BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

27
Page | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada saat ini tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem pemerintahan yang otoriter dan sentralistik menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis dan menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah otonom. Perubahan yang tengah dialami tersebut memberikan peluang bagi penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kepentingan rakyat dapat kembali diletakkan pada posisi sentral. Perubahan yang sedang dijalani terjadi pada saat dunia sedang mengalami transformasi menuju era masyarakat informasi. Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Perubahan- perubahan di atas menuntut terbentuknya pemerintahan yang bersih, transparan, dan partisipatif serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Pemerintah harus mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yang berbeda namun berkaitan erat, yaitu: masyarakat menuntut pelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas serta dapat diandalkan dan terpercaya, dan juga mudah dijangkau secara interaktif. Selain itu masyarakat menginginkan agar partisipasi mereka didengar. Untuk menjawab

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

Page | 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia pada saat ini tengah mengalami perubahan kehidupan

berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem pemerintahan yang

otoriter dan sentralistik menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis dan

menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah otonom. Perubahan yang

tengah dialami tersebut memberikan peluang bagi penataan berbagai segi

kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kepentingan rakyat dapat kembali

diletakkan pada posisi sentral.

Perubahan yang sedang dijalani terjadi pada saat dunia sedang

mengalami transformasi menuju era masyarakat informasi. Kemajuan teknologi

informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas,

membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi

dalam volume yang besar secara cepat dan akurat.

Perubahan- perubahan di atas menuntut terbentuknya pemerintahan yang

bersih, transparan, dan partisipatif serta mampu menjawab tuntutan perubahan

secara efektif. Pemerintah harus mampu memenuhi dua modalitas tuntutan

masyarakat yang berbeda namun berkaitan erat, yaitu: masyarakat menuntut

pelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas serta dapat

diandalkan dan terpercaya, dan juga mudah dijangkau secara interaktif. Selain itu

masyarakat menginginkan agar partisipasi mereka didengar. Untuk menjawab

Page | 2

tantangan tersebut di atas pemerintah daerah otonom harus mampu membentuk

dimensi baru ke dalam organisasi, sistem manajemen, dan proses kerjanya.

Dengan demikian pemerintah daerah otonom harus segera melaksanakan

proses transformasi menuju e-government. Melalui proses transformasi tersebut,

pemerintah daerah otonom dapat mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan

teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat- sekat organisasi dan birokrasi,

serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang

memungkinkan instansi- instansi pemerintah bekerja secara terpadu untuk

menyederhanakan akses ke semua informasi dan layanan publik yang harus

disediakan oleh pemerintah (Kebijakan & Strategi Pengembangan e-Gov

Kemenkominfo RI, September 2002).

Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mewujudkan

pemerintahan yang transparan dan partisipatif, dan juga mengembangkan

penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam

rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui

pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses

kerja di lingkungan pemerintah daerah otonom, dengan mengoptimasikan

pemanfaatan teknologi informasi.

Pada saat ini telah banyak instansi pemerintah daerah otonom berinisiatif

mengembangkan pelayanan publik melalui jaringan komunikasi dan informasi. Di

antara pilihan media yang ada, website merupakan media yang paling banyak

dimanfaatkan. Pemanfaatan website oleh pemerintah daerah di Indonesia

menunjukkan perkembangan yang sangat pesat (Lampiran Tabel 1.1). Meskipun

Page | 3

demikian, dalam praktiknya tidak semua pemerintah daerah telah mengelola

website-nya secara serius. Salah satu indikasinya adalah tidak dapat diaksesnya

website itu sendiri (Prabowo, 2005; Sosiawan, 2005).

Selain itu juga banyak ditemukan situs website pemerintah daerah yang

dibangun seadanya tanpa memperhatikan acuan seperti yang dituangkan dalam

buku panduan sehingga situs web hanya sebatas proyek tanpa ada pengelolaan

lebih lanjut. Mayoritas situs web pemerintah kabupaten/kota masih berada pada

tingkat pertama (persiapan), baru sebatas menampakkan informasi, belum

menunjukkan tahapan interaksi maupun transaksi.

Pemerintah Kabupaten Belu merupakan salah satu instansi pemerintah

daerah yang juga telah memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan. Pemerintah Kabupaten Belu menyadari bahwa keberadaan dan

keunggulan website dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi pemenuhan hak

warga dalam penyelenggaraan pemerintahan. Website dapat dimanfaatkan untuk

menyediakan informasi mengenai berbagai aktivitas penyelenggaraan

pemerintahan yang akan, sedang, maupun telah dilakukan dan menyediakan

fasilitas untuk melakukan sesuatu, seperti masyarakat dapat berpartisipasi

menyampaikan aspirasi dan mengakses layanan.

Saat ini website resmi pemerintah Kabupaten Belu dikelola oleh Dinas

Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Website tersebut berdiri pada tahun

2004 dengan nama www.atambua.go.id. Sejak berdirinya tahun 2004, website

pemerintah daerah dikelola oleh Kantor PDE (Pengelola Data Elektronik).

Berdasarkan Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika RI No. 65 Tahun 2002

Page | 4

tentang Nomenklatur Situs Resmi Kabupaten/Kota dan Propinsi, maka pada tahun

2007 website pemerintah Kabupaten Belu berubah menjadi www.belukab.go.id.

Pada tahun 2008, oleh karena adanya restrukturisasi organisasi perangkat daerah

(konsekuensi adanya PP No. 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintah Daerah), Kantor PDE dilikuidasi dan pengelolaan teknologi

informsi dialihkan ke Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

Kabupaten Belu.

Kesimpulan sementara yang diperoleh dari hasil pengamatan dalam

prasurvei, penulis menemukan website pemerintah Kabupaten Belu saat ini

sebagai tolok ukur yang paling sederhana dalam melihat implementasi e-

government, juga masih berada pada tingkat pertama (persiapan). Komunikasinya

masih bersifat satu arah. Informasi- informasi yang ditampilkan dalam website

resmi pemerintah pun hampir dipastikan minim serta jarang diperbaharui. Dan

website tersebut belum mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat

yang berbeda namun berkaitan erat, yaitu: pelayanan publik yang memenuhi

kepentingan masyarakat luas serta dapat diandalkan dan terpercaya, dan juga

mudah dijangkau secara interaktif.

Selain itu, ada permasalahan terkait pengelolaan website resmi pemerintah

daerah: (1) Struktur organisasi pengelolaan e-government yang belum memadai,

(2) kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pada instansi pemerintahan yang

terbatas (belum siap menerima perubahan kultur ke teknologi informasi

komunikasi), (3) belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai (belum

Page | 5

ada IT master plan dan grand strategy e-gov), dan (4) belum tersedianya anggaran

operasional yang memadai.

Permasalahan- permasalahan terkait pengelolaan website pemerintah

daerah tersebut, tentu dapat menghambat upaya penerapan konsep good

governance dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di Kabupaten Belu.

Apabila pemerintah Kabupaten Belu berkomitmen untuk mewujudkan

pemerintahan yang transparan dan partisipatif melalui pemanfaatan website

sebagai media komunikasi pemerintah daerah, maka pengelolaannya pun harus

dibenahi. Pengelolaan yang berkualitas dan profesional merupakan salah satu

faktor penting dalam memengaruhi efektivitas komunikasi yang dilakukan

pemerintah Kabupaten Belu kepada publiknya.

Berangkat dari paparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi dan menganalisis praktik website pemerintah Kabupaten Belu

dalam rangka e-government. Kajian ini difokuskan pada tinjauan tentang

pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang

transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu periode 2010- 2013.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan

pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu pada periode

2010- 2013?

Page | 6

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis

pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang

transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

kepentingan praktis maupun akademis. Bagi kepentingan praktis, penelitian ini

dapat menghasilkan informasi yang memadai kepada Pemerintah Kabupaten Belu

serta dapat menjadi sarana evaluasi terkait pengelolaan website sebagai upaya

untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten

Belu.

Sedangkan bagi kepentingan akademis diharapkan dapat memperkaya

pengetahuan pengguna dan pemerhati governance studies khususnya mengenai

praktik website pemerintah daerah dalam rangka e-government.

1.5. Kerangka Teori

1.5.1. Mewujudkan Good Governance melalui Pengembangan E-

Government; Pengertian, cakupan dan peran strategis e-government

Salah satu kebutuhan penting di dalam upaya memperbaiki

penyelenggaraan pemerintahan adalah perlunya menjamin terpenuhinya hak

warga untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu dengan

mewujudkan pemerintahan yang terbuka (transparan) dan memfasilitasi warga

untuk dapat menyampaikan aspirasinya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat

dilakukan melalui berbagai strategi, yang intinya ditujukan untuk

mengembangkan kelembagaan yang mampu membuat penyelenggaraan

Page | 7

pemerintahan menjadi lebih terbuka dan memfasilitasi partisipasi warga di dalam

penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Hal itu dilakukan misalnya membentuk

peraturan perundangan, yang kemudian diikuti dengan pengembangan strategi di

dalam implementasinya, seperti pelembagaan forum partisipasi multi-stakeholder

untuk pengelolaan pembangunan dan kebijakan tertentu (Purwanto, 2006; Hanif,

2006; Hayati, 2006, Anggana, 2006; Suharyani, 2006); pengembangan kontrak

pelayanan (citizen’s charter) untuk memberdayakan warga pengguna layanan

(OECD, 2005; Purwanto, 2006; Dwiyanto, 2006); membentu lembaga dan media

untuk menerima pengaduan pelayanan publik, seperti ombudsman yang bersifat

independen atau unit pelayanan informasi dan pengaduan pada struktur

kelembagaan pemerintah; mengembangkan media dan mekanisme untuk

keterbukaan informasi termasuk membentuk komisi khusus untuk mengawasi

efektifnya media dan mekanisme tersebut, dan lain sebagainya. Berbagai inovasi

untuk melembagakan pemerintahan yang terbuka dan partisipatif terus

dikembangkan dengan nilai efektivitasnya yang beragam.

Berbagai inovasi pelembagaan pemerintahan yang terbuka dan

partisipatif semakin berkembang terutama dengan adanya peluang untuk

melakukan semua itu dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi

(information and communication technology). Pemanfaatan teknologi informasi

dan komunikasi (TIK) di dalam penyelenggaraan pemerintahan ini biasa disebut

dengan electronic government atau lebih sering disebut secara singkat sebagai e-

government. Pengertian e-government sangat beragam, namun pada intinya e-

government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat

Page | 8

meningkatkan kualitas hubungan antara pemerintah dan pihak- pihak lain, yaitu

warga (citizens), pihak swasta ( business enterprises), pemangku kepentingan

lainnya (other related governmental organizations), dan internal pemerintah

sendiri (inter- agency relationship) (Siau & Long, 2005).

Begitu kompleks bentuk dan cakupan relasi yang diharapkan dapat

dikelola melalui pengembangan e-goverment. Hal ini mendorong berkembangnya

konsep e-government menjadi konsep yang lebih luas, seperti e-governance,

kemudian juga dikenal sebagai digital governance, e-democracy, dan e-

democratic governance. E-government berkembang menjadi e-governance ketika

pengguna teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya untuk keperluan

internal pemerintah, tetapi menyertakan juga peran dan kepentingan pemangku

kepentingan (stakeholders), baik dari unsur masyarakat sipil maupun masyarakat

pengusaha, untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan (UN, 2008).

Sedangkan e-democracy merupakan bentuk pengembangan e-government yang

ditandai dengan bentuk keberlangsungan keterlibatan warga secara lebih aktif dan

memadai dalam proses pengambilan keputusan pada penyelenggaraan

pemerintahan yang difasilitasi oleh penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi yang masif.

Beragamnya definisi mengenai e-government disebabkan oleh sejumlah

hal (Indrajit, 2004), di antaranya yaitu: (1) Konsep e-government memiliki

prinsip- prinsip dasar yang umum, tetapi karena implementasinya di setiap negara

berbeda- beda, maka konsep e-government pun menjadi beraneka ragam; (2)

Wahana aplikasi e-government sangatlah luas mengingat sedemikian banyaknya

Page | 9

tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam mengatur masyarakatnya melalui

berbagai jenis interaksi dan transaksi; (3) Pengertian dan penerapan e-government

di sebuah negara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi internal baik secara

makro maupun mikro dari negara yang bersangkutan, sehingga pemahamannya

sangat ditentukan oleh sejarah, ideologi, budaya, pendidikan, pandangan politik,

dan kondisi ekonomi dari negara yang bersangkutan.

Penggunaan TIK di sini adalah sebagai pendukung upaya mewujudkan

tata pemerintahan yang baik dengan berbagai karakteristik yang menandainya.

Penggunaan TIK dalam penyelenggaraan pemerintahan atau pengembangan e-

government bukan tujuan akhir, melainkan sarana yang digunakan untuk

mencapai tujuan atau manfaat yang lebih besar (OECD, 2007). Penggunaan TIK

juga bukan satu- satunya sarana untuk mencapai tujuan atau manfaat itu, tetapi

diperlukan juga dukungan dan –sebaliknya- mendukung sejumlah aspek penting

lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau manfaat yang diharapkan, seperti

dukungan dan komitmen kepemimpinan, dukungan regulasi dan kelembagaan

yang jelas, transformasi budaya birokrasi, pengembangan kapasitas sumber daya

(SDM, ekonomi/finansial, waktu, dan informasi), serta dukungan dari warga dan

pemangku kepentingan (Indrajit, 2004; OECD, 2003).

Manfaat yang diharapkan dalam pengembangan e-government ini adalah

memfasilitasi partisipasi publik termasuk di dalamnya adalah menyampaikan

aspirasi dan komplain (United Nations, 2008; Indrajid, 2005) dan meningkatkan

transparansi (UN, 2008; OECD, 2003; Indrajid, 2005) dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

Page | 10

Transparansi, penyampaian aspirasi (voice), dan partisipasi selain

merupakan bagian dari wujud tata pemerintahan yang baik, juga merupakan

dimensi strategis yang perlu diperhatikan dalam upaya mewujudkan tata

pemerintahan yang baik itu sendiri. Mendorong pemerintahan menjadi institusi

yang terbuka dan memfasilitasi pemangku kepentingan dan warga untuk

menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

dengan mengembangkan penggunaan TIK maka berbagai manfaat dapat

diperoleh, seperti mencegah dan mengeliminasi praktik korupsi dan manipulasi,

memperbaiki kualitas sekaligus mengefisienkan layanan publik, memperbaiki

akuntabilitas pemerintah, dan memulihkan kepercayaan terhadap penyelenggara

pemerintahan (OECD, 2003; UN, 2008). Berbagai manfaat tersebut merupakan

karakteristik lainnya dari tata pemerintahan yang baik.

1.5.2. Transparansi, Penyampaian Aspirasi (Voice) dan Good Governance

Transparansi merupakan konsep yang semakin mengemuka pada dekade

terakhir ini, dan juga merupakan konsep yang berdimensi luas dan digunakan

pada banyak bidang (Pasquier & Villeneuve, 2007). Karena itu wajar apabila

tidak ada pengertian yang seragam mengenai transparansi (Chapman, 2008).

Sejumlah organisasi internasional menekankan pada keterbukaan informasi,

seperti World Trade Organization (dalam World Bank, 2005) yang menyatakan

bahwa transparansi mencakup tiga kebutuhan, yaitu: (1) membuat informasi

mengenai hukum, regulasi, dan kebijakan lainnya tersedia bagi umum; (2)

memberitahu pihak yang berkepentingan secara khusus mengenai hukum,

Page | 11

regulasi, dan kebijakan; (3) memastikan bahwa hukum dan regulasi dikelola

secara seragam, adil, dan dapat diterima oleh akal sehat.

Transparansi merupakan konsep yang menunjukkan kemudahan warga

untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, seperti

anggaran, peraturan daerah, program dan proyek (Dwiyanto, 2006; 2007).

Sedangkan Florini (dalam Bellver & Kaufmann, 2005), melihat transparansi

sebagai publikasi informasi oleh institusi, khususnya informasi yang relevan

digunakan untuk mengevaluasi institusi itu sendiri, yaitu informasi mengenai

kinerja institusi.

Organization for Economic Co-operations and Development (OECD)

memaparkan konsep yang mengandung pengertian lebih luas yaitu dengan

menggunakan istilah pemerintahan terbuka (open government). Konsep

keterbukaan pemerintah menurut OECD tidak hanya sekedar bersikap transparan,

tetapi juga mencakup aspek aksesibilitas dan responsivitas di dalam relasi antara

pemerintah dan warga yang dilayaninya. Transparansi dalam arti setiap tindakan

pemerintah dapat dicermati oleh publik; aksesibel dalam arti setiap tindakan

pemerintah tersebut dapat diketahui oleh setiap orang, setiap saat, dan di

manapun; serta responsif atau tanggap terhadap ide dan kebutuhan publik yang

baru (OECD, 2005). Dengan demikian, pemerintah terbuka di sini dimaknai

sebagai penyelenggaran pemerintahan yang dilakukan secara transparan dan

melibatkan warga dan pemangku kepentingan sejak pengambilan keputusan,

pelaksanaan sampai dengan evaluasi.

Page | 12

Dari berbagai pengertian mengenai transparansi di atas menunjukkan

sejumlah kata kunci yaitu keterbukaan pemerintah, ketersediaan informasi,

kemudahan bagi publik untuk mengakses informasi, dan untuk mendukung

terwujudnya transparansi ini pemerintah perlu mengembangkan keterlibatan

publik (partisipasi) dan tanggap terhadap kebutuhan publik (responsif).

Transparansi ini merupakan jawaban atas hak asasi manusia untuk mendapatkan

informasi secara bebas, yang perlu mendapatkan jaminan kepastian hukum.

Sangat dekat dengan konsep transparansi dan juga relevan dengan

manivestasi penggunaan hak asasi manusia lainnya adalah voice. Voice adalah

penyampaian aspirasi yang mencakup komplain, protes yang terorganisasi,

melobi, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan dan penyelenggaraan

layanan dari warga untuk menekan penyedia layanan agar memberikan layanan

yang lebih baik (Goetz & Gaventa, 2001; Hirschman, 1970). Di dalam studi yang

dikembangkan Bank Dunia sejak 1999 untuk menilai kualitas tata pemerintahan

(Governance Matter I-VII), voice yang disandingkan dengan akuntabilitas

merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kualitas tata

pemerintahan atau governance. Voice dan accountability ini digunakan untuk

mengukur seberapa jauh warga di suatu negara terlibat atau berpartisipasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di dalamnya adalah kebebasan

berekspresi atau menyampaikan pendapat, kebebasan berorganisasi dan kebebasan

media. Semua itu terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah yang para

pejabat publiknya terpilih melalui mekanisme pemilihan umum (Kaufmann,

Kraay, & Mastruzzi, 2008; World Bank, 2007; Piotrowski & Ryzin, 2007).

Page | 13

Berdasarkan konsep dari Bank Dunia tersebut, Agus Dwiyanto

memaparkan pentingnya ketersediaan mekanisme bagi warga untuk

menyampaikan aspirasi, keluhan, dan protes terhadap jalannya penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan publik sebagai bagian dari ukuran penting untuk

menilai kinerja tata pemerintahan. Kinerja tata pemerintahan berdimensi luas, dan

salah satu dimensi yang penting untuk dilihat adalah kemampuan pemerintah

dalam memenuhi hak politik warga untuk mendapatkan informasi, berpartisipasi,

dan menyampaikan aspirasi dalam penyelenggaraan pemerintahan (Dwiyanto,

2007). Di sini terlihat jelas bahwa antara transparansi dan voice memiliki

keterkaitan yang sangat erat. Penyampaian aspirasi, keluhan, atau protes warga

terhadap penyelenggaraan pemerintahan (voice) merupakan manivestasi dari

penggunaan hak asasi manusia untuk berekspresi dan menyampaikan aspirasinya.

Penggunaan hak menyampaikan aspirasi ini memerlukan dukungan dari

penjaminan hak atas kebebasan mendapatkan informasi. Voice tidak akan

berkembang jika transparansi belum dikembangkan dengan baik.

Relasi antara voice dan transparansi ini ditunjukkan di dalam tulisan

Bellver dan Kaufmann (2005). Di dalam tulisannya tersebut, Bellver dan

Kaufmann menggunakan data Governance Matter (2004) khususnya mengenai

dimensi voice & accountability dan data dari Global Survey of Freedom of

Information Law (2004). Transparansi dan voice ini memiliki nilai strategis dalam

upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik melalui penguatan kapasitas

warga dalam memenuhi haknya untuk mengetahui, mengkritisi dan mengontrol

setiap kebijakan yang diambil pemerintah. Sejumlah hasil studi menunjukkan

Page | 14

kontribusi dari keterbukaan informasi (transparansi dalam memperbaiki berbagai

dimensi dan indikator tata pemerintahan yang baik lainnya (Roumeen, 2003;

Bellver & Kaufmann, 2005). Di dalam laporan hasil studi Roumeen Islam (2003)

terlihat data yang relevan sebagai indikator untuk masing- masing dimensi tata

pemerintahan yang baik memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas

transparansi.

Apabila pemerintah dapat bersikap terbuka atau transparan dalam

mengelola kekuasaan maka partisipasi publik, akuntabilitas, efektivitas

pemberantasan korupsi, dan penegakan hukum, yang juga merupakan ciri penting

lainnya dari tata pemerintahan yang baik, memiliki peluang yang lebih baik untuk

terwujud (Roumeen, 2003; Dwiyanto, 2006). Partisipasi publik dalam

penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung apabila penyelenggaraan

pemerintahan berlangsung secara terbuka (Dwiyanto, 2006; Pasquier &

Villeneuve, 2007). Warga akan bersedia dengan penuh kesadaran terlibat dalam

penyelenggaraan pemerintahan apabila rasa memiliki (sense of belonging)

melingkupi semangat warga. Semangat dan rasa memiliki dari warga ini dapat

tumbuh dan berkembang hanya apabila warga mengetahui aturan main dan

konsekuensi (hak dan kewajiban) untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

1.5.3. Memfasilitasi pemenuhan hak warga dalam pemerintahan melalui

website

Website dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi pemenuhan hak warga

dalam penyelenggaraan pemerintahan (La Porte, et al, 2000). Dalam hal ini

website dapat dimanfaatkan untuk menyediakan informasi mengenai berbagai

Page | 15

ativitas penyelenggaraan pemerintahan yang akan, sedang, maupun telah

dilakukan dan menyediakan fasilitas untuk melakukan sesuatu, seperti

berpartisipasi menyampaikan aspirasi dan mengakses layanan (UN, 2008).

Penggunaan TIK di dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya

dalam (1) mendiseminasikan informasi penting, (2) menyelenggarakan konsultasi

publik, dan (3) memfasilitasi partisipasi aktif dari warga dan pemangku

kepentingan, tidak dimaksudkan untuk menggantikan atau meniadakan upaya-

upaya tradisional (tanpa menggunakan TIK) yang telah ada. Upaya yang

menggunakan TIK ditujukan untuk melengkapi dan mendukung upaya tradisional.

Keduanya diselenggarakan untuk mengatasi kesenjangan digital (digital divide)

dan memberikan kemudahan bagi warga dan pemangku kepentingan, baik yang

memiliki kapasitas dan peluang untuk memanfaatkan TIK ataupun tidak, untuk

dapat menggunakan haknya dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan (OECD, 2001a; OECD, 2001b).

OECD (Organization for Economic Co-operations and Development)

merekomendasikan penggunaan teknologi berbasis komputer dan internet dalam

mengembangkan e-government (OECD, 2001a). Untuk keperluan

mendiseminasikan informasi, pengembangan website dan portal yang dilengkapi

dengan fasilitas mesin pencari (search engines) dan penghubung (link); dan kios

elektronik (e-kiosks) yang dapat digunakan untuk mencari informasi secara online

(dilengkapi dengan koneksi internet) maupun offline (dilengkapi dengan CD-

ROMs) yang diletakkan di tempat- tempat tertentu menjadi pilihan yang efisien.

Sedangkan penggunaan TIK dalam memfasilitasi konsultasi dan partisipasi aktif

Page | 16

dari warga dan pemangku kepentingan dapat dilakukan dengan menyediakan

perangkat jaringan komputer (online tools) berupa penyediaan sarana surat

elektronik (electronic letterboxes); dan penyelenggaraan forum diskusi terbuka

melalui surat elektronik (e-mail distribution lists/milists dan newsgroups) atau

melalui sarana percakapan (online live chatevents dan online discussion groups).

Pengelolaan fasilitas tersebut dapat dilakukan secara terintegrasi dalam website

pemerintah.

1.5.3.1. Website untuk transparansi pemerintahan

Kegunaan website sebagai media di dalam pengembangan e-government

yang paling dasar adalah menyediakan informasi penyelenggaraan pemerintahan

agar dapat dilihat, diakses (download), dan dimiliki oleh berbagai pihak yang

berkepentingan. Melalui website, warga dan pemangku kepentingan lainnya dapat

mengetahui bagaimana pemerintah bekerja, bagaimana prosedur mengakses

layanan dari pemerintah, dan bahkan bagaimana mengubah kebijakan dan

peraturan yang berpengaruh bagi kehidupan warga. Menyediakan informasi yang

diperlukan warga melalui website akan lebih efisien daripada melayani kebutuhan

informasi dari warga melalui media konvensional, seperti telepon, atau media

cetak berupa leaflet, buku laporan, dan koran (UN, 2008b). Apabila pemerintah

menyediakan informasi yang memadai melalui website, maka warga dan

pemangku kepentingan lainnya dapat mencari informasi tersebut dari mana saja,

kapan saja, dan oleh siapapun tanpa harus secara fisik datang ke kantor

pemerintahan.

Page | 17

Penyediaan informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan secara

memadai dan mudah untuk diakses dimaksudkan untuk memberdayakan

masyarakat. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat dapat

berpartisipasi memberikan masukan sekaligus mengontrol jalannya pemerintahan.

Informasi penting penyelenggaraan pemerintahan seperti penyelenggaraan

layanan publik, perencanaan dan penggunaan anggaran, pelaksanaan tender

pengadaan barang dan jasa, proses pengelolaan program dan proyek pemerintah,

proses pembuatan peraturan dan dokumen peraturan daerah, laporan

pertanggungjawaban, dan sebagainya dapat diketahui secara online sehingga

warga pemangku kepentingan dapat menyampaikan aspirasinya terhadap

pemerintah misalnya tentang bagaimana sebaiknya anggaran publik dialokasikan,

atau mengkritik pemerintah apabila pemerintah telah mengambil langkah yang

tidak tepat. Dengan proses yang serba transparan dan mengurangi kontak fisik

antara penyedia dan pengguna layanan maka peluang bagi praktik penyimpangan,

seperti korupsi dan manipulasi, akan menjadi sempit (Im & Jung, 2001).

1.5.3.2. Website untuk memfasilitasi partisipasi warga

Website pemerintah yang telah lebih matang dalam pengembangannya

tidak hanya dapat digunakan untuk menyediakan informasi secara terbuka tetapi

juga dapat memfasilitasi warga dan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Warga tidak hanya dapat mencari dan

membaca informasi dari website tetapi juga merespon informasi tersebut. Warga

dapat menyampaikan aspirasi (kritik, saran, pandangan alternatif) yang relevan

untuk merespon tindakan dan rencana pemerintah yang diinformasikan melalui

Page | 18

website yang sama. Penyampaian aspirasi ini dapat difasilitasi melalui berbagai

perangkat yang tersedia pada website, seperti e-mail, live chat, online

polls/surveys, dan online forums.

Melalui website, warga dan pemangku kepentingan lainnya juga dapat

menyampaikan aspirasi dan mendiskusikan topik- topik tertentu yang menjadi isu

kebijakan dengan pemerintah.

1.6. Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini mengangkat judul Praktik Website Pemerintah Kabupaten

Belu Dalam Rangka E-Government. Dalam penelitian ini, penulis coba

mengidentifikasi dan menganalisis manajemen pengelolaan website sebagai media

untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten

Belu. Maka kerangka konsep yang dipakai adalah sebagai berikut:

a. Konsep, Definisi Konsep dan Indikator dari Pengelolaan yang

TRANSPARAN.

KONSEP DEFINISI KONSEP INDIKATOR

Transparansi

Memberikan kemudahan

bagi warga untuk

mengakses informasi

penyelenggaraan

pemerintahan.

- Ketersediaan informasi: Kebijakan,

Anggaran, Pengadaan barang/jasa,

Pelayanan publik (perijinan),

Pengawasan, DPRD, dan

Pelayanan informasi.

- Kemudahan akses informasi.

- Kebaruan informasi.

Page | 19

b. Konsep, Definisi Konsep dan Indikator dari Pengelolaan yang

PARTISIPATIF.

KONSEP DEFINISI KONSEP INDIKATOR

Partisipasi - Melibatkan warga dalam

penyelenggaraan

pemerintahan.

- Memfasilitasi warga untuk

menyampaikan aspirasi.

- Ketersediaan dan jenis

fasilitas komunikasi/

penyampaian aspirasi.

- Kualitas interaktivitas.

- Kualitas pengembangan

partisipasi publik.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata yang tertulis dan yang

tidak tertulis atau secara lisan. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan

data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data

yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang

tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada

generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2012). Sifat

deskriptif diarahkan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi berkaitan

dengan praktik website pemerintah Kabupaten Belu dalam rangka e-government.

Sifat kualitatif mengarah pada latar belakang institusi dan konteks sosial secara

komprehensif berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Penelitian yang bersifat

kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka,

atau data statistik.

Page | 20

1.7.1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan

metode deskriptif interpretatif (Denzim & Lincoln, 2009). Paradigma interpretatif

memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, kompleks,

dinamis, penuh makna dan hubungan gejala interpretatif (reciprocal). Oleh karena

itu, pendekatan interpretatif memandang penelitian ilmiah tidaklah cukup untuk

menjelaskan ‘misteri’ pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi

yang kuat dalam penelitian. Pendekatan interpretatif memfokuskan pada sifat

subjektif dari social world dan berusaha memahami kerangka berpikir objek yang

sedang dipelajari/diteliti. Fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada

realitas bukan pada realitas independen yang berada di luar mereka. Tujuan

pendekatan interpretatif adalah menganalisis realitas sosial semacam ini dan

bagaimana realitas sosial itu terbentuk.

Untuk memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti

menyelami pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretatif tidak

menempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa

demi memperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus

digali sedalam mungkin.

1.7.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintah Kabupaten Belu, Jalan El

Tari No. 1 Atambua- Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Page | 21

1.7.3. Objek Penelitian

Objek penelitiannya adalah website resmi Pemerintah Kabupaten Belu

www.belukab.go.id.

1.7.4. Sumber Data

1.7.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui

interview (wawancara) yang dilakukan dengan informan atau narasumber dan dari

hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan terhadap fenomena- fenomena

empiris yang terjadi berkaitan dengan pengelolaan website sebagai upaya untuk

mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu.

Dalam penelitian ini sendiri, data primer tersebut didapatkan melalui

wawancara dengan Kepala Bidang Telematika pada Dinas Perhubungan,

Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi Pelayanan Data pada

Dinas Perubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi

Jaringan Komunikasi Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

Kabupaten Belu; Kepala Seksi Pengembangan Sistem Aplikasi pada Dinas

Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala LPSE

Kabupaten Belu; Administrator LPSE Kabupaten Belu; Pelaksana LPSE

Kabupaten Belu terdiri dari Verifikator dan Help Desk/Layanan Pengguna,

Penyedia Informasi dan Konsultasi; Sekretaris Badan Kepegawaian, Pendidikan

dan Pelatihan Kabupaten Belu; Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Belu;

Administrator Website Bappeda Kabupaten Belu.

Page | 22

Selain itu, data primer juga diperoleh melalui wawancara dengan pihak-

pihak lain seperti masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap keberadaan

website pemerintah Kabupaten Belu.

1.7.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen- dokumen,

arsip- arsip, dan studi kepustakaan dalam bentuk peraturan perundang- undangan,

contohnya Keputusan Bupati, Peraturan Daerah serta data lain yang

terdokumentasi yang digunakan untuk mendukung penelitian ini. Data sekunder

tersebut digunakan untuk memperkuat temuan maupun melengkapi informasi

yang telah didapatkan dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Telematika

pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala

Seksi Pelayanan Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

Kabupaten Belu; Kepala Seksi Jaringan Komunikasi Data pada Dinas

Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi

Pengembangan Sistem Aplikasi pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan

Informatika Kabupaten Belu; Ketua LPSE Kabupaten Belu; Administrator LPSE

Kabupaten Belu; Pelaksana LPSE Kabupaten Belu terdiri dari Verifikator dan

Help Desk/Layanan Pengguna, Penyedia Informasi dan Konsultasi; Sekretaris

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Belu; Kepala Bagian

Humas Setda Kabupaten Belu; Administrator Website Bappeda Kabupaten Belu.

Page | 23

1.7.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui:

1. Wawancara

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth

interview) dengan menggunakan wawancara tak terstruktur bersama

informan yang telah ditentukan untuk mendapatkan informasi yang detail

tentang pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan

pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu.

2. Observasi Langsung

Dengan membuat kunjungan lapangan. Observasi adalah teknik di mana

peneliti mengamati secara langsung objek yang diteliti. Observasi yang

dilakukan peneliti merupakan observasi non-partisan, agar peneliti dapat

melakukan penelitian secara objektif.

3. Dokumentasi.

Teknik dokumentasi yaitu pengambilan data sekunder dengan mempelajari

berbagai dokumen. Pertimbangan jenis dokumen yang bisa digunakan,

meliputi: (1) data berupa sejarah, berita atau informasi mengenai pemerintah

Kabupaten Belu, (2) data mengenai website pemerintah Kabupaten Belu, (3)

surat, memorandum, atau surat keputusan yang mendukung untuk penelitian

ini.

1.7.6. Teknik Analisis Data

Analisis data diperoleh secara simultan dengan proses pengumpulan data.

Tahap- tahap yang digunakan dalam analisis data adalah:

Page | 24

a. Data Reduction (reduksi data)

Data yang diperoleh di lokasi penelitian (data lapangan) akan dituangkan

dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci setelah direduksi dan

dirangkum, untuk kemudian dipilih mana data pokok yang terfokus pada

hal- hal yang penting terkait dengan judul penelitian Praktik Website

Pemerintah Kabupaten Belu Dalam Rangka E-Government. Data yang

dihasilkan dari proses reduksi data tersebut dapat memberikan gambaran

yang lebih tajam tentang hasil pengamatan serta mempermudah peneliti

untuk mencari kembali data tambahan jika diperlukan.

b. Data Display (penyajian data)

Data yang telah direduksi disajikan secara sistematis untuk memudahkan

peneliti dalam melihat dan memahami gambaran hasil penelitian secara

keseluruhan dengan logika runtut sesuai dengan alur logika dalam desain

penelitian ini. Penyajian data yang lebih terfokus meliputi ringkasan

terstruktur, deskripsi singkat, gambar, matriks dengan teks daripada angka-

angka.

c. Verifikasi (penarikan kesimpulan)

Proses ini dilakukan dengan melibatkan kegiatan verifikasi terus- menerus

selama penelitian berlangsung yaitu sejak awal datang ke lokasi penelitian,

selama pengumpulan data, dan selama proses penyusunan hasil penelitian

(Denzin & Lincoln, 2009).

Page | 25

d. Proses Analisis

Langkah terakhir dari analisis data dalam penelitian ini adalah melakukan

analisis terhadap data tentang identifikasi pengelolaan website sebagai

upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di

Kabupaten Belu, yang telah diperoleh berdasarkan konsep- konsep yang

berkaitan dengan Transparansi, Partisipasi, Penyampaian Aspirasi (voice),

Good Governance, E-Government, dan Website. Di samping itu, hasil dari

wawancara yang telah dilakukan dengan para informan kemudian

dikonfrontir dengan data sekunder guna mengidentifikasi topik penelitian

ini.

1.7.7. Uji Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan data yang terjadi pada objek

penelitian yang dilaporkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan triangulasi

sebagai uji validitas. Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber

dengan berbagai cara dan waktu. Terdapat tiga jenis triangulasi, yaitu (1)

triangulasi sumber, (2) triangulasi data, dan (3) triangulasi waktu. Penelitian ini

sendiri menggunakan triangulasi sumber sebagai uji validitas. Triangulasi dengan

sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Moleong, 2005).

Teknik triangulasi sumber dalam penelitian ini sendiri dilakukan dengan

membandingkan serta mengecek balik derajat kepercayaan atas informasi-

informasi yang didapat dari:

Page | 26

Gambar 1.1

Triangulasi Sumber

Informan I:

Kepala Bidang Telematika pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan

Informatika.

Kepala Seksi Pelayanan Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan

Informatika.

Kepala Seksi Jaringan Komunikasi Data pada Dinas Perhubungan,

Komunikasi dan Informatika.

Kepala Seksi Pengembangan Sistem Aplikasi pada Dinas Perhubungan,

Komunikasi dan Informatika.

Informan II:

Kepala LPSE Kabupaten Belu.

Administrator LPSE.

Pelaksana LPSE.

Sekretaris Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten

Belu.

Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Belu.

Administrator Website Bappeda Kabupaten Belu.

Informan III:

Masyarakat.

Informan I

Informan II

Informan III

Wawancara

Data

Page | 27

1.8. Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini, peneliti memaparkan praktik website pemerintah

Kabupaten Belu dalam rangka e-government ke dalam empat (4) Bab, yaitu:

Bab I: merupakan Bab Pendahuluan, yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kerangka teori, kerangka konsep penelitian, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II: berisikan penjelasan tentang gambaran umum objek penelitian

yakni website pemerintah Kabupaten Belu.

Bab III: berisikan pemaparan hasil penelitian dan analisis data. Pemaparan

dalam Bab ini dikembangkan menjadi dua bagian. Bagian

pertama adalah analisis mengenai pengelolaan website yang

transparan dan partisipatif. Selanjutnya, pada bagian kedua,

penulis mengelaborasi analisis bagian pertama tersebut dengan 6

(enam) strategi pengembangan e-government di Kabupaten Belu

yang berkaitan erat, yaitu: (1) Mengembangkan sistem pelayanan

yang handal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat; (2)

Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah daerah

secara holistik; (3) Memanfaatkan teknologi informasi secara

optimal; (4) Meningkatkan peran serta dunia usaha dan

mengembangkan industri telekomunikasi dan teknologi

informasi; (5) Mengembangkan kapasitas SDM pemerintah

daerah, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat; (6)

Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-

tahapan yang realistik dan terukur.

Bab IV: merupakan Bab Penutup. Pada bab ini peneliti menyimpulkan

hasil penelitian dan memberikan saran kepada pemerintah

Kabupaten Belu serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.