BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah kasus HIV 1 positif yang ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 sampai dengan September 2012, terdapat 92.251 kasus. Sedangkan kasus AIDS 2 yang ditemukan terdapat 39.434 kasus. Selain itu angka kematian (Case Fatality Rate=CFR) akibat HIV dan AIDS di 33 provinsi di Indonesia terdata sebanyak 5.681 kasus. Presentase kumulatif kasus AIDS tertinggi ada pada kelompok umur 20-29 tahun (42,3%). Presentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 66,8% dan perempuan 32,9%. 3 Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (21.775 kasus), diikuti Jawa Timur (11.994 kasus), Papua (9.447 kasus), Jawa Barat (6.640 kasus), dan Sumatera Utara (5.935 kasus). Sedangkan jumlah kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua (7.527 kasus), DKI Jakarta (6.299 kasus), Jawa Timur (5.257 kasus), Jawa Barat (4.098 kasus), Bali (2.939 kasus), Jawa Tengah (2.503 kasus), Kalimantan Barat (1.699 kasus), Sulawesi Selatan (1.377 kasus), Riau (755 kasus), dan Sumatera Barat (715 kasus). 4 Persoalan HIV dan AIDS ini disebabkan oleh aksesibilitas informasi yang terbatas, khususnya pada wilayah dengan topografi yang besar wilayahnya dipenuhi gunung-gunung seperti di Papua. Seperti telah dikemukakan oleh Dr. Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan Indonesia, banyak daerah di Papua yang sulit dijangkau dalam 1 HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus’ .HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus- menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. 2 AIDS adalah singkatan dari ‘Acquired Immunodeficiency Syndrome’ dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. 3 Laporan perkembangan HIV-AIDS di Indonesia, Triwulan III Tahun 2012 terasip dalam http://www.aidsindonesia.or.id/laporan-kementerian-kesehatan-triwulan-iii-tahun-2012.html diakses 18 Februari 2013 pukul 10.58 WIB 4 Ibid.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah kasus HIV1 positif yang ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 sampai

dengan September 2012, terdapat 92.251 kasus. Sedangkan kasus AIDS2 yang

ditemukan terdapat 39.434 kasus. Selain itu angka kematian (Case Fatality

Rate=CFR) akibat HIV dan AIDS di 33 provinsi di Indonesia terdata sebanyak 5.681

kasus. Presentase kumulatif kasus AIDS tertinggi ada pada kelompok umur 20-29

tahun (42,3%). Presentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 66,8% dan

perempuan 32,9%.3

Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (21.775 kasus), diikuti Jawa

Timur (11.994 kasus), Papua (9.447 kasus), Jawa Barat (6.640 kasus), dan Sumatera

Utara (5.935 kasus). Sedangkan jumlah kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua

(7.527 kasus), DKI Jakarta (6.299 kasus), Jawa Timur (5.257 kasus), Jawa Barat

(4.098 kasus), Bali (2.939 kasus), Jawa Tengah (2.503 kasus), Kalimantan Barat

(1.699 kasus), Sulawesi Selatan (1.377 kasus), Riau (755 kasus), dan Sumatera

Barat (715 kasus).4

Persoalan HIV dan AIDS ini disebabkan oleh aksesibilitas informasi yang

terbatas, khususnya pada wilayah dengan topografi yang besar wilayahnya dipenuhi

gunung-gunung seperti di Papua. Seperti telah dikemukakan oleh Dr. Nafsiah Mboi,

Menteri Kesehatan Indonesia, banyak daerah di Papua yang sulit dijangkau dalam

1HIV merupakan singkatan dari ’Human Immunodeficiency Virus’.HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. 2AIDS adalah singkatan dari ‘Acquired Immunodeficiency Syndrome’ dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. 3Laporan perkembangan HIV-AIDS di Indonesia, Triwulan III Tahun 2012 terasip dalam http://www.aidsindonesia.or.id/laporan-kementerian-kesehatan-triwulan-iii-tahun-2012.html diakses 18 Februari 2013 pukul 10.58 WIB 4 Ibid.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

2

pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga

masih minim sehingga langkah pencegahan dan penanganan penderita HIV dan

AIDS sulit dilakukan. Topografi yang sulit serta minimnya prasarana di Papua juga

menyebabkan susahnya proses pelaporan penderita HIV dan AIDS. Padahal,

pendataan adalah bagian penting dari penanggulangan HIV dan AIDS. Hal ini

diperkuat oleh pernyataan Menkes Nafsiah Mboi, "Yang masalah di Papua

pelaporannya belum baik. Ada kabupaten yang cukup bagus pelaporannya, seperti

Jayapura tapi kabupaten lainnya sama sekali belum bisa menyampaikan laporan

kasus HIV DAN AIDS secara rutin."5

Daerah-daerah lain di Indonesia yang juga memiliki angka kasus HIV dan AIDS

tinggi merupakan kota-kota besar yang tergolong maju dibandingkan dengan

daerah lainnya di pulau yang sama. Dengan karakteristik tersebut, informasi dan

sarana prasarana tentunya tersedia dengan sangat baik, namun daerah-daerah

tersebut justru memiliki angka kasus HIV dan AIDS yang tinggi. Sedangkan daerah

lain yang tingkat kemajuannya tidak setinggi kota-kota besar tersebut justru

memiliki angka kasus HIV dan AIDS yang rendah. Hal ini menunjukkan anomali

dengan kasus tingginya HIV dan AIDS di Papua.

Untuk mengatasi banyaknya kasus HIV dan AIDS, di Indonesia sudah banyak

dilakukan berbagai metode penyampaian HIV dan AIDS education secara

komprehensif di berbagai daerah, seperti kampanye HIV dan AIDS Roadshow Mall to

Mall di lima mall di Jakarta yang digelar oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

(KPAN) tahun 2012. Kampanye ini diselenggarakan untuk memperingati Hari AIDS

Sedunia. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan

pentingnya perlindungan perempuan dan anak terhadap HIV dan AIDS. Selain itu,

dalam acara ini juga dibuka pameran foto Mata Perempuan, serta peluncuran buku

kumpulan fotografi hasil karya perempuan dengan HIV. Media fotografi ini

diharapkan dapat menjadi salah satu media komunikasi, informasi dan edukasi

serta materi advokasi bagi pemangku kebijakan di tatanan atas pemerintahan,

5Papua Masih Rawan HIV dan AIDS terarsip dalam http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/papua-masih-rawan-hivaids diakses 18 Februari 2013 pukul 11.24 WIB

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

3

terutama untuk mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan baru yang secara

berkelanjutan mampu mendukung program penanggulangan HIV nasional.6

Kampanye untuk meningkatkan pengetahuan HIV dan AIDS pada remaja juga

diselenggarakan oleh Kemenkes, yakni kampanye dengan tagline ‘Aku Bangga Aku

Tahu (ABAT)’. Kampanye ini dilakukan oleh pihak Kemenkes dengan banyak cara,

salah satunya dengan mengadakan kuis di jejaring sosial. Kuis ini diupayakan untuk

dapat memberi edukasi secara tidak langsung mengenai HIV dan AIDS.7 Beberapa

saat yang lalu Menkes Nafsiah Mboi juga merencanakan pencanangan Kampanye

Kondom. Kampanye Kondom ini difokuskan kepada Pekerja Seks Komersil (PSK)

miskin, sebab mereka dianggap tidak mampu membeli kondom. Kampanye ini

dilaksanakan juga untuk menekan laju penyebaran HIV dan AIDS.8

Berbeda dengan beberapa kampanye yang telah disebutkan di atas, di beberapa

daerah di Indonesia, khususnya di Yogyakarta diselenggarakan program kampanye

HIV dan AIDS Dance4life. Dance4life adalah suatu kampanye global yang melibatkan

serta menguatkan remaja dengan menggunakan suara dan tubuh mereka untuk

memukul mundur penyebaran HIV dan AIDS. Dance4life menjadi salah satu upaya

menyatukan remaja seluruh dunia dan membangun kesadaran remaja terkait HIV

dan AIDS.

Dalam melakukan perlawanan terhadap HIV dan AIDS, hal utama yang perlu

dipahami oleh masyarakat adalah informasi yang komprehensif mengenai HIV dan

AIDS serta pemahaman bahwa perlawanan yang seharusnya dilakukan ialah

terhadap virusnya, bukan kepada penderitanya atau yang lebih umum dikenal

dengan sebutan ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS). Perlawanan terhadap ODHA

merupakan salah satu bentuk diskriminasi. Diskriminasi terhadap ODHA yang

hingga sekarang masih mengakar di tengah masyarakat Indonesia tidak lain karena

imej negatif yang telah tertanam dalam mind set masyarakat mengenai ODHA itu

6 http://www.ourvoice.or.id/2012/11/kpan-gelar-kampanye-hivaids-di-lima-mall-jakarta/ diakses 18 Maret 2013 pukul 9.50 WIB 7 http://health.liputan6.com/read/510570/aku-bangga-aku-tahu-kuis-kampanye-hiv-aids-untuk-remaja diakses pada 18 Maret 2013 pukul 10.13 WIB 8 http://aids-ina.org/modules.php?name=AvantGodanfile=printdansid=6643 diakses pada 18 Maret 2013 pukul 10.37 WIB

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

4

sendiri. Budaya ketimuran yang kental akan kereligiusan serta adat istiadat

masyarakat Indonesia yang senantiasa menjunjung norma-norma menjadi salah

satu faktor yang mempengaruhi pandangan masyarakat kepada ODHA. Hal inilah

yang diupayakan oleh Dance4life untuk memberikan pemahaman yang benar akan

HIV dan AIDS, dari bagaimana virus ini tersebar dan apa saja media penyebarannya.

Dance4life merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi beberapa tahapan,

antara lain inspire, educate, activate, dan celebrate. Di dalam serangkaian kegiatan

ini, Dance4life mengusung metode baru dengan menggunakan video, musik dan

tarian sebagai pendekatan dalam bentuk kampanye dan format kemasan HCT

(Heart Connection Tour) yang dianggap cukup dapat menarik antusias audiensnya,

yakni remaja.

Remaja merupakan sasaran audiens kampanye ini karena mereka merupakan

generasi muda yang diharapkan mampu menjadi agen untuk mewujudkan

perubahan sosial dengan adanya edukasi terkait kesehatan reproduksi dan seksual

serta HIV dan AIDS. Dengan terlibatnya remaja, gerakan perubahan ini diharapkan

dapat ikut berkontribusi dalam upaya penekanan laju penyebaran atau

pertumbuhan virus HIV yang kasusnya tiap tahun terus bertambah.

Pada tahun 2011, sebanyak 14.714 siswa berpartisipasi dalam program

School4life di Indonesia. Sedangkan di Yogyakarta sendiri, sebanyak 1.083

agents4change berpartisipasi dalam acara Celebration Dance4life pada tanggal 27

November 2011. Peserta yang berpartisipasi dalam Dance4life ini merupakan para

remaja yang berasal dari berbagai kalangan seperti siswa SMP, SMA, dan komunitas

remaja. Banyaknya remaja yang terlibat dalam Dance4life dan turut serta dari awal

program hingga akhir selebrasi menunjukkan keaktifan mereka dalam mencari

informasi terkait isu HIV dan AIDS yang diusung program ini.

Di Yogyakarta Dance4life diadakan oleh PKBI (Perkumpulan Keluarga

Berencana Indonesia) di sekolah-sekolah setingkat SMP dan SMA, serta komunitas

remaja. Pelaksanaannya tidak hanya menyasar sekolah-sekolah di tingkat kota,

namun juga merangkul sekolah-sekolah di kabupaten yang oleh pihak PKBI disebut

sebagai “cabang.” Kota dan daerah pinggiran tentunya memiliki topografi, kondisi

sosial dan kebudayaan yang berbeda sesuai dengan tingkat kemajuan daerahnya.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

5

Perbedaan latar belakang sosial dan kebudayaan para remaja di sekolah kota dan

sekolah cabang ini memungkinkan adanya perbedaan dalam meresepsi pesan yang

disampaikan oleh serangkaian kegiatan dalam Dance4life.

Mengingat pendekatan yang digunakan dalam Dance4life ini adalah video,

musik, dan tarian yang meskipun sudah cukup membumi dan tentunya tidak asing

lagi bagi seluruh lapisan masyarakat, latar belakang sosial dan kebudayaan

umumnya berpengaruh pada pengalaman atas produk media yang menerpa masing-

masing individu dalam audiens yang disasar. Audiens Dance4life sendiri juga

merupakan audiens yang aktif dalam mencari informasi terkait HIV dan AIDS

ditunjukkan dari besarnya partisipasi mereka dalam mengikuti Dance4life.

Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana

audiens remaja di berbagai daerah di Yogyakarta, yakni di kota dan di cabang dalam

meresepsi pesan edukasi mengenai HIV dan AIDS, dan anti diskriminasi ODHA

(Orang Dengan HIV dan AIDS) yang dibentuk oleh serangkaian kegiatan dalam

program Dance4life yang diselenggarakan PKBI di Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjabaran masalah yang diangkat, dirumuskan permasalahan sebagai

berikut “Bagaimana resepsi remaja terhadap pesan edukasi mengenai HIV dan AIDS,

dan anti diskriminasi ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) yang terdapat dalam

program Dance4life PKBI Yogyakarta?”

1.3 Tujuan Penelitian

Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk memaparkan resepsi

audiens terhadap program Dance4life mengenai makna pesan anti

diskriminasi ODHA serta informasi terkait HIV, AIDS, dan sex education

yang disampaikan di dalamnya.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu resepsi

audiens terhadap program Dance4life sebagai bentuk edukasi dan

sebagai bentuk hiburan.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

6

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberi manfaat sebagai

berikut :

Memperkaya kajian ilmu komunikasi seputar audiens komunikasi.

Sebagai bahan referensi bagi perilaku-perilaku yang terkait dengan

topik penelitian.

Memberikan masukan, saran, sekaligus kritik kepada PKBI agar dapat

berperan optimal dalam memberikan pendidikan HIV, AIDS, dan seks

terhadap remaja.

1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Reception Analysis dan Representasi Makna Pertunjukan

Reception analysis merujuk pada analisis tekstual wacana media yang

dikomparasikan dengan wacana audiens, yang hasil interpretasinya merujuk pada

konteks, seperti cultural setting dan context atas isi media lain9. Jensen dalam

karyanya A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication

Research berasumsi bahwa analisis resepsi dapat diartikan sebagai analisis

perbandingan tekstual dari sudut pandang audiens yang menghasilkan suatu

pengertian tegas pada suatu konteks10.

Menurut McQuail, studi reception analysis melihat audiens sebagai komunitas

interpretif (interpretive communities) atau audiens penafsir. Audiens penafsir ini

secara aktif meresepsi teks dan pesan-pesan media dan menginterpretasikannya

secara bebas dan berbeda-beda menurut lingkungan sosial-budaya dimana aktivitas

berbagai pengalaman-pengalaman pemaknaan terjadi11. Studi reception analysis

berusaha untuk mengetahui bagaimana audiens memahami, menginterpretasi isi

pesan atau memproduksi makna. Produksi makna tergantung pada bahasa yang

merupakan sistem tanda. Suara-suara, gambar, kata-kata yang ditulis, lukisan, foto,

9 Klaus Bruhn Jensen dan Nicholas W. Jankowski. 1993. A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research. London: Routledge. Hal. 139. 10 Ibid. 11 Denis McQuail, Peter Golding, Els De Bens (ed). 2005. Communication Theory and Research: An EJC Antholgy. London: Sage. Hal. 60

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

7

dll berfungsi sebagai tanda-tanda dalam bahasa ketika semua hal itu berproses

untuk mengekspresikan atau mengkomunikasikan gagasan12. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa proses pemaknaan dalam reception analysis merupakan proses

pemaknaan sistem tanda, baik sistem tanda yang disajikan media maupun dalam

komunikasi interpersonal, komunikasi massa dan jenis komunikasi lainnya.

Rangkaian sistem tanda dalam bahasa inilah yang merupakan teks karena di

dalamnya mengandung pesan.

Saussure menganalisis tanda menjadi dua bentuk elemen yakni ‘signifier’ dan

‘signified’. ‘Signifier’ merupakan bentuk (kata yang sebenarnya, gambar, foto, dll)

dan ‘signified’ merupakan gagasan atau konsep di kepala manusia. Contohnya,

ketika manusia mendengar, membaca, atau melihat walkman di saat yang sama

akan terhubung dengan konsep sebuah kaset player portable yang ada di kepala.

Konsep tersebut tertanam karena pengalaman atau pengetahuan sebelumnya

mengenai konteks bahasa walkman baik yang didengar, dilihat, maupun dibaca.13

Mengacu pada hal ini, reception analysis pada umumnya menguraikan pemahaman

dan pandangan individu secara nyata mengenai pengalaman yang mereka alami dan

rasakan selama melakukan interaksi dan mengonsumsi media. Perbedaan latar

belakang sosio-kultural, pengalaman serta identitas audiens yang akan membuat

pemaknaan yang berbeda oleh masing-masing audiens dalam menginterpretasi

pesan. Melalui pendekatan ini dapat dilihat mengapa audiens memaknai sesuatu

secara berbeda serta faktor-faktor psikologis dan sosial apakah yang kemudian

akan muncul dalam bentuk pemikiran. Dapat ditarik kesimpulan bahwa segala

bentuk sistem tanda juga diresepsi sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan

yang telah dimiliki audiens sebelumnya.

Reception analysis memang berangkat dari studi-studi mengenai audiens di

ranah media massa. Sejumlah peneliti awal mengembangkan reception analysis

kebanyakan melakukannya pada audiens televisi, seperti Morley (1986); Liebes dan

12 Jonathan Culler (1976:19) dalam Stuart Hall. 2003. Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. SAGE Publications: London. Hal. 30 13 Ibid.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

8

Katz (1984); Ang (1985); dan Hobson (1981)14. Kajian media tersebut menghasilkan

teori-teori seperti agenda setting, cultivation, dan critical theory, dimana ketiganya

mengasumsikan sistem media massa tersentralisasi. Dari teori-teori tersebut,

ditunjukkan bahwa dalam proses konsumsi media massa televisi membuka peluang

bagi audiens untuk melakukan aktivitas membaca, melihat, dan mendengarkan teks.

Karena berdasarkan etimologis, atau asal-usul kata, istilah audiens hanya

memenuhi cakupan aktivitas mendengar dan menonton15. Dalam studi reception

analysis, audiens adalah partisipan aktif dalam membangun dan

menginterpretasikan makna atas apa yang mereka baca, dengar dan lihat sesuai

dengan konteks budaya. Isi media dipahami sebagai bagian dari sebuah proses

dimana common sense dikonstruksi melalui pembacaan yang diperoleh dari gambar

dan teks bahasa. Sementara, makna teks media bukanlah fitur yang transparan,

tetapi produk interpretasi oleh pembaca dan penonton16. Maka individu secara aktif

menginterpretasikan teks media dengan cara memberikan makna atas pemahaman

pengalamannya sesuai apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Interpretasi didefinisikan sebagai kondisi aktif seseorang dalam proses berpikir dan

kegiatan aktif pencarian makna17. Sejalan dengan itu, Lorimer berpendapat

reception analysis melihat bagaimana audiens memahami (make sense) media

sebagai sebuah produk budaya dan bagaimana interpretasi atas apa yang mereka

baca, lihat dan dengar18.

Dance4life disuguhkan melalui media video, tarian, dan musik. Video meliputi

unsur visual dan audio yang dikemas untuk menyampaikan suatu narasi. Gerakan,

tarian, dan musik dikemas untuk menyampaikan teks(bahasa, wacana, tanda, dan

gerakan). Dalam teori performance dipahami bahwa bunyi dalam percakapan

14 Pieter J. Fourie. 2004. Media Studies Volume 2: Content, Audiences and Production. Claremont: Juta. Hal. 265 15 Leah Lievrouw dan Sonia Livingston (ed). 2009. The Handbook of New Media: Updated Student Edition. London: Sage. Hal. 27 16 John Street. 2001. Mass Media, Politics and Society. New York: Palgrave. Hal. 95-97 17 Stephen W. Littlejohn. 2002. Theories Of Human Communication. London: Wadsworth Publishing Company. Hal. 199 18 Rowland Lorimer. 1994. Mass Communications: A Comparative Introduction. Manchaster, UK: Manchaster University Press. Hal. 170

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

9

diwujudkan melalui intensionalitas ekspresi wajah, gerak tubuh, jenis kelamin, daya

tarik seksual, dll. Dari pengetahuan sang aktor peraga muncul intensionalitas yang

bekerja sama dengan tubuh dalam menciptakan suatu pertunjukan atau

performance. Intensionalitas tersebut muncul atau dimediasi oleh otak aktor.19

Membaca teks dan memahami pergerakan merupakan aktivitas dimana kita secara

kreatif dan imajinatif memahami teks dan pertunjukan dengan menggunakan

proses kognitif yang melibatkan bahasa dan simbol.20 Sehingga pada pertunjukan

gerakan dan musik yang ditampilkan dalam Dance4life, audiens secara aktif

berimajinasi serta membangun pemaknaan dan penafsiran mereka sendiri atas

tampilan visual yang dilihat dan audio yang didengar.

1.5.2 Pesan Dalam Dance4life

Dance4life membuka peluang bagi audiens untuk turut berpartisipasi dalam

proses pembelajaran yang disajikan. Partisipasi yang diciptakan merupakan bentuk

dari audiens yang turut aktif menerima isi atau pesan yang disampaikan di dalam

sepanjang berjalannya program. Dance4life memiliki beberapa tahapan, di mana

dari setiap tahapnya memiliki pesan dan tujuan masing-masing. Tahap-tahap

tersebut meliputi:

Inspire (menginspirasi)

Pada tahap ini, Dance4life memberikan inspirasi kepada audiens untuk

terlibat. Melalui video yang berisi cuplikan-cuplikan kegiatan Dance4life yang

sudah pernah berjalan di negara-negara lain maupun di Indonesia, audiens

dikenalkan dasar dari program ini. Dengan ditayangkannya video ini,

diharapkan audiens dapat terinspirasi untuk turut serta dalam program

Dance4life hingga tahap terakhir. Selain diputarkannya video, inspirasi dari

Dance4life ini juga disampaikan oleh fasilitator yang berfungsi sebagai

komunikator dalam Dance4life dari PKBI DI Yogyakarta. Ini adalah saat pertama

dimana kebanyakan anak muda mendapatkan kesempatan untuk bicara dan

19 Bruce McConachie and F. Elizabeth Hart. 2006. Performance and Cognition: Theatre studies and

the cognitive turn. New York: Routledge. Hal. 33 20 Ibid. Hal. 191

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

10

bertanya tentang seks dengan cara yang terbuka dan aman kepada para

pendidik sebaya mereka. Mereka terispirasi oleh cara yang menyenangkan dan

penuh emosi yang dilakukan anak-anak muda lain dalam menyampaikan pesan

dan informasi. Kesalahpamahan dan praduga diluruskan dan tabu dipatahkan

terkait dengan cara penyebaran virus tersebut. Kegiatan ini berjalan dengan

serius dan menyenangkan.

Educate (mengedukasi)

Setelah terinspirasi untuk menjadi bagian dari Dance4life, audiens

bergabung dalam lokakarya pengembangan keterampilan yang akan

meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri mereka. Mereka dididik

selama sesi partisipatif tentang isu-isu seputar HIV dan AIDS. Audiens diberi

pemahaman mendalam mengenai persebaran HIV dan AIDS, serta media

penyebarannya. Dengan memahami bagaimana HIV dan AIDS dapat menular,

diharapkan mereka dapat memahami bagaimana memperlakukan ODHA.

Meskipun fokusnya pada isu-isu tersebut, audiens belajar lebih banyak dari itu,

termasuk keterampilan untuk bicara lebih baik di hadapan publik, debat,

negosiasi, pembuatan keputusan dan lainnya. Dimana seluruh hal tersebut

memberdayakan mereka untuk mengambil keputusan-keputusan yang positif

bagi masa depan mereka. Pada tahap ini audiens diajarkan tarian serta lagu

diputar dengan tape. Sedangkan lirik lagu ditayangkan juga di LCD untuk

membantu audiens menghafal dan memahami lagu yang dinyanyikan dalam

keseluruhan tarian Dance4life. Tarian dan lagu yang diajarkan berisi pesan-

pesan di mana audiens, yakni para remaja harus berani menggunakan tubuh

dan suaranya untuk mencegah penyebaran virus HIV dan AIDS dan tentunya

bukan memerangi orang penderitanya.

Activate (mengaktivasi)

Dari seluruh audiens yang terinspirasi kemudian dididik dan dibekali

keterampilan-keterampilan yang memberdayakan. Dari sini, audiens dikenalkan

untuk memulai tindakan-tindakan yang berkontribusi terhadap penghentian

HIV dan AIDS dan mengubah cara pandang teman-teman dan keluarga mereka

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

11

terhadap HIV. Kegiatan-kegiatannya pun beraneka ragam, seperti penggalangan

dana, advokasi, kerja-kerja relawan dan melakukan peningkatan kesadaran.

Celebrate (merayakan)

Tahap terakhir adalah acara tarian global yang sangat kuat, diselenggarakan

pada tanggal 1 Desember yakni peringatan hari AIDS Sedunia. Tarian global ini

sebagai bentuk perayaan komitmen dan capaian-capaian yang dihasilkan oleh

para agen perubahan. Dari tarian ini, mereka menunjukkan secara terbuka apa

yang mereka yakini dan apa yang telah mereka capai selama program sekolah

Dance4life. Mereka menari untuk memberikan inspirasi dan mendapatkan

dukungan dari seluruh dunia, dan untuk mengingatkan para pemimpin dunia

akan janji-janji yang telah mereka buat terkait dengan Tujuan Pembangunan

Milenium terkait dengan HIV dan AIDS.

1.5.3 Audiens Aktif

Terminologi audiens selalu memiliki karakter abstrak dan dapat diperdebatkan,

begitu pula dalam realitas konteksnya, terminologi audiens juga beragam dan

berubah secara konstan. Audiens memiliki dua karakter, yaitu audiens merupakan

produk dari konteks sosial (yang berimplikasi pada pengalaman, kepentingan dan

pemahaman yang sama dalam konteks sosialnya); dan kedua, audiens merupakan

respons dari pola jenis media massa tertentu. Seringkali, audiens dikategorisasikan

dalam konteks waktu mereka mengakses media, wilayah, dan gaya hidup.21

Tabel 1.1 Sudut Pandang Audiens22

Posisi Audiens Interaksi dengan:

Media Anggota Lain Isu dan Opini

Massa Atomistik Atomistik Atomistik

Kelompok Kuasi-atomistik Aktif-relasional Aktif

Publik Relasional Aktif Proaktif

Konsumen Motif Profit Atomistik Atomistik

21 Dedy N. Hidayat dkk. 2008. Riset Audiens dalam Kajian Komunikasi. Indonesia: PKMBP. Hal. 61 22 Ibid. Hal. 62

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

12

Dalam Dance4life, audiens diberikan tayangan video moodclip atau film dari

potongan-potongan video dokumentasi Dance4life yang telah berlangsung di

Indonesia maupun seluruh dunia. Dalam film, penanda bekerja memproduksi

makna melalui proses menonton itu sendiri. Citra dan suara yang terdapat dalam

film menjadi tak bermakna tanpa kerja fantasi bawah sadar penonton, dan di sinilah

asal pengertian tentang setiap film. Film merupakan hasil konstruksi penontonnya.

Dari pandangan ini, Christian Metz (1975) menawarkan konsep mengenai aparatus

sinematik. Konsep ini didasari oleh teori film psikoanalisis. Teori ini melihat makna

sebagai proses penstrukturan makna subjek dan bukanlah sebagai isi (content) teks.

Penstrukturan subjek tersebut dipahami sebagai hasil kerja aparatus sinematik

yang disebut dengan identifikasi sinematik. Secara spesifik, identifikasi sinematik

adalah identifikasi yang terjadi pada penonton film yang dihasilkan oleh kerja

aparatus sinematik. Metz membagi mekanisme identifikasi sinematik menjadi dua,

yakni:23

1) Identifikasi sinematik primer

Identifikasi penonton dengan tindakan melihat itu sendiri. Pada identifikasi

ini subjek berubah menjadi subjek transendental, yakni subjek yang merasa

sebagai enunciator24 dari semua makna yang terdapat dalam layar. Sehingga

penonton akan mengartikan segala yang ia saksikan dalam film sesuai dengan

imajinasinya sendiri.

2) Identifikasi sinematik sekunder

Identifikasi penonton film dengan karakter yang diidealkan dalam narasi

film. Posisi penonton di depan layar sama seperti posisi anak di depan cermin,

yang keduanya sama-sama takjub dan mengidentifikasi diri dengan citra yang

diidealkan. Pada posisi identifikasi ini, penonton film akan memosisikan diri

sama seperti karakter yang terdapat di dalam film.

Setelah menonton video moodclip, audiens didorong untuk secara interaktif

merespon pesan yang disampaikan dalam Dance4life. Dance4life menampilkan serta

23 Ibid. Hal. 115-116 24 Dalam hal in bisa saja penulis naskah, sutradara atau narator, yang merupakan produser asli dari fantasi yang muncul dalam film agar simulasi hasrat dari penonton dapat dijalankan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

13

mengajarkan tarian yang meliputi gerakan drill 1/HIV, drill 2/Freeze, dan drill

3/Free style. Setelah menyaksikan gerakan tarian drill tersebut, audiens merespon

dengan mengikuti gerakan yang telah ditampilkan. Di samping gerakan drill,

audiens juga mendengarkan musik dan juga lirik lagu dimana lirik lagu tersebut

juga secara responsif ditirukan oleh audiens bersamaan dengan gerakan yang

diajarkan. Dalam proses ini audiens menyaksikan gerakan, mendengarkan musik

maupun lirik lagu, serta mengikuti gerakan serta lirik lagu, sehingga audiens juga

secara aktif menerima pesan yang ada pada gerakan dan lirik lagu tersebut.

Untuk memaparkannya, digunakan konsep audiens aktif yang ditawarkan oleh

Stuart Hall (1973). Hall menggunakan audiens televisi sebagai objek kajiannya

untuk mengajukan tiga hipotesis tentang proposisi audiens dalam meresepsi pesan.

Ketiga proposisi audiens tersebut yaitu25:

Dominant-hegemonic position: Dalam posisi ini audiens mengambil arti

sepenuhnya dari apa yang terdapat dalam kerangka interpretasi yang diusulkan

dan dirujuk oleh pesan itu sendiri. Maka audiens membaca pesan dari posisi

yang sama persis dengan posisi pembicara atau media yang menyampaikan

pesan.

Negotiated position: Dalam posisi ini audiens dapat mengambil makna secara

umum seperti disandikan dalam pesan, tetapi dengan ke beberapa konteks

konkrit ataupun situasional yang mencerminkan posisi dan kepentingannya,

pembaca memodifikasi atau mengubah sebagian makna yang dirujuk oleh

pesan, maka audiens dapat membaca pesan dan menerima stuktur dasar dari

pesan yang disampaikan, namun audiens tetap melakukan negosiasi terhadap

detail-detail pesan yang lain.

Oppositional position: Dalam posisi ini audiens dapat mengenali bagaimana

pesan tersebut telah disandikan secara kontekstual, tetapi audiens lebih

mengedepankan alternatif pada pemaknaan pesan, yaitu sebuah interpretasi

yang secara langsung beroposisi dengan makna yang dirujuk oleh pesan. Maka

25 Berdasarkan Parkin (1973) dalam Ina Bertrand dan Peter Hughes. 2005. Media Research Methods: Audiences, Institution and Texts. New York: Palgrave Macmilan. Hal. 54

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

14

audiens membaca pesan dari posisi dan kerangka pikir yang sama sekali

berbeda dengan posisi dan kerangka pikir pembicara atau media yang

menyampaikan pesan.

Meskipun menggunakan audiens televisi sebagai objek kajian, namun aktivitas

audiens dalam Dance4life seperti membaca, melihat, dan mendengar membuka

peluang yang sama bagi proses penerimaan audiens tersebut selama mengikuti

program kampanye.

Kategorisasi audiens yang telah dipaparkan di atas akan menunjukkan posisi

setiap audiens atas paparan pesan Dance4life. Walaupun pada dasarnya pesan

besar yang disampaikan Dance4life ialah mengenai perlawanan terhadap HIV dan

AIDS serta diskriminasi terhadap ODHA, namun konstruksi audiens terhadap pesan

dalam setiap media di dalamnya akan berbeda sesuai dengan pengalaman serta

aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing audiens. Sehingga posisi audiens

terhadap setiap media pun penting adanya untuk melihat faktor apa saja dalam

Dance4life yang memengaruhi pemahaman audiens atas pesan Dance4life sendiri

secara utuh.

1.6 Kerangka Konsep

1.6.1 Konstruksi Pesan Teks Dalam Dance4life

Dalam Dance4life terdapat serangkaian kegiatan yang didukung komunikasi

interpersonal maupun media dalam membentuk pesan edukasi seks, HIV, dan AIDS.

Pesan tersebut disajikan melalui leaflet, video, penyuluhan sebagai bentuk

komunikasi massa, musik, tarian, dan sebuah selebrasi. Partikel-partikel tersebut

memungkinkan audiens Dance4life untuk melakukan aktivitas membaca,

mendengarkan, dan menyaksikan, sama halnya dengan aktivitas audiens dalam

mengonsumsi sebuah media pada umumnya, seperti televisi. Untuk itu, dapat

dijelaskan perbandingan karakteristik dari sebuah media massa televisi dengan

karakteristik Dance4life melalui tabel berikut:

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

15

Tabel 1.2 Perbandingan Karakteristik Media Televisi dan

Dance4life

Jenis Medium

Karakteristik

Televisi Dance4life

Audio Musik, suara Musik, suara

Visual Gambar gerak 2D Gambar gerak video, gerakan

tari, penyuluh/fasilitator

Teks Dialog Dialog, lirik lagu, leaflet

1.6.2 Reception Analysis Audiens Dance4life

Penelitian ini berangkat dari studi audiens, dimana audiens Dance4life

ditempatkan sebagai objek penelitian. Audiens dalam penelitian ini adalah audiens

sebagai penonton dan partisipan dalam serangkaian kegiatan dalam Dance4life.

Sedangkan proses komunikasi yang ingin dilihat adalah tentang “pemaknaan” pesan

oleh audiens tersebut. Pembedahan konsep ini dengan menggunakan reception

analysis, karena dalam studi reception analysis, audiens adalah partisipan yang aktif

dalam membangun dan menginterpretasikan makna atas apa yang mereka baca,

dengar dan lihat sesuai dengan konteks budaya.

Pemaknaan pesan oleh audiens Dance4life mengacu pada segala bentuk

interpretasi, pemahaman, opini, dan pandangan. Peneliti juga berusaha

mengidentifikasi pengalaman (experience) dan emosi yang dirasakan oleh audiens

saat mengikuti serangkaian kegiatan yang ada dalam Dance4life. Secara spesifik,

peneliti mengidentifikasi pemaknaan audiens terhadap media video moodclip

Dance4life; tarian dan lirik lagu Dance4life; dan materi HIV dan AIDS yang ada dalam

Dance4life.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

16

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk

mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif.

Merujuk pada fenomena dalam permasalahan yang diusung yakni mengenai

perbedaan audiens dalam meresepsi pesan, maka peneliti menggunakan metode

analisis resepsi (reception analysis). Analisis resepsi yaitu metode yang bercirikan

keterlibatan langsung di lapangan yang memungkinkan peneliti menjadi tidak

berjarak dengan objek penelitian. Analisis resepsi merupakan salah satu fokus studi

yang mempelajari audiens aktif. Metode ini peneliti pilih dengan asumsi melalui

metode ini peneliti dapat melihat secara langsung bagaimana audiens meresepsi

pesan dalam Dance4life yang diberikan. Metode peneliti gunakan untuk melihat

penerimaan remaja atas edukasi HIV dan AIDS serta pesan anti diskriminasi Orang

Dengan HIV dan AIDS (ODHA).

Terdapat tiga elemen dalam reception analysis, yaitu mengumpulkan,

menganalisis, dan menginterpretasikan data. Hal pertama yang dilakukan adalah

mengumpulkan data berupa kata, frasa, maupun kalimat yang diungkapkan oleh

audiens, yakni dengan wawancara, observasi, dan kritik teks26, ataupun etnografi.

Kedua, menganalisis hasil wawancara audiens dengan menganalisis wacana yang

muncul melalui penarikan kutipan yang menyolok. Ketiga, menginterpretasikan

pengalaman/penerimaan audiens tentang media dengan referensi konstan pada

konteks wacana media dan juga pada konteks sosial umum.

Analisis resepsi ini mencoba untuk membuka dan menguraikan pemahaman

individu secara nyata tentang apa yang telah audiens alami dan rasakan.

Pemahaman tersebut meliputi pemaknaan audiens atas pesan-pesan yang mereka

terima selama mengikuti aktivitas dalam program Dance4life antara lain inspire,

educate, activate, dan celebrate. Perbedaan aktivitas yang mereka jalani akan

menunjukkan adanya perbedaan pengalaman atas program Dance4life yang telah

26 Klaus Bruhn Jensen dan Nicholas W. Jankowski. 1993. A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research. London: Routledge. Hal. 139.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

17

mereka ikuti. Aktivitas audiens dapat berbeda-beda berdasar pada kebijakan

sekolah dimana mereka mengikuti program maupun jalur lain yang dilalui audiens

untuk mengikuti program ini.

Melalui pendekatan analisis resepsi peneliti dapat melihat mengapa audiens

memaknai sesuatu secara berbeda serta faktor-faktor psikologis dan sosial apakah

yang kemudian akan muncul dalam bentuk pemikiran. Faktor psikologis yang akan

mempengaruhi pemikiran audiens dapat meliputi faktor kedekatan atas media yang

digunakan maupun materi pesan dalam program Dance4life. Sedangkan faktor

sosial yang melingkupi para audiens dalam melakukan pemaknaan pesan dapat

meliputi latar belakang sekolah dan lingkungan belajar mereka selama ini.

1.7.2 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah audiens dari Dance4life. Audiens dari

Dance4life terdiri dari para remaja yang merupakan siswa dari Sekolah Menengah

Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Yogyakarta, maupun di

kabupaten sekitarnya seperti Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul.

Perbedaan geografis sekolah-sekolah yang disasar inilah yang menjadi dasar

perbedaan latar belakang sosial dan budaya para audiens. Pada penelitian ini akan

diambil audiens yang berasal dari kota Yogyakarta dan Kulon Progo. Pemilihan dua

daerah kabupaten ini berdasar dari kemudahan aksesibilitas dalam pengambilan

informan yang merupakan audiens dari Dance4life.

1.7.3 Teknik pengumpulan data

a. Observasi partisipatif

Melalui teknik ini peneliti mengikuti aktifitas yang dilakukan audiens

selama berjalannya program yang terdiri dari serangkaian kegiatan

Dance4life yang meliputi tahap inspire, educate, activate dan celebrate.

Hal tersebut dilakukan untuk dapat melihat bagaimana konteks sosial

sesungguhnya dan melihat adanya perubahan perilaku maupun

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

18

perubahan sosial27 yang dilakukan audiens. Namun, observasi

ditekankan khususnya pada tahap inspire dan educate karena pada

kedua tahap inilah pesan-pesan besar Dance4life disampaikan baik

melalui video, interpersonal komunikasi, tarian, dan lirik lagu.

b. Wawancara Terbuka

Untuk mengumpulkan data awal dalam menyeleksi kredibilitas

informan, peneliti melakukan wawancara terbuka kepada beberapa

informan dengan mengajukan pertanyaan seputar pengalaman awal

mereka dalam mengikuti Dance4life. Wawancara terbuka dilakukan

kepada beberapa calon informan dari daerah cabang, yakni Kulon Progo.

c. Sensus Sederhana

Sensus sederhana merupakan form yang didalamnya meliputi poin-poin

biodata informan dan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Sensus sederhana ini diajukan kepada calon-calon informan yang

nantinya diseleksi lebih lanjut oleh peneliti untuk mendapatkan

informan yang sesuai dan kredibel. Melihat banyaknya siswa SMP dan

SMA yang telah mengikuti Dance4life, sensus sederhana ini dilakukan

guna mempermudah tahapan seleksi informan di samping wawancara

terbuka.

d. Indepth Interview

Untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam terdapat satu

jenis khusus wawancara, yakni wawancara mendalam atau indepth

interview. Indepth interview didefinisikan sebagai suatu cara

mengumpulkan data atau informasi wawancara langsung bertatap muka

dengan informan agar mendapat data lengkap dan mendalam28. Dari

27Perubahan sosial dalam konteks Dance4life berarti bahwa orang-orang yang melakukan perubahan agar a)dapat mempengaruhi opini publik dan komunitasnya untuk perubahan perilaku dan sikap terhadap HIV, AIDS dan SRHR (Sexual Reproductive and Healthy Rights) untuk remaja serta menghilangkan stigma dan tabu terkait dengan isu HIV AIDS dan SRHR b)menyumbangkan pada kemajuan untuk kebijakan dan layanan. 28 Rahmat Kriyantono. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hal. 97

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

19

wawancara mendalam akan didapatkan pemahaman mengenai

pandangan, sikap, tanggapan, opini, serta perasaan audiens pada

Dance4life. Terutama akan didapatkan data mengenai makna yang

dibentuk oleh audiens dan kesesuaiannya dengan makna yang

diinginkan muncul oleh pembuat pesan.

Pedoman wawancara (interview guide) yang berisi pokok-pokok

pertanyaan akan digunakan dalam pelaksanaan wawancara. Teknik

wawancara digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan informasi

langung dari sumbernya atau pihak yang diperkirakan mengetahui

sesuatu mengenai objeknya. Rekaman hasil wawancara kemudian

dibuat menjadi transkrip.

e. Dokumentasi

Dalam sepanjang proses observasi maupun penelitian, dokumentasi

menjadi salah satu hal penting. Dokumentasi yang dilakukan oleh

peneliti yakni berupa pengumpulan foto maupun video rekaman dari

berjalannya program kampanye. Foto dapat menghasilkan data

deskriptif yang dapat dipakai untuk menelaah segi-segi subjektif dan

hasilnya dapat dianalisis secara induktif. Foto-foto maupun video

rekaman dapat menjadi data pendukung dari penelitian yang

dilaksanakan karena pada dasarnya aktivitas dari informan dapat telihat

dari momen-momen dalam kegiatan yang dikerjakan selama

berjalannya Dance4life.

f. Studi Pustaka

Peneliti menggunakan teknik ini sebagai media untuk memperkaya

wawancara (teori) yang relevan dan berkaitan dengan objek yang akan

diteliti. Peneliti melakukannya dengan cara membaca literatur yang

terdapat dalam buku, internet, dan tulisan lain yang berhubungan

dengan topik penelitian.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

20

1.7.4 Teknik Pengambilan Informan

Dalam penelitian ini informan merupakan sumber atau pelaku fenomena.

Informan dipilih berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap memiliki

sangkut paut dengan karakteristik sasaran audiens dari Dance4life. Penelitian ini

bertujuan untuk mendapatkan pemahaman secara rinci mengenai pemaknaan

audiens terkait edukasi HIV dan AIDS serta pesan anti diskriminasi orang dengan

HIV dan AIDS (ODHA) dalam Dance4life. Oleh karena itu, audiens yang menjadi

target penelitian disesuaikan dengan target audiens dari Dance4life itu sendiri,

yakni remaja DIY yang memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda dari

segi umur, jenis kelamin, dan asal sekolah yakni dari SMP dan SMA di kota dan di

kabupaten/cabang.

Informan yang dipilih merupakan audiens yang mengikuti serangkaian kegiatan

yang disajikan oleh Dance4life khususnya pada tahap inspire dan educate, karena

pada kedua tahap inilah pesan-pesan besar Dance4life disampaikan baik

menggunakan video, interpersonal komunikasi, tarian, dan lirik lagu. Informan yang

dipilih adalah audiens yang memiliki ragam pengalaman berdasarkan perbedaan

watu dalam mengikuti Dance4life. Ragam perbedaan pengalaman diharapkan akan

menunjukkan perbedaan resepsi dan pemahaman atas terpaan Dance4life yang

diterima tiap informan.

1.7.5 Teknik Analisis Data

Data pada penelitian ini dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: keyakinan

audiens atas dampak positif dan negatif Dance4life; minat audiens terhadap

Dance4life; makna dari Dance4life; dan pengetahuan dalam Dance4life. Analisis data

dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi29. Adapun penjelasannya adalah sebagai

berikut:

29 Matthew B. Miles dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UI Press. Hal. 16-19

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64667/potongan/S1...2 pemberian informasi dan pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan di Papua juga masih minim

21

a. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data-data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan

dengan memilih catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan

dengan memilih bagian-bagian mana yang dikode, membuang data,

membuat pola-pola untuk meringkas bagian-bagian yang tersebar, dan

mengungkapkan cerita yang sedang berkembang.

b. Penyajian data

Penyajian data diartikan sebagai kumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Dengan melihat penyajian data maka dapat dipahami apa yang

sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman yang

diperoleh dari penyajian-penyajian data tersebut. Penyajian data dilakukan

dengan tabel, dan teks naratif.

c. Menarik kesimpulan/verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai

mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,

konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi. Bagian ini akan

berisi analisis dan interpretasi data resepsi audiens. Data yang didapat

tersebut kemudian akan dijelaskan dengan mengaitkan pada konteks, baik

konteks isi media maupun konteks sosial yang luas, dengan merujuk pada

konsep/teori berdasarkan literatur.