara.

Mekanisme biopower menjadi salah satu bentuk penguasaan tubuh individu dalam

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

25

suatu kelompok. Berbagai kebijakan politik juga disusun untuk mengatur masalah

seks: program KB (Keluarga Berencana) untuk mengontrol pertambahan jumlah

penduduk, dan berbagai program kesehatan lain yang diatur secara nasional.

Pengendalian populasi dengan program KB dan produk kontrasepsi menjadi bentuk

konkret kekuasaan biopower. Kemampuan mengendalikan kesuburan tidak hanya

menguntungkan pasangan suami istri, pertumbuhan penduduk yang terkontrol

menjadi keuntungan dalam lingkup lebih luas terhadap negara. Kontrol seksualitas

melalui mekanisme kekuasaan dalam lingkup mikro mampu menguasai tubuh

hingga mengorganisir kehidupan (Haryatmoko, 2016: 31).

Tubuh manusia dengan bagian-bagiannya telah dimuati oleh simbolisme

kultural, publik dan privat, positif dan negatif, politik dan ekonomi, seksual, moral

yang seringkali kontroversial (Synnot, 2007: 2). Tubuh bukan entitas yang netral

dan bukan sekedar fisik biologis semata karena memiliki makna dan identitas

yang berbeda tergantung pada konteks sosial budaya yang melingkupinya.

Konstruksi tubuh secara sosial dengan berbagai cara dan proses dengan

berbagai atribut. Pelabelan terhadap fisik dan anatomi tubuh menjadi wacana

dengan memberikan kategori cantik dan tidak cantik. Bahkan bagaimana setiap

anatomi dan organ tubuh manusia diatur 2 sedemikian rupa menurut

interpretasi budaya, sosial, politik, ekonomi dan interpretasi agama yang

terdapat di dalam masyarakat.

Kekuasaan yang bekerja dalam tubuh disebabkan adanya kekuatan mekanis

dalam semua sektor masyarakat. Tubuh, waktu, kegiatan, tingkah laku, seksualitas;

telah dimekanisasikan oleh instrumen negara. Bio-power dijalankan melalui

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

26

metode yaitu pendisiplinan dan kontrol regulatif (Foucault, 1997). Tubuh

didisiplinkan seperti mesin yang harus dioptimalkan kapabilitasnya, dibuat berguna

dan patuh. Kontrol regulatif meliputi politik populasi, kelahiran dan kematian, dan

tingkat kesehatan. Bio-power bertujuan untuk kesehatan, kesejahteraan, dan

produktivitas (Synnott, 2007: 345). Dukungan normalisasi (penciptaan kategori

normal - tidak normal, praktek kekuasaan dalam pengetahuan) oleh wacana ilmu

pengetahuan modern, terutama kedokteran, psikiatri, psikologi, dan kriminologi.

Bentuk kekuasaan yang dijalankan melalui model pendisiplinan terhadap

tubuh individu, dapat mempengaruhi populasi secara luas dalam teritori tertentu

(Venn, 2007: 115). Manipulasi tubuh dalam praktik pendisiplinan sebagai sumber

kekuatan yang menjadikannya tubuh yang patuh dan berguna. Tubuh yang

terkontrol menentukan populasi secara luas melalui kekuasaan biopower. Model

biopower yang bertujuan mengendalikan kehidupan dengan teknologi penguasaan

tubuh yang berdampak pada karakteristik populasi, mengendalikan kejadian-

kejadian yang terprediksi dan dikehendaki seperti kelahiran demi suatu kepentingan

tertentu.

Hubungan biopower dengan teknologi politis yang digunakan negara untuk

menguasai, mengendalikan dan mengeksploitasi seksualitas warga negaranya.

Teknologi yang diletakkan dalam rahim perempuan sebagai kalkulasi eksplisit

untuk menjadikan hak reproduksi dan kesehatan sebagai kepentingan negara

(Synnott, 2007: 373). Kaitan historis biopower dimulai dengan cara yang digunakan

untuk mengendalikan populasi sejak masa kolonialisme di Eropa dan terhadap

ras/etnis yang mereka kuasai di negara lain. Pemisahan etnis/ras yang mereka

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

27

rencanakan menggunakan regulasi seksualitas sebagai bagian dari biopower.

Kolonialisasi Eropa berkontribusi dalam menghapus praktek-praktek seksualitas

dan perkawinan yang berbeda dari kepercayaaan mereka. Penghilangan, pengaturan

dan kriminalisasi digunakan untuk menciptakan disiplin-disiplin seksualitas yang

kaku, mengekang dan heteroseksis (Foucault, 1997).

1.6.4. Bagan Tinjauan Teoritis

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.

Pemilihan lokasi ini dilatarbelakangi oleh data awal mengenai jumlah pengguna

kontrasepsi vasektomi sebanyak 50 orang per bulan Desember 2015 bertambah

menjadi 196 orang per bulan Desember 2016. Jumlah ini menempatkan Kecamatan

Petang sebagai kecamatan dengan jumlah pengguna kontrasepsi vasektomi

Sumber: Hasil analisis teoritis peneliti dari Madan Sarup, 2008: 108 dan Anthony Synnott, 2007: 369

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

28

tertinggi (Badung, 2016). Keberadaan kelompok KB Pria di daerah desa Petang,

desa Plaga, desa Belok Sidan dan desa Sulangai menjadi pendukung jumlah

pengguna kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Petang.

1.7.2. Jenis Penelitian

Pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus untuk menghasilkan data

deskriptif dalam bentuk tulisan maupun lisan mengenai pengetahuan, pola relasi

kekuasaan antara informan dengan lingkungannya dan bentuk pendisiplinan tubuh

yang berlaku berdasarkan relasi kekuasaan yang sudah terjalin. Data deskriptif

dicari untuk mendapatkan pemahaman lapangan penelitian berdasarkan sudut

pandang subjek penelitian. Studi kasus tidak bertujuan untuk menghasilkan suatu

generalisasi atau kesimpulan yang bersifat umum, namun untuk menggambarkan

secara mendalam dan apa ada. Keadaan individu dalam hal ini pria pengguna

kontrasepsi vasektomi dipahami secara holistik (sesuatu yang utuh) melalui

pendekatan observasi dan wawancara didukung dengan studi kepustakaan.

Motivasi yang melatarbelakangi pria di Kecamatan Petang menggunakan

kontrasepsi vasektomi sebagai kasus khusus melalui pendekatan riwayat hidup

karena peneliti ingin mendapatkan pandangan informan melalui reaksi, tanggapan,

pengalaman dan interpretasi. Motivasi pengguna vasektomi dijelaskan berdasarkan

pola relasi terhadap pasangan, keluarga besar, kelompok KB Pria, kebijakan dari

BKKBN dan petugas serta penyuluh KB di setiap desa. Analisis lanjutan dengan

konsep kekuasaan bio-power sebagai tindak lanjut dari relasi kekuasaan yang

dilakukan dalam konteks pendisiplinan tubuh dan penduduk. Penentuan pendekatan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

29

kualitatif bertujuan mendapatkan deskripsi secara rinci fenomena relasi kuasa

antara pria dengan lingkungan sosialnya dalam menentukan kontrasepsi vasektomi

di rumah tangga yang rumit dan sulit diungkapkan dengan pendekatan kuantitatif.

1.7.3. Unit Analisis Penelitian

Unit analisis penelitian yaitu pria sebagai individu yang telah menikah,

dalam rentang usia 25-55 tahun, menjadi pengguna metode kontrasepsi vasektomi,

termasuk dalam pasangan usia subur (usia pasangan perempuan 16-49 tahun) dan

bergabung sebagai anggota kelompok KB Pria.

1.7.4. Teknik Pemilihan Informan

Penentuan informan mempertimbangkan ketersediaan data dan kemampuan

informan kunci merekomendasikan calon informan. Informan kunci yang

dimaksudkan adalah Kepala UPT Badan Keluarga Berencana Kecamatan Petang

yang merekomendasikan data pengguna kontrasepsi vasektomi melalui Petugas

Lapangan Keluarga Berencana berdasarkan pembagian desa penugasan di

Kecamatan Petang. Kecamatan Petang mewilayahi 7 desa, yaitu desa Belok Sidan,

Carangsari, Getasan, Pangsan, Pelaga, Petang dan Sulangai (Monografi Kecamatan

Petang, 2015).

Informan ketua kelompok KB Pria didapatkan dari rekomendasi PLKB desa

setempat saat peneliti melakukan wawancara gambaran awal karakteristik

partisipasi kontrasepsi daerah tugas PLKB. Ketua kelompok KB

merekomendasikan anggota kelompoknya melalui notulen rapat rutin dan dokumen

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

30

keanggotaan kelompok. Kriteria pemilihan jumlah 20 orang informan akseptor

vasektomi memperhatikan beberapa hal berikut: berdomisili di desa lokasi

penelitian; orang yang secara langsung mengalami proses penentuan keputusan

menjadi akseptor vasektomi; mampu menceritakan kembali peristiwa, pengalaman

dan pengetahuan yang dimilikinya; dan memberikan kesediaan secara tertulis untuk

dijadikan informan penelitian dan melakukan pertemuan lanjutan berkaitan

permasalahan tertentu

Jumlah akseptor vasektomi keseluruhan di Kecamatan Petang berdasarkan

laporan bulanan pengendalian lapangan per bulan Desember 2016 tingkat

Kecamatan Petang sebanyak 196 orang akseptor vasektomi. Data ini menunjukkan

adanya peningkatan sebanyak 146 akseptor dari jumlah 50 orang akseptor yang

dicatatkan dalam dokumen BKKBN Nasional per bulan Desember 2015. Deskripsi

lebih lanjut jumlah akseptor vasektomi per desa di Kecamatan Petang hingga bulan

Desember 2016 pada tabel berikut.

Tabel 1.4. Jumlah akseptor berdasarkan laporan bulanan pengendalian lapangan

No. Desa Jumlah 1. Pelaga 85 2. Belok Sidan 53 3. Petang 38 4. Sulangai 8 5. Carangsari 7 6. Pangsan 5 7. Getasan 0 Jumlah 196

Sumber: Formulir F1/DAL (Laporan Bulanan Pengendali Lapangan)

Informan yang dipilih berdasarkan cluster desa yang memiliki jumlah

populasi akseptor vasektomi berdasarkan 3 peringkat tertinggi. Berdasarkan tabel

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

31

1.3, desa Pelaga memiliki akseptor terbanyak dengan jumlah 85 orang, diikuti desa

Belok Sidan sebanyak 53 orang dan desa Petang berjumlah 38 orang. Kegiatan

wawancara yang telah dilakukan sejak tanggal 15 Agustus 2016 hingga tanggal 23

Desember 2016 terhadap 24 informan yang terdiri dari 20 orang akseptor

vasektomi, 3 orang PLKB dari 3 desa berbeda dan kepala badan BKKBN

Kabupaten Badung. Khusus pada tanggal 23 Desember dilakukan wawancara

terhadap informan yang bergabung dalam kelompok KB Pria di desa Petang.

Berdasarkan studi kepustakaan, terdapat 3 kelompok KB Pria masing-

masing di desa Petang (kelompok Bhuana Santhi), desa Pelaga (kelompok Giri

Merta), dan desa Belok Sidan (kelompok Bhuana Sari). Pertimbangan dalam

menentuan jumlah informan penelitian sebanyak 20 orang berdasarkan keseluruhan

7 desa, dipilih 3 desa yang menjadi lokasi penelitian secara merata dan proporsional

berdasarkan 3 peringkat jumlah pengguna vasektomi terbanyak dan dinaungi oleh

kelompok KB Pria di desa setempat. Waktu wawancara dilakukan dari bulan

Agustus 2016 sampai Maret 2017. Penentuan informan di 3 desa diprioritaskan 3

orang pengurus dari masing-masing kelompok KB dan anggota kelompok KB Pria.

1.7.5. Sumber Data

Jenis data kualitatif berupa uraian dalam bentuk kata-kata, kalimat dan

narasi. Data penelitian berasal dari triangulasi alat pengumpul data untuk menguji

kedibilitas data. Hasil wawancara yang dilakukan dengan penyedia layanan

kontrasepsi dan pria yang termasuk dalam pasangan usia subur yang sudah menikah

serta menjadi pengguna metode kontrasepsi vasektomi. Data kepustakaan

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

32

bersumber dari penelitian yang sudah dipublikasikan, buku-buku literatur seperti

buku saku KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Metode Kontrasepsi Jangka

Panjang (MKJP) dan dokumen terkait seperti monografi desa, data akseptor dari

dokumen Profil Kelompok KB Pria dan data BKKBN.

Berdasarkan klasifikasi sumber data, jenis sumber data yang digunakan,

yaitu:

a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung di lapangan menggunakan metode wawancara

kepada informan kunci dan informan lainnya. Data yang diperoleh secara

langsung menggunakan metode wawancara dengan observasi langsung di

lapangan penelitian untuk mengetahui karakteristik, perilaku dan pengalaman

informan. Pedoman wawancara berpedoman pada analisis pengetahuan,

relasi kuasa, panoptikon dan bio-power dari Michel Foucault.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari pihak tiga seperti BKKBN Provinsi Bali, Badan KB

Kabupaten Badung, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. Data ini

diperoleh dari buku, catatan dan dokumen yang sudah dirangkum oleh pihak

terkait, dengan tujuan mendukung data primer. Data sekunder berbentuk tabel

data demografi, peta daerah, dan jumlah akseptor kontrasepsi untuk

mendukung penjelasan gambaran umum penelitian. Berikut ilustrasi sumber

dan teknik pengumpulan data sesuai dengan jenis data:

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

33

Tabel 1.5. Sumber data, teknik pengumpulan data dan jenis data

Kategori Jenis Data Sumber Data Akseptor

vasektomi 1. Identitas akseptor 2. Pengetahuan kontrasepsi 3. Relasi dengan lingkungan 4. Aktvitas pra dan pasca operasi vasektomi 5. Aktivitas keagamaan, kultural dan adat

Istri akseptor vasektomi

1. Identitas informan 2. Riwayat penggunaan kontrasepsi 3. Relasi dengan lingkungan 4. Aktivitas pra dan pasca suami bervasektomi

Keluarga besar akseptor vasektomi

1. Relasi dengan pasangan suami istri 2. Pandangan mengenai kontrasepsi

Ketua kelompok KB Pria

1. Profil kelompok KB Pria 2. Aktivitas kelompok KB Pria 3. Hasil kegiatan kelompok KB Pria

Petugas lapangan KB

1. Implementasi program KB 2. Karakteristik wilayah penugasan 3. Karakteristik pria pengguna kontrasepsi

vasektomi di wilayahnya Informan lain (pakar)

1. Hasil penelitian mengenai kontrasepsi vasektomi

2. Hasil penelitian mengenai relasi kekuasaan Teknik Pengumpulan Data

Observasi 1. Gambaran kehidupan sosial kemasyarakatan komunitas dan individu akseptor vasektomi

2. Gambaran kehidupan adat dan budaya akseptor vasektomi

Wawancara Berdasarkan penjelasan pada kategori sumber data

Dokumen 1. Data BPS mengenai profil demografis Kecamatan Petang

2. Data profil kelompok KB Pria 3. Data evaluasi dan pelaporan program KB

dan kontrasepsi vasektomi 4. Data penelitian terdahulu mengenai relasi

kuasa 5. Data penelitian terdahulu mengenai

vasektomi 6. Data penelitian terdahulu mengenai adat dan

budaya Bali Sumber: Pemikiran Peneliti

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

34

1.7.6. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan sebagai

berikut:

a. Observasi Langsung Observasi langsung dilakukan agar peneliti dapat mengetahui situasi dan

kondisi informan yang menjadi pengguna kontrasepsi vasektomi. Beberapa bentuk

gestur tubuh dan ekspresi informan sebagai bentuk tanggapan informan ketika

proses wawancara menjadi pertimbangan proses pengamatan langsung.

Pertimbangan tersebut sebagai bentuk interpretasi peneliti secara subjektif

mengenai karakteristik masyarakat di Kecamatan Petang. Objek observasi meliputi

3 (tiga) komponen yaitu: (1) Tempat yang menjadi lokasi dimana interaksi sosial

berlangsung khususnya di lokasi kelompok KB Pria dan kediaman informan di

wilayah Kecamatan Petang, (2) Aktor yang memainkan peran tertentu meliputi

penerima metode kontrasepsi vasektomi, petugas lapangan KB, kepala desa, ketua

kelompok KB dan instansi terkait seperti UPT (unit pelaksana teknis) KB

Kecamatan Petang, (3) Aktivitas yang dilakukan oleh aktor sesuai dengan poin 2

(dua) dalam situasi sosial yang sedang berlangsung sebagai sumber data penelitian.

Observasi secara teknis dilakukan dengan 3 (tiga) tahap berdasarkan metode

Spradley yaitu penjelajahan umum dan melakukan deskripsi terhadap semua yang

dilihat peneliti di lokasi penelitian yatu Kecamatan Petang. Tahap kedua dengan

observasi yang difokuskan pada aspek aktor yaitu akseptor vasektomi, keluarga

besar akseptor vasektomi dan petugas lapangan KB. Tahap ketiga dengan

menguraikan fokus yang ditemukan pada tahap sebelumnya untuk menemukan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

35

karakteristik, kontras atau perbedaan dan kesamaan antar kategori serta

menemukan hubungan antara satu kategori yang lain. Hasil observasi peneliti

dibuat dalam dokumentasi observasi baik visual maupun narasi sebagai acuan

analisis data lapangan.

b. Wawancara Teknik wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan lisan

kepada informan untuk mengetahui pengalaman dan perilaku sebagai satu kesatuan

antara subjek dan objek penelitian. Proses tatap muka antara peneliti dengan

informan secara langsung dan jawaban yang diberikan informan dicatat dalam

catatan harian penelitian. Perekaman data dengan alat perekam dan atas persetujuan

informan juga digunakan untuk mendukung akurasi data. Hasil wawancara

diarahkan untuk memperoleh informan lanjutan, yaitu pengguna kontrasepsi

vasektomi yang tergolong pasangan usia subur yang sudah menikah. Kegiatan

wawancara kepada informan akseptor vasektomi dilakukan secara mandiri

berdasarkan rekomendasi calon informan dari ketua kelompok KB atau PLKB di

desa bersangkutan.

Wawancara secara teknis dilakukan melalui tahapan berikut: penetapan

informan yang terdiri dari pihak akseptor vasektomi, keluarga besar dari akseptor

vasektomi, petugas lapangan KB di lokasi akseptor vasektomi dan kepala badan

KB Kabupaten Badung; menyiapkan pokok-pokok masalah dalam panduan

wawancara; melaksanakan alur wawancara; menuliskan hasil wawancara dalam

catatan lapangan; dan mengidetifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah

diperoleh.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

36

c. Dokumen Studi dokumen dilakukan untuk mendukung data yang sudah diperoleh

melalui teknik wawancara dan pengamatan langsung sebagai kelengkapan data

penelitian dan dasar atas keabsahan data. Data sekunder lain yang digunakan juga

berkaitan seperti data statistik, buku-buku, jurnal, laporan kegiatan hingga foto-foto

dokumentasi kegiatan sosialisasi yang relevan dengan pengguna kontrasepsi

vasektomi. Dokumen tersebut diperoleh dari BPS (Biro Pusat Statistik), BKKBN

Provinsi Bali, Badan KB Kabupaten Badung hingga dari UPT KB Kecamatan

Petang.

1.7.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data studi kasus dengan model analisis Robert K Yin (2003:

61) dimulai dengan proposisi teori dalam memilih kasus yang relevan. Observasi

dan wawancara pendahuluan digunakan sebagai sumber data pada tahap ini. Tahap

berikutnya kategorisasi dengan membuat daftar identifikasi kategori. Penjodohan

pola jika terdapat kesamaan identifikasi kategori. Penjelasan tandingan pola

berdasarkan perbedaan identifikasi kategori. Organisasi hasil identifikasi kategori

melalui analisis peristiwa kronologis bertujuan untuk mencermati aspek waktu

melalui tabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda dan kompleksitas diantara

peristiwa yang berbeda. Proses ini dihasilkan dari observasi dan wawancara tahap

kedua.

Ketiga tahap analisis sebelumnya disesuaikan dengan proposisi teori

mekanisme kekuasaan Foucault dengan tujuan menghasilkan konstruksi objek

penelitian. Keempat tahap yang sudah dilakukan sebagai satu siklus penelitian

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

37

kemudian disusun menjadi satu kesimpulan sekaligus dilakukan pengecekan ulang

berkaitan kenyataan di lapangan. Validitas dan objektifitas diuji menggunakan

metode triangulasi. Triangulasi yang dipilih peneliti sesuai dengan kategori dari

Patton (Imam, 2003) meliputi triangulasi sumber data yaitu data primer dari hasil

wawancara, observasi dan data sekunder dari dokumentasi. Triangulasi metode

digunakan peneliti untuk menggali data penelitian sejenis dengan berbagai metode

pengumpulan data seperti observasi, wawancara dan dokumentasi. Triangulasi

peneliti dengan melakukan review berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti atau pendekatan yang sama. Triangulasi teori dengan membahas

permasalahan dikoneksikan dengan teori lain yang memiliki relevansi untuk

memperdalam analisis data hasil penelitian. Model analisis data studi kasus Robert

K. Yin sebagai berikut:

Gambar 1.1. Model analisis data studi kasus Robert K. Yin

Rumusan Masalah

Pemilihan Fokus

Masalah/Kasus

Pembuatan Matriks Kategori

Pengembangan Deskripsi

Masalah/ Kasus

Penjelasan Pola

Penjodohan Pola

Variasi peristiwa yang

berbeda/variasi kronologis

Penjelasan Tandingan Pola

Analisis peristiwa

kronologis Periksa

kompleksitas variasi peristiwa

TEORI

Penarikan Konklusi

Sumber: Robert K. Yin dalam Puspitasari, 2011: 43

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/127834/potongan/S2-2017...dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom,

38